Anda di halaman 1dari 8

APLIKASI STERILISASI KOMERSIAL DAN KEMASAN RETORT POUCH

PADA RENDANG UNTUK MENINGKATKAN NILAI KEAMANAN


PANGAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN INTERNASIONAL

Disusun Oleh:

Mahardhika Adi Nugraha


Danny Maulana Ridwan
Anissa Angga Apriliani

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
APLIKASI STERILISASI KOMERSIAL DAN KEMASAN RETORT POUCH
PADA RENDANG UNTUK MENINGKATKAN NILAI KEAMANAN
PANGAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN INTERNASIONAL

PENDAHULUAN
Kebudayaan merupakan sebuah entitas unik dalam suatu kelompok yang
mewakili bentuk pemikiran atau akal manusia didalamnya. Perbedaan budaya satu
dan lainnya merupakan hasil dari berbagai bentuk keberagaman pemikiran manusia
dalam cara hidup masing-masing. Setiap budaya memiliki kompleksitas tersendiri
dan tersusun atas banyak unsur seperti politik, agama, adat istiadat, dan pangan.
Pangan adalah bagian penting dari sebuah budaya. Sebagai makhluk biologis,
manusia membutuhkan makanan yang cukup untuk tumbuh, berkembang, dan tetap
sehat. Namun sebagai makhluk sosial, makanan lebih dari sekedar pemenuh
kebutuhan nutrisi, tetapi juga sebagai sebuah unsur dalam kebudayaan. Hubungan
makanan dengan kebudayaan merupakan sebuah entitas baru yang dikenali saat
pangan menjadi satu kesatuan dengan pola pikir manusia. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai aspek penyiapan makanan, bahan-bahan yang digunakan sampai dengan
cara penyajian dan teknologi yang digunakan. Hal ini didukung dengan tulisan pada
buku Food, People and Society: A European Perspective of Consumers' Food
Choices, oleh Frewer et al (2001) yang menjelaskan bahwa jenis makanan, porsi dari
sebuah makanan, cara makanan disiapkan dan disajikan, dan waktu tertentu untuk
membuat sebuah makanan sudah terbentuk oleh budaya sejak dini pada manusia.
Sebagai negara dengan budaya yang beragam, Indonesia memiliki potensi
dalam pengembangan pangan tradisional yang bersumber dari kebudayaan.
Pengembangan yang dimaksudkan meliputi aspek pengembangan promosi wisata
pangan (Food Travel), pengembangan daerah penghasil makanan tradisional, dan
yang paling penting adalah penyesuaian produk pangan dalam aspek pengolahan,
keamanan, penyajian dan pengemasan. Urgensi pengembangan sangatlah tinggi,
mengingat banyak makanan tradisional Indonesia yang berpotensi untuk dikenal di
seluruh dunia, salah satunya rendang.
PEMBAHASAN
Rendang, dari sekian banyak makanan tradisional Indonesia, paling mudah
dijumpai karena adanya warung makan minang yang tersebar diseluruh pelosok
negeri. Berasal dari kebudayaan Minangkabau di Sumatera Barat, rendang pada
umumnya dibuat dari daging sapi dengan menggunakan beberapa rempah-rempah
serta santan kelapa. Dasar penggunaan bumbu pada rendang adalah bumbu-bumbu
yang memiliki sifat antimikroba dan antioksidan yang sangat tinggi. Rempah-rempah
yang digunakan meliputi bawang putih, kunyit, cabai merah, cabai, bawang merah,
jahe, lengkuas, dan serai. Selain memberikan rasa pedas pada Rendang, cabai
memiliki kandungan berupa lasparaginase dan capcaisin yang berguna sebagai zat
antikanker (Lipoeto et al 2001). Bawang merah dan bawang putih yang dihaluskan
memiliki manfaat sebagai pemberi cita rasa dan memiliki zat antibiotik seperti alisin
dan aliin yang baik bagi tubuh (Kelana 2010).
Selain didapat dari bumbu, rasa Rendang yang kuat didapat dari proses
pemanasan yang berulang-ulang menggunakan santan kelapa. Pemanasan pada
daging dilakukan untuk membuat kadar air dalam daging rendang turun (Prasafitra et
al 2014). Hal ini terjadi akibat penetrasi panas yang terjadi pada daging, turut
membuka ikatan air yang terikat kuat dengan serat-serat daging. Dengan hilangnya
air, bumbu-bumbu dan santan kelapa yang ditambahkan ke dalam daging perlahan
akan meresap dan mengisi matriks-matriks kosong yang telah ditanggalkan oleh
molekul air akibat perubahan fasa. Pemanasan yang berulang-ulang, dilakukan
selama kurang lebih empat jam hingga daging memadat dan kering. Menghasilkan
daging rendang yang memiliki rasa kuat dengan bumbu kaya rasa yang
terkaramelisasi dalam daging.
Rendang mulai dikenal di seluruh dunia dan memiliki potensi untuk
dikomersialisasikan secara internasional. Hasil survey CNN (Cable News Network)
pada tahun 2011 tentang 50 Most Delicious Foods menempatkan rendang pada posisi
nomor satu sebagai makanan terlezat di dunia, sehingga rendang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai hidangan internasional. Dilihat dari prospek dan potensinya,
rendang dapat ditingkatkan nilai tambahnya dengan melakukan inovasi pada
pengemasan, yaitu mengemas rendang dalam retort pouch sehingga dapat memiliki
umur simpan lebih lama dan kualitas serta keamanannya dapat terjaga dengan baik.
Dalam hal ini, keawetan rendang diperoleh dari proses pemasakan rendang itu sendiri
dan melalui proses pemanasan pada retort.
Kemasan dari produk akan menentukan keamanan pangan dari produk itu
sendiri. Goss (2000) dalam kajiannya menyatakan bahwa dalam rangka untuk dapat
memanfaatkan pasar baru dengan adanya globalisasi, produsen harus mampu
merespon permintaan pasar yang sangat dinamis. Kondisi utama yang diperlukan
dalam merespon pasar dunia yang sangat dinamis tersebut sebagai peluang pasar yang
menjanjikan adalah dipenuhinya persyaratan tentang food safety standard, yang pada
era globalisasi ini merupakan persyaratan yang paling utama. Henson (2000) juga
menyatakan bahwa kebijakan yang berkaitan dengan food safety dan sanitary and
phytosanitary merupakan hambatan utama dalam ekspor produk makanan olahan,
jika kedua persyaratan tersebut terpenuhi maka akses di pasar global akan sangat
terbuka lebar.
Kriteria keamanan pangan berdasarkan inaktivasi bakteri Clostridium
botulinum merupakan hal yang harus dijadikan acuan pada produk rendang dalam
kemasan. Racun yang dihasilkan oleh bakteri C. botulinum sangat berbahaya dan
menjadi perhatian utama dalam produk pangan olahan kemasan yang memiliki
tingkat keasaman yang rendah seperti daging, jagung, dan kacang-kacangan. Jika
makanan yang terkontaminasi racun C. botulinum terkonsumsi, gejala akan muncul
dalam 24 hingga 48 jam. Racun akan menyerang sistem saraf, menyebabkan gejala
seperti kesulitan untuk menelan dan bernafas. Tanpa penanganan, pasien yang
terkena racun C. botulinum akan meninggal karena kehabisan nafas. Pasien yang
selamat akan mengalami kerusakan saraf.
Bakteri C. botulinum tumbuh dengan optimal pada kondisi anaerobik atau
tanpa keberadaan oksigen, sehingga dapat dengan mudah tumbuh dan memproduksi
racun pada pangan olahan yang dikemas. Spora dari C. botulinum bersifat heat
resistant atau tahan dalam kondisi panas. Sehingga untuk menginaktivasi spora C.
botulinum, dibutuhkan suhu yang cukup tinggi (USDA 2015). Hal tersebut yang
dijadikan dasar atas standar keamanan pangan yang dibuat oleh beberapa negara.
Produk daging dalam kemasan harus diproses dengan standar tertentu agar dapat
didistribusikan.
Dalam pengolahan bahan pangan berasam rendah yang diproses dalam
kemasan, proses sterilisasi komersial harus diterapkan. Prosedur proses tersebut
sudah distandardisasi di beberapa negara, salah satunya di Amerika Serikat. Steril
komersial berdasarkan FDA (The Food and Drug Administration in United State)
atau Stabil penyimpanan dalam istilah USDA (United State Department of
Agriculture) didefinisikan sebagai kondisi bebas dari mikroba yang dapat
berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi tanpa
bantuan pendingin. Untuk mencapai kondisi tersebut, dibutuhkan dua operasi yang
esensial, yaitu pengemasan dengan kondisi hermetis serta pemanasan cukup pada
suhu dan waktu yang optimal. Sub-bab X bagian 381.300-381.311 dari Code Federal
Regulation of USDA menetapkan persyaratan pengolahan termal untuk pangan yang
disterilisasi komersial adalah penurunan 12 siklus log dari C.botulinum, dengan
asumsi jumlah spora awal tidak lebih dari 1000 spora per kemasan (Sun 2012).
Pada proses sterilisasi dengan retort, produk biasanya dikemas menggunakan
wadah berupa kaleng, botol, atau pouch. Retort pouch merupakan kemasan fleksibel
berbentuk pouch atau kantong yang digunakan untuk mengemas pangan siap santap
atau MRE (Meal Ready to Eat). Retort pouch dibuat dari laminasi aluminium foil dan
polimer, tahan terhadap suhu sterilisasi, dan dapat disimpan selama bertahun-tahun
pada suhu ruang (Sampurno 2008). Masa simpan produk dalam retort pouch
dipengaruhi suhu penyimpanannya. Pada suhu ruang (25–30 oC), masa simpan
produk adalah 3 tahun, dan di refrigerator selama 5 tahun (Murniyati 2009).
Pengemasan rendang dilakukan secara hermetis (kedap) di dalam retort pouch
untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba ke dalam produk selama
penyimpanan. Pengemasan dilakukan sebelum produk disterilisasi menggunakan
retort. Sterilisasi adalah suatu kondisi yang diperoleh pengolahan pangan dengan
menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu tertentu sehingga tidak terdapat lagi
mikroorganisme yang masih hidup (Hariyadi et al 2000). Pertama, rendang diisikan
ke dalam pouch dan dilakukan penghampaan (exhausting), kemasan ditutup (sealed),
kemudian diikuti dengan perlakuan sterilisasi pada suhu 121oC selama 10-15 menit
menggunakan retort.
Rendang tersebut dikemas dalam ukuran kecil sekitar 250 gram sehingga
dapat langsung dihabiskan. Alasan pemilihan kemasan jenis ini adalah karena bobot
pengemas yang ringan sehingga mudah dalam distribusi dan tipis sehingga lebih
cepat dalam memindahkan panas menuju coldest point. Waktu pemanasan dapat
berkurang sehingga menghindari adanya over cooking. Penggunaan kemasan retort
pouch juga meningkatkan kemudahan konsumen dalam mengonsumsi produk.
Tampilan produk dengan kemasan retort pouch yang lebih menarik juga akan
menaikkan nilai jual dari produk yang dikemas.

SIMPULAN
Pangan merupakan salah satu unsur dari budaya. Sehingga penyesuaian
produk pangan tradisional agar dapat lebih diterima konsumen internasional
merupakan salah satu usaha melestarikan kearifan lokal. Rendang adalah pangan
tradisional Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan dan diekspor.
Namun aspek keamanan pangan seringkali menjadi penghambat dalam ekspor.
Pengolahan rendang dengan sterilisasi komersial dan pengamasan dengan retort
pouch dapat membuat produk rendang memenuhi persyaratan keamanan pangan
sehingga dapat diekspor. Penggunaan retort pouch juga meningkatkan kenyamanan
dan kemudahan konsumen dalam mengonsumsi rendang. Sehingga rendang dapat
memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Cnngo. World’s 50 Most Delicious Foods. [Diakses pada 30 Oktober 2016]. Tersedia
pada: http://travel.cnn.com/explorations/eat/readers-choice-worlds-50-most-
delicious- foods-012321/
Frewer LJ, Risvik E, Schifferstein H. 2001. Food, People and Society: A European
Perspective of Consumers' Food Choices. New York (US): Springer Science
and Business Media.
Goss Jasper, Burch David, Rickson Roy E. 2000. Agrifood restructing and third
world transnationals: Thailand, the CP Group and Global Shrimp Industry.
World Development. Vol 28, No 3 : 513-530.
Hariyadi P., Kusnandar F., dan Wulandari N. 2000. Penanganan Kemasan Dalam
Proses Termal. Bogor : Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB.
(ID)

Henson Spencer, Loader Rupert. 2000. Barriers to agricultural export from


developing countries: the role of sanitary and phytosanitary requirements.
World Development. Vol. 29, No. 1 : 85-102.
Kelana D. 2010. Gulai, Kalio, atau Rendang?. Jakarta (ID): Kompasiana
Lipoeto NI, Agus Z, Oenzil F, Masrul M, Wattanapenpaiboon N, Wahlqvist ML.
2001. Contemporary minangkabau food culture in west sumatra, indonesia.
Journal of Clinical Nutrition. 10(1).
Murniyati. 2009. Penggunaan retort pouch untuk produk pangan siap saji. Squalen.
Vol. 4, No. 2: 55-60.
Prasafitra AF, Suanda IK, Swacita IBN. 2014. Ketahanan daging rendang tanpa
pemasakan ulang selama penyimpanan suhu ruang berdasarkan uji reduktase
dan organoleptik. Indonesia Medicus Veterinus. 3(1).
Sampurno B. 2008. Retortable Packaging. [Diakses pada 30 Oktober 2016].
Tersedia pada: http://www.foodreview.biz/preview.php?view &id=55692.
Sun Da-Wen. 2012. Thermal Food Processing : New Technologies and Quality
Issues, Second Edition. Florida : CRC Press.
(US)

[USDA] United States Department of Agrigulture. 2015. Shelf Stable Food


Safety.Washington DC (US): United States Department of Agrigulture
BIODATA PENULIS

1. Nama Lengkap : Mahardhika Adi Nugraha


Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 17 Agustus 1996
Nomor Induk Mahasiswa : F24140111
Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Nomor HP : 081910182147
Email : mahardhikanugraha@gmail.com

2. Nama Lengkap : Danny Maulana R.


Tempat, Tanggal Lahir : Mojokerto, 15 Juli 1996
Nomor Induk Mahasiswa : F24140091
Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Nomor HP : 085777140032
Email : maulanadamarr@gmail.com

3. Nama Lengkap : Anissa Angga Apriliani


Tempat, Tanggal Lahir : Tuban, 3 April 1996
Nomor Induk Mahasiswa : F24140088
Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Nomor HP : 085707485448
Email : anissa.angga@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai