Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“PRION”

OLEH :

NAMA : MARIA NOVITA


NIM : PO714251181032
KELAS : DIV TK III

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN FARMASI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Prion atau penyakit encephalopathies (transmissible spongiform

encephalopathies / TSEs) dapat mempengaruhi manusia dan hewan. Penyakit ini dibedakan

oleh lama periode waktu inkubasi, karakteristik perubahan spongiform yang berhubungan

dengan dengan hilngkan neuron, dan kegagalan untuk menginduksi respon inflamasi. Agen

penyebab TSE dipercaya yaitu Prions. Istilah Prions dimaksudkan sebagai abnormal, agen

pathogen yang menular dan mampu menginduksi lipat abnormal dari spesifik protein normal

seluler disebut protein Prion yang banyak ditemukan pada otak. Fungsi dari protein Prion

normal masih belum sepenuhnya dipahami. Lipat abnormal (misfolding) dari protein Prion

menyebabkan kerusakan otak dan tanda gejala penyakit. Penyakit Prion biasanya terjadi

cepat dan selalu bersifat fatal. (CDC, 2018)

Prion disease merupakan suatu gangguan yang disebabkan oleh protein berbentuk tidak

normal yang disebut Prions, terjadi pada sporadic (Jakob-Creutzfeldt disease/CJD), genetic

(genetic Jacob-Creutzfeldt disease, Gerstmann-Straussler-Scheinker syndrome, dan fatal

familial insomnia), dan diperoleh bentuk (kuru, variant Jakob-Creutzfeldt disease)

(Geschwind, 2016).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah epidemi dari Prion

2. Bagaimana penjelasan biomedis dari Prion

3. Apa saja tindakan yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit Prion
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah epidemi dari Prion

2. Untuk mengetahui penjelasan biomedis dari Prion

3. Untuk mengetahui tindakan yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit Prion
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Epidemi Prion

Seorang bernama Alfons Jacob menggambarkan kasus pertama penyakit Prion pada

manusia pada tahun 1921, lalu tahun 1923 Jacob berpikir bila kasusnya sama seperti yang

ditangani oleh Hans Creutzfeldt di tahun 1920 dijelaskan terjadi pada seorang wanita muda.

Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit Jacob atau Jacob-Creutzfeldt disease sehingga

akhirnya, seorang peneliti bernama Clarence J.Gibbs mulai menggunakan istilah penyakit

Creutzfeldt-Jacob karena akronim lebih dekat dengan inisial nama (Geschwins,2016).

Pada awal 1980-an, agen protein baru telah dilaporkan berhubungan dengan infeksi

scraple. Partikel protein kecil menular, yang kemudian disebut dengan Prion, berbeda dari

virus dan viroid karena tidak meniliki asam nukleat, baik DNA atau RNA (Partadiredja,

2007)

Penyakit Prion (pree-ahn) merupakan suatu kelompok penyakit neurodegenerative yang

disebabkan oleh konversi dari protein Prion normal (PrPc, Prion-protein terkait, yang mana

C untuk bentuk seluler protein) dengan struktur primarily α-heliks menjadi bentuk abnormal

dari protein yang disebut Prion (PrPsc, yang mana Sc untuk scraple, penyakit Prion pada

domba dan kambing). Prion abnormal (proteinaceous infectious particle), memiliki struktur

primarily β-pleated sheet (Geschwind, 2016).

Penyakit Prion atau penyakit encephalopathies (encephalopathies transmissible

spongiform /TSEs) dapat mempengaruhi manusia dan hewan. Penyakit ini dibedakan oleh

lama periode waktu inkubasi, karakteristik perubahan spongiform yang berhubungan dengan

hilangnya neuron, dan kegagalan untuk menginduksi respon inflamasi. Agen penyebab TSE
dipercaya yaitu Prions. Istilah Prions dimaksudkan sebagai abnormal, agen pathogen yang

menular dan mampu menginduksi lipat abnormal dari spesifik protein normal seluler disebut

protein Prion yang banyak ditemukan pada otak. Fungsi dari protein prion normal masih

belum sepenuhnya dipahami. Lipat abnormal dari protein prion menyebabkan kerusakan

otak dan tanda gejala penyakit. Penyakit prion biasanya terjadi cepat dan selalu bersifat fatal

(CDC, 2018).

Penyakit prion mempengaruhi manusia dan hewan. Pada hewan telah dilaporkan penyakit

ini hanya muncul diantara spesies mamalia. Penyakit prion pada hewn ada enam variasi

diantaranya; scrapie (pada domba dan kambing), transmissible mink encephalopathy (mink),

bovine spongiform encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila (sapi), chronic wasting

disease (rusa mule, elk), feline spongiform encephalopathy (kucing), dan exotic ungulate

encephalopathy (antelopes/mirip rusa). Pada manusia penyakit prion dibagi menjadi empat

kategori yaitu; Creutzfeldt-Jacob disease (CJD), kuru, Gerstmann-Strausler-Scheinker

syndrome (GSS syndrome), dan fatal familial insomnia (FFI) (Partadiredja, 2007)

Penyalit prion pada manusia terjadi di sebagian besar Negara maju dan ± 1-1,5 juta

manusia terinfeksi per tahun. Di Amerika Serikat dengan populasi penduduk 330 juta,

sekitar 400 kasus penyakit prion terdiagnosis per tahun (Maddox, Person & Minino, 2015).

Penyakit prion pada manusia 80-95% adalah sporadic Jacob-Creutzfeldt disease 10-15%

adalah genetic (biasanya familial), dan kurang dari 1% diperoleh pada sporadic Jacob-

Creutzfeldt disease, konversi PrP C ke PrP Sc diduga terjadi secara spontan (atau mungkin

melalui mutasi somatic dari PRNP). Pada penyakit prion genetic, diperkirakan bahwa mutasi

pada gen protein prion, PRNP, membuat PrP C lebih rentan terhadap perubahan konformasi
(misfolding) ke PrP Sc. Pada bentuk PrP Sc secara tidak sengaja menular pada manusia,

menyebabkan endogen PrP C terjadi misfolding (Brown & Mastrianni, 2020).

B. Penjelasan Biomedis

Penyakit sapi gila atau Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) memiliki sinonim

Mad cow dan sapi gila (Maria, 2004; CDC, 2012). Merupakan penyakit syaraf pusat sapi

berupa kelainan degenerasi sel syaraf sapi dewasa hingga jaringan otak mengalami

perubahan mirip spons (spongiform), Penyakit ini tidak ditularkan dari seekor sapi terinfeksi

ke sapi lain yang sehat. Sapi yang terinfeksi BSE disebabkan oleh konsumsi bahan pakan

yang mengandung “Prion” yaitu molekul protein tubuh hewan yang telah berubah

konfigurasi asam amino dan menyebabkan kerusakan pada susunan syaraf pusat individu

yang terinfeksi. Individu yang terinfeksi ditandai dengan perubahan tingkah laku mulai dari

ketakutan hingga bentuk agresif, hilangnya koordinasi, tidak mampu bangun, dan diikuti

dengan kematian.

Mad cow atau penyakit sapi gila baru muncul sekitar tahun 1990-an. Saat itu

penyebabnya belum jelas, apakah dari virus atau bukan. Prion ini umumnya menyerang

hewan ruminansia atau hewan yang mempunyai rumen (Smith and Bradley, 2003). Pada

sapi yang terinfeksi prion, protein ini banyak dapat terdeteksi di berbagai bagian tubuhnya

seperti di dalam daging, tulang, jeroan, hingga ke otak (Smith and Bradley, 2003).

Sumber agen yang menjadi media penularan dari hewan ke manusia ialah jaringan sapi

yang mengandung prion yang dikenal dengan specified risk material (SRM). Jaringan sapi

yang termasuk SRM diantaranya ialah distal ileum, otak, medulla spinalis, tonsil dan mata

(Kitamoto 2005).
Specified risk material awalnya masuk ke saluran pencernaan kemudian melakukan

penetrasi ke bagian distal ileum, yaitu pada daun Payer. Setelah itu prion menuju saraf

perifer dan terus ke sistem saraf pusat (SSP). Saat prion BSE 2 kontak dengan protein prion

normal (PrPC ), maka prion normal akan berubah struktur menjadi prion BSE (PrPSc). Fibril

akan bergabung membentuk plaque PrPSc . Kerusakan sel saraf yang disertai pembentukan

plaque akan menimbulkan vakuola-vakuola pada jaringan otak. Kerusakan syaraf yang

parah akan memunculkan gejala klinis pada individu yang terinfeksi (Yokoyama dan Tsutsui

2005).

Data dunia mengenai epidemiologi BSE hingga saat ini masih sangat terbatas. Negara-

negara di dunia yang dilaporkan positif BSE pada ternaknya adalah 22 negara (20 negara di

Eropa).Negara non-eropa di Asia yang dilaporkan adanya BSE adalah Jepang dan Israel di

Timur Tengah (Suardana dan Soejoedono, 2005) Penularan dari manusia ke manusia telah

dilaporkan melalui rute iatrogenik. Kebanyakan kasus terjadi pada pasien yang menerima

transfusi darah dari orang yang asimptomatis terinfeksi prion BSE. Rute iatrogenik lainnya

misalnya transplantasi organ. Selain itu peralatan yang terkontaminasi selama operasi juga

bisa menularkan prion BSE. Namun, dilaporkan transmisi antar manusia tidak terjadi

melalui kontak langsung (FDA, 2012).

C. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani Prion

Pencegahan adalah cara terbaik pada penyakit prion. Tidak ada pengobatan kausalis,

yang ada adalah simptomatis. Langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan; Minimalisasi

resiko pada manusia akibat penggunaan produk dan alat medis yang berasal dari sapi

Minimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk dan alat medis yang berasal
dari manusia Resiko transmisi dari vCJD akibat konsumsi produk makanan yang berasal dari

hewan ruminansia
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit prion atau penyakit encephalopathies dapat mempengaruhi manusia dan hewan.

Penyakit ini dibedakan oleh lama periode waktu inkubasi, karakteristik perubahan

spongiform yang berhubungan dengan hilangnya neuron, dan kegagalan untuk menginduksi

respon inflamasi. Agen penyebab TSE dipercaya yaitu prions. Istilah prions dimaksud

sebagai abnormal, agen pathogen yang menular dan mampu menginduksi lipat abnormal

dari spesifik protein normal seluler disebut protein prion normal masih belum spenuhnya

dipahami. Penyakit prion pada hewan adan enam variasi sedangkan pada manusia di bagi

menjadi empat kategori

Anda mungkin juga menyukai