Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II
PENGERTIAN BAKTERIOSTATIK, BAKTERISID, ANTISEPTIC, DAN
DESINFEKTAN

Disusun oleh :

Diajeng Azzahra 10060316052

LABORATURIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019 M/1440 H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Ilahi Rabbi, karena atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sang penguasa hati dan
kehidupan hamba-hamba-Nya. Dengan perkenan dari-Nya-lah saya sanggup
menyelesaikan makalah tentang “Pengertian Bakteriostatik, Bakterisid, Antiseptic,
dan Desinfektan” ini dengan lancar. Makalah ini disusun selain guna memenuhi
tugas praktikum Farmakologi II sebagai pengganti kehadiran saya di praktikum,
juga untuk memberikan tambahan wawasan kepada pembaca mengenai
Pengertian Bakteriostatik, Bakterisid, Antiseptic, dan Desinfektan. Sehingga
menjadi bertambah pula pengetahuan tentang hal tersebut.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran agar dapat membangun sebagai bahan masukannya
supaya makalahnya lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat, dan menambah
khazanah keilmuannya kepada kita semua Aamiin.

Bandung, 12 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang memegang peran
yang sangat besar dalam kehidupan. Bakteri sendiri memiliki manfaat bagi
kesehatan, dan tidak beerbahaya. Namun, ada beberapa bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit dan menggangu kerja sistem organ tubuh pada manusia,
bisa dengan menyerang dan menginfeksi bagian tubuh yang kemudian bakteri
tersebut akan tinggal dalam tubuh karena bakteri memiliki kemampuan untuk
tumbuh dan berkembang dalam suhu tubuh, mendapat asupan nutrisi dari tempat
tinggalnya itu sendiri, dan mengeluarkan toksin yang dapat menyebabkan
berbagai gelaja penyakit. Bakteri juga dapat tumbuh dan menyebar dengan cepat,
misalnya melalui udara, makanan, dan lainnya.
Untuk mengobati atau mencegah infeksi dari bakteri, maka digunakan
antibiotik yang dapat mengganggu pertumbuhan bakteri, baik itu membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri dalam tubuh. Antibiotik itu sendiri dihasilkan
oleh fungi dan bakteri. Antibiotik diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, yaitu
bakterisid dan bakteriostatik. Selain itu akan dibahas juga mengenai antiseptic,
dan desinfektan. Maka dalam makalah ini akan membahas perbedaan dari
keempat jenis antibakteri tersebut, obat yang digunakan, dan mekanisme kerjanya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bakteri
Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang tidak memiliki
membran inti sel dan tidak dapat dilihat secara kasat mata karena ukurannya yang
sangat kecil. Walaupun ukurannya sangat kecil, bakteri memegang peran yang
sangat besar dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memberi manfaat atau
menyebabkan penyakit (Madigan, 2009). Bakteri memiliki spesies dalam jumlah
ratusan ribu yang dapat hidup dalam berbagai kondisi dan lingkungan, seperti
gurun pasir, salju, es, atau lautan (Sri Maryati, 2007).
Seperti yang telah dikatakan bahwa bakteri dapat memberikan manfaat
maupun menyebabkan penyakit pada manusia Dalam tubuh manusia, terdapat
bakteri baik yang bekerja untuk melawan benda-benda asing yang memasuki
tubuh. Bakteri yang menyebabkan penyakit disebut dengan bakteri patogen.
Bakteri patogen dapat menyerang tubuh manusia dan juga dapat menyebar dengan
mudah karena waktu yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak
sangatlah cepat, serta kemampuan bakteri untuk hidup diberbagai kondisi
lingkungan. Di alam bebas, mikroorganisme berkumpul dalam suatu medium
untuk hidup, seperti tanah, tumbuhan, udara, kotoran hewan, sampah, hewan, dan
bahkan manusia. Bakteri akan berinteraksi dengan lingkungannya untuk dapat
hidup sehingga bakteri ditemukan ditempat yang mungkin terdapat kehidupan.
Mikroorganisme ataupun bakteri yang tinggal sementara di suatu tempat
dinamakan bakteri dengan sifat transient, sementara yang menetap beberapa
turunan dinamakan bakteri dengan sifat indignenous (Hanafiah, 2015).
Adapun beberapa factor yang memperngaruhi pertumbuhan bakteri
menurut Wibowo MS (2012), yaitu sebagai berikut:
1. Zat Gizi
Untuk dapat hidup, beraktivitas, dan berkembang, bakteri memperlukan
nutrisi, yaitu dapat berupa sumber energi dari energi cahaya (fototrof) dan
senyawa kimia (kemotrof), sumber karbon berupa karbon organik (CO₂) dan
karbon organilk (karbohidrat), sumber nitrogen dalam bentuk garam
anorganik dan organic, unsur logam, dan air untuk fungsi metabolic
pertumbuhannya.
2. pH
Bakteri dapat tumbuh di lingkungan dengan pH normal, pada bakteri patogen
pH optimalnya adlaah 7.2 – 7.6. Ketidakseimbangan pH dapat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri. (Fardiaz S, 1992).
3. Suhu
Bakteri memiliki temperature optimal untuk mereka tumbuh dengan cepat
dan tumbuh.. Dalam tubuh manusia, bakteri patogen akan tumbuh baik pada
suhu 37ºC.
4. Air
Mikroorganisme butuh air untuk hidup dan berkembang biak karena
komponen sel 70-80% nya adalah air.
5. Oksigen
Bakteri dibagi menjadi 5 kelompok berdasarkan kebutuhan oksigennya, yaitu:
a. Anaerob Obligat: tumbuh dalam keadaan tekanan oksigen rendah,
oksigen bersifat toksik
b. Anaerob Aerotoleran: tahan terhadap paparan oksigen
c. Anaerob Fakultatif: dapat tumbuh dengan dan tanpa oksigen
d. Aerob Obligat: pertumbuhannya membutuhkan oksigen
e. Bakteri Mikroaerofilik: tumbuh baik dalam keadaan tekanan oksigen
rendah dan pertumbuhannya terhambat dalam kondisi oksigen tinggi
6. Kelembapan
Kebanyakan bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air,
dan luka, beberapa contoh bakteri patogen yang mengkontaminasi makanan,
yaitu E. coli, Klebsiella pneumonia, Salmonella, Shigella, dan lainnya
(Brooks, 2010).
E. coli merupakan bakteri gram negatif yang dapat hidup di medium
sederhana. Bakteri E. coli dapat menjadi patogen berbahaya dan menyebabkan
peradangan selaput lendir apabila menyerang daerah di luar usus seperti saluran
kemih (Pelczar, 1988). Bakteri-bakteri tersebut dapat menyerang tubuh apabila
mikroorganisme seperti flora normal dalam tubuh kita tidak mampu untuk
melawan infeksi sehingga sistem pertahannya lemah dan terbentuk penyakit
(Pelczar dan chan, 1998).
Untuk mengobati infeksi akibat bakteri, dapat digunakan antibiotik, yaitu
zat kimia yang dihasilkan dari fungi dan bakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan akteri atau membunuh bakteri dengan toksisitas yang rendah bagi
manusia (Tjay dan Raharja, 2007).
2.2 Bakteriostatik dan Bakterisid
Antibiotik adalah substansi yang dapat digunakan unutk mengahadapi
organisme lain dan menghambat pertumbuhan organisme lain untuk bertahan
hidup (Pathania, 2008). Antibiotik digolongkan menjadi beberapa bagian dengan
cara klasifikasi berdasarkan sifat antibiotik, target antibiotik, dan struktur kimia
antibiotik (Setiabudi, 2005).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibitotik dibagi menjadi beberapa
kelompok menurut Stringer (2006) dan Nester dkk (2009), yaitu sebagai berikut:
a. Inhibisi sintesis dinding sel bakteri (bakterisid)
Dinding sel bakteri mengandung petidoglikan, Sehingga antibiotik bekerja
memecah dinding sel dengan menghambat enzim sintesis dinding sel atau
inaktivasi enzim, terutama menggaggu sintesis petidoglikan (Purwoko, 2007).
Contoh: golongan β-Laktam (penisilin, sefalosproin)
b. Inhibisi Sintesis Protein (bakterisid atau bakteriostatik)
Antibitoik jenis ini bekerja di ribosom dengan menggaggu tahap sintesis
protein namun tidak mengganggu kerja sel normal. Mekanisme kerja obat ini
adalah masuk ke dalam sel bakteri, mengganggu fungsi membran sel,
mengganggu sinstesis RNA, asam lemak, dan protein.
Contoh: Aminoglikosida, tetrasiklin, klindamisin, kloramfenikol
c. Hambat Sintesis Folat
Dalam tubuh manusia, asam folat adalah vitamin, sehingga tidak dapat di
produksi oleh tubuh. Sementara, bakteri tidak dapat menyerap asam folat
sehingga membutuhkan Asam Para Amino Benzoat atau PABA, pteridin, dan
glutamat untuk membuat asam folat. Maka, jalur metabolic ini dapat
digunakan sebagai target yang baik untuk kerja antibiotik.
d. Hambat sintesis asam nukleat
Menurut Hardy (2002), antibiotik yang bekerja menghambat sintesis asam
nukleat dan protein memiliki tempat kerja yang berbeda, yaitu:
1. Mempengaruhi replikasi DNA
Contoh: pleomisin, mitomisin, edeine
2. Mempengaruhi transkripsi
Contoh: kromomisin, ekonimisin, streptolidgin
3. Mempengaruhi pembentukan amnoacyl-tRNA
Contoh: borreledin
4. Mempengaruhi translasi
Contoh: kloramfenikol, streptomisin, neomisin, crytomisin
e. Hambat Jalur Metabolisme Utama
Antibiotik ini memiliki kerja yang efektif dalam membunuh mikroorganisme
karena menghambat jalur utama dari metabolisme yang merupakan tahan
paling peting dalam kehidupan.
Contoh: Sulfonamid, trimethoprim
Sulfonamid bekerja menghambat enzim esensial dalam metabolisme folat.
Obat ini digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada
saluran kemih. Kombinasi sulfonamide dan trimethoprim dapat menghambat
bakteri S. aureus, E.coli, Staphylococcus, H. influenza, Neisseria sp,
Enterobacter, Salmonella, dan Shigella (Takashi, 2003).
Bakteriostasik merupakan sifat antibiotik yang menghambat pertumbuhan
bakteri, tidak membunuh, dan bersifat sementara, dan kemampuan antibiotik tipe
bakteriostatik juga bergantung pada kemampuan tubuh untuk melawan infektor.
Yang dilakukan oleh antibiotik tipe ini adalah menghambat sintesis protein atau
mengikat ribosom (Setiabudi, 2005). Sehingga apabila diamati jumlah bakteri
yang masih ada pada suatu sampel uji yang diberikan antibiotik tipe ini
menggunakan mikroskop, maka jumlah bakteri akan tetap, tidak betambah dan
tidak berkurang karena kemampuannya yang menghambat pertumbuhan.
Antibiotik dengan sifat bakteriostatik cenderung menunjukan efek yang lebih baik
untuk pengobatan karena menghambat peningkatan jumlah bakteri, sehingga
sistem imun dalam tubuh dapat menangani infector dan bakteri baik dalam tubuh
pun tidak ikut terbunuh.
Salah satu contoh antibiotik dengan tipe kerja bakteriostatik adalah
Triclosan. Triclosan merupakan senyawa non-ionik yang memiliki aktivitas
antimikroba bakteriostatik pada konsentrasi 0.2-2%. Aktivitas antibiotik ini
termasuk spectrum luas. Antibiotik ini sering ditambahkan ke dalam sabun seperti
sabun mandi. Dalam sabun mandi terdapat surfaktan dan agen penggumpal yang
dapat menyebabkan kerusakan sel serta dapat membantu zat aktif menghambat
bakteri untuk tumbuh (Russel dan McDonnel, 2000). Triclosan mengikat sisi aktif
enzim yang berguna untuk sintesis asam lemak dan ketahanan bakteri yang
dinamakan dengan Fatty acid biosynthesis gene I (Heath, 2000).
Bakterisid adalah tipe kerja antibiotik dengan membunuh bakteri pada
dosis normal dan bersifat irreversible. Antibotik tipe ini lebih aktif di dinding sel.
Bakterisid dalam 2 fase, yaitu fase tumbuh dan fase istirahat. Pada fase tumbuh,
contoh obatrnya adalah sefalosporin, rifampisin, dan kuinolon. Sefalosporin
bekerja dengan menginhibisi sintesis dinding sel, sehingga pada fasa tumbuh
bakteri pembentukan dinding sel nya dapat dihambat sehingga bakteri akan mati
karena struktur tubuhnya yang tidak dapat terbentuk dengan sesuai. Begitu juga
dengan kuinolon yang bekerja dengan menghambat sintesis asam nukleat. Ketika
sintesis asam nukleat dihambat, maka pembentukan untai DNA pada bakteri akan
terhambat sehingga bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik. Pada fase istirahat,
contoh obatnya adalah aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, dan kotrimoksazol.
Golongan aminoglikosida bekerja dengan menghambat aktivitas pembentukan
peptide yang menybebabkan pesan mRNA terbaca salah oleh pengenal di ribosom
sehingga tidak dapat terjadi sintesis protein dan bakteri tidak dapat terbentuk
(Setiabudi, 2005).
2.3 Antiseptik
Antiseptic (germisida) merupakan bahan kimia dalam dosis normal yang
digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri di permukaan
kulit (agen topical), membrane mukosa, atau benda mati dengan cara menghambat
sistem ezim dan mengubah daya permeabilitas membran sel bakteri dengan
oksidasi, halogenasi, dan pengendapan bakteri. Antiseptic bekerja dengan merusak
lemak pada membran sel bakteri atau menghambat salah satu enzim untuk sintesis
asam lemak. Pada umumnya, antiseptic digunakan pada jaringan hidup karena
lebih aman unutk diaplikasikan (Isadiartuti, 2005).
Mekanisme kerja antiseptik bermacam-macam, menurut Siswandono
(2000) adalah sebagai berikut:
1. Inaktivasi enzim
Pada protein sel bakteri terdapat gugus nukleofil seperti gugus amino,
karboksil, hidroksil, fenol, dan tiol. Antiseptic akan mengalkilasi secara
langsung gugus nukleofil tersebut, sehingga enzim akan terinaktivasi.
Contoh: aldehid dan etilen oksida
2. Denaturasi protein
Contoh senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antiseptik alcohol dan fenol.
Mekanisme kerja senyawa fenol sebagai antiseptic adalah berinteraksi dengan
sel bakteri melalui proses absorbsi kemudian akan terbentuk kompleks
protein-fenol (kadar rendah) dan terjadi peruraian. setelah itu fenol akan
berpenetrasi ke dalam sel, menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein.
3. Mengubah daya permeabilitas membran sel
Contoh senyawa dengan aktivitas antiseptic mengubah daya permeabilitas
membran sel bakteri adalah turunan fenol. Sifat permeabilitas membran sel
lipoporetin adalah selektif, berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi
dan memelihara tekanan osmotik. Turunan fenol akan menubah daya
permeabilitasnya, apabila daya permeabilitas ditingkatkan maka akan
menyebabkan lisis dan bila diturunkan akan memudahkan berbagai jenis
substansi untuk masuk atau keluar sehingga konstituen sel esensial
mengalami kebocoran. Kedua aktivitas tersebut dapat mengakibatkan
kematian bakteri.
4. Menghambat sintesis DNA
Antiseptic dengan kerja ini kana mengikat asam nukleat dengan kuat dan
menghambat sintesis DNA sehingga kerangka mutase pada sintesis protein
mengalami perubahan. Contoh senyawanya adalah turnan trifenil. Turunan
trifenil akan berkompetisi dengan ikatan hidrogen dan terjadi blokade proses
biologis esensial untuk bakteri sehingga bakteri akan mati.
5. Pembentukan kelat
Kelat adalah senyawa hasil kombinasi senyawa lain yang mengandung gugus
elektron donor dengan ion logam, sehingga membentuk struktur cincin. Kelat
dalam setl baketi akan menggangu fungsi enzim dan menyebakan kematian
karena kadar yang tinggi dari ion-ion logam yang terbentuk. Contoh
senyawanya adalah fenol (heksaklorofen, oksikuinolin).
Mekanisme kerja antiseptic lainnya adalah mendehidrasi bakteri,
mengkoagulasi cairan sekitar bakteri, ataupun meracuni bakteri tersebut.
Kemampuan antiseptic untuk membunuh mikroorganisme secara efektif
tergantung konsentrasi antiseptic dan lamanya paparan. Dalam konsentrasi
rendah, antiseptik akan menghambat fungsi membrane bakteri, namun pada
konsentrasi tinggi antiseptic dapat berpenetrasi ke dalam sel bakteri dan
mengganggu kerja sel bakteri. Dalam pengobatan, penggunaan antiseptic
bertujuan untuk memperlambat penyebaran penyakit (Isadiartuti, 2005).
Jenis-jenis antiseptik, yaitu sebagai berikut:
1. Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida atau H₂O₂ merupakan senyawa pengoksidasi kuat
yang dapat mengoksidasi sel bakteri namun tidak merusak jaringan
dengan mengiritasi. H₂O₂ dilepaskan oleh benzoil peroksida dalam air
sehingga biasanya dapat digunakan untuk pengobatan jerawat
(Siswandono, 1995).
2. Garam merkuri
Merkuri klorida digunakan dalam antiseptik untuk cuci tangan.
3. Asam borat
Asam borat merupakan antiseptic lemah dan tidak dapat mengiritasi
jaringan (Prameswari, 2014).
4. Triclosan
5. Alkohol
2.4 Desinfektan
Desinfektan adalah susbtansi kimia dengan sifat bakteriostatik dan
bakterisid yang untuk membunuh bakteri patogen. Desinfektan sering digunakan
pada benda mati untuk mencegah infeksi dari mikroorganisme. (Lud Waluyo,
2005).
Menurut Pelcjar (1986), ciri-ciri desinfektan yang ideal, yaitu:
a. memiliki aktivitas antimikroba
b. substansi harus bisa larut dalam air atau pelarut lain untuk digunakan
secara efektif
c. stabil dalam penyimpanan, aktivitas antimikroba tidak hilang
d. tidak toksik
e. dapat menimbulkan bau yang sedap dan menghilangkan bau tak sedap
f. ekonomis
g. homogeny
h. aktivitas antimikroba pada suhu ruangan atau tubuh
i. dapat menembus permukaan
j. tidak menyebabkan karat dan menimbulkan warna yang seharusnya
tidak ada
k. tidak bereaksi dengan bahan organic
Dalam memilih desinfektan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan menruut
Dinah (2005) dan Pelcjar (1986), yaitu:
a. dapat membunuh jasad renik (mikrosidal)
b. dapat menghambat pertumbuhan jasad renik
c. konsentrasi
semakin tinggi konsentrasi, semakin cepat bakteri terhambat atau terbunuh
d. jumlah mikroorganisme mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk
membunuh populasi
e. pH
dalam pH asam, mikroorganisme dapat dibasmi dalam waktu singkat
Selain itu, adapula penggolongan desinfektan menurut Siswandono (1995) dan
Harper (1984), yaitu:
a. senyawa halogen
unsur halogen yang sering digunakan untuk desinfektan adalah klor dan
iodium. Iodium biasanya digunakan untuk desinfeksi kulit sebelum bedah
atau luka, dan sanitasi instrumen. Sementara klor biasanya digunakan
untuk desinfeksi air kolam renang, atau lantai.
b. Turunan fenol
Fenol memiliki efek antiseptic dan desinfektan. Aktivitas mikrobanya
berupa bakterisid. Senyawa ini digunakan dalam sabun atau deterjen,
menyebabkan isi sel bakteri keluar dengan aktivitas merusak lipid
membrane plasma mikroorganisme.
c. Turunan aldehid
Contoh senyawanya adalah larutan formaldehid yang memiliki aktivitas
antibakteri yang lambat dengan mekanismekerja denaturasi protein.
Biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat atau membersihkan alat.
d. Turunan alcohol
Alcohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dengan sifat
kerja bakterisid pada kadar 70% dan fungisid. Biasanya digunakan sebagai
antiseptic kulit dan pengawet.
e. Senyawa pengoksidasi
Contoh senyawanya adalah hidrogen peroksida. Hydrogen peroksida dapat
menghasilkan oksigen sebagai antiseptic dari hasil penguraian oleh enzim
katalase. Kerjanya singkat dan relatif lemah. Biasanya digunakan untuk
mencuci luka dan menghilangkan bau badan.
Mekanisme kerja desinfektan tidak jauh berbeda dengan antiseptik dan
antimikroba, menurut Tan & Kirana (2002) kerja desinfektan dibagi berdasarkan
prosesnya, yaitu:
1. Merusak dinding sel
2. Mengubah permeabilitas sel
3. Merubah molekul protein dan asam nukleat
4. Menghambat kerja enzim
5. Menghambat sintesis asam nukleat dan protein
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Antibiotik, antiseptik, dan desinfektan memiliki mekanisme kerja yang hampir
sama. Namun, yang membedakan adalah penggunaanya. Antibiotik digunakan
untuk dalam tubuh, antiseptic untuk permukaan tubuh dan membrane mukosa,
sementara desinfektan pada umumnya digunakan unuk benda mati. Untuk
antibiotik sendiri, terdapat 2 tipe kerja yaitu bakterisid dan bakteriostatik.
Bakterisid bekerja dengan menyebabkan kematian pada mikroba sementara
bakteriostatik menghambat petumbuhan bakteri dalam dosis normal dan
menyebabkan gangguan pada fungsi normal. Pada dosis tinggi, beberapa
antibiotika bakteriostatik dapat bekerja sebagai bakterisid.
DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. (2003). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.


Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pengolahan Pangun Lanjut. Bogor: PAU Pangan
dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Hardy, P.Simon. (2002). Human Microbiology. London
Hanafiah, A. L. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Isadiartuti, D. dan S. Retno. (2005). Uji Efektifitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan
yang Mengandung Etanol dan Triklosan. Surabaya: Majalah Farmasi
Airlangga
Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Lim, D. (1998) Microbiology 2nd Edition. United of States America: McGraw Hill.
Maryati. (2007). Serapan Nitrogen dan Fosfor Tanaman Bunga Matahari yang di
Pupuk Urea dan SP-36 pada Tanah Ultisol. Jurnal Agrista, -
Mc Evoy, G.K., J.L. Miller, J. Shick and E.D. Milikan. (2002) AHFS Drug
Information. USA: American Society of Health
Nester, E. W., Anderson, D. G., Roberts, C. E., & Nester, M. T. (2009).
Microbiology A Human Perspective (6th Edition ed.). New York:
McGraw-Hill
Pelczar, M., E.C.S. Chan. (2005) Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Pratiwi, S.T., (2008) Mikrobiologi farmasi. Jakarta : Erlangga
Purwoko, Tjahjadi. (2007). Fisiologi Mikroba. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Setiabudi, R. (2007) Pengantar Antimikroba, dalam Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Stringer, J. L. (2006). Basic Concepts in Pharmacology. New York: McGraw Hill.
Siswandono dan Soekardjo, B., (2000) Kimia Medisinal, Edisi Kedua. Surabaya:
Airlangga University Press
Braga, L. C., Leite, A. A. M., Xavier, K. G. S., Takahashi, J. A., Bemquerer, M. P.,
Chartone-Souza, E., et al., (2005) Synergic Interaction Between
Pomegranate Extract and Antibiotics Against Staphylococcus aureus, Can.
J. Microbiol. -
Tjay, Tann Hoan., Rahardja, Kirana. (2008) Obat-Obat Penting. Jakarta: Penerbit
Elexmedia Komputindo.
Wibowo, MS. (2012). Pertumbuhan dan Kontrol Bakteri. Yogyakarta: Gajah.
Mada. University.

Anda mungkin juga menyukai