Anda di halaman 1dari 10

KONDISI MAKANAN SEKOLAH “TELUR GULUNG”

MATA KULIAH FORENSIK PANGAN

Dosen Pengampu:

Ir. I WAYAN SWECA YASA, M.Si

DISUSUN OLEH:

BAIQ YULIA FATMAWATI (J1A016016)

DARA ARIELLA KAHAR (J1A016018)

LOLA SITA SEPTINA (J1A016056)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya lah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Makalah ini membahas tentang “Kondisi Makanan Sekolah “Telur
Gulung”, serta dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai kondisi
makanan atau jajanan anak sekolahan saat ini dan bagaimana cara pencegahannya.

Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya penulis mendapatkan


bimbingan, arahan, koreksi, dan saran. Untuk itu penulis ucapkan rasa terima kasih
kepada Bapak Ir. I Wayan Sweca Yasa, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Forensik Pangan serta teman-teman yang telah membantu penulis dalam mengerjakan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan sehingga hanya demikian sajalah yang dapat penulis berikan.Penulis juga
sangat mengharapkan kritikan dan saran dari teman-teman sehingga penulis dapat
memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Demikian
makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 30 Maret 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel
(Kepmenkes RI, 2003). Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka
perlu diperhatikan kualitas makanan melalui ketersediaan zat-zat gizi yang terkandung
di dalamnya dan bebas dari cemaran mikroba. Makanan yang tercemar oleh
mikroorganisme akan mengakibatkan gangguan kesehatan karena mikroorganisme
tersebut dapat memproduksi racun yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit
(Mulia, 2005).
Menurut data Food and Agriculture Organisation (FAO, 2007) diperoleh data
bahwa anak usia 6 sampai 11 tahun merupakan konsumen tersering dan terbesar dalam
mengkonsumsi makanan jajanan. Temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) dalam lima tahun terakhir (2006-2010) menunjukkan sebanyak 48% jajanan
anak disekolah tidak memenuhi syarat keamanan pangan karena mengandung bahan
kimia yang berbahaya. Bahan tambahan pangan (BTP) dalam jajanan sekolah telah
melebihi batas aman serta cemaran mikrobiologi. Hasil pengambilan sampel pangan
jajanan anak sekolah di enam ibukota propinsi ditemukan 72,08% positif mengandung
zat berbahaya. Data kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun oleh
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan –BPOM Ri di seluruh
Indonesia tahun 2008-2010 ditemukan 17,26-25,15% kasus terjadi dilingkungan
sekolah dengan kelompok tertinggi siswa sekolah dasar (Fitriani, 2010).
Makanan jajanan beresiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering tidak
higienis yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba beracun
maupun penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak diizinkan (Nurbiyati,
2014). Makanan jajanan mengandung banyak resiko, debu-debu dan lalat yang hinggap
pada makanan yang tidak ditutupi dapat menyebabkan penyakit pada system
pencernaan. Belum lagi bila persediaan air terbatas, maka alat-alat yang digunakan
seperti sendok,garpu, gelas dan piring tidak dicuci dengan bersih. Hal ini dapat
menyebabkan orang yang mengkomsumsinya terserang penyakit di saluran pencernaan
(Dyna, 2018)

Rumusan Masalah

1. Bagaimana hasil wawancara mengenai telur gulung yang dijajakan oleh salah satu
pedagang di Kota Mataram?
2. Apa saja bahan penyusun dan bagaimana cara pembuatan telur gulung oleh
pedagang tersebut?
3. Apa saja potensi cemaran telur gulung yang mungkin dapat terjadi dilihat dari
kondiri pedagang tersebut?
4. Bagaimana cara mengatasi dan mencegah cemaran terjadi?
BAB II
PEMBAHASAN

Telur gulung merupakan jajanan khas yang dibuat dengan bahan utama telur,
dengan cara digulungkan ke tusukan sate dalam minyak panas. Survey telah dilakukan
pada salah satu pedagang telur gulung yang beredar di kota Mataram. Pedagang telur
gulung tersebut menjajakan jualannya di pinggir jalan. Pilihan menu telur gulung juga
beragam mulai dari telur saja, telur yang digulung dengan aci dan telur yang digulung
dengan sosis. Pedagang tersebut tidak menggunakan minyak curah, yang digunakan
adalah minyak dengan merek “Bimoli”. Hal tersebut penting untuk diketahui karena
minyak curah tidak memiliki merek maupun label dan hanya dikemas menggunakan
plastik tanpa diketahui apakah aman untuk digunakan atau tidak.

Wawancara juga dilakukan kepada pedagang telur gulung. Dari wawancara


tersebut diketahui bahwa bahan baku utama telur yang digunakan, jika sudah dibuka
akan dijual hingga habis setiap hari, tanpa disimpan untuk dijual kembali keesokan
harinya. Berbeda dengan bahan baku lain seperti sosis dan aci yang jika tidak habis
akan disimpan untuk kemudian digunakan kembali keesokan hari. Minyak yang
digunakan akan ditambahkan secara terus menerus (karena proses penggorengan
dilakukan tiap ada konsumen yang membeli), namun jika bahan baku utama habis, sisa
minyak yang ada akan digunakan kembali keesokan harinya. Penyimpanan telur
dilakukan di dalam tray, dan disimpan dibawah gerobak yang bersentuhan langsung
dengan tanah.

Penjual menjajakan dagangannya di pinggir jalan, hal ini sangat beresiko bagi
kesehatan karena penanganannya sering tidak higienis. Makanan akan sangat mungkin
dicemari oleh mikroba. makanan jajanan mengandung resiko, tercemar secara fisik oleh
debu maupun hewan seperti lalat yang bisa hinggap dimana saja (sampah maupun
makanan). Hal tersebut dapat berakibat kepada penyakit pada sistem pencernaan.
Belum lagi persediaan air terbatas, maka alat yang digunakan seperti sendok dan wadah
untuk mengocok telur tidak bisa dibersihkan secara maksimal memungkinkan
peningkatan cemaran mikroorganisme (Dyna, 2018).

Telur gulung juga disajikan dengan tambahan sambal. Saus sambal yang
digunakan tidak diketahui mereknya. Saus sambal juga terlihat cair, yang diduga
ditambahkan air untuk menambahkan jumlah sambal. Dikhawatirkan air yang
digunakan adalah air yang belum mengalami proses sterilisasi dan pemanasan (air
mentah). Saus yang digunakan juga dikhawatirkan mengandung bahan tambahan
tertentu seperti pewarna. Penyajian jajanan telur gulung, yaitu menggunakan plastik dan
diberi saus cair pada jajanannya dengan kondisi botol saus yang selalu terbuka.
Wawancara pedagang telur gulung ini menguatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rosida (2017), yaitu telur gulung dibuat dengan digoreng menggunakan minyak secara
berulang-ulang dan tidak ada penutupnya pada wajan penggorengan tersebut.
Penyimpanan telur gulung yang telah digoreng, diletakkan di dalam keranjang tanpa
alas.

Pedagang juga diwawancara mengenai pengemasan telur gulung. Pengemasan


dilakukan dengan menggunakan plastik transparan, setelah telur yang digoreng
ditiriskan. Kemungkinan telur gulung dikemas saat masih dalam keadaan panas ke
dalam kantung plastik. Menurut Karuniastuti (2014), plastik akan sangat mudah terurai
lapisan polimer dan beberapa zat kimia penyusunnya apabila terjadi kontak dengan
panas dalam waktu yang lama. Dalam hal ini, jika telur gulung panas mengalami kontak
dalam waktu yang lama dengan plastik pengemas, dikhawatirkan dapat membuat
komponen pada plastik bermigrasi ke dalam makanan. Akibatnya dapat menjadi pemicu
kanker dan kerusakan jaringan pada tubuh manusia (karsinogenik) (Karuniastuti, 2014).

 Bahan Penyusun dan Cara Pembuatan Telur Gulung


Bahan Penyusun:
1. Telur ayam
2. Air
3. Tepung maizena, larutkan dalam air
4. Garam
5. Bumbu penyedap
6. Minyak untuk menggoreng

Bahan Pelengkap:

1. Aci yang dibentuk bulat bulat dan ditusukkan pada tusuk sate
2. Sosis

Adapun cara membuat telur gulung yaitu:


1. Telur dikocok dengan garam dan bumbu penyedap hingga berbusa
2. Lalu dimasukkan 50 ml air yang telah disiapkan, dan kocok lagi hingga air dan
telur menyatu secara merata.
3. Untuk menggoreng dibutuhkan banyak minyak agar telur tidak menggumpal
karena menempel satu sama lain sehingga susah untuk digulung. Panaskan
minyak goreng dalam wajan dengan api besar, setelah panas kecilkan api hingga
menunjukkan nyala sedang.
4. Tuang 3 sdm telur atau sesuaikan ketebalan gulungan sate. Tuangkan dengan
cara memutar, lalu secara cepat ambil tusuk sate dan gulung telur ke arah
pinggir. Tekan-tekan gulungan telur pada pinggiran wajan, agar telur tidak
mudah terlepas.
5. Ulangi langkah 4 sampai sisa telur habis. Tiriskan, telur juga dapat disajikan
dengan saus.

 Potensi Cemaran Telur Gulung


1. Potensi Bahaya Mikrobiologis
Dari segi mikrobiologis, potensi cemaran bisa didapatkan dari bahan utamanya
yaitu telur yang apabila tidak dicuci memiliki banyak bakteri patogen pada
cangkangnya. Karena pada cangkang telur terdapat banyak bakteri patogen
hasil dari feses ayam sendiri, seperti Salmonella sp, Staphylococcus, dan lain
lain. Mikroorganisme yang berpotensi mencemarinya juga bisa lewat udara,
karena bakteri dipinggir jalan yang dibawa oleh debu kendaraan lebih banyak.
Banyaknya sampah yang dibuang di sekitar tempat jualan juga menyebabkan
mikroorganisme tumbuh dan berkembang dan mudah mencemari lewat udara.
2. Potensi Bahaya Fisik
Bahaya fisik bisa didapat dari debu yang berterbangan, apalagi pedagang
berjualan dipinggir jalan. Angin yang dibawa oleh pengendara motor dan mobil
bisa menerbangkan debu, daun, ataupun ranting dan mencemari telur gulung.
3. Potensi Bahaya Kimia
Potensi bahasa dari segi kimiawi dapat ditemukan dari plastik yang digunakan
ketika telur gulung yang masih panas kontak dengan plastik terlalu lama,
dikhawatirkan terjadi migrasi komponen penyusun plastik ke dalam telur
gulung.
 Cara Mencegah dan Mengatasi Potensi Cemaran Telur Gulung

Pedagang makanan jajanan sebaiknya mengenakan celemek selama menjamah


makanan di lokasi berdagang di lingkungan sekolah dasar. Celemek merupakan kain
penutup baju yang digunakan sebagai pelindung agar pakaian tetap bersih dan pedagang
tidak memakai penutup kepala. Penjamah makanan dianjurkan memakai penutup kepala
untuk mencegah jatuhnya rambut dan kotoran rambut ke dalam makanan serta
membantu untuk menyerap keringat pada dahi sehingga menghindari jatuhnya keringat
dalam makanan. Pakaian, penutup kepala, dan celemek harus dalam keadaan bersih,
sering diganti dan dicuci untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada makanan.
Pakaian yang kotor dapat menjadi tempat untuk bersarangnya kuman penyakit dan
menjadi media penularan penyakit (Purnawijayanti, 2001). Wadah saus dan wajan
penggorengan harus selalu dalam keadaan tertutup jika sedang tidak digunakan. Selain
itu, pedagang juga harus meminimalisir penggunaan wadah plastik dan koran serta
tusuk bambu yang digunakan harus dalam kondisi yang bersih dan baru.
Penjamah makanan yang menangani makanan jajanan harus mengikuti prosedur
yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan/minuman jajanan di
lingkungan sekolah dasar yang ditanganinya. Prosedur penting bagi penjamah makanan
tersebut adalah hygiene perorangan dan kebiasaan hidup yang baik (Fathonah, 2005),
seperti selalu menjaga kebersihan tangan, menggunakan alat saat mengambil makanan,
dan menggunakan celemek.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan hasil wawancara diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
telur gulung dibuat dengan bahan baku utama telur selalu habis dipakai, minyak yang
digunakan bermerek “Bimoli”, dipakai secara terus menerus dan disimpan hingga
pemakaian berikutnya, dan saus yang digunakan dicampur dengan air. Pengemasan
telur gulung dilakukan dengan plastik saat telur masih panas. Potensi cemaran dapat
terjadi secara mikrobiologis dari cangkang telur, secara fisik dari debu yang
berterbangan karena berjualan di pinggir jalan, serta cemaran kimia berpotensi didapat
dari zat kimia penyusun plastik yang bermigrasi ketika telur dikemas dalam keadaan
panas.
DAFTAR PUSTAKA

Dyna, F., V. D. Putri, dan D. Indrawati, 2018. Hubungan Perilaku Komsumsi Jajanan
Pada Pedagang Kaki Lima Dengan Kejadian Diare. Jurnal Endurance. 3(3): 524-
530.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2007. School Kids and Street Food.

Fathonah, S., 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan, UNNES Press, Semarang.

Fitriani, N., dan S. Andriyani, 2010. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap
Anak Usia Sekolah Akhir (10-12 Tahun) Tentang Makanan Jajanan Di SD Negeri
II Tagog Apu Padalarang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015. 18(2):292–296.

Karuniastuti, N., 2014. Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan dan Lingkungan. Forum
Teknologi. 3(1):6-14.

Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Nurbiyati, T., Wibowo, A. H., Perusahaan, J. M., Indonesia, U. I., Industri, J. T.,
Industri, F. T., & Indonesia, U. I., 2014. Pentingnya memilih jajanan sehat demi
kesehatan anak. Jurnal Inovasi Dan Kewirausahaan. 3(3):192–196.

Purnawijayanti, H.A., 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam


Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.

Rosida, N. dan R. Windraswara, 2017. Hygiene Dan Sanitasi Pedagang Jajanan Di


Lingkungan Sd/Mi. Jurnal of Health Education. 2(1): 80-85.

Anda mungkin juga menyukai