Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

TENTANG MEAT BORNE DISEASE

NAMA : AMINUDDIN SYARAM PARTAMA

NIM : 611.17.010

KELAS : 5.A

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillahi kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing kami drh. Alfiana Laili Dwi
Agustin M. Si yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini
bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Mataram, 7 Desember 2019

ii
Daftar isi
Cover ........................................................................................................................................... i
Kata pengantar............................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang....................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah .............................................................................................................2
3. Tujuan .................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Meat borne disease ...........................................................................................3
2. Penyebab terjadinya Meat borne disease ............................................................................3
3. Pencegahan dan Penaggulangan Meat borne disease .........................................................3
Contoh tentang meat borne disease
4. Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Sampel Daging .......................................................4
5. Kualitas Mikrobiologis Daging Unggas di RPA dan yang Beredar di Pasaran ................5
6. Identifikasi Kontaminasi Bakteri Coliform Pada Daging Sapi Segar Yang Dijual di Pasar
Sekitar Kota Bandar Lampung ..........................................................................................7

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan .........................................................................................................................9
2. Daftar Pustaka ..................................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Daging merupakan salah satu bahan makanan hasil peternakan yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi, protein, dimana protein daging mengandung asam
amino lengkap (Zulaekah, 2002). Kualitas daging yang baik dilihat dari segi warna daging,
kenampakan, bau, tingkat elastisitas dan kadar air atau tingkat kebasahan daging jika
dipegang (Astawan, 2008). Produk hasil ternak mempunyai resiko tinggi terhadap
kontaminasi bakteri sehingga diperlukan adanya penanganan yang baik untuk
memperpanjang masa simpan daging (Rahayu, 2006). Menurut Harsojo dkk. (2005), daging
segar yang tidak langsung diolah akan cepat mengalami pembusukan karena adanya aktivitas
bakteri. Purwani dkk. (2008), behasil mengisolasi beberapa bakteri yang terdapat pada
daging sapi segar yaitu Acinetobacter calcoaciticus, E. coli, Salmonella, Pseudomonas
aeruginosa, Bacillus alvei, Bacillus cereus dan Staphylococcus sp.

Proses pengawetan harus dilakukan secara aman tanpa menurunkan kualitas daging.
pengawetan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging sebelum dikonsumsi.
Metode pengawetan ada tiga yaitu secara fisik, bologi, dan kimia. Pengawetan secara fisik
dengan cara pelayuan (penirisan darah selama 12-24 jam setelah disembelih), pemanasan,
dan pendinginan. Pengawetan secara biologi menggunakan mikroba yang menghasilkan zat
antibakteri sedangkan pengawetan secara kimia dibedakan menjadi pengawetan dari bahan
aktif alamiah dan bahan kimia (garam dapur sodium nitrit, sodium asetat, dll) (Salim, 2013).
Salah satu usaha untuk melakukan pengawetan daging sapi yaitu secara alami menggunakan
daun jati. Secara tradisional biasanya daun jati digunakan sebagai pembungkus tempe, jajan
pasar dan pembungkus makanan lainnya.

Hapsari (2010) menyatakan bahwa bahan-bahan alami memiliki aktivitas menghambat


mikroba yang disebabkan oleh komponen tertentu yang ada didalamnya. Berdasarkan hasil
uji fitokimia Purushotham et al. (2010), daun jati terdapat flavonoid, alkaloid, tanin,
napthaquinones dan antrakuinon yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau sebagai
antibakteri. Hasil penelitian Purwani dan Muwakhidah (2008) menyatakan bahwa masa
simpan daging berdasarkan total mikrobia pada perlakuan dengan jahe, laos, kunyit, beluntas
dan kluwak dengan dosis 15% pada hari ke-0 maupun hari ke-1 (24 jam), jumlahnya lebih
kecil dibandingkan kontrol.

1
2. Rumusan masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Meat borne disease?

b. Apa saja penyebab terjadinya Meat Borne disease?

c. Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi Meat Borne disease?

3. Tujuan

a. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Meat borne disease?

b. Mengetahui Apa saja penyebab terjadinya Meat Borne disease?

c. Mengetahui Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi Meat Borne disease?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Meat borne disease

Meat borne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan
yang telah tercemar agen penyakit atau makanan yang terdapat bahan racun

2. Penyebab terjadinya Meat borne disease

1. Cacing ( fasciolosis )

2. Trichinosis

3. Cysticerosis

4. Bakteri

5. Virus dll

3. Pencegahan dan penanggulangan Meat borne disease

Guna menjegah terjadinya meat borne disease dianjurkan untuk mengafkirkan organ
contohnya organ hati pada sapi yang terkena fasciolosis agar tidak dikonsumsi oleh
masyarakat.

3
Contoh Meat borne disease pada jurnal

Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Sampel Daging

Bakteri yang biasa mencemari daging seperti Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, dan Salmonellasp. yang akan mempengaruhi kesehatan konsumenapabila dikonsumsi,
sehingga perlu penanganan khusus secara higienis dan sanitasi yang baik untuk menghindari
kontaminasi pada daging selama proses perlakuan(5).Adanya bakteri Escherichia colipada
daging menunjukkan adanya sanitasi yang tidak baik dalam pengelolaanmakanan. Bakteri
tersebut menyebabkan kerusakan pada daging seperti timbulnya bau dan lendir. Higiene tentang
pengolahan daging dan perlakukan daging sangat penting karena Escherichia colidapat berasal
dari mananapun, salah satunya karena air yang digunakan(6).Oleh karenanya masyarakat perlu
memperhatikan kebersihan dan sanitasi yang berada di lingkungan sekitar. Peralatan yang
digunakan dalam pengolahan daging harus dijaga kebersihannya. Begitu pula makanan yang
dimakan terutama daging harus dimasak hingga matang sebelum pada akhirnya dikonsumsi. Jika
daging yang terkontaminasibakteri Escherichia colitetap dikonsumsi maka akan bisa
menyebabkan penyakit terutama penyakit saluran pencernaan.
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coliadalah
diare.Escherichia colimerupakan salah satu penyebab penyakit diare yang sangat mudah
penyebarannya baik secara langsung maupun tidak langsung(7). Diare merupakan penyakit
gangguan buang air besar (BAB) cair yang lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi
tinja cair dan dapat disertai darah atau lendir. Di Indosenia, penyakit diare termasuk penyakit
endemis dan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) dan sering disertai dengan kematian.
Data Kementerian Kesehatan RI,Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di tahun 2016 terjadi pada3
provinsi(NTT, Jawa tengah, sumatera Utara) dengan 3 kabupaten (Kupang, Porworejo, Binjai),
dengan jumlah penderita 198 orang dan kematian 6 orang atau Case Fatality Rate (CFR)
mencapai 3,04%. Hal ini berarti kematian yang disebabkan diare masih cukup tinggi
(>1%)(8).Sementara tahun 2017 Kejadian Luar Biasa (KLB)diare terjadi 21 kali yang tersebar di
12 provinsi dengan 17 kabupaten/kota. Adapun Kabupaten Polewali Mandar, Pohuwato,
Lampung Tengah dan Merauke masing-masing terjadi 2 kali KLB. Jumlah penderita di tahun
2017 ini mencapai 1.725 orang dengan kematian 34 orang (CFR 1,97%). Hal ini juga
menunjukkan kematian dengan penyebab diare masih cukup tinggi (>1%)(9).
Escherichia colisendiri dapat menyebabkan diare akut, diare akut ini dapat terjadi jika
terdapat strain atau varian dari bakteri tersebut, seperti Escherichia coliyang mampu
menghasilkan verotoksigenik dan enterohemoragik akan mengakibatkan kerusakan sel endotelial
yang berakibat pada diare berdarahdan menyebabkan kematian(10). Disamping itu bakteri
Escherichia colimampu merusak dinding pembuluh darah. Jika sel tubuh sudah teracuni bakteri
ini, maka sintesis protein pada sel tersebut akan terhenti. Demikian pula bila sudah terserap usus,

4
racun bakteri akan masuk ke dalam aliran darah. Hingga akhirnya merusak sel dinding pembuluh
darah dan akan merusaknya.
Besarnya penyebaran penyakit diare khususnya di Indonesia, hal ini menunjukkan
penyebaran bakteri Escherichia coli yang masih cukup tinggi. Salah satu penyebabnya adalah
personal higiene pada penjamah makanan. Jauh sebelum suatu makanan berada di tangan
konsumen, maka makanan tersebut akan melewati proses penjualan seperti halnya daging di
pasar. Penjual ataupun penjamah daging ini perlu memperhatikan kebersihan peralatan untuk
mengolah daging. Sebab peralatan yang kotor dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri
Escherichia colike daging. Demikian pula kebersihan tangan penjamah, apabila tidak terpelihara
akan dapat menyebabkan bakteri berpindah dari tangan ke daging tersebut.Oleh karena itu,
dengan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kontaminasibakteri Escherichia colipada sampel daging.

Kualitas Mikrobiologis Daging Unggas di RPA dan yang Beredar di Pasaran

Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk
kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah
beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh
sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food). Beberapa
penyakit hewan yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada
manusia) dapat ditularkan melalui daging (meat-borne disease). Selain itu, daging juga dapat
mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida atau zat-zat
berbahaya lain, sehingga daging juga dikategorikan sebagai pangan yang berpotensi berbahaya
bagi kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF). Agar daging tetap bermutu baik,
aman dan layak untuk dikonsumsi, maka perlu penanganan daging yang aman dan baik mulai
dari peternakan sampai dikonsumsi. Konsep tersebut dikenal sebagai safe from farm to table
concepts.

Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai
penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan
disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat
terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran
jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan
berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Oleh sebab itu,
penerapan sistem jaminan

5
mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau dapat dikatakan pula sebagai
penerapan sistem product safety pada RPH. Aspek yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut
adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan kesejahteraan hewan.

Aspek Mikrobiologis Daging ayam

Bahan mentah asal unggas seringkali terkontaminasi oleh mikroba patogen penyebab foodborne
diseases seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfrigens, dan Campylobacter
fetus subs jejuni dan Yersiniea enterocolitica. Menurut Quinn et al. (2002), foodborne diseases
yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu infeksi
makanan dan keracunana makanan. Infeksi makanan terjadi karena mengkonsumsi makanan
yang mengandung organisme hidup yang mampu berkembang biak di dalam usus, dan
menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi

Salmonella. Keracunanan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup


melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresikan ke dalam makanan.
Organisme penghasil toksin tersebut mati setelah pembentukan toksin dalam makanan.
Organisme yang menyebabkan keracunanan makanan meliputi S. areus, C botulinum, dan
Bacillus cereus.
Kontaminasi selanjutnya terjadi melalui permukaan daging selama proses mempersiapkan
daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku,
pemotongan karkas, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan,
dan pemasarannya (Soeparno 1992).
Proses pengeluaran jeroan memberikan banyak kesempatan vagi kontaminasi bakteri baik dari
usus maupun dari feses yang dapat dipindahkan dari karkas ke karkas, melalui pisau, kapak, dan
tangan pekerja. Kontaminasi tidak hanya terdapat pada bagian luar karkas, tetapi juga permukaan
rongga karkas (Dirjennak 1992).

Jenis Cemaran Mikroba Daging Unggas Total Mikroba

Bahan pangan seperti daging ayam dapat bertindak sebagai substrat untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan spesies mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit bagi manusia
yang memakannya. Penyakit yang ditimbulkannya terbagi menjadi dua kelompok yaitu infeksi
dan intoksikasi (keracunan). Infeksi merupakan tertelannya mikroba dan mikroba tersebut
berkembang biak dalam alat pencernaan. Gejala-gejala yang timbul ditandai dengan sakit perut,
pusing, muntah dan diare (Buckle et al. 1987). Sekitar 70% penyakit diare dianggap disebabkan
oleh makanan yang mengandung penyakit (Winarno 2004). Kelompok kedua adalah intoksikasi
(keracunan). Intoksikasi merupakan tertelannya racun yang dihasilkan terlebih dahulu oleh
pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan. Data statistik di Inggris, Amerika Serikat, dan

6
Australia menunjukkan bahwa kira-kira 70% dari wabah keracunan karena bahan pangan
dihubungkan dengan konsumsi produk daging dan ayam (Buckle et al., 1987).

Identifikasi Kontaminasi Bakteri Coliform Pada Daging Sapi Segar Yang Dijual
Di Pasar Sekitar Kota Bandar Lampung

Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan permasalahan


kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai. Di seluruh dunia terdapat jutaan orang, khususnya
bayi dan anak-anak, yang menderita dan meninggal dunia setiap tahunnya akibat penyakit yang
ditularkan melalui makanan tersebut. Setiap tahun, terdapat sekitar 1500 juta kejadian diare pada
balita dan diperkirakan 70% kasus penyakit diare terjadi karena makanan yang terkontaminasi
(Motarjemi dkk, 2006).
Kontaminasi bakteri pada makanan dapat terjadi pada bahan makanan, air, wadah
makanan, tangan penyaji ataupun pada makanan yang sudah siap disajikan. Seperti pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh Djaja (2003), kontaminasi pada bahan makanan sebanyak 40,0%,
kontaminasi air sebanyak 12,9%, kontaminasi makanan matang 7,5%, kontaminasi pewadahan
makanan 16,9%, kontaminasi tangan 12,5%, dan kontaminasi makanan disajikan 12,2%. Hal
tersebut menunjukkan kontaminasi paling banyak terdapat pada bahan makanan.
Daging merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri Coliform. Jenis
Enterobacter dengan Eschericia dan Klebsiella disebut kelompok bakteri Coliform yang
merupakan indikator dalam sanitasi. Bakteri Coliform dalam jumlah tertentu dapat menjadi
indikator suatu kondisi yang bahaya dan adanya kontaminasi bakteri patogen (Balia dkk, 2011).
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01–6366–2000 merekomendasikan batas maksimal
cemaran bakteri Coliform pada daging segar yaitu 1 X 102 CFU/gram dan E.coli yaitu 5 X 101
MPN/100ml. Namun pada pengambilan sampel yang dilakukan tahun 2007 di pasar Arengka
Pekanbaru didapat total koloni melebihi batas maksimal yang direkomendasikan (Hafriyanti dkk,
2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rahimma (2012), 100 % daging sapi di kota Padang
terkontaminasi bakteri melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM). Pasar sebagai
tempat terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli yang menyediakan kebutuhan pokok
terbagi menjadi pasar modern dan pasar tradisional. Ada perbedaan mencolok dari kedua jenis
pasar ini terutama dari segi kebersihan. Pasar tradisional selama ini identik dengan tempat yang
kumuh, kotor dan sembraut (Toya, 2012). Terutama di bagian pasar yang menjual daging,
banyak lalat yang beterbangan dengan lantai yang becek dan kotor. Berdasarkan data-data
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kontaminasi Coliform pada daging
sapi segar yang di jual di pasar di Bandar Lampung.

Kontaminasi bakteri tersebut dapat melalui tangan penjual, pemotongan yang tidak higien
sehingga bakteri dari alat pemotong dapat berpindah ke daging, dari kemasan yang kurang steril,
dari air yang digunakan untuk membersihkan daging atau alat pemotong yang kemungkinan

7
sudah tercemar dan dari daging itu sendiri karena habitat dari bakteri Coliform ini adalah di usus
hewan, serta banyak penyebab lainnya.

Bakteri golongan Coliform yang mengkontaminasi terlihat lebih banyak E.coli, yaitu
mengkontaminasi 8 sampel. Hal ini disebabkan karena E.coli merupakan bakteri Coliform yang
paling banyak dan sering terdapat dibandingkan dengan flora normal usus lainnya. Seperti
Klebsiella sp yang terdapat pada saluran napas dan feses sekitar 5% individu normal (Brooks,
2007). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Balia dkk (2011), dari sampel daging yang diambil
di hypermarket di Bandung, seluruh sampel mengalami kontaminasi oleh bakteri Coliform.
Bakteri Coliform yang mengkontaminasi pun sebagian besar E.coli. Namun selain E.coli bakteri
yang terdapat adalah Enterobacter aerogenes.

Bila terjadi infeksi yang penting secara klinis, biasanya disebabkan oleh E.coli. Walaupun begitu
bakteri-bakteri Coliform lain seperti Klebsiella sp, Proteus sp dan Citrobacter juga dapat
menyebabkan penyakit nosokomial, yaitu penyakit yang didapatkan di rumah sakit. Bakteri-
bakteri ini dapat menjadi bersifat patogen apabila berada di luar habitat aslinya, atau ditempat
yang jarang terdapat flora normal. Seperti di saluran kemih, saluran empedu dan tempat lain di
rongga abdomen. Beberapa bakteri Coliform lainnya, seperti Salmonella sp dan Shigella sp
bersifat pathogen apabila termakan.

E.coli yang merupakan bakteri indikator pencemaran feses pada makanan dan air minum, dapat
menyebabkan infeksi ekstraintestinal maupun intraintestinal. Infeksi ekstraintestinal yang dapat
disebabkan oleh E.coli seperti kolesistitis, apendisitis, peritonitis ataupun infeksi pada luka.
Sedangkan untuk infeksi intraintestinal biasanya disebabkan oleh E.coli patogen seperti E.coli
enteropatogenik dan E.coli enterotoksigenik sebagainya yang dapat menyebabkan diare.

Untuk bakteri Coliform lain, seperti Proteus sp, Klebsiella sp, dan Citrobacter, infeksi yang
disebabkannya bersifat oportunistik, atau saat daya tahan tubuh dari host sedang mengalami
penurunan. Klebsiella sp dapat menyebabkan infeksi nosokomial dan dapat menyerang saluran
napas serta saluran kemih. Proteus sp dan Citrobacter dapat menginfeksi ketika keluar dari
saluran cerna, dan biasanya menginfeksi saluran kemih.

Namun daging sapi ini tetap dapat dikonsumsi dengan aman, dengan penanganan yang tepat.
Yaitu dengan menjaga higienitas ketika menangani daging, seperti selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah menyentuh daging, serta memasaknya hingga benar-benar matang merata.
Karena bakteri dapat mati dengan pemanasan diatas 60oC.

8
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Meat borne disease merupakan penyakit yang dihantarkan melalui pangan atau
sering disebut penyakit akibat pangan, disebabkan oleh daging yang sudah
terkontaminasi.

b. Meat borne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi


makanan yang telah tercemar agen penyakit atau makanan yang terdapat bahan
racun.

9
DAFTAR PUSTKA

Siagian A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. Universitas Sumatera Utara (USU-
press), Medan.

Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease.
2121 Steve Avenue, Ames, Iowa: Blackwell Publishing.

Rafika, N., 2017. Tingkat Cemaran Bakteri Escherichia coli Pada Daging Ayam Yang Dijual Dipasar Tradisional
Makassar (Skripsi). Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.

Zakki, G.., 2015. Pengetahuan Dan Perilaku Preventif Terhadap Bakteri E.coli Pada Masyarakat Kecamatan
Gondomanandi Kota Yogyakarta (Skripsi). Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Romanda F, Risanti ED, Kedokteran F, Muhammadiyah U. Hubungan Personal Hygiene Dengan Keberadaan
Escherichia coli Pada Makanan di Tempat Pengolahan Makanan ( TPM ) Buffer Area Bandara Adi Soemarmo
Surakarta. Biomedika. 2016;8:41-6.

10

Anda mungkin juga menyukai