“UJI TERATOGENIK”
DOSEN PENGAMPU :
KELOMPOK : 4
KELOMPOK PRAKTIKUM J
FAKULTAS FARMASI
SURAKARTA
2018
Paraf : Nilai :
I JUDUL :
UJI EFEK TERATOGEN ANTI NYAMUK BAKAR YANG MENGANDUNG
TRANSFLUTHRIN TERHADAP FETUS MENCIT PUTIH
II TUJUAN PRAKTIKUM :
1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaan, luaran,
dan mengetahui manfaat dari uji toksisitas efek teratogenik.
2. Agar mahasiswa dapat melaksanakan uji toksisitas teratogenik.
Banyak kejadian yang dikehendaki untuk perkembangan dari organisme baru yang
memiliki kesempatan besar dalam tindakan tersebut untuk menjadi suatu kesalahan. Pada
kenyataannya, kira-kira satu dari tiga kali keguguran embrio pada manusia, sering tanpa
diketahui oleh si Ibu bahwa dia sedang hamil. Perkembangan abnormal yang lain tidak
mencelakakan embrio tetapi kelainan tersebut akan berakibat pada anak. Kelainanan
perkembangan ada dua macam, yaitu: kelainan genetik dan kelainan sejak lahir. Kelainan
genetik dikarenakan titik mutasi atau penyimpangan kromosom dan akibat dari tidak ada atau
tidak tepatnya produk genetik selama meiosis atau tahap perkembangan. Down syndrome
hanyalah salah satu dari banyak kelainan genetik. Kelainan sejak lahir tidak diwariskan
melainkan akibat dari faktor eksternal, disebut teratogen, yang mengganggu proses
perkembangan yang normal. Pada manusia, sebenarnya banyak zat yang dapat dipindahkan
dari sang ibu kepada keturunannya melalui plasenta, yaitu teratogen potensial. Daftar dari
teratogen yang diketahui dan dicurigai meliputi virus, termasuk tipe yang menyebabkan kasus
penyakit campak Jerman, alkohol, dan beberapa obat, termasuk aspirin (Harris, 1992).
Teratogenesis adalah pembentukan cacat bawaan. Kelainan ini sudah diketahui selama
beberapa dasawarsa dan merupakan penyebab utama morbiditas serta mortilitas pada bayi yang
baru lahir. Setelah pembuahan, sel telur mengalami proliferasi sel, diferensiasi sel, dan
organogenesis. Embrio kemudian melewati suatu metamorfosis dan periode perkembangan
janin sebelum dilahirkan (Lu, 1995).
Kaca objek
Cover glass
Ala-alat bedah
Handheld digital microscope
Jarum oral
Timbangan analitik
Timbangan hewan
Kandang mencit
Gelas ukur
Spatel
Pipet tetes
Corong kertas
Tisu
Mikroskop
Wadah perendam fetus
Batang pengaduk
Lumpang alu
Kaca arloji
Pinset
Kamera
Wadah pewarna
Bahan:
Pada masa estrus hewan dikawinkan dengan perbandingan jantan dan betina 1: 4. Mencit
jantan dimasukkan ke kandang mencit betina pada pukul empat sore dan dipisahkan lagi besok
paginya. Pada pagi harinya dilakukan pemeriksaan sumbat vagina. Sumbat vagina menandakan
mencit telah mengalami kopulasi dan berada hari kehamilan ke nol. Mencit yang telah hamil
dipisahkan dan yang belum kawin dicampur kembali dengan mencit jantan (Almahdy, 2004).
Analisis data
Pemaparan secara inhalasi sediaan bakar anti nyamuk X dilakuan pada hari ke-6
setiap 3hari sekali
P0 P1 P2 P3 P4
Pada hari ke-16,mencit dibedah, lalu analisa berat badan induk mencit,
jumlah fetus, dan panjang badan fetus. Lalu analisa lanjut pengamatan jenis
cacat, jumlah fetus yang cacat, dan pengamatan hasil fiksasi dengan larutan
alizarin merah serta larutan bouin’s
VI Hasil
Penelitian ini menggunakan sediaan uji anti nyamuk bakar (X) yang mengandung trans
fluthr 0.03%.Pemberian pemaparan anti nyamuk bakar mempengaruhi berat badan induk dan
berat badan rata-rata fetus secara bermakna.Pada tiap kelompok uji pengamatan pada larutan
merah aliarin tidak ditemukan kelainan pertulangan dan pengamatan dengan larutan boums
tidak memperlihatkan kelainan pada langit-langit,telinga,kelopak mata,jari,kaki,dan ekor.
V PEMBAHASAN
Pada pengujian kali ini bertujuan untuk mengetahui efek teratogenik obat anti nyamuk pada
hewan uji mencit. Dimana obat anti nyamuk tersebut mengandung suatu zat insektisida dari
golongan pyretroid yaitu transfluthrin sebanyak 0,03%. Zat tersebut jika pada serangga dapat
meracuni sistem sarafnya. Kandungan zat aktif transfluthrin pada udara akan menghilang
setelah pemakaian dihentikan selama 18-24 jam . Asap yang dihasilkan dari obat anti nyamuk
tersebut adalah gas karbondioksida, karbonmonoksida, nitrogen oksida, amoniak, metana dll.
Pemaparan dilakukan secara inhalasi pada hari ke 6 hingga hari ke 15 kehamilan setiap 3 hari
sekali,. Dilakukannya pemaparan pada hari ke 6 hingga ke 15 kehamilan karena pada masa itu
fetus sangat rentan terhadap senyawa teratogenik. Pada hari ke 1 hingga ke 5 kehamilan hewan
tidak diberi pemaparan secara inhalasi karena masa ini terdapat sifat totipotensi pada janin
yaitu dapat memperbaiki jaringan yang rusak. Pada hari ke 16 dan selanjutnya senyawa
teratogen tidak menyebab cacat morfologis tetapi kelainan fungsional yang dapat dideteksi
setelah kelahiran beberapa hari. Hewan uji yang telah hamil diberi papparan anati nyamuk
secara inhalasi pada hari ke 6 hingga ke 15 kehamilan yaitu setiap 3 hari sekali dibagi menjadi
4 kelompok yaitu kelompok 1 kali pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6 .
Kelompok 2 kali pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6, dan ke 9. Kelompok
3 kali pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6, 9 dan 12. Kelompok 4 kali
pemaparan diberi paparan secara inhalasi pada hari ke 6, 9, 12 dan 15.
Dari hasil pengujian peningkatan berat badan induk mencit yaitu kelompok kontrol 49,89 %,
kelompok 1 kali pemaparan yaitu sebesar 46,27 %, kelompok 2 kali pemaparan yaitu sebesar
45,58 %, kelompok 3 kali pemaparan yaitu sebesar 43,50 %, kelompok 4 kali pemaparan yaitu
sebesar 39,94 %. Bahwa semakin banyak pemaparan berat badan mencit semakin menurun.
Hal tersebut berarti jumlah pemaparan mempengaruhi berat badan induk.
Jumlah fetus yang dihasilkan dari pengujian ini yaitu kelompok kontrol dan kelompok 4 kali
pemaparan yaitu sebanyak 47 ekor, kelompok 1 kali pemaparan yaitu 44 ekor, kelompok 2
kali pemaparan dan 3 kali pemaparan yaitu 48 ekor. Sedangkan untuk berat badan fetus
kelompok kontrol yaitu 0,93 gr ; kelompok 1 kali pemaparan yaitu 0,80 gr; kelompok 2 kali
pemaparan yaitu 0,83 gr; kelompok 3 kali pemaparan yaitu 0,89; kelompok 4 kali pemaparan
yaitu 0,66 gr. Hal ini dapat dinyatakan bahwa jumlah pemaparan mempengaruhi berat badan
rata-rata fetus.
Dilakukan pengamatan pada larutan merah alizarin untuk mengetahui kelainan pertulangan dan
dilakukan pada larutan bouin’s untuk mengetahui kelainan pada langit-langit, telinga,
kelompak mata, jari-jari, kaki, ekor, kelopak mata. Dari kedua pengamatan tersebut tidak
terdapar kelainan pada tiap kelompok.
Hasil pengamatan pada tiap kelompok uji yaitu kelompok 2 kali pemaparan terdapat 2 tapak
resorpsi dan 1 fetus mengalami lambat pertumbuhan. Kelompok 3 kali pemaparan terdapat 1
fetus anencephaly, 1 fetus mati, 1 fetus mengalami lambat pertumbuhan dan terjadi
penggumpalan darah. Pada kelompok 4 kali pemaparan terdapat 1 fetus mati saat
dilaparaktomi, 3 fetus yang mengalami pertumbuhan dan fetus yang mengalami trombus.
Penyebab anencephaly adalah hipertemia yaitu kenaikan suhu yang diakibatkan gangguan
metabolic dimana kejadian tersebut biasanya terjadi ketika hewan uji berada pada trimester
pertama. Tapak resorpsi adalah akibat kurangnya oksigen sehingga embrio tidak berkembang
, hal tersebut disebabkan karena pengaruh pemaparan anti nyamuk pada masa organogenesis.
Lambat pertumbuhan yang dialami fetus karena faktor kerentanan individu dari fetus tehadap
senywa teratogen ini yaitu anti nyamuk bakar. Kelainan morfologi tidak ada karena semua fetus
berasal dari satu induk yang sama. Penggumpalan darah terjadi karena peningkatan viskosistas
dimana karbonmonoksida dalam darah menyebabkan denaturasi hemoglobin dan menurunkan
persediaan oksigen pada jaringan tubuh. Karbon monoksida menggantikan tempat oksigen dan
mempercepat terbentuk penebalan dinding pembuluh darah. Terjadinya dilaparaktomi karena
kesalahan praktikan ketika membuat irisan dan dinding perut.
Dari penelitian ini bahwa asap obat anti nyamuk bakar yang mengandung transfluthrin dapat
menyebabkan abnormalitas dari fetus.
VII KESIMPULAN
Almahdy ., (2004). Uji Aktivitas Teratogenitas Ekstrak Etanol Daun Inggu (Ruta graveolens
Linn.) pada Mencit Putih. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 82-87.
Almahdy., Arifin, H., Delvita, V. (2007). Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Fetus pada
Mencit Diabetes. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 12(1). 32-40.
Almahdy. (2010). Pengaruh Ekstrak Gambir (Uncaria gambier Roxb.) terhadap Fetus dari
Mencit Hamil yang Diinduksi Alkohol, Majalah Farmasi Indonesia. 21(2). 115-120.
Almahdy., Marusin, N., Fitri, H. (2011). Uji Aktivitas Vitamin A terhadap Efek Teratogen
Warfarin pada Fetus Mencit Putih, disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional
Biologi Dept. Biologi FMIPA USU. Medan: USU Press.
Anonim(1). 2009. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf diakses
tanggal 18 desember 2011 Anonim(2). 2011. http://www.decoexp.blogspot.com diakses
tanggal 18 desember 2011