Anda di halaman 1dari 73

KEGIATAN BELAJAR 9

Materi Keamanan Pangan

Sub Materi Penerapan sanitasi dan hygiene pada Industri pangan


Penerapan Good Manufacturing Practises (GMP) dan
Good Handling Practises (GHP) pada Industri pangan

Penerapan Good Laboratory Practises (GLP) pada


laboratorium pengujian mutu hasil pertanian

Penerapan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


pada Industri pangan.

1.1 Deskripsi Singkat

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat


ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanga makan dan minuet yang cukup
jumlah dan mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktifitasnya.
Masalah pangan menvangkut pula keamanan, keselamatan dan kesehatan baik
jasmani maupun rohani. Keamanan pangan merupakan salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan dalam konsumsi sehari-harl. Dengan demikian
sesungguhnya pangan selain harus tersedia dalam jumlah yang cukup, harga
yang terjangkau juga harus memenuhi persyaratan lain yaitu sehat, aman dan
halal. Jadi sebelum pangan tersebut harus memenuhi persyaratan kualitas,
penampilan clan cita rasa, maka terlebih dahulu pangan tersebut harus benar-
benar aman untuk dikonsumsi. Artinya pangan tidak boleh mengandung bahan
berbahaya seperti cemaran pestisida, logam berat, mikroba patogen ataupun
tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kepercayaan ataupun
keyakinan masyarakat misalnya tercemar bahan yang berbahaya.

Menurut Undang-Undang Pangan, keamanan pangan diartikan sebagai


kondisi atau upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologic, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan clan
membahayakan kesehatan. Dalam Undang-Undang Pangan tersebut terlihat jelas
bahwa keamanan pangan terkait lansung dengan kesehatan manusia, yang dapat
terjadi sebagai akibat cemaran biologi& seperti bakteri, virus, parasit dan
cendawan, pencemaran kimia seperti pestisida, wksin (racun) dan logam berat
serta pencemaran fisik seperti radiasi.

Perkembangan teknologi pengolahan pangan, disatu pihak memang


membawa hal-hal yang positif seperti: peningkatan pengawasan mutu, perbaikan
sanitasi, standarisasi pengepakan dan labeling Berta grading. Namun di sisi lain
teknologi pangan akan menyebabkan semakin tumbuhnya kekhawatiran semakin
tinggi resiko tidak aman bagi makanan yang dikonsumsi. Teknologi pangan telah
mampu membuat makanan-makanan sintetis, menciptakan berbagai macam zat
pengawet makanan, zat additives Berta zat-zat flavor. Zat-zat kimia tersebut
merupakan zat-zat yang ditambahkan pada produk-produk makanan, sehingga
produk tersebut lebih awet, indah, lembut dan lezat. Produk-produk inilah yang
disukai konsumen untuk dikonsumsi. Tetapi dibalik semua itu, zat-zat kimia
tersebut mempunyai dampak yang tidak aman bagi kesehatan. Dalam hal ini
jarang sekali disadari konsumen, sehingga konsumen tetap mengkonsumsinya
clan semakin sering mengkonsumsinya, zat-zat tersebut semakin menumpuk dan
akhirnya menjadi racun (Pudjirahaju, 2018).

Keamanan Pangan (Food Safety) menurut Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan adalah
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia, serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pangan
olahan yang diproduksi harus sesuai dengan Cara Pembuatan Pangan Olahan
yang Baik untuk menjamin mutu dan keamanannya. Selain itu pangan harus layak
dikonsumsi yaitu tidak busuk, tidak menjijikkan, dan bermutu baik, serta bebas dari
Cemaran Biologi, Kimia dan Cemaran Fisik.
Keamanan pangan (food safety) mengacu kepada Peraturan Menteri
Kesehatan No.1096 Tahun 2011 tentang HigieneSanitasi Jasaboga dan belum
berkaitan dengan sertifikasi halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) terkait peraturan SK Direktur LPPOM MUI tentang ketentuan
pengelompokan produk bersertifikat halal MUI.
Dalam produksi pangan, jaminan keamanan pangan sangat dituntut,
sehingga sistem manajemen keamanan pangan pada industry makanan harus
dikembangkan. Model sistem keamanan pangan paling lengkap dekenal
sebagai sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point.
HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian
keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan
sistematis dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan
mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses
produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan
pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi
(Pudjirahaju, 2018).
2.1. Penerapan Sanitasi Dan Hygiene Pada Industri Pangan

Pengertian dari higiene adalah usaha untuk melindungi, memelihara, dan


meningkatkan kesehatan manusia agar tidak terjadi gangguan kesehatan. Menurut
FAO/WHO CODEX Alimentarius adalah suatu usaha sejak panen, pasca panen
(penanganan), pengolahan, penyimpanan, dan penjualan makanan agar makanan
tersebut bebas penyakit, sehat, dan sedap.

Pengertian sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang


menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu yaitu mulai dari
sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap
untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan
bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, dan mencegah
konsumen dari penyakit.

Higiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk


mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan keracunan makanan.
Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi
makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian
makanan. Khusus untuk pengolahan makanan harus memperhatikan kaidah cara
pengolahan makanan yang baik yaitu sebagai berikut :

1. Pemilihan bahan makanan

a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan


sebelum dihidangkan seperti :

1) Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan
baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta
sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.
2) Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna,
tidak bernoda dan tidak berjamur.

3) Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba


seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma
fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak
berjamur.

b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan


sesuai peraturan yang berlaku.

c. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi
digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu :

1) Makanan dikemas :

a) Mempunyai label dan merk


b) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar
c) Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung
d) Belum kadaluwarsa
e) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan

2) Makanan tidak dikemas

a) Baru dan segar


b) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur
c) Tidak mengandung bahan berbahaya

2. Penyimpanan bahan makanan

a) Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan


kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun
bahan berbahaya.

b) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip First In First Out (FIFO) dan


First Expired First Out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih
dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih
dahulu.

c) Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan


makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam
lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering
dan tidak lembab.

Tabel 2.1

d) Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu dengan baik.

e) Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm

f) Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%

g) Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik

h) Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10 0C.

i) Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan


sebagai berikut :

1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm


2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm
3. Pengolahan makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan


mentah menjadi makanan jadi/masak atau siap santap, dengan memperhatikan
kaidah cara pengolahan makanan yang baik yaitu:

a. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis


higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan
dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

b. Menu disusun dengan memperhatikan:

1) Pemesanan dari konsumen

2) Ketersediaan bahan, jenis dan jumlahnya

3) Keragaman variasi dari setiap menu

4) Proses dan lama waktu pengolahannya

5) Keahlian dalam mengolah makanan dari menu terkait

c. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang


rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi
risiko pencemaran makanan.

d. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam


memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua
bahan yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.

e. Peralatan :

1) Peralatan yang kontak dengan makanan :

a) Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara
pangan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi
kesehatan.
b) Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau
garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan
bahan berbahaya dan logam berat beracun seperti : 1) Timah Hitam
(Pb) ; 2) Arsenikum (As); 3) Tembaga (Cu); 4) Seng (Zn); 5) Cadmium
(Cd); 6) Antimon (Stibium) dan lain-lain

c) Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan
beracun.

d) Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas


angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi
sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana
(kecelakaan).

2) Wadah penyimpanan makanan

a) Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup


sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk
mencegah pengembunan (kondensasi).

b) Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan


basah dan kering.

f Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan


yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan
prioritas.

g Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan
mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal
9000C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan
zat gizi tidak hilang akibat penguapan.

h Prioritas dalam memasak

1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan


yang kering.
2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir.

3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada


kulkas/lemari

es.

4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam


keadaan panas.

5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan


karena akan menyebabkan kontaminasi ulang.

6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus

menggunakan alat seperti penjepit atau sendok.

7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.

4. Penyimpanan makanan jadi/masak

a. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,
berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

b. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

1) Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.

2) Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.

c. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi
ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first
expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang
mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.

e. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan
jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi
yang dapat mengeluarkan uap air.
f. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

g. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu dengan baik dan


benar.

5. Pengangkutan makanan

a. Pengangkutan bahan makanan

1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang


higienis.

3) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.

4) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan


dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan
makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya.

b. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap

1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan


harus

selalu higienis.

3) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.

4) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan
jumlah makanan yang akan ditempatkan.

5) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair

(kondensasi).

6. Penyajian makanan

a. Makanan dinyatakan layak santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan
uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.
1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan
menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan),
meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal
telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan
dinyatakan laik santap.

2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan
tersebut dinyatakan aman.

3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik


kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan
yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya
dibandingkan dengan standar yang telah baku.

b. Tempat penyajian

Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke


tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan
karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar dugaan sangat
mempengaruhi keterlambatan penyajian.

c. Cara penyajian

Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan


konsumen yaitu :

1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama,


umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah
terbatas 10 sampai 20 orang.

2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan


yang dihidangkan dan makanan dapat dilih sendiri untuk dibawa ke tempat
masingmasing.
3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan
setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.

4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang
sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang
biasanya untuk acara makan siang.

5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran


menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.

6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak
makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri
makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut
dimakan.

7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja
rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.

d. Prinsip penyajian

1) Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah,


tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang
masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.

2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan
berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah
makanan cepat rusak dan basi.

3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti
dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling
campur aduk.

4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam
keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum
ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan
harus berada pada suhu > 6000C.
5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak
cacat atau rusak.

6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak


kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat
dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai


dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan
tepat volume (sesuai jumlah).

C. Makanan Jajanan Dan Pencemarannya

Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung


mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan
tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak serta tidak
bertentangan dengan kesehatan manusia. Kualitas dari produk pangan untuk
konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting
dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan
menyebabkan makanan menjadi tak layak makan.

Berdasarkan stabilisasinya makanan dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

1. Non perishable (stable food)

Merupakan makanan yang stabil, tidak mudah rusak, kecuali jika diperlukan
secara tidak baik. Seperti gula, mie, tepung.

2. Semi perishable food


Merupakan makanan yang semi stabil dan agak mudah membusuk atau
rusak. Makanan ini tahan terhadap pembusukan dalam relatif agak lama,
seperti roti kering dan makanan beku yang disimpan pada suhu 0 0C.
3. Perishable food
Merupakan makanan yang tidak stabil dan mudah membusuk seperti ikan,
susu, daging, telur, siomay, buah dan sayur.

Keamanan pangan merupakan karakteristik yang sangat penting dalam


kehidupan baik bagi produsen maupun konsumen, keamanan pangan merupakan
hal yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan dan persyaratan konsumen
serta dengan tingkat kehidupan dan kesejahteraan manusia Makanan yang berada
di wilayah Indonesia baik dari hasil produksi sendiri maupun impor kemudian
diedarkan harus sesuai dengan ketentuan keamanan makanan untuk mencegah
gangguan kesehatan akibat cemaran bahan kimia maupun biologis (mikroba).

Kontaminasi pangan merupakan hal yang patut diawasi dalam perihal


keamanan pangan. Selain itu, kontaminasi pangan mempunyai peranan penting
dalam kejadian penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan.
Terjadinya kontaminasi dapat terjadi akibat pencemaran, pencemaran dibagi
dalam dua cara yaitu:

1. Pencemaran Langsung

Bahan pencemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung


disengaja maupun tidak disengaja.

2. Pencemaran Silang

Pencemaran yang terjadi secara tidak langsung akibat ketidaktahuan dalam


pengelolaan makanan.

Bahan makanan yang diolah menjadi makanan jajanan dapat menjadi


sumber makanan oleh mikroorganisme, mikroorganisme tersebut meliputi bakteri,
fungi, protozoa, dan virus. Mikroorganisme dapat ditemukan di makanan yang kita
konsumsi karena merupakan lingkungan ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme
yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan mikroorganisme
tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, faktor
pertumbuhan mikroorganisme dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi semua faktor dalam makanan yaitu faktor
kimiawi (komposisi), fisik, dan biologis. Faktor ekstrinsik meliputi semua faktor luar
makanan yaitu faktor lingkungan meliputi temperatur, kelembaban, dan
mikroorganisme kontaminan.

Kelainan yang timbul akibat makanan yang tercemar dari mikroorganisme


disebut foodborne disease, selain akibat dari pencemaran mikroba foodborne
disease dapat disebabkan oleh zat kimia beracun atau zat berbahaya lain yang
terdapat dalam makanan. Departemen Kesehatan RI menggolongkan penyebab
foodborne disease menjadi 5 kelompok besar yaitu virus, bakteri,
amoeba/protozoa, cacing/parasit, dan bukan kuman melainkan seperti jamur,
bahan pewarna, dan bahan pengawet. Penyakit yang ditularkan melalui makanan
dapat bersifat toksik maupun infeksius karena dari agen penyakit yang masuk
kedalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi.

Gejala pada foodborne disease meliputi gejala gangguan pencernaan yaitu


sakit perut, diare (BAB lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi berair
atau encer), dan dapat disertai mual, muntah, demam, kejang, dan lain-lain. Pada
foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai intoksikasi
pangan dan infeksi pangan. Infeksi pangan adalah masuknya bakteri ke dalam
tubuh melalui makanan yang terkontaminasi, pada infeksi pangan tedapat dua
kelompok terdiri dari:

1. Infeksi pada makanan yang tidak menunjang pertumbuhan bakteri, yaitu


mikroorganisme yang menyebabkan penyakit tuberkulosis (Mycobacterium
tuberculosis), Brucellosis (Brucela melitensis), Difteri (Corynebacterium
diphteriae), dan sebagainya.

2. Infeksi pada makanan yang menunjang pertumbuhan bakteri sehingga


mencapai jumlah yang dapat menginfeksi tubuh, bakteri yang termasuk
kelompok ini adalah Salmonella sp, Escherichia coli enteropatogenik, Listeria
monocytogens, dan Campylobacter jejuni.
2.2. Penerapan Good Manufacturing Practises (GMP) dan Good Handling
Practises (GHP) pada Industri pangan

2.2.1. Penerapan Good Manufacturing Practises (GMP)

Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan


oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan
kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi
kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja,
tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem
manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP–
Good Manufacturing Practices) (Mamuaja, 2016).

Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing


Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang
bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah
ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan
tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan
dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai
dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen
global (Fardiaz, 1997).

Sesungguhnya GMP bukanlah sistem mutu yang baru dikenal di


Indonesia, karena Departemen Kesehatan RI telah sejak Tahun 1978
memperkenalkan GMP melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
23/MEN.KES/SK/I/1978 Tanggal 24 Januari 1978 tentang Pedoman Cara Produksi
yang Baik untuk Makanan. Selanjutnya, melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran dan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasa boga, sebagai perlindungan masyarakat dari makanan dan minuman yang
dikelola rumah makan dan restoran serta jasa boga yang tidak memenuhi
persyaratan hygiene sanitasi agar tidak membahayakan kesehatan. Dengan
menerapkan GMP diharapkan produsen makanan dapat menghasilkan produk
makanan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan
konsumen, bukan hanya konsumen lokal tapi juga konsumen global (Pudjirahaju,
2018).

Pengawasan makanan, tidak dapat dilakukan hanya pada produk akhir yang
ada di masyarakat, tetapi harus dilakukan sejak awal proses mulai bahan baku,
proses produksi, produk setengah jadi, produk jadi sampai produk tersebut
beredar dimasyarakat. Menyadari permasalahan makanan yang sangat kompleks,
maka pendekatan sistem pengawasannya dikembangkan menjadi 3 (tiga) yaitu

1) Sistem pengawasan Produsen,


2) Sistem Pengawasan pemerintah,
3) Sistem pengawasan Konsumen.

Pemerintah melalui Badan POM melakukan pengawasan (pre-marketing)


antara lain melakukan penilaian keamanan pangan dengan cara pendaftaran
produk dalam negeri (MD) dan produk luar negeri (ML). Penilaian dilakukan
dengan mengevaluasi komposisi, cara produksi, hasil analisa dan penilaian label,
serta penyuluhan keamanan pangan baik kepada produsen, importir, maupun
konsumen. Pengawasan dapat dilakukan oleh konsumen dengan cara
meningkatkan kepedulian akan mutu dan keamanan terhadap makanan yang
dikonsumsinya. Upaya pencegahan setelah produk beredar di pasaran (post-
marketing) dilakukan dalam rangka melindungi masyarakat dari produk yang tidak
memenuhi standar mutu dan persyaratan kesehatan.

Dalam memproduksi suatu produk pangan perlu dipertimbangkan


komposisi bahan baku, cara pengolahan dengan memperhatikan sifat fisiko-kimia
serta pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi produk yang dihasilkan. Oleh
karena itu, produsen seharusnya menerapkan standar prosedur pengolahan
seperti Good Manufacturing Practices (GMP), Good Laboratory Practices (GLP),
Hazard Analytical Control Ponits (HACCP), ISO, dan lain-lain. Pengembangan
suatu sistem jaminan keamanan pangan yang disebut Analisis Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analytical Control Ponits/HACCP) yang
merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan
pangan. HACCP adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk
atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus
mendapatkan pengawasan yang ketat untuk menjamin bahwa produk yang
dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pengawasan
terhadap bahan-bahan berbahaya tersebut harus dimulai dari saat produksi bahan
baku. HACCP tidak hanya diterapkan dalam industri pangan modern, akan tetapi
juga diterapkan dalam produksi makanan katering/jasa boga, makanan untuk hotel
dan restoran, institusi penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit, bahkan dalam
pembuatan makanan jajanan. Makanan yang diproduksi dengan tujuan untuk
dijual kepada masyarakat umum seharusnya dijamin mutunya baik serta aman
untuk dikonsumsi.

Setiap segmen dari industri pangan harus mampu menyediakan kondisi


yang diperlukan untuk menjaga pangan yang diawasi atau dikendalikan. Hal
tersebut dapat dicapai melalui penerapan GMP sebagai suatu syarat awal pre-
requisite penerapan sistem HACCP. Sebelum membahas GMP, program-program
minimal training yang harus dilakukan adalah :

1. Produksi Primer meliputi dasar, hygiene, lingkungan, hygiene produksi sumber


pangan, penanganan (handling), penyimpanan dan transportasi, pembersihan,
pemeliharaan dan hygiene personal.
2. Konstruksi Pabrik meliputi tujuan rancangan dan fasilitas lokasi bangunan,
lokasi peralatan internal dan lay out, struktur internal dan fitting, peralatan
pengawasan pangan dan monitor peralatan, tempat penimbunan sampah,
fasilitas lain yaitu WC, kamar kerja, temapt istirahat, dang anti pakaian.
3. Kontrol Operasi meliputi pengawasan terhadap pangan, misal tata cara
pengontrolan, sistem control terhadap aspek hygiene, pengemasan, program
pengendalian mutu air, manajemen dan supervise, dokumentasi dan
pelaporan tertulis serta prosedur penarikan kembali.
4. Bangunan meliputi maintenance dan sanitasi. Tujuan ini untuk menjaga dan
memastikan segala peralatan berfungsi dengan baik dan bersih, sistem pest
control, manajemen limbah dan monitoring yang efektif.
5. Hygiene Karyawan meliputi status kesehatan, penyakit dan luka, kebersihan
karyawan, tingkah laku, dan persyaratan bagi tamu yang berkunjung ke pabrik.
6. Transportasi meliputi tujuan, pertimbangan umum, kebutuhan, penggunaan
dan pemeliharaan, transportasi dan distribusi.
7. Informasi Produk dan Kepekaan Konsumen, memilih tujuan yang meliputi
identifikasi lot, informasi produk, labeling, pendidikan konsumen.
8. Latihan memiliki tujuan yang meliputi kepedulian dan tanggung jawab, program
training, panduan dan supervise.
9. Evaluasi GMP meliputi sasaran verifikasi dan audit. GMP adalah cara produksi
yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu dan keamanan.

GMP merupakan kelayakan dasar yang harus dapat dilaksanakan


secara baik sebelum dapat menerapkan HACCP. Ruang lingkup GMP meliputi
kegiatan saat pra panen, pemanenan atau penangkapan, penanganan awal, cara
pengengkutan ke tempat konsumen, cara penanganan bahan baku dan cara
pengolahan menjadi produk pangan, cara pengemasan, cara penyimpanan, cara
distribusi, dan cara pengendalian kondisi lingkungan.

2.2.2. Prinsip Good Manufacturing Practises (GMP)

Tujuan utama penerapan GMP adalah menghasilkan produk pangan sesuai


standar mutu dan memberikan jaminan keamanan pangan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, semua tahapan dalam kegiatan produksi pangan harus dilaksanakan
secara baik dan benar, berdasarkan prinsip GMP. Penerapan GMP secara benar,
diperlukan landasan ilmu pengetahuan dan standar yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Indonesia. Ilmu pengetahuan mutlak diperlukan agar proses
penanganan dan pengolahan bahan pangan menjadi produk pangan dapat
dilakukan dengan benar. Sedangkan standar diperlukan dalam menentukan
apakah hasil pekerjaan sudah baik. Indonesia telah memiliki standar yang dapat
digunakan, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Prinsip praktek produksi yang
baik ada 4 (empat), yaitu :

1. Cepat, beberapa bahan dan produk pangan perlu segera ditangani atau
diolah, terutama bila bahan dan produk pangan cepat mengalami proses
pembusukan. Pada bahan pangan demikian, proses penanganan dan
pengolahan harus dilakukan secepat mungkin agar dapat menghambat
penurunan mutu;
2. Cermat, penanganan dan pengolahan bahan baku atau penanganan produk
pangan harus dilaksanakan secara cermat. Hindari cara penanganan dan
pengolahan yang dapat menyebabkan bahan atau produk pangan mengalami
penurunan mutu;
3. Bersih, penanganan dan pengolahan bahan atau produk pangan ditujukan
untuk menghambat aktivitas mikroba atau enzim pembusuk. Tujuan tersebut
akan tercapai apabila penanganan dan pengolahan dilakukan dalam
lingkungan yang bersih. Sebagai contoh, pencucian bahan pangan dapat
mengurangi keberadaan mikroba merugikan hingga 90%. Dengan demikian,
cucilah bahan pangan dengan air bersih yang mengalir;

Sedangkan, prinsip dasar dalam penerapan GMP adalah :

1. Proses manufaktur secara jelas didefinisikan dan dikendalikan. Semua


proses kritis divalidasi untuk memastikan konsistensi dan kesesuaian dengan
spesifikasi.
2. Proses manufaktur dikendalikan, dan setiap perubahan pada proses
dievaluasi. Perubahan yang berdampak pada kualitas produk divalidasi
sebagaimana diperlukan.
3. Instruksi dan prosedur ditulis dalam bahasa yang jelas dan tidak ambigu,
sebagai bentuk Praktek Dokumentasi Baik.
4. Operator dilatih untuk melaksanakan dan mendokumentasikan prosedur.
5. Record dibuat, secara manual atau dengan instrumen, selama manufaktur
yang menunjukkan bahwa semua langkah yang diperlukan oleh prosedur dan
instruksi pada kenyataannya yang diambil dan bahwa kuantitas dan kualitas
produk itu seperti yang diharapkan. Penyimpangan yang diteliti dan
didokumentasikan. Record manufaktur (termasuk distribusi) yang
memungkinkan sejarah lengkap dari sebuah batch untuk ditelusuri
dipertahankan dalam bentuk dipahami dan mudah diakses.

2.2.3. Pelaksanaan Good Manufacturing Practises (GMP)

Berdasarkan filosofi GMP, ada 3 (tiga) komponen GMP yang harus


diperhatikan agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu dan
jaminan keamanan, yaitu 1) Bahan baku yang bermutu baik; 2) Lingkungan kerja
yang terkontrol; dan 3) Cara pengolahan yang cermat.

1. Bahan Baku yang Bermutu

Baik Hanya dari bahan baku yang bermutu baik dapat diperoleh produk
akhir yang baik. Penilaian terhadap bahan baku dapat didasari dengan penilaian
secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologis. Beberapa kriteria penilaian bahan baku
adalah dari mana bahan baku berasal?; bagaimana cara panennya?; bagaimana
cara penanganan awalnya?; dan bagaimana cara penanganan selama
pengangkutan? Informasi mengenai sumber asal dari bahan baku sangat
menentukan mutu.

Bahan baku yang berasal dari daerah tercemar kemungkinan besar sudah
mengalami pencemaran. Sayuran yang dipanen dari lokasi yang tercemar limbah
pabrik cenderung mengandung logam berbahaya. Contoh, pada tanaman
kangkung yang mempunyai sifat sebagai penyaring biologis akan mampu
menyerap logam berat dari perairan sekitarnya. Dengan demikian, pada tanaman
kangkung yang dipanen di daerah aliran limbah industri akan mengandung logam
berat yang berasal dari limbah tersebut dengan konsentrasi beberapa kali lebih
tinggi dibandingkan konsentrasi di sekitarnya. Ikan yang sengaja dipelihara atau
ditangkap dari perairan yang tercemar juga diketahui mengandung bahan
pencemar yang sama.

Contoh, kerang atau keong yang bersifat filter biologis akan memiliki
kecenderungan dagingnya mengandung bahan pencemar lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi bahan tersebut di lingkungannya. Pilihlah bahan baku
yang berasal dari daerah yang diketahui tidak tercemar. Hal ini dilakukan untuk
memperkecil risiko mendapatkan bahan baku berkualitas rendah. Hewan. ternak
yang didatangkan dari daerah wabah penyakit mulut dan kuku atau sapi gila
banyak ditolak oleh Negara konsumen. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan
masalah serius bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Cara panen juga perlu
diperhatikan karena sangat mempengaruhi mutu bahan baku.

Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah penurunan


mutu yang diakibatkan tingginya suhu lingkungan. Buah-buahan yang dipanen
pagi hari memiliki kualitas lebih baik dibandingkan buah yang dipanen siang atau
sore hari. Ikan yang dipanen pagi hari memiliki mutu lebih baik dibandingkan ikan
yang dipanen siang hari. Ikan yang dipanen pada siang hari lebih stress, sehingga
akan banyak mengeluarkan energi yang selanjutnya cadangan energi akan
berkurang. Ikan mati yang memiliki cadangan energi kecil merupakan ikan dengan
mutu lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang memiliki cadangan energi lebih
besar. Ikan yang dipanen pada siang hari akan mengalami penurunan mutu,
meskipun secara morfologis masih terlihat segar. Tanaman sayuran termasuk
bahan pangan yang cepat mengalami proses penurunan mutu. Tanaman sayuran
yang dipanen pada siang hari akan mengalami dehidrasi sehingga tampak layu.
Penggunaan suhu rendah dapat menghambat penurunan mutu.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu lingkungan
adalah dengan menggunakan ruang berAC atau es batu. Namun harus
diperhatikan, tidak semua bahan pangan dapat disimpan pada ruangan bersuhu
rendah. Jambu, pisang, alpukat dan beberapa bahan pangan lainnya tidak dapat
disimpan dalam lemari pendingin. Bahan pangan tersebut tetap beraktivitas dalam
suhu rendah. Hal ini akan terlihat jelas dari perubahan nyata yang dialami pada
permukaan kulit.

Penilaian berikutnya dapat dilakukan terhadap cara penanganan bahan


baku tersebut di tempat asalnya. Apakah penanganan awal terhadap bahan baku
sudah mampu mengurangi atau menghilangkan penyebab penurunan mutu bahan
baku ? Buah-buahan yang kulitnya terkelupas akan berpengaruh terhadap
penurunan kesegaran. Ikan yang tidak segera diberi es atau ditangani di tempat
yang tidak bersih, akan mengalami penurunan mutu. Apakah bahan baku sudah
dicuci dengan air bersih yang mengalir untuk mengurangi atau menghilangkan
penyebab penurunan mutu ? Apakah terjadi kontak antara ikan utuh dengan ikan
yang sudah terbuka ? Penanganan udang yang tidak didasarkan pada prosedur
baku, tidak mampu menghentikan proses kimiawi.

Pada permukaan tubuh udang demikian terbentuk warna kuning hingga


orange di beberapa bagian tubuhnya, yang dikenal dengan sebutan melanosis.
Apabila udang segar yang ditangani seperti terbut, maka di permukaan kulitnya
dapat terlihat noda hitam (black spot). Meskipun tidak membahayakan dan udang
masih tetap dapat dikonsumsi, namun kondisi ini menunjukkan bahwa udang tidak
ditangani dengan benar. Tempat kegiatan perikanan harus memiliki sanitasi yang
baik, dimana kotoran tidak berserakan karena sudah dibuang pada tempatnya.
Saluran air berfungsi dengan baik untuk mengeluarkan sampah dan limbah bahan
pangan. Tidak ada air yang menggenang.

2. Lingkungan Terkontrol

Lingkungan tempat penanganan dan pengolahan harus terkontrol agar


dapat menghambat penurunan mutu, sehingga dihasilkan produk pangan dengan
mutu terjamin. Pengontrolan lingkungan harus dilakukan secara cermat dan terus-
menerus terhadap sanitasi lingkungan, bahan dan peralatan yang digunakan, suhu
lingkungan, dan pekerja yang terlibat. Sanitasi lingkungan dapat menjadi sumber
mikroba yang dapat mencemari produk pangan.

Pengontrolan sanitasi lingkungan harus dilaksanakan sesuai prosedur


operasional sanitasi standar (SSOP) yang telah ditentukan. Bahan dan peralatan
yang digunakan dalam proses produksi sebaiknya steril sehingga tidak
menimbulkan rekontaminasi pada produk pangan yang dihasilkan. Proses
sterilisasi peralatan sebaiknya dilakukan setelah peralatan tersebut digunakan
sehingga dapat langsung digunakan pada saat pengolahan berikutnya. Bagi
sebagian besar jenis produk pangan, suhu lingkungan sangat berpengaruh
terhadap mutu. Suhu di Indonesia sangat sesuai bagi pertumbuhan dan aktivitas
mikroba maupun enzim pembusuk.

Dengan demikian, selama proses pengolahan bahan pangan, suhu


lingkungan sebaiknya diturunkan. Pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan
sangat berpengaruh terhadap mutu produk pangan yang dihasilkan. Kesehatan,
kebersihan, dan perilaku pekerja perlu diperhatikan. Pekerja yang sedang sakit
tidak diperkenankan bekerja di bagian pengolahan karena dikhawatirkan mikroba
penyebab penyakit akan mengkontaminasi produk yang sedang diolah.
Kebersihan badan dan pakaian para pekerja perlu diperhatikan. Sebaiknya,
pekerja sudah membersihkan badan dan menggunakan pakaian bersih yang telah
disiapkan oleh perusahaan sebelum memasuki ruang pengolahan. Kewajiban
mencuci tangan dan kaki sebaiknya diterapkan bagi pekerja yang akan memasuki
ruang pengolahan atau pindah ke ruang lain.

3. Pengolahan yang Cermat

Pengolahan bahan baku yang dilakukan secara cermat akan menghasilkan


produk bermutu tinggi. Cara penanganan dan proses pengolahan bahan baku,
penanganan, distribusi dan pemasaran produk pangan berpengaruh terhadap
mutu produk pangan yang dipasarkan. Cara penanganan bahan baku yang baik
akan menghasilkan produk pangan bermutu. Bahan baku pangan harus dicuci
untuk menghilangkan mikroba dan kotoran yang mungkin meningkat selama
pengangkutan.

Pencucian bahan baku sebaiknya menggunakan air yang mengalir,


sehingga kotoran langsung terbuang dari wadah pencucian. Penggunaan air yang
tidak mengalir akan menyebabkan konsentrasi mikroba dalam air terus meningkat.
Pisahkan bahan baku pangan berdasarkan jenis, ukuran,, dan kesegarannya.
Pemisahan ini akan menjaga mutu bahan baku tetap baik. Dengan bahan baku
bermutu tinggi akan dapat dihasilkan produk pangan dengan mutu yang relatif
sama..

Bahan baku pangan yang mudah mengalami penurunan mutu sebaiknya


segera diproses agar mutu produk pangan yang dihasilkan tetap baik. Hasil
penelitian tentang lama proses pemiletan setelah ikan mati menghasilkan mutu
filet yang berbeda. Proses pengolahan bahan baku juga akan mempengaruhi mutu
produk pangan yang dihasilkan, cara pemotongan, penyusunan, pendinginan,
pemanasan, pengasapan, dan pengolahan lainnya akan mempengaruhi mutu
produk. Proses pengolahan bahan baku sebaiknya disesuaikan dengan standar
yang berlaku.
Gambar 2.2. Proses penjemuran ikan asin di alam terbuka

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya


rekontaminasi, sebagaimana disajikan 2.3. Pemilihan waktu untuk mengemas,
jenis bahan pengemas, dan kebersihan bahan pengemas sangat berpengaruh
terhadap upaya pencegahan rekontaminasi. Produk pangan sebaiknya tidak
dikemas dalam keadaan panas karena uap air yang terbentuk akan melekat pada
kemasan. Uap air tersebut dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan
berkembang-biak sehingga akan mencemari produk pangan tersebut
sebagaimana disajikan pada Gambar 2.4.

Jenis bahan yang dapat digunakan sebagai pengemas diantaranya logam,


kaca, plastik, atau bahan organik. Pemilihan jenis kemasan harus disesuaikan
dengan produk pangan yang dihasilkan. Sebagai contoh, produk filet ikan
sebaiknya menggunakan kemasan dari bahan plastik untuk memperlihatkan
bentuk filet tersebut. Produk buah sebaiknya menggunakan kemasan kaleng untuk
mencegah perubahan warna yang diakibatkan oleh cahaya matahari.
Gamba2.3. Pemilihan bahan jenis pengemasan

Gambar 2.4.Pengemasan saat produk pangan masih panas dapat menyebabkan


kerusakan akibat pertumbuhan mikroba

Distribusi produk pangan ke konsumen harus diperhatikan karena berpengaruh


terhadap penurunan mutu produk pangan. Produk pangan yang cepat mengalami
penurunan mutu sebaiknya areal distribusinya tidak terlalu jauh atau
menggunakan fasilitas transportasi yang lebih cepat. Distribusi produk pangan
dengan menggunakan fasilitas penurunan suhu dapat mempertahankan mutu
produk pangan.

2.2.4. Alur Proses

Jenis produk pangan yang dapat dihasilkan sangat beragam, tergantung


dari bahan baku dan proses pengolahan. Masing-masing produk memiliki alur
proses yang khas. Produk sejenis belum tentu memiliki alur proses yang sama,
tergantung pada kebiasaan pengolah atau ciri khas setempat. Alur proses
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan produk pangan,
sejak dari pengadaan bahan baku hingga produk pangan dihasilkan. Dari alur
proses yang ada, dapat ditentukan apa tujuan yang hendak dicapai oleh
masing-masing kegiatan dan bagaimana metode yang digunakan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Tujuan dari alur proses dapat dibagi menjadi dua, yaitu bagaimana
memperoleh bahan baku bermutu baik dan bagaimana proses pengolahannya
agar menghasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi. Bahan baku
bermutu baik dapat diperoleh dengan cara mengurangi atau menghilangkan
penyebab penurunan mutu. Penurunan mutu bahan pangan dapat terjadi
secara biologis, kimia, dan fisik. Contoh alur proses produksi ikan segar,
sebagaimana disajikan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Alur produksi ikan segar

2.2.5. Penilaian Unsur-unsur dalam Komponen

Langkah-langkah penilaian GMP pada prinsipnya dibagi menjadi tiga.


Pertama, penilaian dimulai dari unsur-unsur yang terdapat dalam kesepuluh
komponen. Kedua, penilaian dilanjutkan untuk tiap komponen dan kelompok.
Ketiga, setelah penilaian tiap unsur dan semua komponen serta kelompok selesai
dilakukan, dilanjutkan dengan menilai pelaksanaan penerapan GMP secara
keseluruhan.
Untuk mempermudah penilaian, disusun tabel kerja, sebagaimana
disajikan pada Tabel 2.1. GMP Penilaian tiap-tiap unsur dalam komponen
diberikan dalam bentuk penilaian kualitatif, yaitu B (Baik), C (Cukup), dan K
(Kurang). Bobot penilaian diberikan berdasarkan kriteria sebagaimana tercantum
dalam pedoman (Pedoman Kriteria Penilaian Unsur GMP).
Tabel 2.1. Hasil observasi penerapan GMP (Pudjirahaju, 2018).

2.2.6. Good Handling Practices (GHP)

GHP adalah penanganan pascapanen yang baik. Penanganan


pascapanen atau postharvest adalah bentuk semua perlakuan mulai dari panen,
pascapanen sampai produk tersebut dapat dikonsumsi secara langsung oleh
konsumen dalam bentuk segar. Kegiatan pascapanen meliputi pengumpulan,
penimbangan, pembersihan, sortasi, grading, penyimpanan, pengemasan, dan
pengangkutan dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan, menekan susut
hasil/kehilangan hasil panen, mempertahankan kesegaran dan mutu produk.
Kehilangan hasil panen merupakan masalah yang sering dihadapi
petani. Ini menggambarkan gagalnya investasi yang dapat mengurangi
pendapatan petani karena biaya sarana produksi seperti benih, pupuk, dan
pestisida yang sudah dikeluarkan tidak menghasilkan pendapatan yang diinginkan.
Untuk itu, maka komoditas hortikultura harus segera dilakukan penanganan
pascapanen agar mutunya tetap terjaga dan memperkecil berbagai kemungkinan
terjadinya kehilangan hasil yang berujung pada kerugian. Hal ini karena
hortikultura termasuk produk pertanian yang cepat mengalami kerusakan akibat
pengaruh fisik, kimiawi, dan mikrobiologi.
Kehilangan hasil produk pertanian merupakan hal yang terjadi secara
alamiah setelah dipanen akibat aktivitas berbagai jenis enzim yang menyebabkan
penurunan nilai ekonomi dan gizi. Kerusakan komoditas hortikultura dapat
diminimalisir bila penanganan selama panen atau sesudah panen ditangani
dengan baik. Kerusakan yang dimaksud akibat luka memar, tergores, atau
penyebab lain seperti adanya pertumbuhan mikroba (Sugiharto, 2022).
2.3. Penerapan Good Laboratory Practises (GLP) pada laboratorium
pengujian mutu hasil pertanian

Good Laboratory Practice (GLP) adalah keterpaduan suatu proses


organisasi, fasilitas, personel dan kondisi lingkungan laboratorium yang benar
sehingga menjamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan,
dilaksanakan, dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai dengan persyaratan
kesehatan dan keselamatan serta perdagangan. Penerapan GLP dapat
menghindari kekeliruan atau kesalahan yang mungkin timbul sehingga dapat
menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan yang pada
akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. GLP adalah
suatu alat manajemen laboratorium yang memberlakukan bagaimana
mengorganisasikan laboratorium pengujian dengan tujuan mencegah kesalahan
serta meningkatkan dan menjaga mutu data hasil uji. Sebagai alat manajemen,
GLP bukan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah namun hanya
merupakan pelengkap dalam praktek berlaboratorium untuk mencapai mutu data
hasil uji yang konsisten.

Penerapan GLP bertujuan untuk meyakinkan bahwa hasil uji yang dilakukan telah
mempertimbangkan:

1) Perencanaan dan pelaksanaan yang benar (Good Planning and Execution)


2) Praktek pengambilan sampel yang baik (Good Sampling Practice,)
3) Praktek melakukan analisa yang baik (Good Analytical Practice,)
4) Praktek melakukan pengukuran yang baik (Good Measurement Practice).
5) Praktek mendokumentasikan hasil pengujian / data yang baik (Good
Documentation Practice).
6) Praktek menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yang baik (Good
Housekeeping Practice)

Dengan demikian, laboratorium pengujian yang menerapkan GLP


dapat menghindari kekeliruan atau kesalahan yang mungkin timbul,
sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang
pada akhirnya dapat dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum.
Adapun faktor-faktor yang menentukan kebenaran dan kehandalan
pengujian yang dilakukan oleh laboratorium adalah: 1) Personel, 2) Kondisi
akomodasi dan lingkungan, 3) Metode pengujian dan kalibrasi serta validasi
metode, 4) Peralatan, 5) Ketertelusuran pengukuran, 6) Pengambilan
contohuji, 7) Penanganan contoh yang akan diuji dan barang yang
akandikalibrasi, 8) Jaminan mutu hasil pengujian dankalibrasi, 9) Laporan
hasil uji atau sertifikat kalibrasi

Elemen-Elemen Dalam GLP

1) Organisasi Laboratorium 8) Kontrak


2) Tenaga Kerja (Personel) 9) Pengambilan Contoh (Sampling)
3) Keselamatan (Safety) 10)Penanganan Barang yang Diuji
4) Sistem Mutu 11)Jaminan Mutu Hasil Pengujian
5) Kondisi Akomodasi dan Lingkungan 12)Pelaporan Hasil
6) Metode Pengujian Dan Kalibrasi 13)Dokumentasi dan Rekaman
Serta Validasi Metode 14)Inspeksi dan Assesmen
7) Peralatan, Instrumen, Pereaksi dan
Perangkat Laboratorium Lainnya

Untuk dapat mempertahankan konsistensi data hasil uji yang absah tak
terbantahkan, laboratorium pengujian hendaknya merencanakan semua
kegiatannya secara sistematik, sehingga memberikan kepercayaan kepada
pelanggan bahwa data yang dihasilkan tersebut telah memenuhi persyaratan
mutu.

1. Organisasi Laboratorium
Untuk mendapatkan suatu laboratorium pengujian yang efisien dan
efektif sesuai dengan GLP diperlukan suatu organisasi dan manajemen
dengan uraian yang jelas mengenai susunan, fungsi, tugas dan tanggung
jawab serta wewenang bagi para pelaksananya.

Struktur organisasi laboratorium harus menunjukan garis kewenangan,


ruang lingkup tanggung jawab, uraian kerja serta hubungan timbal balik
semua personel yang mengelola, melaksanakan atau memverifikasi
pekerjaan yang dapat mempengaruhi mutu pengujian.

Bentuk struktur organisasi harus disesuaikan dengan tujuan utama


laboratorium dengan mempertimbangkan ruang lingkup, jenis atau komoditi,
serta beban kegiatan pengujian. Hal ini menyebabkan organisasi pada setiap
laboratorium pengujian tidak akan sama.

Pimpinan laboratorium berfungsi sebagai pengambil keputusan tentang


kebijakan ataupun sumber daya yang ada di laboratorium. Pimpinan
laboratorium menunjuk manajer mutu yang diberi tanggung jawab dan
wewenang untuk meyakinkan bahwa sistem manajemen mutu diterapkan
dan diikuti sepanjang waktu. Manajer mutu tersebut harus dapat
berhubungan langsung dengan manajer tertinggi laboratorium. Di samping
itu, laboratorium harus mempunyai manajer teknis yang mempunyai
tanggung jawab atas seluruh operasional teknis serta menetapkan sumber
daya yang dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa operasional laboratorium
telah memenuhi persyaratan mutu.

2. Personel
Penempatan personel dalam organisasi laboratorium harus disesuaikan
dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat. Laboratorium harus memiliki
ketentuan untuk menjamin agar seluruh personelnya bebas dari pengaruh
komersial baik secara internal maupun eksternal, pengaruh keuangan serta
tekanan lainnya yang dapat mempengaruhi mutu kerjanya.

Untuk mendapatkan personel yang qualified, manajemen laboratorium


harus merumuskan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan personel
laboratorium. Program pelatihan harus relevan dengan tugas sekarang dan
tugas masa depan.

Secara umum jenis pelatihan meliputi :

a. Internal Training, yang terdiri dari :

• on the job training untuk personel baru, merupakan pembekalan yang


dilakukan dalam bentuk pengarahan oleh personel senior yang
berwenang terhadap personel baru sebelum mendapat tugas dan
tanggungjawab.

• in house traininguntuk seluruh atau sebagian personel lama,


didasarkan atas kebutuhan dan antisipasi terhadap lingkup pekerjaan
laboratorium yang dirasakan perlu bagi mayoritaspersonel.

b. External training, dilaksanakan di luar laboratorium atas undangan dari


pihak luar dalam suatu program pelatihan. Training tersebut biasanya
diikuti oleh personelyang kompeten sehingga dapat memberikan
pengetahuan yang didapat kepada personel lain. Pelatihan jenis ini
dikenal dengan istilah training oftrainer.

2.3.1. Prinsip Penerapan Good Laboratory Practises (GLP)


a. Prinsip Berlaboratorium Yang Baik

Secara garis besarnya, prinsip berlaboratorium yang baik dicirikan


dengan dimilikinya sarana, metode, peralatan dan kemampuan analisis, serta
sistim pengorganisasian. Sistim pengorganisasian dan manajemen
merupakan unsur penting dalam membangun GLP. Tanpa pelaksanaan
manajemen yang menyeluruh dan keterlibatan semua personel, maka sistem
GLP tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak
memilikikredibilitas.

Struktur organisasi laboratorium dan tanggungjawab setiap personal yang


sesuai dengan kompetensinya harus ditentukan dengan jelas. Struktur
organisasi dan deskripsi pekerjaan yang jelas dengan sendirinya
memperlihatkan fungsi laboratorium dan hubungan dari setiap bagian dalam
organisasi laboratorium.

Bagian terpenting dari GLP adalah persyaratan dan kewenangan dari


kepala laboratorium. Kepala laboratorium bertanggungjawab langsung secara
keseluruhan terhadap teknik pekerjaan laboratorium, menjamin penerimaan
protokol analisis dari pengelola sponsor, laporan akurat dan sahih dari data
percobaan, pelaporan keadaan, tidak terduga, sistem uji telah sesuai
persyaratan, semua peraturan GLP ditaati dan data diarsipkan dengan baik.

b. Pemeliharaan Laboratorium

Adapun ruang lingkup kegiatan pemeliharaan laboratorium antara lain


mencakup pembersihan area kerja, pembersihan dan penyimpanan
peralatan, memantau stok bahan dan metode pengujian. Laboratorium
memiliki beberapa kelengkapan dasar yang harus dibersihkan secara rutin.
Meja kerja merupakan kelengkapan dasar laboratorium. Meja ini sebaiknya
terbuat dari bahan yang kuat, kedap air dan tahan bahan kimia. Bagian
permukaan meja kerja halus dan rata sehingga mudah dibersihkan.

Selain kondisi meja, pengaturan jarak antar meja juga perlu


diperhatikan. Jarak antar meja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu aktivitas laboratorium. Laboratorium memiliki dua sistem
pencahayaan, yaitu pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami
mengandalkan matahari sebagai sumber cahaya. Adapun pencahayaan
buatan (artifisial) mengandalkan sinar lampu sebagai sumber cahaya.

Penentuan sistem pencahayaan yang digunakan tergantung dari


fungsi laboratorium. Laboratorium yang digunakan untuk kultur mikroba akan
menggunakan sistim pencahayaan buatan yang tidak terlalu terang tetapi
konstan setiap saat. Ventilasi ruang kerja juga harus dibersihkan agar
mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Ventilasi ada yang alami dan
buatan. Ventilasi alami digunakan untuk ruangan luas dan terbuka. Ventilasi
buatan digunakan untuk menciptakan sirkulasi udara diruang tertutup.

Temperatur dan kelembaban ruangan laboratorium juga perlu


dikendalikan, terutama di ruang analisis dan ruang penyimpanan
peralatan, bahan kimia, dan mikroba. Temperatur ruangan dapat
dikendalikan dengan menggunakan Air Condition (AC). Sedangkan
kelembaban udara dalam ruangan diatur dengan menggunakan humidifier.
Energi yang dimiliki laboratorium bersumber dari Perusahaan Listrik Negara
(PLN). Besarnya daya listrik disesuaikan dengan besarnya aktivitas yang
dilakukan di laboratorium.

Untuk mecegah hal yang tidak diinginkan, laboratorium dilengkapi


dengan generator (genset) sebagai sumber energi alternatif. Air merupakan
kebutuhan pokok yang menunjang seluruh kegiatan laboratorium. Kebutuhan
air diperoleh dari Perusahaan Air Minum (PAM) dan air sumur. Volume air
yang harus disediakan disesuaikan dengan aktivitas laboratorium. Semua
fasilitas yang terdapat di laboratorium harus dipelihara dan diperiksa secara
rutin.

Pemeriksaan rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali.


Pemeliharaan laboratorium ditujukan untuk memberikan rasa nyaman,
tenang dan tertib. Untuk meningkatkan mutu laboratorium, diperlukan
pengaturan akses ke dalam ruangan laboratorium. Ada ruang dengan akses
bebas dan ada ruang dengan akses terbatas. Penentuan ruang dengan
akses terbatas ditujukan untuk meningkatkan keamanan dan kerahasiaan
sampel dan data hasilpengujian.

c. Pembersihan area kerja

Pembersihan area kerja laboratorium harus dilakukan agar bahan


pangan yang akan diuji di laboratorium tidak mengalami pencemaran, baik
secara fisik, kimiawi, atau biologis. Pembersihan area kerja dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip SSOP (Bab agar area kerja terbebas dari
sumber kontaminan. Pembersihan area kerja laboratorium dilakukan dengan
menggunakan zat pembersih yang sesuai. Untuk pengujian bahan pangan,
zat pembersih yang digunakan harus mampu berperan sebagai sterilisator
dan tidak memiliki aroma yang kuat.

Penggunaan zat pembersih yang beraroma tidak disarankan


mengingat beberapa bahan pangan mampu menyerap aroma tersebut.
Senyawa kimia yang tumpah harus ditangani secara cermat agar tidak
membahayakan. Penanganan bahan kimia tersebut harus berdasarkan
prosesur SSOP, terutama untuk senyawa kimia beracun, mudah terbakar
atau mudah meledak.

Sama halnya seperti senyawa kimia yang tumpah, penanganan bahan


kimia sisa atau limbah laboratorium harus dilaksanakan sesuai prosedur,
terutama unt Senyawa berbahaya karena dapat menimbulkan keracunan,
kebakaran, ledakan, atau menyumbat saluran air. Bahan sisa harus
ditangani secara baik agar tidak menimbulkan masalah.
Penanganan bahan kimia sisa dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengenceran. Pengenceran banyak dilakukan untuk menangani bahan


kimia berbentuk cair dan gas. Bahan kimia yang sudah encer selanjutnya
dapat dibuang ke sistem saluran pembuangan air. Apabila tidak larut
dalam air, sisa/bekas limbah ditampung dalam botol berlabel dan jangan
dibuang ke sistem saluran air. Sejumlah pertanyaan yang perlu dijawab
bila akan melakukan penanganan bahan kimia dengan pengenceran,
adalah : (1) apakah bahan tersebut meracuni tumbuhan atau binatang; (2)
dapatkan bahan kimia tersebut diencerkan?; (3) Apakah bahan kimia
tersebut dapat bercampur dengan air; dan (4) apakah bahan tersebut
berubah jika diencerkan. Jika jawaban yang ada memberikan kepuasan
bagi semua pihak maka penanganan bahan sisa /bekas dengan
pengenceran merupakan salah satu cara penanganan yan gbaik.

1) Penggunaan senyawa kimiawi. Penerapan prinsip-prinsip kimiawi


sering dilakukan untuk menangani bahan sisa/ bekas sehingga tidak
menimbulkan bahaya atau menyebabkan terjadinya banjir akibat
penyumbatan. Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam aktivitas
penanganan bahan sisa/ bekas dan dapat digunakan untuk
menghancurkan atau menetralisir bahan sisa bekas.

2) Pengumpulan. Bahan sisa/ bekas yang tidak dapat dilakukan


pengenceran sebaiknya dikumpulkan dan disimpan dalam wadah
khusus dan selanjutnya baru dibuang. Pecahan gelas dan sisa logam
dikumpulkan dalam wadah terpisah dan masing-masing diberilabel.

3) Penguburan. Penguburan dilakukan untuk menangani bahan berasal


dari binatang dan sejenisnya. Bahan tersebut selanjutnya dikubur
dalam lubang yang tekahdisiapkan.

4) Pembakaran. Bahan sisa/ bekas yang mudah terbakar sebaiknya


ditangani dengan cara dibakar agar aman. Pelaksanaan pembakaran
sebaiknya dilakukan pada tempat yang mendukung. Asap yang
terbentuk dari proses pembakaran yang tidak sempurna dapat
menyebabkan iritasi pada kulit atau keracunan.

5) Lemari uap. Gas yang tidak berbahaya dapat dilepaskan ke atmosfir


melalui lemari uap, sedangkan gas beracun (klorin dan nitrogen
dioksida, NO2) dibuang melalui lemari uap dengan systemventilasi

b. Pembersihan area kerja ditujukan untuk sterilisasi ruangan dan


kenyamanan dalam melakukan pekerjaan analisis. Keberadaan sumber
pencemar sudah ditekan seminimal mungkin sehingga tidak mampu
mempengaruhi hasil analisis. Kondisi ruang kerja yang bersih dan tertata
baik akan menimbulkan kenyamanan dalam bekerja.

d. Pembersihan Dan Penyimpanan Peralatan

Kualitas mutu laboratorium pengujian ditentukan oleh validatas data


hasil pengujian. Oleh karenanya, mutu laboratorium pengujian perlu
ditunjang dengan peralatan uji dan manajemen yang handal. Dengan
peralatan dan manajemen yang handal, maka laboratorium pengujian akan
dapat menghasilkan data pengukuran yang akurat dan valid.

Peralatan yang harus dimiliki oleh sebuah laboratorium pengujian adalah


semua peralatan, baik yang digunakan untuk pengambilan sampel,
pengukuran dan pengujian sampel, termasuk peralatan yang digunakan
untuk preparasi sampel yang akan diuji, pemrosesan, serta analisis data
pengujian. Untuk menjaga mutu hasil pengujian, peralatan harus
dioperasikan oleh personel yang berwenang. Untuk menjaga agar peralatan
tetap terawat, personel yang bertanggungjawab terhadap peralatan harus
dilengkapi dengan instruksi yang mutakhir untuk menggunakan dan merawat
peralatan, termasuk setiap panduan yang relevan, seperti yang disediakan
oleh produsen peralatan tersebut. Instruksi tersebut harus siap tersedia
untuk digunakan oleh personel laboratorium yang sesuai.

Semua peralatan yang bersangkutan dengan sistem mutu harus telah


dikalibrasi dan/atau diperiksa untuk memenuhi persyaratan spesifikasi
laboratorium dan sesuai dengan spesifikasi standar yang relevan: 1) identitas
dan perangkatlunaknya; 2) nama manufaktur, identitas tipe, nomor seri atau identitas
khususlainnya; 3) cek kesesuaian peralatan denganspesifikasi; 4) lokasi peralatan; 5)
instruksi manufaktur, jika ada dan acuankeberadaannya; 6) tanggal, hasil, salinan
laporan dan sertifikat semua kalibrasi, penyetelan, persyaratan penerimaan, dan
tanggal kalibrasi berikutnya;

Dengan mengetahui dan mencermati laporan mengenai status


peralatan, laboratorium pengujian akan terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan. Laboratorium dapat melakukan evaluasi, khususnya
menyangkut penggunaan peralatan serta mutu data yang dihasilkan. Apabila
dari laporan status peralatan diketahui penggunaan peralatan sampai lewat
beban, salah penggunaan, memberikan hasil yang mencurigakan, dan telah
terbukti kurang baik atau keluar dari batas yang ditetapkan, maka peralatan
tersebut tidak boleh digunakan, serta harus diisolasi untuk mencegah
penggunaannya, sampai ketidak beresan dapat diatasi.

Peralatan yang telah diketahui tidak berfungsi secara baik harus diberi
label yang jelas dan diberi tanda “Tidak boleh digunakan”. Peralatan tersebut
dapat digunakan kembali apabila telah diperbaiki dan telah menunjukkan
kebenaran unjuk kerjanya.

Laboratorium hendaknya memastikan bahwa fungsi dan status


kalibrasi peralatan telah diperiksa dan menunjukkan hasil yang baik sebelum
peralatan dapatdigunakan kembali. Apabila suatu peralatan memerlukan
pemeriksaan antara sebelum status kalibrasi dinyatakan berhasil dengan
baik, maka pemeriksaan itu juga harus dilakukan dengan prosedur yang
benar. Agar peralatan dapat berfungsi dengan baik dan lancar untuk suatu
prosedur pengujian, maka diperlukan pemeliharaan alat secara rutin. Hal ini
selain dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan,juga. diharapkan
dapat mengurangi resiko menurunnya unjuk kerjanya dan mengurangi resiko
besarnya biaya perbaikan.

Peralatan laboratorium yang telah digunakan segera dicuci dan


dikeringkan untuk kemudian disimpan pada tempatnya. Pekerjaan ini
dilakukan oleh penanggungjawab peralatan. Apabila diperlukan, operator
atau analis dapat segera melakukan peminjaman kepada penanggung
jawabperalatan.

Pembersihan peralatan gelas dilakukan sesuai prosedur. Gunakan


deterjen untuk menghilangkan kotoran ringan. Untuk kotoran yang
menempel kuat dapat digunakan reagen. Peralatan yang sudah dibersihkan
disimpan pada wadah penyimpanan yang telah disiapkan. Peralatan
laboratorium sangat menentukan kinerja dan keakuratan hasil analisis.
Peralatan sebaiknya selalu dalam kondisi bersih sehingga dapat
dipergunakan setiap saat. Peralatan yang terpelihara secara baik akan
memperpanjang usia penggunaan alat tersebut.
Beberapa ketentuan yang harus diketahui dalam pemeliharaan
peralatan gelas, plastik, porselen, atau logam antara lain adalah :

1. Alat yang terbuat dari bahan gelas dibersihkan dengan sabun detergen
dan bila perlu menggunakan sikat untuk membersihkan bagian yang sulit
dijangkau.
2. Alat yang terbuat dari bahan plastik mudah tergores. Oleh karena itu
gunakan spon untuk mencegah goresan selama pembersihan.
3. Cara untuk mengetahui apakah peralatan yang dicuci sudah benar-benar
bersih adalah dengan membasahi wadah tersebut dengan air. Bila seluruh
permukaan alat menjadi basah dengan membentuk lapisan air yang tipis,
berarti peralatan sufah bersih. Bila belum bersih, pada permukaan alat
terbentuk kumpulan bintik-bintik air dipermukaannya.
4. Noda minyak atau kerak yang melekat pada peralatan gelas dapat
dibersihkan dengan cara merendam peralatan tersebut selama semalam
dalam larutan pembersih yang terbuat dari 1 bagian asam sulfat (pekat)
dan 9 bagian Kalium dikromat (3% aq.). Keesokan harinya, peralatan
tersebut dicuci dengan air PAM atau akuades yang mengalir.
5. Peralatan yang sudah dibersihkan harus dikeringkan terlebih dahulu
sebelum disimpan. Proses pengeringan dapat dilakukan pada rak
pengering.
6. Peralatan yang terbuat dari logam dapat dicuci dengan menggunakan
sabun deterjen. Keringkan dahulu peralatan tersebut lalu disimpan pada
tempatnya sehingga siap untuk digunakan pada kegiatan berikutnya. Ada
beberapa ketentuan mengenai penyimpanan alat, yaitu sebagai berikut :
(a) penyimpanan peralatan yang terbuat dari gelas; (b) peralatan gelas
seperti tabung reaksi, pipet atau buret dapat disimpan pada rak khusus
atau pada kotak yang telah disediakan; (c) termometer yang telah
digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara menyimpan
pada rak khusus diruangan terbuka pada suhu ruang, setelah kering
simpanlah pada tempat yang telah disediakan.Statif yang terbuat dari
bahan logam tidak perlu dilepas dari dasar, dan letakkan di bawah
permukaan.
7. Setelah digunakan, tabung reaksi harus dikosongkan dan direndam
dalam air. Tabung reaksi selanjutnya dicuci dengan air panas yang
mengandung diterjen alkalin. Pencucian dilanjutkan dengan
perendaman dalam air panas yang bersih. Terakhir, tabung reaksi
harus direndam dalam aquades dan dikeringkan. Tutup tabung reaksi
harus dicuci dalam air panas segera setelah dimungkinkan. Rebuslah
tutup tabung reaksi selama dua menit dengan menggunakan aqudest.
8. Pipet yang telah digunakan harus segera direndam dalam air bersih
yang dingin. Cuci seperti di atas dan dilanjutkan dengan perendaman
dalam air aquades. Setelah dikeringkan, simpanlah pipet
dalamwadahnyaMemantau stokbahan
9. Stok bahan kimia dan peralatan harus selalu dipantau agar dapat
menjamin keberlangsungan proses pengujian di laboratorium. Stok bahan
kimia diperiksa dan dicatat. Label kemasan yang telah rusak diperbaiki
atau diganti.
10. Label harus memberikan informasi secara jelas mengenai jenis bahan
kimia yang terdapat didalam kemasan dan cara penanganannya. Label
juga harus mencantumkan potensi bahaya dan kontaminasi yang mungkin
terjadi. Jelaskan pula mengenai kondisi kesehatan apabila terjadi
kontaminasi.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan di laboratorium dapat dikenali dengan beberapa


cara, diantaranya dari sifatnya, fasanya, atau karakteristiknya. Sifat paling umum
dari bahan kimia adalah asam, basa, dan garam. Fasa bahan kimia dapat berbentuk
padatan, cairan, dan gas. Bahankimia berbentuk padatan dapat dibagi lagi menjadi
bentuk kristal atauserbuk.Panca indera dapat digunakan untuk mengenali bahan
kimia. Kemampuan menggunakan panca indera hanya dimiliki oleh orang tertentu
atau yang sudahbiasa bekerja di laboratorium. Beberapa senyawa kimia memiliki
karakteristik yang sudah dikenal, misalnya : tembaga sulfat bentuknya kristal
berwarna biru, Yodium berbentuk kristal berwarna coklat-ungu.

Cara lain yang dapat membantu mengenali sifat dari bahan kimia adalah dengan
melihat dan memperhatikan simbol atau keterangan yang tercantum pada
label. Simbol yang tercantum pada label relatif sederhana dan
komunikatif. Misalnya gambar tengkorak menunjukkan bahwa bahan kimia tersebut
beracun, gambar nyala api menyatakan bahwa bahan kimia tersebut mudah terbakar,
sedangkan gambar ledakan akan memberi informasi bahwa bahan kimia tersebut
mudah meledak.

Menuangkan Bahan

Menuangkan bahan merupakan kegiatan yang banyak dilakukan


di laboratorium. Bahan yang dituang dapat berupa bahan kimia berbahaya
atau bahan kimia yang tidak berbahaya. Bahan baku berbentuk cair juga
memerlukan teknik penuangan, demikian pula dengan bahan cair yang
mudah membeku, seperti media agar yang digunakan di laboratorium
mikrobiologi sebagai media tumbuh mikroba. Setiap akan menuangkan
bahan sebaiknya baca secara teliti informasi yang terdapat dalam label
atau prosedur kerja agar tidak terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan
kerugian atau kecelakaan.

Peganglah wadah bahan dengan baik. Bila wadah ditempelkan label


yang menerangkan isi dalam wadah, letakkan label tersebut di bawah
telapak tangan. Cara ini dimaksudkan untuk dapat mencegah adanya
bahan yang menetes atau menempel pada label sehingga label tetap
utuh.

Mengambil dan menuangkan bahan padat

Pengambilan dan penuangan bahan berbentuk padatan tergantung


dari wadah yang digunakan. Bila wadahnya berupa botol, maka
pengambilan bahan kimia dapat dilakukan dengan memiringkan botol
sedemikian rupa sehingga terdapat sedikit bahan yang masuk ke dalam
tutup botolBuka tutup botol tersebut secara hati-hati agar bahan kimia
yang ada tidak kembali lagi ke dalam botol. Ketuk tutup botol tersebut
secara perlahan menggunakan telunjuk atau batang pengaduk, sehingga
bahan kimia dapat jatuh pada tempat yang diinginkan.

Pengambilan bahan padat juga dapat dilakukan dengan


menggunakan sendok atau spatula. Sendok yang digunakan disesuaikan
dengan panjang dan ukuran mulut botol. Masukkan spatula atau sendok
ke dalam botol dan ambil bahan kimia secukupnya. Tuangkan bahan
kimia ke tempat yang diinginkan dengan cara mengetuk secara perlahan
spatula atau sendok tersebut sampai tercapai jumlah bahan kimia yang
diinginkan.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk menuangkan bahan kimia


berbentuk padat adalah dengan memindahkan secara langsung Cara ini
diawali dengan membuka tutup botol dan memiringkannya ke arah wadah
penampung. Guncang atau ketuk secara perlahan hingga bahan kimia di
dalamnya jatuh ke wadah penampung sesuai jumlah yang diinginkan

Mengambil dan menuangkan bahan cair

Cara menuangkan bahan kimia berbentuk cair agak berbeda dengan


bahan kimia berbentuk padat. Bacalah terlebih dahulu label yang melekat
dalam botol secara teliti untuk mencegah kesalahan. Peganglah botol
sedemikian rupa sehingga bagian label terletak pada telapak tangan.
Miringkan botol untuk membasahi tutupnya dengan bahan kimia di dalam
botol. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan membukanya.

Bukalah tutup botol dengan cara menjepitnya diantara jari. Tuangkan


bahan kimia cair dengan bantuan batang pengaduk. Bila akan menuangkan
ke dalam gelas ukur, bahan kimia dapat langsung dituangkan ke dalam
gelas ukur tersebut atau ditampung terlebih dahulu ke dalam dalam gelas
kimia. Selanjutnya barulah bahan kimia tersebut dituangkan ke dalam gelas
ukur. Dalam menuangkan bahan kimia dari botol harus diperhatikan ukuran
mulut botol dengan ukuran wadah penampung. Ukuran mulut botol harus
lebih kecil daripada ukuran mulut wadah penampung.

Untuk menuangkan bahan yang mudah berubah, seperti misalnya


media agar untuk menumbuhkan mikroba. Penuangan dilakukan dengan
cara seperti telah dijelaskan di atas namun dilakukan pada suhu yang tepat
dimana tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Bila penuangan dilakukan
saat media agar masih panas dikhawatirkan dapat membunuh.mikroba yang
akan ditumbuhkan. Namun bila terlalu ’dingin’, dikhawatirkan media sudah
membeku sehingga sulitdituangkan.

Menimbang

Menimbang merupakan kegiatan di laboratorium yang memiliki peran


penting dalam menghasilkan data akurat. Kegiatan menimbang harus
dilakukan secara cermat dan hati-hati untuk meminimalkan kesalahan.
Neraca sangat tergantung dari kapasitas dan tingkat ketelitiannya. Neraca
yang kapasitasnya besar biasanya kurang teliti sehingga biasa disebut
neraca kasar, sedangkan neraca yang kapasitasnya kecil memiliki ketelitian
lebih baik sehingga biasa disebut neraca halus (neraca analitik).
Berdasarkan prinsip kerjanya neraca terbagi menjadi neraca mekanik dan
digital. Neraca digital lebih cepat kerjanya dan lebih teliti.

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam kegiatan penimbangan


adalah membersihkan neraca atau piring neraca dari sisa bahan atau
kotoran lainnya. Setimbangkan (tera) neraca dengan cara menggeser skrup
pengatur hingga jarum menunjukkan angka nol. Untuk neraca digital, proses
tera dilakukan dengan menekan tombol tera dan secara otomatis neraca
digital akan menampilkan angka nol.
Timbang wadah bahan untuk mengetahui bobotnya. Bobot dari bahan
kimia dapat diketahui dengan caramengurangkan bobot total dengan bobot
wadah. Bila menggunakan neraca digital, penentuan bobotwadah bahan
tidak perlu dilakukan. Simpan wadah bahan pada neraca digital, lalu tekan
tombol tera. Secara otomatis neraca digital akan menampilkan angka nol,
yang berarti angka yang akan ditampilkan dalam proses penimbangan
adalah bobot bahan kimia.

Masukan bahan kimia yang akan ditimbang sesuai prosedur


penuangan bahan kimia. Pasang beban timbangan sesuai dengan bobot
bahan kimia yang diinginkan. Lakukan penambahan atau pengurangan
bahan kimia hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Bila penimbangan telah
selesai, kembalikan semua dalam posisi semula. Bersihkan piring neraca
atau permukaan neraca. Naikkan penahan neraca agar piring neraca tidak
bergoyang. Matikan arus listrik bila menggunakan neraca digita.

Mengukur volume bahan cair

Volume bahan cair dapat diukur dengan menggunakan gelas ukur


atau pipet ukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat, gunakan
gelas atau pipet ukur yang bersih sehingga tidak ada bahan cair yang
tertinggal pada alat ukur tersebut.

Gelas atau pipet ukur yang digunakan harus disesuaikan dengan


volume bahan cair yang akan ditentukan volumenya. Bacalah secara teliti
skala yang terdapat dalam alat pengukur. Jangan sampai salah membaca
skala, misalnya satuan terkecilnya ml, 0.1 ml atau µm.

Isaplah zat cair yang akan diukur volumenya sampai di atas garis batas.
Bila yang akan diukur adalah zat cair yang berbahaya, gunakan ball pipet.
Tutup ujung pipet dengan jari telunjuk, kemudian angkat. Keringkan dahulu
ujung pipet dengan menggunkan kertas saring
Turunkan permukaan zat cair dengan cara membuka ujung telunjuk secara
hatihati sampai tanda volume. Masukan zat cair ke dalam tempat yang
disediakan. Isilah gelas ukur dengan bahan yang akan diukur volumenya.
Perhatikan permukaan zat cair yang diukur. Bila permukaannya cekung dibaca
pada permukaan bagian terbawah dan bila permukaannya cembung dibaca
pada permukaan bagian paling atas. Pembacaan skala harus lurus dengan
mata.

Menyaring

Untuk menyaring suatu campuran dapat dilakukan dengan menggunakan


kertas saring. Ukuran kertas saring disesuaikan dengan ukuran partikel yang
akan dipisahkan dari suatu campuran. Bentuklah kertas saring sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan ukuran corong. Penyobekan kertas saring di
bagian yang dilipatdimaksudkan untuk memberikan udara sehingga proses
penyaringan dapat berlangsung lancar.

Tempatkan kertas saring pada corong dan basahi kertas saring tersebut
dengan air suling sehingga benar-benar melekat pada corong. Pasang corong
pada statif dan ujung bagian bawahnya dimasukan ke mulut dari wadah penampungan
filtrat. Tuangkan larutan yang akan disaring ke atas corong. Proses penuangan
dilakukan secara hatihati agar tidak ada larutan yang melebihi kertas saring.

Mensterilisasi

Sterilisasi adalah proses pemusnahan semua bentuk kehidupan. Objek


yang telah terbebas dari mikroba disebut steril. Proses sterilisasi dapat
dilakukan dengan menggunakan suhu panas, sinal ultra violet, sinar-X, atau
dengan menggunakan senyawa kimia. Sterilisasi suhu panas dapat berupa
udara kering atau uap bertekaanan.

Metode Pengujian

Laboratorium pengujian adalah laboratorium yang melaksanakan


pengujian, yaitu suatu kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan,
penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk, bahan,
peralatan, organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan. Dengan demikian laboratorium pengujian
pangan adalah laboratorium yang melaksanakan pengujian pangan, yaitu
suatu kegiatan penentuan sifat atau karakteristik bahan pangan dengan
menggunakan prosedur yang telah ditetapkan.

Metode (prosedur) pengujian memiliki arti sangat penting dalam


melaksanakan kegiatan pengujian. Sesuai dengan perkembangan,
laboratorium harus menggunakan metode dan prosedur pengujian yang
sesuai dengan standar, baik nasional maupun internasional. Metode dan
prosedur tersebut meliputi metode: 1) pengambilan sampel; 2)
penanganan sampel; (3) transportasi sampel; (4) penyimpanan sampel;
(5) preparasi sampel yang akan diuji; (6) pengukuran/analisis sifat atau
karakteristik sampel (sehingga diperoleh data); (7) perkiraan ketidakpastian
pengukuran; dan (8) teknik statistik untuk analisis data pengujian.

Semua metode dan prosedur yang diperlukan oleh laboratorium


dalam melaksanakan tugasnya sebagai laboratorium pengujian hendaknya
tersedia, baik berupa instruksi untuk penggunaan dan pengoperasian
peralatan yang relevan, maupun penanganan serta preparasi contoh yang
akan diuji. Laboratorium harus memiliki semua instruksi, standar, pedoman
dan data referensi yang relevan untuk pekerjaan laboratorium. Semua
instruksi, standar, pedoman dan data referensi yang relevan untuk pekerjaan
laboratorium tersebut harus dipelihara kemutakhirannya serta tersedia dan
mudah diakses oleh personel laboratorium. Kadang terjadi penyimpangan
dari hasil pengukuran yang diperoleh. Penyimpangan terhadap metode
pengujian boleh terjadi hanya jika penyimpangan tersebut dapat dibuktikan
kebenarannya secara teknis, disahkan dan dapat diterima oleh pelanggan.
Agar pengujian dapat dilakukan dengan benar serta memberikan hasil yang
memuaskan dan dapat dipercaya, maka laboratorium harus menggunakan
metode standar, baik secara internasional, regional atau nasional.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode


analisis, antara lain : (1) semua metode pengujian harus didokumentasi dan
divalidasi; (2) semua metode harus dipelihara kemutakhirannya dan tersedia
untuk staf laboratorium yang membutuhkan; (3) personel yang bersangkutan
harus dilatih dan dievaluasi kompetensinya; dan (4) metode tersebut harus
terus dipelajari oleh staf laboratorium yang bersangkutan untuk
meningkatkan keahliannya.

Pemilihan metode

Dalam melaksanakan perannya, laboratorium pengujian harus


menggunakan metode pengujian, termasuk metode pengambilan sampel,
dalam melaksanakan pengujian. Hal ini dilakukan untuk memenuhi keinginan
pelanggan juga untuk memberi jaminan kesesuaian dengan hasil pengujian
yangdilakukan.

Metode pengujian yang digunakan dalam kegiatan pengujian di


laboratorium harus memiliki standar yang telah dipublikasi dan berlaku
secara internasioanl, regional, nasional, atau minimal antara penjual dan
pembeli. Beberapa pembeli dari negara di Eropa memiliki standar kualitas
sendiri yang berbeda dengan standar kualitas negara lain. Hal ini tidak
bertantangan dengan peraturan peraturan mengenai standarisasi yang
berlaku secarainternasional.

Metode standar tersebut haruslah edisi terbaru yang berlaku, kecuali


bila metode tersebut sudah tidak sesuai lagi atau tidak mungkin untuk
dilaksanakan. Apabila diperlukan, metode standar dapat dilengkapi dengan
rincian tambahan untuk menjamin keteraturan dalam penerapannya. Apabila
pelanggan tidak meminta secara khusus metode yang digunakan,
laboratorium harus memilih/menyeleksi metode yang sesuai, misalnya:

1. standar internasional, regional, atau nasional yang telah dipublikasi oleh


badan standar internasional atau nasional, seperti: Standar Nasional
Indonesia (SNI), Standar Australia, ISO, ASTM, AOAC, WHO, dan lain-
lainnya;

2. metode yang dikeluarkan/ dipublikasi oleh organisasi yang mempunyai


reputasi, seperti yang dikembangkan oleh ilmuwan dan dipublikasi
dalam jurnalilmiah;

3. metode yang tertera berasal dari buku teks atau jurnal yang relevan;

4. metode yang dikeluarkan oleh pembuat peralatan (manual);atau

5. metode yang telah dikembangkan atau diadopsi laboratorium dan telah


divalidasi (biasanya digunakan untuk keperluan khusus di lingkungan
laboratorium sendiri). Dalam rangka melakukan pelayanan pengujian
kepada pelanggan, seharusnya pelanggan diberi informasi tentang
metode yang telah dipilih untuk pengujian tersebut. Tentu saja,
laboratorium harus sudahmampu menggunakan/mengoperasikan
metode standar secara baik. Jika ada perubahan metode standar yang
digunakan, hendaklah dilakukan konfirmasi ulang ke pelanggan. Selain
itu, laboratorium juga harus memberitahu pelanggan bila metode yang
diajukan oleh pelanggan sudah tidak sesuai atau sudahkadaluwarsa.

c. Prosedur Analisis
Perdagangan bebas menuntut standarisasi mutu yang berlaku
secara internasional. Oleh karena itu, untuk dapat bersaing di pasar
internasional, diperlukan standar yang berlaku secara nasional sebagai
dasar penentuan mutu bahan pangan yang akan dipasarkan. Indonesia
telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengacu
kestandar sejenis yang berlaku secara internasional. Standar demikian
harus menjadi acuan bagi semua laboratorium yang diberi kewenangan
menerbitkan sertifikat mutu. Penerapan metode analisis membutuhkan
sarana, peralatan dan sumberdaya manusia. Pengetahuan mengenai
prosedur analisis bahan pangan, dari penerimaan sampel hingga
penyerahan ke pemilik sampel, perlu terus ditingkatkan demi
menghasilkan data analisis bahan pangan yang memenuhi standar
internasional.

a. Penerimaan /Pengambilan Sampel

Sampel yang akan dianalisis di laboratorium dapat berasal dari


dua sumber. Pertama, sampel yang dikirim oleh perseorangan atau
lembaga untuk dianalisis di laboratorim. Sampel tersebut disiapkan oleh
pemiliknya dan diserahkan ke laboratorium. Prosedur pengambilan
sampel tidak diketahui dan demikian pula dengan keahlian orang yang
mengambil dan menyiapkan sampel. Kedua, sampel yang diambil oleh
laboratorium untuk dianalisis. Sampel jenis kedua diambil berdasarkan
prosedur yang standar. Petugas yang mengambil sampel memiliki
kemampuan yang dibutuhkan dan dilengkapi dengan peralatan yang
sesuai.

b. Penanganan Sampel

Sampel yang diterima maupun diperoleh sendiri segera


ditangani dengan mencatatnya dalam buku penerimaan sampel.
Selanjutnya sampel diberi label yang berisi informasi berkaitan dengan
kondisi sampel. Bila tidak segera dianalisis, sampel disimpan pada suhu
dan wadah yang sesuai. Sampel harus sudah dianalisis 3 jam kemudian.

c. Pengujian Sampel

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam pengujian


sampel, yaitu : a) preparasi sampel; b) penyiapan peralatan; c)
penyiapan bahan kimia; d) pelaksanaan pengujian.

 Preparasi sampel
Sampel yang akan dianalisis perlu disiapkan dengan baik.
Penyiapan sampel tergantung dari bahan pangan yang akan dianalisis dan
metode analisis yang akan digunakan. Sampel harus ditimbang terlebih dahulu
untuk mengetahui bobotnya. Bagi sampel berbentuk cair perlu ditentukan
volumenya. Kadang-kadang, jumlah sampel harus dinyatakan dalam
konsentrasi atau persentase. Sebaiknya satuan yang digunakan harus
diupayakan sama. Sampel yang telah ditimbang kemudian dihancurkan
dengan menggunakan blender atau dilumatkan dengan menggunakan mortar.

Penyiapan sampel bahan pangan berbentuk cair dapat dilakukan


dengan penyaringan atau penguapan. Sampel yang akan digunakan untuk uji
organoleptik perlu disediakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
bias. Sampel harus diberi kode tiga digit.

 Penyiapan peralatan

Peralatan yang harus disiapkan tergantung dari jenis dan


metode analisis yang digunakan. Peralatan yang diperlukan dapat
berupa peralatan gelas, plastik, atau besi. Pastikan ukuran panjang atau
volume peralayang yang digunakan sudah sesuai dengan kebutuhan
analisis. Peralatan yang digunakan harus bersih. Beberapa prosedur
analisis, seperti analisis susu, produk makanan, membutuhkan peralatan
yang tidak hanya bersih tetapi juga steril.

Peralatan destilasi perlu diperiksa ulang, apakah sudah bersih


dari sisa bahan kimia. Sebagai contoh, peralatan yang sudah digunakan
untuk destilasi protein harus dicuci dengan akuades.Apabila destilat
yang tertampung dapat merubah warna garam borat dari violet menjadi
hijau, maka perlu dicuci kembali. Pada pengujian organoleptik
dibutuhkan peralatan berupa wadah tempat sampel, lembar penilaian,
dan kadang bilik sampel.

 Penyiapan Bahan Kimia


Bahan kimia yang dibutuhkan tergantung dari jenis dan metode
analisis yang digunakan. Hindari penggunaan bahan kimia yang sudah
kadaluarsa atau jumlahnya terbatas. Beberapa bahan kimia harus
disiapkan secara langsung. Sedangkan beberapa bahan kimia perlu
diperiksa apakah masih mampu melaksanakan reaksi. Berdasarkan
fungsinya, bahan kimia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu larutan
kimia, reagen kimia, dan indikator. Untuk pengujian mikrobiologis, perlu
disiapkan media kaldu (broth) atau media agar untuk tempat tumbuhnya
mikroba.

 Pelaksanaan Pengujian

Sampel yang telah disiapkan secara baik dianalisis sesuai


prosedur yang telah ditetapkan. Pengujian bahan pangan dapat
dilakukan secara fisik, kimiawi, biologis (mikrobiologis), dan
organoleptik.

 Pencatatan Hasil Analisis

Seluruh aktivitas yang dilakukan di laboratorium pengujian


harus dicatat. Prosedur yang digunakan dan data hasil analisis dicatat
dalam buku data. Tujuan utama pencatatan adalah agar mudah
menelusuri kembali apabila diperlukan. Bila terdapat kejadian atau hal
yang bersifat khusus, harus dicatat secara lengkap dan diberi
keterangan. Kelemahan yang dijumpai selama pelaksanaan pengujian
juga dicatat untuk dipertimbangkan perbaikannya. Data yang bersifat
ekstrim juga harus dicatat, sehingga dapat dilaporkan.

e. Pelaporan Hasil Penelitian

Hasil analisis sampel dilaporkan kepada penanggungjawab atau


pimpinan laboratorium. Bila ada kejadian khusus yang dialami harus
dilaporkan guna diambil tindakan secara tepat. Data yang bersifat
ekstrim juga harus segera dilaporkan kepada penanggungjawab /
pimpinan sebelum kegiatan pelaksanaan pengujian dilanjutkan,
sehingga penanggungjawab / pimpinan dapat mengambil tindakan untuk
mengatasinya.

Dokumentasi dan Rekaman

Laboratorium harus mempunyai dan mengembangkan sistem


dokumentasi dan rekaman yang sesuai dengan kebutuhannya dalam
menerapkan praktek berlaboratorium yang baik (GLP). Rekaman data hasil
uji, pemrosesan, serta penerbitan laporan hasil uji merupakan unsur yang
sangat penting dalam keseluruhan proses pengujian. Rekaman dapat
berupa hard copy atau media elektronik. Seluruh rekaman data yang
berhubungan dengan pengujian harus mudah dibaca, didokumentasikan,
dan dipelihara sedemikian rupa sehingga rekaman tersebut dapat mudah
diperoleh kembali dengan cepat sampai batas waktu yang ditentukan.
Selain itu, rekaman tersebut harus disimpan pada lokasi yang memadai
untuk mencegah kerusakan, kehilangan dan harus dijamin aman serta
rahasia. Biasanya rekaman disimpan selama 5 tahun, dan kemudian
dimusnahkan sesuai prosedur yang ditetapkan oleh laboratorium.
Laboratorium harus mempunyai prosedur untuk melindungi dan
mempunyai rekaman pendukung atau back-up yang disimpan secara
elektronik atau komputerisasi serta mencegah adanya akses untuk
mengubah rekaman tersebut oleh personel yang tidak berwenang.
Pencatatan atau rekaman berfungsi untuk apa yang diperoleh
dari perhitungan atau pengamatan orisinil tanpa direkayasa.
Pengamatan, pencatatan data dan perhitungan harus direkam pada saat
pengujian dilakukan serta dapat diidentifikasi untuk pekerjaan tertentu.
Untuk meminimalkan kesalahan rekaman, laboratorium harus melaksanakan
usaha-usaha, antar lain :
a. Meningkatkan kesadaran personel penanggung jawab melalui
pelatihan atau pengarahan dari atasannya
b. Pemeriksaan oleh operator yang berbeda
c. Pemeriksaan perhitungan oleh orang lain
d. Perhitungan kembali dengan metode yang berbeda
e. Verifikasi data atau hasil perhitungan.
Namun, apabila kesalahan tetap terjadi dalam suatu rekaman, setiap
kesalahan harus dicoret. Tidak diperkenankan untuk menghapus atau
meghilangkan data aslinya, sehingga membuat tidak dapat terbaca.
Untuk menjaga konsistensi antar sistem rekaman dan dokumentasi
dengan pelaksanaannya, laboratorium harus melaksanakan prinsip dasar
manajemen mutu, yaitu

Konseptual Imlementasi

Katakan apa yang Dokumentasikan seluruh proses kegiatan


dilakukan operasional laboratorium

Lakukan apa yang Ikuti seluruh dokumen sistem mutu


dikatakan (panduan mutu, prosedur, metode,
instruksi kerja, dll.yang telah dibuatnya)

Tunjukan apa yang telah Catat atau rekam seluruh kegiatan


dilakukan operasional laboratorium yang telah
dilaksanakannya

Kaji ulang dan tingkatkan Lakukan audit untuk mengetahui


penerapan sistem mutu dan kinerja
laboratorium

Lakukan tindakan preventif Peningkatan sistem mutu secara konsisten


untuk menghindari dan kesinambungan
ketidaksesuaian dan / atau
tindakan korektif bila
diperlukan
Inspeksi dan Assesmen

Inspeksi dan assesmen laboratorium diperlukan untuk menjamin bahwa


laboratorium memenuhi persyaratan nasional dan internasioal dalam
melaksanakan GLP. Inspektor harus seorang yang sesuai, berpengalaman dan
memahami petunjuk dalam GLP serta independen dari laboratorium yang dinilai.
Disarankan agar inspeksi dilakukan dalam setiap kurun waktu tertentu.Inspeksi
dan assesmen meliputi:
a. Personel
Inspeksi dan assesmen harus memeriksa ketenagakerjaan,
diantaranya :
1) Kesesuaian kualifikasi dan pengalaman manajer laboratorium dan
deputi.
2) Kecukupan program training dan pelaksaannya
3) Kualifikasi dan pengalaman personel laboratorium
4) Urain tugas kerja yang memadai untuk semua personel.
b. Keselamatan
Inspeksi dan assesmen harus memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan
keselamatan:
1) Tingkat pemenuhan laboratorium akan peraturan tentang
keselamatan dan kesehatan.
2) Penyimpanan dan penanganan bahan bahan serta pembuangan
limbah kimia berbahaya.
3) Menjaga kebersihan (house keeping) dengan baik (Afrianto, 2008).
2.4. Penerapan Budaya Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Pada Industri
Pangan.

2.4.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran


dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

1. Keselamatan kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,


alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja memiliki
sifat sebagai berikut :

 Sasarannya adalah lingkungan kerja.


 Bersifat teknik.
 Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada menyebutnya
Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya
disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and
Health.

2. Kesehatan kerja

Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau


kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental,
maupun social dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Konsep
kesehatan kerja dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada
sector industi” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk
semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
Keselamatan kerja sama dengan hygiene perusahaan. Kesehatan kerja memiliki
sifat, sebagai berikut :

 Sasarannya adalah manusia.


 Bersifat medis.
 Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau
material-material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing terhadap
kesehatan pekerja. Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami
karakteristik material yang digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh
terhadap material tersebut untuk meminimasi risiko material terhadap
kesehatan.
 Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara
substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting
bagi pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat mengetahui
reaksi tubuh terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi
timbulnya penyakit.
Ada beberapa jalur untuk substansi berbahaya dapat masuk ke tubuh, sebagai
berikut :

 Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian menuju usus.


 Hirupan pernapasan; yang masuk melalui organ pernapasan menuju
paruparu.
 Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.
 Masuk melalui luka dan sayatan terbuka.

Berdasarkan jalur masuk substansi, beberapa contoh tindakan pencegahan


sederhana untuk mencegah masuknya substansi berbahaya ke dalam tubuh
pekerja, antara lain :

 Asupan makanan
 Dilarang makan di tempat kerja.
 Dilarang merokok di tempat kerja.
 Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan.
 Hirupan pernapasan
 Ekstraksi uap dan debu.
 Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation).
 Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai untuk substansi-
 substansi tertentu.
 Penyerapan
 Menggunakan sarung tangan.
 Menggunakan krim pelindung kulit.
 Membersihkan area terkontaminasi dengan air sabun.
 Masukkan langsung
 Mengobati seluruh luka dan sayatan.
 Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.

2.4.2. Definisi Kecelakaan Kerja


Kecelakaan merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat
menyebabkan cedera atau kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian
dari perusahaan, pekerja, maupun keduanya, dan akibat yang ditimbulkan dapat
memunculkan trauma bagi kedua pihak. Bagi pekerja, cedera akibat kecelakaan
dapat berpengaruh terhadap kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan kualitas
hidup pekerja tersebut. Bagi perusahaan, terjadi kerugian produksi akibat waktu
yang terbuang pada saat melakukan penyelidikan atas kecelakaan tersebut serta
biaya untuk melakukan proses hukum atas kecelakaan kerja (Ridley, 2008).

Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kecelakaan langsung


dan kecelakaan tidak langsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi
kejadian kecelakaan sesungguhnya dan juga kejadian nyari celaka atau hampir
celaka. Nyaris celaka adalah sebuah kejadian yang hampir menyebabkan
terjadinya cedera atau kerusakan dan hanya memiliki selang perbedaan waktu
yang sangat singkat. Nyaris celaka tidak mengakibatkan kerusakan, sedangkan
kecelakaan pasti mengakibatkan kerusakan (Ridley, 2008).

Setiap kecelakaan bukan peristiwa tunggal, namun terjadi karena


penyebab yang saling berkaitan yaitu kesalahan dari sisi perusahaan, sisi pekerja,
atau keduanya. Akibat yang ditimbulkan yakni trauma bagi keduanya, bagi pekerja
yaitu cedera yang dapat mempengaruhi terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas
hidup, sedangkan bagi perusahaan berupa kerugian produksi, waktu yang
terbuang untuk penyelidikan dan biaya untuk proses hukum.

2.4.3. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran


dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Menurut (Rejeki, 2016)
tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain :
 Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan
 produktivitas nasional.
 Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
tersebut.
 Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan
efisien.

2.4.4. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan wajib yang digunakan


saat bekerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan
tenaga kerja itu sendiri maupun orang lain di tempat kerja. Pekerja yang sehat
memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik dibandingkan dengan
pekerja yang terganggu kesehatannya. APD merupakan suatu perangkat yang
digunakan oleh pekerja demi melindungi dirinya dari potensi bahaya serta
kecelakaan kerja yang kemungkinan dapat terjadi di tempat kerja. Penggunaan
APD oleh pekerja saat bekerja merupakan suatu upaya untuk menghindari
paparan risiko bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat
pencegahan terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan

1. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

 Alat pelindung kepala/helmet

Tujuan dari pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk mencegah, melindungi
kepala dari bahaya terbentur oleh benda tajam atau keras yang dapat
menyebabkan luka gores, potong atau tusuk, bahaya kejatuhan benda-benda atau
terpukul oleh benda-benda yang melayang atau meluncur di udara, panas, dan
percikan bahan-bahan kimia korosif.

 Alat pelindung pernapasan

Masker merupakan perlengkapan yang sering digunakan oleh manusia, seiring


dengan perkembangan teknologi membuat jenis-jenis masker menjadi
berkembang berdasarkan fungsi penggunaan dari masker tersebut tertunya.
Pentingnya menggunakan masker partikel dimana terbuat dari bahan karbon aktif,
kelebihan dari penggunaan bahan ini dapat menyaring udara, sehingga udara
yang terhirup menjadi lebih baik kualitasnya, selain menyaring partikel tentunya.

 Alat pelindung tangan

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan alat pelindung tangan
adalah :

 Bahaya yang mungkin terjadi, apakah berbentuk benda-benda panas,


dingin, tajam atau kasar.
 Daya tahannya terhadap bahan-bahan kimia.
 Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan.
 Bagian tangan yang harus dilindungi.
 Menurut bentuknya sarung tangan dibedakan menjadi :
 Sarung tangan biasa (gloves).
 Sarung tangan yang dilapisi logam (gounlets).

d. Alat pelindung kaki

Sepatu keselamatan kerja (safety shoes) berfungsi untuk melindungi kaki dari
bahaya kejatuhan benda-benda berat, terpercik bahan kimia korosif, dan tertusuk
benda-benda tajam.

2. Penggunaan dan perawatan Alat Pelindung Diri (APD)

a. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

APD merupakan perlengkapan yang dimaksudkan untuk dipakai atau dipegang


oleh seseorang di tempat kerja yang dapat melindunginya dari salah satu atau
lebih risiko terhadap keselamatan dan kesehatannya. Termasuk dalam hal ini,
pakaian yang dikenakan untuk melindungi diri dari cuaca bila diperlukan, helm,
sarung tangan, pelindung mata, sepatu, dan sebagainya. Perlengkapan seperti
baju kerja biasa atau seragam yang tidak secara spesifik mampu melindungi diri
dari risiko keselamatan dan kesehatan kerja tidak dikategorikan ke dalam APD.

 Pelindung kepala

Alat pelindung kepala digunakan pada keadaan berikut ini :

 Aktivitas penimbangan dengan risiko kejatuhan benda.


 Aktivitas dengan bahaya dari benda tergantung.
 Pelindung telapak tangan
 Sarung tangan mampu melindungi telapak tangan dari tanah yang
terkontaminasi bahan kimia.
 Memindahkan barang yang memiliki tepian tajam, kerusakan kemasan,
ataupun temperatur ekstrem.
 Pemakaian atau pemindahan mesin yang mengandung bahan kimia
termasuk pembersihan bahan kimia.
 Pelindung kaki dan telapak kaki

Alat pelindung kaki digunakan pada keadaan berikut ini :

 Pekerjaan dengan risiko tertumbuk material yang mengakibatkan


 kerusakan kulit seperti risiko tertusuk oleh paku atau pecahan beling.
 Memindahkan material dengan risiko terpeleset, jatuh, dan mendarat pada
permukaan keras, kontak dengan tumpahan bahan kimia.
 Pada kondisi dingin atau panas yang ekstrem.

b. Perawatan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri harus mendapat perawatan secara teratur. Artinya


semua APD tersebut harus dipelihara agar tahan lama karena akan digunakan
secara terus menerus selama bekerja atau berada di lingkungan kerja. Hal
tersebut untuk menjaga kesehatan pemakai berikutnya dari kemungkinan yang
dapat terjadi yang disebabkan oleh pengguna terdahulu memiliki penyakit menular.
Bahkan yang sifatnya milik pribadi pun atau sebagai pemilik tetap harus terjaga
kebersihannya. Penyimpanan yang baik dan teratur juga merupakan tindakan
pemeliharaan yang harus ditaati dan disiplin. Tempat penyimpanan juga haruslah
memadai dan tertutup rapat. Dianjurkan untuk memberikan obat anti serangga di
dalam tempat penyimpanan perlengkapan pelindung diri.

2.5. Forum Diskusi


Tingginya konsumsi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) oleh anak
sekolah yang tidak diikuti dengan penerapan cara produksi pangan yang baik
(CPPB) oleh para penjaja pangan berpotensi menyebabkan masalah keamanan
pangan berupa bahaya fisik, bahaya kimia, maupun bahaya mikrobiologi. Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) sebagai lembaga
pemerintah yang berwenang dalam pengawasan makanan melakukan pengujian
terhadap sejumlah PJAS yang dijual di 3950 SD/MI di Indonesia pada tahun 2011-
2013 untuk mengetahui kondisinya. Hasil pengawasan tersebut masih sebatas
data persentase PJAS yang memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat
(TMS) sehingga diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui akar-akar
masalah keamanan pada PJAS dan dapat memberikan strategi perbaikan
berkelanjutan untuk meningkatkan keamanan dan mutu PJAS. Analisis data yang
dilakukan adalah analisis ragam dan pengambilan keputusan dengan diagram
Pareto. Analisis ragam digunakan untuk mengetahui keragaman antara PJAS
dengan provinsi lokasi pengambilan sampel dan parameter keamanan. Diagram
Pareto digunakan untuk memutuskan parameter keamanan yang menjadi masalah
utama pada tiap jenis PJAS. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya
keragaman antara jenis PJAS dengan provinsi lokasi pengambilan sampel pada
taraf nyata 1%. Analisis ragam yang dilakukan terhadap faktor jenis PJAS dengan
parameter keamanan juga menunjukkan adanya keragaman pada taraf nyata 1%.
Hasil analisis ragam kemudian diuji lanjut dengan LSD (Least Significant
Difference). Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa bakso, mi, dan makanan
ringan adalah jenis PJAS dengan persentase TMS yang paling rendah. Dengan
diagram Pareto diketahui bahwa parameter keamanan yang menjadi masalah
utama pada PJAS jenis bakso adalah angka lempeng total (ALT) dan koliform,
pada makanan ringan adalah boraks dan rhodamin B, sedangkan pada mi adalah
formalin dan E. coli.

Berdasarkan hasil Pareto diketahui masalah utama keamanan pangan pada kasus
tersebut adalah

……………………………………………………………………………………………..
…..
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..
.…………………………………………………………………..…………………….…..
……………………………………………………………………………………………..
3.1. Rangkuman

1. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan tiga cemaran, yaitu cemaran biologis, kimia, dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pangan olahan yang
diproduksi harus sesuai dengan Cara Pembuatan Pangan Olahan yang Baik
untuk menjamin mutu dan keamanannya. Selain itu pangan harus layak
dikonsumsi yaitu tidak busuk, tidak menjijikkan, dan bermutu baik, serta bebas
dari Cemaran Biologi, Kimia dan Cemaran Fisik.

2. Higiene dan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara


kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan
tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian
makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala
bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum
makanan 7 diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk
dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini
bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah
konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan
pembeli, mengurangi kerusakan makanan.

3. GMP adalah suatu pedoman cara memproduksi makanan yang baik dengan
tujuan agar produsen menghasilkan produk makanan yang bermutu sesuai
tuntutan konsumen. Artinya produk tersebut terjamin mutunya dan aman
dikonsumsi oleh masyarakat. Cara berproduksi yang baik dan benar (Good
Manufacturing Practices) mencakup persyaratan produk sebagai berikut: 1.
Persyaratan Bahan baku; 2. Persyaratan Penanganan; 3. Persyaratan
Pengolahan; 4. Persyaratan Pengemasan; 5. Persyaratan Penyimpanan; 6.
Persyaratan Distribusi.

4. GLP merupakan pelengkap dalam melakukan praktek berlaboratorium untuk


mencapai mutu data hasil uji yang konsisten. Tujuan utama GLP adalah
mencegah terjadinya kesalahan dan meningkatkan serta menjaga mutu data
hasil uji.

5. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja,
bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
bermacam-macam, ada menyebutnya Hygiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing
dikenal Occupational Safety and Health. Definisi kesehatan kerja adalah
spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta praktiknya yang
bertujuan agar pekerja atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun social dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum.
Tes Formatif

Pilihan Berganda

1. GMP merupakan pedoman yang menjelaskan cara memproduksi


makanan agar aman, bermutu, dan layak untuk dikonsumsi. Salah satu
manfaat penerapan GMP adalah ....
a. Mencapai kebersihan yang prima dari produksi makanan
b. Mengurangi kerugian dan pemborosan dalam memproduksi makanan
c. Mengurangi masalah yang dapat timbul bila sanitasi tidak dijalankan
dengan baik
d. Memberikan perhatian khusus terhadap mata rantai produksi yang
dianggap kritis
2. Seorang penjamah makanan bertugas di bagian persiapan. Salah satu
penyebab kontaminasi makanan terjadi melalui tangan penjamah makanan.
Berdasarkan informasi tersebut, tindakan yang paling tepat untuk mencegah
kontaminasi produk?
a. Mencuci tangan dengan air bersih dan mengalir
b. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan
c. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
d. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan disposable
3. Higiene Sanitasi Jasaboga adalah upaya untuk mengendalikan faktor
risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari
bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi. Hal
ini tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan ……
a. No.1096 Tahun 2011
b. No 1099 Tahun 2011
c. No 1096 Tahun 2012
d. No 2016 Tahun 2011
e. No 2011 Tahun 1096
4. Kontaminasi fisik merupakan terdapatnya benda-benda asing dalam
makanan, contoh benda asing tersebut adalah……
a. Rambut, sisik, kulit, duri
b. Insektisida, sisik, kulit, duri
c. Serangga, palstik, pupuk
d. Pupuk, insektisida,kuku
e. Kulit, Herbisida, kuku
5. Perlengkapan seperti baju kerja biasa atau seragam yang tidak secara
spesifik mampu melindungi diri dari risiko keselamatan dan kesehatan kerja
tidak dikategorikan ke dalam APD. APD digunakan untuk pelindung bagian
tubuh, diantarnya……..
a. Kepala, Kaki
b. Baju, kaki
c. Kepala, larutan
d. Bahan kimia
e. Bahan padat

6. Perhatikan keadaan berikut ini :

 Pekerjaan dengan risiko tertumbuk material yang mengakibatkan


 kerusakan kulit seperti risiko tertusuk oleh paku atau pecahan beling.
 Memindahkan material dengan risiko terpeleset, jatuh, dan mendarat pada
permukaan keras, kontak dengan tumpahan bahan kimia.
Pada kondisi dingin atau panas yang ekstrem
Keadaan tersebut termasuk salah satu anjuran untuk memakai pelindung
saat malakukan kerja, Agar resiko tersebut dadat dihindari maka pelindung
yang digunakan adalah
a. Pelindung mata
b. Pelindung kaki
c. Pelindung kepala
d. Pelindung tangan
e. Pelindung badan

7. Metode (prosedur) pengujian memiliki arti sangat penting dalam


melaksanakan kegiatan pengujian. Sesuai dengan perkembangan,
laboratorium harus menggunakan metode dan prosedur pengujian yang
sesuai dengan standar, baik nasional maupun internasional. Metode
dan prosedur tersebut meliputi beberapa metode, diantaranya :

a. pengambilan sampel; penanganan sampel;

b. pembuangan sampel; penyimpanan sampel;

c. preparasi sampel yang akan diuji, pembekuan sampel

d. perkiraan ketidakpastian pengukuran, pembuangan sampel

e. Penyimpanan sampel, pengeringan sampel.

8. Cara lain yang dapat membantu mengenali sifat dari bahan kimia adalah
dengan melihat dan memperhatikan simbol atau keterangan yang tercantum
pada label. Simbol yang tercantum pada label relatif sederhana dan
komunikatif. Misalnya gambar tengkorak menunjukkan bahwa

a. bahan kimia tersebut beracun,

b. bahan kimia tersebut mudah terbakar,

c. bahan kimia tersebut mudah meledak.

d. bahan kimia bersifat karsinogenik

e. bahan kimia kadaluarsa

Esaay

1. Kesehatan dan hygiene karyawan merupakan komponen utama dan sangat


penting dalam penerapan GMP. Kebersihan karyawan dalam pengolahan
makanan, dapat dilakukan dengan cara ....
2. Tuliskan dasar hukum dan pedoman Pelaksanaan Good Manufacturing
Practices (GMP), adalah ....
3. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode analisis,
jelaskan!
4. Jelaskan tindakan yang harus dilakukan jika laboratorium menggunakan
metode pengujian yang dikembangkan sendiri!
5. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan alat pelindung
tangan adalah…Tuliskan!
6. Tuliskan perlengkapan yang dapat dikategorikan ke dalam APD!
7. Jelaskan prinsip higiene sanitasi makanan!
8. Pengolahan makanan adalah proses pangubahan bentuk dan bahan mentah
menjadi bahan jadi/ masak atau siap santap, dengan memperhatikan kaidah
cara pengolahan makanan yang baik yaitu…………..
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. (2008). Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid 1 untuk SMK.


Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Fardiaz, D. (1997). Praktek Pengolahan Bahan Pangan yang Baik. Bogor:
Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti..
Mamuaja, C. F (2016). Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan. Manado:
UNSRAT PRESS.
Pudjirahaju, A. (2018). Pengawasan Mutu Pangan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Ridley, J. (2008). Ikhtisar Keselamatan & Keselamatan Kerja Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Sugiharto, B. (2022). Pedoman Pelaksanaan Penerapan Good Handling Practices
(GHP) Komoditas Hortikultura. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura.

Anda mungkin juga menyukai