Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan mampu
memelihara tubuhnya serta berkembang biak. Bahan pangan pada umumnya terdiri atas zat-
zat kimia, baik yang terbentuk secara alami ataupun secara sintetis, dalam berbagai bentuk
kombinasi dan yang berperan penting bagi kehidupan, seperti halnya air dan oksigen.
Bahan pangan terdiri dari empat komponen utama yaitu karbohidrat, protein, lemak, air
dan turunan-turunannya. Selain itu bahan pangan juga tersusun dari komponen anorganik
dalam bentuk kandungan mineral, dan komponen organik lainnya dalam jumlah relatif kecil,
misalnya vitamin, enzim, emulsifier, asam, antioksidan, pigmen, dan komponen-komponen
cita rasa (flavor). Jumlah komponen-komponen tersebut berbeda-beda pada masing-masing
bahan pangan, tergantung pada susunan, kekerasan atau tekstur, cita rasa, warna dan nilai
makanannya.
Menurut UU No 18 tahun 2012 tentang pangan, dinyatakan bahwa mutu pangan adalah
nilai yang ditentukan atas dasar keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan
terhadap bahan makanan, dan minuman. Penilaian kualitas makanan adalah penilaian mutu
dari bahan pangan yang telah mengalami pengolahan atau pemasakan. Tujuan dari penilaian
mutu makanan adalah untuk mendapatkan standar kualitas yang layak di konsumsi.
Penggunaan ilmu pengetahuan untuk kebutuhan manusia dinamakan teknologi, tetapi
teknologi dapat pula didefinisikan sebagai cara melakukan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal. Penggunaan ilmu pengetahuan untuk
kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara, atau dengan kata lain dapat
menggunakan berbagai jenis teknologi. Jenis teknologi yang diterapkan pada bahan pangan
disebut teknologi pangan.
Teknologi pangan adalah suatu teknologi yang menerapkanilmu pengetahuan tentang
bahan pangan khususnya setelah panen (pasca panen) guna memperoleh manfaatnya
seoptimal mungkin sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah dari pangan. Spesialisasinya
beragam di antaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan dan sebgainya.
Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan indsutri pangan
dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan
industri untuk memenuhi permintaan konsumen.
Teknologi pangan adalah suatu ilmu terapan yang memanfaatkan ilmu kimia,
biokimia, fisika, kimia fisika, serta sifat biologis bahan pangan. Sifat- sifat kimia bahan
pangan meliputi:
1. Komposisi protein, lemak, karbohidrat yang membentuk bahan makanan itu sendiri;
2. Reaksi kimia yang terjadi apabila bahan diolah;
3. Interaksi antara zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan itu dengan zat kimia
tinambah (= aditif) misalnya antibiotika, zat pewarna makanan, dan sebagainya.
Sifat biokimia banyak kaitannya dengan aktivitas enzimatis lepas panen bagi bahan pangan
nabati atau lepas mortem bagi bahan pangan hewani, juga berkaitan dengan zat-zat
kandungan bahan yang secara fisiologis aktif, misalnya vitamin dan zat gizi lain yang
esensial bagi tanaman maupun hewan.
Sifat-sifat fisik bahan pangan meliputi warna, berat jenis, indeks refraksi, viskositas,
tekstur dan berbagai konstanta panas. Sifat fisika kimia bahan pangan berkaitan erat dengan
sifat-sifat suatu bentuk larutan, koloid, kristal yang terjadi di dalam makanan, baik secara
alamiah maupun setelah proses pengolahan.
Sifat-sifat biologis dititikberatkan pada aktivitas mikro organisme seperti serangga,
parasit serta mikroorganisme seperti bakteri, jamur atau kapang, ragi atau khamir, virus yang
kemungkinan terdapat pada bahan pangan.
Pengolahan dan pengawetan berbagai jenis bahan pangan yang berasal dari hasil
peternakan dan perikanan, terutama dalam bentuk industri kecil yang menghasilkan berbagai
macam produk komoditi hewani secara tradisional telah lama diusahakan di Indonesia.
Pengolahan tradisional di sini meliputi pengolahan dan pengawetan dengan cara
penggaraman, penambahan gula, fermentasi, pengeringan, perebusan, pengasapan atau
kombinasi dari cara-cara tersebut di atas. Cara pengawetan dengan penambahan gula, asam
garam, misalnya pada pembuatan susu kental manis, yoghurt, atau garam yang disertai
dengan pengeringan, fermentasi atau pengasapan misalnya ikan dan lidah asap, bertujuan
baik untuk memperpanjang masa simpan, ataupun untuk memperoleh bentuk makanan baru
dengan rasa dan aroma yang tertentu.
Pengeringan dengan cara penjemuran telah berkembang secara tradisional di negara
kita yang beriklim tropis ini, meskipun menimbulkan masalah karena kesulitan dalam
mengatur kecepatan pengeringan, suhu, kelembaban (R.H), serta terjadinya kontaminasi.
Cuaca sering tidak menentu menghasilkan produk yang kurang sempurna.
Pengolahan pangan hewani dengan fermentasi, misalnya pada atau yoghurt, banyak
dilakukan pada tingkat rumah tangga. Proses fermentasi akan menghasilkan olahan yang
mempunyai aroma dan rasa khas, dan komponen dalam bahan pangan akan mengalami
degradasi menjadi senyawa- senyawa yang lebih sederhana, lebih mudah larut dan mudah
dicerna. Fermentasi dapat meningkatkan nilai estetika dan daya produk olahannya.
Sejarah teknologi pangan dimulai ketika Nicholas Appert mengalengkan bahan
pangan, sebuah proses yang masih berlangsung hingga saat ini. Nicholas Appert
mengaplikasikannya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan terkait pangan. Aplikasi teknologi
pangan berdasarkan ilmu pengetahuan dimulai oleh Louis Pasteur ketika mencoba untuk
mencegah keruakan akibat mikroba pada fasilitas fermentasi anggur setelah melakukan
penelitian terhadap anggur yang terinfeksi. Selain itu Pasteur juga menemuksn proses yang
disebut pasteurisasi yaitu pemanasan susu dan produk susu untuk membunuh mikroba yang
ada di dalamnya dengan perubahan sifat dari susu yang minimal.
Sejarah teknologi pangan di Indonesia menyangkut beberapa aspek disamping aspek,
disamping aspek program pendidikan juga berhubungan erat dengan sejarah perkembangan
lapanagan kerja, indsutri dan perdaganagan produk pangan serta dinamika masyarakat dan
trend konsumsi pangan.
2.2 Mekanisme Teknologi Pengolahan Bahan Pangan
Proses pengolahan hasil pertanian (pangan maupun non-pangan yaitu suatu kegiatan
atau proses untuk dapat mengubah suatu bahan mentah menjadi bahan jadi/hasil
olahan/produk, baik secara fisik maupun kimiawi dengan menggunakan dana, tenaga kerja,
peralatan serta bahan pembantu sehingga dapat diperoleh suatu nilai yang lebih tinggi.
Pada umumnya tahapan-tahapan dalam suatu proses industri adalah sebagai berikut.
1. Proses awal.
2. Proses konversi.
3. Proses pengawetan.
4. Proses pengisian/pengemasan.
5. Proses labelling.
6. Proses penyimpanan.
A. PROSES AWAL
Adalah penanganan terhadap bahan mentah, khususnya proses pemisahan, pada
umumnya meliputi tahap-tahap/operasi:
1. pembersihan,
2. pemilihan (sortasi), dan
3. pengkelasan mutu (grading):
a. Pembersihan: yaitu pemisahan kontaminan dari bahan baku.
b. Pemilihan atau sortasi: Pemisahan bahan baku berdasarkan perbedaan sifat
fisiknya seperti ukuran, bentuk dan warna.
c. Pengkelasan mutu atau grading: Pemisahan bahan baku berdasarkan kualitasnya.
d. Penyimpanan bahan baku.
Faktor-faktor penyebab kerusakan pada proses pengolahan pangan antara lain :
a) Metode kering
Penyaringan bertahap
Aspirasi
Dengan cara penggosokan magnet (yang akan menarik kontaminan)
b) Metode basah
Pembersihan dengan cara basah
a) Perendaman
tujuan: untuk melunakkan kotoran-kotoran yang menempel pada bahan, dengan alat
pembantu yaitu pengaduk.
b) Perendaman dengan sistem rotasi
c) Pencucian dengan spray (penyemprotan) Faktor-faktor yang mempengaruhi:
tekanan air;
volume;
suhu;
jarak: antara bahan dengan alas semakin dekat, bahan akan semakin rusak;
pembersihan dengan metode ultrasonik, dengan menggunakan panjang
gelombang tertentu.
2. Proses Pemilihan atau Sortasi
Pemilihan atau sortasi berperan penting dalam proses pengendalian efektivitas dari
berbagai proses pengolahan pangan. Bahan pangan yang telah disortir mempunyai beberapa
ketentuan (syarat) yang diinginkan seperti:
a. Bahan pangan tersebut telah disesuaikan dengan sistem operasi mekanis, seperti
operasi pengelupasan kulit bahan (peeling), pemucatan (blanching), membuang
bagian tengah yang keras (caring) dan operasi penghilangan biji (pitting).
b. Bahan pangan hasil sortir sangat penting, terutama dalam proses di mana
keseragaman pindah panas merupakan hal yang kritis misalnya dalam proses
pasteurisasi atau sterilisasi dan dalam proses dehidrasi dan pembekuan.
c. Bahan pangan hasil sortasi merupakan pengontrol yang baik terhadap berat dari bahan
pangan yang dimasukkan dalam kontainer standar, untuk kemudian dilakukan proses
penjualan. Dalam penggunaannya oleh konsumen, produk hasil sortasi lebih menarik.
Hal ini terjadi karena keseragaman ukuran produk hasil sortir lebih menguntungkan,
karena proses pengemasan bahan menjadi lebih mudah dan cepat.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan (pensortiran) adalah:
a. Sortasi berdasarkan berat
Potongan daging, fillet ikan, dan bahan-bahan lain yang dijual berdasarkan
beratnya, dapat ditimbang secara manual atau lebih umum ditimbang dengan
menggunakan alat penghitung berskala. Buah-buahan seperti apel, mangga,
semangka, telur, dan juga ayam sering kali disortir berdasarkan beratnya. Proses ini
dapat dilakukan dengan cara proses aspirasi dan filtrasi. Proses aspirasi dan filtrasi
dapat digunakan untuk memisahkan bahan pangan seperti kacang-kacangan, biji-
bijian dan tanaman polong ke dalam kelas-kelas berdasarkan beratnya.
Ada juga yang dipisahkan dengan cara flotasi, yaitu pemisahan berdasarkan
perbedaan densitas, atau daya apung antara bahan yang diharapkan dengan bahan
yang tidak diinginkan dari bahan yang dibersihkan. Misalnya buah apel yang busuk
atau beban yang tenggelam dalam air, bisa dikeluarkan dengan menyalurkan buah
dalam sebuah tangki, untuk selanjutnya buah yang baik dikumpulkan dalam wadah
yang lain.
b. Sortasi berdasarkan ukuran
Pengayak, penyaringan, (screen) dengan berbagai disain telah digunakan
secara luas pada pemisahan bahan pangan berdasarkan ukuran utamanya, (misalnya
untuk tepung), tetapi pengayak juga digunakan untuk sebagai alat pembersih,
memisah kontaminan yang berbeda ukurannya dari bahan baku.
Penyaringan dengan cara ini ada 2 macam yaitu penyaring dengan lubang
tetap atau penyaring dengan celah yang berubah-ubah. Penyaringan dengan lubang
tetap misalnya dengan Pengayak Berbadan Datar (Flat Bed Screen), Pengayak Drum,
Alat Pengayak Drum susunan seri dan paralel, dan lain-lain.
Penyaring dengan celah yang berubah-ubah misalnya dengan:
1) pengayak sortasi dengan variabel celah dan sistem kontinu, misalnya belt;
2) pengayak sortasi dengan variabel celah dan sistem tahap per tahap.
c. Sortasi berdasarkan bentuk
Pada beberapa bahan pangan, dengan perlakuan pembersihan yang diikuti
dengan proses sortasi yang berdasarkan ukuran dan berat, masih tetap ditemukan
bahan-bahan yang tidak diinginkan yang terkandung pada bahan tersebut. Sebagai
contoh pada proses pembersihan dan sortasi gandum, masih tetap terkandung benih
rumput yang berat dan ukurannya sama dengan gandum. Dalam keadaan ini sangat
memungkinkan untuk memisahkan bahan berdasarkan bentuk, sebagai contoh adalah
kombinasi dari panjang dan diameter.
d. Sortasi berdasarkan warna
Proses sortasi dapat dilakukan dengan alat indra penglihatan (mata). Operator
yang terlatih membagi bahan pangan yang terlewat di depan mereka ke dalam
kelompok (kelas-kelas) tertentu. Perbandingan dilakukan dengan menyediakan warna
yang tetap (tertentu) untuk pembanding (misalnya buah tomat dan cherries).
3. Proses Pengkelasan Mutu (Grading)
Tingkat kualitas mempunyai arti yang berbeda untuk komoditi yang berbeda maupun
untuk budaya/adat yang berbeda. Sebagai contoh permintaan kualitas tepung yang berbeda,
tergantung pada pemakaian yang bersifat domestik atau industri seperti pada produk roti,
biskuit ataupun kue. Sering kali standar kualitas terdapat secara legal (misalnya untuk
mentega, susu dan keju), sementara itu untuk bahan pangan lain standar kualitas
dikemukakan dalam kode-kode praktis atau berdasarkan spesifikasi (persyaratan konsumen).
Untuk pengkelasan mutu (grading) berlaku juga faktor-faktor seperti yang telah
dibahas dalam pemilihan (sortasi) yaitu berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk, dan warna.
Untuk menentukan kualitas, penelitian terhadap suatu faktor saja tidak akan
mencukupi dan sangat jarang dilakukan. Itulah sebabnya diadakan perbedaan antara
pemisahan dengan basis sifat tunggal yang kemudian disebut sorting dan pemisahan
berdasarkan bermacam-macam sifat yang kemudian disebut grading.
1) Faktor-faktor grading
Secara umum bahan pangan yang akan ditentukan kualitasnya dapat dikelompokkan
berdasarkan:
1) Ukuran dan bentuk.
2) Kedewasaan/kematangan: kesegaran telur, kemasakan/kematangan buah, lama
simpan daging.
3) Tekstur: keremahan dalam roti dan kue, kegaringan (kering dan segar) pada
daun seledri dan apel, kekentalan dari krim.
4) Flavor dan aroma.
5) Kegunaan: sebagai contoh keserasian bahan pangan untuk penggunaan akhir,
misalnya sifat penggilingan dan sifat pengembangan tepung, sifat pengalengan
dan pembekuan buah-buahan dan sayur-sayuran.
6) Keadaan bebas dari cacat : kekeruhan pada kuning telur, noda darah atau
keretakan kulit pada telur, kelembaman pada buah, lubang akibat adanya
serangga pada biji kopi.
7) Warna.
8) Keadaan bebas dari kontaminan: bulu tikus dan potongan serangga dalam
tepung; tanah dan residu obat; mikroorganisme dan produknya dalam daging.
9) Keadaan bebas dari bagian yang tidak diinginkan dari bahan mentah tulang
dalam daging; daun atau kulit pada kacang polong dan buncis; batang/tangkai
atau batu pada buah.
4. Penyimpanan Bahan Dasar
Bahan dasar sebelum diolah perlu disimpan dengan baik, agar kualitasnya tidak berkurang.
B. PROSES KONVERSI
Proses konversi, antara lain dengan cara-cara:
1. Penghancuran/Pengecilan Ukuran
Bahan mentah dengan ukuran yang besar dipotong-potong sehingga berukuran
lebih kecil, misalnya batang tebu dipotong-potong menjadi lebih kecil agar lebih
mudah digiling/dipres. Contoh lain misalnya untuk pembuatan jus tomat, sebelum
diblender tomat dipotong-potong agar bentuknya lebih kecil dan lebih tipis sehingga
lebih mudah untuk diblender.
Pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi pengecilan yang ekstrem
(penggilingan) dan pengecilan ukuran yang relatif masih berukuran besar, misalnya
pemotongan menjadi bentuk-bentuk yang khusus. Pengecilan ukuran dapat dilakukan
secara basah maupun kering.
Keuntungan-keuntungan pada penggilingan basah antara lain bahan menjadi
sangat lembut, berlangsung pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan sedikit
kemungkinan terjadi oksidasi/ledakan.
Tujuan proses pengecilan ukuran adalah sebagai berikut.
a. Memperbesar luas permukaan bahan. Luas permukaan yang lebih besar dapat
membantu kelancaran beberapa proses seperti:
a) membantu ekstraksi suatu senyawa dengan cara memperluas kontak
permukaan bahan dengan pelarut.
b) mempercepat waktu pengeringan bahan.
c) mempercepat proses pemasakan, blansir dan lain-lain.
b. Meningkatkan efisiensi proses pengadukan.
c. Untuk memenuhi ukuran standar produk tertentu, misalnya untuk ukuran tepung
sekian mesh, ukuran gula pasir, atau ukuran nata de coco dengan ukuran kubus
tertentu, misalnya 1 x 1 = 1 cm.
Peralatan untuk pengecilan ukuran misalnya crushing rolls, penggiling palu
(hammermill), penggiling cakram tunggal/ganda, penggiling gulingan (tumbling mills) dan
Pemotong.
2. Pembesaran Ukuran
Misalnya pada pembuatan kue anak-anak seperti chiki, dengan cara ekstrusi,
bentuk akan menjadi lebih besar.
3. Pemisahan
Pemisahan secara mekanis dapat dilakukan dengan penyaringan ataupun
sedimentasi. Sedangkan pemisahan secara fisik dapat dilakukan dengan cara
penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan destilasi.
4. Pencampuran
Proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk yang seragam
dari beberapa konstituen, baik cair-padat (pasta), padat-padat dan kadang-kadang cair-
gas.
Berbagai proses pencampuran harus dilakukan dalam industri pangan seperti
pencampuran susu dengan cokelat, vitamin, mineral dan lain-lain. Pada pembuatan
susu bubuk bayi, setelah dihasilkan susu bubuk dengan memakai alat spray drier,
masih harus diperkaya supaya nilai gizinya memenuhi syarat, maka susu bubuk
tersebut masih harus dicampur dengan pasir bubuk, dan vitamin yang diperlukan bayi
seperti vitamin A, C, D, B dan sebagainya.
5. Homogenisasi dan Emulsifikasi
Homogenisasi adalah operasi ganda penurunan ukuran partikel dari fase
terdispersi dan sekaligus mendistribusikannya secara seragam ke dalam fase kontinu.
Supaya susu tetap stabil (tidak terpecah) maka globula lemak yang berukuran
tidak sama harus dipecah, sehingga diameter globula lemak menjadi lebih kecil dan
seragam ukurannya, sehingga menjadi stabil. Cara pemecahan globula lemak tersebut
dengan alat homogenizer, lemak tersebut dilalukan pada lubang sangat kecil dengan
tekanan tinggi sehingga ukuran partikel globula lemak menjadi lebih kecil dan
seragam.
Type homogenizer yaitu:
a. high pressure homogenizer,
b. rotor-stator homogenizer,
c. ultra sonic homogenizer.
Emulsifikasi adalah proses pembentukan suatu campuran yang berasal dari 2 (dua)
fase yang berbeda. Umumnya ditambah komponen lain yang berupa emulsifier untuk
mempertahankan stabilitas emulsi.
Ada 2 (dua) jenis emulsi bahan pangan yaitu emulsi air dalam minyak dan emulsi
minyak dalam air. Emulsifier bekerja dengan jalan menurunkan tegangan permukaan antara 2
(dua) fase, dan dengan demikian mendispersikan aglomerat yang kemungkinan terbentuk
hingga menimbulkan efek homogenisasi yang lebih baik.
C. PROSES PENGAWETAN
Proses yang terpenting pada pengolahan hasil pertanian yaitu pengawetan. Meskipun
suatu bahan mentah basil pertanian telah diolah menjadi bentuk baru, produk yang baru,
tetapi apabila tidak disertai dengan adanya proses pengawetan, maka produk tersebut
akan cepat rusak bahkan dapat menjadi busuk.
Adapun perlakuan-perlakuan yang penting untuk mengawetkan bahan pangan antara
lain dengan pemanasan, pendinginan, pengeringan, pengasapan, radiasi atau dengan
penambahan senyawa kimia, asam, gula maupun garam.
Beberapa di antaranya dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, oleh karena itu
harus digunakan dalam batas-batas tertentu. Misalnya panas yang digunakan harus tepat,
yaitu dapat membunuh mikroba tetapi tidak boleh menurunkan nilai gizi dan cita rasa
bahan pangan tersebut. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda ikuti pada modul berikutnya.
D. PROSES PENGISIAN, PENGEMASAN, PEMBERIAN LABEL
Bahan produk basil pengolahan harus diisikan ke dalam wadah dan dikemas dengan
steril agar tahan lama dalam penyimpanan.
Setelah dikemas harus diberi label agar menjadi jelas. Di dalam pengemasan bahan
pangan terdapat 2 macam wadah yaitu wadah utama, wadah yang langsung berhubungan
dengan produk pangan, dan wadah kedua yaitu wadah yang tidak langsung berhubungan
(kontak) dengan produk pangan.
Sebagai contoh wadah utama misalnya kaleng, botol, plastik atau kertas, sedangkan
wadah kedua misalnya kotak kayu, kotak dari kardus/karton dan sebagainya.
Wadah utama harus bersifat tidak beracun dan inert sehingga tidak menyebabkan
terjadinya reaksi kimia, sehingga menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan perubahan-
perubahan lainnya.
E. PROSES PENYIMPANAN
Syarat penyimpanan yang terutama adalah sebaiknya di dalam ruang yang kering,
sirkulasi udara baik, dan terang.
Penjelasan mengenai proses pengawetan, pengemasan, labelling dan penyimpanan
akan dijelaskan pada modul selanjutnya. Setelah Anda mempelajari uraian di atas, maka
cobalah Anda menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut ini. Sebaiknya Anda diskusikan
dahulu dengan kelompok Anda/teman sekuliah lainnya.
Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi
asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH
(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan
penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat,
asam asetat, asam benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam
seperti tomat.
Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi. Acar pada
dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka untuk
pengawetan. Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup pada
makanan. Karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi,
terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati.
c) Pengasinan.
Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam
dapur untuk mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan sebutan
penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan
dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan.
Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan
pengeringan. Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan
dengan cara memberi garam dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri dan enzim-enzim khususnya yang merusak daging dan ikan. Selain itu
penggaraman mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh ikan mengental
serta kadar proteinnya menggumpal dan daging ikan mengkerut
Proses penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk menurunkan
lebih lanjut kadar air yang ada dalam daging ikan, proses penggaraman
dipengaruhi oleh ukuran butiran garam (ukuran yang baik 1 – 5 mm), ukuran
ikan (semakin besar ikan semakin banyak garam yang dibutuhkan) dan
kemurnian garam (garam yang baik adalah garam murni/Nacl).
d) Pemanisan.
Benzoat berbentuk bubuk dengan butiran halus berwarna putih seperti garam. Benzoat
digunakan untuk mengawetkan makanan yang berupa cairan. Contohnya sirup,
manisan, selai, dan saus. Dosis pemakaiannya adalah 0.2 - 1 gram per kg total
formula.
b. Calsium Propionat
Potasium Sorbat berbentuk butiran agak besar seperti meises yang berwarna putih.
Potasium sorbat digunakan untuk mengawetkan bahan makanan yang tidak beragi,
misalnya cake, cookies, dan bahan makanan berbasis lemak. Dosisnya mulai dari
0.2 - 1 gram per kg total formula.
d. Garam nitrit: Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit.
Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging,
dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue
kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini.
Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan
daging
e. Asam asetat: Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka.
Bahan ini menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan
mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat
kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam,
bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang
memakai pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
Kebanyakan makanan yang diolah dengan pemanasan dianggap telah steril secara
komersial yaitu makanan yang telah diproses dengan pemanasan untuk membinasakan
penyimpanan yang normal. Banyak makanan yang diolah dengan pemanasan yang
thermofilik) yang tidak mampu tumbuh dan merusak produk dalam kondisi
penyimpanan normal. Oleh karena itu sifat-sifat organoleptik dan gizi makanan biasanya
dirusak oleh panas, maka sangat penting bahwa perlakuan panas pada makanan untuk
mencapai sterilisasi komersial atau pasteurisasi komersial hanya sampai pada tingkat
dapat diterima.
besar berdasarkan ketahanan terhadap panas yaitu sel-sel vegetative dan spora-spora dari
ragi dan jamur yang mudah dihancurkan oleh panas pada suhu sampai 80oC
dan mutu makanan yang diawetkan. Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki
1. Blanching
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang
dari l00oC, tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa
menit tergantung pada tingginya suhu yang digunakan. Makin tinggi suhu
pasteurisasi, makin singkat waktu yang dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan
utama dari proses pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif
mikroba patogen, mikroba pembentuk toksin maupun mikroba pembusuk atau
penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan
penyakit perut lainnya. Pemanasan dalam proses pasteurisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan uap air, air panas atau udara panas. Tinggi suhu dan lamanya
waktu pemanasan yang dibutuhkan dalam proses pasteurisasi tergantung dari
ketahanan mikroba terhadap panas. Namun perlu diperhatikan juga sensitivitas
bahan pangan yang bersangkutan terhadap panas. Pada prinsipnya, pasteurisasi
memadukan antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu
bahan pangan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode l) Low
Temperature Long Time atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short
Time yang disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8 oC selama 30
menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 7I,7oC selama 15 detik.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1) Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan
pangan bakteri-bakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan
masyarakat,
2) Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan
menginaktifkan enzim.
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang
dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak
lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya
akan tahan 1-2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu.
Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara
pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada sari buah dan suhu yang
digunakan di bawah 100oC. Contohnya :
a) Pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61oC-63oC selama 30 menit
b) Pasteurisasi sari buah dilakukan pada suhu 63oC-74oC selama 15-30 menit.
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
3. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat
mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang
menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau
langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba yang dapat
hidup dalam bahan pangan. Apabila dilihat dari kata steril maka tujuan utama dari
proses sterilisasi adalah membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan
pangan. Dengan terbebasnya bahan pangan dari kehidupan semua mikroba maka
diharapkan bahan pangan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Biasanya daya
tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-
kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna
terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Perkataan steril mengandung pengertian :
1) Tidak ada kehidupan
2) Bebas dari bakteri patogen
3) Bebas dari organisme pembusuk
4) Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal.
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak
mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan
sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan
pangan tidak banyak mengalami perubahan sehingga tetap bernilai gizi tinggi.
Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu :
a) Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya
segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan,
b) Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang
bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan
yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan
pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta
beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah
mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat
menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng. Sterilisasi
komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1oC selama 15 menit dengan
menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.
4. Pemasakan/pemanasan
Pemanasan bahan pangan selain dengan blanching, pasteurisasi dan sterilisasi
dapat juga dilakukan dengan cara pemasakan. Pemanasan dengan cara pemasakan ini
bertujuan untuk meningkatkan cita rasa atau kelezatan produk pangan. Pemasakan
dapat juga dianggap sebagai salah satu cara pengawetan bahan pangan, sebab bahan
pangan yang dimasak dapat ditahan dan disimpan lebih lama dari pada bahan
mentahnya.
Apabila dilihat dari cara dan bentuk pemasakan, maka dapat dibedakan menjadi
3 macam cara pemasakan, yaitu :
Panas merupakan suatu bentuk enersi, diartikan sebagai pertukaran enersi diantara
dua macam benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau pemindahan panas
dapat terjadi secara :
a) Konduksi
b) Konveksi
Konveksi terjadi jika enersi berpindah melalui aliran dalam media cair
atau perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau
sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan secara
konveksi berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi pada bahan
berbentuk cair seperti saribuah, sirup, air, dll.
Ciri-ciri kerusakan yang dapat dilihat secara langsung dari kondisi kalengnya
adalah sebagai berikut :
1. Kembung
Kondisi kaleng yang kembung bisa terjadi karena reaksi antara produk asam
yang dikemas dengan kondisi kaleng yang cacat. Makanan yang tergolong
berkadar asam tinggi, misalnya jus buah-buahan. Sementara yang kadar asamnya
rendah antara lain jamur, asparagus, bit, kentang, dan kacang-kacangan. Selain itu,
kembung bisa pula karena jenis kaleng yang digunakan tak sesuai dengan produk
yang dikemas. Jika dibuka, produk tampak normal, tapi warnanya terkadang
berubah pucat. Pada kondisi lain, kembung bisa juga disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme yang menghasilkan CO2 dan H2. Akibat pembentukan gas ini,
tekanan dalam kaleng menjadi tinggi sehingga kaleng menggembung yang lama-
lama bisa pecah.
2. Penyok
Kondisi ini bisa terjadi karena benturan, jatuh, atau tertindih. Kaleng yang
penyok sedikit (tak sampai membentuk sudut) biasanya tidak mengalami
kerusakan isi. Namun, jika membentuk sudut, dikhawatirkan lapisan timahnya
rusak sehingga kaleng bereaksi dengan produk, terutama yang berasam tinggi.
3. Karat
Ini terjadi karena adanya reaksi antara kaleng dengan senyawa lain yang
bersifat korosif. Pada kasus yang ringan, perkaratan terjadi pada tutup kaleng,
sambungan kaleng, atau bagian luar saja. Pada kasus berat dapat terjadi pada
seluruh bagian luar kaleng. Karat yang belum merusak bagian dalam sebenarnya
tidak berbahaya. Akan tetapi, bila sudah timbul lubang, meski kecil dan sulit
dideteksi, ada kemungkinan mikroba sudah menyelusup ke dalamnya.
2) Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear, dan
produk-produk lain.
diinginkan.
c) Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain,
d) Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng
matang. Perubahan cita rasa tampak jelas pada produk dengan bahan dasar
komponen yang mudah rusak oleh panas. Misalnya, vitamin dan lemak tak
c) Produk kaleng juga umumnya kehilangan sifat segar. Lihat saja teksturnya.
Umumnya lebih lunak dari bahan segarnya. Pada beberapa produk buah dan
tekstur.
d) Timbulnya rasa ”taint” kaleng (rasa seperti besi) yang terkadang cukup
mengganggu. Rasa ini timbul terutama bila coating kaleng tidak sempurna.
Biasanya produk makanan yang dikemas dalam kaleng akan kehilangan cita rasa
segarnya dan mengalami penurunan nilai gizi akibat pengolahan dengan suhu tinggi. Satu
hal lagi yang juga cukup mengganggu adalah timbulnya rasa taint kaleng atau rasa seperti
besi yang timbul akibat coating kaleng tidak sempurna. Bahaya utama pada makanan
kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan
keracunan botulinin bagi pengonsusmi makanan kaleng tersebut. Bakteri yang berbahaya
ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (athogen) dan mampu
melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora.
Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang-
kunang dan kejang-kejang yang membawa kematian karena sukar bernapas. Biasanya
bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna pengolahannya atau pada
kaleng yang bocor sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar.
Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara perebusan, memerlukan
wadah yang akan di gunakan selama proses perebusan itu berlangsung. Alat yang sering di
gunakan dalam hal ini yaitu sebagai berikut: tungku ataupun kompor, wajan, belanga.contoh
bahan pangan yang di olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ; daging, ikan, pembuatan
kueseperti onde – onde, dan lain – lain.
2. Penggorengan
Alat yang biasanya di gunakan untuk menggoreng yaitu :tungku ataupun kompor, wajan,kuali
besi, sendok, peniris minyak Loyang ataupun wadah lainnya tempat bahan pangan yang akan
di goring.contoh bahan pangan yang biasanya di olah/ametkan dengan cara penggorengan
seperti kripik pisang, kripik ubi, abon ikan, dan lain – lain.
3. Penyangraian
Pada proses ini, alat yang sering di gunakan sama dengan pada proses pengolahan pangan
dengan cara penggorengan, perbedaannya hanya pada bahan tambahan lainnya yang di pakai
dalam mengolah suatu bahan pangan.contoh bahan pangan yang sering diolah/awetkan
dengan cara penyangraian yaitu ; kopi,
4. Pengasapan
Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun tempat
pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pengasapan yaitu ; ikan,
daging.
5. Pembakaran
Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang sering di gunakan pada
proses pengasapan. Contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pembakaran
seperti daging, ikan, roti bakar,
Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya menggunakan alat berupa tapis,
tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk
ubi, ikan kering, buah kakao,dan lain – lain.
Alat yang digunakan dalam proses pemanasan; Alat-alat pemanas yang umum digunakan
antara lain ketel pasteurisasi dan ketel sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai
dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga misalnya alat pamasak nasi (dandang atau
kukusan) dan panci tekan (pressure cooker), sedangkan di pabrik pengolahan digunakan
otoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan sterilisasi. Waktu
yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan dengan alat-alat
yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai dalam alat-alat sederhana
hanya sekitar 100-105oC
2.1. Sejarah
Industri food frozen sendiri mulai dikenal berkat jasa Clarence Birdeye.
Awalnya Clarence terinspirasi oleh suku Indian Inuit yang selalu berhasil melakukan
proses pembekuan ikan. Setelah lama mempelajarinya, akhirnya Clarence berhasil
meniru proses pembekuan tersebut. Ia pun mencobanya dengan makanan lain, seperti
daging, ayam, dan tentunya ikan.
Penemuan Clarence disambut luar biasa oleh masyarakat Amerika. Sebab,
berkat temuannya mereka tidak perlu repot-repot lagi memasak. Selain itu, penemuan
Clarence selangkah lebih maju dibandingkan pembekuan tradisional yang sudah ada
waktu itu. Sebab, pembekuan yang dilakukan Clarence hanya sedikit menghasilkan
lapisan es.
Sadar penemuannya dapat sambutan positif, Clarence langsung berusaha
membuat petualangan kulinernya itu jadi hak paten. Setelah mendapatkan hak paten, ia
kemudian menjualnya kepada perusahaan makanan General Food Corporation.
Atas prestasinya ini, Clarence dianugerahi Babcock Hart Award pada 1949 oleh
Institute of Food Technologies. Pada tahun 2003, namanya diabadikan pada Food
Engineering Hall of Fame.
2.2. Definisi
Pembekuan makanan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara
mengubah hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku
menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk
menjadi panjang.
Teknologi pembekuan makanan adalah teknologi mengawetkan makanan
dengan menurunkan temperaturnya hingga di bawah titik beku air. Hal ini berlawanan
dengan pemrosesan termal, di mana makanan dipaparkan ke temperatur tinggi dan
memicu tegangan termal terhadap makanan, dapat mengakibatkan hilangnya nutrisi,
perubahan rasa, tekstur, dan sebagainya, atau pemrosesan kimia dan fermentasi yang
dapat mengubah sifat fisik dan kimia makanan. Makanan beku umumnya tidak
mengalami hal itu semua; membekukan makanan cenderung menjaga kesegaran
makanan. Makanan beku menjadi favorit konsumen melebihi makanan kaleng atau
makanan kering, terutama di sektor hasil peternakan (daging dan produk susu), buah-
buahan, dan sayur-sayuran.
Hampir semua jenis bahan makanan dapat dibekukan (bahan mentah, setengah
jadi, hingga makanan siap konsumsi) dengan tujuan pengawetan. Proses pembekuan
makanan melibatkan pemindahan panas dari produk makanan. Hal ini akan
menyebabkan membekunya kadar air di dalam makanan dan menyebabkan berkurangnya
aktivitas air di dalamnya. Menurunnya temperatur dan menghilangnya ketersediaan air
menjadi penghambat utama pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim di dalam
produk makanan, menyebabkan makanan menjadi lebih awet dan tidak mudah
membusuk. Keunggulan dari teknik pembekuan makanan adalah semua hal tersebut
dapat dicapai dengan mempertahankan kualitas makanan seperti nilai nutrisi, sifat
organoleptik, dan sebagainya.
Mutu hasil pembekuan masih mendekati bahan pangan yang segar walaupun
tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil pendinginan. Pembekuan dapat
mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada metoda lain,
karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat aktivitas
mikroba mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat
merusak kandungan gizi bahan pangan. Walaupun pembekuan dapat mereduksi jumlah
mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba. maka
dapat disimpulkan bahwa proses pengawetan dengan cara pembekuan didasarkan atas
dua buah prinsip, yakni :
Suhu yang sangat rendah yang berfungsi menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan memperlambat aktivitas enzim dan reaksi kimiawi.
Pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas di dalam
pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.
Pada proses pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas
mikroorganisme dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan. Selain
itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di
dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas
sekunder enzim. Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat
bahan. Pada pemukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian
yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lambat. Pada awal proses pembekuan,
terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku.
Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada pada keadaan cair. Setelah tahap
precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara
lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang
digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara
– 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan
terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari
atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang
biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –
2oC sampai + 16oC.
Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi
bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu
kira-kira –17oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali
berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara – 12 oC sampai –
24oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-
kadang beberapa tahun.
Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan
aktivitas mikroba.
Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC
Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-
kira 3,3oC
Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC
Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada
suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan
kerusakan pada makanan.
Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang
dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang
diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya
mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan
didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti
pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan
dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan,
respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti sayur-
sayuran dan buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus meskipun
bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih. Proses metabolisme
ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk. Suhu dimana
proses metabolisme ini berlangsung dengan sempurna disebut sebagai suhu optimum.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan
bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair
kembali (“thawing”), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat
berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan
rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan. Misalnya :
• Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan
• Telur akan menyerap bau bawang
Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam
terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya,
bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus.
2.3. Titik beku bahan pangan
Sel-sel hidup banyak mengandung air, sering kali sampai dua pertiga atau lebih
dari jumlah beratnya. Di dalam medium ini banyak terlarut senyawa organic dan
anorganik, termasuk garam, gula, dan asam dalam bentuk larutan, juga termasuk molekul
organic yang lebih kompleks seperti protein dalam bentuk suspensi koloidal. Sedikit
banyak juga terdapat gas-gas yang terlarut dalam larutan yang berair. Perubahan-
perubahan fisik, kimia dan biologis yang terjadi di dalam bahan pangan selama
pembekuan dan pencairan merupakan proses yang sangat kompleks dan belum
seluruhnya diketahui. Titik beku suatu cairan adalah suhu di mana cairan tersebut dalam
keadaan seimbang dengan bentuk padatnya. Suatu larutan dengan tekanan uap yang lebih
rendah dari zat pelarut murni tidak akan seimbang dengan zat pelarut yang padat pada
titik beku normalnya.. Sistem tersebut harus didinginkan sampai suhu dimana larutan dan
zat pelarut yang padat mempunyai tekanan yang sama.
Titik beku suatu larutan adalah lebih rendah daripada zat pelarut murni. Titik
beku bahan pangan adalah lebih rendah daripada air murni. Bilamana suatu cairan
menguap, molekul-molekul yang lepas memberikan suatu tekanan yang dikenal dengan
tekanan uap. Tekanan total dari suatu system akan sama dengan tekanan parsial dari
tekanan tersebut. Penambahan zat terlarut yang bersifat tidak menguap (gula) ke dalam
air akan menurunkan tekanan uap air dari larutan gula dalam air, dan titik beku larutan
tersebut akan menjadi lebih rendah daripada air murni. Oleh karena kebanyakan bahan
pangan kandungan airnya tinggi maka kebanyakan pangan akan membeku pada suhu
antara 32o dan 25o.F. Selama berlangsung pembekuan suhu bahan pangan tersebut
relatif tetap sampai sebagian besar dari bahan pangan tersebut membeku, dan setelah
beberapa waktu suhu akan mendekati medium pembeku.
2.4. Laju pembekuan
Salah satu pertimbangan pemilihan suatu proses dalam industri pembekuan
pangan beku adalah laju pembekuan. Laju pembekuan tidak saja menentukan struktur
akhir produk beku, tetapi juga mempengaruhi lama pembekuan
Laju pembekuan suatu massa pangan adalah ratio antara jarak minimal antara
permukaan dengan titik pusat termal dibanding dengan waktu yang diperlukan oleh
produk pangan mencapai suhu 0 oC pada permukaan bahan sampai mencapai suhu -5 oC
pada pusat termal bahan. Salah satu variasi terhadap definisi Lembaga Refrigerasi
International ialah Thermal Arrest Time (TAR). Menurut definisi ini, laju pembekuan
ialah pengukuran waktu yang dibutuhkan titik yang paling lambat membeku pada
produk, untuk menurunkan suhu dari 0 oC menjadi –5 oC. Sedangkan Heldman dan
Singh (1981) mengatakan laju pembekuan ialah Pengukuran waktu yang dibutuhkan
untuk menurunkan suhu produk pada titik yang paling lambat menjadi dingin atau beku,
dihitung dari saat tercapainya titik beku awal sampai tercapainya tingkat suhu yang
diinginkan di bawah titik beku produk tersebut. Meskipun disadari bahwa definisi ini
tidak terlepas dari kekurangan, agaknya masih merupakan kompromi terbaik bila
dibandingkan dengan keunggulan dan kelemahan definisi lain. (Heldman dan Singh,
1981).
Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan mutu produk beku
yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh pembekuan yang sangat cepat
sangat berbeda dari produk yang dihasilkan dari pembekuan lambat. Pembekuan yang
sangat cepat akan menghasilkan kristal es yang kecil tersusun secara merata pada
jaringan. Sedangkan pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang
besar yang tersusun pada ruang antar sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi
kecepatan berproduksi, pembekuan secara sangat cepat dianggap menguntungkan,
selama mutu produk yang dihasilkan tidak dikorbankan (Heldman dan Singh, 1981).
King (1971) membagi laju pembekuan ke dalam 3 golongan yaitu ; (1).
Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan
yang dibekukan, (2). Pembekuan sedang , jika waktu pembekuan adalah 20- 30 menit
atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan dan, (3). Pembekuan cepat, jika waktu
pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan. Pembekuan
cepat didefinisikan oleh mereka yang menganut teori kristalisasi cepat sebagai proses
dimana suhu bahan pangan tersebut melampaui zona pembekuan kristal maksimum (32o
sampai 25oF) dalam waktu 30 menit atau kurang. Prinsip dasar dari semua pembekuan
cepat adalah cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan. Metode ini meliputi
pembekuan dalam hembusan cepat udara dingin, dengan imersi langsung bahan pangan
ke dalam medium pendingin, dengan jalan persinggungan plat-plat pendingin dalam
ruang pembekuan, dan dengan pembekuandengan udara, nitrogen, karbondioksida cair.
2.5. Factor yang mempengaruhi pembekuan
Suhu
Kualitas bahan
Perlakuan pendahuluan yang tepat
Misalnya pembersihan/ pencucian atau blansin
Kelembaban
Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam
pendinginan dengan RH 90 – 95 %
Aliran udara yang optimum
Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat
pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).
2.6. Pengaruh pembekuan terhadap bahan makanan
Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku pada
kisaran suhu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu dengan waktu
pembekuan umumnya menunjukkan garis datar (plateau) antara 0o dan -5o C berkaitan
dengan perubahan (fase) air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat tinggi.
Telah ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui daerah pembekuan
ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa makanan beku. Umumnya
telah diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi kerusakan sel dan struktur jaringan yang
irreversible yang mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah pencairan, terjadi khususnya
sebagai hasil pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air selama pembekuan
dari dalam sel kea bagian luar sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel karena
pengaruh tekanan osmosis. Akan tetapi, pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan
fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar, akan membentuk kristal-kristal es yang kecil di
dalam sel dan akan mempertahankan struktur jaringan dengan kerusakan minimum pada
membran sel.
Pembekuan juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorgananisme dalam makanan pada suhu di bawah kira-kira -12oC
belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan makanan beku pada suhu sekita
-18oC dan di bawahnya akan mencegak kerusakan mikrobiologis dan perubahan bentuk
makanan, dengan persyaratan tidak pernah terjadi perubahan suhu yang besar.
Mikroorganisme psokrofilik mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada suhu
dalam lemari es, terutama di antara 0o dan 5oC. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu-
suhu ini baik sebelum maupun sesudah pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan oleh mikrobe. Jadi usakan suhu penyimpanan 18oC atau lebih rendah.
Walaupun jumlah mikrobe biasanya menurun selama proses pembekuan dan
penyimpanan beku (kecuali spora), makanan beku yang tidak steril seringkali cepat
membusuk seperti produk yang tidak dibekukan jika suhu cukup tinggi dan penyimpanan
pada suhu tersebut cukup lama. Pembekuan dan penyimpanan makanan beku juga
mempunyai pengaruh yang nyata padakerusakan sel mikrobe. Jika sel yang rusak atau
luka tersebut mendapat kesempatan menyembuhkan dirinya, maka pertumbuhan yang
cepat akan terjadi jika lingkungan sekitarnya memungkinkan.
Harus diakui, proses pembekuan akan menurunkan nilai gizi dibandingkan
dengan bahan segarnya, terutama kandungan vitamin dan komponen-komponen lain
yang sensitif terhadap proses pengolahan suatu bahan baku. Tapi ada hal yang menarik
dari hasil penelitian yang dilaporkan dari Jepang.
Salah satu penelitiannya tentang kandungan vitamin C dari suatu jenis sayuran
menunjukkan, kandungan vitamin C akibat proses pembekuan lebih tinggi dibandingkan
dengan sayuran segarnya. Untuk cita rasa, dari hasil penelitian beberapa panelis yang
terpilih menunjukkan, sangat sedikit konsumen dengan tepat mampu mengenali makanan
olahan dari bahan segar atau bahan produk beku. Suatu hasil yang agak berbeda dengan
dugaan selama ini, makanan dari produk beku memunyai cita rasa yang lebih rendah dari
makanan yang disiapkan dari bahan segar.
Dalam dunia teknologi pangan, reezeburn yakni suatu perubahan citra rasa,
perubahan warna, kehilangan zat gizi serta perubahan tekstur dari bahan pangan beku
akan cepat terjadi jika bahan pangan disimpan pada suhu di atas minus 9 °C.
Untuk memperoleh hasil yang terbaik dari bahan pangan yang dibekukan, suhu
penyimpanan harus dijaga agar konstan dan tidak boleh lebih tinggi dari minus 17 °C,
serta harus diikuti dengan pengemasan yang baik atau memenuhi standar pengemasan
untuk bahan pangan beku (Syamsir,2010).
Pengaruh Pembekuan terhadap Jaringan
Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku pada kisaran
suhu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu – waktu
pembekuan umumnya menunjukkan garis datar (plataeau) antara 0oC dan 5oC
berkaitan dengan perubahan (fase) air menjadi es, kecuali jika kecepatan
pembekuan sangat tinggi. Telah ditunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
melampaui daerah pembekuan ini mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu
beberapa makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini
terjadi kerusakan sel dan struktur yang irreversible yang mengakibatkan mutu
menjadi jelek setelah pencairan, terjadi khususnya sebagai hasil pembentukan
kristal es yang besar dan perpindahan air selama pembekuan dari dalam sel ke
bagian luar sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel karena pengaruh tekanan
osmotis. Pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan fluktuasi suhu yang
tidak terlalu besar, akan membentuk kristal-kristal es kecil di dalam sel dan akan
mempertahankan jaringan dengan kerusakan minimum pada membran sel.
Pengaruh Pembekuan terhadap Mikroorganisme
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan pada suhu di bawah kira-kira 12oC
belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan makanan beku pada suhu
sekitar 18oC dan di bawahnya akan mencegah kerusakan mikrobologis, dengan
persyaratan tidak terjadi perubahan suhu yang besar. Mikroorganisme psikofilik
mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada suhu lemari es terutama di antara 0o
dan 5oC. Jadi penyimpanan yang lama pada suhu-suhu ini baik sebelum atau
sesudah pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh mikroba.
Walaupun jumlah mikroba biasanya menurun selama pembekuan dan penyimpanan
beku (kecuali spora), makanan beku tidak steril dan acapkali cepat membusuk
seperti produk yang tidak dibekukan jika suhu cukup tinggi dan lama
penyimpanan pada suhu tersebut cukup lama. Pembekuan dan penyimpanan
makanan beku juga mempunyai pengaruh yan nyata pada kerusakan sel mikroba.
Jika sel yang rusak atau luka tersebut mendapat kesempatan menyembuhkan
dirinya, maka pertumbuhan yang cepat akan terjadi jika lingkungan sekitarnya
memungkinkan.
Pengaruh Pembekuan terhadap Protein
Oleh karena pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan nilai gizi protein,
maka dimungkinkan untuk mendenaturasi protein dengan perlakukan demikian.
Hal ini dapat dilihat dalam proses pendadihan bahan-bahan yang berprotein
terutama selama pembekuan dan pencairan yang berulang-ulang. Walaupun nilai
biologis protein yang mengalami denaturasi, sebagai bahan pangan manusia,
tidak banyak berbeda dengan protein asli, kenampakan dan kualitas bahan pangan
tersebut mungkin akan berubah sama sekali karena perlakuan-perlakuan yang
demikian. Selama penyimpanan beku jika seandainya enzim tidak diinaktifkan,
proteolisis mungkin terjadi di dalam jaringan hewan.
Pengaruh Pembekuan terhadap Enzim
Aktivitas enzim tergantung pada suhu. Aktivitas enzim mempunyai pH optimum dan
dipengaruhi oleh kadar substrat. Aktivitas suatu enzim atau system enzim dapat
dirusakan pada suhu mendekati 200oF. Enzim masih mempunyai sebagian
aktivitasnya pada suhu serendah –100oF. Walaupun kecepatan reaksinya sangat
rendah pada suhu tersebut. Sistem enzim hewan cenderung mempunyai kecepatan
reaksi optimum pada suhu sekitar 98oF. Sistem enzim tanaman cenderung
mempunyai suhu optimum pada suhu yang sedikit lebih rendah. Pembekuan
menghentikan aktivitas mikrobiologis. Aktivitas enzim hanya dihambat oleh suhu
pembekuan. Pengendalian enzim yang termudah dapat dikerjakan dengan
merusak dengan perlakuan pemanasan yang pendek (balansing) sebelum
pembekuan dan penyimpanan.
Pengaruh Pembekuan terhadap Lemak
Deteriorasi oksidatif lemak dan minyak bukanlah hal yang asing lagi pada bahan
pangan. Lemak dalam jaringan ikan cenderung lebih cepat menjadi tengik
daripada lemak dalam jaringan hewan. Pada suhu –10oC ketengikan
yangberkembang dalam jaringan berlemak yang beku sangat berkurang. Lemak
yang tengik cenderung mempunyai nilai gizi yang lebih rendah daripada lemak
yang segar. Untuk mencegah proses tersebut maka proses pembekuan merupakan
pencegahan yang sangat baik hampir pada semua makanan berlemak.
Pengaruh Pembekuan terhadap Vitamin
Kehilangan vitamin-vitamin berlangsung terus sepanjang pelaksanaan pengolahan,
misalnya selama blansing dan pencucian, pemotongan dan penggilingan.
Terkenanya jaringan-jaringan oleh udara akan menyebabkan hilangnya vitamin C
karena oksidasi. Umumnya kehilangan vitamin C terjadi bilamana jaringan
dirusak dan terkena udara. Selama penyimpanan dalam keadaan beku kehilangan
vitamin C akan berlangsung terus. Makin tinggi suhu suhu penyimpanan makin
besar terjadinya kerusakan zat gizi. Dalam bahan pangan beku kehilangan yang
lebih besar dijumpai terutama pada vitamin C daripada vitamin yang lain.
Blansing untuk menginaktifkan enzim adalah penting untuk melindungi tidak
hanya vitamin-vitamin akan tetapi juga kualitas bahan pangan beku pada
umumnya.
Secara komersial sudah lama dilakukan penambahan asam askorbat pada
buah-buahan sebelum pembekuan guna melindungi kualitas. Vitamin B1 peka
peka terhadap panas dan rusak sebagian selama blansing untuk menginaktifkan
enzim. Kehilangan lebih lanjut tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit selama
penyimpanan beku pada suhu dibawah nol pada buah-buahan, sayuran, daging,
dan unggas. Selama preparasi untuk pembekuan kandungan vitamin B2 dalam
bahan pangan menjadi berkurang, akan tetapi selama penyimpanan beku
kerusakan zat gizi hanya sedikit atau tidak rusak sama sekali. Vitamin-vitamin
yang larut dalam lemak dan karoten sebagai prekusor vitamin A selama
pembekuan bahan pangan mengalamin sedikit perubahan, walaupun terjadi
kehilangan selama penyimpanan. Blansing pada jaringan tanaman dapat
memperbaiki stabilitas penyimpanan karoten. Penyimpanan bahan pangan dalam
keadaan beku tanpa dikemas dapat menjurus ke arah terjadinya oksidasi dan
perusakan sebagian besar zat gizi, termasuk vitamin.
Pengaruh Pembekuan terhadap Parasit
Pembekuan bahan pangan mempunyai keuntungan dalam mematikan parasit. Contoh
yang terbaik dalam hal ini kita jumpai dalam mematikan Trichinella spiralis
dengan pembekuan. Penurunan suhu bahan pangan yang terkena infeksi sampai
0oF atau lebih rendah akan mematikan semua tingkatan kehidupan organisme
tersebut. Bahan pangan yang dibekukan tidak cocok untuk pertumbuhan parasit
dan kenyataan bahwa infestasi oleh insekta tidak pernah terjadi.
2.7. Proses pembekuan
Perubahan bahan sampai membeku tidak terjadi sekaligus dari cairan ke padatan.
Contohnya sebotol susu yang disimpan pada ruang pembeku (freezer), maka cairan yang
paling dekat dengan dinding botol akan membeku lebih dahulu. Kristal yang terjadi
mula-mula ialah air murni (H2O). Ketika air terus berkristal, susu menjadi lebih pekat
terutama pada komponen protein, lemak, laktosa, dan mineral. Pekatan ini akan
berkristal secara perlahan-lahan sebanding dengan proses pembekuan yang berlangsung
pada makanan.
Pada pembekuan akan terjadi beberapa proses sebagai berikut :
Mula-mula terjadi pembentukan kristal es yang biasanya berlangsung cepat pada
suhu dibawah 0 oC. Kemudian diikuti proses pembesaran dari kristal-kristal es yang
berlangsung cepat pada suhu – 2 oC sampai – 7 oC. Pada suhu yang lebih rendah lagi,
maka pembesaran kristal-kristal es dihambat karena kecepatan pembentukan kristal es
meningkat.
Hasil gambar untuk pembekuan:
4. Denaturasi protei
Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar protein
yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi protein terjadi pada
daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses denaturasi menimbulkan
perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan konsistensi (daging menjadi liat
atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi
dilakukan “thawing”, maka untuk bahan yang telah mengalami denaturasi protein
pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur
liat yang terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.
2.13. Contoh penerapan pembekuan
1. Pembekuan pada Udang
Udang diklasifikasikan ke dalam fhilum Arthropoda, kelas Crustaceae, dan bangsa
Decapoda. Badan udang dibagi menjadi dua: chepalotorax yaitu gabungan antara
kepala, dada, dan perut, bagian yang kedua yaitu ekor. Bagian kepala beratnya
kurang lebih 36-41 % dan daging 24-41 % serta kulit 17-23 % dari total berat
badan.
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki
aroma yang spesifik dan memiliki nilai gizi tinggi. Udang segar adalah udang yang
baru ditangkap . Ciri-ciri udang segar adalah rupa dan warna bening , sfesifikasi
jenis, cemerlang, sambungan antar ruas kokoh, kulit melekat kuat pada daging. Bau
segar spesifik menurut jenisnya. Bentuk daging kompak , elastis, dan rasanya
manis. Udang yang rusak atau busuk ditandai dengan : rupa dan warna kemerahan
dan kusam, sambungan antar ruas longgar, sudah mulai ditandai bercak-bercak
hitam. Bau tidak segar, bau busuk. Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh
factor-faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan factor lingkungan.
Penurunan mutu udang terjadi secara autolisis, bakteriologis, dan
oksidasi.Prinsip yang dianut dalam penanganan udang adalah mempertahankan
kesegaran udang selama mungkin dengan cara memperlakukan udang dengan
cermat dan hati-hati; segera dan cepat mendinginkan udang sampai mencapai suhu
0ºC; memperlakukan udang secara bersih; serta selalu memperhatikan factor waktu
dan kecepatan bekerja selama rantai penanganan dingin.
Pada prinsipnya udang hasil tangkapan harus dilindungi dari panas, aksi
pembusukan, dan pencemaran. Selama rantai penanganan udang harus dilindungi
dari perembesan oleh panas ke dalam wadah atau peti.Adapun contoh penanganan
yang kurang baik dan dapat menurunkan mutu udang adalah penyusunan udang
yang terlalu rapat, tumpukan udang yang terlalu tinggi, dan udang tidak ditutup
oleh es.Sebagai patokan pemberian es pada udang adalah : segera setelah udang
ditangkap diberi es yang cukup banyak. Banyaknya es yang diberikan tergantung
kepada lamanya penyimpanan, tetapi pada umumnya perbandingan antara udang
dengan es adalah 1: 1. Suhu udara senantiasa 0ºC selama perjalanan pulang dari
penangkapan dan dibongkar di darat.. Masih tersisa es di sekitar udang pada saat
dibongkar untuk dinaikan ke darat.
Cara penyusunan udang di kapal ada dua macam : penyusunan secara curah
dan penyusunan dengan peti. Penyusunan secara curah adalah suatu penyusunan
atau penyimpanan udang dengan es di dalam kerangka kandang yang biasanya
dibuat dengan cara memasang papan lepas ke arah atas kerangka penyangga
vertical dalam palka kapal. Masalah utama dari penyusunan udang secara curah
adalah kesukaran membongkar udang pada saat pendaratan, penanganan
berlangsung lambat, tenaga kerja banyak, dan kerusakan udang tinggi.
Keuntungan cara penyusunan udang dengan pemetian adalah mutu udang yang
didaratkan akan lebih baik daripada metode susun curah, udang masih tetap
terlindung dalam es selama pembongkaran, pelelangan berlangsung lebih mudah
dan lebih cepat, dan mutu udang lebih baik karena tidak banyak yang rusak karena
tekanan..
Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara memperlambat
terjadinya proses penurunan mutu – baik secara autolisis, bakteriologis, dan
oksidasi-dengan suhu dingin. Walau dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme serta menghambat reaksi kimia dan aktivitas enzim, pembekuan
bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh karena itu setelah udang dibekukan
dan disimpan dalam cold storage, tidak akan lepas begitu saja dari proses
penurunan mutu. Proses penurunan udang disebabkan beberapa hal, yaitu :
autolisis, denaturasi protein, bakteriologis, oksidasi, dan dehidrasi.
2. Pembekuan buah dan sayur
Apabila suhu penyimpanan dipertahankan tidak melebihi batas minimum dari
pertumbuhan mikrobe untuk waktu penyimpanan lebih lama,mutu makanan beku
akan rusak terutama sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik, kimia, dan
biokimia. Perlakuan-perlakuan sebelum pembekuan bertujuan untuk mengurangi
kerusakan selama pembekuan dan penyimpanan beku yang termasuk :
1. Blansir untuk beberapa macam buah-buahan dan hampir semua sayuran untuk
menonaktifkan enzim-enzim peroksidase, katalase, dan enzim pembuat coklat
lainnya, mengurangi kadar oksigen dalam sel, mengurangi jumlah mikrobe, dan
memperbaiki warna.
2. Penambahan atau pencelupan ke dalam larutan asam askorbat atau larutan
sulfurdioksida untuk mempertahankan warna dan mengurangi pencoklatan.
3. Pengemasan buah-buahan dalam gula kering atau sirup untuk meningkatkan
kecepatan pembekuan dan mengurangi reaksi pencoklatan, dengan mengurangi
jumlah oksigen yang masuk ke dalam buah-buahan.
4. Perubahan pH beberapa buah untuk menurunkan kecepatan reaksi pencoklatan.
5. Perubahan enzim adalah penyebab utama dari perubahan mutu dari buah-buahan
dan enzim-enzim tersebut harus dinonaktifkan atau dihambat kegiatannya bila
diinginkan mutu akhir yang cukup baik. Selama pembekuan dan penyimpanan
beku, konsentrasi bahan-bahan dalam sel termasuk enzim dan substratnya
meningkat, jadi kecepatan aktivitas enzim dalam jaringan beku cukup nyata,
walaupun pada suhu rendah.
2.14. Keuntungan dan kelemahan
Makanan beku memiliki efek buruk bagi kualitas produk yang dihasilkan, diantaranya :
1) Efek terhadap karakter fisik
Ketika air diubah menjadi es, volumenya bertambah sembilan persen (air memiliki volume
terkecil pada temperatur empat derajat selsius lalu bertambah volumenya seiring
penurunan temperatur, sifat anomali air) (Kalichevsky et al. 1995). Jika produk makanan
tersebut mengandung banyak air, maka hal yang sama akan terjadi. Namun kadar air,
temperatur pendinginan, dan keberadaan ruang antar sel amat mempengaruhi perubahan
volume tersebut.
Kerusakan sel juga mungkin terjadi akibat pendinginan. Hal ini diakibatkan
gerakan kristal es atau kondisi osmotik sel. Produk daging tidak mengalami kerusakan
sebesar produk buah-buahan dan sayuran karena struktur fibrous yang dimiliki daging
lebih elastis dibandingkan struktur buah dan sayur yang cenderung kaku
Kehilangan berat akibat pendinginan juga menjadi masalah karena selain
masalah kualitas, hal ini juga merupakan masalah ekonomi jika produk dijual
berdasarkan berat produk. Produk yang tidak dikemas akan mengalami kehilangan berat
lebih besar akibat perpindahan tingkat kelembaban menuju wilayah yang bertekanan
lebih rendah akibat kontak langsung dengan media pendinginan.
Cracking atau terbentuknya retakan pada permukaan hingga bagian dalam
produk juga bisa terjadi, terutama ketika produk makanan dibekukan dengan cara
direndam ke dalam cairan pendingin atau cryogen yang menyebabkan terbentuknya
lapisan beku di permukaan makanan. Lapisan ini melawan peningkatan volume dari
dalam sehingga produk akan mengalami stress di bagian dalamnya. Jika lapisan beku
yang terbentuk cukup rapuh, akan terjadi retakan. Sifat produk seperti porositas, ukuran,
modulus elastisitas, dan densitas sangat mempengaruhi terjadinya keretakan tersebut.
Perubahan densitas terjadi akibat bertambahnya volume, dan ini bisa ditangani dengan
pendinginan dalam kondisi tekanan tinggi.
2) Efek terhadap bahan penyusun makanan
Pendinginan akan mengurangi aktivitas air pada makanan. Mikroorganisme tidak dapat
tumbuh pada kondisi aktivitas air yang rendah dan temperatur di bawah nol. Organisme
patogen tidak bisa tumbuh pada temperatur di bawah 5oC, namun tipe organisme
lainnya memiliki respon yang berbeda. Sel vegetatif ragi, jamur, dan bakteri gram
negatif akan hancur pada temperatur rendah, namun bakteri gram positif dan spora
jamur diketahui tidak dipengaruhi oleh temperatur rendah. Protein akan mengalami
denaturasi dalam temperatur dingin yang mengakibatkan perubahan penampilan produk,
tapi nilai nutrisinya tidak terjadi walau terjadi denaturasi selama berat tidak berkurang.
Pembekuan tidak mempengaruhi kandungan vitamin A, B, D, dan E, namun
mempengaruhi kandungan vitamin C.
3) Efek pembekuan terhadap sifat termal makanan
Pengetahuan tentang sifat termal produk makanan dibutuhkan dalam mendesain
proses pembekuan dan alat yang dibutuhkan, termasuk juga kapasitas pemindahan
panas. Konduktivitas termal es adalah 4 kali konduktivitas termal air, sehingga
konduktivitas termal makanan beku umumnya tiga sampai empat kali lebih besar
dibandingkan makanan yang tidak dibekukan. Selama tahap awal pembekuan,
peningkatan konduktivitas termal berlangsung cepat. Untuk makanan yang kaya
kandungan lemaknya, variasi konduktivitas termal terhadap temperatur dapat diabaikan,
namun dalam kasus produk daging, orientasi serat otot mempengaruhi konduktivitas
termal.
Kalor jenis es hanya setengahnya dari kalor jenis air. Selama masa pendinginan,
kalor jenis produk makanan menurun. Pengukuran kalor jenis cukup rumit karena
terdapat perubahan fase berkelanjutan dari air ke es. Kalor laten dari produk makanan
dapat diperkirakan dari fraksi air yang ada pada makanan. Difusivitas termal dari
makanan beku bisa diperkirakan dari massa jenis, kalor jenis, dan termal konduktivitas.
Digabungkan dengan data mengenai konduktivitas termal dan kalor jenis es terhadap air,
dapat diperkirakan bahwa makanan beku memiliki nilai difusivitas termal 9-10 kali lebih
besar dibandingkan dengan makanan yang tidak dibekukan.Meskipun memiliki
kekurangan, makanan beku punya banyak kelebihan lain sehingga teknologinya terus
dipakai dan dikembangkan sampai sekarang. Kelebihan tersebut antara lain :
Pengolahan lebih sederhana karena produk sudah “bersih”
Menjamin ketersediaan pasokan sepanjang tahun. Dengan umur simpan yang
relatif panjang, bahkan produk musiman dapat tersedia sepanjang tahun, kapan
saja diperlukan.
Harga relatif murah, terutama untuk produk musiman yang dibekukan pada saat
musim panen ketika harga murah sehingga harganya relatif murah disbanding
produk segar.
Kualitas lebih konsisten
Lebih terjamin keamanan makanannya karena dibekukan dalam keadaan segar.
Campuran yang telah terbentuk, tidak dapat menghasilkan Zat yang baru. Karena setiap
komponen-komponen penyusunnya mempertahankan sifat-sifat aslinya. Hal ini sangat
berbeda pada Senyawa yang terbentuk, dapat menghasilkan Zat yang baru dan sifat-sifat
yang baru.
Komponen Zat Penyusun dari Campuran dapat dipisahkan dengan menggunakan Proses
secara Fisik, Misalnya dengan menggunakan Alat Penyaring atau Alat Pengendapan.
Setelah proses pemisahan terjadi, Zat yang sebelumnya telah tercampur dapat
dikembalikan dalam kondisi semula.
Campuran tidak dapat dilakukan dengan proses Reaksi Kimia, oleh karena itu perubahan
Sifat pada Zat Penyusun dari Campuran tidak mengalami perubahan. Tetapi memiliki
sifat-sifat yang sama tetap ketika tercampur kedalam Air.
Zat Penyusun yang terdapat pada Campuran, dapat dilihat dengan mata secara mudah dan
jelas.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan
1. Luas permukaan
2. Suhu
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan
semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari
bahan pangan. Apabila udara merupakan medium pemanas, maka faktor kecapatan
pergerakan udara harus diperhatikan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari bahan
pangan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan dari atmosfer di
sekitar bahan pangan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar, udara di sekitar bahan
pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga memperlambat penguapan air dari bahan
pangan yang memperlambat proses pengeringan.
Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh udara tersebut
sebelum terjadi kejenuhan. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah
volume udara.
5. Tekanan atmosfer
Pengeringan pada kondisi vakum menyebabkan pengeringan lebih cepat atau suhu yang
digunakan untuk suhu pengeringan dapat lebih rendah. Suhu rendah dan kecepatan pengeringan
yang tinggi diperlukan untuk mengeringkan bahan pangan.
6. Penguapan air
Penguapan atau evaporasi merupakan penghilangan air dari bahan pangan yang dikeringkan
sampai diperoleh produk kering yang stabil. Penguapan yang terjadi selama proses pengeringan
tidak menghilangkan semua air yang terdapat dalam bahan pangan.
7. Lama pengeringan
Pengeringan dengan suhu tinggi dalam waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan
pangan dibandingkan waktu pengeringan yang lebih lama dan suhu lebih pendek.
1. a. Pengeringan alami.
Pengeringan alami terdiri dari:.
1.Sun Drying
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat yang
udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o Fahrenheit. Pengeringan dengan metode ini
memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah pengeringan, panaskan
bahan di oven dengan suhu 175 o Fahrenheit selama 10-15 menit untuk menghilangkan telur
serangga dan kotoran lainnya
· 2. Air Drying
Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan sinar
matahari. Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di tempat udara kering
berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan yang biasa dikeringkan dengan
metode ini adalah kacang-kacangan.
~ Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus,
serta biayanya lebih murah.
~ Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas, sangat tergantung
pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.
b. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan terdiri dari:
· 1. Menggunakan alat Dehidrator
Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat
dehydrator, makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu pengeringan
tergantung dengan jenis bahan yang kita gunakan.
· 2. Menggunakan oven
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai
dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator
biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140o derajat Fahrenheit.
Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan yang mudah rusak dan busuk, maka
dibutuhkan teknologi yang dapat mempertahankan sayuran dan buah-buahan bertahan lebih
lama. Salah satu metode yang dapat digunkan adalah dengan mengolah sayuran dan buah-
buahan menjadi bahan olahan pangan. Dengan pengolahan ini dapat meningkatkan nilai
tambah produk sekaligus meningkatkan nilai ekonominya serta menjaga stabilitas harga di
pasaran. Industri pangan olahan untuk buah dan sayur yang prospektif pada saat ini adalah
pengolahan buah dan sayur menjadi kripik buah maupun kripik sayur.
Berbagai macam buah dan sayur yang ada disekitar kita, dapat diolah menjadi pangan
olahan kripik berbentuk kripik. Buah-buahan yang dapat diolah menjadi kripik buah dan telah
banyak diolah antara lain nangka, nanas, apel, wortel, salak, mangga, melon dan lainya.
Sedangkan sayur-sayuran yang banyak diolah antara lain waluh/labu, pepaya, terung, buncis,
kacang panjang, mentimun, jamur tiram dan sebagainya.
Dengan menggunakan mesin dan peralatan lainya, buah dan sayur itu, bisa kita tingkatkan
nilainya sehingga menjadi komoditi dengan nilai jual tinggi. Pada saat ini yang paling banyak
dipakai dan effisien dalam mengolah kripik buah dan sayur adalah mesin penggoreng hampa
udara ( vacuum frying). Selain itu ada mesin dewater yang dapat mengurangi kadar air pada
sayuran dan buah-buahan.
Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan
organisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bakteri
terhenti sama sekali. Dengan demikian bahan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan
lebih lama.
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan
dengan menurunkan kelembapan nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling
bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara. Perbedaan
tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara.
b.Alat pengering tidak langsung atau tipe konveksi dimana produk kontakdengan udara
seperti pada alat dehidrasi konvensional.