Disusun oleh:
Eva Nadila
Nurhojatul Hayan
Rifqah Hanyfah
TLM 2A
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Penatalaksanaan Penyakit Infeksi ini. Adapun makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Penatalaksanaan Penyakit Infeksi Program Studi
Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Banten.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................................3
1.2 Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
2.1 Pengertian..............................................................................................................................
2.3 Epidemiologi.........................................................................................................................
2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit TSE ini dapat ditemukan pada sapi dan manusia. Pertama kali ditemukan
pada sapi yang dikenal dengan nama Bovine Transmisibble Encephalophaty di
Britania Raya pada tahun 1986. Penyakit TSE juga dijumpai pada sapi yang disebut
scarpie.
1.2 Tujuan
Umum:
Khusus:
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Penyakit sapi gila atau Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) memiliki sinonim Mad
cow dan sapi gila merupakan penyakit syaraf pusat sapi berupa kelainan degenerasi sel
syaraf sapi dewasa hingga jaringan otak mengalami perubahan mirip spons (spongiform),
Penyakit ini tidak ditularkan dari seekor sapi terinfeksi ke sapi lain yang sehat (Maria,
2004; CDC, 2012).
Penyakit sapi gila pada awalnya diduga disebabkan oleh slow agent virus, kemudian pada
tahun 1982, barulah dikenal istilah prion ( proteinaceous infectious particles ). Prion
sendiri yang merupakan penyebab dari penyakit ini adalah suatu partikel protein
infeksius, tidak mengandung asam nukleat, tahan terhadap faktor atau senyawa yang
merusak asam nukleat, seperti radiasi, sinar ultraviolet. BSE merupakan penyakit yang
disebabkan oleh sejenis protein prion (Prion Protein/PrP) dan dikategorikan kedalam
golongan Transmissiblle Spongiform Encephalopathy (TSE). Sapi yang terinfeksi BSE
disebabkan oleh konsumsi bahan pakan yang mengandung “Prion” yaitu molekul protein
tubuh hewan yang telah berubah konfigurasi asam amino dan menyebabkan kerusakan
pada susunan syaraf pusat individu yang terinfeksi. Individu yang terinfeksi ditandai
dengan perubahan tingkah laku mulai dari ketakutan hingga bentuk agresif, hilangnya
koordinasi, tidak mampu bangun, dan diikuti dengan kematian.
Sumber agen yang menjadi media penularan dari hewan ke manusia ialah jaringan sapi
yang mengandung prion yang dikenal dengan specified risk material (SRM). Jaringan
sapi yang termasuk SRM diantaranya ialah distal ileum, otak, medulla spinalis, tonsil dan
mata (Kitamoto 2005).
2.3 Epidemilogi
Kasus pertama sapi dengan penyakit ini, ditemukan di Inggris sekitar pertengahan 80-an.
Pada 1986, para ahli di Inggris menemukan bahwa penyebab BSE, penyakit yang
menyerang otak ini, adalah pakan (makanan ternak). Pakan itu mengandung sisa-sisa
ternak sembelihan seperti isi perut (jeroan) dan tulang belulang yang tidak dijual untuk
konsumsi manusia. Sisa-sisa itu diolah menjadi makanan ternak yang disebut MBM (meat
bone meal). Sejak ditemukan pertama kali di Inggris pada 1986, kasus sapi gila telah
memakan korban 137 orang meninggal.
Mad cow atau penyakit sapi gila baru muncul sekitar tahun 1990-an. Saat itu penyebabnya
belum jelas, apakah dari virus atau bukan. Prion ini umumnya menyerang hewan
ruminansia atau hewan yang mempunyai rumen (Smith and Bradley, 2003). Pada sapi
yang terinfeksi prion, protein ini banyak dapat terdeteksi di berbagai bagian tubuhnya
seperti di dalam daging, tulang, jeroan, hingga ke otak (Smith and Bradley, 2003).
Data dunia mengenai epidemiologi BSE hingga saat ini masih sangat terbatas. Negara-
negara di dunia yang dilaporkan positif BSE pada ternaknya adalah 22 negara (20 negara
di Eropa).Negara non-eropa di Asia yang dilaporkan adanya BSE adalah Jepang dan
Israel di Timur Tengah (Suardana dan Soejoedono, 2005).
Penularan dari manusia ke manusia telah dilaporkan melalui rute iatrogenik. Kebanyakan
kasus terjadi pada pasien yang menerima transfusi darah dari orang yang asimptomatis
terinfeksi prion BSE. Rute iatrogenik lainnya misalnya transplantasi organ. Selain itu
peralatan yang terkontaminasi selama operasi juga bisa menularkan prion BSE. Namun,
dilaporkan transmisi antar manusia tidak terjadi melalui kontak langsung (FDA, 2012).
2.4 Gejala Klinis
Masa inkubasi BSE umumnya berlangsung lama, berkisar antara 2 sampai 8 tahun. Sapi
yang tertular BSE setelah masa inkubasi cendrung menunjukkan gangguan gejala saraf,
seperti ataxia, respon stimuli sensoris yang berlebihan, dan perilaku agresif. Tahap akhir
infeksi ditandai dengan sifat pasif, koma, dan kematian (Kudesa dan Wreghitt 2009).
Penyakit ini syaraf pusat pada sapi yang berupa degenerasi sel sel syaraf sapi dewasa
hingga jaringan otak mengalami perubahan mirip spons. Penyakit sapi gila ini tidak
ditularkan secara langsung oleh sapi kepada ternak lainnya. penyebaran penyakit ini
dengan cara sapi memakan atau mengkonsumsi bahan pakan yang mengandung bibit
penyakit / prion. Yaitu suatu molekul protein tubuh yang telah mengalami perubahan
konfigurasinya, di tandai dengan perubahan perangai, bisa dalam bentuk ketakutan
ataupun nampak agresif, hilangnya koordinasi, tidak mampu untuk bangun, dan akhirnya
menyebabkan kematian hewan penderita penyakit sapi gila.
Manusia dengan penyakit sapi gila dapat memiliki tanda dan gejala yang sangat serius,
termasuk perubahan kepribadian, kekakuan otot, gerakan otot tak sadar, demensia, dan
kejang. Penyakit ini dapat mempengaruhi individu pada usia yang lebih muda daripada
mereka yang menderita CJD tradisional (usia rata-rata 28 tahun dalam vCJD,
dibandingkan dengan 68 tahun dalam CJD klasik). Sebagian besar kasus terjadi pada
orang dewasa, tetapi kadang-kadang terjadi pada remaja. Bentuk tradisional penyakit ini
memiliki dasar keturunan. Kedua penyakit ini melibatkan protein abnormal yang
menumpuk di otak.
Manusia yang terinfeksi prion BSE akan menderita Cretzfeldt-Jacob Disease (CJD).
Median onset untuk CJD rata-rata 26 tahun (kisaran 12-74 tahun) dan untuk CJD genetik
rata-rata 65 tahun (kisaran 15-94 tahun). Tanda awal CJD biasanya berupa gejala
kejiwaan seperti kecemasan, depresi, insomnia, penarikan sosial, dan persisten terhadap
gejala sensorik. Kebanyakan pasien meninggal dalam waktu 6 bulan sampai 2 tahun
setelah terinfeksi. Hanya pengobatan suportif yang tersedia bagi penderita CJD (CFSPH,
2012).
menyerang sistema syaraf pusat, hal ini akan menyebabkan proses degenerasi sel-sel
syaraf, dan terbentuk vakuola vakuola, hingga terbentuklah seperti spons. Selain
menyerang otak, bagian lain yang juga diduga menjadi target adalah sumsum tulang
belakang, tonsil, timus, limpa dan usus. Jaringan tersebut tidak diperbolehkan untuk
dikonsumsi bila terjad wabah BSE.
Penyakit sapi gila atau BSE dapat menular ke manusia jika manusia tersebut memakan
danging sapi yang sudah terinfeksi oleh virus BSE tersebut.
Tidak ada bukti bahwa memasak daging yang terkontaminasi akan menghancurkan
organisme BSE. Peraturan pemerintah tentang industri daging sapi membuat risiko
penularan BSE kepada orang sangat kecil kemungkinannya.
Untuk mempertahankan status bebas BSE di Indonesia, tindakan yang dilakukan adalah :
Melakukan tindak pencegahan dan penolakan secara ketat dan tegas terhadap
kemungkinan masuknya penyakit BSE sesuai peraturan perundangan yang berlaku
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit berupa pengobatan terhadap gejala, seperti obat untuk mengatasi
perilaku agresif berupa obat penenang dan antipsikosa.