Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN MATERI TEKNIS

KEAMANAN PANGAN

SIFAT PANGAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEMUNGKINAN KONTAMINASI


BAHAYA PADA BAKSO, MAYONES DAN SELAI BUAH

Disusun Oleh: Kelas 3 Kelompok 3

Ahmad Shauky 3366436 Universitas Andalas

Amalia Tahsya R. I 2874458 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Atika Rachmadianti 3357701 Universitas Diponegoro

Kiki Wulansari 3175972 Universitas Diponegoro

Nurul Kharimah 2652338 Universitas Diponegoro

Robiq Firly Alfian 3258608 Universitas Indonesia

MAGANG BERSERTIFIKAT PANGAN AMAN GOES TO CAMPUS

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

2022

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................. 1
PENDAHULUAN........................................................................................... 3
TUJUAN........................................................................................................ 3
PERMASALAHAN........................................................................................ 3
PEMBAHASAN............................................................................................. 4
1. Identifikasi kemungkinan jenis bahaya dari setiap produk pangan.... 4
2. Identifikasi kemungkinan kerusakan dari setiap produk pangan........ 6
3. Hubungan level produsen dengan risiko bahaya yang mungkin terdapat
pada produk pangan.................................................................................... 7
4. Alasan terjadinya risiko........................................................................... 8
5. Tindakan pencegahan............................................................................. 9
6. Regulasi terkait dengan risiko dan bahaya pada produk pangan........ 10
KESIMPULAN............................................................................................... 11
REFERENSI.................................................................................................. 12

2
PENDAHULUAN

Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan,pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau
minuman. Setiap pangan memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Perbedaan
sifat tersebut dapat menentukan kemungkinan risiko kontaminasi bahaya (UU Nomor 18
Tahun 2012). Berdasarkan risiko kontaminasi bahaya, pangan dikategorikan dalam tiga
kelompok yaitu pangan berisiko rendah, pangan berisiko sedang dan pangan berisiko tinggi.
Pangan risiko rendah adalah produk pangan olahan kering dengan aw rendah atau kadar air
rendah yang dapat membatasi pertumbuhan mikroba patogen. Pangan berisiko sedang
merupakan pangan yang tidak dapat ditumbuhi bakteri patogen namun dapat rentan terkena
mikroba pembusuk. Kemudian pangan berisiko tinggi merupakan pangan yang mudah rusak
dan mudah ditumbuhi oleh bakteri patogen seperti Salmonella, E.coli yang dapat
menimbulkan penyakit serius pada masalah kesehatan.
Produk pangan memiliki kategori pangan tersendiri, yang akan dikaji yaitu pangan risiko
rendah dengan produk selai buah, pangan risiko sedang dengan produk mayones, dan
pangan risiko tinggi dengan produk bakso. Selai buah merupakan makanan ringan yang
terbuat dari irisan buah yang dilakukan pengolahan umumnya menggunakan mesin yang
klinis. Penggunaan metode ini menjaga rasa dan aroma alami pada selai buah yang
dihasilkan (Kamsiati, 2010). Sedangkan mayones merupakan produk yang bersumber dari
minyak dan susu yang diproses sehingga memiliki rasa dan aroma khas susu serta tekstur
yang khas. Mayones biasa digunakan sebagai saos untuk makanan fast food. Bakso
menurut SNI tentang bakso daging tahun 2014, merupakan produk olahan daging yang
dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa
penambahan BTP yang dibentuk bulat atau lainnya dan dimatangkan. Daging yang dapat
dibuat sebagai bakso yaitu daging sapi, kerbau, kambing, babi, hewan ternak lainnya
ataupun hewan unggas.
Kategori pangan dapat menentukan pangan tersebut masuk kedalam risiko rendah, sedang,
ataupun tinggi dilihat dari bahan baku yang dipakai misalnya berupa pangan segar, Bahan
Tambahan Pangan yang dipakai, dan cara pengolahan sehingga menjadi suatu produk.
Maka diperlukannya pengkajian untuk dapat menentukannya dilihat dari hal-hal yang sudah
sebutkan itu.
TUJUAN

1. Mengidentifikasi sifat pangan berdasarkan risiko bahaya pada selai buah, mayones, dan
bakso.
2. Mengidentifikasi risiko bahaya pada selai buah, mayones, dan bakso.
3. Mengidentifikasi tindakan pencegahan terjadinya kerusakan atau bahaya tersebut.

PERMASALAHAN

Faktor terjadinya risiko pangan secara umum dapat terjadi akibat pangan itu sendiri seperti
halnya selai buah yang memiliki sifat mudah rusak serta kadar air yang tinggi menyebabkan
selai buah merupakan pangan yang berisiko rendah. Semakin tinggi kandungan air dalam

3
buah tersebut maka potensi kerusakan akibat aktivitas mikroba semakin besar. Dalam buah
sendiri memiliki potensi cemaran mikroba patulin yang menempel pada buah jika tidak
dilakukan proses pencucian serta sortasi sebelum dikemas. Selain itu, faktor yang
menyebabkan selai buah berisiko juga pada tahapan sortasi terdapat faktor pencemaran
mikroba berupa bakteri pembusuk dan Saures. Pada proses pencucian juga memiliki
potensi bahaya akibat faktor cemaran bahan kimia logam berat serta cemaran mikroba
berupa bakteri E. coli dan kapang atau jamur. Pada proses pemotongan sama halnya
dengan proses pencucian faktor risikonya yaitu cemaran kimia berupa logam berat dan
cemaran mikroba berupa bakteri, kapang/jamur. (Surahman & Ekafitri 2014) Kemudian
faktor risiko pada mayones tergolong pada produk pangan berisiko sedang. Adapun faktor
yang menyebabkan risiko tersebut antara lain yaitu cemaran mikroba berupa salmonella, L.
monocytogenes, dan E.coli. Kemudian dalam mayones tersebut jika pengolahannya tidak
sesuai cemaran mikroba aspergilus flavus juga akan menghasilkan aflatoksin yang
menyebabkan mayones tercemar. Secara umum menurut (Budiyono 2009) kandungan
mikroba dalam mayones tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu penerapan
pengendalian mutu mikrobiologis dan berkaitan pula dengan suhu penyimpanan produk,
teknologi yang diterapkan, tipe kemasan serta adanya kontaminasi selama pasca proses
pengolahan. (Budiyono 2009) juga menjelaskan bahwa kontaminasi mikroba juga
dipengaruhi oleh udara, debu, alat yang kotor serta kebersihan dari karyawan selama
proses produksi.
Selanjutnya adalah faktor risiko pada bakso tergolong pada produk pangan berisiko
tinggi antara lain dipengaruhi oleh potensi cemaran mikroba berupa bakteri salmonella, S.
aureus, Y. entercolitica, C. perfringens, C. botulinum, E. coli patogenik, L. moncytogenes,
virus enteric serta parasit. Daging sapi dalam yang terkandung dalam bakso umumnya
memiliki kandungan air, lemak dan protein yang tinggi sehingga adanya cemaran dapat
bersumber dari daging itu sendiri atau faktor lingkungan. Cemaran yang terkandung pada
daging sapi tersebut disinyalir karena faktor sanitasi lingkungan ternak serta kebersihan
pemotongan hewan ternak yang kurang baik. Proses pengolahan bakso sapi yang lama
serta sanitasi pelaku usaha dalam pembuatan bakso yang kurang juga dapat memicu
potensi cemaran mikroba yang terkandung pada bakso sapi tersebut (Djaafar and Rahayu
2007). Bakso sapi termasuk pada pangan olahan bernutrisi tinggi dengan masa simpan
yang pendek memicu potensi tumbuhnya mikroba serta pH 6,0-6,5 dengan Aw > 0,9
menjadikannya tergolong pada pangan berisiko tinggi. (Ismail et al. 2016)

PEMBAHASAN

1. Identifikasi kemungkinan jenis bahaya dari setiap produk pangan


a. Bakso
Bakso merupakan kategori pangan risiko tinggi. Bakso dapat menjadi media
pertumbuhan mikroba apabila tidak memperhatikan hygiene sanitasi dalam proses
pembuatan dan penyajiannya. Bahaya mikrobiologi yang dapat terkandung dalam
bakso yaitu cemaran bakteri patogen seperti Coliform, Escherichia coli, Salmonella
sp, Staphylococcus aureus dan Clostridium perfringens. Menurut penelitian
(Nasution et al., 2018) sampel bakso sebanyak 33% dari total 69 sampel ditemukan
cemaran mikroba yang tidak memenuhi standar SNI 3818:2014 tentang bakso
daging yaitu maksimal 1x10^5. Bakteri yang ditemukan pada bakso dapat
menyebabkan mual, sakit perut dan diare. Bahaya kimia yang dapat ditemukan
pada bakso yaitu penggunaan formalin dan boraks. Bakso yang mengandung

4
formalin dan boraks memiliki ciri-ciri warna lebih pucat, aroma khas bakso tidak
kuat dan bakso lebih kenyal. Konsumsi bakso yang mengandung formalin dapat
mengganggu kesehatan seperti gejala asma, ulserasi pada saluran pernapasan,
muntah, diare, gagal ginjal akut hingga menyebabkan kematian (konsumsi formalin
37% sebanyak 523 mg/kg) (Astuti et al., 2019). Konsumsi bakso yang mengandung
boraks mencapai kadar 2 g/kg dapat menyebabkan keracunan, iritasi kulit,
gangguan pencernaan, penurunan kesadaran dan gagal ginjal (Hardianti et al.,
2021). Efek toksisitas boraks dan formalin tidak langsung dirasakan oleh konsumen
karena zat tersebut akan diserap oleh tubuh dan terkumpul dalam otak, testis, hati
sampai dosis boraks dan formalin dalam tubuh menjadi tinggi. Selain itu, pada
bakso juga dapat mengandung cemaran logam seperti Kadmium (Cd), Timbal (Pb),
Timah (sn), Merkuri (Hg), dan cemaran Arsen (As) yang dapat berasal selama
proses pengolahan, pengemasan dan pendistribusian.
b. Mayones
Mayones termasuk kategori pangan risiko sedang. Mayones merupakan salah satu
produk pangan dari olahan minyak yang dapat mengandung bahaya. Bahaya yang
kemungkinan terkandung dalam mayones adalah bahaya mikrobiologi dari bakteri
patogen E.coli dan Salmonella. Berdasarkan SNI 01-4473-1998 batas angka
lempeng total pada mayones yang diperbolehkan adalah maksimal 10^4 koloni/g.
Mayones juga dapat mengandung bahaya dari cemaran logam berupa Timbal (Pb),
Tembaga (Cu), Seng (Zn), Timah (Sn), Raksa (Hg) dan cemaran Arsen (As). Selain
itu, penggunaan bahan tambahan pangan pada mayones seperti penguat rasa
(dinatrium 5 inosinat, dinatrium 5 guanilat, mononatrium glutamat) dan pengawet
(natrium benzoat, natrium metabisulfit, kalium sorbat), merupakan bahan tambahan
pangan yang penggunaanya harus sesuai dengan batas maksimum standar yang
telah ditetapkan seperti pada Peraturan BPOM Nomor 36 Tahun 2013 tentang
Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan. Bahaya mayones juga
dapat berasal dari penggunaan bahan baku pembuatan mayones dan selama
proses pengolahan yaitu dapat membentuk asam lemak jenuh apabila proses
pengolahannya tidak sesuai dan hal tersebut dapat memicu menjadi penyebab
meningkatnya prevalensi dislipidemia dan obesitas (Yusra et al., 2021).
c. Selai buah
Selai buah termasuk pangan berisiko rendah, namun ada kemungkinan bahaya
yang terkandung akibat beberapa cemaran yang dapat mengganggu kesehatan.
Bahaya kimia yang dapat ditemukan pada selai buah adalah cemaran logam yang
berasal dari alat pengolahan pangan dan kemasan selai buah yang dikemas
menggunakan kaleng. Berdasarkan SNI 3746:2008 cemaran logam Timah (Sn)
maksimal 250 mg/kg dan dan Arsen (As) maksimal 1,0 mg/kg. Bahaya mikrobiologi
pada selai buah dapat disebabkan oleh bakteri seperti bakteri coliform,
Staphylococcus aureus, Clostridium sp dan kapang/khamir. Menurut SNI
3746:2008 angka lempeng total pada selai buah maksimal 1x10^3 koloni/g.
Berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 13 Tahun 2019 cemaran mikroba pada selai
buah yaitu bakteri Escherichia coli maksimal sebesar 3 APM/g dan kapang/khamir
maks sebesar 10^2 koloni/g. Jamur dapat tumbuh di permukaan selai berupa bintik-
bintik putih, pertumbuhan jamur tersebut dapat disebabkan oleh faktor suhu,
kelembaban, kadar air, kadar gula dan mikroorganisme (Akmi et al., 2022). Bahaya
selai buah juga dapat berasal dari penggunaan bahan tambahan pangan yaitu
natrium benzoat yang digunakan sebagai pengawet untuk memperpanjang umur

5
simpan. Penggunaan natrium benzoat juga harus sesuai dengan batas standar
yang telah ditentukan. Berdasarkan SNI 01-0222-1995 batas maksimum
penggunaan pengawet natrium benzoat pada selai buah yaitu 1 g/kg. Konsumsi
natrium benzoat secara berlebihan dapat mengganggu kesehatan seperti kejang
otot perut, menyerang saraf, menyebabkan rasa kebas di mulut bagi yang
kelelahan dan penyakit kanker dalam pemakaian jangka panjang (Luwitono dan
Dermawan, 2019).
2. Identifikasi kemungkinan kerusakan dari setiap produk pangan
a. Bakso
Kemungkinan adanya kerusakan pada bakso dapat dilihat berdasarkan
pengamatan visual, yaitu warna, aroma, dan tekstur. Bakso memiliki kandungan
protein dan kadar air yang tinggi sehingga rentang terhadap kerusakan dan
mengakibatkan daya simpan maksimal satu hari. Kondisi tersebut dikarenakan
mikroba mudah berkembang dan menyebar. Warna pada pangan berperan dalam
daya tarik, tanda pengenal, dan atribut mutu. Untuk mengetahui kerusakan pada
bakso dapat dilihat melalui perubahan warnanya. Warna pada umur simpan 0 hari
bakso akan terlihat segar kecoklatan. Semakin lama umur simpan maka semakin
pucat warna pada bakso. Kerusakan selanjutnya dapat diketahui melalui aroma
pada pangan olahan bakso. Hari kedua dan ketiga bakso sudah mulai
mengeluarkan bau asam dan amis. Aroma tidak sedap tersebut sebagai indikator
bahwa bakso mengalami kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme (Mamuaja dan
Lumoindong, 2017). Terakhir adalah tekstur dimana tekstur pada pangan
dipengaruhi oleh kandungan pada pangan itu sendiri. Tekstur pangan biasanya
dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jumlah karbohidrat, dan bahan
pengawet. Bakso yang sudah mengalami kerusakan ditandadi dengan tekstur mulai
berubah agak berair. Hal tersebut dikarenakan tingginya kadar air dalam
kandungan bakso. Sama halnya dengan aroma, tekstur berair juga dikarenakan
adanya aktivitas mikroorganisme.
b. Mayones
Mayones merupakan produk yang mengandung minyak. Salah satu cara
untuk mengetahui kerusakan pada mayones adalah dengan melihat nilai asam
lemak bebas (FFA). Semakin lama penyimpanan mayones maka akan
meningkatkan nilai FFA. Hal ini dikarenakan mayones terpapar oksigen lebih
banyak melalui celah pada wadah sehingga tekanan oksigen meningkat dan
menyebabkan laju oksidasi asam lemak meningkat (Rizkyyani et al., 2018).
Peningkatan nilai FFA dapat dipengaruhi karena suhu penyimpanan yang tidak
stabil. Kadar air mempengaruhi terhadap daya simpan selai buah. Semakin tinggi
kadar air pada selai buah maka viskositas yang terjadi menjadi semakin rendah.
Viskositas sendiri dapat mempengaruhi daya simpan dari selai buah itu sendiri
(Sarungallo et al., 2021). Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan
ketidakstabilan emulsi dimana kestabilan emulsi sangat diperlukan pada produk
pangan olahan yang mengandung minyak. Ketidakstabilan emulsi akan membuat
minyak dan bahan lain akan terpisah. Hal tersebut dapat mempengaruhi tekstur
dari mayones.
c. Selai Buah
Kerusakan pada pangan olahan selai buah bisa saja terjadi. Hal ini
dikarenakan secara umum setiap komoditas pangan memiliki daya simpannya
masing – masing. Selai buah yang biasa ditemui adalah selai buah dengan warna

6
yang sesuai dengan bahan baku buah dan tekstur oleh yang kompak dan lengket.
Selai buah yang sudah tidak berbentuk seperti itu bisa saja sudah mulai mengalami
kerusakan. Kerusakan pada selai buah dapat dilihat secara visual melalui
munculnya jamur pada permukaan selai buah. Warna pada selai yang memudar
juda dapat dijadikan sebagai indikator kerusakan (Wati et al., 2021). Adanya jamur
pada selai buah berupa bintik – bintik putih sebagai indikator bahwa selai buah
tersebut sudah tidak dapat dikonsumsi. Selai buah tanpa pengawet tidak akan
bertahan lama. Jamur akan terlihat rata – rata pada umur simpan hari ke lima hari
dan jamur sudah menyebar ke seluruh permukaan selai buah rata – rata pada umur
simpan hari ketujuh (Akmi et al., 2022). Munculnya jamur disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu suhu, kelembaban, kadar air, kadar gula, dan
mikroorganisme. Gula dimasukan dalam faktor kerusakan selai buah dikarenakan
salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur. Gula dalam bentuk
sukrosa yang terurai yang disekresikan oleh hifa jamur akan menjadi sumber energi
bagi jamur untuk berkembang biak. Kadar air pada selai buah yang cukup tinggi
juga merupakan faktor mengapa selai buah tidak dapat disimpan dalam jangka
waktu lama.
3. Hubungan level produsen dengan risiko bahaya yang mungkin terdapat pada
produk pangan
a. Bakso
Bakso termasuk dalam kategori pangan berisiko tinggi. Bakso menjadi salah
satu jajanan yang digemari oleh masyarakat. Banyak produsen dan pedagang
berlomba-lomba menawarkan produk baksonya dengan sajian menarik untuk
mendapatkan lebih banyak pembeli. Jenis bakso yang ditawarkan pun sangat
beragam dari bakso yang disajikan bersama mie dalam bentuk kuah maupun bakso
yang dijual satuan. Namun terdapat kemungkinan risiko bahaya yang terjadi pada
level produsen baik secara disengaja maupun tidak sengaja. Bahaya kimia yang
mungkin terjadi pada produk bakso adalah penambahan bahan kimia yang dilarang
digunakan pada makanan seperti boraks dan formalin. Bahan kimia tersebut
digunakan produsen sebagai pengawet dan pengenyal. Kondisi bakso yang tidak
sehat sangat merugikan konsumen karena dapat menyebabkan keracunan makan
serta membahayakan kesehatan tubuh. Apabila dikonsumsi dalam jangka panjang,
boraks dan formalin dapat menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin),
koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis,
tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Swastike et al.,
2015). Selain itu, terdapat risiko bahaya mikrobiologis pada produk bakso dimana
sebagian besar pedagang/produsen menyajikan bakso di tempat terbuka bahkan
jalanan sehingga memungkinkan bakso terkontaminasi mikroorganisme seperti
bakteri Eschericia coli. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Ahmad, 2017) 12
dari 15 sampel pedagang bakso memiliki hasil positif mengandung bakteri bakteri
Eschericia coli sedangkan 3 lainnya negatif. Adanya Eschericia coli pada bakso
menunjukkan suatu tanda sanitasi yang tidak baik pada proses pembuatan bakso
dan juga penjual bakso, karena Eschericia coli bisa berpindah dengan kegiatan
tangan ke mulut atau dengan pemindahan pasif lewat makanan, air, dan produk-
produk lainnya. Escherichia coli yang terdapat pada makanan dan minuman yang
masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit seperti kolera,
disentri, diare dan berbagai penyakit saluran pencernaan yang lain.
b. Mayones
Mayones termasuk dalam kategori pangan berisiko sedang karena berbasis
lemak. Mayones merupakan emulsi minyak dalam air dimana kuning telur yang
mengandung protein seperti lipoprotein berfungsi sebagai pengemulsi serta
memberikan warna pada mayones (Jaya et al., 2013). Risiko yang dapat terjadi pada

7
produsen mayones adalah adanya risiko bahaya mikrobiologi yang berasal dari
bakteri Enterobacteriaceae, Salmonella, kapang dan khamir yang melebihi batas
cemaran yang sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 13 Tahun 2019 Tentang
Batas Maksimal Cemaran Mikroba Dalam Pangan Olahan. Mikroorganisme ini dapat
berasal dari bahan baku, tempat dan peralatan yang kurang steril maupun kemasan.
Selain itu, terdapat risiko bahaya kimia yang mungkin terjadi pada mayones dimana
produsen menggunakan pengawet yang berlebihan dan dilarang dalam SNI 01-
0222-1995. Mayones juga berisiko terkena cemaran kimia berupa timbal, tembaga,
seng, timah, arsen dan raksa sesuai dalam SNI 01-4473-1998 yang mana cemaran
tersebut dapat berasal dari peralatan produksi mayones.
c. Selai buah
Selai termasuk dalam kategori pangan berisiko rendah. Saat ini banyak
dijumpai jenis-jenis selai dari berbagai merek maupun yang tidak bermerek dapat
kita temukan di pasar tradisional, pasar swalayan, maupun di mall. Selai merupakan
jenis makanan awetan berupa sari buah atau buah-buahan yang yang sudah
dihancurkan, ditambah gula dan dimasak hingga kental berbentuk setengah padat
yang biasanya disajikan pada roti (Rahmi, 2018). Oleh karena itu, risiko bahaya
kimia terkait penggunaan bahan tambahan pangan berlebihan memungkinkan terjadi
pada produsen selai. Bahan kimia yang digunakan produsen nakal sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia. Misalnya Allura Red CI 16035 pewarna merah
dapat menimbulkan gejala alergi pada kulit, Amarant pewarna merah menimbulkan
tumor, reaksi alergi pada pernapasan, dan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-
anak, Metanil yellow dapat memicu diare, alergi, kanker atau kerusakan ginjal,
Rhodamin B dapat memicu diare, alergi, kanker atau kerusakan ginjal serta pewarna
sintetis lainnya (Agustina dan Ashar, 2014). Selain adanya zat pewarna, pada selai
juga terdapat risiko bahaya akan bahan pengawet sintetis yang digunakan untuk
memperpanjang daya simpan. Pemanis buatan yang sering digunakan pada selai
adalah siklamat dan natrium benzoat. Siklamat tidak memberikan rasa pahit seperti
sakarin. Batas maksimum siklamat yang diperbolehkan dalam selai berdasarkan
Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1988 adalah 2 g/kg berat bahan. Sedangkan
batas maksimum penggunaan natrium benzoat menurut peraturan Menteri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 adalah sebesar 1 g/kg berat bahan.
(Rahmi, 2018). Namun, ada juga oknum produsen yang masih menggunakan
pengawet buatan melebihi batas maksimal yang diperbolehkan sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh
bahan kimia dalam tubuh diantaranya mengakibatkan penurunan hemoglobin secara
nyata, keracunan seperti ketidaknyamanan, mual, sakit kepala, pembakaran dan
iritasi kerongkongan bahkan dapat bersifat karsinogenik. Selain bahaya kimia, pada
selai buah buah berisiko terkena bahaya mikrobiologi seperti bakteri Staphylococcus
aureus, Clostridium sp dan kapang/khamir yang dapat berasal dari peralatan
pengolahan yang tidak steril, produsen yang kurang menjaga kebersihan, bahan
baku yang digunakan tidak disortasi, dan kemasan selai yang kurang steril.
Pengisian selai pada kemasan ditempat yang lembab memungkinkan tumbuhnya
kapang yang merugikan produsen dan konsumen. Ada juga produsen selai yang
memilih botol kaca sebagai kemasan produk selainya sehingga perlu dilakukan
sterilisasi dengan pembersihan dan pemanasan secara berulang (Yuyun dan
Gunarsa, 2011).

4. Alasan terjadinya risiko


a. Bakso
Alasan terjadinya risiko bahaya kimia pada bakso yaitu penggunaan bahan
kimia formalin dan boraks dikarenakan banyak produsen atau pedagang nakal yang
ingin produk baksonya baik kualitasnya agar menghindari kerugian akibat kerusakan
tekstur bakso seperti berjamur, berlendir, sehingga menimbulkan bentuk, warna,
rasa dan bau berubah salah satunya dengan penambahan pengawet. Hal tersebut

8
dilakukan untuk mendapatkan masa simpan bakso menjadi lebih panjang dan tidak
menutup kemungkinan menambahkan zat kimia boraks sebagai pengawet, karena
boraks harganya murah dan boraks berfungsi sebagai pengenyal (Swastike et al.,
2015). Selain itu, alasan terjadinya risiko bahaya mikrobiologi pada bakso adalah
produsen yang kurang memperhatikan kebersihan tempat dan peralatan yang
digunakan untuk membuat bakso karena mereka hanya berorientasi pada hasil saja.
Pada saat berjualan mereka juga kerap tidak menggunakan sarung tangan dan
masker untuk menghindari kontaminasi bakteri ke makanan. Menurut penelitian
(Ahmad, 2017) banyak pedagang bakso gerobak mereka hanya mencuci tempat
penggiling sebanyak 2 kali dalam seminggu. Alat penggilingan juga hanya ditutupi
dengan kain dan kain tersebut dihinggapi lalat. Sehingga bisa menyebabkan
kontaminasi Escherichia coli pada daging olahan seperti bakso.
b. Mayones
Alasan terjadinya risiko bahaya mikrobiologi pada mayones pada level
produsen yaitu proses produksi yang kurang higienis baik dari segi teknis maupun
personil. Bakteri Enterobacteriaceae, Salmonella, kapang dan khamir dapat
ditularkan melalui bahan baku, tempat dan peralatan yang kurang steril maupun
kemasan produk. Misalnya saja telur yang merupakan salah satu bahan dalam
pembuatan mayones kemungkinan dapat membawa bakteri patogen baik karena
ayam yang tidak sehat, kondisi peternakan kurang memadai, sanitasi kandang yang
kurang baik maupun produsen yang tidak melakukan sortasi terlebih dahulu. Selain
itu, alasan bahaya kimia juga terjadi pada produsen dimana mereka menggunakan
bahan pengawet yang berlebihan dan tidak sesuai dengan SNI 01-0222-1995 karena
produsen menginginkan mayones yang baik untuk dijual di pasaran serta
mementingkan hasil keuntungan tanpa menimbang efek dari penggunaan bahan
tersebut. Adapun risiko bahaya kimia berupa timbal, tembaga, seng, timah, arsen
dan raksa diakibatkan karena produsen tidak mensterilisasi peralatan dan kemasan.
c. Selai Buah
Risiko bahaya yang dapat terjadi pada produk selai yaitu bahaya kimia dan
mikrobiologi. Risiko ini dapat terjadi pada saat proses produksi. Selai merupakan
awetan dari sari buah-buahan. Oleh karena itu, di dalam selai memungkinkan
terdapat risiko bahaya kimia akibat penggunaan pengawet dan pemanis yang
berlebihan. Hal tersebut banyak dipilih oleh produsen karena dapat meningkatkan
keuntungan. Penggunaan pengawet mampu memperpanjang waktu simpan yang
dikehendaki dalam satu periode tertentu sehingga dapat meningkatkan efisiensi
ekonomi (Rahmi, 2018). Produsen yang menggunakan pengawet berlebihan
menandakan bahwa produsen tersebut lebih berorientasi pada hasil keuntungan
dibanding keamanan pangan. Selain itu, alasan risiko bahaya akan penggunaan
pewarna buatan karena produsen ingin membuat produknya menarik dan disukai
konsumen. Pewarna buatan memiliki tingkat stabilitas yang baik sehingga warnanya
tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan (Agustina dan Ashar,
2014). Oleh karena itu, para produsen cenderung memilih menggunakan bahan
pewarna buatan tanpa mempertimbangkan batas maksimal yang diperbolehkan
untuk meminimalisir kerugian. Ada juga risiko bahaya mikrobiologi akibat cemaran
bakteri dan jamur akibat alat pengolahan dan kemasan yang tidak steril serta tempat
produksi yang terlalu lembab. Alasan timbulnya bahaya tersebut adalah karena
dalam proses pengolahan produsen tidak terlalu memperhatikan kebersihan alat dan
kemasan serta kesesuaian suhu ruang dengan produk olahan. Menurut Yuyun dan
Gunarsa (2011), produk selai yang dikemas dengan botol kaca tidak cukup
dibersihkan dengan pencucian namun perlu dilakukan pemanasan agar botol steril
dan pengisian produk selai seharusnya dilakukan pada kondisi panas (hot filling)
untuk mencegah tumbuhnya kapang.

5. Tindakan pencegahan

9
Beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan atau bahaya pada produk
pangan terutama bakso, mayones, dan selai buah yaitu:
1. Penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) yang benar meliputi
sanitasi pangan akan meminimalisir kemungkinan kerusakan dan bahaya yang
ditimbulkan.
2. Mengetahui karakteristik produk seperti sensitivitas cahaya, oksigen, kelembaban
yang dibutuhkan, dan lainnya sehingga meminimalisir kerusakan dan bahaya dari
interaksi produk dengan hal tersebut.
3. Penggunaan bahan tambahan pangan harus disesuaikan dengan batas maksimum
yang diatur dalam Perka BPOM No 11 Tahun 2019 Tentang Bahan Tambahan
Pangan.
4. Pemilihan jenis kemasan yang tepat sesuai karakteristik produk untuk menghindari
migrasi bahan kemasan ke dalam produk. Adanya wadah atau pembungkus dapat
membantu mencegah ataupun mengurangi kerusakan sehingga produk terlindungi
dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan, getaran.
Standar kemasan juga harus sesuai dengan syarat-syarat yang sudah ditetapkan
oleh BPOM ataupun oleh lembaga-lembaga internasional seperti CODEX, ISO, dan
sebagainya (Kaihatu, 2014).
5. Penyimpanan dengan suhu rendah. Penyimpanan pangan pada suhu dingin
bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan bakteri (Rahayu dan Nurwitri, 2012).
6. Mengetahui atau mencari informasi terkait ciri-ciri pangan yang ditambahkan
formalin, boraks, atau bahan terlarang lainnya terutama pada produk bakso serta
mengetahui bahaya yang ditimbulkan. Pengetahuan terkait keamanan pangan
terutama penggunaan bahan berbahaya harus dimiliki dengan baik oleh ibu rumah
tangga yang memiliki peran utama dalam memilih pangan yang sehat dan aman
bagi keluarga (Astuti et al., 2019).
7. Menganalisis titik kritis dari penerimaan bahan baku hingga produk sampai ke
konsumen sehingga produsen dapat berhati-hati dalam produksi dan dapat
mencegah produk dari kerusakan atau bahaya dari kontaminan.
6. Regulasi terkait dengan risiko dan bahaya pada produk pangan
a. Bakso
Regulasi terkait bakso terdapat dalam SNI 3818:2014 tentang bakso daging
dan SNI 7266:2014 tentang bakso daging. Produk pangan bakso yang
didistribusikan kepada masyarakat harus mengikuti standar SNI terkait. Acuan
sertifikasi produk bakso juga diatur dalam Peraturan Badan Standardisasi Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang skema penilaian kesesuaian
terhadap standar nasional indonesia sektor pangan dan Peraturan Badan
Standardisasi Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang skema
penilaian kesesuaian terhadap standar nasional indonesia sektor makanan dan
minuman. Peraturan terkait batas cemaran dalam bakso juga diatur oleh BPOM
dalam Peraturan BPOM seperti pada Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2018 tentang
batas maksimum cemaran kimia dalam pangan olahan dimana produk bakso
termasuk ke dalam produk olahan daging atau ikan. Kemudian Peraturan BPOM
Nomor 13 Tahun 2019 tentang batas maksimal cemaran mikroba dalam pangan
olahan juga ikut mengatur terkait cemaran mikroba dalam bakso sebagai produk
olahan daging atau ikan. Pelanggaran terhadap penyelenggaraan pangan termasuk
bakso secara umum diatur dalam PP No 86 Tahun 2019 tentang keamanan pangan.
b. Mayones

10
Regulasi terkait mayones terdapat dalam SNI 01-4473-1998 tentang
mayones yang mengatur syarat mutu, pengujian, serta pengemasan. Produk
mayones yang dikomersialisasikan harus mengikuti standar SNI tentang mayones
tersebut. Acuan sertifikasi mayones diatur dalam Peraturan Badan Standardisasi
Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang skema penilaian
kesesuaian terhadap standar nasional indonesia sektor makanan dan minuman
khususnya pada produk saus teremulsi. Peraturan terkait batas cemaran dalam
mayones juga diatur oleh BPOM dalam Peraturan BPOM seperti pada Peraturan
BPOM Nomor 13 Tahun 2019 tentang batas maksimal cemaran mikroba dalam
pangan olahan dimana mayones termasuk ke dalam produk saus teremulsi.
Kemudian PerKa BPOM Nomor 36 Tahun 2013 juga mengatur batas bahan
tambahan pangan pengawet pada mayones. Pelanggaran terhadap
penyelenggaraan pangan termasuk pelanggaran pada produksi mayones secara
umum diatur dalam PP No 86 Tahun 2019 tentang keamanan pangan dimana setiap
pelanggar sesuai pasal terkait dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif.
c. Selai Buah
Regulasi terkait selai buah terdapat dalam SNI 3746:2008 tentang selai yang
mengatur syarat mutu, komposisi, pengujian, higiene, pengemasan dan penandaan.
Produk selai yang didistribusikan harus mengikuti standar SNI terkait. Acuan
sertifikasi selai buah diatur dalam Peraturan Badan Standardisasi Nasional Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang skema penilaian kesesuaian terhadap
standar nasional indonesia sektor pangan khususnya pada lampiran produk jem dan
marmalade. Produk selai buah atau jem buah berdasarkan PerKa BPOM Nomor 1
Tahun 2015 setidaknya harus memiliki 35% kandungan buah. Peraturan terkait batas
cemaran dalam selai buah diatur oleh BPOM dalam Peraturan BPOM seperti pada
Peraturan BPOM Nomor 13 Tahun 2019 tentang batas maksimal cemaran mikroba
dalam pangan olahan dimana selai termasuk ke dalam ketegori pangan jem, jeli dan
marmalad. Pelanggaran terhadap penyelenggaraan pangan termasuk pelanggaran
pada pangan selai buah secara umum diatur dalam PP No 86 Tahun 2019 tentang
keamanan pangan dimana setiap pelanggar sesuai pasal terkait dapat dikenakan
sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara, penarikan pangan, ganti
rugi, dan pencabutan izin.

KESIMPULAN

Bakso merupakan kategori pangan risiko tinggi. Bahaya mikrobiologi yang


dapat terkandung dalam bakso yaitu cemaran bakteri patogen seperti Coliform,
Escherichia coli, Salmonella sp, Staphylococcus aureus dan Clostridium perfringens.
Mayones termasuk dalam kategori pangan berisiko sedang karena berbasis lemak di
mana resiko yang dapat terjadi pada produsen mayones adalah adanya risiko
bahaya mikrobiologi yang berasal dari bakteri Enterobacteriaceae, Salmonella, dan
kapang. Selai buah dikategorikan sebagai pangan berisiko rendah. Kerusakan pada
selai buah dapat dilihat melalui munculnya jamur pada permukaan selai buah
sehingga dapat membahayakan konsumen. Cara menghindari bahan pangan dari
proses kerusakan adalah dengan memastikan teknik penyimpanan yang baik sesuai
dengan karakteristik produk pangan.

REFERENSI

11
Agustina, A., & Ashar, T. 2014. Analisis Pewarna Buatan Pada Selai Roti Yang Bermerek
Dan Tidak Bermerek Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2013. Lingkungan dan
Keselamatan Kerja, 3(1) : 1-8.
Ahmad, R. 2017. Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada makanan jajanan di pasar
Mardika kota Ambon. Global Health Science, 2(1) : 41-47.
Akmi, H., I.D. Dharmawibawa dan Nofisulastri. 2022. Penambahan sari daun kelor (Moringa
oleifera) terhadap uji organoleptik dan daya simpan selai buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus). Jurnal Ilmiah Pendidikan Sains dan Terapan. 2(3): 142-150
Astuti, A., Y. Pratama dan B. E. Setiani. 2019. Analisis pola konsumsi dan pengetahuan
konsumen terhadap keamanan pangan produk bakso curah di Kecamatan Tembalang,
Semarang. Jurnal Teknologi Pangan. 3(2): 181-185
BPOM. 2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 13 tahun 2019 tentang Batas Maksimal Cemaran Mikroba Dalam Pangan
Olahan
BPOM. 2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimal Cemaran Mikroba Dalam Pangan
Olahan
Hardianti, S. F., Arman dan Abd. Gafur. 2021. Identifikasi kandungan boraks pada bakso
gerobak di jalan Paccerakkang kota Makassar. Public Health Journal. 2(3): 1295-1301
Jaya, F., Amertaningtyas, D., & Tistiana, H. 2013. Sensory Evaluation of Mayonnaise
Preparred with Vegetable Oil and Egg Yolk of Local Chicken. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak (JITEK), 8(1) : 30-34.
Kaihatu, T. S. 2014. Manajemen Pengemasan. Yogyakarta: ANDI.
Luwitono, C. P. W. D dan P. Dermawan. 2019. Analisis pengawet natrium benzoat pada
selai stroberi curah di pasar tradisional. Jurnal Biomedika. 12(2): 244-250
Mamuaja, C. F., dan F. Lumoindong. 2017. Aktivitas antimikroba ekstrak biji kluwek
(Pangium edule) sebagai bahan pengawet alami bakso ikan tuna. J. Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 20 (3): 592 – 601.
Nasution, N., T. Ferasyi., Razali, Erina, Nazaruddin, dan A. Harris. 2018. Pemeriksaan
cemaran formalin dan mikroba pada bakso yang dijual di beberapa tempat di kota
langsa. Jurnal Ilmu Mahasiswa Veteriner. 2(3): 288–295.
Rahayu, W.P., dan C.C, Nurwitri. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB Press.
Rahmi, S. 2018. Analisis Pengawet Dan Pemanis Buatan Pada Selai Roti Yang Beredar Di
Pasar Sekitar Kota Medan. Jurnal Penelitian Pendidikan MIPA, 3(1) : 217-225.
Rizkyyani, P., A. Khusna., M. Hilmi., M. H. Khirzin., dan D. Triasih. 2020. Pengaruh lama
penyimpanan dengan berbagai bahan penstabil terhadap kualitas mayonaise. J. Ilmu
dan Teknologi Peternakan Tropis. 7 (1): 52 – 58.
Sarungallo, Z. L., B. Santoso., M. K. Roreng., E. P. Yantewo., dan I. Epriliati. Karakteristik
fisikokimia, organoleptik, dan kandungan gizi mayones minyak buah merah (Pandanus
conoideus). J. AgriTech. 41 (4): 316 – 326.
Standar Nasional Indonesia 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Pangan. 1995: Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta
Standar Nasional Indonesia 01-4473-1998 tentang Mayones. 1998: Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta
Standar Nasional Indonesia 3746:2008 tentang Selai Buah. 2008: Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta
Standar Nasional Indonesia 3818:2014 tentang Selai Buah. 2014: Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta
Swastike, W., Emawati, S., & Sari, A. I. 2015. Analisis Kandungan Zat Pengawet Boraks
Pada Sampel Jajanan Bakso Di Desa Jatipurno Kabupaten Wonogiri. Sains
Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan, 13(1) : 7-14.
Wati, L. R., I. D. Kumalasari., dan W. M. Sari. 2021. karakteristik fisik dan penerimaan
sensoris selai lembaran dengan penambahan jeruk kalamansi (Citrofortunella
microcarpa). J. Agroindustri. 11 (2): 82 - 91.

12
Yusra, D. Y., A. A. Sultang., P. N. Hafifah dan Y. D. Tunggeleng. 2021. Formulasi mayones
berbasis virgin coconut oil dan cuka air kelapa untuk mengurangi risiko dislipidemia.
Majalah Farmasi dan Farmakologi. 25(3): 98-102
Yuyun, A., & Gunarsa, D. 2011. Cerdas Mengemas Produk Makanan & Minuman. Jakarta :
AgroMedia.

13

Anda mungkin juga menyukai