Anda di halaman 1dari 10

Transmissible Spongiform Encephalophaty

Dosen Pengampun: drh. Aminah M. Si

Disusun oleh:

Eva Nadila

Farah Annisa Shalekha Sukma

Nurhojatul Hayan

Rifqah Hanyfah

TLM 2A

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Penatalaksanaan Penyakit Infeksi ini. Adapun makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Penatalaksanaan Penyakit Infeksi Program Studi
Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Banten.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Tangerang, 21 Juli 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2

BAB I............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.........................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................3

1.2 Tujuan..................................................................................................................................4

BAB II...........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN...........................................................................................................................5

2.1 Pengertian..............................................................................................................................

2.2 Sumber Infeksi.......................................................................................................................

2.3 Epidemiologi.........................................................................................................................

2.4 Gejala Klinis..........................................................................................................................

2.5 Cara Penularan.......................................................................................................................

2.6 Pemeriksaan Laboratorium....................................................................................................

2.7 Cara Pencegahan dan pengendalian penyakit........................................................................

2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ensefalopati spongiformis menular (TSEs) adalah kelompok kondisi progresif,


fatal yang selalu terkait dengan prion dan mempengaruhi otak (ensefalopati) dan sistem
saraf banyak hewan, termasuk manusia, sapi, dan domba. Menurut hipotesis yang paling
luas, mereka ditularkan oleh prion, meskipun beberapa data lain menunjukkan
keterlibatan infeksi Spiroplasma . Kemampuan mental dan fisik memburuk dan banyak
lubang kecil muncul di korteksmenyebabkannya tampak seperti spons ketika jaringan
otak yang diperoleh saat otopsi diperiksa di bawah mikroskop. Gangguan tersebut
menyebabkan gangguan fungsi otak, termasuk perubahan memori, perubahan kepribadian
dan masalah dengan gerakan yang memburuk secara kronis.

 Penyakit TSE ini dapat ditemukan pada sapi dan manusia. Pertama kali ditemukan
pada sapi yang dikenal dengan nama Bovine Transmisibble Encephalophaty di
Britania Raya pada tahun 1986. Penyakit TSE juga dijumpai pada sapi yang disebut
scarpie.

 Penyakit TSE pada manusia berupa Creutzfeldt-Jakob disease (CJD) ditemukan


pertamakali di Inggris pada tahun 1990-an, dari konsumsi daging sapi yang terkena
BSE.

1.2 Tujuan
Umum:

Sebagai acuan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit virus Transmissible


Spongiform Enchephalophaty di Indonesia.

Khusus:

1. Sebagai acuan dalam deteksi penyakit virus Transmissible Spongiform


Enchephalophaty.
2. Sebagai acuan dalam pencegahan penyakit virus Transmissible Spongiform
Enchephalophaty.
3. Sebagai acuan dalam respon penyakit virus Transmissible Spongiform
Enchephalophaty.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Penyakit sapi gila atau Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) memiliki sinonim Mad
cow dan sapi gila merupakan penyakit syaraf pusat sapi berupa kelainan degenerasi sel
syaraf sapi dewasa hingga jaringan otak mengalami perubahan mirip spons (spongiform),
Penyakit ini tidak ditularkan dari seekor sapi terinfeksi ke sapi lain yang sehat (Maria,
2004; CDC, 2012).

Penyakit sapi gila pada awalnya diduga disebabkan oleh slow agent virus, kemudian pada
tahun 1982, barulah dikenal istilah prion ( proteinaceous infectious particles ). Prion
sendiri yang merupakan penyebab dari penyakit ini adalah suatu partikel protein
infeksius, tidak mengandung asam nukleat, tahan terhadap faktor atau senyawa yang
merusak asam nukleat, seperti radiasi, sinar ultraviolet. BSE merupakan penyakit yang
disebabkan oleh sejenis protein prion (Prion Protein/PrP) dan dikategorikan kedalam
golongan Transmissiblle Spongiform Encephalopathy (TSE). Sapi yang terinfeksi BSE
disebabkan oleh konsumsi bahan pakan yang mengandung “Prion” yaitu molekul protein
tubuh hewan yang telah berubah konfigurasi asam amino dan menyebabkan kerusakan
pada susunan syaraf pusat individu yang terinfeksi. Individu yang terinfeksi ditandai
dengan perubahan tingkah laku mulai dari ketakutan hingga bentuk agresif, hilangnya
koordinasi, tidak mampu bangun, dan diikuti dengan kematian.

2.2 Sumber Infeksi

Sumber agen yang menjadi media penularan dari hewan ke manusia ialah jaringan sapi
yang mengandung prion yang dikenal dengan specified risk material (SRM). Jaringan
sapi yang termasuk SRM diantaranya ialah distal ileum, otak, medulla spinalis, tonsil dan
mata (Kitamoto 2005).

Specified risk material awalnya masuk ke saluran pencernaan kemudian melakukan


penetrasi ke bagian distal ileum, yaitu pada daun Payer. Setelah itu prion menuju saraf
perifer dan terus ke sistem saraf pusat (SSP). Saat prion BSE kontak dengan protein prion
normal (PrPC), maka prion normal akan berubah struktur menjadi prion BSE (PrPSc).
Fibril akan bergabung membentuk plaque PrPSc . Kerusakan sel saraf yang disertai
pembentukan plaque akan menimbulkan vakuola-vakuola pada jaringan otak. Kerusakan
syaraf yang parah akan memunculkan gejala klinis pada individu yang terinfeksi
(Yokoyama dan Tsutsui 2005).

2.3 Epidemilogi

Kasus pertama sapi dengan penyakit ini, ditemukan di Inggris sekitar pertengahan 80-an.
Pada 1986, para ahli di Inggris menemukan bahwa penyebab BSE, penyakit yang
menyerang otak ini, adalah pakan (makanan ternak). Pakan itu mengandung sisa-sisa
ternak sembelihan seperti isi perut (jeroan) dan tulang belulang yang tidak dijual untuk
konsumsi manusia. Sisa-sisa itu diolah menjadi makanan ternak yang disebut MBM (meat
bone meal). Sejak ditemukan pertama kali di Inggris pada 1986, kasus sapi gila telah
memakan korban 137 orang meninggal.

Mad cow atau penyakit sapi gila baru muncul sekitar tahun 1990-an. Saat itu penyebabnya
belum jelas, apakah dari virus atau bukan. Prion ini umumnya menyerang hewan
ruminansia atau hewan yang mempunyai rumen (Smith and Bradley, 2003). Pada sapi
yang terinfeksi prion, protein ini banyak dapat terdeteksi di berbagai bagian tubuhnya
seperti di dalam daging, tulang, jeroan, hingga ke otak (Smith and Bradley, 2003).

Data dunia mengenai epidemiologi BSE hingga saat ini masih sangat terbatas. Negara-
negara di dunia yang dilaporkan positif BSE pada ternaknya adalah 22 negara (20 negara
di Eropa).Negara non-eropa di Asia yang dilaporkan adanya BSE adalah Jepang dan
Israel di Timur Tengah (Suardana dan Soejoedono, 2005).

Penularan dari manusia ke manusia telah dilaporkan melalui rute iatrogenik. Kebanyakan
kasus terjadi pada pasien yang menerima transfusi darah dari orang yang asimptomatis
terinfeksi prion BSE. Rute iatrogenik lainnya misalnya transplantasi organ. Selain itu
peralatan yang terkontaminasi selama operasi juga bisa menularkan prion BSE. Namun,
dilaporkan transmisi antar manusia tidak terjadi melalui kontak langsung (FDA, 2012).
2.4 Gejala Klinis

a. Gejala penyakit pada hewan

Masa inkubasi BSE umumnya berlangsung lama, berkisar antara 2 sampai 8 tahun. Sapi
yang tertular BSE setelah masa inkubasi cendrung menunjukkan gangguan gejala saraf,
seperti ataxia, respon stimuli sensoris yang berlebihan, dan perilaku agresif. Tahap akhir
infeksi ditandai dengan sifat pasif, koma, dan kematian (Kudesa dan Wreghitt 2009).

Penyakit ini syaraf pusat pada sapi yang berupa degenerasi sel sel syaraf sapi dewasa
hingga jaringan otak mengalami perubahan mirip spons. Penyakit sapi gila ini tidak
ditularkan secara langsung oleh sapi kepada ternak lainnya. penyebaran penyakit ini
dengan cara sapi memakan atau mengkonsumsi bahan pakan yang mengandung bibit
penyakit / prion. Yaitu suatu molekul protein tubuh yang telah mengalami perubahan
konfigurasinya, di tandai dengan perubahan perangai, bisa dalam bentuk ketakutan
ataupun nampak agresif, hilangnya koordinasi, tidak mampu untuk bangun, dan akhirnya
menyebabkan kematian hewan penderita penyakit sapi gila.

b. Gejala penyakit pada manusia

Manusia dengan penyakit sapi gila dapat memiliki tanda dan gejala yang sangat serius,
termasuk perubahan kepribadian, kekakuan otot, gerakan otot tak sadar, demensia, dan
kejang. Penyakit ini dapat mempengaruhi individu pada usia yang lebih muda daripada
mereka yang menderita CJD tradisional (usia rata-rata 28 tahun dalam vCJD,
dibandingkan dengan 68 tahun dalam CJD klasik). Sebagian besar kasus terjadi pada
orang dewasa, tetapi kadang-kadang terjadi pada remaja. Bentuk tradisional penyakit ini
memiliki dasar keturunan. Kedua penyakit ini melibatkan protein abnormal yang
menumpuk di otak.

Manusia yang terinfeksi prion BSE akan menderita Cretzfeldt-Jacob Disease (CJD).
Median onset untuk CJD rata-rata 26 tahun (kisaran 12-74 tahun) dan untuk CJD genetik
rata-rata 65 tahun (kisaran 15-94 tahun). Tanda awal CJD biasanya berupa gejala
kejiwaan seperti kecemasan, depresi, insomnia, penarikan sosial, dan persisten terhadap
gejala sensorik. Kebanyakan pasien meninggal dalam waktu 6 bulan sampai 2 tahun
setelah terinfeksi. Hanya pengobatan suportif yang tersedia bagi penderita CJD (CFSPH,
2012).
menyerang sistema syaraf pusat, hal ini akan menyebabkan proses degenerasi sel-sel
syaraf, dan terbentuk vakuola vakuola, hingga terbentuklah seperti spons. Selain
menyerang otak, bagian lain yang juga diduga menjadi target adalah sumsum tulang
belakang, tonsil, timus, limpa dan usus. Jaringan tersebut tidak diperbolehkan untuk
dikonsumsi bila terjad wabah BSE.

2.5 Cara Penularan

Penyakit sapi gila atau BSE dapat menular ke manusia jika manusia tersebut memakan
danging sapi yang sudah terinfeksi oleh virus BSE tersebut.

2.6 Pemeriksaan Laboratorium

Pengambilan Spesimen; Spesimen untuk diagnosis adalah beruap Batang Otak.


Pemeriksaan Laboratorium; Deteksi antigen BSE dilakukan dengan ELISA; bisa juga
secara histopatologi atau Immuno Histo Kimia (IHK). Diagnosis; Diagnosis dari penyakit
sapi gila berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan hasil pengujian laboratorium.
Diferensial Diagnose, Diferensial diagnose atau diagnose banding dari penyakit sapi gila
antara lain rabies dan surra.

2.7 Cara Pencegahan dan Pengendalian Peyakit

Tidak ada bukti bahwa memasak daging yang terkontaminasi akan menghancurkan
organisme BSE. Peraturan pemerintah tentang industri daging sapi membuat risiko
penularan BSE kepada orang sangat kecil kemungkinannya.

Untuk mempertahankan status bebas BSE di Indonesia, tindakan yang dilakukan adalah :

 Melanjutkan survailans dengan pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium

 Melakukan tindak pencegahan dan penolakan secara ketat dan tegas terhadap
kemungkinan masuknya penyakit BSE sesuai peraturan perundangan yang berlaku

 Sosialisasi Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia


 Meningkatkan public awareness terhadap BSE melalui penerbitan leaflet, booklet, buku
saku dan lain - lain

 Meningkat kemampuan SDM di laboratorium melalui pelatihan diagnosa BSE

2.8 Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang tersedia untuk memperlambat atau menghentikan


perkembangan penyakit sapi gila atau infeksi prion lainnya. Studi saat ini sedang
berlangsung untuk menyelidiki sejumlah perawatan eksperimental.

Pengobatan penyakit berupa pengobatan terhadap gejala, seperti obat untuk mengatasi
perilaku agresif berupa obat penenang dan antipsikosa.

Anda mungkin juga menyukai