Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PATOLOGI UMUM

Dosen Pengampu: Drh. Fitrah Ramdhani, M.Si

Di Susun Oleh:
KELOMPOK 1
BUSAIRI WISNU SAPUTRA (BOD022002)

FIRMANSYAH (BOD022003)

GILANG WAHYU RAMDANI (BOD022004)


INDAR MITRA (BOD022005)
ISRI RAMDANIA (BOD022006)
KIKI RISKI AMELIA (BOD022007)

D3 AGRIBISNIS PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya yang telah
melimpahkan kepada kita sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas kuliah dan bertujuan untuk memberikan
pengetahuan yang lebih mendalam tentang Patologi Umum.

Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman


yang lebih mendalam tentang Patologi Umum, sehingga pembaca dapat
menggunakannya dengan aman dan tepat. Kami menyadari bahwa makalah ini
tidak sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan untuk pengembangan lebih lanjut.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
dan dapat menjadi referensi yang berguna bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

DAFTAR ISI

i
COVER......................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................1
1.3 Manfaat...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 AE (Avian encephalomyelitis) / epidemic tremor / kerusakan saraf pusat.....3
2.2 Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) / flu burung................................7
2.3 Fowl pox (FP) / Cacar...................................................................................14
2.4 Chicken Anemia Syndrome..........................................................................16
2.5 Egg Drop Sindrome (EDS)...........................................................................19
BAB III PENUTUP...............................................................................................23
3.1 Kesimpulan...................................................................................................23
3.2 Saran.............................................................................................................24

Daftar pustaka........................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Industri peternakan unggas memiliki peran yang sangat penting dalam
menyediakan pasokan protein hewani yang diperlukan oleh populasi manusia.
Unggas, termasuk ayam, itik, dan unggas lainnya, menjadi sumber daging dan
telur yang tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, tetapi juga
memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi global.
Meskipun demikian, industri unggas juga dihadapkan pada tantangan yang
signifikan, terutama terkait dengan berbagai penyakit yang dapat memengaruhi
kesehatan dan produktivitas unggas. Penyakit-penyakit ini mencakup Avian
Encephalomyelitis (AE), Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI), Fowl Pox
(FP), Coryza Avium Syndrome (CAS), dan Egg Drop Syndrome (EDS).
Penyakit-penyakit ini memiliki dampak yang beragam, mulai dari penurunan
produksi telur dan daging, kerugian ekonomi, hingga potensi ancaman terhadap
kesehatan manusia dalam kasus HPAI. Oleh karena itu, pemahaman mendalam
tentang patogenesis, gejala, metode pencegahan, dan pengendalian penyakit-
penyakit ini sangat penting dalam menjaga kesehatan unggas dan keberlanjutan
industri peternakan.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif
tentang penyakit-penyakit ini, mencakup aspek-aspek utama yang berkaitan
dengan penyebaran penyakit, dampaknya, serta strategi pencegahan dan
pengendaliannya. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyakit-penyakit
pada unggas, diharapkan peternak, ilmuwan, dan pemangku kepentingan lainnya
dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam menjaga kesehatan
unggas dan menjaga produktivitas industri peternakan.
Melalui penelitian, pendidikan, dan upaya kolaboratif, kita dapat mengatasi
penyakit-penyakit pada unggas dan mendukung perkembangan berkelanjutan
industri peternakan unggas.
1.2 Tujuan
1.2.1 Menggambarkan karakteristik utama dari penyakit unggas yang
mencakup Avian Encephalomyelitis (AE), Highly Pathogenic Avian

1
Influenza (HPAI), Fowl Pox (FP), Coryza Avium Syndrome (CAS), dan
Egg Drop Syndrome (EDS).
1.2.2 Menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan yang ditimbulkan
oleh penyakit-penyakit tersebut dalam industri peternakan unggas.
1.2.3 Menyoroti upaya-upaya pencegahan dan pengendalian penyakit yang
efektif.
1.2.4 Memberikan pemahaman yang mendalam kepada para pemangku
kepentingan dalam menjaga kesehatan unggas dan kelangsungan industri
peternakan.
1.3 Manfaat
Dengan memahami penyakit-penyakit ini, industri peternakan unggas dapat
mengambil langkah-langkah yang lebih baik untuk menjaga produktivitas dan
keberlanjutan jangka panjang

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 AE (Avian encephalomyelitis) / epidemic tremor / kerusakan saraf pusat
2.1.1 Etiologi
Avian Encephalomyelitis disebabkan oleh virus RNA dari family
Picornaviridae. Dengan mikroskop elektron terlihat virion-virion yang
berbentuk heksagonal dan. mempunyai enveloped serta mempunyai
diameter 24-32 nm. Virus AE tahan terhadap kloroform, tripsin, asam dan
pepsin serta DN ase.
2.1.2 Patogenesis
Masuknya Virus AE
Penyakit AE umumnya dimulai ketika unggas terpapar virus AE.
Penyebab utama penularan virus AE adalah melalui kontak langsung
dengan unggas yang sudah terinfeksi atau dengan bantuan serangga seperti
nyamuk yang bertindak sebagai vektor penularan.
Penyebaran Awal
Setelah masuk ke tubuh unggas, virus AE biasanya menginfeksi sel-
sel di sistem pencernaan atau saluran pernapasan, Dari sistem pencernaan,
virus ini dapat menyebar ke aliran darah dan beredar ke seluruh tubuh
,terutama dalam usus dan trakea.
Reproduksi Virus
Virus AE mulai berkembang biak dalam sel-sel yang terinfeksi. Virus
ini merusak sel-sel inang dan merilis lebih banyak virus ke dalam tubuh
unggas. Proses replikasi ini dapat menyebabkan kerusakan seluler yang
signifikan.
Penyebaran ke Sistem Saraf
Setelah replikasi virus dalam sistem pencernaan atau pernapasan,
virus AE dapat menyebar ke sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang). Hal ini disebabkan oleh migrasi virus melalui sistem peredaran
darah atau sistem limfatik.

3
Kerusakan pada Sistem Saraf
Ketika virus mencapai sistem saraf pusat, terjadi peradangan dan
kerusakan pada jaringan saraf. Ini dapat mengganggu fungsi saraf dan
menyebabkan gejala klinis yang khas dari penyakit AE, seperti gangguan
koordinasi, kelemahan otot, gemetaran, dan masalah neurologis lainnya.
Penyebaran Lebih Lanjut
Selama perkembangan penyakit, virus AE dapat menyebar ke berbagai
organ lain, termasuk ginjal dan hati. Ini dapat menyebabkan kerusakan
organ tambahan dan masalah kesehatan yang lebih parah.
Imunitas dan Kesembuhan
Beberapa unggas mungkin dapat melawan infeksi virus AE dan pulih
sepenuhnya. Namun, unggas yang mengalami kerusakan neurologis serius
atau gangguan organ tambahan mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
Vaksinasi adalah metode umum untuk mencegah penyakit AE pada
unggas.
2.1.3 Gejala klinik
Manifestasi klinis yang timbul akibat infeksi virus AE yakni
munculnya gejala saraf pada ayam muda. Tandanya, ayam berjalan
sempoyongan (ataksia), kepala dan lehernya gemetaran atau tremor oleh
karenanya penyakit ini juga disebut epidemic tremor. Kadang juga leher
ayam seperti terpuntir (tortikolis). Apabila ayam diganggu akan timbul
gemetaran yang berlangsung untuk beberapa saat dan dapat terjadi kembali
dengan interval waktu yang tidak teratur hingga akhirnya ayam mati. Pada
ayam masa produksi, adanya penurunan produksi sekitar 5-10% yang
biasanya bertahan selama kurang dari 2 minggu yang diikuti produksi
kembali naik. Tidak ada penurunan kualitas kerabang telur akibat infeksi
AE ini, hanya saja pada ayam breeder adanya penurunan daya tetas sebesar
5%.

4
Pada pemeriksaan (post mortem) bedah bangkai biasanya tidak akan
ditemukan perubahan yang spesifik, hanya saja kadang ditemukan bercak-
bercak pada otot ventrikulusnya (gizzard). Apabila kulit di area kepala
dibuka akan terlihat tempurung otak bagian dalam terlihat kemerahan.
Medion Laboratorium juga pernah menerima sampel ayam yang terinfeksi
AE dengan peradangan otak (haemorrhagi) ringan-sedang.

5
Bila dilakukan pengamatan secara mikroskopis (pemeriksaan
histopatologi) ditemukan adanya perivascular cuffing dan adanya infiltrasi
sel-sel radang (limfosit) pada otak (encephalomyelitis). Selain pada otak,
sel-sel limfosit tersebut juga dapat ditemukan pada otot proventrikulus dan
ventrikulus (ampela).

2.1.4 Solusi dan treatment


Tidak ada pengobatan untuk penyakit viral seperti AE, maka
pencegahan yang perlu dilakukan yakni dengan pemberian vaksinasi
terutama pada ayam breeder. Vaksinasi dapat diberikan pada umur 10-14
minggu atau paling lambat 4 minggu sebelum ayam bertelur. Vaksin dapat
diberikan pada ayam melalui suntikan tusuk sayap (wing web),
menggunakan vaksin aktif yang dikombinasi dengan pox (cacar) yaitu
Medivac AE-Pox. Vaksinasi AE pada ayam breeder dimasa grower
berperan untuk menjaga produksi telur dan mencegah terjadinya penularan
dari induk ke anak ayam dan memastikan induk ayam memiliki antibodi
maternal dari induk yang berfungsi melindungi anak ayam tersebut di
masa awal pemeliharaan. Sedangkan pemberian vaksinasi pada ayam layer
komersial bertujuan untuk mencegah adanya infeksi yang dapat
menurunkan produksi telur.
Selain melindungi dari bagian dalam tubuh dengan pemberian
vaksinasi, baiknya perlu mengkombinasikan dengan biosecurity dan
manajemen pemeliharaan yang baik yang mampu melindungi dari luar
tubuh ayam. Praktek biosecurity yang baik dapat mengeliminasi tantangan
virus di sekitar ayam sehingga virus tidak mudah masuk ke dalam tubuh

6
ayam. Rutin menjaga kebersihan area kandang dan desinfeksi minimal
seminggu sekali selama masa pemeliharaan dengan Antisep, Neo Antisep
atau Sporades.
Karena tidak adanya pengobatan untuk membunuh virus AE yang
telah menginfeksi ayam, maka dari itu yang bisa dilakukan ketika di farm
ditemukan wabah AE yakni :
 Segera culling (afkir) ayam yang memiliki tanda-tanda terinfeksi AE.
Untuk anak ayam yang sudah mati, bangkainya dapat dimusnahkan
dengan cara dibakar atau dikubur.
 Berikan sediaan multivitamin atau imunostimulan seperti Imustim
untuk membantu meningkatkan kekebalan tubuh anak ayam.
 Segera perketat biosecurity. Kandang dan peralatan yang tercemar
harus segera didesinfeksi. Karakteristik virus AE merupakan virus
yang tidak beramplop maka pemilihan desinfektan perlu diperhatikan.
Pilih desinfektan yang memiliki kandungan iodine atau formaldehyde
seperti Antisep, Neo Antisep atau Sporades yang mampu membunuh
virus tersebut.
2.2 Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) / flu burung
2.2.1 Etiologi
Virus influenza merupakan virus RNA yang bersegmen dan memiliki
amplop (enveloped virus), serta termasuk dalam famili Orthomyxoviridae.
Virus AI terbagi atas beberapa subtipe berdasarkan kemampuan antigenitas
dua protein permukaannya, yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase
(NA). Hingga saat ini yang telah teridentifikasi ada 16 subtipe HA (H1-
H16) dan 9 subtipe NA (N1-N9).
Selain itu, virus AI juga terdiri dari beberapa clade. Clade merupakan
istilah standar dari World Health Organization (WHO) untuk
mendeskripsikan keturunan, genetik, galur, atau kelompok virus influenza.
Banyaknya clade virus AI di dunia termasuk yang bersirkulasi di
Indonesia, ada 9 macam dan beberapa clade dipecah lagi menjadi beberapa
subclade dan sub sub clade.

7
Dilihat dari tingkat keganasannya, virus AI dibedakan menjadi 2 yaitu
Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian
Influenza (LPAI). Tingkat keganasan virus AI merupakan faktor utama
yang berpengaruh terhadap gambaran gejala klinis yang muncul. Contoh
virus HPAI yaitu H5N1, H7N2, Virus AI yang bersirkulasi di Indonesia
diisolasi dari kasus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dengan
subtipe H5N1 yang terdapat 2 clade yakni clade 2.1.3 dan 2.3.2. Penyakit
AI pada unggas yang disebabkan oleh virus AI H5N1 clade 2.1.3 telah
berlangsung di Indonesia selama lebih dari 10 tahun. Setelah itu muncul
clade baru 2.3.2.
2.2.2 Patogenesis
Penetrasi dan Penularan Virus:
- Infeksi dimulai ketika unggas terpapar virus HPAI. Ini bisa terjadi
melalui kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi atau melalui
kontaminasi lingkungan, seperti air minum atau makanan yang
terkontaminasi virus.
- Virus HPAI dapat masuk ke tubuh unggas melalui membran mukosa
pada mata, hidung, mulut, dan saluran pernapasan.
Reproduksi Virus:
- Setelah virus memasuki tubuh, virus akan mulai mereplikasi diri
dalam sel-sel epitel pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
- Virus ini memiliki tingkat patogenisitas tinggi, yang berarti bahwa
kemampuan virus untuk mereplikasi diri dengan cepat sangat tinggi.
Hal ini menyebabkan tingkat virus dalam tubuh unggas meningkat
dengan cepat.
Penyebaran Ke Organ Tubuh Lain:
- Virus HPAI akan menyebar ke seluruh tubuh unggas melalui
peredaran darah. Ini dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai
organ, terutama pada paru-paru dan usus.
- Kerusakan jaringan ini dapat menyebabkan berbagai gejala, seperti
pernapasan yang terganggu dan masalah pencernaan.

8
Respon Imun:
- Sistem kekebalan tubuh unggas akan merespons infeksi virus dengan
mencoba untuk menghentikan penyebaran virus.
- Antibodi akan diproduksi untuk melawan virus, dan sel-sel kekebalan
seperti limfosit T dan sel NK (Natural Killer) juga akan aktif.
- Namun, virus HPAI memiliki kemampuan untuk menghambat atau
menghindari respons kekebalan ini, yang menyulitkan tubuh unggas
untuk memerangi infeksi.
Kerusakan Jaringan dan Gejala Klinis:
- Virus HPAI dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada paru-
paru dan usus. Ini dapat mengakibatkan gejala seperti sesak napas,
diare, kehilangan nafsu makan, dan lemas.
- Kematian dapat terjadi dalam beberapa hari setelah infeksi, terutama
pada unggas yang rentan atau terinfeksi dengan strain virus HPAI
yang sangat patogen.
Penyebaran ke Lingkungan:
- Unggas yang terinfeksi akan mengeluarkan virus melalui sekresi
(contohnya lendir) dan ekskresi (contohnya kotoran).
- Virus ini dapat mencemari lingkungan sekitarnya, termasuk air, tanah,
dan permukaan yang kontak dengan unggas tersebut.
Penularan Antar-Unggas:
- Virus HPAI dapat menular dari unggas yang terinfeksi ke unggas lain
melalui kontak langsung, perantara seperti burung pemangsa, atau
melalui barang-barang atau peralatan yang terkontaminasi.
2.2.3 Gejala klinik
Gejala klinis maupun perubahan patologi anatomi organ pada HPAI
saat ini sudah berbeda dengan AI yang dulu dan sudah tidak spesifik.
Gejala khas memang masih seringkali muncul saat ayam terserang HPAI
antara lain kematian tinggi, penurunan hingga berhentinya produksi telur
atau penurunan produksi, depresi, jengger, pial dan kaki kebiruan

9
(sianosis), konjungtivitis, akumulasi lendir di rongga mulut, gangguan
pernapasan seperti batuk, bersin dan ngorok serta kadang ditemui
gangguan saraf (tortikolis) namun tidak begitu signifikan terlihat jelas.

Perubahan organ yang nampak setelah dilakukan bedah juga sudah


mulai berubah dan tidak spesifik antara lain radang di saluran pernapasan
atas meliputi sinus hidung, laring maupun trakea, paru-paru berwarna
kehitaman dan kantung udara keruh. Perubahan yang ditemukan di saluran
pencernaan antara lain ada radang di proventrikulus, usus, seka tonsil dan
pankreas.
Organ lain yang masih muncul perubahan namun tidak spesifik seperti
jantung dan lemak tubuh yang mengalami perdarahan berbentuk titik-titik
(petechiae). Pada sistem saraf, ditemukan dilatasi pembuluh darah otak.
Selain perubahan-perubahan tersebut, sering pula ditemukan perdarahan di
otot pada maupun dada.

10
Perbedaan HPAI H5N1 dan H7N2
 Tingkat Keparahan:
- HPAI H5N1: Virus H5N1 memiliki tingkat keparahan yang tinggi pada
burung dan manusia. Infeksi pada manusia cenderung menyebabkan
penyakit yang parah, termasuk pneumonia dan seringkali kematian.
- HPAI H7N2: H7N2 memiliki keparahan yang cenderung lebih rendah
daripada H5N1, baik pada burung maupun manusia. Pada manusia,
gejalanya bisa lebih ringan dan jarang menyebabkan kematian.
 Target Organ:
- HPAI H5N1: Virus H5N1 cenderung menyerang sistem pernapasan
manusia dengan menginfeksi paru-paru dan saluran pernapasan atas. Ini
dapat menyebabkan pneumonia dan gejala pernapasan yang parah.
- HPAI H7N2: Virus H7N2 juga bisa menginfeksi sistem pernapasan,
tetapi gejalanya pada manusia seringkali lebih ringan.
2.2.4 Solusi dan treatment
Ayam yang mengalami imunosupresi atau titer antibodi yang rendah
terhadap virus AI biasanya mempunyai risiko yang tinggi untuk terserang
AI. Vaksinasi merupakan salah satu ujung tombak pengendalian AI. Salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan vaksinasi adalah penyusunan
program, selain kualitas vaksin, aplikasi vaksinasi, kondisi ayam,
lingkungan dan kompetensi/skill dari vaksinator.

11
 Tepat vaksin Pemilihan jenis vaksin yang tepat sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan vaksinasi. Vaksin yang baik adalah vaksin yang
kandungan virusnya homolog dengan virus lapang.
 Tepat aplikasi Selain harus tepat vaksin, aplikasi vaksinasi AI juga
harus dilakukan dengan tepat. Hal ini meliputi persiapan peralatan (alat
suntik), thawing (proses peningkatan suhu) vaksin, handling
(memegang dan melepas) ayam, cara menyuntik, dosis pemberian
vaksin, dan penanganan botol bekas vaksin. Saat distribusi dan
penyimpanan sementara, suhu vaksin AI harus selalu terkondisikan
pada suhu 2-8°C. Sebelum diberikan ke ayam, lakukan thawing atau
menaikkan suhu vaksin terlebih dahulu sampai vaksin tidak terasa
dingin lagi. Pastikan jangka waktu pemberian vaksin AI tepat, di mana
untuk vaksin AI inaktif harus habis dalam waktu 24 jam. Pastikan
dosis vaksin AI yang diberikan sudah benar. Ayam harus berada dalam
kondisi sehat dan tidak dalam kondisi imunosupresi (contohnya stres
atau terserang penyakit CRD, gumboro, mikotoksin, dll.) yang dapat
menurunkan keoptimalan pembentukan titer antibodi. Keterampilan
vaksinator harus baik agar aplikasi vaksinasi bisa dilakukan dengan
benar.
 Tepat program pemberian

12
Aman dari Penyebaran Virus AI dengan Suplementasi dan
Biosecurity
Pemberian multivitamin dan premiks sebagai suplemen ransum (feed
supplement) akan meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Vitamin
merupakan sediaan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh unggas namun
tidak dihasilkan oleh tubuh itu sendiri kecuali vitamin C. Pemberian
multivitamin seperti Vita Stress, Strong n Fit, Fortevit berperan untuk
meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh ayam.
Dengan adanya suplementasi vitamin, misalnya vitamin A dan C, akan
memperbaiki kondisi selaput lendir unggas sehingga virus AI yang akan

13
masuk ke selaput lendir melalui udara bisa optimal dihalau. Selain vitamin,
dalam ransum juga bisa ditambahkan premiks seperti Top Mix dan Mineral
Feed Supplement A guna melengkapi kebutuhan nutrisi ransum sehingga
proses metabolisme pertahanan tubuh unggas bisa berjalan maksimal.
Bagaimana jika Terlanjur Terserang Outbreak AI?
Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan AI. Jika suatu
peternakan telah terjangkit AI, maka hal-hal yang perlu dilakukan antara
lain:
 Lakukan penanganan pada kandang lain yang belum terserang AI
seperti:
- Untuk menekan penularan penyakit, segera lakukan revaksinasi
pada ayam petelur atau pembibit yang kondisinya masih sehat
menggunakan Medivac AI. Keputusan revaksinasi tergantung pada
tingkat keganasan virus yang menyerang, angka kesakitan dan
angka kematian.
- Lakukan semprot kandang untuk mengurangi jumlah virus yang
ada di lapangan.
- Desinfeksi air minum untuk mencegah penularan penyakit melalui
air minum.
 Penanganan pada kandang yang telah terserang AI
- Segera singkirkan unggas yang mati di kandang. Musnahkan
dengan metode penguburan atau pembakaran di lokasi yang
berjauhan dari kandang.
- Semprot kandang yang masih berisi ayam dengan desinfektan
seperti Antisep atau Neo Antisep, dan pada kandang kosong dapat
menggunakan Sporades atau Formades.
- Berikan imunostimulan seperti Imustim untuk meningkatkan
stamina tubuh ayam. Imustim akan membantu meningkatkan daya
tahan tubuh secara optimal sehingga proses kesembuhan akan lebih
cepat.

14
- Lakukan istirahat kandang yang cukup yaitu minimal 14 hari
terhitung dari kandang telah dibersihkan. Kemudian ulangi
desinfeksi kandang sebelum memulai chick in kembali.
2.3 Fowl pox (FP) / Cacar
2.3.1 Nama lain penyakit
Fowl Pox, Avian Pox, Contagious Epithelioma, Bird Pox, Boreliota
Avium, Soregead, Avian Diphteria
2.3.2 Etiologi
Cacar unggas disebabkan oleh DNA Pox virus ukuran besar. Terdapat
4 strain Pox virus unggas yang mirip satu sama lain dan secara alami
menginfeksi spesies unggas sesuai dengan namanya, yaitu: Virus Fowl
pox, Virus Turkey pox, Virus Pigeon pox dan Virus Canary pox. Semua
virus FP mempunyai hubungan imunologis, meskipun menunjukkan
adanya modifikasi pada hospes. Virus ini termasuk genus Avipox. Virus
tersusun atas DNA beruntai ganda (ds DNA), badan elementer berukuran
sekitar 250x354 nm dan berbentuk seperti batu bata (brick shape).
2.3.3 Patogenesis
 Infeksi dimulai ketika unggas terpapar virus Fowl Pox (Fowlpoxvirus),
biasanya melalui gigitan nyamuk atau lalat yang menjadi vektor
penularan.
 Virus dapat memasuki tubuh unggas melalui luka, goresan, atau
selaput lendir, seperti mata atau mulut.
 Setelah memasuki tubuh unggas, virus Fowl Poxvirus akan mulai
mereplikasi diri pada lokasi penetrasi pertama. Misalnya, jika virus
memasuki melalui mata, ia akan menginfeksi sel-sel epitel mata.
 Pada tahap awal ini, infeksi terbatas pada area lokasi awal penetrasi.
 Virus kemudian menyebar ke seluruh tubuh unggas melalui peredaran
darah. Ini memungkinkan virus menjangkau organ-organ lain.
 Virus akan menulari sel-sel epitel di berbagai organ, termasuk kulit,
selaput lendir, dan organ dalam seperti paru-paru, hati, dan limpa.

15
 Virus Fowl Poxvirus menyebabkan pembentukan lesi (bekas luka)
pada kulit dan selaput lendir yang dapat muncul sebagai kutil atau
ulkus (luka terbuka).
 Lesi ini muncul pada berbagai lokasi, termasuk kepala, leher, sayap,
kaki, dan selaput lendir dalam mulut dan tenggorokan.
 Lesi kulit dan selaput lendir mengandung virus yang sangat menular.
Penularan terjadi ketika unggas lain mengalami kontak langsung
dengan lesi pada unggas yang terinfeksi.
 Vektor penularan seperti nyamuk atau lalat juga dapat membantu
dalam penyebaran virus antarunggas.
2.3.4 Gejala klinik
Cacar Unggas dibedakan menjadi Infeksi Kutaneus (kulit) dan Infeksi
Difterik

Infeksi Kutaneus (Kulit) Infeksi Difterik


Infeksi Kutaneus terjadi pada Infeksi Difterik (wet pox) terjadi
jaringan epitel kulit yang tidak pada membran mukosa mulut,
tertutup bulu. hidung dan mata.
Cirinya: timbulnya kutil yang Ditandai dengan lesi difterik, warna
menyerupai nodul-nodul, termasuk kekuningan muncul pada membran
pada kaki, jengger, pial dan kelopak mukosa mulut, esofagus dan trakea,
mata. Unggas terlihat lemah, kurus serta gangguan pernafasan.
dan susah bernapas

2.3.5 Solusi dan treatment


Untuk penanganan cacar ayam yang disebabkan oleh virus, hingga
saat ini belum ditemukan obatnya. Namun, cara untuk mengurangi sebaran
penyakit dengan terlebih dahulu memisahkan atau isolasi ayam yang
kondisi serangan cacarnya cukup parah, kemudian oleskan CIL atau
Antisep pada luka keropeng hitam namun sebelumnya harus dilakukan
pengerokan pada luka atau bungkul keropeng tersebut. Untuk mengatasi
kasus colibacillosis bentuk panopthamitis sebaiknya ayam
diculling/diafkir, sedangkan untuk ayam lain yang belum mengalami

16
kebengkakan parah di mata sebaiknya berikan antibiotik seperti Neo
Meditril atau Collimezyn dengan pemberian melalui air minum. Jika ayam
sulit minum, maka dapat diberikan Gentamin atau Vetstrep melalui
suntikan atau injeksi. Pemberian multivitamin (Vita Stress, Strong Egg
atau Fortevit) dapat dilakukan untuk mempercepat kesembuhan dan
berikan Imustim untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam.
Pencegahan penyakit cacar dianjurkan dengan melakukan vaksinasi
menggunakan Medivac Pox atau Medivac AE-Pox setelah ayam berumur
10 minggu (atau sesuaikan dengan sejarah terjadinya penyakit di farm,
vaksinasi paling lambat dilakukan maksimal 2-3 minggu sebelum umur
serangan penyakit). Serangan pox terjadi saat ayam berusia 5 bulan atau
kurang lebih 20 minggu, vaksinasi cacar dapat dilakukan selambat-
lambatnya ketika ayam berusia 17-18 minggu.
Jika sedang terjadi wabah sanitasi kandang harus ditingkatkan
minimal 2-3 kali seminggu. Sebaiknya lakukan semprot kandang
menggunakan Medisep. Hal ini untuk meminimalkan jumlah bibit
penyakit yang terdapat di lingkungan kandang. Kandang juga harus
dipastikan bebas dari nyamuk dan serangga yang merupakan vektor
pembawa penyakit Fowl Pox.
2.4 Chicken Anemia Syndrome
2.4.1 Nama lain penyakit
chicken infectious anemia (CIA), blue wing disease atau anemia-
dermatitis syndrome (ADS), hemorrhagic syndrome, Penyakit sayap biru,
sindrom dermatitis anemia.
2.4.2 Etiologi
Chicken anemia syndrome disebabkan oleh Chicken Anemia Agent
(CAA), termasuk grup Circovirus. Virus berukuran 18-26,5 nm, tergolong
ss-DNA, tidak beramplop dan berbentuk ikosahedral. Virion mempunyai
densisitas di dalam cesium chloride (CSCI) bertingkat adalah 1,33-1,37
g/ml. Genom virus memiliki panjang 2319 bp dan mengandung tiga bagian
utama open reading frame (ORF) yang saling tumpang tindih, baik
sebagian maupun keseluruhan yang terletak pada satu untaian.

17
2.4.3 Patogenesis
Infeksi Awal:
Infeksi CAS dimulai ketika ayam terpapar Chicken Anemia Virus
(CAV), yang umumnya terjadi melalui kontak langsung dengan unggas
terinfeksi, atau melalui perkembangbiakan vertikal, di mana virus
ditransmisikan dari induk ke anak ayam.
Penyebaran Virus:
Setelah masuk ke tubuh ayam, virus CAS menyebar ke berbagai organ
dan jaringan. Virus ini memiliki afinitas khusus terhadap sel-sel darah,
terutama prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang.
Virus ini juga menyerang sistem limfoid, termasuk limpa dan bursa
Fabricius, yang merupakan organ penting dalam produksi sel-sel
kekebalan.
Dampak pada Sel Darah Merah:
Virus CAV menghambat produksi sel darah merah yang sehat. Ini
terjadi karena virus merusak sel-sel prekursor sel darah merah dalam
sumsum tulang.
Penurunan produksi sel darah merah mengakibatkan penurunan
jumlah sel darah merah dalam darah, yang merupakan karakteristik utama
anemia pada penyakit ini.
Gangguan pada Sistem Kekebalan:
CAS juga menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan ayam. Hal
ini terjadi karena virus CAV merusak sel-sel limfosit, yang berperan dalam
respons kekebalan tubuh.
Gangguan pada sistem kekebalan dapat membuat ayam lebih rentan
terhadap infeksi sekunder, seperti infeksi bakteri atau virus lainnya.
2.4.4 Gejala klinik
Gejala pada ayam yang terjangkit CAS diantaranya yaitu pertumbuhan
terhambat serta tidak mau makan ataupun minum, pial dan jengger ayam
terlihat pucat, bulu ayam berdiri, dan meningkatnya mortalitas. Penyebab
dari penyakit CAS yaitu Chicken Anemia Agent (CAA) yang termasuk
dalam kelompok circovirus. Virus ini menular dan menyebar dengan cepat

18
diantara ayam dalam satu kelompok. Ayam yang terkena CAS tidak
langsung menunjukkan gejala-gejala yang jelas, tapi produksi telurnya
akan mulai menurun. Demikian juga dengan daya tetas dan fertilitasnya
yang mulai tampak bermasalah.
Kepucatan ayam tersebut disebabkan atropi jaringan hematopoietik
pada sumsum tulang, perdarahan subkutan dan otot serta atropi pada organ
limfoid. Selain itu sering ditemukan gejala berupa lesi fokal pada kulit,
terutama sayap, kepala, leher, ekor, dada, abdomen, paha, tibia, dan kaki.
Lesi dapat berupa perdarahan pada kulit berbentuk echimotik atau
kerusakan dengan warna kebiruan yang disebut blue wing disease. Jika
disertai infeksi sekunder oleh bakteri biasanya mengeluarkan eksudat
serosanguinus yang bening dan encer, sehingga menimbulkan dermatitis
gangrenosa.
2.4.5 Solusi dan treatment
Cara paling efektif untuk mencegah serangan virus penyebab Chicken
Anemia Syndrome adalah melalui vaksin. Ayam indukan perlu divaksin
pada usia ideal 18 minggu agar kelak keturunannya sudah memiliki
antibodi maternal dari sang induk. Anak ayam pun akan terhindar dari
penyakit ini setidaknya selama 6 minggu. Jenis vaksin yang digunakan
bisa berupa vaksin inaktif atau vaksin aktif yang sudah dilemahkan.
Terdapat beberapa cara pemberian vaksin diantaranya yaitu dengan
mencampurkan vaksin ke tempat minum, diteteskan ke ayam, dan suntik.
Metode vaksinasi melalui air minum dianggap cukup mudah prosesnya
terlebih lagi jika peternak memiliki medicating system dan menggunakan
tempat minum ayam otomatis. Harga tempat minum ayam otomatis tentu
lebih mahal daripada tempat minum ayam manual. Hal ini juga sesuai
dengan kualitas dan kelebihan yang dimiliki oleh tempat minum ayam
otomatis. Tempat minum ayam otomatis memiliki kelebihan yaitu
rendahnya tingkat kontaminasi pada air sehingga tetap higienis dan
memudahkan proses vaksinasi melalui air minum. Penggunaan air juga
berkurang dan tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit.
2.5 Egg Drop Sindrome (EDS)

19
2.5.1 Nama lain penyakit
 Sindrom Pencurian Telur (Egg Thievery Syndrome): Nama ini
mengacu pada gejala utama penyakit EDS, yaitu penurunan produksi
telur.
 Sindrom Telur Lentur (Elastic Egg Syndrome): Ini merujuk pada
karakteristik telur yang diproduksi oleh ayam yang terinfeksi, yaitu
cangkang telur yang lebih tipis dan elastis.
 Sindrom Drop Telur (Egg Drop Syndrome): Ini adalah nama yang
sering digunakan dan merupakan nama lengkap penyakit ini.
 Sindrom Turun Telur (Egg Depression Syndrome): Merujuk pada
penurunan produksi telur yang merupakan salah satu gejala utama
penyakit EDS.
 Infeksi Adenovirus Serotipe 127 (Adenovirus Serotype 127 Infection):
Nama ini lebih spesifik dan mengacu pada agen penyebab penyakit,
yaitu virus Adenovirus Serotipe 127.
 Sindrom Kerontokan Telur (Eggshell Fragility Syndrome): Ini merujuk
pada karakteristik cangkang telur yang lebih mudah pecah pada ayam
yang terinfeksi.
2.5.2 Etiologi
Penyakit Egg drop syndrome (EDS) disebabkan oleh virus Avian
Adenovirus tipe I, yang mempunyai kemampuan mengaglutinasi sel darah
merah. Penyakit EDS biasanya menyerang ayam petelur menjelang puncak
produksi, yaitu sekitar umur 25-26 minggu. Ayam yang terserang penyakit
EDS akan tampak sehat dan tidak memperlihatkan gejala sakit namun
terjadi penurunan produksi yang sangat drastis disertai penurunan kualitas
telur. Kerabang telur berubah warna menjadi lebih pucat, menipis atau
bertekstur kasar serta berubah bentuk (mengecil), bahkan ditemukan juga
telur tidak berkerabang. Produksi telur dapat turun mencapai 20-40%
selama 6-10 minggu. Gejala klinis spesifik tersebut muncul 7-9 hari
setelah infeksi virus. Dari hasil bedah ayam, dapat dijumpai perubahan
patologi anatomi berupa oviduct yang menjadi kendur dan terdapat
oedema (penimbunan cairan) pada jaringan subserosa-nya.

20
Penyakit EDS merupakan penyakit viral (virus) yang tidak ada
obatnya, oleh karena itu penerapan biosecurity secara ketat, pelaksanaan
tata laksana pemeliharaan yang baik, dan vaksinasi secara tepat merupakan
pencegahan penyakit EDS yang paling tepat. Vaksinasi EDS pada masa
pullet dilakukan pada umur 15-16 minggu atau sekitar 2-3 minggu
sebelum masa produksi. Jika hasil uji monitoring titer antibodi selama
masa produksi ditemukan adanya gambaran titer EDS yang menyimpang
dari baseline titer, maka hal ini bisa menjadi pertimbangan untuk
dilakukan vaksinasi ulang.
2.5.3 Patogenesis
Penyebab dan Sumber Penularan:
Virus EDS, juga dikenal sebagai virus Adenovirus Serotipe 127,
adalah penyebab utama penyakit EDS pada unggas.
Penyakit ini dapat menular melalui kontak langsung antara unggas
yang terinfeksi dan yang sehat, tetapi juga dapat menyebar melalui
fomites, seperti peralatan peternakan dan perantara serangga.
Penetrasi Virus:
Virus EDS memasuki tubuh unggas melalui inhalasi udara yang
mengandung partikel virus atau melalui kontak dengan feses, air minum,
atau makanan yang terkontaminasi.
Replikasi Virus:
Setelah virus memasuki tubuh, terutama sistem pernapasan, virus akan
menyerang dan mereplikasi dalam sel epitel pada saluran pernapasan dan
sistem pencernaan unggas.
Efek pada Organ Reproduksi:
Virus EDS akan menyebar dari sistem pernapasan dan pencernaan
menuju organ reproduksi, khususnya ovarium.
Infeksi pada ovarium menyebabkan gangguan dalam proses
pembentukan telur dan pematangan telur pada ayam. Ini menghasilkan
telur yang memiliki cacat pada kerangka telur, seperti kulit telur yang tipis
dan tidak berkualitas.
Penurunan Produksi Telur dan Kualitas Telur:

21
Akibat dari gangguan pada organ reproduksi dan ovarium, ayam yang
terinfeksi akan mengalami penurunan produksi telur secara signifikan.
Telur yang dihasilkan juga cenderung memiliki cangkang tipis dan mudah
pecah.
Penyebaran dalam Populasi Unggas:
Penyakit ini dapat dengan cepat menyebar dalam populasi unggas,
terutama pada peternakan ayam lapis yang padat.
Serangga dan unggas liar juga dapat berperan sebagai vektor penularan
penyakit ini dalam lingkungan peternakan.
2.5.4 Gejala klinik
Ayam lesu, diare, gagal mencapai puncak produksi atau terlambat
berproduksi telur, produksi telur turun 20-40%, kerabang telur pucat, tipis,
atau lunak, bahkan ditemukan telur tidak berkerabang

2.5.5 Solusi dan treatment


 Lakukan seleksi dan isolasi pada ayam yang terserang berdasarkan
tingkat keparahan penyakit. Lakukan seleksi pada ayam ayam yang
sudah parah atau tidak produksi selama 5-7 hari atau dilihat dari
kontinuitas bertelurnya.
 Berikan vitamin untuk meningkatkan stamina tubuh ayam dengan
menggunakan Vita Stress ataupun Fortevit. Terapi suportif dengan
imunostimulan (Imustim) bisa diberikan untuk menjaga fungsi
kekebalan tubuh.

22
 Berikan ransum dengan nutrisi yang sesuai kebutuhan ayam di tiap
periode pemeliharaannya terutama untuk kandungan protein, asam
amino, energi, asam lemak, kalsium, fosfor dan vitamin D (berperan
pada pembentukan telur). Selain itu, perlu ditambahkan juga suplemen
vitamin seperti Strong Egg atau Egg Stimulant untuk membantu
meningkatkan dan memperpanjang produksi telur.
 Desinfeksi kandang dan peralatan menggunakan Medisep atau Neo
Antisep. Lakukan desinfeksi pada air minum menggunakan Desinsep
untuk mengurangi penularan penyakit lewat air minum.
 Lakukan monitoring titer antibodi terhadap EDS secara rutin minimal
1 bulan sekali untuk melihat status titer antibodi dan menentukan
jadwal vaksinasi ulangan (revaksinasi). Monitoring titer antibodi EDS
yang dilakukan secara rutin akan memberikan gambaran baseline titer
(titer standar) dari suatu peternakan. Jika setelah dilakukan uji serologi,
kemudian ditemukan adanya gambaran titer EDS yang menyimpang
dari biasanya, maka hal ini bisa menjadi suatu peringatan dini (early
warning system) terhadap kondisi ayam.
 Jika ditemukan adanya infeksi sekunder bakteri, maka perlu pemberian
antibiotik seperti Trimezyn, Neo Meditril atau Therapy.
 Perbaiki manajemen pemeliharaan, kontrol berat badan rutin,
pengaturan program pencahayaan, ciptakan kondisi yang nyaman,
minimalkan faktor penyebab stres, serta berikan ransum dan air minum
yang berkualitas dan sesuai kebutuhan tubuh.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Avian Encephalomyelitis (AE)
Avian Encephalomyelitis adalah penyakit viral yang disebabkan oleh
virus AE.Penyakit ini mengakibatkan gangguan pada sistem saraf pusat
unggas, termasuk gangguan koordinasi, kelemahan, dan masalah
neurologis. AE dapat mempengaruhi produksi telur dan pertumbuhan
unggas, serta menimbulkan kerugian ekonomis dalam industri
peternakan.
3.1.2 Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI):
Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) adalah penyakit unggas
yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. HPAI dapat mengakibatkan
kematian mendadak pada unggas, terutama di ayam buras dan ayam
broiler. Penyakit ini juga memiliki potensi penularan ke manusia dan
dapat menjadi masalah kesehatan publik yang serius.
3.1.3 Fowl Pox (FP)
Fowl Pox adalah penyakit virus yang disebabkan oleh virus
Avipoxvirus. Penyakit ini memengaruhi kulit dan selaput lendir unggas
dan dapat mengakibatkan pembentukan lesi dan kutil pada tubuh mereka.
Fowl Pox dapat merusak kulit telur dan mengganggu pertumbuhan serta
kesejahteraan unggas.
3.1.4Chicken Anemia Syndrome (CAS)
Chicken Anemia Syndrome (CAS) adalah penyakit yang
memengaruhi unggas, terutama ayam. Penyakit ini disebabkan oleh virus
Chicken Anemia Virus (CAV), yang dapat menyebabkan gangguan serius
pada sistem kekebalan unggas dan sumsum tulang merah mereka.
3.1.5 Egg Drop Syndrome (EDS)
Egg Drop Syndrome adalah penyakit unggas yang disebabkan oleh
virus EDS dari keluarga Adenoviridae.
Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan produksi telur dan kerusakan pada
kerangka telur pada unggas, terutama pada ayam lapis.

24
Telur yang dihasilkan oleh unggas yang terinfeksi cenderung memiliki
cangkang tipis dan tidak berkualitas.
3.2 Saran
3.2.1 Peternak dan pemangku kepentingan dalam industri peternakan unggas
perlu meningkatkan pemantauan kesehatan unggas mereka secara rutin,
terutama dalam kasus penyakit seperti HPAI yang memiliki potensi
penularan ke manusia.
3.2.2 Dalam upaya pencegahan, praktik-praktik biosekuritas perlu diterapkan
dengan ketat, termasuk pembatasan akses orang asing ke fasilitas
peternakan dan sterilisasi alat-alat peternakan.
3.2.3 Industri dan pemerintah perlu terus melakukan penelitian dan
pengembangan vaksin yang efektif dan mengaksesnya dengan mudah
bagi peternak.
3.2.4 Dukungan terus-menerus dalam bentuk pendidikan dan pelatihan
mengenai pengenalan gejala penyakit serta langkah-langkah
pencegahan perlu disediakan kepada peternak.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://wiki.isikhnas.com/images/f/f5/AVIAN_ENCEPHALOMYELITIS.pdf

https://www.medion.co.id/penyakit-ae-di-peternakan/

https://www.medion.co.id/jeli-cermati-ai-terkini/

https://pustaka.setjen.pertanian.go.id/info-literasi/cacar-unggas-pada-ayam-dan-
pencegahannya

https://www.medion.co.id/cacar-ayam-dan-cara-penanganannya/

https://wiki.isikhnas.com/images/6/65/CHICKEN_ANEMIA_SYNDROME.pdf

https://www.medion.co.id/vaksinasi-eds-dan-produksi-telur/

26

Anda mungkin juga menyukai