Anda di halaman 1dari 47

i

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN i
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Abon Ikan 2
Proses Pengolahan Abon Ikan 2
Pengendalian Mutu 4
Kelayakan Dasar 4
Good Manufacturing Practice (GMP) 4
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) 5
Hazard Analysis and Critical Control Point 5
METODE 7
Waktu dan Tempat 7
Acuan Regulasi dan Standar 7
Metode Praktik Lapang 8
Pengumpulan Data Primer dan Sekunder 8
Flow Chart Pelaksanaan Praktik Lapang 9
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN 13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Formulir Penilaian Kelayaan Dasar Unit Pengolahan 13
2 Konsep Penyusunan HACCP Plan 25
3 Jurnal Kegiatan Praktik Lapang 34
4 Dokumentasi Proses Produksi 37
5 Denah/Tata letak UPI 38
ii
12
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya laut perikanan Indonesia memiliki potensi besar untuk


dikembangkan. Potensi kekayaan laut Indonesia yang besar dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia terdiri atas sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti
sumberdaya perikanan (perikanan tangkap, budidaya) dan sumberdaya yang tidak
dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi serta berbagai jenis mineral
(Suman et al. 2016). Produksi hasil perikanan nasional di Indonesia sampai
dengan akhir tahun 2017 tercatat mencapai 23,26 juta ton dengan 6,04 juta ton
perikanan tangkap dan 17,22 juta ton perikanan budidaya. Jumlah produksi
perikanan nasional yang besar ini juga diikuti dengan jumlah konsumsi ikan
pertahun di Indonesia yang terus meningkat dari tahun 2014-2017 dengan jumlah
rincian 38,14 kg/kap/tahun 2014 dan 46,49 kg/kap/tahun pada 2017 (KKP 2018).
Jumlah total produksi perikanan Indonesia yang besar juga harus diikuti dengan
tata cara penanganan ikan agar tidak cepat membusuk atau rusak ketika sampai di
tangan konsumen. Selain tata cara penanganan yang benar, pengolahan ikan
menjadi produk-produk tertentu juga dapat dilakukan agar dapat memperpanjang
umur atau daya awet dari ikan.
Abon ikan merupakan produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku
ikan segar yang mengalami perlakuan perebusan atau pengukusan, pencabikan,
penambahan bumbu dan pemasakan. Tahapan proses pengolahan abon ikan terdiri
dari penerimaan bahan baku, pencucian 1, penyiangan, pencucian 2, perebusan
atau pengukusan, pengepresan, pencabikan, pencampuran, pemasakan, penirisan
minyak, pengemasan, penyimpanan, dan pemuatan. Bahan baku secara
organoleptik harus memiliki persyaratan karakteristik seperti kenampakan mata
cerah, cemerlang bau segar, tekstur elastis, padat dan kompak (BSN 2013).
Pengolahan abon ikan harus memperhatikan keamanan pangan sehingga akan
menghasilkan produk yang bermutu dan sesuai dengan standar yang berlaku.
Salah satu standar keamanan pangan yang diakui di Indonesia adalah Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP).
Pengolahan hasil perikanan menurut Sutresni et al. (2016) memiliki
peranan penting dalam kegiatan pascapanen karena komoditas perikanan memiliki
sifat yang mudah rusak dan membusuk, serta disamping itu pengolahan
memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut. Dalam mewujudkan jaminan
mutu dan keamanan pangan maka dibutuhkan sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan berupa Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP).
Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) merupakan suatu sistem
jaminan mutu yang didasarkan pada kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya
dapat timbul di berbagai titik atau tahap produksi tertentu sehingga perlu
dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut (KKP 2010).
Tantangan lain dalam pengolahan produk pangan hasil perikanan
Indonesia khususnya dalam skala pasar ekspor berdasarkan PERMENPERIN
(2010) yaitu harus memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). Sertifikat
tersebut dapat dimiliki oleh UPI atau UMKM jika perusahaan tersebut telah
2

menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation


Operating Procedures (SSOP) dalam proses pengolahannya. Adanya
pemberlakuan tersebut bertujuan agar produk-produk olahan hasil perikanan
memiliki standar mutu dan keamanan yang tinggi. Kedua kelayakan dasar tersebut
juga berperan sebagai syarat awal diberlakukannya Hazard Analysis and Critical
Control Points (HACCP) yang dapat meningkatkan nilai jual produk perikanan
Indonesia terutama dalam pasar ekspor. Penerapan dan pengendalian sistem
HACCP perlu dilakukan untuk menjamin dan mengendalikan keamanan dan
kelayakan mutu dari produk pangan olahan hasil perikanan.

Tujuan

Praktik lapangan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa


dibidang pengolahan hasil perairan dan latihan mengevaluasi penerapan
kelayakan dasar dan menyusun Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP) Plan pada produksi Abon Ikan Tuna di UKM Khansa Food.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Abon Ikan

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging
yang dihaluskan dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya yang
ditambahkan dengan bumbu atau rempah lalu digoreng. Abon ikan menurut SNI
7690 (2013) merupakan makanan yang kering dengan bentuk yang khas, terbuat
dari daging (sapi, ayam, ikan), direbus, disayat-sayat, ditambah bumbu, digoreng,
dan dipres. Abon dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama karena sifat abon
yang kering atau rendah kadar air, oleh karena itu abon merupakan salah satu
teknik pengolahan yang ditujukan untuk menambah umur simpan produk (BSN
2013).

Proses Pengolahan Abon Ikan

Proses pengolahan abon ikan menurut SNI 7690:2013 diawali dengan


penerimaan bahan baku dan dilakukan pengujian organoleptik serta pengujian
lanjutan terhadap mutu bahan baku. Bahan baku ikan yang diterima ditangani
secara cepat, cermat dan saniter. Proses selanjutnya dilakukan pencucian 1 dengan
tujuan mendapatkan mutu bahan baku yang bersih sesuai spesifikasi. Pencucian 1
dilakukan dengan ikan dicuci dengan menggunakan air mengalir secara cepat,
cermat dan saniterkemudian disaring. Kepala, ekor, insang, dan isi perut ikan
dibuang secara cepat, cermat, dan saniter. Penyiangan dilakukan untuk
mendapatkan ikan segar tanpa kepala, ekor, insang dan isi perut ikan serta
mereduksi kontaminasi bakteri pathogen. Tahap selanjutnya adalah pencucian 2,
proses pencucian 2 dilakukan untuk mendapatkan mutu bahan baku yang bersih
sesuai spesifikasi. Proses perebusan dilakukan setelah proses pencucian 2 selesai.
3

Perebusan dilakukan untuk mendapatkan daging ikan yang matang sesuai


spesifikasi (BSN 2013).
Pengepresan dilakukan dengan daging ikan dipres sesuai spesifikasi dan
dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter. Tujuan dilakukan proses pengepresan
untuk mengurangi kandungan air yang terdapat dalam daging ikan. Ikan yang
sudah dipres selanjutnya ikan dicabik secara cepat, cermat, dan saniter. Daging
ikan yang telah melalui proses pencabikan, kemudian daging ikan dicampur
secara cepat, cermat, dan saniter dengan bumbu yang terlebih dahulu telah
dibersihkan, dicuci, dan dihaluskan. Bumbu yang telah meresap ke dalam daging
ikan, selanjutnya dilakukan pemasakan. Daging ikan digoreng dengan waktu dan
suhu sesuai spesifikasi, dan dilakukan secara terus-menerus sampai berwarna
spesifik abon ikan secara cermat dan saniter. Proses penirisan minyak dilakukan
setelah abon ikan matang dengan dimasukkan dalam alat pengurangan minyak
secara cepat, cermat, dan saniter. Abon ikan selanjutnya dikemas dengan cepat,
cermat, dan saniter. Syarat mutu dan keamanan abon ikan sesuai dengan SNI
7690:2013 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Persyaratan mutu dan keamanan pangan abon ikan SNI 7690: 2013

Parameter uji Satuan Persyaratan


a Sensori Angka (1-9) Min. 7
b Cemaran mikroba
- ALT Koloni//kg Maks5,0x104
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella Per 25 g Negatif
- Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 1,0x103
c Cemaran logam
- Kadium (Cd) Mg/kg Maks 0,1
-Timbal (Pb) Mg/kg Maks 0,3
- Merkuri (Hg) Mg/kg Maks 0,5
- Arsen (As) Mg/kg Maks 1,0
- Timah (Sn) Mg/kg Maks 40,0
d Kimia
- Kadar air mg/kg Maks. 1,0
- Kadar protein mg/kg Maks. 0,1
CATATAN* bila diperlukan

Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu menurut Junais et al. (2014) merupakan alat bagi suatu
manajemen untuk memperbaiki mutu produk apabila diperlukan,
mempertahankan mutu produk yang sudah tinggi, dan mengurangi jumlah produk
yang rusak. Umumnya pengendalian mutu dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
pengendalian mutu pada bahan baku, pengendalian dalam proses pengolahan, dan
pengendalian pada produk akhir. Penerapan keamanan pangan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Devi et al. (2016) sudah seharusnya dilakukan
oleh industri dalam penanganan hasil perikanan guna memenuhi standar atau
mengurangi resiko buruk. Hal tersebut dapat menciptakan terjaminnya suatu mutu
4

dan kualitas yang dapat mendorong perusahaan untuk dapat bersaing dan
meningkatkan pendapatan (income) negara.

Kelayakan Dasar

Program kelayakan dasar atau Pre Requisite Programe merupakan bagian


penting dalam penyusunan HACCP yang menjadi prasyarat yang harus dipenuhi
oleh suatu unit pengolahan perikanan sebelum menerapkan program Hazard
Analysis Critical and Control Point (HACCP). Program kelayakan dasar
dilakukan untuk penerapan HACCP agar berjalan efektif. Langkah-langkah dalam
persyaratan kelayakan dasar antara lain, Good Manufacturing Practices (GMP),
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP), dan identifikasi, penelusuran
serta penarikan kembali produk (Gasperz 2002). Suatu unit pengolah ikan (UPI)
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan No: Per.09/DJ-P2HP/2010 memerlukan system penerapan pengolahan
yang baik sesuai Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation
Operating Procedure (SSOP). Penerapan GMP dan SSOP bertujuan untuk
menjaga kualitas produk yang dihasilkan sehingga layak untuk dikonsumsi oleh
konsumen. Syarat kelayakan dasar yakni Good Manufacturing Practice (GMP)
dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan persyaratan
awal sebelum unit pengolahan menerapkan sistem HACCP.

Good Manufacturing Practice (GMP)


Good Manufacturing Practices (GMP) adalah salah satu penerapan aktivitas
pengendalian mutu yang dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan
mengurangi resiko food safety problems dengan melakukan kegiatan-kegiatan
pengendalian yang baik seperti memperhatikan hygiene karyawan, training,
cleaning dan sanitasi yang efektif. Prinsip dari GMP adalah mutu dibangun di
dalam produk dan tidak hanya diuji pada produk akhir. Persyaratan yang
ditetapkan dalam industri pengolahan pangan secara umum menurut Peraturan
Menteri Perindustrian Republik Indonesia tentang Pedoman GMP Nomor 75/M-
IND/PER/7/2010 yait :
1 Lokasi
2 Bangunan
3 Fasilitas dan sanitasi
4 Mesin dan peralatan
5 Bahan
6 Pengawasan proses
7 Produk akhir
8 Laboratorium
9 Karyawan
10 Pengemas
11 Label dan keterangan produk
12 Penyimpanan
13 Pemeliharaan dan program sanitasi
14 Pengangkutan
15 Dokumentasi dan pencatatan
16 Pelatihan
5

17 Penarikan produk
18 Pelaksanaan program.

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)


Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) berdasarkan penelitian
Masrifah et al. (2015) adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus
dipenuhi oleh suatu UPI untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk
yang diolah. Prosedur ini menjadi program sanitasi wajib suatu industri untuk
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan menjamin sistem keamanan
produksi pangan. Prinsip sanitasi untuk diterapkan dalam SSOP menurut
Triharjono et al. (2013) dikelompokkan menjadi 8 aspek kunci sebagai
persyaratan utama sanitasi dan pelaksanaannya. Aspek kunci persyaratan sanitasi
yaitu :
1 Keamanan air
2 Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
3 Pencegahan kontaminasi silang
4 Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet
5 Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
6 Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar
7 Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan
kontaminasi
8 Menghilangkan hama pengganggu dari unit pengolahan

Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP)

Sistem Hazard Analysisis and Critical Control Points (HACCP) menurut


Pratidina et al. (2019) merupakan suatu prosedur untuk melakukan identifikasi,
penilaian dan pengontrolan terhadap bahaya yang terdapat pada bahan pangan
maupun terhadap resiko tidak langsung yang berasal dari bahan pangan yang
dimaksud yang didesain sebagai usaha dalam pencegahan resiko dan alternatif
terhadap penjaminan keamanan pangan. Penerapan HACCP di dunia pangan
memiliki sifat yang spesifik dalam setiap jenis produk, proses, dan pabrik serta
diperlukan prasyarat dasar berupa penerapan GMP dan SSOP. Penerapan HACCP
pada bidang industri berdasarkan Goulding dan Mansur (2014) memiliki tujuan
untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu
pangan guna memenuhi tuntutan konsumen. Penerapan HACCP ini juga
diharapkan dapat mencegah resiko komplain dari konsumen yang disebabkan
karena adanya bahaya dalam suatu makanan. Tahap perencanaan HACCP
menurut SNI 01-4852-1998 yang sesuai dengan Codex adalah sebagai berikut:
1 Pembentukan tim HACCP
Operasi pangan perlu penjaminan bahwa pengetahuan dan keahlian
spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP
yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan
pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu.
2 Deskripsi produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi
mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk aw, pH, dll) serta
perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti pemanasan, pembekuan,
6

penggaraman, pengasapan, dll), pengemasan, kondisi penyimpanan, dan


daya tahan serta metode pendistribusian.
3 Identifikasi rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan
yang diharapkan dari produk oleh konsumen atau pengguna produk.
4 Penyusunan bagan alir
Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Diagram alir yang dibuat
harus mencakup semua tahapan dalam operasional produksi. Apabila
HACCP diterapkan, maka tahapan sebelum dan sesuah operasional
produksi perlu dipertimbangkan.
5 Konfirmasi bagan alir di lapangan
Tim HACCP sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan
operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta dapat
mengadakan perubahan bagan alir.
6 Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan analisa bahaya,
penentuan tindakan pengendalian
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang terdapat pada tiap
tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi
hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP juga
mengadakan analisi bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP
dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak harus
ditiadakan/dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima sehingga
produksi pangan dinyatakan aman. Tim HACCP harus
mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada yang dapat dilakukan
untuk setiap bahaya.
7 Penentuan titik kendali kritis
Pengendalian bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu
TKK pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan TKK pada sistem
HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan yang
menyatakan pendekatan pemikiran logis. Penerapan dari pohon keputusan
harus fleksibel tergantung dengan operasional produksi.
8 Penentuan batas kritis untuk setiap titik kendali kritis
Batas-batas kritis harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi
apabila mungkin pada setiap TKK. Kriteria yang umumnya digunakan
mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat
kelembapan, pH, aw, keberadaan klorin, dan parameter sensori.
9 Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap titik kendali kritis
Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari
TKK yang dibandingkan batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat
menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan
secara ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan
penyesuaian dan memastikan pengendalian proses untuk mencegah
pelanggaran dari batas kritis.
10 Penetapan tindakan perbaikan untuk setiap penyimpangan yang terjadi
Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap
TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang
terjadi. Tindakan harus memastikan bahwa CCP berada di bawah kendali.
7

Tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dari produk yang


terpengaruh.
11 Penetapan prosedur verifikasi
Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk
pengambilan contoh secara acak dan analisa dapat dipergunakan untuk
menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi
verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP
bekerja secara efektif.
12 Penetapan dokumentasi dan pencatatan
Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat adalah penting
dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan serta
dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan
besarnya operasi.

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan praktik lapangan dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus hingga 17


Agustus 2019. Praktik lapangan bertempat di UKM Khansa Food, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan praktik lapangan dilaksanakan di bawah
pengawasan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Acuan Regulasi dan Standar

Praktik lapangan dilkasanakan dengan didasarkan beberapa acuan standar


dan regulasi yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan praktik lapangan
dalam penyusunan HACCP plan di UKM Khansa Food. Beberapa acuan standard
an reulasi tersebut meliputi sebagai berikut :
1 CAC/RCP 52-2003 code of practice for fish and fishery products
2 CAC/RCP 23-1979 code of hygienic practice for low and acidified low acid
canned foods.
3 Badan Standardisasi Nasional 2011. SNI CAC?RCP 1: 2011. Kode praktis
prinsip umum hygiene pangan
4 Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 7690.1:2013 tentang abon ikan–
Bagian 1: Spesifikasi
5 Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 7690.2:2013 tentang abon ikan –
Bagian 2: Persyaratan bahan baku
6 Badan Standardisasi Nasional. SNI 7690.3:2013 tentang abon ikan – Bagian 3:
Penanganan dan Pengolahan
7 Badan Standardisasi Nasional. SNI 2729: 2013 tentang Ikan Segar
8 Badan Standardisasi Nasional. SNI 3741:2013 tentang Penggunaan Minyak
Goreng untuk Konsumsi
9 Kepmen KP RI Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 tentang persyaratan mutu dan
keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan dan distribusi.
8

10 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan


Gizi Pangan
11 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan
12 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan

13 Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian


Kesesuaian
14 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52A/Kepmen-Kp/2013
Tentang Persyaratan Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Pada
Proses Produksi, Pengolahan Dan Distribusi
15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IIV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum

Metode Praktik Lapangan

Metode praktik lapangan merukana cara yang digunakan selama kegiatan


praktik lapangan berlangsung. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data
yang ingin diperoleh daru tempat dilakukan praktik lapang. Metode yang
digunakan diantaranya, yaitu pengambilan data primer dan sekunder serta flow
chart pelaksanaan praktik lapang.

Pengambilan Data Primer dan Sekunder


Kegiatan praktik lapangan di UKM Khansa Food dilakukan dengan dua
teknik pengambilan data yaitu pengambilan data primer dan pengambilan data
sekunder Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi
secara langsung kegiatan penanganan dan proses produksi abon ikan tuna. Data
primer di peroleh secara langsung dari sumber pertama yang dipaparkan langsung
oleh seseorang atau lembagai tertentu seperti melalui kegiatan wawancara
langsung atau hasil pengisian kuisioner. Kegiatan pengambilan data primer pada
praktik lapangan dilakukan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang
berhubungan langsung dengan kegiatan proses produksi, manajemen yang
bertugas sebagai pengawas keamanan produk atau quality control mengenai
penerapan sistem HACCP (Winarno dan Surono 2004).
Metode pengambilan data lainya pada praktik lapangan di UKM Khansa
Food yaitu berupa data sekunder. Data sekunder merupakan informasi atau data
yang diperoleh dari sumber data lain yang bertujuan memperkuat hasil yang telah
dilakukan secara langsung di lapangan. Pengambilan data sekunder misalnya
melalui studi literatur mengenai jumlah pasokan bulanan ikan tuna, data jumlah
supplier perusahaan, informasi statistik jumlah tangkapan ikan tuna di wilayah
tertentu. Metode pengumpulan data sekunder dalam praktik lapangan diperoleh
dari studi literatur seperti pustaka cetak, pustaka elektronik, skripsi, jurnal, tesis,
website resmi, e-book, dan lain-lain.

Flow Chart Pelaksanaan Praktik Lapangan


Praktik lapangan diawali dengan identifikasi acuan regulasi yang digunakan,
kebijakan dan standar, dimana hasil identifikasi acuan regulasi tersebut kemudian
diobservasi melalui praktik secara langsung. Observasi dan praktik secara
langsung dapat dilakukan dengan melihat keadaan umum UPI, mempelajari
9

proses produksi, dan mengetahui praktik penerapan program Hazard Analysis and
Critical Control Points (HACCP) pada pengolahan abon tuna. Proses observasi
dan praktik lapangan meliputi penilaian atau evaluasi terhadap penerapan Hazard
Analysis and Critical Control Points (HACCP). Diagram alir atau flow chart
pelaksanaan praktik lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Identifikasi Acuan Observasi dan Praktik Langsung, yaitu:


Regulasi, Kebijakan dan 1 Keadaan umum UPI
Standar 2 Proses produksi
3 Praktik penerapan program HACCP

Penilaian Penerapan dan


Evaluasi Hazard Analysis
and Critical Control
Points (HACCP) Penilaian Penerapan dan Evaluasi
Kelayakan Dasar

Gambar 1 Skema pelaksanaan praktik lapangan

Analisis kelayakan dasar unit pengolahan terdapat pada lampira 1. Konsep


penyusunan HACCP plan pengolahan abon ikan terdapat pada lampiran 2,
sedangkan jurnal kegiatan praktik lapang terdapat pada lampiran 3. Good
Manufacturing Practises (GMP) terdapat pada lampiran 4 dan Standard
Sanitation Operating Procedures (SSOP) terdapat pada lampiran 5. Dokumentasi
proses produksi terdapat pada lampiran 6, serta denah atau tata letak UPI terdapat
pada lampiran 7.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4852-1998. Sistem analisa


bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman
penerapannya. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI CAC/RCP 1: 2011. Prinsip Umum
Higiene Pangan. Jakarta(ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2013. Abon ikan – Bagian 1: Spesifikasi. SNI
7690.1:2013. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2013. Abon ikan – Bagian 2: Persyaratan
Bahan Baku. SNI 7690.2:2013. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2013. Abon ikan – Bagian 3: Penanganan dan
Pengolahan. SNI 7690.3:2013. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2013. Penggunaan Minyak Goreng untuk
Konsumsi. SNI 3741:2013. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
10

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 2729:2013. Ikan Segar. Jakarta
(ID): Badan Standardisasi Nasional.
Devi KPT, Suamba IK, Artini NWP. 2016. Analisis pengendalian mutu dan
pengolahan ikan pelagis beku di PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang
Benoa Bali. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. 5(1) : 1-11.
Gaspersz V. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Goulding S, Mansur. 2014. Penerapan Hazard Analysis and Critical Control
Point (HACCP) produk sashimi di Restoran Tomoto Surabaya. Jurnal
Hospitalitiy dan Manajemen Jasa. 2(1) : 289-301.
[KEPMEN-KP] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. 2013. Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
52A/KEPMENKP/2013 Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Jakarta (ID):
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
[KEPMEN-KP] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. 2013. Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses
Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Jakarta (ID): Kementrian Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor PER.19/MEN/2010 Tentang Pengendalian Sistem
Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta (ID) : Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Produksi Perikanan Nasional
Indonesia 2017. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia.
Junais I, Brasit N, Latief R. 2014. Kajian strategi pengawasan dan pengendalian
mutu produk ebi furay PT. Bogatama Marinusa. Journal of Fisheries
Resources Utilization Management and Technology Universitas
Dipenogoro. 2(5) : 1-14.
Masrifah E, Noorachmat BP, Sukmawati A. 2015. Kesesuaian penerapan
manajemen mutu ikan pindang bandeng (Chanos chanos) terhadap Standar
Nasional Indonesia. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil
Menengah. 10(2) : 163-172.
[PERMENKES] Peraturan Menteri Kesehatan.2010. Peraturan Menteri
Kesehatan No 429 Tahun 2010 tentang Persyaratan Air Minum. Jakarta
(ID): Peraturan Menteri Kesehatan.
[PERMENPERIN] Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia. 2010.
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-
IND/PER/7/2010 Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik
(Good Manufacturing Practices). Jakarta (ID): Kementerian Perindustrian
11

[PP] Peraturan Pemerintah. 2004. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta (ID): PeraturanPemerintah.

Pratidina GE, Santoso H, Prastawa H. 2019. Perancangan sistem Hazard Analysis


Critical Control Point (HACCP) dan sistem jaminan halal di UD Kerupuk
Ikan Tenggiri Dua Ikan Jepara. Industrial Engineering Online Journal.
7(4) : 1-15.
Suman A, Irianto HE, Satria F, Amri K. 2016. Potensi dan tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan di wiliyah pengolahan perikanan negara Republik
Indonesia (WPP NRI) tahun 2015 serta opsi pengelolaannya. Jurnal
Kebijakan Perikanan Indonesia. 8(2): 97-110.
Sutresni N, Mahendra MS, Aryanta IWR. 2016. Penerapan Hazard Analysis
Critical Control Points (HACCP) pada proses pengolahan produk ikan
tuna beku di unit pengolahan ikan pelabuhan Benoa-Bali. Jurnal
Ecotrophic.10(1):41-45.
Triharjono A, Probowati BD, Fakhry M. 2013. Evaluasi Sanitation Standard
Operating Procedures kerupuk amplang di UD Sarina Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep. Jurnal Agrointek. 7(2) : 76-83.
[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia. 2004. UU RI Nomor 31 tahun
2004. Tentang Perikanan. Jakarta (ID): Bidang Hukum dan Peraturan
Perundang-undangan.
[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia. UU RI Nomor 18 tahun 2012
Tentang Pangan. Jakarta (ID): Bidang Hukum dan Peraturan
Perundang-undangan.
[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia. UU RI Nomor 20 tahun 2014
Tentang standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Jakarta (ID): Bidang
Hukum dan Peraturan Perundang-undangan
Winarno FG, Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor
(ID): M-BRIO Press.
12
10

LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Form Penilaian/Evaluasi Kelayakan Dasar Unit Pengolahan

1 Nama UPI/Perusahaan :
2 Alamat
Kantor Pusat :
UPI/ Ruang Proses/Gudang :
3 Jenis UPI : a. UPI b. UPRL-K c. UGPI d. UPIH e. Non - UPI f. KPI
4 No.Telp/Fax/Email :
CP (Nama & HP) :
a. IUP / Izin
c. Akta d. Perjanjian Sewa-
5 Kelengkapan Dokumen : Usaha di bidang b. SIUP e. Manual GMP-SSOP
Notaris Menyewa (jika ada)
Perikanan
6 Produk

Total Asal Bahan Baku/Produk


Jenis
Tujuan Pemasaran Realisasi
Pengajuan
No Jenis Produk Alur Proses Domestik / LN Produksi per
(Baru/ % Tangkap/ Wilayah/
(wilayah / Negara) Jenis
Perpanjangan) Budidaya/Impor Negara
( ton/bln )
Terlampir

Terlampir

Terlampir

13
14

7 SNI yang diterapkan :

8 Kapasitas Sarana dan Prasarana


No Jenis Alat Kapasitas
1 Gudang Beku Ton
2 ABF / IQF Ton
3 Gudang Penyimpanan Ton
4 Bak Pencucian Ton
5 Lainnya Ton

9 Jumlah Karyawan dan Penanggungjawab

Jumlah Karyawan Administrasi Pengolahan


Perempua Perempua Penanggung Jawab Pendidikan Pelatihan / Sertifikat
Laki-laki Laki-laki
n n
a. Tenaga Asing a. UPI/Pabrik
(ada/tdk)
b. Tenaga Tetap b. Produksi
(ada/tdk)
c. Tenaga Harian/ c. Mutu (QC)
Borongan (ada/tdk)

Jumlah
10 Jumlah Hari Kerja : hari/bulan
11 Asal Es Bentuk Es Penggunaan Es
a. Produksi sendiri dg kapasitas : ton a. Balok a. Penanganan c. Distribusi
b. Pembelian dari : b. Curai b. Penyimpanan Sementara d. Pengolahan
-
12 Bahan Penolong/ Tambahan :
-
13 Jenis/ Bahan Kemasan : a. Inner b. Master

15
16

KLAUSUL ASPEK MANAJEMEN / ASPEK TEKNIS OK Mn Mj Sr Kr Keterangan


Manajemen
KOMITMEN
I Mempunyai komitmen yang kuat untuk menerapkan
a X X
MANAJEMEN persyaratan dasar (memiliki dokumen mutu dan memiliki tim
mutu)
Lokasi Area UPI
Lokasi sekitar area UPI memadai untuk melakukan
II LINGKUNGAN a pekerjaan; dalam kondisi saniter dan higienis; tidak menjadi X X
sumber kontaminan; serta dipelihara / dijaga untuk
mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya
Pintu Masuk
Terbuat dari bahan yang halus, kedap air, mudah dibersihkan
III BANGUNAN a dan didesinfeksi, didesain membuka keluar atau kesamping,
X
dapat ditutup dengan baik dan selalu tertutup, dilengkapi
dengan alat pencegah serangga, pintu ditambah dengan tirai
plastik.
Lantai
Permukaan lantai halus; tanpa retak; mudah dibersihkan dan
b didesinfeksi; terbuat dari bahan yang kedap air; tahan garam, X X
asam, basa, dan bahan kimia lainnya; tidak mudah pecah;
dan dikonstruksi untuk mencegah adanya genangan air
Dinding
Permukaan dinding kedap air, tidak mudah mengelupas,
c halus, rata, tanpa retak, tidak beracun, mudah dibersihkan X X
dan didesinfeksi, pertemuan antara lantai dan dinding serta
dinding dan dinding mudah dibersihkan
Langit-langit/atap
d Didesain untuk mencegah akumulasi kotoran, kondensasi,
X X
pertumbuhan jamur dan pengelupasan, bebas dari retak dan
celah, permukaan halus, mudah dibersihkan, berwarna terang
Jendela dan bagian yang dapat dibuka
e Didesain untuk mencegah akumulasi kotoran/debu, X
dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga dan
mudah dibersihkan
Ventilasi*
Ventilasi mencukupi untuk sirkulasi udara, mencegah
f kondensasi dan mampu mencegah masuknya kontaminan ke X X
dalam ruang proses, udara mengalir dengan baik dari area
bersih ke area kotor, mudah dirawat & dibersihkan
Penerangan*
g Penerangan memadai dan lampu di ruang proses dilengkapi X
dengan pelindung yang aman
Saluran Pembuangan
Saluran pembuangan dikonstruksi untuk mencegah
h kontaminasi dan mengalir dari tempat bersih ke tempat kotor X
serta memadai & bersih untuk mengalirkan kotoran (limbah
cair)
Tempat Penyimpanan Bahan Kimia
i Tersedia tempat penyimpanan bahan kimia yang memadai, X
terpisah, tertutup, dan disertai dengan tanda peringatan
Penataan dan Penempatan Alat
PENATAAN DAN Ditata untuk mencegah kontaminasi, menjamin kelancaran
IV PEMELIHARAAN a proses, rancang bangun, konstruksi dan penempatan X
ALAT peralatan menjamin sanitasi dan dapat dibersihkan secara
efektif
Pembersihan dan Disinfeksi
b Frekuensi pembersihan dan disinfektan dapat mencegah X
resiko kontaminasi
PENERIMAAN
Persyaratan dan Pemakaian Bahan
BAHAN
V a Persyaratan bahan sesuai dengan standar, pemakaian bahan X X
BAKU/PENOLON
sesuai dengan persyaratan, tidak membahayakan kesehatan
G/ TAMBAHAN
Penerimaan Bahan
Dilakukan dengan cepat, saniter, terlindung dan mencegah
b X
kontaminasi; bahan yang diterima didokumentasikan dan
dimonitor

17
18

Bahan Pembungkus dan Pengemas


BAHAN Tidak menjadi sumber kontaminan, tidak mempengaruhi
VI PEMBUNGKUS a karakteristik produk, dapat melindungi produk, tidak X X
DAN PENGEMAS digunakan ulang, dan pengemasan dilakukan pada kondisi
higienis untuk menghindari kontaminasi
PENYIMPANAN Suhu Penanganan Produk Segar, Mentah dan Masak
VII PRODUK (Sesuai a yang Didinginkan X X
Perlakuan) Dipertahankan pada suhu mendekati titik leleh es (00C)
Suhu Penyimpanan Produk Beku
b Disimpan pada suhu sekurang-kurangnya -18 C, dilengkapi X
dengan alat pencatat suhu yang mudah dibaca
Suhu Penyimpanan Ikan Kaleng Pasteurisasi
c X
Disimpan pada suhu maksimal 5C
Suhu Penyimpanan Ikan Kaleng Sterilisasi
X
Suhu dan Cara Penyimpanan Ikan Hidup
d Disimpan pada suhu yang tidak berpengaruh buruk terhadap X
kelangsungan hidupnya atau keamanan pangan
Cara Penyimpanan Produk Lainnya
e Disimpan pada suhu yang tidak berpengaruh buruk terhadap X
kelangsungan hidupnya atau keamanan pangan
Persyaratan Air*
Memenuhi persyaratankualitas air minum, tersedia air panas
VIII AIR a X
untuk pembersihan alat apabila memungkinkan, pasokan dan
tekanan air cukup
Saluran Pipa Air
Dirancang agar tidak terjadi kontaminasi silang dengan air
b X
kotor, penandaan yang jelas antar pipa - pipa air minum dan
bukan air minum
Penggunaan Air Laut*
c X
Sesuai persyaratan
Es
IX ES a X
Terbuat dari air yang memenuhi persyaratan; terlindung dari
kontaminasi selama produksi, penanganan dan penyimpanan;
tidak digunakan ulang dalam proses
Bahan dan Desain
PERALATAN &
Terbuat dari bahan yang tahan karat, mudah dibersihkan dan
X PERLENGKAPAN
a tidak menyebabkan kontaminasi, dipisahkan antara X X
YG KONTAK DG
pemakaian untuk bahan baku dan produk, didesain sehingga
PRODUK
air dapat mengalir dengan baik.
Tanda
Peralatan dan perlengkapan diberi tanda untuk setiap area
b X
kerja yang
berbeda yang berpotensi menimbulkan kontaminasi silang.
FASILITAS Desain dan Kebersihan Fasilitas Pencucian
XI PENCUCIAN a Didesain sesuai dengan metode pencucian untuk mencegah X X
PRODUK kontaminasi, dirawat dan dijaga kebersihannya
Pasokan Air Pencucian
b Jumlah pasokan air panas dan air dingin cukup untuk X
memenuhi kebutuhan proses pencucian
KONSTRUKSI
Konstruksi Unit Pengolahan Ikan
DAN TATA
XII a Didesain sehingga mampu mencegah masuknya sumber X
LETAK ALUR
kontaminasi, binatang pengganggu, dan akumulasi kotoran
PROSES
Tata Letak dan Alur Proses UPI*
b Didesain untuk mencegah kontaminasi dan menjamin X
kelancaran proses
Ruangan Unit Proses
c X
Tersedia ruangan yang memadai untuk melakukan proses
KEBERSIHAN
RUANGAN DAN Kondisi Ruang Pengolahan
XIII a X
PERALATAN Bersih dan saniter
PENGOLAHAN
Ketersediaan Peralatan Kebersihan
b X
Tersedia dalam jumlah yang memadai
c Kondisi Peralatan Pengolahan X

19
20

Terawat, bersih dan saniter


Bak Cuci Kaki
FASILITAS
XIV a Pintu masuk ke ruang pengolahan dilengkapi dengan bak X
KARYAWAN
cuci kaki yang memadai dan didesinfeksi
Tempat Cuci Tangan
Pintu masuk ke ruang pengolahan dan di dalam ruang
b X X
pengolahan tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang
cukup, kran air tidak dioperasikan dengan tangan
Ruang Ganti Pakaian Karyawan
c Tersedia dengan jumlah yang memadai, selalu dalam X
keadaan bersih
Loker Tempat Penyimpanan Barang Karyawan
d X
Tersedia dalam jumlah yang cukup
Toilet *
Toilet jumlahnya sesuai dengan jumlah karyawan dan
semuanya berfungsi dengan baik
Tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan dan
pengolahan ikan
e 1 - 9 orang = 1 Toilet X
10 - 24 orang = 2 Toilet
25 - 49 orang = 3 Toilet
50 - 100 orang = 5 toilet
Setiap penambahan 30 pekerja dari 100 pekerja ditambah 1
(satu) toilet
Perlengkapan Sanitasi Toilet
Dilengkapi dengan sabun, desinfektan dan pengering tangan
f X
yang higienis, dilengkapi dengan sistem penyiraman air
(water flushing system) yang berfungsi dengan baik
Ventilasi Toilet
g X
Ada dan memadai
Tanda Peringatan Bagi Karyawan Tentang Tata Cara
Melakukan Pengolahan Yang Baik
h X
Ada dan memadai, seperti dilarang merokok, dilarang
meludah, dilarang buang sampah sembarang, dll
Pemberian Label dan Penyimpanan Bahan Kimia dan
BAHAN KIMIA
Bahan Berbahaya
XV DAN BAHAN a X
Diberi label yang jelas dan disimpan secara terpisah dalam
BERBAHAYA
wadah yang sama
Penggunaan Bahan Kimia dan Bahan Berbahaya
Bahan kimia yang diizinkan dan penggunaannya sesuai
b X
dengan metode yang dipersyaratkan, serta dilengkapi dengan
tanda (label) yang dipersyaratkan
LIMBAH PADAT Penanganan Limbah
XVI DAN LIMBAH a Ditampung dan ditangani segera selama proses pengolahan, X X
LAINNYA ditangani dengan saniter
Tempat Penampungan Limbah
Tempat limbah ditempatkan pada wadah yang tertutup atau
b X
sistem lain yang sesuai, mudah didesinfeksi, terawat dan
bersih
XVI PENGEMASAN Cara Pengemasan
a X
I DAN PELABELAN Dilakukan secara cepat, cermat dan saniter
Penyimpanan Bahan Pengemas
b Di gudang tersendiri dan terlindung dari debu dan X
kontaminasi, dan gudang dalam keadaan kering
Pemberian Label Pada Kemasan
Kemasan produk diberi label atau keterangan yang
c X
menunjukkan ringkasan atau deskripsi produk, jenis produk,
tahun, bulan dan tanggal produksi, negara asal
Bahan Pembuat Kemasan dan Label
d X
Food grade
KEBERSIHAN Pakaian Kerja Karyawan
XVI
DAN KESEHATAN a Memadai, terpelihara, lengkap dan bersih serta tidak X
II
KARYAWAN diperbolehkan menggunakan kosmetik, perhiasan dan alat

21
22

elektronik
Tingkat Kebersihan Karyawan
b X
Kebersihan personal karyawan terpelihara dengan baik
Kesehatan Karyawan
c Karyawan yang sakit dan berpotensi menularkan penyakit X
tidak diperbolehkan masuk kerja
PENINGKATAN
KEMAMPUAN / Pelatihan Karyawan
XIX a X
KETRAMPILAN Program pelatihan yang terjadwal
SDM
Fasilitas Pengendalian Binantang Pengganggu
PENGENDALIAN
Tersedia fasilitas pengendalian serangga, tikus, hewan
XX BINATANG a X
peliharaan, dan binatang lainnya, fasilitas pengendalian
PENGGANGGU
binatang pengganggu berfungsi dengan efektif
INSTALASI
PENGOLAHAN Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
XXI a X X
AIR LIMBAH Memiliki fasilitas IPAL
(IPAL)

Keterangan :
a. Minor : Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau dibiarkan secara terus-menerus akan
berpotensi mempengaruhi mutu pangan
b. Mayor Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempunyai potensi mempengaruhi keamanan
pangan
c. Serius Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi dapat mempengaruhi keamanan pangan

d. Kritis Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan

1. KETIDAKSESUAIAN
a. Minor :
b. Mayor
c. Serius
d. Kritis
2. TINGKAT (GRADE) 1. A (Baik Sekali)
KEPATUHAN 2. B (Baik)
3. C (Cukup)
4. D (Gagal)
Mengetahui
Penanggung Jawab UPI (UMKM) ........................., .....................
Ketua Tim

…………………………. .......................................

Keterangan :
TINGKAT JUMLAH PENYIMPANGAN
(RATING) Minor Mayor Serius Kritis
A = Baik sekali 6 0–5 0 0
B* = Baik ≥7 6 – 10 1–2 0
C = Cukup NA ≥ 11 3–4 0
D = Gagal NA NA ≥5 1

NO KLAUSUL SARAN PERBAIKAN RENCANA TINDAK LANJUT


(waktu / tanggal penyelesaian)

23
24

No Tim Pembina Tanda


Mutu Tangan

.........../...................2019
Penanggung Jawab UPI

( )
25

Lampiran 2 Konsep Penyusunan HACCP Plan

Tahap 1 Pembentukan Tim HACCP


Perencanaan, organisasi, dan identifikasi sumber daya adalah tiga aspek
penting untuk keberhasilan penerapan metode HACCP. Tim HACCP dipilih oleh
pihak manajemen sehingga komitmen pihak manajemen merupakan syarat awal
yang harus ada. Kesuksesan studi tergantung pada pengetahuan dan kompetensi
setiap anggota tim terhadap produk, proses, dan potensi bahaya yang perlu
diperhatikan. Faktor pendukung lainnya yaitu pelatihan yang sudah mereka jalani
tentang prinsip-prinsip metode ini dan kompetensi pelatih. Tim penyusun HACCP
memiliki peran menyiapkan rencana HACCP, melaksanakan program HACCP,
merevisi rencana HACCP, dan melakukan audit kesesuaian terhadap pelaksanaan
program HACCP. Anggota tim penyusun HACCP memiliki fungsi dan tugas
masing-masing yang dapat dilihat pada Tabel berikut.
No Nama Bidang/keahlian Fungsi/tugas

Tahap 2 Deskripsi Produk


Deskripsi produk merupakan penjelasan mengenai produk yang dibuat,
berupa termasuk informasi mengenai komposisi, struktur kimia/fisik (termasuk
Aw, pH, dll.), perlakuan mikrosidal/statis, pengemasan, kondisi penyimpanan dan
daya tahan serta metode pendistribusiannya. Deskripsi produk rajungan kaleng
dapat dilihat pada Tabel berikut..
Nama Produk
Bahan Baku
Asal Bahan Baku
Bagaimana Bahan Baku diterima
Produk Akhir
Tipe Kemasan
Penyimpanan
Daya Awet
Label/Spesifikasi
Penggunaan Produk Akhir
Konsumen
Persyaratan yang Berlaku

Tahap 3 Identifikasi Pengguna Produk


Penggunaan produk didasarkan pada kegunaan yang diharapkan oleh
konsumen dari produk yang dihasilkan. Produk abon ikan merupakan produk
ready to eat yang dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat. Abon ikan
dapat dikonsumsi oleh semua kalangan umur mulai dari anak-anak, remaja,
dewasa, hingga lansia.

Tahap 4 Diagram Alir Proses Pembuatan Abon Ikan


Proses pembekuan abon ikan tercantuk pada SNI 7690:2013. Tahap-tahap
pada produksi abon ikan tersebut meliputi penerimaan bahan baku, sortasi,
pengeluaran darah (untuk ikan hidup), pencucian, penyiangan, perebusan,
pengepresan, pencabikan, pencampuran, pemasakan, penirisan minyak,
26

pengemasan, dan pemuatan. Diagram alir pembuatan abon ikan dapat dilihat pada
Gambar 2.

Penerimaan

Bahan lainnya Bahan baku Kemasan dan


label

Pencucian
Pencucian I

Penghalusan
Penyiangan

Pencucian II

Perebusan/pengkusan

Pengepresan

Pencabikan

Pencampuran

Pemasakan

Penirisan minyak

Pengemasan Penyimpanan
27

Penyimpanan

Pemuatan
Gambar 2 Diagram alir pembuatan abon ikan

Tahap 5 Verifikasi Diagram Alir


Verifikasi diagaram alir proses produksi berfungsi untuk menentukan
apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Tim HACCP harus meninjau lokasi
untuk menganalisis dan membuktikan kesesuaian diagram alur proses dengan SNI.
Verifikasi diagram alur proses di lapangan dilakukan dengan cara mengamati alur
proses, kegiatan pengambilan sampel, wawancara, operasi rutin/non rutin serta
melihat keadaan lingkungan sekitar pengolahan.

Tahap 6 Analisis Bahaya


Bahaya pada proses pembuatan abon ikan di analisis pada setiap tahapan
proses produksi. Analisis bahaya dilakukan guna mengidentifikasi dan
inventarisasi bahaya yang mungkin muncul pada produk pangan dan mengganggu
keamanan produk yang dihasilkan. Analisis potensi bahaya abon ikan dapat
dilihat pada Tabel berikut.
28

SSOP/GMP
Kategori
mengendalikan Apakah Bahaya potensial signifikan
Tahapan bahaya
Penyebab Bahaya bahaya Pernyataan
Proses Tindakan pencegahan
Bahaya potensial Keparahan keputusan
Peluang
FS WH EF SSOP GMP (N/L,M/L, Yes No
(L/M/H)
Auto)
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahapa
Proses
Tahap 7 Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP)
Titik kritis ditentukan berdasarkan pada empat buah pertanyaan yang mendasari keputusan terhadap suatu tahap proses
dikatakan titik kritis (CCP) atau bukan CCP. Penentuan titik kritis dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel berikut. Keempat
pertanyaan tersebut yaitu:
1 Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya?
2 Apakah upaya pencegahan pada tahap tersebut khusus dirancang untuk mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan
terjadinya risiko bahaya pada tingkat yang dapat diterima?
3 Dapatkah risiko bahaya tersebut terjadi melewati batas yang dapat diterima atau dapat meningkat sampai pada batas yang tidak
dapat diterima?
4 Apakah ada tahap berikutnya yang dapat meng-eliminasi risiko bahaya atau mereduksi kemungkinan terjadinya risiko bahaya
sampai pada batas yang dapat diterima?

Identifikasi Titik Kritis


P1 P2 P3 P4
Jika Tidak = bukan CCP Jika
Jika tidak = Lanjutkan ke CCP
dan modifikasi langkah Jika Tidak = Bukan CCP Tidak =
Langkah P3 atau
Bahaya Nyata proses/produk CCP
Proses bukan
Jika Ya CCP
Jika Ya = Lanjutkan ke Jika Ya = Lanjutkan Ke =
Jika Ya = CCP
P2 P4 Bukan
CCP

29
30
31

P1) Adakah tindakan


pencegahan?

Modifikasi tahapan dalam


Y Tidak
proses/produk

Apakah pencegah pada tahap Y


ini perlu untuk keamanan
pangan?

Tidak Bukan CCP Berhenti

P2) Apakah upaya pencegahan pada tahap tersebut


khusus dirancang untuk mengeliminasi atau
Y
mereduksi kemungkinan terjadinya risiko bahaya
pada tingkat yang dapat diterima?

Tidak

P3) Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang


diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat
diterima atau dapatkah ini meningkat sampai
tingkatan yang tidak dapat diterima?

Y Tidak Bukan CCP Berhenti

P4) Akankah tahapan berikutnya menghilangkan


atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai
level yang dapat diterima?

Y Tidak CCP

Bukan CCP Berhenti

Gambar 3 Pohon keputusan (Decision tree)

31
32

Tahap 8 Penentuan Batas Kritis untuk Setiap CCP


Critical Control Point (CCP) atau titik kritis dalam suatu proses produk pangan
sangat perlu diperhatikan. Apabila CCP suatu produk tidak dilakukan dengan baik akan
berdampak pada penolakan produk oleh konsumen. Penentuan CCP dalam sistem
HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan, yang menyatakan
pendekatan pemikiran yang logis. Batas-batas kritis harus ditetapkan secara spesifik dan
divalidasi apabila mungkin untuk setiap CCP. Batas kritis untuk setiap CCP pada proses
pembekuan ikan dapat dilihat pada Tabel berikut.
CCP Bahaya Batas Kritis

Tahap 9 Penentuan Sistem Pemantauan untuk setiap CCP


Pemantauan atau monitoring dilaksanakan agar dapat mengendalikan peluang
timbulnya bahaya pada setiap proses produksi. Pemantauan dilakukan pada seluruh
proses produksi. Pemantauan diprioritaskan terhadap titik kritis yaitu proses pencucian,
pembekuan, penggelasan, pengemasan dan pelabelan serta penyimpanan beku.
Tindakan prioritas dilakukan karena titik-titik kritis tersebut akan sangat mempengaruhi
produk akhir. Monitoring menggunakan metode sensori, kimia, dan mikrobiologi.
Monitoring dilakukan pada periode-periode tertentu yang telah disepakati oleh tim
pemantau. Tim pemantau merupakan orang-orang yang mempunyai akses, keterampilan,
pengetahuan, dan pengalaman terkait CCP. Penetapan sistem pemantauan terhadap
setiap CCP dapat dilihat pada Tabel berikut.
Batas Kritis Pengawasan
untuk
Bahaya
TKK setiap
Nyata Apa Bagaimana Frekuensi Siapa
Tindakan
Pencegahan

Tahap 10 Penetapan Tindakan Koreksi untuk Setiap Penyimpangan


Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan dari prosedur proses
produksi. Tindakan Koreksi adalah semua tindakan yang diambil ketika hasil
pemantauan pada CCP menunjukkan penyimpangan batas kritis (kehilangan kendali)
karena jika kendali hilang, maka produk menjadi tidak memenuhi syarat. Tindakan
koreksi dalam HACCP plan telah terencana, sehingga setiap titik kendali kritis memiliki
tindakan koreksi yang spesifik. Penerapan tindakan koreksi harus jelas dan dilakukan
oleh orang yang berwenang dalam melaksanakan tindakan tersbeut. Tindakan koreksi
terdapat dapat dilaksanakan pada 2 level yang berbeda, yaitu:
33

1 Tindakan Segera (immediete action), yaitu tindakan untuk menyesuaikan proses agar
kembali terkontrol dan menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak
penyimpangan.
2 Tindakan Pencegahan (preventive action), yaitu pertanggung jawaban untuk tindakan
koreksi dan pencatatan tindakan koreksi.
Koreksi yang dilakukan berupa penyesuaian proses agar dapat terkontrol,
melakukan penanganan terhadap produk yang dicurigai terkena penyimpangan,
pertanggung jawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi. Tindakan
koreksi yang mungkin akan dilakukan antara lain pengolahan kembali, penurunan mutu
produk, serta pengolahan menjadi produk berbeda. Pengolahan kembali hanya
dilakukan jika bahaya yang ada dapat dihilangkan dengan proses tersebut. Penurunan
mutu produk dapat menjadi pilihan jika bahaya yang ada merupakan bahaya mutu,
bukan bahaya keamanan produk. Pengolahan menjadi produk berbeda dilakukan apabila
penambahan proses yang hampir sama dapat mereduksi jumlah kontaminan.

Tahap 11 Penetapan Prosedur Verifikasi


Verifikasi adalah prosedur pengujian dan cara penilaian sistem HACCP secara
menyeluruh pada suatu proses produksi. Verifikasi dilaksanakan untuk menjamin bahwa
sistem HACCP telah dilaksanakan dengan baik sehingga menghasilkan produk yang
aman dan bermutu. Kegiatan verifikasi juga bertujuan untuk menjamin bahwa setiap
CCP teridentifikasi dan dapat dikendalikan. Penetapan dan prosedur verifikasi meliputi
penetapan jadwal inspeksi, tinjauan terhadap sistem HACCP dan rekamannya, tinjauan
terhadap penyimpangan dan disposisi produk, konfirmasi bahwa CCP selalu dalam
keadaan terkendali dan jika memungkinkan, aktivitas-aktivitas validasi harus
termasuk kegiatan-kegiatan untukmengkonfirmasi efisiensi dari semua elemen rencana
HACCP.

Tahap 12 Penetapan Catatan dan Dokumentasi


Semua kegiatan yang berkaitan dengan proses produksi harus dicatat dan
didokumentasikan, terutama pada setiap titik kritis. Kegiatan ini ditujukan untuk
menyediakan data lengkap terjadinya penyimpangan pada produk untuk membantu
mengidentifikasi masalah sehingga dapat diatasi dengan baik. Kegiatan dokumentasi
harus mencakup identifikasi produk, deskripsi penyimpangan, bahan yang digunakan,
resiko bahaya atau keamanan produk, tahapan proses, titik kendali kritis, batas kritis,
tindakan koreksi yang diambil (termasuk penanganan akhir prosuk yang terkena
penyimpangan), nama individu yang bertanggung jawab terhadap tindakan koreksi,
kodisi mesin dan peralatan serta evaluasi hasil tindakan koreksi. Catatan dan
dokumentasi yang harus ada dalam penyusunan sistem HACCP meliputi rencana
HACCP dan semua materi pendukungnya, dokumen pemantauan, dokumen tindakan
koreksi, serta dokumen verifikasi. Rekaman penyimpangan pada setiap CCP dapat
dilihat pada Tabel berikut.

33
34

TITIK KENDALI BAHAYA CRITICAL MONITORING TINDAKAN


REKAMAN Verifikasi
KRITIS NYATA LIMIT KOREKSI
APA BAGAIMANA FREKUENSI SIAPA
35

Lampiran 3 Jurnal kegiatan praktik lapang

Tanda tangan
No Tanggal Kegiatan
(yang berwenang)
1 1 Agustus 2019

2 2 Agustus 2019

3 3 Agustus 2019

4 4 Agustus 2019

5 5 Agustus 2019

6 6 Agustus 2019

7 7 Agustus 2019

8 8 Agustus 2019

9 9 Agustus 2019

10 10 Agustus 2019

11 11 Agustus 2019

12 12 Agustus 2019

13 13 Agustus 2019

14 14 Agustus 2019

15 15 Agustus 2019

16 16 Agustus 2019

17 17 Agustus 2019

18

19

20

21

35
36

Lampiran 4 Good Manufacturing Practices (GMP)

Deskripsi Tata cara


aktivitas produksi/teknik Form
Tahapan Proses Tujuan Acuan Potensi bahaya
proses pelaksanaan yang pemantauan
baik
Lampiran 5 Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP)

Aspek SSOP Tata cara Monitoring Tindakan koreksi Verifikasi Form

37
38

Lampiran 6 Dokumentasi Proses Produksi


Lampiran 7 Denah/Tata Letak UPI

39

Anda mungkin juga menyukai