Anda di halaman 1dari 4

Rangkuman materi UKK Produktif X TPHP

Dasar Pengendalian Mutu Hasil Pertanian dan Perikanan

 Pengertian Mutu
Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yangdapat dinilai
secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer
dan Twigg, 1983).

 Pengertian Mutu menurut para ahli


Menurut Hubeis (1994), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang
dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya.
Berdasarkan ISO/DIS 8402-1992 Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga)
yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen.
Fardiaz 1997, mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk,
kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan
yang telah ditentukan.

 Klasifikasi Mutu
Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok,
yaitu:
(1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat
fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip.
(2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.

 Kualitas
Kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya karena karakter ukuran, jenis, atau kesegarannya. Harga
jual bahan pangan yang mahal dianggap lebih berkualitas dibandingkan dengan harga jual yang lebih murah.

 Faktor yang Mempengaruhi Mutu


Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, yaitu jenis kelamin, ukuran, spesies,
perkawinan, dan cacat.
1) Spesies
Spesies tanaman, ternak atau ikan mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap bahan pangan yang berasal
dari bahan hasil petanian tersebut. Spesies yang satu dapat diterima atau banyak diminta oleh konsumen
dibandingkan spesies yang lain. Sebagai contoh yang khas, nenas Bogor yang rasanya manis paling enak
dibuat selai nenas, sehingga nenas Bogor dianggap lebih berkualitas sebagai bahan baku pembuatan selai
nenas manis dibandingkan nenas yang berasal dari Palembang atau si madu dari Subang.
2) Ukuran
Ukuran bahan pangan juga dapatmempengaruhi mutu. Bahan panganyang memiliki ukuran besar dianggap
lebih bermutu dibandingkan dengan bahan panganberukuran lebih kecil. pangan sejenis namun memiliki
ukuran relatif lebih kecil. Bahan pangan berukuran besar dianggap dapat memberikan cita rasa lebih baik,
bagian yang dapat dimakan (edible part) lebih banyak, dan biaya penanganan per unit berat lebih murah.
Ukuran yang lebih seragam juga dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi dibanding dengan ukuran yang
tidak seragam.
3) Jenis kelamin dan Masa Perkawinan
Ikan dan ternak memiliki jeniskelamin dan masa perkawinan Jenis kelamin akan berpengaruh terhadap cita
rasa dagingnya. Kepiting biru di Amerika yang berjenis kelamin jantan lebih disukai karena rasa dagingnya
lebih enak. Kepiting Bakau lebih disukai yang berjenis kelamin betina, terutama yang masih memiliki telur.
Masa perkawinan juga berpengaruh terhadap mutu daging ikan atau ternak. Energi yang banyak dikeluarkan
melakukan perkawinan menyebabkan citarasa daging ikan atau ternak mengalami perubahan.
4) Cacat
Beberapa bahan pangan memiliki penampilan cacat sehingga terlihat kurang menarik. Penampilan cacat ini
dapat disebabkan oleh sifat genetis, faktor lingkungan, atau serangan organisme lain.

Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tempat konsumen,
makanan yang dikonsumsi, lokasi budidaya, keberadaan organisme parasit, kandungan senyawa beracun,
atau kandungan polutan.
1) Jarak yang harus di tempuh
Untuk beberapa jenis bahan pangan yang mudah mengalami proses penurunan mutu, jarak antara tempat
produksi bahan pangan ke tempat dimana konsumen berada akan berpengaruh terhadap mutu. Bahan
pangan yang mudah rusak sebaiknya diangkut menggunakan sarana transportasi yang dilengkapi unit
pendingin atau menggunakan pesawat terbang untuk mempersingkat waktu.
2) Makanan yang dikonsumsi (pakan)
3) Lokasi budidaya
Lokasi budidaya atau penangkapan ikan maupun ternak akan berpengaruh terhadap mutu ikan atau ternak.
Kondisi lingkungan seperti angin, gelombang, kondisi air, dan pola migrasi akan mempengaruhi jenis dan
kelimpahan makanan ikan sehingga berpengaruh terhadap citarasa ikan. Tanaman kangkung darat dapat
dianggap memiliki mutu lebih baik dibandingkan kangkung air, terutama yang dipanen dari perairan yang
tercemar limbah.
4) Keberadaan organisme parasit
Organisme parasit yang menyerang akan berpengaruh nyata terhadap mutu bahan pangan. Parasit dapat
berupa bakteri, jamur, protozoa, serangga atau cacing. Bakteri dan jamur banyak menimbulkan kerugian
karena kemampuannya merusak bahan pangan. Selain penampakan bahan pangan menjadi tidak menarik,
serangan bakteri dan jamur sering disertai dengan timbulnya bau busuk.
5) Kandungan Senyawa beracun
Berdasarkan penyebabnya, ada beberapa faktor yangdapat menyebabkan timbulnya keracunan makanan,
yaitu racun yang berasal daribahan pangan itu sendiri, cara pengolahan atau penyimpanannya yang salah,
dan karena pengaruh dari luar. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), penyakit yang timbul karena
mengkonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi makanan dan intoksikasi
(keracunan makanan).
Infeksi adalah peristiwa dimana seseorang mengkonsumsi bahan pangan atau minuman yang mengandung
bakteri patogen yang tumbuh dalam saluran usus dan menimbulkan penyakit. Contoh dari bakteri patogen
tersebut adalah Clostridium perfringens, Vibrio dan parahaemolyticus, Salmonella. Bakteri patogen ini
biasanya menyerang sosis, daging, lidah sapi, ikan, susu dan hasil olahannya, dan telur. Gejala utama dari
serangan bakteri tesebut adalah muntah dan diare. Keracunan lainnya dapat terjadi apabila mengkonsumsi
makanan sayuran, daging atau ikan yang dikalengkan. Proses pengalengan atau cara penyimpanan yang
kurang baik dapat memicu tumbuhnya Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan racun perusak sistim
saraf.
Intoksikasi dapat terjadi karena mengkonsumsi bahan pangan mengandung senyawa beracun yang
diproduksi oleh bakteri atau jamur. Jadi, peristiwa keracunan terjadi karena menelan bahan pangan yang
mengandung racun (toksin). Beberapa jenis racun tidak dapat dirusak oleh proses pemasakan, sehingga
orang yang mengkonsumsi bahan pangan tersebut akan tetap mengalami keracunan. Beberapa jenis bahan
pangan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan sudah mengandung zat beracun secara alami. Kentang
hijau yang mengandung solanin dapat menyebabkan timbulnya kematian apabila kentang hijau tersebut
dikonsumsi dalam jumlah besar. Mengkonsumsi sayur bayam yang sudah disimpan semalam juga tidak
disarankan, sebab sudah mengandung racun kalium oksalat dalam jumlah tinggi. Tanaman lamtoro juga
mengandung racun mimosin. Racun ini dapat menyebabkan pusing bila mengkonsumsi dalam jumlah banyak.

6) Kandungan polutan
Sayuran dan buah-buahan cenderung tercemar bahan kimia, baik sebagai pengawet maupun racun
pembasmi hama. Zat kimia ini bisa berupa arsen, timah hitam, atau zat-zat yang bisa menyebabkan
keracunan. Sumber polutan dapat berasal dari lingkungan yang mencemari, penggunaan bahan-bahan kimia
non pangan, dan penggunaan bahanbahan yang memiliki efek samping mencemari. Polutan banyak berasal
dari lingkungan yang tercemar. Media tumbuh, peralatan dan wadah yang digunakan dapat menjadi sumber
polutan. Penggunaan bahanbahan non pangan, terutama bahan pewarna, boraks, dan formalin dalam
penanganan dan pengolahan pangan sudah banyak dilakukan dan berpengaruh terhadap mutu.

 Penurunan mutu bahan pangan


Tahap-tahap penurunan mutu bahan pangan pada ikan dan bahan ternak:
Pre rigor adalah tahap dimana mutu dan kesegaran bahan pangan sama seperti ketika masih hidup.
Rigor mortis adalah tahap dimana bahan pangan memiliki kesegaran dan mutu seperti ketika masih hidup,
namun kondisi tubuhnya secara bertahap menjadi kaku.
Post rigor mortis adalah proses pembusukan daging telah dimulai.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu kerusakan fisik, kimia, dan biologis.
Selama Pengawetan
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu selama penanganan bahan pangan
adalah :
(a) Penggunaan suhu rendah, dalam bentuk pendinginan dan pembekuan. Pendinginan adalah
penggunaan temperatur di bawah temperatur kamar tapi belum mencapai temperatur beku, biasanya
berkisar pada 00-150C. Pembekuan adalah penggunaan temperatur di bawah temperatur beku, biasanya
berkisar pada 00C hingga -600C.
(b) Iradiasi, misalnya sinar gamma,untuk menghambat atau membunuh mikroba sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk pangan.
(c) Penggunaan bakteri antagonis yang ditujukan untuk menghambat atau membunuh bakteri
pembusuk, sehingga masa simpan bahan pangan dapat diperpanjang.

3) Selama Pengolahan
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penurunan mutu selama pengolahan antara lain :
(a) Suhu tinggi, yaitu penggunaan suhu tinggi untuk menghambat mikroba pembusuk atau
mendenaturasi enzim. Penggunaan suhu tinggi dalam pengolahan bahan pangan antara lain:
(1) HighTemperature Short Time (HTST) telah digunakan untuk proses sterilisasi pada produk yang
tidak tahan panas (susu misalnya) untuk membunuh mikroba pembusuk sehingga dapat
memperpanjang masa simpan;
(2) Perebusan adalah proses pemanasan hingga suhu ± 100 0C pada tekanan 1 atmosfir. Tujuan
utama perebusan adalah untuk menurunkan populasi mikroba, mendenaturasi protein, dan
menurunkan kadar air bahan pangan;
(3) Penguapan adalah penurunan kadar air dalam bahan pangan dengan tujuan untuk mengurangi
ketersediaan air didalam bahan pangan sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk
untuk tumbuh dan beraktivitas.
(4) Penggorengan adalah bentuk lain dari penggunaan suhu tinggi untuk mengolah bahan pangan.
Tujuan penggorengan tergantung dari bahan pangan, misalnya untuk kemekaran (kerupuk),
mengurangi kadar air (bawang).
(b) Penurunan kadar air dapat dilakukan dengan cara :
(1) Pengeringan: pengeringan adalah proses menurunkan kadar air dalam bahan pangan
berdasarkan perbedaan kelembaban, sehingga air yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan oleh
mikroba merugikan untuk tumbuh dan berkembang. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan
cara penguapan, pemanasan, penganginan, dan pengeringan beku.
(2) Tekanan: pengaturan tekanan dapat menurunkan kandungan air dalam bahan pangan. Bila
tekanan lingkungan diturunkan (hipobarik), maka cairan yang ada di dalam bahan pangan akan
tertarik ke lingkungan. Bila tekanan lingkungan ditingkatkan hingga 2 atmosfir atau lebih
(hiperbarik) maka bahan pangan akan tertekan sehingga cairannya akan keluar.
(c) Penambahan senyawa kimia yang ditujukan untuk menghambat aktivitas mikroba pembusuk atau
mendenaturasi enzim. Penambahan senyawa kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan:
(1) Asam: Penambahan asam dimaksudkan untuk menurunkan pH sehingga aktivitas mikroba
pembusuk menurun. Asam yang digunakan dapat berupa asam benzoat, sorbat, propionat, sulfite,
asetat, laktat, nitrat; asam citrat
(2) Garam: Penambahan garam dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan tekanan osmosis antara
di dalam bahan pangan dengan lingkungannya. Peningkatan tekanan osmosis di luar bahan pangan
akan menyebabkan keluarnya cairan dari bahan pangan sehingga cairan di dalam bahan pangan yang
dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk menurun. Selain itu, terjadi proses masuknya
komponen garam ke dalam bahan pangan. Ion Na+dan Cl- yang bersifat racun akan membunuh
mikroba pembusuk dan menyebabkan proses denaturasi protein, termasuk enzim;
(3) Gula: Penambahan gula dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan tekanan osmotis antara
bahan pangan dan lingkungannya. Perbedaan tekanan osmotisakan menyebabkan pergerakan cairan
di dalam bahan pangan. Bila tekanan osmotis di luar lebih tinggi (hipertonis) maka cairan dari dalam
bahan pangan akan keluar (plasmolisis), bila lebih rendah cairan akan masuk kedalam sel mikroba
sehingga sel akan pecah (plas-moptisis);
(4) Antibakteri: Senyawa anti bakteri dapat menghambat atau membunuh bakteri. Proses
pengasapan akan meningkatkan senyawa fenol yang bersifat anti bakteri. Selain meningkatkan
senyawa anti bakteri, proses pengasapan juga akan menurunkan kandungan air bahan pangan,
sehingga bakteri pembusuk terhambat pertumbuhannya; dan
(5) Gas: Penggunaan gas-gas tertentu telah dilakukan untuk meningkatkan penanganan dan
pengolahan bahan pangan. Fumigasi merupakan penggunaan gas untuk membunuh mikroba
merugikan yang mungkin ada di dalam bahan pangan. Penggunaan gas etilen telah lama dipraktekan
untuk mempercepat munculnya warna kuning pada buah pisang.
(d) Fermentasi adalah proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa lebih sederhana yang
dilakukan oleh enzim dalam lingkungan terkendali. Beberapa bahan nabati telah digunakan dalam proses
fermentasi produk hewani. Bahan nabati tersebut diketahui mengandung enzim proteolitik. Bahan nabati
tersebut misalnya papaya yang mengandung enzim papain, dan nenas yang mengandung enzim
bromelain.

Anda mungkin juga menyukai