Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH DIAGNOSTIK BAGIAN BAKTERIOLOGI

Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE)

Oleh :
Kelompok A-2 PPDH Gelombang I Tahun Ajaran 2016/2017
Fitra Yovita Delviona P, SKH B94164120
Muamar Darda, SKH B94164138

Dibawah bimbingan:
Drh Dordia Anindita R, MSi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bovine spongioform encephalopathy (BSE) adalah salah satu penyakit


foodborne disease yang berasal dari sapi. Penyakit ini termasuk dalam kelompok
penyakit Transmissible Spongiform Encephalopathy (TSE) yaitu penyakit
kelainan pada otak yang menyebabkan vakuola pada otak dan bersifat
neurodegeneratif. Penyakit ini disebabkan bukan oleh mikroorganisme seperti
virus atau bakteri namun oleh prion (proteinaceous infectious) yaitu sejenis
protein tanpa asam nukleat yang bersifat infeksius karena mengalami mutasi
genetik menjadi virulen dan bersifat infeksius pada jaringan syaraf. Prion
merupakan protein yang bersifat infeksius hasil dari mutasi gen. Prion merubah
susunan selular protein yang normal. Protein selular disebut dengan PrPc (protein
prion) dan ditemukan pada dinding neuron. Bentuk patogen dari PrPc adalah PrPSc,
prion inilah yang bisa menyebabkan penyakit BSE(CFSPH 2008).
Hewan yang peka terhadap BSE adalah sapi, dan sejauh ini diketahui
bahwa tidak ada perbedaan kepekaan diantara ras atau jenis sapi terhadap BSE.
Domba dan kambing juga pernah dilaporkan mengalami BSE. Kelompok kucing
seperti kucing rumah, cheetah, puma, ocelot dan singa juga pernah dilaporkan
mengalami Feline Spongioform Encephalopathy (Usken 2001).
Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit sapi gila atau mad cow karena
menunjukkan gejala neurologik pada sapi. Biasanya BSE menyerang sapi yang
berumur 5 tahun. Masa inkubasi BSE antara 2 - 8 tahun dengan rata-rata 5 tahun
(Kementan 2014). Penelitian menunjukan infeksi pertama BSE terjadi pada tahun
1970-an dengan dua kasus yang baru diidentifikasi pada tahun 1986 di Inggris.
Wabah tersebut diduga menyebar ke Inggris melalui pakan meat bone meal
(MBM) yang terinfeksi prion yang diberikan kepada sapi-sapi muda (CDC 2012).
Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang besar pada sektor
peternakan terutama pada peternakan sapi karena dapat menimbulkan kematian
yang besar. Penyakit ini juga bersifat zoonosis karena dapat ditularkan dari hewan
ke manusia. Pada manusia penyakit ini dikenal dengan sebutan Creutzfeldt-Jacob
Disease (CJD). Adanya penularan pada manusia diduga terjadi akibat infeksi
prion yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi daging sapi yang terinfeksi
BSE. Menurut CDC (2012) terdapat hubungan antara adanya prion penyebab BSE
pada manusia yang disebut dengan Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD) dengan
prion penyebab BSE pada sapi.
Penyakit ini dapat dikategorikan sebagai penyakit eksotik. Wabah penyakit
ini banyak terjadi di wilayah Eropa seperti Inggris, Belanda dan Perancis.
Indonesia sampai saat ini masih dinyatakan bebas dari penyakit BSE (Sani dan
Indraningsing 2012). Meskipun tidak ada di indonesia, penyakit ini harus menjadi
perhatian karena mengingat negara-negara di eropa tersebut juga menjadi salah
satu pemasok utama untuk ternak, produknya dan pakan ternak bagi Indonesia.
Karena pentingnya penyakit ini bagi kehidupan manusia dan pentingnya jika
dilihat dari sisi kesehatan masyarakat veteriner maka penyakit ini perlu untuk
dipelajari lebih lanjut

Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengenali penyakit Bovine


spongioform encephalopathy (BSE) yang meliputi karakteristik, etiologi, gejala
klinis penyakit, patogenesa, diagnosa, penyebaran penyakit, pengobatan dan
pencegahannya

PEMBAHASAN

Karakteristik BSE

Bovine spongiform encephalopathy (BSE) merupakan penyakit degenerasi


syaraf yang progresif pada sapi, yang menyerang jaringan otak dan sistem syaraf
pusat sapi dan kadang menimbulkan kematian sapi. Penyakit ini termasuk dalam
kelompok penyakit Transmissible Spongiform Encephalopathy (TSE), yaitu
penyakit yang ditandai dengan adanya lubang-lubang atau vakuola pada jaringan
otak (seperti spons) dan dapat ditularkan kepada hewan dan manusia. Menurut
penelitian agen dari TSEs adalah protein yang dikenal sebagai prion. Kelompok
penyakit ini bisa menyebabkan kerusakan di otak, prion banyak terakumulasi di
sel saraf otak sehingga bisa merusak neuron, dan terjadinya kerusakan
neurodegenaritif (Belay dan Schonberger 2005). TSEs yang mempengaruhi hewan
lain mempunyai nama yang berbeda-beda diantaranya adalah scrapie (pada domba
dan kambing), chronic wasting disease (CWD) pada rusa, dan Creutzfeldt-jacob
disease (CJD) pada manusia (CFSPH 2008).
Asal muasal BSE tidak diketahui secara pasti, tetapi penggunaan pakan
ruminansia yang berasal dari daur ulang protein ruminansia seperti Meat Bone
Meal (MBM) menyebabkan epidemi di Inggris pada tahun 1980-an dan 1990-an.
Epidemi ini memuncak pada tahun 1992, dengan hampir 1.000 kasus baru
didiagnosis setiap minggu. BSE juga menyebar ke banyak negara Eropa, Amerika
Utara, Bagian Asia, dan mungkin daerah lain di dunia. Kehadiran BSE di suatu
negara dapat mengakibatkan larangan atau sanksi perdagangan, serta
meningkatkan perhatian masyarakan mengenai keamanan daging. Banyak negara,
termasuk Amerika Serikat, melakukan program kontrol dan pengawasan. Banyak
negara juga telah mengeluarkan peraturan baru untuk mencegah jaringan yang
mengandung BSE memasuki pasokan makanan manusia atau hewan (CFSPH
2012 ).
Etiologi

Penyakit fatal ini disebabkan oleh prion yang merupakan protein bersifat
infeksius hasil dari mutasi gen. Prion mengubah susunan selular protein yang
normal. Protein selular disebut dengan PrPc (protein prion) dan ditemukan pada
beragam tipe sel jaringan tetapi tertinggi ditemukan pada sistem saraf pusat (SSP).
Protein patogen ini secara normal tidak dapat didegradasi oleh inang dan
terakumulasi sebagai deposit patogen pada SSP, biasanya terbentuk lesio vakuola
pada neuron sehingga penyakit ini sering dideskripsikan sebagai spongiform
encephalopathies (Tyshenko 2014).
Bentuk patogen dari PrPc adalah PrPres, PrPSc atau PrP, prion inilah yang
bisa menyebabkan penyakit. Prion ini tidak dapat menimbulkan immune respons,
tidak menyebabkan inflamasi, tidak mengandung asam nukleat (DNA/RNA),
resisten terhadap panas, beku, kering, desinfektan dan terhadap Proteinase K.
Prion yang menyebabkan suatu penyakit yang berbeda seperti BSE atau Scrapie
memiliki strain PrPres yang berbeda pula. Selain prion BSE klasik, sedikitnya
terdapat dua tipe prion yang ditemukan pada sapi. Salah satunya memiliki
fragmen masa molekul yang tinggi dibanding yang klasik dan disebut H-type
BSE atau H-BSE, dan yang lainnya dengan masa molekul rendah disebut Ltype
BSE or L-BSE (CFSPH 2012). Pendapat minoritas mengatakan bahwa BSE
disebabkan oleh retrovirus (CFSPH 2008).

Patogenesa

Patogenesa dimulai saat manusia atau hewan memakan jaringan yang


mengandung prion BSE. Pada sapi, BSE diduga muncul karena pemberian pakan
yang mengandung MBM (Meat Borne Meal). Pakan ini adalah pakan yang berasal
dari organ tubuh hewan lain sepert tepung tulang dan tepung daging yang
ditujukan untuk peningkatan protein hewani pada hewan. Penularan juga bisa
terjadi pada domba atau sapi yang memakan sisa-sisa hasil pemotongan atau
melalui praktik kanibalisme.
Hewan muda biasanya lebih mudah untuk tertular. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa hewan yang sangat rentan untuk tertular yaitu hewan yang
berumur enam bulan. Prion yang termakan akan bereplikasi di ileum tepatnya di
daun peyer, kemudian diangkut melalui saraf perifer hingga prion tersebut sampai
di sistem saraf pusat. Pada syaraf pusat, prion dapat menimbulkan vakuolisasi
pada neuron di grey matter dan diikuti oleh hipertrofi astrosit. Mekaniseme prion
dalam merusak bagian otak serta kemampuan prion bereplikasi tidak ada
penjelasan sampai sekarang.
Konsentrasi prion tertinggi berada pada ileum dan sistem saraf pusat. Prion
pada sapi yang terinfeksi secara alami dapat ditemukan di otak, spinal cord, retina,
ileum bagian distal. Baru-baru ini ditemukan prion pada dorsal root ganglia,
syaraf perifer yang termasuk syaraf optik,facial dan sciatic serta ditemukan pada
kelenjar adrenal. Pada beberapa jaringan, jumlah prion bisa jadi sedikit dan jarang
serta resiko transmisinya rendah. Beberapa jaringan juga hanya diinfeksi oleh
prion pada tahap akhir dari suatu penyakit. Seperti akumulasi prion pada daerah
syaraf perifer dan kelenjer adrenal adalah kejadian yang mengikuti adanya
akumulasi prion pada CNS.
Pada sapi yang sengaja diinfeksi, prion dapat ditemukan di CNS, dorsal
ganglia, trigeminal ganglia, thoracic ganglia, syaraf perifer, distal ileum, jejunum,
ileocecal junction, sekum, kolon, plexus myenterik dari usus, kelenjar adrenal,
tonsil dan sumsum tulang. Pada seekor hewan, prion dapat ditemukan pada
pewarnaan immunohistokimia di makrofag pada limfonodus subiliacal.
Selanjutnya prion juga ditemukan dalam jumlah kecil pada daerah sel epitel
tubulus renalis ginjal, timus, dan pulau langerhans. Pada uji yang lebih sensitif,
prion dapat ditemukan pada lidah dan mukosa nasal dari sapi. Pada sapi, prion
dapat terakumulasi dalam otak 24 bulan setelah infeksi (CFSPH 2012 ).
Prion BSE tidak ditemukan di otot, namun bisa saja daging tersebut
terinfeksi oleh jaringan CNS selama dalam proses pemotongan hewan yang tidak
baik atau pengolahan hewan yang tidak higienis (CFSPH 2012). Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa BSE tidak dapat menular melalui susu, semen
dan embrio. Tidak ada data yang membuktikan bahwa BSE dapat menular secara
horizontal diantara sapi dan penularan vertikal dari induk ke anak jarang terjadi.
Namun tidak ada yang tau pasti kenapa kejadian BSE dapat meningkat pada
keturunan yang memiliki riwayat penyakit BSE.

Gejala Klinis

Hewan atau orang yang terinfeksi penyakit ini tidak akan langsung terlihat
gejalanya, namun penyakit ini selalu progresif dan fatal setelah gejala
berkembang. Gejala dapat mencakup kelainan gaya berjalan (terutama kaki
belakang ataxia), hiperesponsif dengan rangsangan, getaran dan perubahan
perilaku seperti agresif, kecemasan atau ketakutan, perubahan dalam tempramen,
dan bahkan kegilaan. Kombinasi perubahan perilaku, hipereaktif dengan
rangsangan, dan kelainan gaya berjalan sangat sugestif dari BSE, tapi beberapa
hewan menunjukkan hanya satu kategori dari tanda-tanda neurologis. Mondar-
mandir, gaya yang dimodifikasi di mana kaki bergerak lateral berpasangan, terjadi
di 25% dari ternak dengan BSE dalam satu studi (CFSPH 2012 ).
Intens gatal biasanya tidak terlihat pada ternak, tapi beberapa hewan dapat
menjilat atau menggosok terus-menerus. Gejala non spesifik termasuk hilangnya
berat badan, gigi grinding (mungkin karena rasa sakit yang mendalam atau
penyakit saraf), dan penurunan produksi susu. Penurunan ruminasi, bradikardia,
dan irama jantung berubah juga telah dilaporkan. Gejala BSE biasanya memburuk
secara bertahap selama beberapa minggu sampai enam bulan, tapi jarang dapat
berkembang secara akut dan cepat. Setelah gejala muncul, BSE selalu progresif
dan fatal. Tahap akhir dicirikan oleh recumbency, koma dan kematian (CFSPH
2012 ).

Gambar 1 Sapi FH yang mengidap penyakit BSE (sumber: bbc.com)

Diagnosis

Tidak terdapat tes yang mendeteksi penyakit BSE pada saat hewan masih
hidup. Tidak ada respon imun atau reaksi inang lain dan tes serologis normal.
Diagnosis untuk BSE berdasarkan pengamatan pada gejala klinis (pasif suveilans)
seperti inkoordinasi, bertambah rasa takut, hiperreaktif terhadap rangsangan, dan
berkurangnya ruminasi (Tyshenko 2014).
Penyakit ini biasanya didiagnosis dengan mendeteksi prion (PrP res)
dalam SSP. Akumulasi dari prion dapat ditemukan di otak unfixed ekstrak oleh
immunoblotting, dan fix ekstrak otak oleh immunohistokimia. Selain itu, beberapa
tes diagnostik cepat berdasarkan tes terkait enzim-immunosorbent (ELISAs),
automated immunoblotting (Western blotting) dan lateral flow devices (LFD)
tersedia. Tes cepat memungkinkan sejumlah besar sampel untuk diskrining, dan
sering digunakan dalam surveilans dan tes penyembelihan. Positif sampel pada tes
cepat dikonfirmasi dengan tes yang lebih spesifik seperti immunohistokimia atau
immunoblotting. Pemeriksaan histologi otak dapat sangat membantu dalam
diagnosis, tapi beberapa hewan dalam tahap awal infeksi memiliki sedikit atau
tidak ditemukan perubahan spongiform. Selain itu, BSE dapat dideteksi dengan
transmisi studi pada tikus, tetapi masa inkubasi yang mebutuhkan waktu beberapa
bulan membuat teknik ini tidak praktis untuk diagnosis rutin. Tes serologi tidak
berguna untuk diagnosis, karena antibodi tidak terbentuk terhadap agen BSE
(CFSPH 2012 ).
Pengobatan dan Pencegahan

Pengobatan untuk BSE tidak ada, hanya dilakukan pemotongan atau


euthanasi pada hewan dengan suspek BSE untuk diuji lebih lanjut. Pendekatan
Amerika dalam upaya pencegahan resiko BSE terdiri atas tiga cara utama yaitu
mencegah agen BSE memasuki Amerika serikat, mencegah agen BSE memasuki
kawasan peternakan utama Amerika, mecegah pemaparan agen BSE melalui
makanan dan produk lainnya. Interaksi negara-negara lain dalam upaya untuk
mencegah resiko Bse adalah pengembangan protokol standar internasional
mengenai penilaian resiko BSE di setiap negara yang bekerja sama dengan OIE,
kerjasama antar ilmuwan dari berbagai negara, memberikan pelaporan kepada
OIE mengenai kasus atau status BSE disetiap negara (FIWG 2003).

SIMPULAN

Bovine spongiform encephalopathy (BSE) merupakan penyakit degenerasi


syaraf yang progresif pada sapi, yang menyerang jaringan otak dan sistem syaraf
pusat sapi dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh protein
selular prion yang dapat ditemukan pada syaraf pusat hewan penderita BSE

DAFTAR PUSTAKA

[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2012. Bovine spongioform
encephalopathy. USA government made easy, departement of health and
human service : Atlanta.
[CFSPH] The center for food security & public health. 2008. Transmissible
spongioform encephalopaties. Institute for international cooperation in
animal biological : Lowa state university collage of veterinary medicine.
[CFSPH] The center for food security & public health. 2012. Transmissible
spongioform encephalopaties. Institute for international cooperation in
animal biological : Lowa state university collage of veterinary medicine.
[FIWG] Federal Interagency Working Group Report. 2003. Animal Disease Risk
Assessment, Prevention, and Control Act of 2001 (PL 107-9).
[KEMENTAN] Balai Veteriner Bukittinggi. 2014. Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik
(PMK Dan BSE). Direktorat Jenderal Pertanian dan Kesehatan Hewan
Belay ED, Schonberger LB. 2005. The public health impact of prion disease.
Division of Viral and Rickettsial Diseases, National Center for Infectious
Diseases, Centers for Disease Control and Prevention : Atlanta. Annu. Rev.
Public Health 2005. 26:191212.
Sani Y, Indraningsih. 2012. Kajian Encephalopathy Pada Ruminansia Untuk
Mengantisipasi Penyakitbovine Spongioform Encephalopathy. Balai
Penelitian Veteriner
Tyshenko MG. 2014. Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE). Encyclopedia
of Food Microbiology Volume 1. University of Ottawa: Canada
Usken U. 2001. Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE), Transmissible
Spongioform Encepahlopathy, Mad Cow Disease. J Environ Sci and Pollut
Res 8:79-83

Anda mungkin juga menyukai