Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum Hari, tanggal: Kamis, 12 Oktober 2017

Fisiologi Veteriner I (AFF) Dosen : Drh. Isdoni Bustaman M.Si


Asisten : Dini Nurul Fajri
Kelompok : 1 (satu)

SISTEM SARAF PUSAT I

Anggota kelompok:

1. Nurannisa Wijayanti K.D ( B04160070 ) ..................


2. Septi Nurcholida Sari ( B04160071 ) ..................
3. Umi Hasanah ( B04160072 ) ..................
4. Rizaldy Mareta Yudha ( B04160074 )* ..................
5. Bagas Yusuf Fakruddin ( B04160077 ) ..................

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang

. Dalam keadaan fisiologis otot akan berkontraksi dan berelaksasi ketika


mendapat rangsangan dari susunan saraf baik motorik maupun sensoris. Saraf
sensoris berpusat pada kornu anterior atau kornu motoris subtansia grisca medulla
spinalis. Saraf sensorik atau yang biasa disebut saraf aferen berfungsi menyalurkan
informasi yang berasal dari organ reseptor. Kerusakan pada saraf motoris perifer
akan mengakibatkan kelumpuhan yang lemah. Kelumpuhan tersebut karena
merendahnya tonus otot (hipotoni), merendahnya reflek otot (hiporefleksi), dan
atropi. Kerusakan pada motoris sentral menyebabkan kelumpuhan yang bersifat
kaku, otot menjadi hipertonis, dan refleks otot meninggi (Sutapa 2005).
Saraf sensoris dapat dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, perasaan kulit
yang dapat menyebabkan adanya rasa nyeri pada paha dan siku. Kedua, perasaan
sendi otot dan tendo menyebabkan dapat mengetahui bagian dari tubuh jika sedang
bergerak, arah pergerakan dan sikap gerak. Ketiga, perasaan visera yaitu adanya
perasaan bagian dalam tubuh seperti hangat, dingin, dan nyeri dalam. Agar dapat
melakukan gerakan yang kompleks maka perlu adanya pengaturan sejumlah otot
atau beberapa kelompok otot oleh sistem saraf dalam serebelum. Untuk
terlaksananya koordinasi yang baik, serebelum terlebih dahulu menerima rangsang
dari otot yang kemudian diolah dan disampaikam kembali ke otot untuk melakukan
gerakan (Sutapa 2005).
Gerak terjadi melalui mekanisme rumit dan melibatkan banyak bagian tubuh.
Terdapat banyak komponen-komponen tubuh yang terlibat dalam gerak. Gerak
pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa
disadari yaitu gerak refleks. Gerak refleks merupakan gerak yang dihasilkan oleh
alur saraf yang paling sederhana. Jalur saraf ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor,
interneuron, dan neuron motor. Neuron-neuron tersebut mengalirkan impuls saraf
untuk refleks tertentu. Gerak refleks terjadi karena adanya rangsangan tertentu yang
biasanya mengejutkan dan menyakitkan. Impuls gerak refleks berjalan sangat cepat
dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan
kontrol dari otak (Wulandari 2009).
Gerak refleks yang paling sederhana memerlukan dua tipe sel saraf, yaitu
neuron sensorik dan neuron motorik. Impuls yang bekerja pada gerak ini berjalan
pendek atau jalan pintas yang dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian
diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh sel saraf penghubung
(asosiasi) tanpa diolah didalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor
untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas tersebut biasa
disebutu dengan lengkung refleks (Wilarso dan Joko 2001).

Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah mempelajari letak reseptor rasa panas, dingin,
raba, dan tekan di kulit, memeriksa kemampuan pengenalan atau diskriminasi
benda, serta melakukan pemeriksaan berbagai refleks tubuh.
Alat dan bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum sensorik umum adalah air es,
air hangat 400C, air suhu kamar, eter atau alkohol. Adapun alat-alat yang digunakan
pada praktikum ini adalah stempel dengan garis kotak-kota berjarak 1 mm x 1 mm,
batang logam, jarum pentul, pensil, estesiometer Von Frey, jangka Weber,
penggaris, penutup mata (sapu tangan), dan Beker glass. Bahan yang digunakan
pada praktikum gerak refleks adalah kapas atau benang. Adapun alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah refex hammer (palu refleks), senter,
penggaris, dan stopwatch.

Prosedur Kerja

a. Mekanoreseptor
1. Penentuan Letak Reseptor di Kulit
Kulit pada telapak tangan kiri dibatasi menggunakan stempel dan kertas yang
digunakan untuk mencatatat hasil percobaan juga distempel. Estesiometer Von Frey
disentuhkan pada kotak terkecil (ukuran 1 mm x 1 mm) pada probandus (op) yang
ditutup matanya. Bila op merasakan adanya sentuhan, akan diberikan kode berupa
jari tangan ke kanan pemeriksa, kertas ditandai pada kotak yang sama. Letak
reseptor sentuh kemudian ditandai pada telapak tangan, dan percobaan ini
dilakukan pada bagian tubuh lain, yakni lengan bawah bagian volar (dalam), pipi,
dan kuduk.
2. Topognosis-Kemampuan Diferensiasi
Mata op ditutup dengan sapu tangan. Ujung pensil dikean agak kuat pada kulit
hingga timbul lekukan. Op kemudian diminta menentukan tempat penekanan dalam
keadaan mata masih ditutup. Jarak antara kedua titi (titik penekanan dan titik yang
ditunjukkan op) diukur. Jarak ini merupakan ukuran kesalah-tafsiran op yang
bersangkutan. Percobaan tersebut dilakukan pada kulit ujung jari, lengan bawah
bagian medial, dan kuduk.
3. Diskriminasi Dua Titik
Dua kaki jangka Weber ditekan pada kulit dengan jarak kedua kaki jangka
terkecil yang dirasakan op sebagai satu titik. Jarak kedua kaki dijauhkan sebesar 2
mm setiap kali, dan diukur jarak saat op sudah merakan edua kaki jangka sebagai
dua titik terpisah. Hal yang sama dilakukan kembali, namu diawali dengan jarak
terjauh kedua kaki jangka yang nyata dirasakan dua titik. Jarak kedua kaki jagka
dijauhkan sebesar 2 mm setiap kali didekatkan. Jarak kedua kaki jangka diukur saat
op merasakan kedua kaki jangka hanya titik saja. Kedua percobaan tersebut
dilakukan dengan dua cara, yakni kedua kaki jangka ditekankan berurutan dan
secara bersamaan. Jarak diskriminasi dua titik ditntukan pada kulit ujung jari
tangan, punggung, tangan, lengan bawah, dan lengan atas. Hasil kedua cara
dibandingkan untuk penentuan diskriminasi dua titik tersebut.
b. Reseptor Suhu
Sifat Rasa Panas dan Dingin
1. Masing-masing Beker glass diisi denngan air es, air hangat, dan air biasa. Satu
jari tangan kanan dimasukkan ke dalam air es dan satu jari kiri dimasukkan ke
dalam ari hangat. Kedua jari kemudian dimasukkan secara bersamaan ke dalam
air suhu kamar.
2. Punggung tangan kiri op ditempatkan di depan mulut sejauh 5 cm. Udara
pernapasan dihembuskan ke kulit tangan secara perlahan. Percobaan diulang
dengan dibasahinya punggung tangan menggunakan air biasa terlebih dahulu.
Percobaan dilakukan kembali dengan membasahi punggung tangan
menggunakan eter atau alkohol terlebih dahulu.

c. Refleks Membrana Mukosa


1. Refleks Kedip Mata (Corneal reflex)
Kornea mata atau silia mata disentuh denga kapas atau benang. Mata yang
bersangkutan akan berkedip.
2. Refleks Plantar
Telapak kaki digores menggunakan ujung gagang reflex Hammer.
d. Refleks Dalam (Propioseptif)
1. Refleks Masseter (Rahang Bawah)
Mulut op sedikit dibuka hingga rahang bawah sedikit tergantung. Sebuah
tongue spatel dari kayu diletakkan di atas gigi-gigi geraham, kemudian diketuk
agak keras. Selain itu, ditempatkannya telunjuk atau ibu jari di pinggir rahang dan
memukulnya dengan reflex hammer.
2. Refleks Patella

Tungkai didifleksikan pada sendi lutut membentuk sudut 1200. Tendon m.


quadriceps femoris dipukul tepat di bawah patella.

3. Refleks Tendon Achilles


Kaki dipegang sedemikian rupa hingga membentuk sudut 900 dengan tungkai
bawah dan tidak terlalu tegang, kemudian tendon Achilles diketok.
e. Refleks Viseral
1. Reflks Cahaya
Mata op diberikan rangsang cahaya menggunakan senter. Perubahan yang
terjadi kemudian diperhatikan.
2. Refleks Akomodasi
Suatu objek didekatkan pada mata op. Perubahan yang terjadi kemudian
diperhatikan.
f. Waktu Refleks
Mata op dibuka, kemudian penggaris diletakkan di antara ibu jari dan telunjuk
tangan kanan. Penggaris dilepaskan dan penggaris harus ditangkap oleh kedua jari
tersebut. Jarak waktu kemudian diukur dengan stopwatch, yakni waktu antara
dilepaskannya penggaris sampai tertangkapnya penggaris. Percobaan tersebut
kemudian diulang sebanyak 3 kali dan diambil rata-ratanya. Metode lain dapat
dilakukan dengan cara yang sama, namun mata op ditutup setelah perintah untuk
menangkap penggaris diserukan.

METODE

Praktikum ini menggunakan beberapa bagian tubuh manusia sebagai indikasi


dalam melakukan percobaan. Kulit digunakan untuk mempelajari letak reseptor
rasa raba dan tekan. Kulit juga digunakan dalam mempelajari topognosis
(kemampuan diferensiasi), diskriminasi dua titik, serta reseptor suhu panas dan
dingin. Bagian tubuh lain yang digunakan dalam indikasi gerak refleks yaitu, mata,
plantar, rahang bawah, tendon patella, tendon achilles, dan tangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sistem saraf somatik memiliki peranan utama atas kontrol sadar otot dan
menentukan persepsi rangsangan. Kontrol ini didasarkan atas bagian dari sistem
saraf perifer yang terpisah dari sistem saraf pusat. Rangsangan ini dapat
dikatagorikan menjadi dua, yakni sensasi somatis dan sensasi viseral. Sensasi
somatis meliputi sensasi taktil, sensasi suhu, sensari nyeri, dan sensasi propriosepsi.
Tabel 1 Data hasil penentuan letak reseptor di telapak tangan

Keterangan: Bagian berwarna hitam ditandai sebagai daerah peka yang terhadap
rangsangan

Percobaan mengenai rangsangan mekanoreseptor dilakukan dengan uji lokasi


rasa tekan untuk menentukan letak reseptor yang ada di kulit. Adapun op (orang
percobaan) diberikan stempel pada daerah yang diuji, yakni daerah telapak tangan.
Kertas yang akan digunakan untuk mencatat hasil percobaan juga diberi stempel
serupa. Ujung ijuk sebagai pengganti estsiometer Von Frey disentuhkan pada
masing-masing kotak yang berada di telapak tangan. Bila op merasakan adanya
sentuhan, op akan memberikan tanda, dan kertas hasil percobaan akan dihitamkan
sesuai kotak yang dirasa oleh op. Hasil data menunjukkan bahwa letak reseptor
telapak tangan op tersebar kurang merata, yakni cenderung berkumpul pada daerah
pinggir telapak tangan.
Tingkat sensitivitas kulit tiap individu berbanding lurus dengan jumlah
nosiseptor. Semakin banyak nosiseptor maka kulit akan semakin sensitif.
Sensitivitas merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional, yang berkaitan
dengan kerusakan-kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensial untuk
menimbulkan kerusakan jaringan yang lain. Secara klinis, sensitivitas adalah suatu
rangsangan yang bisa diterima oleh reseptor yang kemudian dikirimkan ke
hipothalamus. Reseptor syaraf terletak di daerah kulit yang bekerja secara khusus
dan hanya akan menerima rangsangan tertentu. Reseptor dapat dikelompokkan
berdasarkan struktur, lokasi sumber rangsang serta jenis atau sifat rangsangan yang
dapat diterima oleh reseptor (Solangs et al 2013).
Tabel 2 Data hasil kemampuan diferensiasi
Lokasi Jarak (cm)

Ujung jari 0,2

Medial tangan 0,5


Keterangan: besar dan banyak reseptor ujung jari > medial tangan
Percobaan topognosis dilakukan untuk mengetahui kemampuan diferensiasi
dari. Percobaan ini dilakukan dengan menekan ujung pensil pada kulit sehingga
timbul lekukan. Orang percobaan akan menentukan tempat penekanan dengan
menunjuk menggunakan pensil dalam mata tertutup. Jarak antara kedua titik diukur
dan menjadi ukuran kesalah-tafsiran dari kemampuan diferensiasi op yang
bersangkutan. Percobaan dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yakni pada
ujung jari dan medial tangan. Ujung jari op menunjukkan jarak 0,2 cm, sedangkan
pada medial tangan berjarak 0,5 cm. Hal ini merepresentasikan bahwa kemampuan
diferensiasi op bersangkutan lebih peka pada darah ujung jari dibandingkan pada
medial tangan. Jarak yang berjauhan menunjukkan jumlah reseptor yang kurang
rapat. Rasa tekan yang diberikan pada masing-masing daerah ini akan dilanjutkan
menuju korteks serebri melalui traktus dorsospinalis.

Tabel 3 Data hasil diskriminasi dua titik


Lokasi Jarak (cm)

Ujung jari 0,3

Punggung tangan 0.6

Lengan bawah 0,5

Lengan atas 1,1


Keterangan: jarak terdekat jangka 0,3 cm
Percobaan diskriminasi dua titik dilakukan dengan menekankan jangka
Weber pada kulit dengan jarak kedua kaki jangka terkecil yang dirasakan op sebagai
satu titik. Kedua kaki jangka semakin didekatkan sebesar 2 mm hingga op
merasakan kaki jangka hanya sebagai satu titik. Jarak ini kemudian diukur.
Berdasarkan percobaan diperoleh data jarak pada ujung jari adalah 0,3 cm,
punggung tangan adalah 0.6 cm, lengan bawah adalah 0.5 cm, dan lengan atasa
adalah 1.1 cm. Jarak terkecil berada pada daerah ujung jadi. Hal ini menunjukkan
jumlah reseptor lebih banyak berada pada daerah ujung jari. Rangsangan yang
diberikan pada keempat daerah tersebut akan disalurkan kemudian menuju korteks
serebri melalui traktus dorso-spinalis.
Tabel 4 Data Hasil Reseptor Suhu
Perlakuan Hasil
Air panas dan air dingin Panas dan dingin terus menerus
Air panas, air dingin, air biasa Berubah, panas menjadi dingin,
dan dingin menjadi panas
Tanpa ditambah cairan tertentu Hangat
Ditambah air biasa Dingin
Ditambah alkohol Dingin lalu hangat

Percobaan untuk menguji reseptor suhu dilakukan dengan sifat panas dan
dingin. Masing-masing jari telunjuk dimasukkan ke dalam air panas dan air dingin
secara bersamaan. Kemudian kedua jari dimasukkan serentak ke dalam air suhu
kamar. Orang percobaan merasakan sensasi panas dan dingin secara terus menerus
pada masing-masing jari. Sensasi berubah ketika kedua jari dimasukkan scara
serentak dalam air suhu kamar. Jari yang awalnya terasa panas menjadi dingin, dan
sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya reseptor suhu tidak dapat
menentukan panas dan dingin secara spesifik, namun hanya dapat merasakan
perubahan suasana (panas atau dingin). Percobaan selanjutnya dilakukan dengan
meniup udara pernapasan di atas punggung tangan tanpa dibasahi apapun.
Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan membasahi punggung tangan dengan air
biasa, dan perlakuan yang ketiga dilakukan dengan membasahi punggung tangan
menggunakan alkohol. Punggung tangan merasakan hangat pada saat belum
dibasahi apapun. Terdapat sensasi dingin ketika tangan diberi air biasa, dan terasa
dingin saat dibasahi dengan alkohol kemudian timbul sensasi hangat. Hal ini
disebabkan karena setiap tubuh memiliki reseptor suhu dengan jumlah yang
berbeda.
Tabel 5 Data Hasil Uji Refleks
Jenis Refleks Perlakuan Hasil
Refleks Membrana Refleks Kedip Mata Mata op berkedip
Mukosa
Refleks Plantar Terasa ada setruman
Refleks Propioseptif Refleks Masseter 1. Saat
ditempatkannya
ibu jari, rahang
bawah bergerak
sedikit.
2. Saat mulut
terbuka, rahang
bawah mengatup
cepat.
Refleks Patella 1. Difleksi : refleks
terangkat ke atas.
2. Ekstensi: refleks
terangkat ke atas.
Refleks Tendon Kaki refleks
Achilles bergerak
Refleks Viseral Refleks Cahaya Pupil mengecil saat
ada senter
didekatkan
Refleks Akomodasi Pupil mengecil saat
objek mendekat
Waktu Refleks Uji Penggaris 1. Mata terbuka= 10
cm
2. Mata tertutup= 15
cm

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dari uji coba gerak reflek
pada beberapa bagian tubuh didapatkan hasil yakni, pada saat kornea mata orang
percobaan (op) disentuh dengan kapas, mata dari op merespon gerak reflek dengan
mengedipkan matanya. Hal ini dilakukan untuk melihat reflek kedip mata dari op.
Perlakuan kedua yakni untuk melihat reflek plantar op, telapak kaki op digaruk
dengan gagang reflek hammer dan memberikan respon reflek dengan segera
manarik kakinya karena terasa geli. Perlakuan ketiga yakni reflek masseter
dilakukan dengan cara menempatkan dua jari pemeriksa melintang pada bagian
tengah dagu, lalu op dalam keadaan mulut setengah terbuka dipukul dengan
hammer reflek. Op memberikan pergerakan pada bagian mandibular, yakni dengan
langsung menutup mulut. Perlakuan keempat yakni dengan melihat reflek tendo
patella. Tendo patella op diberikan rangsangan dengan cara dipukul-pukul
menggunakan reflek hammer. Op memberikan respon dengan mengangkat kakinya.
Rangsangan yang dirasakan op adalah seperti sengatan listrik kecil pada bagian
tendo patellanya. Hal ini disebabkan karena adanya kontraksi m. quadriceps
femoris dan ekstensi pada sendi lutut.
Perlakuan selanjutnya yakni dilakukan pada tendo Achilles. Tendo Achilles
op dipukul dengan reflek hammer seperti pada tendo patella, op memberikan respon
gerak reflek dengan menggerakan pergelangan kakinya akibat kontraksi m.
gastroenemius. Perlakuan keenam dilakukan dengan mendekatkan mata op dengan
senter untuk melihat reflek cahaya. Pupil mata op kemudian mengecil sebagai
respon dari cahaya yang masuk berlebih. Perlakuan selanjutnya dilakukan untuk
melihat akomodasi mata dengan mendekatkan objek ke mata. Pupil mata op
memberikan respon dengan berubahnya ukuran menjadi lebih kecil. Ligamen lensa
akan mengalami ketegangan saat ada objek yang mendekat. Hal ini dimaksudkan
untuk mempertinggi kemampuan lensa sehingga lebih mempertajam fokus. Lensa
akan menjadi datar untuk memfokuskan benda. Proses untuk mengatur
keelastisitasan lensa mata disebut akomodasi (Surya 2010).
Perlakuan selanjutnya yakni menentukan waktu reflek. Uji ini dilakukan
dengan menjatuhkan penggaris secara mendadak dan mengharuskan op utuk
menangkapnya. Terdapat dua perlakuan utama, yakni mata op pada keadaan
terbuka dan tertutup. Mata op dalam keadaan terbuka menunjukkan angka 10 cm,
sedangkan pada mata op tertutup menunjukkan angka 15 cm. Hal ini daoat terjadi
karena saat mata op terbuka, op akan lebih mudah untuk mengestimasi waktu
terjatuhnya penggaris dibandingkan saat mata tertutup.

SIMPULAN

Reseptor rasa terletak pada ujung jari. Kemampuan diferensiasi OP


didapatkan hasil reseptor lebih rapat dan lebih banyak pada ujung jari, dan
percobaan diskriminasi dua titik didapatkan jarak yang dekat juga pada ujung jari.
OP memberikan refleks saat percobaan refleks kedip mata, refleks plantar, refleks
masseter, refleks patella, refleks tendon achilles, refleks cahaya, dan refleks
akomodasi. Ketika percobaan penangkapan penggaris, OP memberikan refleks
lebih cepat ketika mata terbuka dibanding saat mata tertutup.

DAFTAR PUSTAKA
Solangs TMCA, Pangemanan D, Polii H. 2013. Gambaran tingkat sensitifitas
telapak tangan pada pekerja salon kecantikan di Kota Manado. Jurnal
e-Biomedik. 1(10): 118-121.
Surya, Yohanes. 2010. Optika. Tanggerang (ID): PT. Kandel.
Sutapa P. 2005. Pengamatan skill motorik dan fisik dalam upaya menjadikan
sosok manusia berkualitas. Jurnal Medikora. 1(01): 51-64.
Wilarso, Joko. 2001. Biologi Pendidikan Dasar. Jakarta(ID): Erlangga.
Wulandari IP. 2009. Pembuatan alat ukur kecepatan respon manusia berbasis
mikrokontroller AT 89S8252. Jurnal Neutrino. 1(02): 208-219.

Anda mungkin juga menyukai