Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH:
UNIVERSITAS MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya lah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Makalah ini membahas tentang “Kondisi Makanan Sekolah “Telur
Gulung”, serta dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai kondisi
makanan atau jajanan anak sekolahan saat ini dan bagaimana cara pencegahannya.
Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan sehingga hanya demikian sajalah yang dapat penulis berikan.Penulis juga
sangat mengharapkan kritikan dan saran dari teman-teman sehingga penulis dapat
memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Demikian
makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel
(Kepmenkes RI, 2003). Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka
perlu diperhatikan kualitas makanan melalui ketersediaan zat-zat gizi yang terkandung
di dalamnya dan bebas dari cemaran mikroba. Makanan yang tercemar oleh
mikroorganisme akan mengakibatkan gangguan kesehatan karena mikroorganisme
tersebut dapat memproduksi racun yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit
(Mulia, 2005).
Menurut data Food and Agriculture Organisation (FAO, 2007) diperoleh data
bahwa anak usia 6 sampai 11 tahun merupakan konsumen tersering dan terbesar dalam
mengkonsumsi makanan jajanan. Temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) dalam lima tahun terakhir (2006-2010) menunjukkan sebanyak 48% jajanan
anak disekolah tidak memenuhi syarat keamanan pangan karena mengandung bahan
kimia yang berbahaya. Bahan tambahan pangan (BTP) dalam jajanan sekolah telah
melebihi batas aman serta cemaran mikrobiologi. Hasil pengambilan sampel pangan
jajanan anak sekolah di enam ibukota propinsi ditemukan 72,08% positif mengandung
zat berbahaya. Data kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun oleh
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan –BPOM Ri di seluruh
Indonesia tahun 2008-2010 ditemukan 17,26-25,15% kasus terjadi dilingkungan
sekolah dengan kelompok tertinggi siswa sekolah dasar (Fitriani, 2010).
Makanan jajanan beresiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering tidak
higienis yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun
maupun penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak diizinkan (Nurbiyati,
2014). Makanan jajanan mengandung banyak resiko, debu-debu dan lalat yang hinggap
pada makanan yang tidak ditutupi dapat menyebabkan penyakit pada system
pencernaan. Belum lagi bila persediaan air terbatas, maka alat-alat yang digunakan
seperti sendok,garpu, gelas dan piring tidak dicuci dengan bersih. Hal ini dapat
menyebabkan orang yang mengkomsumsinya terserang penyakit di saluran pencernaan
(Dyna, 2018)
Rumusan Masalah
1. Bagaimana hasil wawancara mengenai telur gulung yang dijajakan oleh salah satu
pedagang di Kota Mataram?
2. Apa saja bahan penyusun dan bagaimana cara pembuatan telur gulung oleh
pedagang tersebut?
3. Apa saja potensi cemaran telur gulung yang mungkin dapat terjadi dilihat dari
kondiri pedagang tersebut?
4. Bagaimana cara mengatasi dan mencegah cemaran terjadi?
BAB II
PEMBAHASAN
Telur gulung merupakan jajanan khas yang dibuat dengan bahan utama telur,
dengan cara digulungkan ke tusukan sate dalam minyak panas. Survey telah dilakukan
pada salah satu pedagang telur gulung yang beredar di kota Mataram. Pedagang telur
gulung tersebut menjajakan jualannya di pinggir jalan. Pilihan menu telur gulung juga
beragam mulai dari telur saja, telur yang digulung dengan aci dan telur yang digulung
dengan sosis. Pedagang tersebut tidak menggunakan minyak curah, yang digunakan
adalah minyak dengan merek “Bimoli”. Hal tersebut penting untuk diketahui karena
minyak curah tidak memiliki merek maupun label dan hanya dikemas menggunakan
plastik tanpa diketahui apakah aman untuk digunakan atau tidak.
Penjual menjajakan dagangannya di pinggir jalan, hal ini sangat beresiko bagi
kesehatan karena penanganannya sering tidak higienis. Makanan akan sangat mungkin
dicemari oleh mikroba. makanan jajanan mengandung resiko, tercemar secara fisik oleh
debu maupun hewan seperti lalat yang bisa hinggap dimana saja (sampah maupun
makanan). Hal tersebut dapat berakibat kepada penyakit pada sistem pencernaan.
Belum lagi persediaan air terbatas, maka alat yang digunakan seperti sendok dan wadah
untuk mengocok telur tidak bisa dibersihkan secara maksimal memungkinkan
peningkatan cemaran mikroorganisme (Dyna, 2018).
Telur gulung juga disajikan dengan tambahan sambal. Saus sambal yang
digunakan tidak diketahui mereknya. Saus sambal juga terlihat cair, yang diduga
ditambahkan air untuk menambahkan jumlah sambal. Dikhawatirkan air yang
digunakan adalah air yang belum mengalami proses sterilisasi dan pemanasan (air
mentah). Saus yang digunakan juga dikhawatirkan mengandung bahan tambahan
tertentu seperti pewarna. Penyajian jajanan telur gulung, yaitu menggunakan plastik dan
diberi saus cair pada jajanannya dengan kondisi botol saus yang selalu terbuka.
Wawancara pedagang telur gulung ini menguatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rosida (2017), yaitu telur gulung dibuat dengan digoreng menggunakan minyak secara
berulang-ulang dan tidak ada penutupnya pada wajan penggorengan tersebut.
Penyimpanan telur gulung yang telah digoreng, diletakkan di dalam keranjang tanpa
alas.
Bahan Pelengkap:
1. Aci yang dibentuk bulat bulat dan ditusukkan pada tusuk sate
2. Sosis
Berdasarkan uraian dan hasil wawancara diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
telur gulung dibuat dengan bahan baku utama telur selalu habis dipakai, minyak yang
digunakan bermerek “Bimoli”, dipakai secara terus menerus dan disimpan hingga
pemakaian berikutnya, dan saus yang digunakan dicampur dengan air. Pengemasan
telur gulung dilakukan dengan plastik saat telur masih panas. Potensi cemaran dapat
terjadi secara mikrobiologis dari cangkang telur, secara fisik dari debu yang
berterbangan karena berjualan di pinggir jalan, serta cemaran kimia berpotensi didapat
dari zat kimia penyusun plastik yang bermigrasi ketika telur dikemas dalam keadaan
panas.
DAFTAR PUSTAKA
Dyna, F., V. D. Putri, dan D. Indrawati, 2018. Hubungan Perilaku Komsumsi Jajanan
Pada Pedagang Kaki Lima Dengan Kejadian Diare. Jurnal Endurance. 3(3): 524-
530.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2007. School Kids and Street Food.
Fathonah, S., 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan, UNNES Press, Semarang.
Fitriani, N., dan S. Andriyani, 2010. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap
Anak Usia Sekolah Akhir (10-12 Tahun) Tentang Makanan Jajanan Di SD Negeri
II Tagog Apu Padalarang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015. 18(2):292–296.
Karuniastuti, N., 2014. Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan dan Lingkungan. Forum
Teknologi. 3(1):6-14.
Nurbiyati, T., Wibowo, A. H., Perusahaan, J. M., Indonesia, U. I., Industri, J. T.,
Industri, F. T., & Indonesia, U. I., 2014. Pentingnya memilih jajanan sehat demi
kesehatan anak. Jurnal Inovasi Dan Kewirausahaan. 3(3):192–196.