Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II

“UJI TERATOGENIK”

DOSEN PENGAMPU :

Ismi Puspitasari, M. Farm., Apt.

KELOMPOK : 4

1. Jeni Mistya Intan A ( 21154545 A )


2. Ayu Lifia Nur K ( 22165007 A )
3. Putri Mutia Sari ( 22165010 A )
4. Fajar Hidayat ( 22165014 A )
5. Sri Rahayu ( 22165035 A )

TEORI 5 S1 FARMASI 2016

KELOMPOK PRAKTIKUM J

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2018
Paraf : Nilai :

I JUDUL :
UJI EFEK TERATOGEN ANTI NYAMUK BAKAR YANG MENGANDUNG
TRANSFLUTHRIN TERHADAP FETUS MENCIT PUTIH

II TUJUAN PRAKTIKUM :
1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaan, luaran,
dan mengetahui manfaat dari uji toksisitas efek teratogenik.
2. Agar mahasiswa dapat melaksanakan uji toksisitas teratogenik.

III DASAR TEORI :


Teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang
abnormal. Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘teratos’, yang berarti monster, dan
‘genesis’ yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan sebagai asal terjadinya monster atau
proses gangguan proses pertumbuhan yang menghasilkan monster.

Banyak kejadian yang dikehendaki untuk perkembangan dari organisme baru yang
memiliki kesempatan besar dalam tindakan tersebut untuk menjadi suatu kesalahan. Pada
kenyataannya, kira-kira satu dari tiga kali keguguran embrio pada manusia, sering tanpa
diketahui oleh si Ibu bahwa dia sedang hamil. Perkembangan abnormal yang lain tidak
mencelakakan embrio tetapi kelainan tersebut akan berakibat pada anak. Kelainanan
perkembangan ada dua macam, yaitu: kelainan genetik dan kelainan sejak lahir. Kelainan
genetik dikarenakan titik mutasi atau penyimpangan kromosom dan akibat dari tidak ada atau
tidak tepatnya produk genetik selama meiosis atau tahap perkembangan. Down syndrome
hanyalah salah satu dari banyak kelainan genetik. Kelainan sejak lahir tidak diwariskan
melainkan akibat dari faktor eksternal, disebut teratogen, yang mengganggu proses
perkembangan yang normal. Pada manusia, sebenarnya banyak zat yang dapat dipindahkan
dari sang ibu kepada keturunannya melalui plasenta, yaitu teratogen potensial. Daftar dari
teratogen yang diketahui dan dicurigai meliputi virus, termasuk tipe yang menyebabkan kasus
penyakit campak Jerman, alkohol, dan beberapa obat, termasuk aspirin (Harris, 1992).

Teratogenesis adalah pembentukan cacat bawaan. Kelainan ini sudah diketahui selama
beberapa dasawarsa dan merupakan penyebab utama morbiditas serta mortilitas pada bayi yang
baru lahir. Setelah pembuahan, sel telur mengalami proliferasi sel, diferensiasi sel, dan
organogenesis. Embrio kemudian melewati suatu metamorfosis dan periode perkembangan
janin sebelum dilahirkan (Lu, 1995).

Kejadian penyakit yang disebabkan oleh nyamuk semakin meningkat, termasuk di


Indonesia yang mempunyai iklim tropis, karena daerah beriklim tropis merupakan tempat yang
cocok untuk nyamuk berkembang biak. Usahausaha yang telah dilakukan masyarakat untuk
penanggulangan nyamuk tersebut salah satunya yaitu dengan pemakaian obat anti nyamuk,
yang tentunya mengandung insektisida beberapa senyawa kimia. Beberapa produk pestisida
rumah tangga juga tersedia untuk mengendalikan hama yang mengganggu di rumah, misalnya
lalat dan nyamuk (Lu, 1995).
Insektisida merupakan salah satu golongan dari pestisida, dimana pestisida adalah
bagian dari zat toksik (Hayes, 2001). Salah satu kandungan obat anti nyamuk adalah
transfluthrin. Bahan kimia ini golongan pyretroid yang merupakan bagian dari insektisida
organik sintetik (Triharso, 1994). Analog sintetis dari insektisida alami phyretrum yang berasal
dari bunga tanaman Chrysantenim cinerariafolium yang diketahui dapat menyebabkan
immobilisasi pada serangga dengan meracuni sistem saraf (Okine, 2004).
Untuk melihat tingkat keamanan penggunaan obat nyamuk bakar ini terutama pada
manusia dan wanita usia subur, maka penelitian ini dicobakan pada mencit. Masa kehamilan
merupakan saat yang rawan bagi wanita terhadap pengaruh lingkungan. Tidak hanya bagi ibu
tapi juga keselamatan fetus yang dikandungnya, terutama tahap organogenesis karena pada
tahap itu sel-sel fetus sedang aktif berpoliferasi (Robert, 1971). Frekuensi pemakaian senyawa
kimia yang berulang dapat menyebabkan akumulasi pada janin sementara janin belum
mempunyai sistem metabolisme yang berfungsi secara sempurna (Manson, 1986).
Salah satu faktor yang banyak berpengaruh tetapi tidak disadari penggunaannya adalah
paparan asap anti nyamuk bakar selama berjam-jam saat tidur. Apabila asap tersebut terhisap
oleh wanita hamil, kemungkinan besar akan mempengaruhi kondisi fetus atau perkembangan
embrio, sehingga dapat menimbulkan kelainan kongenital baik berupa kelainan bentuk luar
maupun kelainan fungsional yang terlihat setelah masa kehidupan yang lama. Beberapa
insektisida telah diketahui dapat menyebabkan pengaruh buruk pada kelahiran atau
penyimpangan dari perkembangan yang normal. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu
dilakukan uji teratogenis yaitu suatu pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya kelainan
kongenital atau kelainan fungsi organ yang bersifat permanen akibat penggunaan dan paparan
asap obat nyamuk bakar sebagai insektisida pada masa pertumbuhan dan perkembangan organ
fetus.
IV METODE
A. ALAT DAN BAHAN
Alat:

 Kaca objek
 Cover glass
 Ala-alat bedah
 Handheld digital microscope
 Jarum oral
 Timbangan analitik
 Timbangan hewan
 Kandang mencit
 Gelas ukur
 Spatel
 Pipet tetes
 Corong kertas
 Tisu
 Mikroskop
 Wadah perendam fetus
 Batang pengaduk
 Lumpang alu
 Kaca arloji
 Pinset
 Kamera
 Wadah pewarna

Bahan:

 Anti nyamuk bakar X yang mengandung bahan aktif transfluthrin


 Larutan Bouin’s (formaldehid 14%,asam pikrat jenuh, asam asetat glacial)
 Larutan alizarin merah (KOH 1% dan alizarin merah 6mg/L
 Aquadest
B. Hewan Percobaan
 Mencit putih betina 25-30gram (umur 2 bulan)
 Beberapa ekor mencit jantan 30gram (umur kurang lebih 3 bulan)

Pengawinan Hewan Percobaan

Pada masa estrus hewan dikawinkan dengan perbandingan jantan dan betina 1: 4. Mencit
jantan dimasukkan ke kandang mencit betina pada pukul empat sore dan dipisahkan lagi besok
paginya. Pada pagi harinya dilakukan pemeriksaan sumbat vagina. Sumbat vagina menandakan
mencit telah mengalami kopulasi dan berada hari kehamilan ke nol. Mencit yang telah hamil
dipisahkan dan yang belum kawin dicampur kembali dengan mencit jantan (Almahdy, 2004).

Analisis data

Data hasil penelitian ini dianalisasecara statistic menggunakan analisa variasi


(ANOVA) satu arah meliputi berat badan induk mencit, jumlah fetus, berat badan dan panjang
badan fetus. Analisa lanjut digunakan metode uji jarak berganda Duncan untuk hasil yang
bermakna. Pengamatan jenis cacat, jumlah fetus yang cacat, dan pengamatan hasil fiksasi
dengan larutan alizarin merah serta larutan bouin’s dianalisa secara deskriptif.
Pemaparan Anti Nyamuk Bakar

Uji teratogenik sediaan obat anti nyamuk bakar X

Dikelompokkan menjadi 5 kelompok perlakuan tiap kelompok perlakuan 5


ekor mencit

Pemaparan secara inhalasi sediaan bakar anti nyamuk X dilakuan pada hari ke-6
setiap 3hari sekali

Memaparkan obat anti nyamuk bakar X dengan ketentuan sebagai berikut:

P0 P1 P2 P3 P4

Control 2 jam pada 2 jam pada 2 jam pada 2 jam pada


hari ke-6, 9,
negative hari ke-6 hari ke-6 hari ke-6,
12, dan 15
dan ke-9 9, dan 12
1X 4X
2X 3X

Pada hari ke-16,mencit dibedah, lalu analisa berat badan induk mencit,
jumlah fetus, dan panjang badan fetus. Lalu analisa lanjut pengamatan jenis
cacat, jumlah fetus yang cacat, dan pengamatan hasil fiksasi dengan larutan
alizarin merah serta larutan bouin’s
VI Hasil

Kelompo Pemapara Jumlah Peningkata Jumla Berat Keterangan


k n Pemapara n Berat h Badan tambahan
dilakukan n dalam Badan (%) Fetus Fetus
Hari ke 6- (ekor) Rata-
15 rata
(gram
)
Po 5 - - 49,89 47 0,93 -
P1 5 2 jam 1X 46,27 44 0,80 -
pada hari
ke -6
P2 5 2 jam 2X 45,58 48 0,83 2 tapak resorpsi
pada hari dan 1 fetus lambat
ke 6 dan 9 tumbuh.
P3 5 2 jam 3X 43,50 48 0,89 1 fetus
pada hari anencephaly,1fetu
ke 6,9dan s mati,1 fetus
12 mengalami
penggumpalan
darah dan lambat
tumbuh
P4 5 2 jam 4X 39,94 47 0,66 1 fetus mati saat
pada hari dilaparaktomi,3
ke fetus lambat
6,9,12dan pertumbuhan,dan
15 ada fetus yang
trobus.

Penelitian ini menggunakan sediaan uji anti nyamuk bakar (X) yang mengandung trans
fluthr 0.03%.Pemberian pemaparan anti nyamuk bakar mempengaruhi berat badan induk dan
berat badan rata-rata fetus secara bermakna.Pada tiap kelompok uji pengamatan pada larutan
merah aliarin tidak ditemukan kelainan pertulangan dan pengamatan dengan larutan boums
tidak memperlihatkan kelainan pada langit-langit,telinga,kelopak mata,jari,kaki,dan ekor.

V PEMBAHASAN

Pada pengujian kali ini bertujuan untuk mengetahui efek teratogenik obat anti nyamuk pada
hewan uji mencit. Dimana obat anti nyamuk tersebut mengandung suatu zat insektisida dari
golongan pyretroid yaitu transfluthrin sebanyak 0,03%. Zat tersebut jika pada serangga dapat
meracuni sistem sarafnya. Kandungan zat aktif transfluthrin pada udara akan menghilang
setelah pemakaian dihentikan selama 18-24 jam . Asap yang dihasilkan dari obat anti nyamuk
tersebut adalah gas karbondioksida, karbonmonoksida, nitrogen oksida, amoniak, metana dll.
Pemaparan dilakukan secara inhalasi pada hari ke 6 hingga hari ke 15 kehamilan setiap 3 hari
sekali,. Dilakukannya pemaparan pada hari ke 6 hingga ke 15 kehamilan karena pada masa itu
fetus sangat rentan terhadap senyawa teratogenik. Pada hari ke 1 hingga ke 5 kehamilan hewan
tidak diberi pemaparan secara inhalasi karena masa ini terdapat sifat totipotensi pada janin
yaitu dapat memperbaiki jaringan yang rusak. Pada hari ke 16 dan selanjutnya senyawa
teratogen tidak menyebab cacat morfologis tetapi kelainan fungsional yang dapat dideteksi
setelah kelahiran beberapa hari. Hewan uji yang telah hamil diberi papparan anati nyamuk
secara inhalasi pada hari ke 6 hingga ke 15 kehamilan yaitu setiap 3 hari sekali dibagi menjadi
4 kelompok yaitu kelompok 1 kali pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6 .
Kelompok 2 kali pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6, dan ke 9. Kelompok
3 kali pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6, 9 dan 12. Kelompok 4 kali
pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6, 9, 12 dan 15.

Dari hasil pengujian peningkatan berat badan induk mencit yaitu kelompok kontrol 49,89 %,
kelompok 1 kali pemaparan yaitu sebesar 46,27 %, kelompok 2 kali pemaparan yaitu sebesar
45,58 %, kelompok 3 kali pemaparan yaitu sebesar 43,50 %, kelompok 4 kali pemaparan yaitu
sebesar 39,94 %. Bahwa semakin banyak pemaparan berat badan mencit semakin menurun.
Hal tersebut berarti jumlah pemaparan mempengaruhi berat badan induk.

Jumlah fetus yang dihasilkan dari pengujian ini yaitu kelompok kontrol dan kelompok 4 kali
pemaparan yaitu sebanyak 47 ekor, kelompok 1 kali pemaparan yaitu 44 ekor, kelompok 2
kali pemaparan dan 3 kali pemaparan yaitu 48 ekor. Sedangkan untuk berat badan fetus
kelompok kontrol yaitu 0,93 gr ; kelompok 1 kali pemaparan yaitu 0,80 gr; kelompok 2 kali
pemaparan yaitu 0,83 gr; kelompok 3 kali pemaparan yaitu 0,89; kelompok 4 kali pemaparan
yaitu 0,66 gr. Hal ini dapat dinyatakan bahwa jumlah pemaparan mempengaruhi berat badan
rata-rata fetus.

Dilakukan pengamatan pada larutan merah alizarin untuk mengetahui kelainan pertulangan dan
dilakukan pada larutan bouin’s untuk mengetahui kelainan pada langit-langit, telinga,
kelompak mata, jari-jari, kaki, ekor, kelopak mata. Dari kedua pengamatan tersebut tidak
terdapar kelainan pada tiap kelompok.

Hasil pengamatan pada tiap kelompok uji yaitu kelompok 2 kali pemaparan terdapat 2 tapak
resorpsi dan 1 fetus mengalami lambat pertumbuhan. Kelompok 3 kali pemaparan terdapat 1
fetus anencephaly, 1 fetus mati, 1 fetus mengalami lambat pertumbuhan dan terjadi
penggumpalan darah. Pada kelompok 4 kali pemaparan terdapat 1 fetus mati saat
dilaparaktomi, 3 fetus yang mengalami pertumbuhan dan fetus yang mengalami trombus.
Penyebab anencephaly adalah hipertemia yaitu kenaikan suhu yang diakibatkan gangguan
metabolic dimana kejadian tersebut biasanya terjadi ketika hewan uji berada pada trimester
pertama. Tapak resorpsi adalah akibat kurangnya oksigen sehingga embrio tidak berkembang
, hal tersebut disebabkan karena pengaruh pemaparan anti nyamuk pada masa organogenesis.
Lambat pertumbuhan yang dialami fetus karena faktor kerentanan individu dari fetus tehadap
senywa teratogen ini yaitu anti nyamuk bakar. Kelainan morfologi tidak ada karena semua fetus
berasal dari satu induk yang sama. Penggumpalan darah terjadi karena peningkatan viskosistas
dimana karbonmonoksida dalam darah menyebabkan denaturasi hemoglobin dan menurunkan
persediaan oksigen pada jaringan tubuh. Karbon monoksida menggantikan tempat oksigen dan
mempercepat terbentuk penebalan dinding pembuluh darah. Terjadinya dilaparaktomi karena
kesalahan praktikan ketika membuat irisan dan dinding perut.

Dari penelitian ini bahwa asap obat anti nyamuk bakar yang mengandung transfluthrin dapat
menyebabkan abnormalitas dari fetus.

VII KESIMPULAN

Hsil penelitian menyimpulkan bahwa pemaparan anti nyamuk mengandung transflutrhin


yang menyebabkan kelainan fetus yang dialami pada hewan uji ,kelainan fetus juga disebabkan
oleh beberapa factor yang mendukung seperti peningkatan temperature dari hasil pembakaran
obat anti nyamuk bakar ,dan kandungan CO2 yang dihirup oleh induk mencit ,serta penurunan
berat badan pada mencit induk putih

VIII DAFTAR PUSTAKA

Almahdy ., (2004). Uji Aktivitas Teratogenitas Ekstrak Etanol Daun Inggu (Ruta graveolens
Linn.) pada Mencit Putih. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 82-87.

Almahdy., Arifin, H., Delvita, V. (2007). Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Fetus pada
Mencit Diabetes. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 12(1). 32-40.

Almahdy. (2010). Pengaruh Ekstrak Gambir (Uncaria gambier Roxb.) terhadap Fetus dari
Mencit Hamil yang Diinduksi Alkohol, Majalah Farmasi Indonesia. 21(2). 115-120.

Almahdy., Marusin, N., Fitri, H. (2011). Uji Aktivitas Vitamin A terhadap Efek Teratogen
Warfarin pada Fetus Mencit Putih, disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional
Biologi Dept. Biologi FMIPA USU. Medan: USU Press.
Anonim(1). 2009. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf diakses
tanggal 18 desember 2011 Anonim(2). 2011. http://www.decoexp.blogspot.com diakses
tanggal 18 desember 2011

Anonim(3). 2011. http://female.kompas.comdiakses tanggal 18 desember 2011 Harris, C. L.


1992. Zoology. Harper Collins Publishers Inc: New York.
Harbinson, R. D. (2001). The Basic Science of Poison in Cassaret and Doull’s Toxicology.
New York: Macmillan Publishing Co. Inc.
Hayes, A. Wallace. (2001). Principles and Methods of Toxicology. (Edisi Keempat). USA:
Taylor & Francis Routledge.
Liu, W., Zhang, J., Hashim, J.H., Jalaludin, J., Hashim, Z., & Goldstein, B.D. (2003).
“Mosquito Coil Emissions and Health Implications”. Environment Health Perspective,
111(2), 1454-1460.
Lu, F.C. (1995). Basic Toxicology (Edisi kedua). Penerjemah: E. Nugroho. Chicago
:University of Chicago Press.
Marjuki, M. I. (2009). Daya bunuh beberapa obat nyamuk bakar terhadap kematian nyamuk
Anopheles aconitus. (skripsi). Surakarta : Fakultas farmasi UMS. Manson,
J.M. (1986). The Basic Science of Poisons in Casarett and Doull’s Toxicology. New York :
MC Millan Publishing Co. Okine, L.K.N., Nyarko, A.K., Armah, G.E., Awumbila, B.,
Owusu, K., Setsoavia, S., Ofosuhene, M. ( 2004). Adverse Effects of Mosquito Coil
Smoke on Lung, Liver and Certain Drug Metabilishing Enzymes in Male Wistar Albino
Rats, Ghana Medical Journal, 38(3), 89-95.
Roberts, S.J. (1971). Veterinary Obstetrict and Genital Diseases (Therioge- nology). Ithaca.
New York. Triharso. (1994). Dasar - Dasar Perlindungan Tanaman. Yogyakarta:
Fakultas pertanian UGM.
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi. Penerbit Tarsito: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai