Dosen Pengampu
Ahmad Shafwan Pulungan, S.Pd., M.Si
Nurbaity Situmorang, M. Sc
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Kelas : PSB 20
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa rahmat-Nya sehingga penulisan case
method ini dapat kami selesaikan. Kami mengucapkan terimakasih juga kepada Bapak/Ibu
dosen pengampu, serta seluruh dukungan serta kesempatan yang diberikan sehingga laporan
ini dapat terselesaikan.
Semoga penyelesaian case method ini dapat memenuhi tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Mikrobiologi Terapan dan memperoleh hasil sesuai harapan. Dan semoga
penulisan case method ini dapat bermanfaat bagi pembaca umum dalam menambah wawasan
dan pengetahuan.
Penulis,
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
atau mual akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung enterotoksin (Jumriani Ibrahim,
2017).
1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis media yang digunakan pada uji cemaran bakteri S. aureus pada
daging ayam
2. Untuk mengetahui ciri koloni bakteri S. aureus yang tumbuh pada media.
3. Untuk mengetahui penyebab daging ayam dapat terkontaminasi bakteri
4. Untuk mengetahui cara mengurangi tingkat kontaminasi S. aureus pada daging ayam.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
Gambar 1. Koloni Staphylococcus aureus
4
menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase dan mampu memfermentasi manitol.
Bakteri mati selama proses pemanasan tetapi racun yang dikeluarkan masih ada. Setelah
diperhatikan bahwa tanda - tanda klinis peradangan lokal hilang setelah pup dikeluarkan.
Dinding fibrin di sekitar abses dapat mencegah penyebaran kuman. Jika dinding ini rusak,
kuman bisa menyebar sehingga menyebabkan sepsis. Lokalisasi sekunder dalam suatu
organ dapat menyebabkan tanda-tanda disfungsi organ yang terkena dan tanda - tanda
peradangan. Kasus keracunan makanan akibat enterotoksin tidak menimbulkan gejala
demam ( Agus, 2010 ).
2.5 Daging Ayam
Daging ayam adalah daging yang paling populer di seluruh dunia. Daging ini didapatkan
dari ayam ternak yaitu unggas yang paling banyak diternak di dunia. Karena relatif mudah
dipelihara dan biaya pemeliharaan yang rendah dibandingkan dengan hewan seperti sapi atau
babi, ayam telah menjadi bahan yang sangat lazim pada berbagai hidangan.
Selain mudah dalam pembuatannya, daging ayam juga dikenal memiliki ketebalan dan
tekstur yang disukai banyak orang. Misalnya, 100 gram daging ayam broiler mengandung
sekitar 18,2 gram protein, sedangkan berat daging totalnya mencapai 25, 0 gram. Hal ini
menunjukkan bahwa daging ayam mempunyai nilai gizi yang signifikan (Alamsyah, 2019).
Ketertarikan konsumen terhadap daging ayam terletak pada kemudahan dalam
pembuatannya, kemudian daging ayam dapat diterima oleh berbagai kelompok umur mulai
dari anak-anak hingga orang dewasa, serta ketersediaannya dengan harga yang terjangkau.
Namun perlu diperhatikan bahwa daging broiler dapat terkontaminasi bakteri jika tidak
diolah dengan hati - hati, yang pada akhirnya dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia
( Apriyanti, 2020 ).
Daging merupakan salah satu pangan yang mempunyai potensi bahaya, khususnya
pencemaran biologis, pencemaran fisik, dan pencemaran kimia. Oleh sebab itu, daging harus
aman dan bebas dari bahan berbahaya tersebut (Nugroho, 2005). Bahaya tersebut dapat
timbul pada saat proses produksi ternak , proses penyediaan mulai dari penyembelihan
hingga pemotongan , dan proses oalahn menjadi produk olahan (Usmiati, 2010 ).
Penanganan ayam yang tidak higienis akan berdampak pada kesehatan. Kebersihan
para pelaku usaha sangat mempengaruhi keamanan pangan karena bahan pangan tidak
terkontaminasi. Pembersihan tempat penjualan sekaligus dilakukan untuk mengendalikan
kondisi lingkungan ( Hariyadi dan Ratih , 2009 ) . Oleh karena itu , perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui sejauh mana infeksi Staphylococcus aureus.
5
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi kepustakaan atau
literatur review. Literatur review merupakan ikhtisar komprehensif tentang penelitian yang
sudah dilakukan mengenai topik yang spesifik untuk menunjukkan kepada pembaca apa yang
sudah diketahui tentang topik tersebut dan apa yang belum diketahui, untuk mencari rasional
dari penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide penelitian selanjutnya (Denney &
Tewksbury, 2013). Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku,
dokumentasi, internet dan pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta
mengelolah bahan penulisan (Zed, 2008 dalam Nursalam, 2016). Jenis penulisan yang
digunakan adalah studi literatur review yang berfokus pada hasil penulisan yang berkaitan
dengan topik atau variabel penulisan.
3.2 Metode Analisis Data
Untuk lebih memperjelas analisis abstrak dan full text jurnal dibaca dan dicermati.
Kemudian jurnal tersebut dilakukan analisis terhadap isi yang terdapat dalam tujuan
penelitian dan hasil/temuan penelitian. Metode analisis yang digunakan menggunakan
metode analisis isi jurnal.
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Untuk mendapatkan hasil dari sampel maka perlu dilakukan proses inkubasi kurang
lebih 45-48 jam dengan menggunakan media Baird Parket Agar Base (BPA). Pada umumnya
bakteri S. aureus yang terdapat pada daging ayam mempunyai ciri khas bundar, licin dan
halus, cembung, diameter 2-3 mm dan berwarna abu-abu sampai hitam pekat. Hal ini sesuai
dengan pendapat SNI 2897 (2008), yang menyatakan bahwa koloni S. aureus mempunyai ciri
khas bundar, licin dan halus, cembung, diameter 2 mm sampai dengan 3 mm, berwarna abu –
abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona opak, dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear
zone), tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang terang. Media Baird Parket Agar Base
(BPA) merupakan media agar yang cocok untuk pertumbuhan jenis bakteri Staphylococcus
aureus. Hal ini sesuai dengan pendapat Acumedia (2012), yang menyatakan bahwa media
BPA adalah media yang cukup selektif untuk mengisolasi dan menghitung koloni
Staphylococcus aureus.
Gambar 2 : (a) Kontrol positif pertumbuhan koloni S. aureus di media BPA, memiliki
karakteristik licin, lembut, bundar, cembung, ber diameter 2-3 mm, dilingkari zona
opak, dengan maupun disertai (clear zone), berwarna abu-abu hingga hitam pekat,
daerah terang mengelilingi, tepi koloni putih; (b) Sampel daging ayam broiler tidak
terdapat karakteristik pertumbuhan koloni S. aureus di media BPA pada sampel
daging ayam (Sumber: Fundament Lab Sains Baitussalam Aceh Besar, 2021).
4.2 Pembahasan
Daging ayam tidak terkontaminasi bakteri S. aureus setelah dilakukan pengujian. Hal ini
dapat terjadi apabila penanganan ayam di Rumah Potong Hewan Ayam (RPA) dilakukan
dengan baik dan benar sesuai standar, memperhatikan kebersihan dan keamanan pangan pada
7
saat memotong ayam serta dilengkapi dengan SOP layanan RPA. Sampel untuk penelitian ini
diambil dari ayam broiler yang sehat. Ayam broiler yang baru dipotong akan segera diolah
untuk diambil dagingnya, tidak dihidangkan diatas meja dengan waktu yang lama, kemudian
ayam langsung dimasukkan dalam plastik steril, bekukan di lemari es dan masukkan ke
dalam pendingin/cool box berisi es untuk diangkut. Kemungkinan tingkat kontaminasi
bakterinya relatif lebih rendah. Seperti yang dikatakan oleh (Armayani, 2017) tentang
identifikasi bakteri S.aeureus pada usus ayam dengan metode plate count (Gambar), hasil
penelitian menunjukkan tidak ditemukan koloni S. aureus di usus ayam. Sebab, teknik
pengolahannya dilakukan dengan benar dan tetap higienis. Menurut (Sospedra et al., 2012),
mereka percaya bahwa praktik penanganan yang baik penting untuk mencegah keracunan
pangan pada konsumen. Menurut (Mernelius et al., 2013), juga telah menunjukkan bahwa
kepatuhan terhadap instruksi kebersihan sekitar 55% sudah cukup untuk menghindarinya
banyak wabah Staphylococcus.
Beberapa sampel daging ayam jika dilihat dari segi lokasi pengambilan sampel, seperti
pasar tradisional. Dimana beberapa pedagang ada yang menjual daging ayam masih bagus
dan ada juga pedagang yang menjual daging ayam yang sudah tidak bagus atau sudah tidak
layak dikonsumsi, akan tetapi ada juga pedagang menjual dagangannya nanti ada pembeli
baru di potongkan. Hal ini bisa menimbulkan pencemaran. Pencemaran dapat terjadi karena
cara penanganan di tempat pemrosesan kurang memperhatikan sanitasi, misalnya pada saat
penerimaan dan pengangkutan ayam, penyembelihan, perendaman air panas dan pencabutan
bulu, jeroan, pendinginan dan pemotongan. Jika ditinjau dari kontaminasi bakteri
Staphylococcus aureus tidak dapat dilihat dari satu segi saja tapi dapat dilihat dari faktor dari
dalam (endogen) maupun dari lingkungan (eksogen). Adanya cemaran yang bersifat dari
dalam dapat terjadi apabila ayam yang dipotong sebelumnya telah terinfeksi oleh bakteri,
apakah itu mulai terinfeksi dari ternaknya sendiri atau kandangnya yang kurang baik
sanitasinya. Sedangkan, cemaran yang bersifat lingkungan dapat terjadi pada proses
penyembelihan, penanganan, udara, penyimpanan yang lama dan penyimpanan daging ayam
tidak dijaga higienitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005), yang
menyatakan bahwa untuk mengurangi kontaminasi, diperlukan penanganan yang higienis
dengan sistem sanitasi yang baik. Besarnya kontaminasi mikroorganisme pada daging akan
menentukan kualitas dan masa simpan daging proses.
Makanan yang berasal dari hewan seperti daging, susu, telur dan produk yang terbuat
dari bahan tersebut seringkali mudah rusak dan mungkin mengandung bahaya biologis,
kimia atau fisik. Oleh karena itu penanganan produk - produk tersebut harus higenis dan
8
setiap negara perlu memiliki program keamanan pangan yang efektif untuk melindungi
kesehatan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pandangan Anonymous (2004) yang
mengatakan bahwa mengenai pengaturan pangan , Indonesia telah memiliki Undang - undang
No.7 Tahun 1996 tentang Pangan. Undang-undang ini menjadi landasan hukum dalam
mengatur, membimbing , dan mengawasi kegiatan atau proses produksi, distribusi ,atau
perdagangan pangan . Undang-undang ini juga mencakup berbagai peraturan perundang -
undangan terkait pangan . Agar undang - undang pangan ini dapat ditegakkan secara tegas
, Pemerintah telah menambahkan Peraturan Pemerintah . Salah satu peraturan pemerintah
yang dikeluarkan adalah Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu serta Gizi Pangan. Daging ayam dapat terkontaminasi mikroorganisme di mana pun
dalam rantai pasokan, mulai dari peternakan hingga pasar, dan mikroorganisme ini dapat
menular ke manusia melalui kontak langsung, paparan lingkungan, dan konsumsi
makananan. Pencemaran mikroba dapt menimbulkan dampak serius bagi kesehatan
masyarakat. Penyakit yang berasal dari hewan dapat menular ke manusia melalui kontak
tidak langsung dengan lingkungan, kontak langsung atau konsumsi makanan. Penyakit
bawaan makanan di seluruh dunia disebabkan oleh bakteri patogen bawaan makanan, yang
membahayakan keamanan pangan karena resiko mengonsumsi makanan yang
terkontaminasi, terutama produk hewani. Sebagian besar bakteri ini penting bagi hewan
karena dapat memberikan dampak signifikan terhadap sektor ekonomi dan kesehatan
masyarakat .
9
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Untuk mendapatkan hasil dari sampel maka perlu dilakukan proses inkubasi kurang
lebih 45-48 jam dengan menggunakan media Baird Parket Agar Base (BPA). Media
Baird Parket Agar Base (BPA) merupakan media agar yang cocok untuk pertumbuhan
jenis bakteri Staphylococcus aureus.
2. Koloni S. aureus mempunyai ciri khas bundar, licin dan halus, cembung, diameter 2
mm sampai dengan 3 mm, berwarna abu – abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona
opak, dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone), tepi koloni putih dan
dikelilingi daerah yang terang.
3. Kontaminasi bakteri S. aureus bisa berlangsung saat daging ayam diproses seperti
ketika penerimaan, penggantungan daging, penyembelihan ayam, perendaman
memakai air panas, serta proses pencabutan bulu, pengambilan jeroan, sekaligus
pemotongan daging. Kontaminasi juga bisa menyerang daging ketika penanganannya
dilakukan di tempat yang kurang higienis.
4. Penanganan ayam di Rumah Potong Ayam (RPA) dijalankan secara tepat dan sesuai
standar, memperhatikan sanitasi hygiene pemotongan daging ayam, dan sudah
dilengkapi SOP Pelayanan RPA. Dimungkinkan tingkat cemaran bakterinya relatif
lebih rendah.
10
TANYA JAWAB PRESENTASI
11
Kelompok :1
Pertanyaan
Di pembahasan kalian tadi memberikan informasi bahwa jika ditinjau dari kontaminasi
bakteri Staphylococus aureus tidak dapat dilihat dari satu segi saja tapi dapat dilihat dari
faktor dari dalam (endogen) maupun dari lingkungan (eksogen). Jelaskan bagaimana
faktor dari dalam (endogen) maupun dari lingkungan (eksogen) yang mengakibatkan
terjadinya kontaminasi bakteri staphylococus aureus ?
Dijawab Oleh : Afifah Wasalna
NIM : 4203220036
Jawaban
Kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus dapat disebabkan oleh faktor endogen seperti
kekebalan tubuh yang lemah, luka terbuka, atau kondisi kulit yang rentan. Faktor eksogen
meliputi kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, kurangnya kebersihan, atau
penularan dari individu lain yang terinfeksi staphylococcus aureus.
Penting untuk memastikan bahwa daging ayam disimpan pada suhu yang aman dan
dihindari dari kontaminasi silang dengan makanan lain yang mungkin terinfeksi bakteri
Staphylococcus aureus. Selain itu, memasak daging ayam dengan suhu yang memadai
dapat membunuh bakteri dan menghindari risiko terkontaminasinya daging dengan
12
enterotoksin. Disarankan untuk memasak daging ayam hingga mencapai suhu minimal 74
derajat Celsius (165 derajat Fahrenheit) untuk memastikan keamanan pangan.
13
Keracunan makanan akibat Staphylococcus aureus terjadi ketika makanan
terkontaminasi dengan bakteri ini atau dengan toksin yang dihasilkannya. Eterotoksin
adalah salah satu jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini dan dapat menyebabkan
gejala-gejala keracunan makanan seperti muntah, diare, sakit perut, dan gejala lainnya
dalam waktu yang relatif singkat setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi.
Penting untuk menjaga kebersihan makanan dan praktek keamanan pangan yang baik
untuk mencegah infeksi dan keracunan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus. Proses pemanasan dan pendinginan makanan dengan benar juga dapat
membantu mengurangi risiko keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, J., dkk. (2017). Tingkat Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus pada Daging Ayam
yang Dijual Di Pasar Tradisional Makassar. Jurnal Ilmu dan Industri Perternakan, 3
(3), 169-181
Rahmawati, dkk. (2018). Identifikasi Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Yang Dijual
Di Pasar Besar Kota Palangka Raya. Bornoe Journal of Medical Laboratory
Technology, 1(1), 13-16
Jefanni, Verli., dkk. (2017). Deteksi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam
Yang Dijual Dipasar Tradisional Ulee Kareng. Journal JIMVET, 1(4), 715-719
Amirah., dkk. (2022). Deteksi Tingkat Cemaran Bakteri Staphylococcus aureus Pada Daging
Ayam Broiler Yang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Lhokseumawe. Jurnal
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, 1(12), 1074-1084
Rahayu, Yayuk Putri., dkk. (2023). Deteksi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Ayam
Krispy Lokal Disekitar Salah Satu Universitas Kota Medan. Journal of
Pharmaceutical And Sciences, 6(3),1356-1362
Juandini, A, J., dkk. (2021). Evaluasi Jumlah Total Bakteri Dan Staphylococcus aureus Pada
Produk Ayam Olahan Dengan Pembelian Online. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan,
2(2),64-74
Lee, Amy C., et al. (1987). Investigation by Syringe Method of Effect of Tampons on
Production In Vitro of Toxic Shock Syndrome Toxin 1 by Staphylococcus aureus.
Journal Of Clinical Microbiology, 25(1), 87-90
Palupi, K.T., dkk. (2010). Pengujian Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Beku yang
Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyebrangan Merak. Indonesian Journal Of
Veterinary Science and Medicine, 11(1). 9-14
15
Rahmawati. (2018). Identifikasi Staphylococcus aureus pada Daging Ayam yang Dijual di
Pasar Besar Kota Palangka Raya. Jurnal Teknologi Laboraturium Medis Borneo, 1(1)
Rollando. (2019). SENYAWA ANTI BAKTERI dari Fungi endofit. Malang : CV. Seribu
Bintang
Chylen Setiyo Rini,. Dan Jamilatur Rochmah. (2020). BAKTERIOLOGI DASAR. Jawa Tmur
: UMSIDA Press
Zulfarina, dan Imam Mahadi. (2019). BUKU AJAR BIOTEKNOLOGI. Pekan Baru : Badan
Penerbit Universitas Riau
Schwan, William R,. (2019). Staphylococcus aureus Toxins. USA : University of Wisconsin-
La Crosse
16