Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TOKSIKOLOGI

“STUDI KASUS KERACUNAN MAKANAN KALENG”

DOSEN PEMBIMBING
Farizah Fauziah, M.Si., Apt

Disusun oleh : Resi meidiana saimona


NIM : 482011805082

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SITI KHADIJAH
JURUSAN FARMASI
PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2019-2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya Sehingga dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah pengantar toksikologi , dengan judul ‘Studi kasus
keracunan pada makanan kaleng’.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Palembang, 14 juli 2020


Daftar Isi

HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ……....................................................…...............……….……….... ii
DAFTAR ISI ………………………………………....................................…...............…... iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................i
 A. Latar Belakang........................................................................................................1
 B. Tujuan...................……………………......................................................…........2
BAB II Kajian Pustaka.........................................................................................................4
 A. Pengertian Keracunan Makanan.......................................….............….……........5
 B. Kandungan dalam makanan berkaleng............. .......………...................………...6
 C. Tanda-tanda atau Gejala Keracunan makanan.......................................................7
 D Penatalaksanaan......................................................................................................8
E Pencegahan..............................................................................................................8
BAB III PEMBAHASAN …...............................................................………….................9
 A. Studi Kasus Keracunan makanan...........................................................................9
 B. Gejala yang ditimbulkan botulium ………...........................................….............9
 C. Mekanisme Toksisitas Botulinum..........................................................................10
Penatalaksanaan Keracunan
 D. Pengobatan dan pencegahan..................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA …………………………………......................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

I.1.       LATAR BELAKANG

Secara umum keracunan makanan dapat terjadi apabila di dalam makanan terdapat racun (toksin),
baik kimiawi maupun intoksikasi. Sumbernya beragam. Bisa dari racun jaringan tanaman, racun
jaringan hewan, dan racun dari mikroorganisme. Jelasnya, keracunan makanan dapat disebabkan oleh
adanya racun dari mikroorganisme yang mengontaminasi makanan, racun alamiah yang terdapat
dalam jaringan hewan atau tanaman, dan dari bahan kimia beracun yang terdapat dalam makanan.

Keracunan makanan secara biologis disebabkan mengonsumsi bahan makanan (tanaman) yang
mengandung substansi beracun. Ada beberapa spesies jamur beracun, seperti Amanita
phalloides danA.virosa, yang dapat menyebabkan kematian. Kasus ini pernah terjadi di daerah
Tasikmalaya, ketika seorang kakek yang memakan sup jamur kemudian meninggal dunia.

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah keracunan makanan adalah dengan menggunakan
standar higienis yang ketat. Secara estetika, makanan yang baik adalah makanan yang jika disiapkan
harus dalam kondisi higienis. Tujuan higienitas makanan adalah untuk mencegah makanan
terkontaminasi mikroba penyebab keracunan makanan dan mencegah perbanyakan mikroba penyebab
keracunan pada makanan.

I.2. TUJUAN

1. Mengetahui penyebab dari keracunan makanan kaleng yang terjadi dimasyarakat.


2. Mengetahui efek atau dampak yang ditimbulkan dari keracunan makanan kaleng.
3. Mengetahui mekanisme toksisitas dari senyawa penyebab keracuan.
4. Mengetahui cara penatalaksanaan keracunan.

 
BAB II

         KAJIAN PUSTAKA

           A. Keracunan makanan adalah sebuah peristiwa dimana seseorang telah mengkonsumi suatu
makanan yang tercemar oleh racun. Keracunan dapat  disebut sebagai penyakit bawaan makanan.
Racun yang muncul dapat terjadi karena memang makanannya yang mengandung bahan beracun atau
tercemar kontaminasi racun dari luar. (Ridwanaz, 2012).

Keracunan makanan adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus, dan parasit. Selain itu bisa karena racun
yang mereka keluarkan di makanan. Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau
dimasak dengan tidak benar.

Keracunan makanan kaleng adalah kondisi dimana bila seseorang mengalami gangguan kesehatan
setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri atau racun yang dihasilkan oleh bakteri
penyakit.

Keracunan makanan adalah timbulnya penyakit yang terjadi setelah mengkonsumsi makanan yang
mengandung racun, bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakter. Pada
dasarnya racun tersebut merusak semua organ tubuh manusia, tetapi paling sering terganggu adalah
sistem pencernaan dan persyarafan.( arisman, 2008).

B. Kandungan Zat Makanan Kaleng

Berikut adalah beberapa zat yang terkandung dalam makanan kaleng (Kompas, 2014).

1. Botulinum

Makanan  kaleng harus diwaspadai akan tumbuhnya bakteri clostridium botulinum yang dapat
menyebabkan keracunan. Bakteri ini menghasilkan racun botulin yang jika tertelan bersama makanan
akan penyebab keracunan karena bakteri bersifat obligat anaerob, pembentuk spora, Gram positif.
Botulin bersifat neurotoksin, dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Toksin botulin tidak
tahan pemanasan, untuk inaktivasi toksin tipe A perlu 5 – 6 menit pada 80 oC dan Tipe B 15 menit
pada 90 oC. Untuk menghindari keracunan botulism, makanan kaleng yang potensial mengandung
botulin sebaiknya didihkan selama 15 menit sebelum dikonsumsi.

2. Nitrat

Zat ini biasa digunakan untuk mempertahankan warna dan aroma pada daging, ikan, berserta produk
olahannya. Penelitian Harvard pada tahun 2010 membuktikan 1,8 ounce asupan daging olahan per
hari dapat meningkatkan risiko serangan jantung hingga 42 persen dan penyakit diabetes tipe 2 hingga
19 persen. Pada riset ini menggunakan hewan, peneliti membuktikan nitrat mengakibatkan pengerasan
pembuluh darah dan menurunkan toleransi pada gula. Menurut American Cancer Society, nitrat juga
diketahui sebagai penyebab kanker pada hewan. Meski begitu, dampak buruk belum diketahui pasti
apakah juga terjadi pada manusia.

Guna menurunkan risiko terkena penyakit tersebut, sebaiknya hindari terlalu sering mengkonsumsi
daging olahan seperti sosis, bacon, burger dan sejenisnya. Peneliti Harvard menyarankan, batasi
konsumsi daging olahan cukup sekali seminggu untuk meminimalkan risiko.

3. Merkuri
Ketakutan pada merkuri menyebabkan banyak orang menolak konsumsi ikan laut. Padahal dengan
kandungan asam lemak omega 3, hidangan ikan tidak layak dilewatkan.
Pemerintah Amerika bahkan mengeluarkan peringatan pada kelompok berisiko, misalnya wanita
hamil, menyusui, dan anak, untuk menghindari beberapa jenis ikan dengan kadar merkuri tinggi.

Keracunan merkuri mengakibatkan kebingungan, minim koordinasi gerakan, berkunang-kunang,


lemah otot, dan mengganggu perkembangan saraf pada anak. Environmental Protection Agency
(EPA) memperingatkan, “Derajat paparan merkuri bergantung pada jumlah dan jenis ikan yang
dimakan. Kunci penting kesehatan per individu bergantung pada pola konsumsinya masing-masing.”

4. Bisphenol A (BPA)

BPA ditemukan dalam makanan kaleng dan berwadah plastik. Biasanya orang terkespos BPA melalui
pola makan. BPA bisa bercampur pada makanan dan minuman, saat wadah tersebut dipanaskan.

Menurut National Institute of Environmental Health Sciences, BPA merupakan pengganggu endokrin
dan berperan penting dalam mengganggu keseimbangan hormon, hingga menyebabkan kanker
payudara dan prostat. BPA juga berperan dalam jumlah sperma yang rendah, masalah tingkah laku,
obesitas, diabetes tipe 2, dan daya tahan tubuh yang lemah.

Menurut toksikologis Patricia Rosen, BPA menimbulkan ancaman kecil dalam jumlah sedikit. Namun
paparan yang terus menerus akan meningkatkan faktor risiko. Sebagai pencegahan, Rosen
menyarankan untuk membatasi konsumsi makanan kalengan dan tidak memanaskan hidangan dalam
wadah plastik.

5. Arsenik

Di Amerika, arsenik ditemukan secara alami dalam air tanah. Ketika arsenik anorganik dalam jumlah
cukup besar masuk ke dalam air atau tanah pertanian, maka air yang diminum dan tanaman yang
dihasilkan berbahaya bila dikonsumsi. Menurut juru bicara American Academy of Nutrition and
Dietetics, Heather Mangieri, arsenik dalam air sejauh ini belum menimbulkan masalah. Biasanya
arsenik juga terbawa pada makanan atau minuman dan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak
dan waktu lama ia dapat menyebabkan kanker

6. Pewarna buatan

Riset yang dipublikasikan The Lancet pada November 2007 menemukan adanya “efek yang
merugikan” pada anak usia 3, 8, dan 9 tahun dari minuman serta makanan yang menggunakan
pewarna buatan. Riset yang dilakukan peneliti asal Southampton University ini menemukan,
kecanduan pewarna buatan meningkatkan hiperaktivitas pada anak. Sebuah meta-analysis yang
diterbitkan  American Academy of Child and Adolescent Psychology pada Januari 2012 juga
menemukan adanya hubungan, antara pewarna buatan dengan ADHD (attention deficit hyperactivity
disorder).  Riset tersebut memperkirakan 8 persen anak dengan ADHD memiliki gejala yang
berhubungan dengan pewarna makanan.

7. Pemanis buatan

Sama seperti pewarna buatan, pemanis buatan ini mengandung aneka bahan berbahaya seperti
aspartame, sucralose, saccharin, dan acesulfame potassium yang bisa mempengaruhi kesehatan.

8. BHA
BHA atau juga disebut Butylated hydroxyanisole biasa digunakan untuk menstabilkan rasa dan
membuatnya lebih awet. Environmental Working Group mengategorikan bahan ini sebagai bahan
yang sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan kanker.

C. Tanda dan Gejala Keracunan Makanan Kaleng

Tanda dan gejala keracunan makanan kaleng

1. Gejala dimulai 18-24 jam setelah makan makanan beracun.


2. Gangguan penglihatan (inkoordinasi otot-otot mata, penglihatan ganda)
3. Ketidak mampuan menelan
4. Kesulitan bicara
5. Tanda-tanda paralisis bulber (bulber paralisis)
6. Berjalan progresif.
7. Kematian karena paralisis pernafasan atau berhentinya jantung
8. Gejala GIT tidak menonjol
9. Tidak ada demam
10. Lelah, lesu, dan vertigo
11. Mulut kering, mata sayu
12. Diare, nyeri perut,
13. Komplikasi keracunan makanan kaleng menurut Ary tahun  2014
14. Tingkat Kesadaran pasien

Tingkat Kesadaran merupakan petunjuk penting untuk mengetahui beratnya keracunan yang dialami
oleh penderita. Derajat tingkat keracunan didalam toksikologi dibagi dalam beberapa tingkat
berdasarkan kesadaran pasien :

 Keracunan Tingkat 1         : Penderita mengantuk tetapi masih sadar dan mudah di ajak
berbicara
 Keracunan Tingkat 2         : Penderita dalam keadaan sopor, tetapi dapat dibangunkan dengan
rangsangan minimal seperti panggilan atau digoyangkan lengannya.
 Keracunan Tingkat 3         : Penderita dalam keadaan soporkoma dan hanya bereaksi terhadap
rangsangan maksimal seperti dengan menggosok tulang dada dengan keras menggunakan kepalan
tangan.
 Keracunan Tingkat 4         : Penderita dalam keadaan koma dan tidak ada reaksi sedikitpun
terhadap rangsangan seperti diatas. ini merupakan tingkat yang lebih parah dan mengancam
keselamatan jiwa.

2. Gejala Respirasi penderita keracunan/apneu

Pada banyak kasus keracunan seringkali adanya hambatan pada jalan nafas yang dapat menyebabkan
kematian, ini merupakan hal yang wajib dan salah satu cara menolong orang keracunan yaitu dengan
memastikan jalan nafas tetap terbuka dan bersihkan/ keluarkan / bebaskan jalan nafas nya jika
memang ada hambatan.

3. Tekanan darah dan jantung/henti jantung

Syok terjadi karena depresi dan berkurangnya curah jantung dan terkadang berhentinya denyut
jantung

4. Sebagian penderita keracunan mengalami kejang


Kejang ini merupakan pertanda terhadap adanya respon dari SSP atau medula spinalis atau hubungan
saraf-saraf otot. Selain itu beberapa gejala keracunan yang lain adalah Retensio urin, Diare, Mual-
muntah dan adanya kerusakan ginjal dan hati yang dibuktikan dengan tes laboratorium.

D.Penatalaksanaan

Penderita keracunan makanan kaleng (botulisme) harus segera dibawa ke rumah sakit. Pengobatannya
segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat
diagnosis.

Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan (Terapi Sehat, 2009) :

1. Perangsangan muntah; mengusahakan agar penderita muntah dengan cara menekan langit-


langit tenggorokan dengan jadi melalui mulut. Setelah muntah, beri tablet norit. Bila perlu
berikan nafas buatan.
2. Pengosongan lambung melalui lavaselambung
3. Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital (tekanan darah,
denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur secara rutin. Jika gangguan pernafasan mulai
terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan
intensif telah mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang
menjadi 10%. Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.

Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat memperlambat atau
menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan
perbaikan selama beberapa bulan. Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah
terjadinya gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi.

D. Pencegahan

Menurut Terapi Sehat tahun 2009, Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup
selama beberapa jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan,
Karena itu memasak makanan pada suhu 80° Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne
botulism. Memasak makanan sebelum memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya
foodborne botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa menyebabkan
botulisme jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di
bawah 3° Celsius (suhu lemari pendingin).

Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng yang sudah rusak
bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau bocor, harus segera dibuang.Anak-
anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena mungkin ada spora di dalamnya. Toksin
yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun penyerapan
melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang
mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang. Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu
mencuci tangan segera setelah mengolah makanan (medicastore)
BAB III

PEMBAHASAN

A. STUDI KASUS KERACUNAN MAKANAN

Satu keluarga terdiri ibu dan tiga anak serta seorang keponakannya di Desa Cipambuan Kecamatan
Babakan Madang keracunan usai menyantap makanan ikan dalam kemasan kaleng, Kamis (23/8). Ibu
dan anak ini lalu dilarikan ke RS PMI Bogor.

Mereka itu: Maryam, 40, bersama tiga anaknya, Cinta,10, Ratna,8, Saniya, dan Rifal,2, sedangkan
keponakannya Ratna,8. “Kini kondisi kelimanya berangsur-angsur membaik. Mereka menyantap
makanan ikan kaleng yang sudah kadaluarsa,” ujar seorang staf medis RS PMI Bogor.

Sekitar pk.06:00, Maryam memasak sarden buat sarapan anak dan keponakanya. Sebelumn ikan
dalam kemasana itu dia beli di warung sekitar rumahnya. Tanpa membaca batas waktu yang boleh
dimakan, ibu tiga anak ini tetap memasaknya.

“Setelah menyantap makanan itu mendadak putri bungsunya Rafil merasa kepalanya pusing lalu
disusul dengan muntah-muntah,” ujar Maman, kerabatnya di RS PMI Bogor.

Kejadian serupa dialami ketiga kakaknya dan sepupunya kemudian Ny. Maryam, ibunya. Beruntung
saat itu sang suami Suwardi yang sebelumnya dinas malam sudah pulang. Melihat kondisi istri, anak
dan keponakannya mual-mual dan muntah, membuat Suwardi bergegas melarikannya ke klinik
terdekat.

Lantaran minimanya peralatan dan persediaan obatnya, kelima korban keracunan ini lalu dirujuk ke
RS PMI Bogor. “Alhamdulillah besok mereka sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah
berangsur membaik,” ujar Maman. (iwan).

 B. GEJALA YANG DITIMBULKAN BOTULINUM

                Gejalanya terjadi tiba-tiba, biasanya 18-36 jam setelah toksin masuk, tapi dapat terjadi 4
jam atau paling lambat 8 hari setelah toksin masuk. Makin banyak toksin yang masuk, makin cepat
seseorang akan sakit. Pada umumnya, seseorang yang menjadi sakit dalam 24 jam setelah makan
makanan yang tercemar, akan mengalami penyakit yang sangat parah.

 Gejala pertama biasanya berupa mulut kering, penglihatan ganda, penurunan kelopak mata
dan ketidakmampuan untuk melihat secara fokus terhadap objek yang dekat. Refleks pupil
berkurang atau tidak ada sama sekali.
 Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram perut dan diare. Pada
penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan ini tidak muncul, terutama pada penderita
wound botulism.
 Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan.
Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam saluran pernafasan dan
menimbulkan pneumonia aspirasi. Otot lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah.
Kegagalan saraf terutama mempengaruhi kekuatan otot.
 Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala awal. Kemudian
terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari wajah dan kepala, akhirnya sampai ke
lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan.
 Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang ditimbulkan bervariasi,
mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot
yang berat dan gangguan pernafasan.

III.4 MEKANISME TOKSISITAS BOTULINUM

Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh
keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium botulinum. Toksin ini adalah racun yang
sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan
kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :

-Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar

-Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar


-Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang tercemar.

Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan memproduksi racun botulinus.
Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora aktif dan
berkecambah dan panas juga dapat membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium
Botulinum dalam mendapatkan Host. Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan fungsi
dengan toksin tetanus. Kedua-duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum mempengaruhi
sistem saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada persimpangan otot syaraf. Toksin ini
disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal (150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau
bagaimanapun setelah dipotong oleh protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A,
50,00 dalton) dan rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan dwisulfida.
Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui. Toksin botulinum ialah sejenis
endopeptidase yang menghalang pembebasan asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf
(myoneural junction). Ia adalah spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat di mana
neuron motor merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus dan memecahkan
synaptobrevin, mengganggu pembentukan (dan pembebasan) vesikel yang mengandungi asetilkolin.
Sel yang terpapar gagal membebaskan neurotransmiter (asetilkolin). Apabila otot tidak menerima
isyarat daripada saraf, ia tidak akan berkontraksi (contract). Ini menyebabkan paralisis (lumpuh)
sistem motor. Selama pertumbuhan C. Botulinum memproduksi sedikitnya tujuh racun yang berbeda,
termasuk neurotoxin, enterotoxin, dan haemotoxin, termasuk beberapa racun yang dikenal paling
berpotensial. Dalam kasus tertentu, satu strain dapat memproduksi lebih dari satu tipe racun.

Botulinum toxin terutama mempengaruhi sekeliling sistem syaraf, khususnya:


1. Ganglionic synapses

2. Post-ganglionic parasympathetic synapses


3. myoneural junction, akhir syaraf dimana syaraf bergabung dengan otot dan dimana racun
memblok syaraf terminal gerak (motor nerve terminals)

Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang digunakan oleh sel – sel
syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan yang mana digunakan oleh sel sel syaraf untuk
berkomunikasi dengan otot. Racun botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan
memecah satu dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan neurotransmitter hal ini
memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk berkomunikasi.
Dengan terblokadenya syaraf terminal oleh racun, syaraf tidak dapat mengirim sinyal kepada otot
untuk berkontraksi. Pasien mengalami kelemahan atau kelumpuhan, biasanya dimulai dengan
muka/wajah, kemudian tenggorokan, dada dan lengan. Ketika diaphragma dan otot dada terkena
pengaruhnya, bernafas menjadi sulit, terhambat atau sepenuhnya lumpuh. Di beberapa kasus, pasien
mati akibat asphyxia /sesak dada. Racun botulinum beraksi dengan mengikat presynaptically kepada
lokasi yang dikenal memiliki afinitas tinggi didalam terminal syaraf cholinergic dan menurunkan
pelepasan acetylcholine, menyebabkan efek blokade syaraf otot. Mekanisme ini digunakan sebagai
dasar untuk pengembangan racun ini sebagai alat terapi.

Recovery terjadi ketika proximal axonal bertunas dan terjadi reinnervation otot dengan pembentukan
pertemuan syaraf – otot (neuromuscular junction) yang baru. Tipe racun botulinum dan lokasi target

1. BTX-A dan BTX-E memecah synaptosome-associated protein (SNAP 25), sebuah protein
membran presynaptic dibutuhkan untuk penggabungan dari neurotranmitter yang mengandung
vesikel.
2. BTX-B,BTX-D, dan BTX-F memecah vesicle-associated membrane protein (VAMP), juga
dikenal dengan synaptobrevin.
3. BTX-C beraksi dengan memecah syntaxin, sebuah target protein membran.

 III.5 PENATALAKSANAAN KERACUNAN

C. PENGOBATAN

 Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit.


Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium
untuk memperkuat diagnosis.
 Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:
-perangsangan muntah

-pengosongan lambung melalui lavase lambung

– pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

 Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital (tekanan
darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur secara rutin.
 Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif dan dapat
digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian karena
botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%.Mungkin pemberian makanan
harus dilakukan melalui infus.
 Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat memperlambat atau
menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan
perbaikan selama beberapa bulan.
 Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya
gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi, karena efektivitasnya pada infant
botulism masih belum terbukti.

PENCEGAHAN

 Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup selama beberapa jam pada
proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak
makanan pada suhu 80° Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne botulism.
Memasak makanan sebelulm memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya foodborne
botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa menyebabkan botulisme
jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3°
Celsius (suhu lemari pendingin).
 Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng yang sudah
rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau bocor, harus segera
dibuang.
Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena mungkin ada spora di
dalamnya.
 Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun
penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu,
makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang.
Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera setelah mengolah
makanan (medicastore)

 
 BAB IV

KESIMPULAN

Keracunan makanan adalah sebuah peristiwa dimana seseorang telah mengkonsumi suatu makanan
yang tercemar oleh racun. Keracunan dapat disebut sebagai penyakit bawaan makanan. Racun yang
muncul dapat terjadi karena memang makanannya yang mengandung bahan beracun atau tercemar
kontaminasi racun dari luar. Keracunan makanan kaleng adalah kondisi dimana bila seseorang
mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri atau
racun yang dihasilkan oleh bakteri penyakit. Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum
disajikan. Makanan kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya
penyok atau bocor, harus segera dibuang.Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu
karena mungkin ada spora di dalamnya. Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui
saluran pencernaan, udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan
penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera
dibuang. Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera setelah mengolah
makanan (medicastore)

DAFTAR PUSTAKA

Soemirat, Juli. 2003. “Toksikologi Lingkungan”. Bandung. Gadjah Mada University Press.

Priyanto. 2009. “Tokdikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko”. Jakarta.
LESKONFI Press.

Palar, Heryando. 2004. “Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat”. Jakarta. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai