Anggota kelompok:
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mempelajari letak reseptor rasa panas, dingin,
raba, dan tekan di kulit, memeriksa kemampuan pengenalan atau diskriminasi
benda, serta melakukan pemeriksaan berbagai refleks tubuh.
Alat dan bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum sensorik umum adalah air es,
air hangat 400C, air suhu kamar, eter atau alkohol. Adapun alat-alat yang digunakan
pada praktikum ini adalah stempel dengan garis kotak-kota berjarak 1 mm x 1 mm,
batang logam, jarum pentul, pensil, estesiometer Von Frey, jangka Weber,
penggaris, penutup mata (sapu tangan), dan Beker glass. Bahan yang digunakan
pada praktikum gerak refleks adalah kapas atau benang. Adapun alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah refex hammer (palu refleks), senter,
penggaris, dan stopwatch.
Prosedur Kerja
a. Mekanoreseptor
1. Penentuan Letak Reseptor di Kulit
Kulit pada telapak tangan kiri dibatasi menggunakan stempel dan kertas yang
digunakan untuk mencatatat hasil percobaan juga distempel. Estesiometer Von Frey
disentuhkan pada kotak terkecil (ukuran 1 mm x 1 mm) pada probandus (op) yang
ditutup matanya. Bila op merasakan adanya sentuhan, akan diberikan kode berupa
jari tangan ke kanan pemeriksa, kertas ditandai pada kotak yang sama. Letak
reseptor sentuh kemudian ditandai pada telapak tangan, dan percobaan ini
dilakukan pada bagian tubuh lain, yakni lengan bawah bagian volar (dalam), pipi,
dan kuduk.
2. Topognosis-Kemampuan Diferensiasi
Mata op ditutup dengan sapu tangan. Ujung pensil dikean agak kuat pada kulit
hingga timbul lekukan. Op kemudian diminta menentukan tempat penekanan dalam
keadaan mata masih ditutup. Jarak antara kedua titi (titik penekanan dan titik yang
ditunjukkan op) diukur. Jarak ini merupakan ukuran kesalah-tafsiran op yang
bersangkutan. Percobaan tersebut dilakukan pada kulit ujung jari, lengan bawah
bagian medial, dan kuduk.
3. Diskriminasi Dua Titik
Dua kaki jangka Weber ditekan pada kulit dengan jarak kedua kaki jangka
terkecil yang dirasakan op sebagai satu titik. Jarak kedua kaki dijauhkan sebesar 2
mm setiap kali, dan diukur jarak saat op sudah merakan edua kaki jangka sebagai
dua titik terpisah. Hal yang sama dilakukan kembali, namu diawali dengan jarak
terjauh kedua kaki jangka yang nyata dirasakan dua titik. Jarak kedua kaki jagka
dijauhkan sebesar 2 mm setiap kali didekatkan. Jarak kedua kaki jangka diukur saat
op merasakan kedua kaki jangka hanya titik saja. Kedua percobaan tersebut
dilakukan dengan dua cara, yakni kedua kaki jangka ditekankan berurutan dan
secara bersamaan. Jarak diskriminasi dua titik ditntukan pada kulit ujung jari
tangan, punggung, tangan, lengan bawah, dan lengan atas. Hasil kedua cara
dibandingkan untuk penentuan diskriminasi dua titik tersebut.
b. Reseptor Suhu
Sifat Rasa Panas dan Dingin
1. Masing-masing Beker glass diisi denngan air es, air hangat, dan air biasa. Satu
jari tangan kanan dimasukkan ke dalam air es dan satu jari kiri dimasukkan ke
dalam ari hangat. Kedua jari kemudian dimasukkan secara bersamaan ke dalam
air suhu kamar.
2. Punggung tangan kiri op ditempatkan di depan mulut sejauh 5 cm. Udara
pernapasan dihembuskan ke kulit tangan secara perlahan. Percobaan diulang
dengan dibasahinya punggung tangan menggunakan air biasa terlebih dahulu.
Percobaan dilakukan kembali dengan membasahi punggung tangan
menggunakan eter atau alkohol terlebih dahulu.
METODE
Keterangan: Bagian berwarna hitam ditandai sebagai daerah peka yang terhadap
rangsangan
Percobaan untuk menguji reseptor suhu dilakukan dengan sifat panas dan
dingin. Masing-masing jari telunjuk dimasukkan ke dalam air panas dan air dingin
secara bersamaan. Kemudian kedua jari dimasukkan serentak ke dalam air suhu
kamar. Orang percobaan merasakan sensasi panas dan dingin secara terus menerus
pada masing-masing jari. Sensasi berubah ketika kedua jari dimasukkan scara
serentak dalam air suhu kamar. Jari yang awalnya terasa panas menjadi dingin, dan
sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya reseptor suhu tidak dapat
menentukan panas dan dingin secara spesifik, namun hanya dapat merasakan
perubahan suasana (panas atau dingin). Percobaan selanjutnya dilakukan dengan
meniup udara pernapasan di atas punggung tangan tanpa dibasahi apapun.
Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan membasahi punggung tangan dengan air
biasa, dan perlakuan yang ketiga dilakukan dengan membasahi punggung tangan
menggunakan alkohol. Punggung tangan merasakan hangat pada saat belum
dibasahi apapun. Terdapat sensasi dingin ketika tangan diberi air biasa, dan terasa
dingin saat dibasahi dengan alkohol kemudian timbul sensasi hangat. Hal ini
disebabkan karena setiap tubuh memiliki reseptor suhu dengan jumlah yang
berbeda.
Tabel 5 Data Hasil Uji Refleks
Jenis Refleks Perlakuan Hasil
Refleks Membrana Refleks Kedip Mata Mata op berkedip
Mukosa
Refleks Plantar Terasa ada setruman
Refleks Propioseptif Refleks Masseter 1. Saat
ditempatkannya
ibu jari, rahang
bawah bergerak
sedikit.
2. Saat mulut
terbuka, rahang
bawah mengatup
cepat.
Refleks Patella 1. Difleksi : refleks
terangkat ke atas.
2. Ekstensi: refleks
terangkat ke atas.
Refleks Tendon Kaki refleks
Achilles bergerak
Refleks Viseral Refleks Cahaya Pupil mengecil saat
ada senter
didekatkan
Refleks Akomodasi Pupil mengecil saat
objek mendekat
Waktu Refleks Uji Penggaris 1. Mata terbuka= 10
cm
2. Mata tertutup= 15
cm
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dari uji coba gerak reflek
pada beberapa bagian tubuh didapatkan hasil yakni, pada saat kornea mata orang
percobaan (op) disentuh dengan kapas, mata dari op merespon gerak reflek dengan
mengedipkan matanya. Hal ini dilakukan untuk melihat reflek kedip mata dari op.
Perlakuan kedua yakni untuk melihat reflek plantar op, telapak kaki op digaruk
dengan gagang reflek hammer dan memberikan respon reflek dengan segera
manarik kakinya karena terasa geli. Perlakuan ketiga yakni reflek masseter
dilakukan dengan cara menempatkan dua jari pemeriksa melintang pada bagian
tengah dagu, lalu op dalam keadaan mulut setengah terbuka dipukul dengan
hammer reflek. Op memberikan pergerakan pada bagian mandibular, yakni dengan
langsung menutup mulut. Perlakuan keempat yakni dengan melihat reflek tendo
patella. Tendo patella op diberikan rangsangan dengan cara dipukul-pukul
menggunakan reflek hammer. Op memberikan respon dengan mengangkat kakinya.
Rangsangan yang dirasakan op adalah seperti sengatan listrik kecil pada bagian
tendo patellanya. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi m. quadriceps
femoris dan ekstensi pada sendi lutut.
Perlakuan selanjutnya yakni dilakukan pada tendo Achilles. Tendo Achilles
op dipukul dengan reflek hammer seperti pada tendo patella, op memberikan respon
gerak reflek dengan menggerakan pergelangan kakinya akibat kontraksi m.
gastroenemius. Perlakuan keenam dilakukan dengan mendekatkan mata op dengan
senter untuk melihat reflek cahaya. Pupil mata op kemudian mengecil sebagai
respon dari cahaya yang masuk berlebih. Perlakuan selanjutnya dilakukan untuk
melihat akomodasi mata dengan mendekatkan objek ke mata. Pupil mata op
memberikan respon dengan berubahnya ukuran menjadi lebih kecil. Ligamen lensa
akan mengalami ketegangan saat ada objek yang mendekat. Hal ini dimaksudkan
untuk mempertinggi kemampuan lensa sehingga lebih mempertajam fokus. Lensa
akan menjadi datar untuk memfokuskan benda. Proses untuk mengatur
keelastisitasan lensa mata disebut akomodasi (Surya 2010).
Perlakuan selanjutnya yakni menentukan waktu reflek. Uji ini dilakukan
dengan menjatuhkan penggaris secara mendadak dan mengharuskan op utuk
menangkapnya. Terdapat dua perlakuan utama, yakni mata op pada keadaan
terbuka dan tertutup. Mata op dalam keadaan terbuka menunjukkan angka 10 cm,
sedangkan pada mata op tertutup menunjukkan angka 15 cm. Hal ini daoat terjadi
karena saat mata op terbuka, op akan lebih mudah untuk mengestimasi waktu
terjatuhnya penggaris dibandingkan saat mata tertutup.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Solangs TMCA, Pangemanan D, Polii H. 2013. Gambaran tingkat sensitifitas
telapak tangan pada pekerja salon kecantikan di Kota Manado. Jurnal
e-Biomedik. 1(10): 118-121.
Surya, Yohanes. 2010. Optika. Tanggerang (ID): PT. Kandel.
Sutapa P. 2005. Pengamatan skill motorik dan fisik dalam upaya menjadikan
sosok manusia berkualitas. Jurnal Medikora. 1(01): 51-64.
Wilarso, Joko. 2001. Biologi Pendidikan Dasar. Jakarta(ID): Erlangga.
Wulandari IP. 2009. Pembuatan alat ukur kecepatan respon manusia berbasis
mikrokontroller AT 89S8252. Jurnal Neutrino. 1(02): 208-219.