(Mini riset ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fisiologi Hewan)
Disusun Oleh :
TBIO-1/SEMESTER IV JURUSAN
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas Rahmat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan rahmat serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
mini riset ini. Dan tidak lupa pula, shalawat beriringkan salam Kepada Nabi besar kita,
Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang yang disinari iman dan islam sehingga kita dapat
merasakan indahnya islam seperti saat ini.
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Roni Afriadi, M.Pd. selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan, dan teman-teman yang telah berkontribusi
dalam penyusunan laporan ini. Besar harapan kami, laporan ini dapat menambah
pengetahuan pembaca tentang penyakit kolera pada unggas.
Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kesalahan, maka dari
itu kami tetap menantikan kritikan serta saran yang membangun untuk lebih baik
kedepannya.
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II 3
BAB IV 4
4.2. Pembahasan 8
BAB V PENUTUP 11
5.1. Kesimpulan 11
5.2. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
II
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kolera pada unggas (Fowl cholera) di Indonesia pertama kali terjadi pada
tahun 1972 yang ditandai dengan wabah kolera pada ayam dan bebek dengan angka
mortalitas antara 23-60% (Mariana dan Hirst 2000). Wabah yang terjadi menyebar di
seluruh Indonesia, antara lain seperti yang terjadi pada ayam broiler di Aceh (Zainuddin
2014), dan bebek di Brebes (Ariyanti dan Supar 2008). Kematian akibat
infeksi Pasteurella multocida dilaporkan pada peternakan itik intensif mencapai 62% dari
populasi 1400 ekor (Ariyanti dan Supar 2008).
Pasteurella multocida
Pasteurella multocida dapat diisolasi dari organ visceral seperti paru-paru, hati dan
limpa, sumsum tulang, gonad atau darah jantung unggas atau dari eksudat caseous kronis
lesi unggas yang mengalami kolera unggas. Media isolasi yang dapat digunakan
yaitu dextrose starch agar, blood agar, dan trypticase–soy agar (OIE 2015) Pada media
isolasi, karakter koloninya yaitu berdiameter berkisar antara 1 sampai 3 mm setelah 18-24
jam inkubasi, bentuk koloni diskrit, melingkar, cembung, tembus, dan butyraceous. Pada
pewarnaan tampak sel cocoid atau pendek berbentuk batang, berukuran 0,2-0,4 × 0,6-2,5
1
µm , Gram negatif, dan umumnya tunggal atau berpasangan. Pewarnaan bipolar dapat
diamati dengan Pewarnaan Wright atau Giemsa. Pewarnaan dapat dilakukan pada preparat
ulas jaringan, seperti darah, hati, atau limpa (OIE 2015).
Kolera pada unggas adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella
multocida yang tersebar luas di dunia. Penyebab penyakit ini tidak sepenuhnya
diketahui, tetapi diyakini bahwa bakteri bertanggung jawab. Penyakit ini menyerang
ayam dan unggas yang dipelihara di rumah atau di peternakan unggas. Unggas
menjadi lebih rentan terhadap penyakit ini, umumnya terjadi pada ayam yang
bertelur. Unggas dapat terinfeksi P.multocida jika bersentuhan dengan ayam sehat
atau ayam sembuh yang terinfeksi. Kolera juga dapat ditularkan melalui makanan,
minuman, peralatan, kandang staf, tanah, atau hewan pengerat atau burung.
Identifikasi Masalah
2
1.2. Batasan Masalah
1.4. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian unggas yang terinfeksi Pasteurella multocida
yaitu:
Untuk mengetahui ciri-ciri unggas yang terinfeksi Pasteurella multocida
Untuk mengetahui cara mengisolasi unggas bila terinfeksi Pasteurella
multocida
Untuk mengetahui cara pencegahan terinfeksinya unggas oleh Pasteurella
multocida
Untuk mengetahui cara pengobatan pada unggas yang terinfeksi Pasteurella
multocida
1.5. Manfaat
Adapun manfaat yang di dapat setelah melakukan penelitian tentang
penyakit korela pada unggas, kita juga dapat mengetahui ciri, cara penanggulangan
dan hal ini juga sangat berguna untuk kita yang dimana unggas jenis ayam biasanya
digunakan sebagai bahan pangan sehari-hari.
3
BAB II
Pada tahun 1972, kolera pertama kali muncul pada unggas di Indonesia,
mengakibatkan wabah penyakit pada ayam dan itik yang membunuh antara 23-60%
hewan. Wabah yang menyebar di seluruh Indonesia, seperti yang terjadi pada ayam
broiler di Aceh (Zainuddin 2014), itik di Prebes (Aryyanti dan Supar 2008), dan angka
kematian akibat infeksi Pasteurella multocida dilaporkan di www.itik intensif adalah
62% dari populasi. 1.400 ekor (Ariyaanti dan Supar 2008). Kolera unggas merupakan
penyakit pra akut yang sangat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi.
Masa inkubasi penyakit ini dapat bervariasi dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Pada infeksi pertama, morbiditas dapat mencapai 60-70% dan mortalitas dapat
mencapai 40-50% (Zainuddin 2014).
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi. Patogen
menular yang menyebabkan penyakit termasuk virus, bakteri, Michal, parasit. Penyakit
tidak menular Penyebab selain patogen infeksius, seperti malnutrisi, Kekurangan
vitamin dan mineral, keracunan makanan.
4
BAB III METODE
PENELITIAN
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil
Bakteri penyebab kolera unggas relatif tahan terhadap pengaruh alam. diantara
mereka Kotoran ayam memelihara bakteri ini hingga sebulan, dengan ayam mati,
bertahan dalam air hingga 2 minggu pada -6 ° hingga -8 ° C hingga 18 hari. P.
multocida masih menular pada pembuatan apusan darah kering 8 hari pada suhu kamar
atau 118 hari dengan kapas kering jam. P. multocida mati setelah dipanaskan pada
suhu 60°C selama 10 menit. luar ruangan. Sinar matahari membunuh bakteri ini dalam
waktu 48 jam. Disinfektan seperti juga seperti, 3% kresol, 1% fenol, 1% formalin, 0,5%
NaOH atau larutan 1:5,000 HgCl2.
Masa inkubasi pada infeksi alam 4-9 hari, tetapi dalam percobaan 2 hari.
Penyakit ini lebih banyak menyerang unggas umur 4 bulan ke atas. Kolera unggas dapat
berjalan perakut, akut dan kronis. Pada bentuk perakut biasanya unggas mati tanpa
tanda-tanda klinis yang jelas. Pada permulaan wabah terjadi angka mortalitas tinggi,
terutama pada kalkun. Bentuk akut ditandai dengan konjungtivitis dan keluar kotoran
dari mata. Daerah facial, balung dan pial membesar, serta terdapat gangguan
pernapasan. Feses encer berwarna hijau kekuningan. Unggas mengalami kelumpuhan
akibat peradangan pada sendi tarsus.
5
Bentuk kronik dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang dapat
berupa infeksi lokal pada pial, sendi kaki dan sayap hingga basal otak. Pial
membengkak berisi cairan oedema sampai masa perkejuan, terutama pada bangsa
unggas yang mempunyai pial besar. Infeksi di daerah kaki dan sayap ditandai dengan
kebengkakan pada sendi kaki dan sayap, diikuti kelumpuhan. Gejala tortikolis
menandakan ada infeksi lokal pada telinga dan basal otak.
6
Duodenum membengkak berisi eksudat kental. Hati membesar berwarna belang,
hiperemi dan ditemukan sarang-sarang nekrosa. Pada organ-organ tersebut terdapat
endapan fibrin. Pada ayam petelur terjadi perdarahan sub kapsular pada ovarium dan
telur, serta terdapat masa perkejuan pada kantong kuning telur. Pada kalkun sering
terjadi pneumoniae purulenta bersifat ekstensif.
Pada bentuk kronis hati berwarna kehijauan, tidak selalu disertai pembesaran
dan pembentukan sarang-sarang nekrose. Pada unggas yang secara klinis menunjukkan
gangguan respirasi, trakea menampakkan peradangan ringan dan mengeluarkan eksudat.
Pial membengkak berisi cairan oedema sampai perkejuan. Terjadi abses pada oviduk.
Pada sendi-sendi kaki dan atau sayap terjadi arthritis supuratif.
7
pemupukan pada agar darah atau agar serum. Untuk uji biologis dipakai hewan
percobaan kelinci, mencit atau perkutut.
Kolera unggas dapat dikelirukan dengan berbagai penyakit dengan gejala klinis yang
hampir sama seperti misalnya :
c. Angka mortalitas dan morbiditas tinggi dapat dikelirukan dengan fowl plaque
yang disebabkan oleh virus.
d. Tanda gangguan respirasi, synovitis juga dijumpai pada penyakit unggas lain
bukan fowl cholera.
Dari hewan hidup, darah diambil secara aseptis sebanyak 1 ml atau cairan
eksudat konjungtiva, hidung, trakea diambil dengan usapan kapas.
masingmasing sampel dimasukkan kedalam transpor media 10 ml trypticase soy
broth dan dikirim segera ke laboratorium. Sebaiknya dikirim juga preparatulas
darah yang telah difiksasi metanol.
a. Preparat sulfa (1) Sulfaquinoxalin 0,05% dalam air minum. (2) Sulfametasin
dan sodium sulfametasin 0,5-1,0% dalam makanan atau 0,1% dalam air
minum. (3) Sulfamerasin 0,5% dalam makanan atau 0,2% dalam air minum.
Pemberian per oral dengan dosis 120 mg/kg berat badan.
8
(1) Vaksinasi. Vaksinasi pertama dilakukan pada ayam umur 6-8 minggu
dan diulangi 8-10 minggu kemudian. Dipakai trivalen vaksin serotipe 1, 3
dan 4 dalam emulsi atau vaksin inaktif yang telah teregistrasi.
4.2. Pembahasan
Unggas peliharaan, burung hias dan burung liar yang sering singgah didaerah
peternakan ayam dinyatakan rentan. Diantara unggas piara yang sangat rentan adalah
kalkun, ayam, itik, angsa, burung peliharaan, entok, dan unggas air. Hewan percobaan
yang rentan yaitu kelinci, mencit, tikus sawah dan marmut. Kuda, sapi, domba, babi,
anjing dan kucing serta manusia kurang rentan terhadap tipe yang biasa menyerang
unggas.
Kejadian kolera unggas berhubungan erat dengan faktor “stres” antara lain
transportasi, kepadatan unggas dalam kandang yang terlalu tinggi, perubahan udara,
ventilasi kurang baik, dan defisiensi vitamin A.
Penularan
9
Unggas dapat terinfeksi P. multocida setelah ada kontak langsung antara ayam
sehat dengan ayam sakit atau karier yang telah sembuh. Kolera juga dapat ditularkan
melalui pakan, minuman, peralatan, petugas kandang, tanah maupun hewan pengerat
atau burung liar. Namun yang memegang peranan penting dalam menyebarkan penyakit
ini adalah burung liar migran yang berpindah tempat tanpa ada batasan Negara.
Penularan terjadi melalui saluran pencernaan, saluran pernapasan terutama pada
unggas muda. Penularan juga terjadi lewat luka pada kulit atau luka suntikan. Tungau,
lalat, tikus dan burung liar dapat bertindak sebagai vektor mekanik yang dapat
menularkan kuman dari satu hewan ke hewan lainnya. Ayam yang menderita kolera
unggas secara kronis merupakan sumber penularan penyakit yang paling penting.
Penularan penyakit dapat terjadi melalui sekresi hidung, mulut, atau kotoran ayam yang
sakit.
Penularan yang penting adalah melalui air minum atau tempat pakan dibanding
dengan penularan melalui udara. Kuman masih tetap tinggal di dalam saluran
pernafasan bagian atas terutama pada hewan-hewan yang baru sembuh dari sakit, yang
nantinya dapat disebarkan ke hewan lain melalui sekresi hidung. Ketika hewan minum
kuman dapat mencemari air minum yang kemudian menjadi sumber penularan.
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan ayam sakit (carrier) atau dapat
juga secara tidak langsung melalui pakan, air minum, alat-alat kandang, alat transportasi
dan juga pekerja yang tercemar P.multocida. Penularan juga dapat terjadi melalui
memakan bangkai hewan sakit, kontak dengan burung liar pemangsa, hewan liar lain
seperti tikus, juga ternak lainnya seperti babi, kucing anjing, atau insekta terutama lalat
yang mengandung bakteri P.multocida.
Faktor predisposisi kolera unggas dapat karena umur, ayam dewasa atau dara
pada fase terakhir (pullet) lebih mudah terserang penyakit ini dari pada ayam umur
muda, meskipun pada ayam muda juga dapat terserang penyakit ini. Kolera unggas
lebih banyak menyerang ayam yang berumur lebih dari 6 minggu, meskipun kadang
juga ditemukan pada ayam muda misalnya pada ayam pedaging
11
Kolera unggas sangat erat hubungannya dengan berbagai faktor stres, seperti
pergantian cuaca yang mendadak, fluktuasi temperatur dan kelembaban, pindah
kandang, potong paruh, perlakuan vaksinasi yang berlebihan, pergantian pakan yang
mendadak, dan terserang penyakit yang bersifat imunosupresif ataupun penyakit
parasiter. Kejadian penyakit banyak ditemukan pada periode musim kemarau panjang
atau pada awal pergantian musim kemarau ke musim hujan.
Di berbagai negara di dunia yang memelihara unggas, kolera unggas biasanya
ditemukan secara sporadis atau penyakit bersifat enzootik pada beberapa negara. Di
Indonesia penyakit ini ditemukan secara sporadik di berbagai wilayah termasuk
peternakan ayam pedaging, petelur, maupun pembibitan. Ada kecenderungan penyakit
muncul pada wilayah atau lokasi kandang yang sama.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
12
Pengobatan penyakit kolera unggas hampir tidak terlalu efektif dilakukan.
Pengobatan hanya akan menurunkan tingkat kematian namun tidak akan menghentikan
ayam dari penyakit. Ayam akan tetap membawa bakteri tersebut dan apabila pengobatan
dihentikan besar kemungkinan penyakit akan berulang dan berujung pada kematian.
Pengobatan mungkin dilakukan dengan terlebih dahulu menguji sensitifitas bakteri
dalam agen terhadap antibiotik mengingat bahwa bakteri ini telah banyak berkembang
menjadi resisten terhadap antibiotik. Namun cara terbaik dalam menghentikan rantai
penyakit adalah dengan melakukan depopulasi, hingga desinfeksi dan pengistirahatan
kandang. Pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan sanitasi kandang dan
vaksinasi yang tepat. Bakterin komersial yang terdapat di Indonesia diproduksi dari P.
multocida strain referensi X-73, P-1059 dan P-1662, atau strain lainnya dari negara
produsen vaksin (Mariana dan Hirst 2000). Penggunaan vaksin dari isolat referensi dan
luar negeri telah digunakan, namun dalam beberapa kasus masih ditemukan outbreak
kolera unggas.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian literatur yang kami lakukan, tidaklah cocok rasanya apabila
penelitian ini tidak langsung melakukan observasi di peternakan. Sehingga ada baiknya
jika, penelitian terhadap penyakit kolera pada unggas dilakukan dengan metode observasi
dan wawancara di peeternakan unggas.
DAFTAR PUSTAKA
Akhtar M, Rahman T, Ara MS, Rahman M, Nazir MNH, Ahmed S, Hossen L, Rahman
B. 2016. Isolation of Pasteurella multocida from chickens, preparation of
formalin killed fowl cholera vaccine, and determination of efficacy in
experimental chickens. J of Advanced Vet and Anim Research . 3 (1): 45-50.
Ariyanti T, Supar. 2008. Kholera unggas dan prospek pengendaliannya dengan vaksin
Pasteurella multocida isolat lokal. Wartazoa. 18(1): 18-24. Balakrishnan G dan
Saxena, S K Srivastava & Nem Singh. 2006. Detection of Pasteurella multocida in
experimentally infected embryonated chicken eggs by PCR assay. Indian Journal
of Experimental Biology44: 321-324. Vegad JL. 2007. A Colour Atlas of
Poultry Diseases: An Aid to Farmer and Poultry Professionals. Edisi ke-2.
Charbagh (IN): International Book Distributing Co.
13
Jabbri AR, Jula GRM. 2005. Fowl cholera: Evaluation of a Trivalent Pasteurella
multocida Vaccine Consisted of Serotypes 1, 3 and 4. Arch. Razi Ins. (59): 103-
111
Zainuddin. 2014. Studi kasus kolera unggas ayam broiler pada usaha ternak
masyarakat di Banda Aceh secara patologi. Jurnal Medika Veterinaria. 8(1): 56-59.
Zainuddin. 2014. Studi kasus kolera unggas ayam broiler pada usaha ternak
masyarakat di Banda Aceh secara patologi. Jurnal Medika Veterinaria. 8(1): 56-59.
14
15
16
17