Anda di halaman 1dari 20

MINI RISET

PENYAKIT KOLERA PADA AYAM


PETELUR

(Mini riset ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fisiologi Hewan)

Dosen Pengampu : Roni Afriadi, M.Pd

Disusun Oleh :

PUTRI APRIANI PASARIBU (0310201013)

CELLINE EFRILIA (0310202095)

TBIO-1/SEMESTER IV JURUSAN
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas Rahmat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan rahmat serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
mini riset ini. Dan tidak lupa pula, shalawat beriringkan salam Kepada Nabi besar kita,
Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang yang disinari iman dan islam sehingga kita dapat
merasakan indahnya islam seperti saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Roni Afriadi, M.Pd. selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan, dan teman-teman yang telah berkontribusi
dalam penyusunan laporan ini. Besar harapan kami, laporan ini dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang penyakit kolera pada unggas.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kesalahan, maka dari
itu kami tetap menantikan kritikan serta saran yang membangun untuk lebih baik
kedepannya.

Akhirul Kalam, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 17 Juni 2022

Putri & Celline

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I

DAFTAR ISI II

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang Penelitian 1


1.4. Ruang Lingkup Penelitian 2
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

BAB II 3

2.1. LANDASAN TEORI 3

BAB III METODE PENELITIAN 4

BAB IV 4

4.1. Hasil Penelitian 4

4.2. Pembahasan 8

BAB V PENUTUP 11

5.1. Kesimpulan 11

5.2. Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kolera pada unggas (Fowl cholera) di Indonesia pertama kali terjadi pada
tahun 1972 yang ditandai dengan wabah kolera pada ayam dan bebek dengan angka
mortalitas antara 23-60% (Mariana dan Hirst 2000). Wabah yang terjadi menyebar di
seluruh Indonesia, antara lain seperti yang terjadi pada ayam broiler di Aceh (Zainuddin
2014), dan bebek di Brebes (Ariyanti dan Supar 2008). Kematian akibat
infeksi Pasteurella multocida dilaporkan pada peternakan itik intensif mencapai 62% dari
populasi 1400 ekor (Ariyanti dan Supar 2008).

Kolera unggas perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan


penyakit pre-akut yang sangat infeksius dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi
(Shivachandra et al. 2006, Balakrishnan dan Roy 2012). Masa inkubasi penyakit
bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada infeksi pertama kali angka
morbiditas bisa mencapai 60-70%, sedangkan angka mortalitas mencapai 40-50%
(Zainuddin 2014).

Pasteurella multocida

Penyebab penyakit kolera pada unggas yaitu bakteri Pasteurella


multocida. Pasteurella multocida adalah bakteri gram negatif tunggal atau berpasangan
dengan bentuk batang pendek atau kokoid. Berdasarkan perbedaan dalam kapsular
polisakarida, Carter (1955) membagi Pasteurella multocida menjadi 5 tipe yaitu A, B, D,
E, dan F. Sedangkan berdasarkan perbedaan dalam LPS, Heddleston et al. (1972) serta
Namioka dan Murata (1961) membagi P. multocida menjadi 16 somatik tipe (1-16).
Serotipe Pasteurella merupakan gabungan dari keduanya. Pasteurella yang menyerang
pada unggas seringkali diketahui merupakan P. multocida tipe A.

Pasteurella multocida dapat diisolasi dari organ visceral seperti paru-paru, hati dan
limpa, sumsum tulang, gonad atau darah jantung unggas atau dari eksudat caseous kronis
lesi unggas yang mengalami kolera unggas. Media isolasi yang dapat digunakan
yaitu dextrose starch agar, blood agar, dan trypticase–soy agar (OIE 2015) Pada media
isolasi, karakter koloninya yaitu berdiameter berkisar antara 1 sampai 3 mm setelah 18-24
jam inkubasi, bentuk koloni diskrit, melingkar, cembung, tembus, dan butyraceous. Pada
pewarnaan tampak sel cocoid atau pendek berbentuk batang, berukuran 0,2-0,4 × 0,6-2,5
1
µm , Gram negatif, dan umumnya tunggal atau berpasangan. Pewarnaan bipolar dapat
diamati dengan Pewarnaan Wright atau Giemsa. Pewarnaan dapat dilakukan pada preparat
ulas jaringan, seperti darah, hati, atau limpa (OIE 2015).

Kolera pada unggas adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella
multocida yang tersebar luas di dunia. Penyebab penyakit ini tidak sepenuhnya
diketahui, tetapi diyakini bahwa bakteri bertanggung jawab. Penyakit ini menyerang
ayam dan unggas yang dipelihara di rumah atau di peternakan unggas. Unggas
menjadi lebih rentan terhadap penyakit ini, umumnya terjadi pada ayam yang
bertelur. Unggas dapat terinfeksi P.multocida jika bersentuhan dengan ayam sehat
atau ayam sembuh yang terinfeksi. Kolera juga dapat ditularkan melalui makanan,
minuman, peralatan, kandang staf, tanah, atau hewan pengerat atau burung.

Gambar: Bakteri Pasteurella multocida (Sumber: microbewiki.kenyon.edu)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah di paparkan sebelumnya, dapat


diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:

 Bagaimana ciri-ciri unggas yang terinfeksi Pasteurella multocida

 Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan bila unggas terinfeksi


Pasteurella multocida.

 Bagaimana cara Penularan unggas terinfeksi Pasteurella multocida.

2
1.2. Batasan Masalah

Sebagian besar masyarakat mungkin belum mengetahui bagaimana ciri-ciri


ungags yang terinfeksi Pasteurella multocida sehingga perlu di perhatikan agar
dapat secara langsung melakuakn isolasi.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, dapat disimpulkan rumusan


masalah sebagai berikut:

Bagaimana ciri-ciri unggas jika terinfeksi Pasteurella multocida?


Bagaimana cara mengisolasi unggas bila terinfeksi bakteri/virus?
Bagaimana cara pencegahan unggas agar tidak terinfeksi Pasteurella
multocida?
Bagaimana pengobatan yang dilakukan apabila unggas terinfeksi Pasteurella
multocida

1.4. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian unggas yang terinfeksi Pasteurella multocida
yaitu:
Untuk mengetahui ciri-ciri unggas yang terinfeksi Pasteurella multocida
Untuk mengetahui cara mengisolasi unggas bila terinfeksi Pasteurella
multocida
Untuk mengetahui cara pencegahan terinfeksinya unggas oleh Pasteurella
multocida
Untuk mengetahui cara pengobatan pada unggas yang terinfeksi Pasteurella
multocida
1.5. Manfaat
Adapun manfaat yang di dapat setelah melakukan penelitian tentang
penyakit korela pada unggas, kita juga dapat mengetahui ciri, cara penanggulangan
dan hal ini juga sangat berguna untuk kita yang dimana unggas jenis ayam biasanya
digunakan sebagai bahan pangan sehari-hari.

3
BAB II

2.1. Tinjauan Pustaka

Pada tahun 1972, kolera pertama kali muncul pada unggas di Indonesia,
mengakibatkan wabah penyakit pada ayam dan itik yang membunuh antara 23-60%
hewan. Wabah yang menyebar di seluruh Indonesia, seperti yang terjadi pada ayam
broiler di Aceh (Zainuddin 2014), itik di Prebes (Aryyanti dan Supar 2008), dan angka
kematian akibat infeksi Pasteurella multocida dilaporkan di www.itik intensif adalah
62% dari populasi. 1.400 ekor (Ariyaanti dan Supar 2008). Kolera unggas merupakan
penyakit pra akut yang sangat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi.
Masa inkubasi penyakit ini dapat bervariasi dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Pada infeksi pertama, morbiditas dapat mencapai 60-70% dan mortalitas dapat
mencapai 40-50% (Zainuddin 2014).

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi. Patogen
menular yang menyebabkan penyakit termasuk virus, bakteri, Michal, parasit. Penyakit
tidak menular Penyebab selain patogen infeksius, seperti malnutrisi, Kekurangan
vitamin dan mineral, keracunan makanan.

Kolera unggas merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang unggas


peliharaan maupun unggas liar, serta memiliki angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Penyebabnya adalah bakteri Pasteurella multocida, dan tersebar di seluruh dunia.
Penyakit septikemia dan biasanya akut tetapi di daerah endemic Burung yang kurang
rentan terhadap penyakit ini bisa menjadi kronis.Penyakit ini pertama kali
dideskripsikan di Eropa oleh Chabert pada tahun 1782. di Amerika Serikat oleh Salmon
pada tahun 1880 dan di Kanada oleh Higgins pada tahun 1898. Di Indonesia, kejadian
klinis kolera unggas sudah berlangsung lama. Poernomo pada tahun 1972. Kehilangan
kolera unggas dapat berupa kematian dan telah berkurang Berat, dan mengurangi
pemijahan.Penularan alami cacar air ke itik dapat menyebabkan kematian 10-20%,
sedangkan penularan ke kalkun dapat mengakibatkan kematian lebih dari 50%.

4
BAB III METODE

PENELITIAN

Penelitian yang diguanakan bersifat kualitatif berbentuk deskriptif yang terdiri


dari beberapa pendapat para ahli yang digunakan sebagai studi literatur dengan mencari
dan menyusun data yang di peroleh dari beberapa sumber ataupun penelitian yang
disusun secara sistematis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil

Bakteri penyebab kolera unggas relatif tahan terhadap pengaruh alam. diantara
mereka Kotoran ayam memelihara bakteri ini hingga sebulan, dengan ayam mati,
bertahan dalam air hingga 2 minggu pada -6 ° hingga -8 ° C hingga 18 hari. P.
multocida masih menular pada pembuatan apusan darah kering 8 hari pada suhu kamar
atau 118 hari dengan kapas kering jam. P. multocida mati setelah dipanaskan pada
suhu 60°C selama 10 menit. luar ruangan. Sinar matahari membunuh bakteri ini dalam
waktu 48 jam. Disinfektan seperti juga seperti, 3% kresol, 1% fenol, 1% formalin, 0,5%
NaOH atau larutan 1:5,000 HgCl2.

Masa inkubasi pada infeksi alam 4-9 hari, tetapi dalam percobaan 2 hari.
Penyakit ini lebih banyak menyerang unggas umur 4 bulan ke atas. Kolera unggas dapat
berjalan perakut, akut dan kronis. Pada bentuk perakut biasanya unggas mati tanpa
tanda-tanda klinis yang jelas. Pada permulaan wabah terjadi angka mortalitas tinggi,
terutama pada kalkun. Bentuk akut ditandai dengan konjungtivitis dan keluar kotoran
dari mata. Daerah facial, balung dan pial membesar, serta terdapat gangguan
pernapasan. Feses encer berwarna hijau kekuningan. Unggas mengalami kelumpuhan
akibat peradangan pada sendi tarsus.

5
Bentuk kronik dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang dapat
berupa infeksi lokal pada pial, sendi kaki dan sayap hingga basal otak. Pial
membengkak berisi cairan oedema sampai masa perkejuan, terutama pada bangsa
unggas yang mempunyai pial besar. Infeksi di daerah kaki dan sayap ditandai dengan
kebengkakan pada sendi kaki dan sayap, diikuti kelumpuhan. Gejala tortikolis
menandakan ada infeksi lokal pada telinga dan basal otak.

Tergantung pada proses penyakit, kolera unggas memberikan kelainan post


infeksi mati yang berbeda. Pada bentuk perakut, unggas mati beberapa jam setelah tanda
klinis pertama terlihat. Pada otot jantung dan lemak abdominal ditemukan perdarahan
ptechie dan echymoses. Pada bentuk akut ptechie tidak saja pada otot jantung dan lemak
abdominal tetapi juga pada ventriculus, mukosa usus, peritoneum dan para-paru.

6
Duodenum membengkak berisi eksudat kental. Hati membesar berwarna belang,
hiperemi dan ditemukan sarang-sarang nekrosa. Pada organ-organ tersebut terdapat
endapan fibrin. Pada ayam petelur terjadi perdarahan sub kapsular pada ovarium dan
telur, serta terdapat masa perkejuan pada kantong kuning telur. Pada kalkun sering
terjadi pneumoniae purulenta bersifat ekstensif.

Pada bentuk kronis hati berwarna kehijauan, tidak selalu disertai pembesaran
dan pembentukan sarang-sarang nekrose. Pada unggas yang secara klinis menunjukkan
gangguan respirasi, trakea menampakkan peradangan ringan dan mengeluarkan eksudat.
Pial membengkak berisi cairan oedema sampai perkejuan. Terjadi abses pada oviduk.
Pada sendi-sendi kaki dan atau sayap terjadi arthritis supuratif.

Diagnosa didasarkan pada sejarah kejadian penyakit, tanda-tanda klinis, kelainan


post infeksi mati dan diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
langsung dengan tempel jaringan diwarnai dengan pengecatan Gram atau Wright biru
metilen kemudian diperiksa secara mikroskopik akan terlihat kuman berbentuk ovoid
dan bipoler. Diagnosa akhir harus didukung dengan identifikasi bakteri. Bahan isolasi
bakteri dapat diambil dari sunsum tulang, darah, jantung, hati, atau lesi fokal yg
terbentuk pada infeksi kolera unggas kronis. Sifat-sifat koloni dipelajari dengan

7
pemupukan pada agar darah atau agar serum. Untuk uji biologis dipakai hewan
percobaan kelinci, mencit atau perkutut.

Kolera unggas dapat dikelirukan dengan berbagai penyakit dengan gejala klinis yang
hampir sama seperti misalnya :

a. Tanda-tanda tortikolis seperti tanda-tanda pada tetelo (Newcastle Disease).

b. Pembengkakan dan sarang-sarang nekrose pada hati dapat dikelirukan dengan


fowl typhoid yang disebabkan oleh Salmonella spp.

c. Angka mortalitas dan morbiditas tinggi dapat dikelirukan dengan fowl plaque
yang disebabkan oleh virus.

d. Tanda gangguan respirasi, synovitis juga dijumpai pada penyakit unggas lain
bukan fowl cholera.

Dari hewan hidup, darah diambil secara aseptis sebanyak 1 ml atau cairan
eksudat konjungtiva, hidung, trakea diambil dengan usapan kapas.
masingmasing sampel dimasukkan kedalam transpor media 10 ml trypticase soy
broth dan dikirim segera ke laboratorium. Sebaiknya dikirim juga preparatulas
darah yang telah difiksasi metanol.

Pengobatan kolera unggas dapat menggunakan antimikroba sebagai berikut:

a. Preparat sulfa (1) Sulfaquinoxalin 0,05% dalam air minum. (2) Sulfametasin
dan sodium sulfametasin 0,5-1,0% dalam makanan atau 0,1% dalam air
minum. (3) Sulfamerasin 0,5% dalam makanan atau 0,2% dalam air minum.
Pemberian per oral dengan dosis 120 mg/kg berat badan.

b. Antibiotika (1) Streptomycin 150.000 mg dapat mencegah kematian bila


diberikan pada awal infeksi (2) Terramisin 25 mg/kg berat badan.

Tindakan pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan jalan


vaksinasi, sanitasi peternakan, dan adanya hewan sakit harus segera
dipisahkan dan diobati. Penjelasan lebih rinci sebagai berikut :

8
(1) Vaksinasi. Vaksinasi pertama dilakukan pada ayam umur 6-8 minggu
dan diulangi 8-10 minggu kemudian. Dipakai trivalen vaksin serotipe 1, 3
dan 4 dalam emulsi atau vaksin inaktif yang telah teregistrasi.

(2) Sanitasi peternakan. Kandang yang telah terinfeksi perlu disucihamakan


atau diistirahatkan selama 3 bulan. Ternak ayam, kalkun dan bangsa unggas
perlu dipisahkan, kedatangan burung dan hewan liar ke daerah peternakan
harus dihindari.

Bila ayam menunjukkan gejala sakit langsung dipisahkan dan dilakukan


pengobatan untuk menghindari adanya resiko penularan ke ayam lainnya.
Tindakan pemberantasan pada daerah tertular umumnya sulit dilakukan
karena ada hewan “carrier”.

4.2. Pembahasan

Unggas peliharaan, burung hias dan burung liar yang sering singgah didaerah
peternakan ayam dinyatakan rentan. Diantara unggas piara yang sangat rentan adalah
kalkun, ayam, itik, angsa, burung peliharaan, entok, dan unggas air. Hewan percobaan
yang rentan yaitu kelinci, mencit, tikus sawah dan marmut. Kuda, sapi, domba, babi,
anjing dan kucing serta manusia kurang rentan terhadap tipe yang biasa menyerang
unggas.

Kejadian kolera unggas berhubungan erat dengan faktor “stres” antara lain
transportasi, kepadatan unggas dalam kandang yang terlalu tinggi, perubahan udara,
ventilasi kurang baik, dan defisiensi vitamin A.

Kolera unggas merupakan penyakit yang bersifat septikemik dan biasanya


berjalan akut, tetapi di daerah endemik pada bangsa burung yang kurang peka penyakit
ini dapat berjalan secara kronis. Kematian pada ayam bisa 10- 20%, sedangkan pada itik
mencapai 50% dan pada kalkun lebih dari 50%. Kalkun merupakan jenis unggas yang
paling peka terhadap kolera unggas, diikuti tik dan angsa juga sangat peka terhadap
penyakit ini.

Penularan

9
Unggas dapat terinfeksi P. multocida setelah ada kontak langsung antara ayam
sehat dengan ayam sakit atau karier yang telah sembuh. Kolera juga dapat ditularkan
melalui pakan, minuman, peralatan, petugas kandang, tanah maupun hewan pengerat
atau burung liar. Namun yang memegang peranan penting dalam menyebarkan penyakit
ini adalah burung liar migran yang berpindah tempat tanpa ada batasan Negara.
Penularan terjadi melalui saluran pencernaan, saluran pernapasan terutama pada
unggas muda. Penularan juga terjadi lewat luka pada kulit atau luka suntikan. Tungau,
lalat, tikus dan burung liar dapat bertindak sebagai vektor mekanik yang dapat
menularkan kuman dari satu hewan ke hewan lainnya. Ayam yang menderita kolera
unggas secara kronis merupakan sumber penularan penyakit yang paling penting.
Penularan penyakit dapat terjadi melalui sekresi hidung, mulut, atau kotoran ayam yang
sakit.
Penularan yang penting adalah melalui air minum atau tempat pakan dibanding
dengan penularan melalui udara. Kuman masih tetap tinggal di dalam saluran
pernafasan bagian atas terutama pada hewan-hewan yang baru sembuh dari sakit, yang
nantinya dapat disebarkan ke hewan lain melalui sekresi hidung. Ketika hewan minum
kuman dapat mencemari air minum yang kemudian menjadi sumber penularan.
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan ayam sakit (carrier) atau dapat
juga secara tidak langsung melalui pakan, air minum, alat-alat kandang, alat transportasi
dan juga pekerja yang tercemar P.multocida. Penularan juga dapat terjadi melalui
memakan bangkai hewan sakit, kontak dengan burung liar pemangsa, hewan liar lain
seperti tikus, juga ternak lainnya seperti babi, kucing anjing, atau insekta terutama lalat
yang mengandung bakteri P.multocida.

Pencegahan dan Pengobatan

Pengobatan penyakit kolera unggas hampir tidak terlalu efektif dilakukan.


Pengobatan hanya akan menurunkan tingkat kematian namun tidak akan menghentikan
ayam dari penyakit. Ayam akan tetap membawa bakteri tersebut dan apabila pengobatan
dihentikan besar kemungkinan penyakit akan berulang dan berujung pada kematian.
Pengobatan mungkin dilakukan dengan terlebih dahulu menguji sensitifitas bakteri dalam
agen terhadap antibiotik mengingat bahwa bakteri ini telah banyak berkembang menjadi
resisten terhadap antibiotik. Namun cara terbaik dalam menghentikan rantai penyakit
adalah dengan melakukan depopulasi, hingga desinfeksi dan pengistirahatan kandang
(Christensen 2000).
10
Pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan sanitasi kandang dan
vaksinasi yang tepat. Bakterin komersial yang terdapat di Indonesia diproduksi dari P.
multocida strain referensi X-73, P-1059 dan P-1662, atau strain lainnya dari negara
produsen vaksin (Mariana dan Hirst 2000). Penggunaan vaksin dari isolat referensi dan
luar negeri telah digunakan, namun dalam beberapa kasus masih
ditemukan outbreak kolera unggas (Jabbri dan Jula 2005).

Faktor predisposisi kolera unggas dapat karena umur, ayam dewasa atau dara
pada fase terakhir (pullet) lebih mudah terserang penyakit ini dari pada ayam umur
muda, meskipun pada ayam muda juga dapat terserang penyakit ini. Kolera unggas
lebih banyak menyerang ayam yang berumur lebih dari 6 minggu, meskipun kadang
juga ditemukan pada ayam muda misalnya pada ayam pedaging

11
Kolera unggas sangat erat hubungannya dengan berbagai faktor stres, seperti
pergantian cuaca yang mendadak, fluktuasi temperatur dan kelembaban, pindah
kandang, potong paruh, perlakuan vaksinasi yang berlebihan, pergantian pakan yang
mendadak, dan terserang penyakit yang bersifat imunosupresif ataupun penyakit
parasiter. Kejadian penyakit banyak ditemukan pada periode musim kemarau panjang
atau pada awal pergantian musim kemarau ke musim hujan.
Di berbagai negara di dunia yang memelihara unggas, kolera unggas biasanya
ditemukan secara sporadis atau penyakit bersifat enzootik pada beberapa negara. Di
Indonesia penyakit ini ditemukan secara sporadik di berbagai wilayah termasuk
peternakan ayam pedaging, petelur, maupun pembibitan. Ada kecenderungan penyakit
muncul pada wilayah atau lokasi kandang yang sama.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dapat


disimpulkan bahwa gejala klinis dari penyakit kolera unggas terjadi dalam beberapa tipe
yaitu tipe akut, sub akut dan kronis. Gejala klinis tipe akut sering terjadi beberapa jam
sebelum kematian dan tidak ditemukan gejala sebelumnya. Tipe sub akut sering ditandai
dengan demam, bulu rontok, terdapat discharge berlebihan dari mulut dan hidung,
penurunan produksi telur, peningkatan laju respirasi, serta sianosis pada pial dan
jengger dan disertai diare kehijauan. Tipe kronis terjadi pada unggas yang bertahan dari
infeksi akut. Gejalanya ditandai dengan infeksi lokal, pembengkakan pada pial, depresi,
kesulitan bernapas, hewan terlihat memutar leher ke satu sisi dan mengalami
kepincangan.

Manifestasi gejala klinis dan lesio postmortem akibat infeksi Pasteurella


multocida pada unggas antara lain septisemia, hemoragik petechiae, kongesti,
pembesaran limpa dan hati, multifokal hepatik, splenik nekrosis dan pneumonia
fibrinosa. Infeksi yang kronis menunjukkan adanya lokalisasi fibrinopurulen (nanah),
nekrosis pada daerah kepala atau sinus hidung dan adanya pembengkakan kepala.

12
Pengobatan penyakit kolera unggas hampir tidak terlalu efektif dilakukan.
Pengobatan hanya akan menurunkan tingkat kematian namun tidak akan menghentikan
ayam dari penyakit. Ayam akan tetap membawa bakteri tersebut dan apabila pengobatan
dihentikan besar kemungkinan penyakit akan berulang dan berujung pada kematian.
Pengobatan mungkin dilakukan dengan terlebih dahulu menguji sensitifitas bakteri
dalam agen terhadap antibiotik mengingat bahwa bakteri ini telah banyak berkembang
menjadi resisten terhadap antibiotik. Namun cara terbaik dalam menghentikan rantai
penyakit adalah dengan melakukan depopulasi, hingga desinfeksi dan pengistirahatan
kandang. Pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan sanitasi kandang dan
vaksinasi yang tepat. Bakterin komersial yang terdapat di Indonesia diproduksi dari P.
multocida strain referensi X-73, P-1059 dan P-1662, atau strain lainnya dari negara
produsen vaksin (Mariana dan Hirst 2000). Penggunaan vaksin dari isolat referensi dan
luar negeri telah digunakan, namun dalam beberapa kasus masih ditemukan outbreak
kolera unggas.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian literatur yang kami lakukan, tidaklah cocok rasanya apabila
penelitian ini tidak langsung melakukan observasi di peternakan. Sehingga ada baiknya
jika, penelitian terhadap penyakit kolera pada unggas dilakukan dengan metode observasi
dan wawancara di peeternakan unggas.

DAFTAR PUSTAKA

Akhtar M, Rahman T, Ara MS, Rahman M, Nazir MNH, Ahmed S, Hossen L, Rahman
B. 2016. Isolation of Pasteurella multocida from chickens, preparation of
formalin killed fowl cholera vaccine, and determination of efficacy in
experimental chickens. J of Advanced Vet and Anim Research . 3 (1): 45-50.
Ariyanti T, Supar. 2008. Kholera unggas dan prospek pengendaliannya dengan vaksin
Pasteurella multocida isolat lokal. Wartazoa. 18(1): 18-24. Balakrishnan G dan
Saxena, S K Srivastava & Nem Singh. 2006. Detection of Pasteurella multocida in
experimentally infected embryonated chicken eggs by PCR assay. Indian Journal
of Experimental Biology44: 321-324. Vegad JL. 2007. A Colour Atlas of
Poultry Diseases: An Aid to Farmer and Poultry Professionals. Edisi ke-2.
Charbagh (IN): International Book Distributing Co.

13
Jabbri AR, Jula GRM. 2005. Fowl cholera: Evaluation of a Trivalent Pasteurella
multocida Vaccine Consisted of Serotypes 1, 3 and 4. Arch. Razi Ins. (59): 103-
111

Zainuddin. 2014. Studi kasus kolera unggas ayam broiler pada usaha ternak
masyarakat di Banda Aceh secara patologi. Jurnal Medika Veterinaria. 8(1): 56-59.

Balakrishnan G dan P Roy. 2012. Isolation, identification and Antibiogram


of Pasteurella multocida isolates of avian origin. Tamilnadu J. Veterinary & Animal
Sciences 8 (4): 199-202.

Mariana S, Hirst R. 2000. The immunogenicity and pathogenicity of Pasteurella


multocida isolated from poultry in Indonesia. Veterinary Microbiology. 72(2000):27-36.

Zainuddin. 2014. Studi kasus kolera unggas ayam broiler pada usaha ternak
masyarakat di Banda Aceh secara patologi. Jurnal Medika Veterinaria. 8(1): 56-59.

14
15
16
17

Anda mungkin juga menyukai