Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

KEGIATAN MAGANG MAHASISWA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI DARI SWAB TRAKEA


AYAM (Gallus gallus) YANG DIDUGA TERINFEKSI CORYZA

Disusun oleh :

M. Rizky Muzakki

M0416027

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019

i
LAPORAN KEGIATAN MAGANG MAHASISWA

Disusun oleh :

M. Rizky Muzakki

M0416027

Dinyatakan Sah dan Lengkap

Pada Tanggal

Pembimbing Lapangan Pembimbing Magang

drh. Jamilah Utami Dr. Artini Pangastuti, M.Si.


NIK. 3314067107780874 NIP. 197505312000032001

Mengetahui

Koordinator Laboratorium Kesehatan Kepala Program Studi


Hewan Surakarta Biologi

drh. Ni Nyoman Desi Andarsari Dr. Ratna Setyaningsih, M.Si.


NIP. 197712282008012007 NIP. 196607141999032001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, sebab atas segala rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat diberi kesempatan untuk menyelesaikan kegiatan serta

laporan pelaksanaan Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di Laboratorium Kesehatan

Hewan Surakarta yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Bakteri dari Swab Trakea Ayam

(Gallus gallus) yang Diduga Terinfeksi Coryza” ini dengan tepat waktu. Penyusunan

laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Laporan ini penulis harapkan agar dapat menjadi gambaran yang baik perihal

pelaksanaan kegiatan serta sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis kepada pihak-

pihak terkait dalam pelaksanaan KMM. Laporan ini kiranya dapat menjadi bahan

evaluasi, referensi, dan tolok ukur untuk kegiatan-kegiatan berikutnya. Mengingat

kurangnya pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dari laporan ini, baik dari segi materi maupun penyajian. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangan sangat penulis harapkan.

Surakarta, Februari

2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………….ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………....iii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..iv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1

A. Latar Belakang……………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………2

C. Tujuan………………………………………………………………………..2

D. Manfaat………………………………………………………………………2

BAB II PROFIL INSTITUSI MITRA……………………………………………….3

A. Visi dan Misi…………………………………………………………………3

B. Struktur Organisasi………………....………………………………………...3

C. Lokasi………………………………………………………………………...4

D. Produk Layanan……………………………………………………………...4

E. Persyaratan Pelayanan……………………………………………………….5

F. Penanganan Pengaduan……………………………………………………...6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………8

A. Saluran Pernapasan Ayam…………………………………………………...8

B. Coryza………………….………………………………………………..…...8

C. Haemophilus paragallinarum…………….………………………………….9

iv
BAB IV PROGRAM KERJA………………………………………………………11

A. Waktu dan Tempat Kegiatan………………………………………………..11

B. Alat dan Bahan….…………………………………………………………..11

C. Cara Kerja…………………………………………………………………..12

D. Analisis Data………………………………………………………………..14

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….15

A. Pertumbuhan Bakteri pada Media...…………………………...……………15

B. Pengamatan Mikroskopis Bakteri…...……………………...………………16

BAB VI PENUTUP………………………………………………………………...21

A. Kesimpulan…………………………………………………………………21

B. Saran………………………………………………………………………. 21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………22

LAMPIRAN………………………………………………………………………...24

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Budidaya ayam sudah sangat popular di masyarakat kita, baik ayam ras

pedaging, petelur, maupun ayam buras. Namun jika diamati dengan seksama,

kendala utama pengembangan usaha ternak ayam adalah adanya berbagai macam

penyakit. Tidak jarang usaha peternakan hancur karena adanya serangan berbagai

macam penyakit. Penyakit ayam merupakan kendala utama pada peternakan ayam

intensif. Di lingkungan tropis seperti di Indonesia. Kerugian ekonomi akibat

penyakit, khususnya penyakit menular, dapat digambarkan dalam bentuk

kematian, meskipun yang lebih sering terjadi adalah bentuk penurunan produksi

seperti pada kelompok penyakit pernafasan (Murtidjo, 1992).

Coryza, suatu penyakit saluran pernapasan menular pada ayam,

merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan berpengaruh besar terhadap

produksi ternak. Coryza merupakan istilah medis untuk common cold atau

salesma, namun umumnya pada ayam penyakit ini dapat berpengaruh lebih serius

dibandingkan pada manusia. Coryza merupakan infeksi membrane mukosa pada

saluran pernapasan atas ayam, menginfeksi sinus yang menyebabkan inflamasi

dan pembengkakan saluran, kongesti, dan kesulitan bernapas. Penyakit ini

biasanya bersifat akut, namun dapat menjadi kronis yang menyebabkan

penyebaran dalam jangka waktu yang panjang. Berbeda dengan salesma manusia

yang disebabkan virus, coryza ayam disebabkan oleh bakteri, yaitu Haemophilus

1
paragallinarum. Melalui penyebarannya yang cepat dan dampak pada

produktivitas, coryza menjadi momok menakutkan bagi industri peternakan

unggas di banyak negara (terutama negara tropis), meski pemanfaatan vaksinasi

komersial telah tersebar secara luas (Bragg, 2004).

Oleh karena itu, isolasi dan identifikasi bakteri dari trakea ayam yang

diduga terinfeksi coryza perlu dilakukan untuk dapat mengetahui dampak yang

dapat ditimbulkan pada unggas dan langkah mencegah penyebaran coryza.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara pengisolasian bakteri dari swab trakea ayam?

2. Bakteri apa yang berhasil diidentifikasi dari swab trakea ayam?

C. TUJUAN KMM/MAGANG

1. Memahami cara pengisolasian bakteri dari swab trakea ayam.

2. Mengetahui bakteri yang diidentifikasi dari swab trakea ayam

D. MANFAAT KMM/MAGANG

Penelitian ini memiliki manfaat yaitu agar dapat memberikan informasi

perihal infeksi coryza yang menyerang ternak ayam, sehingga dapat

meningkatkan kesadaran peternak ayam akan pentingnya upaya pemeliharaan

kesehatan dan lingkungan kandang ternak, serta pencegahan dan penanganan

penyakit coryza yang tepat untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan

produktivitas ayam.

BAB II

2
PROFIL INSTITUSI MITRA

A. VISI DAN MISI

1. VISI

Terwujudnya hubungan kerja yang harmonis dengan mitra kerja

laboratorium melalui sistem pelayanan laboratorium yang profesional dan

terbuka.

2. MISI

1) Meningkatkan sistem laboratorium kesehatan hewan yang

bermutu, terbuka, dan menyeluruh,

2) Mampu memberikan hasil uji laboratorium yang lebih cepat,

akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,

3) Mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk

masyarakat serta kemajuan dunia peternakan dan kesehatan

hewan,

4) Mengedepankan pelayanan yang obyektif dan kompetitif, dan

5) Mendekatkan fungsi laboratorium pada masyarakat luas.

A. STRUKTUR ORGANISASI

Kepala Balai : drh. Haryono, M.Si.

Koordinator : drh. Ni Nyoman Desi Andarsari

Administrasi : Setyowati

Medis : drh. Jamilah Utami

Paramedis : Bambang Priyo

3
Analisis : Mulyadi

B. LOKASI

Lokasi Laboratorium Kesehatan Hewan Surakarta yaitu di Jalan

Balekambang Lor Nomor 3 Manahan, Banjarsari, Surakarta.

C. PRODUK LAYANAN

1. Serologi

1) RBT (Rose Bengal Test)

2) Pullorum

3) Mycoplasma (CRD/Chronic Respiratory Disease)

4) HI-AI (Antibodi Avian Influenza/Flu Burung)

5) HI-ND (Antibodi Newcastle Disease/Tetelo)

2. ELISA

1) IB (Infectious Bronchitis)

2) IBD (Infectious Bursal Disease/Gumboro)

3) EDS (Egg Drop Syndrom)

4) Hog Cholera

3. Bakteriologi dan Mikologi

1) Kultur Bakteri dan Jamur

2) Pewarnaan Bakteri dan Jamur

4. Parasitologi

1) Natif

2) Apung

4
3) Parasit Darah

4) Ektoparasit

5. Virologi

1) Rapid Test Avian Influenza (Flu Burung)

6. Patologi Makro Anatomi (Nekropsi)

D. PERSYARATAN PELAYANAN

1. Persyaratan Umum

1) Contoh berupa darah yang diambil dari hewan

sapi/kerbau/kambing/domba dengan menggunakan spuit/venoject

dengan volume yang sudah dipersyaratkan minimal 1,5 ml

2) Jika contoh darah ditempatkan dalam tabung, tidak diperkenankan

menggunakan zat anti koagulan (EDTA, Heparin)

3) Pengiriman contoh darah segar dilakukan maksimal 2 jam setelah

pengambilan

4) Apabila contoh darah dikirim melebihi waktu 2 jam maka contoh

darah tersebut harus ditempatkan pada suhu 12o-16oC atau dalam

ice box dengan catatan penyimpanan contoh darah dilakukan

setelah serum darah terbentuk

5) Contoh darah disertai surat pengantar yang berisi informasi

tentang :

a. Kode contoh

b. Jumlah populasi

c. Riwayat vaksinasi (apabila dilakukan vaksinasi)

5
d. Sejarah penyakit atau gejala klinis

e. Identitas pengirim contoh

6) Untuk pengiriman hewan ternak keluar daerah, contoh darah

dilengkapi dengan SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan)

yang dikeluarkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi

fungsi peternakan

7) Volume contoh yang dikirim berupa serum minimal 0,5 ml

2. Persyaratan Khusus

1) Pemeriksaan RBT menggunakan contoh darah yang berasal dari

sapi/kerbau/kambing/domba

2) Pemeriksaan HI-AI, HI-ND menggunakan contoh darah yang

berasal dari unggas

E. PENANGANAN PENGADUAN

Penanganan pengaduan diatur dalam Panduan Mutu (PM 4.8) dan

Dokumen Prosedur (DP 09) yang berisi tentang penanganan keluhan/pengaduan

yang dapat dilakukan costumer yang keberatan terhadap hasil pengujian. Prosedur

pengaduan tersebut yaitu :

1. Formulir pengaduan/keluhan wajib diisi oleh pelanggan dan disampaikan

kepada Manajer Administrasi

2. Manajer Administrasi melakukan pemeriksaan/verifikasi terhadap

kebenaran pengaduan/keluhan dan menyampaikan kepada Koordinator

Satuan Kerja Laboratorium melalui Manajer Mutu

6
3. Pengaduan pelanggan ditindaklanjuti oleh Koordinator Satuan Kerja

Laboratorium dengan mendisposisikan cara pemecahan permasalahan

sesuai dengan jenis keluhan, yaitu :

1) Persoalan mutu disampaikan ke Manajer Mutu

2) Persoalan pengujian atau hasil pengujian disampaikan ke Manajer

Teknis

3) Persoalan administrasi balai disampaikan ke Manajer Administrasi

4. Format pengaduan/keluhan dan tindakan penyelesaiannya disimpan dalam

rekaman khusus

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. SALURAN PERNAPASAN AYAM

Ayam memiliki sistem pernapasan yang sedikit berbeda dengan

sistem pernapasan pada mamalia, karena dilengkapi dengan kantung udara yang

mempunyai struktur dan fungsi yang unik, serta paru-paru yang tergolong

sederhana. Saluran pernapasan ayam bagian atas terdiri dari rongga hidung,

laryng, trakea (tenggorokan), bronkus dan bronkiolus. Rongga hidung juga

terhubung langsung ke bagian sinus, dimana sinus merupakan tempat

predileksi sebagian bibit penyakit yang masuk melewati saluran pernapasan,

tidak berfungsinya sistem pertahanan primer yaitu kulit, silia (bulu getar) saluran

pernapasan, lendir/mukus, enzim sampai reaksi bersin dan batukakan menjadi

pemicu utama masuknya bibit penyakit. Deskuamasi sel epitel mukosa saluran

pernafasan ayam diakibatkan oleh sifat merusak agen patogen. Kerusakan

lapis atas struktur jaringan sistem pernafasan berpotensi untuk terjadinya

infeksi sistemik apabila agen patogen berhasil masuk ke jaringan

submukosa (Tumpey et al.,2002)

B. CORYZA

Infeksi coryza (disebut juga sebagai snot atau selesma) merupakan

penyakit pernapasan akut yang menjangkit ayam. Gejala-gejala klinis dari

penyakit ini telah tercatat sejak sekitar tahun 1930 (Blackall, 1999). Penyakit

tersebut sangat penting pada industri peternakan ayam, baik di negara-negara

maju maupun sedang berkembang, termasuk Indonesia. Snot menular sangat

8
komplek bila terjadi infeksi sekunder, sehingga masalah penyakit yang

ditimbulkan lebih parah dan mengakibatkan kerugian ekonomi yang lebih besar.

Bila terjadi wabah pada ayam petelur, produksi telur turun hingga 10 – 40% dan

jika menyerang ayam pada stadium grower dapat mengakibatkan penurunan

pertumbuhan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri pathogen Haemophilus

paragallinarum (Miao et al., 2000).

Snot merupakan penyakit yang biasanya menjangkit pada musim hujan

atau jika kondisi stress. Semua jenis ayam baik ayam pedaging maupun petelur

pada semua umur mudah terserang infeksi bakteri Haemophilus paragallinarum,

namun umumnya lebih peka pada ayam yang berumur lebih 15 minggu. Gejala

penyakit ini antara lain : 1) Ayam lesu dan keluar cairan yang jernih dari

hidung, makin lama makin kental, 2) Pernapasan terganggu, kadang-kadang

disertai bersin-bersin, 3) Terjadi pembengkakan atau edema pada muka, 4)

Penyebaran penyakit ini sangat cepat, masa bertelur sampai dengan terlihat

sakit bisa dalam 1-3 hari, 5) Untuk ayam fase layer, produksi telur dapat

merosot jauh sekali (dari 80% menjadi 30-40%) (Rahayu, 2011).

C. Haemophilus paragallinarum

H. paragallinarum merupkana bakteri Gram-negatif, non motil. Pada

kultur 24-48 jam, bakteri berbentuk batang pendek atau coccobacillus dengan

panjang 1-3 µm dan lebar 0,4-0,8 µm, dan dengan kecenderungan pembentukan

filamen. Organisme ini mendalami degenarasi setelah 48-60 jam, menunjukkan

fragmen-fragmen dan bentuk yang tidak menentu (Akter et al., 2013). Klasifikasi

H. parahalllinarum yaitu sebagai berikut:

9
Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Order : Pasteurellales

Family : Pasteurellaceae

Genus : Haemophilus

Spesies : Haemophilus paragallinarum

(Holt, 1994)

Haemophilus paragallinarum memerlukan faktor V (Nicotinamide-

Adenindinucleotide/NAD yang ditemukan dalam sel darah merah dan penting

sebagai pertumbuhan bakteri). Bakteri ini terdiri dari 3 serotipe A (W), B (Spross)

dan C (Modesto), yang masing-masing memiliki immunotipe spesifik. Serotipe A

dan C lebih virulen dibandingkan serotipe B. Di Indonesia, isolasi H.

paragallinarum telah dilaporkan sejak tahun 1975, 1978 dan 1987. Serotipe H.

paragallinarum yang menyerang farm di Indonesia ialah serotipe A, B dan C

(Adnin, 2015).

10
BAB IV

PROGRAM KERJA

A. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

Kegiatan magang berlangsung dari tanggal 14 Januari – 8 Februari 2019,

sementara proses isolasi dan identifikasi dilaksanakan pada 23 – 25 Januari 2019.

Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Hewan Surakarta.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan untuk membuat media adalah neraca analitik, gelas

ukur, gelas beker, microwave, batang pengaduk, petri disk, inkubator, autoclave,

termometer, dan erlenmeyer. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel dan

isolasi bakteri trakea adalag swab tenggorok, cawan petri, dan inkubator. Alat

yang digunakan dalam pewarnaan gram dan pengamatan bakteri yaitu Laminar

Air Flow (LAF), gelas benda, gelas penutup, jarum oose, bunsen burner, dan

mikroskop.

Bahan yang digunakan dalam isolasi hingga identifikasi bakteri, yaitu:

1. Sampel yang Diuji

Sampel yang diuji adalah swab trakea dari ayam yang diduga terinfeksi

coryza.

2. Media Pertumbuhan Bakteri

Media pertumbuhan yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri adalah

blood agar plate (BAP). Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan

11
media BAP adalah blood agar base 10 gr, sodium sitrat 3% 3 ml, akuades 250

ml, dan darah domba 15 ml.

3. Pengamatan Bakteri

Pengamatan bakteri dilakukan melalui pewarnaan gram dengan bahan

yaitu alkohol 70%, minyak imersi, air, serta reagen pewarna berupa Gentian

Violet, Lugol, dan Fuchsin.

C. CARA KERJA

1. Pembuatan Media Blood Agar Plate (BAP)

Pembuatan Blood Agar Plate (BAP) diawali dengan pembuatan sodium

sitrat 35, yaitu sodium sitrat ditimbang seberat 3 gr kemudian dilarutkan pada

aquades 100 ml. Sodium sitrat 3% sebanyak 5 ml lalu ditambahkan dengan

darah domba sebanyak 15 ml dan dimasukkan ke dalam autoclave pada suhu

121oC selama 15 menit. Setelah itu, Blood Agar Base No. 2 ditimbang seberat

10 gram dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 ml di dalam tabung

Erlenmeyer, lalu dipanaskan di microwave sampai larutan mendidih dan agar

larut. Kemudian, larutan agar dimasukkan ke dalam autoclave pada suhu

121oC selama 15 menit dan didinginkan hingga suhu 50oC. Setelah itu, darah

domba sebanyak 15 ml ditambahkan ke dalam larutan agar dan dikocok

perlahan. Lalu, larutan blood agar, masing-masing sebanyak 15-20 ml,

dituang ke dalam petri disk dan ditunggu hingga agar membeku. Blood agar

yang telah membeku kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan

12
posisi petri disk terbalik dan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC

selama 18-24 jam.

2. Pengambilan dan Pengkulturan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara melakukan swab pada

tenggorokan ayam dengan swab steril, lalu sampel digulirkan di atas

permukaan agar darah dengan metode streak. Kemudian, sampel dibiakkan di

dalam inkubator pada suhu 37oC selama 48 jam.

3. Pembuatan Preparat

Sebelum pewarnaan dilakukan, maka preparat kultur bakteri yang telah

diinkubasi harus dibuat terlebih dahulu di dalam Laminar Air Flow (LAF).

Bahan dan alat yang diperlukan dimasukkan ke dalam LAF yang sebelumnya

telah dinyalakan dan dipastikan steril. Pada gelas benda, diteteskan larutan

PBS sebanyak 1 tetes, kemudian dengan menggunakan jarum oose yang telah

diberi alkohol 70% dan dipijarkan, kultur bakteri diambil dari petri disk dan

dicampur dengan PBS di atas gelas benda. Setelah itu, preparat dipanaskan di

atas Bunsen burner hingga mengering, lalu didinginkan.

4. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram pertama-tama dilakukan dengan meneteskan reagen

gentian violet pada preparat lalu dibiarkan selama 30 detik. Setelah itu,

preparat dibilas dengan air mengalir dan ditiriskan. Kemudian, reagen lugol

diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 30 detik. Lalu, preparat dibilas

dengan air mengalir dan ditiriskan, kemudian dibilas dengan alkohol 70%

hingga warna tidak luntur, dan dibilas lagi dengan air mengalir lalu ditiriskan.

13
Reagen fuchsin diteteskan pada preparat selama 60 detik, lalu dibilas dengan

air mengalir dan ditiriskan hingga kering.

5. Pengamatan Bakteri

Pengamatan bakteri dilakukan di bawah mikroskop cahaya, yaitu dengan

penambahn 1 tetes minyak imersi pada preparat lalu preparat diamati pada

perbesaran 1000x.

D. ANALISIS DATA

Data yang diperoleh yaitu gambaran mikroskopis bakteri hasil swab trakea

ayam. Gambaran mikroskopis tersebut diidentifikasi berdasarkan bentuknya

berdasarkan buku acuan ‘Color Atlas of Medical Microbiology’, sehingga dapat

diperoleh spesies bakteri tersebut.

14
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERTUMBUHAN BAKTERI PADA MEDIA

Tabel 1. Pertumbuhan Bakteri pada Media

No. Foto Keterangan

1. Koloni P (warna
2
putih)
2. Koloni J (tak
1.
3 berwarna/jernih)
3. Koloni K (warna
1 kuning)

Tabel 1 adalah tabel yang menunjukkan pertumbuhan bakteri pada

media blood agar setelah 48 jam masa inkubasi. Pada hasil tersebut, dapat

terlihat adanya tiga jenis koloni dengan karakteristik yang berbeda. Koloni

pertama adalah koloni P, yaitu koloni yang berwarna putih dan membentuk

lingkaran kecil. Koloni kedua adalah koloni J, yaitu koloni yang berwarna

pucat dengan bentuk koloni yang lebih besar dan menyebar daripada koloni

lainnya. Koloni ketiga adalah koloni K, yaitu koloni yang berwarna kuning.

15
B. PENGAMATAN MIKROSKOPIS BAKTERI

Tabel 2. Pengamatan Mikroskopis Bakteri Swab Trakea Ayam

Jenis

No. Koloni Hasil Pengamatan Identifikasi

Staphylococcus
1. Koloni P
sp.

2. Koloni J Haemophilus sp.

Staphylococcus

3. Koloni K sp. dan

Haemophilus sp.

16
Tabel 2 merupakan hasil pengamatan mikroskopis dari bakteri hasil

swab trakea ayam setelah masa inkubasi 48 jam. Setelah pewarnaan Gram,

terlihat bahwa koloni P merupakan bakteri Gram positif yang menunjukkan

warna violet. Berdasarkan hasil identifikasi, koloni P tersebut adalah bakteri

Staphylococcus sp. yang merupakan bakteri Gram-positif dengan bentuk sel

staphylococcus, atau bulat bergerombol seperti buah anggur, yang dapat

terlihat sebagai sel tunggal ataupun berpasangan. Koloni J terlihat berwarna

merah setelah pewarnaan Gram, yang menunjukkan bakteri Gram-negatif.

Berdasarkan hasil identifikasi, koloni J merupakan bakteri Haemophilus sp.,

yaitu bakteri Gram-negatif yang memiliki bentuk coccobacillus, yaitu bakteri

yang pendek, berbentuk bulat terlur atau oval, dan tampak seperti bakteri

kokus dan basil. Koloni K terdiri atas dua jenis bakteri, yaitu bakteri Gram-

positif Staphylococcus sp. dan bakteri Gram-negatif Haemophilus sp.

Staphylococcus merupakan genus bakteri Gram-positif dari family

Staphylococcaceae. Melalui pengamatan mikroskopis, bakteri jenis ini

memiliki bentuk bulat (kokus) dan membentuk kumpulan sel mirip anggur.

Bakteri Staphylococcus adalah organisme fakultatif anaerobik (mampu

tumbuh secara anaerobic maupun aerobik). Staphylococcus bersifat nonmotil

dan nonspora. Koloninya terbentuk setelah kurang lebih 24 jam inkubasi dan

dapat memiliki warna putih, krim, ataupun emas. Staphylococcus, khususnya

S. aureus, merupakan bagian dari flora normal dan biasanya tidak

menyebabkan infeksi (Namvar et al., 2014),

Haemophilus merupakan genus bakteri Gram-negatif, pleomorfik,

berbentuk coccobacillus, dan merupakan bagian dari family Pasteurellcaeae.

17
Meskipun Haemophilus secara umum memiliki bentuk coccobacillus kecil,

namun bakteri ini juga dikategorikan sebagai pleomorfik karena dapat

mengasumsikan rentang bentuk sel yang luas. Organisme ini hidup di

membrane mukosa dari saluran pernapasan atas, mulut, vagina, dan saluran

pencernaan. Genus ini terdiri atas berbagai organisme komensal serta

beberapa spesies pathogen seperti H. paragallinarum yang merupakan

penyebab dari penyakit saluran pernapasan akut pada ayam yang disebut

sebagai coryza (Tortora et al., 2016).

Ayam (Gallus gallus) merupakan inang alami bagi H.

paragallinarum. Penyakit ini biasanya dapat dengan mudah tersebar melalui

air minum yang terkontaminasi dengan cairan nasal terinfeksi. Infeksi juga

dapat menyebar dengan kontak fisik dan penyebaran udara melalui partikel

debu (Akter et al., 2013).

Bakteri H. paragallinarum sangat menyukai lokasi sinus hidung

(infraorbitalis). Jika dilakukan bedah ayam, maka akan ditemukan sinus

hidung, larynx dan trakea yang mengalami peradangan serta berlendir. Oleh

karena itu, gejala klinis penyakit ini mudah dikenali dengan adanya cairan

kuning kental dari lubang hidung (pilek) yang berbau busuk dan

pembengkakan muka (mata membengkak dan menutup). Terkadang pada

bagian sinus hidung ditemukan perkejuan. Berdasarkan hasil nekropsi ayam

yang juga telah dilakukan, terlihat bahwa ayam tersebut mengalami

peradangan pada trakea, edema subcutan pada daerah fasialis, serta pteki

hemoraghi pada seka tonsil, yang termasuk ke dalam gejala-gejala klinis

coryza (Adnin, 2015).

18
Salah satu langkah pencegahan penyebaran coryza adalah vaksinasi.

Vaksinasi coryza dilakukan pada ayam petelur umur 6-8 minggu dan diulangi

umur 16-18 minggu, sedangkan pada ayam pedaging pada umur 1-2 minggu.

Terdapat dua jenis vaksinasi H. paragallinarum, yaitu vaksinasi bivalen

(berisi 2 jenis H. paragallinarum), seperti Medivac Coryza B yang berbentuk

suspensi, dan trivalent (3 jenis H. paragallinarum) seperti Medivac Coryza T

yang dapat berbentuk suspense ataupun emulsi (Murtidjo, 1992).

Selain itu, langkah pencegahan dapat pula dilakukan dengan

perbaikan tata laksana pemeliharaan. Pemeliharaan ayam harus dilaksanakan

dengan sistem ‘all in all out’ untuk menghindari penularan dari ayam tua kea

yam muda dan memutus siklus hidup bakteri di lokasi peternakan. Pelaksaan

biosecurity juga harus diperketat, yaitu dengan pengosongan kandang selama

30-60 hari setelah desinfeksi kandang, penyemprotan kandang setiap 1-2

minggu sekali, sanitasi peralan kandang dan air minum (Murtidjo, 1992).

Pada ayam yang terjangkit coryza, tindakan pertama yang perlu

dilakukan adalah isolasi ayam yang sakit dan pembuangan bangkai ayam

segera dan sejauh mungkin dari kandang. Untuk memudahkan pengobatan,

ayam dengan tingkat keparahan tinggi ditempatkan pada kandang terpisah,

dan pemberian obat direkomendasikan melalui injeksi. Obat yang dapat

digunakan untuk keparahn tinggi adalah golongan tetracycline dan

aminoglikosida (Medoxy-L, Gentamin, Kanamin, atau Vet Strep). Sedangkan

jika tingkat keparahan ringan hingga sedang, dapat diberi obat melalui air

minum seperti Amoxitin, Doxytin, atau neo Meditril. Kandang juga harus

disemprot dengan Antisep, Neo Antisep, Medisep, atau Zaldes. Setelah itu,

19
ayam juga diberi vitamin berupa Fortevit atau Vita Stress untuk

mengembalikan stamina, memperbaiki membrane sinus yang rusak, dan

meningkatkan nafsu makan (Murtidjo, 1992)

20
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Isolasi bakteri dari swab trakea ayam yaitu dengan pengambilan sampel

membrane mukosa dengan swab steril, inokulasi sampel ke media blood

agar pada petri disk dengan metode gores, dan inkubasi pada inkubator

untuk penumbuhan kultur bakteri.

2. Pada kultur bakteri swab trakea ayam yang telah diidentifikasi melalui

pengamatan hasil pewarnaan Gram dan acuan buku identifikasi

mikrobiologi, ditemukan adanya bakteri Staphylococcus sp. dan

Haemophilus sp.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai infeksi coryza

oleh Haemophilus paragallinarum pada ayam sehingga dapat semakin

meningkatkan kesadaran masyarakat dan peternak akan kesehatan ternak.

Selain itu, diperlukan juga penelitian mengenai cara yang efektif dalam

langkah penanganan dan pencegahan infeksi coryza menular.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adnin, N. 2015. Gambaran Patologi Trakea pada Ayam Petelur yang Terserang Snot

(Coryza) setelah Pemberian Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn). Universitas

Hasanuddin.

Akter, S., M. Ali, P. M. Das and M. M. Hossain. 2013. Isolation and identification of

Avibacterium paragallinarum, the causal agent of infectious coryza (IC) from

layer chickens in Bangladesh. J. Bangladesh Agril. Univ. 11(1): 87–96.

Blackall, P. J. 1999. Infectious coryza: Overview of the disease and new diagnostic

options. Clinical Microbiology Reviews, 12(4): 627–632.

Bragg, R. R. 2004. Limitation of the spread and impact of infectious coryza through the

use of a continuous disinfection programme. Onderstepoorl Journal of

Veterinary Research. 71(4): 1–8.

Hart, T. and P. Shears. 1996. Color Atlas of Medical Microbiology. New York: Times

Mirror Internasional Publishers Limited.

Holt, J. G. 1994. Bergey's Manual of Determinative Bacteriology (9th ed.). London:

Williams & Wilkins.

Miao, D., P. Zhang, Y. Gong, T. Yamaguchi, Y. Iritani and P.J. Blackall. 2000. The

development and application of blocking ELISA kit for the diagnosis of

infectious coryza. Avian Pathol. 29: 219 – 225.

Murtidjo, M. A. B. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta

Namvar, A. E., S. Bastarahang, G. S. Ghehi, S. Farhadbakhtiarian, P. Arezi, M.

Hosseini, S. Z. Baravati, Z. Jokar and S. G. Chermahin. 2014. Clinical

characteristics of Staphylococcus epidermidis: a systematic review. GMS

22
Hygiene and Infection Control. 9(3): 1–10.

Rahayu, I. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Depok: Penerbit Penebar Swadaya.

Tortora, G. J., B. R. Funke and C. L. Case. 2016. Microbiology: An Introduction.

Boston: Pearson.

Tumpey, TM., D.L. Suarez, L.E.L. Perkins, D.A. Senne, J. Lee , Y.J. Lee, I.P. Mo,

H.W. Sung, and D.E. Swayne. 2002. Characterization of highly pathogenic avian

influenza H5N1 avian influenza A virus isolated from duck meat. J. Virol.

76(12):6344-6355.

23
Lampiran

Dokumentasi Kegiatan Magang Mahasiswa

Gambar 1. Nekropsi dan Pengambilan Sampel

Gambar 2. Proses Inkubasi

24
Gambar 3. Pembuatan Preparat

Gambar 4. Reagen Pewarnaan Gram

25
Gambar 5. Proses Pewarnaan Gram

Gambar 6. Proses Pengamatan Bakteri

26

Anda mungkin juga menyukai