Anda di halaman 1dari 5

Dasar Teori

Gagal Jantung Kongestif (CHF) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa
darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan oleh gangguan
kemampuan otot jantung berkontraksi atau meningkatnya beban kerja dari jantung. Gagal
jantung kongestif diikuti oleh peningkatan volume darah yang abnormal dan cairan interstisial
jantung (Mycek et al., 2001).

Pasien gagal jantung kongestif biasanya mengalami komplikasi penyakit lain sehingga
membutuhkan berbagai macam obat dalam terapinya. Pemberian obat yang bermacam-macam
tanpa dipertimbangkan dengan baik dapat merugikan pasien karena mengakibatkan terjadinya
perubahan efek terapi (Yasin et al., 2005).

Banyaknya jenis obatyangdiberikan dapat menimbulkan berbagai macam Drug Related Problem
(DRP), salah satunya adalah interaksi obat. Interaksi obat dapat dibedakan berdasarkan tingkat
signifikasi. Tingkat 1 sampai 5 merupakan tingkatan signifikansi berdasarkan keparahan ineraksi
dan dokumentasi.

a. Level 1
Level signifikansi 1 merupakan interaksi dengan keparahan mayor, terdokumentasi
suspected, probable, atau established. Interaksi dapat menimbulkan efek yang berpotensi
mengancam kehidupan atau mampu menyebabkan kerusakan permanen.
b. Level 2
Level signifikansi 2 merupakan interaksi dengan keparahan moderate, terdokumentasi
suspected, probable atau established. Interaksi dapat menyebabkan penurunan status
klinis pasien. Pengobatan tambahan, perpanjangan rawat inap mungkin diperlukan
c. Level 3
Level signifikansi 3 merupakan interaksi dengan keparahan minor, terdokumentasi
suspected, probable atau established. Efek dari interaksi ini ringan, dapat mengganggu
atau tidak terlihat tetapi tidak mempengaruhi terapi secara signifikan sehingga tidak
diperlukan terapi tambahan.
d. Level 4
Level signifikansi 4 merupakan interaksi dengan keparahan major atau moderate,
terdokumentasi possible yang berarti dapat terjadi namun data sangat terbatas. Efek yang
dihasilkan dapat berbahaya sehingga diperlukan terapi tambahan.
e. Level 5
Level signifikan 5 dibedakan menjadi 2 yaitu tingkat keparahan minor terdokumentasi
possible dan tingkat keparahan any terdokumentasi unlikely. Efek dari interaksi ini ringan
dengan dokumentasi yang terbatas dan tidak ada bukti yang baik dari efek klinis yang
berubah.

Interaksi obat yang paling berbahaya adalah interaksi obat pada level 1, yang mana dapat
berpotensi untuk mengancam kehidupan, salah satu contoh interaksi obat dengan obat adalah
interaksi obat digoksin dengan obat furosemide. Menurut Tatro (2010), furosemide
yangtermasuk dalam golongan diuretic dapat menginduksi gangguan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya aritmia yang disebabkan oleh digoksin yang mana merupakan golongan
glikosida jantung.
Diuresis merupakan senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi dan natrium. Obat diuresis
dibagi menjadi dua, yaitu: yang bereaksi langsung pada sel nefron dan yang tidak bereaksi secara
langsung pada sel nefron.

Obatgolongan pertama dibagi menjadi tiga:

1. Loop diuretics. Obatini bereaksi menghambat co-transporter Na+/k+/2 Cl- pada


ascending limb lengkung Henle sehingga menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl- .
Peningkatan Na+ dalam filtrate nefron ketika berada bagian tubulus kolektivus akan
mengakibatkan sekesi K+ dan H+ sehingga menyebabkan hypokalemia. Obbatini
termasuk diuresis palingpoten. Contoh obatgolongan ini adalahfurosemid
2. Distal tubule diuretics. Obatini beraksi menghambat co-transporter Na+/Cl- pada tubulus
distal sehingga menghambat reabsopsi Na+ dan Cl- obat ini juga menyebabkan
hypokalemia. Obatini termasuk obat lini pertama untuk penanganan hipertensi. Contoh
obat golongan ini adalah klorotiazid
3. Diuretika hemat kalium. Obatini bereaksi pada duktus kolektivus, dan efek diuresisnya
sangat lemah sehinggatidak digunakan dalam bentuk tunggal. Obat ini sering
dikombinasikan dengan diuresis lainnya untuk menjaga keseimbangan ion kalium.
Contoh obat golongan ini adalah spironolakton.

Obat golongan kedua, dibagi menjadi dua kelas:

1. Diuretic osmosis. Obat ini bersofat inert, dapat difiltrasi melalui glomerulus namun tidak
mengalami reabsorpsi pada nefron. Contoh obat golongan ini adalah manitol
2. Carbonicanhydrase inhibitors. Obat ini bekerja pada tubulus proksimal, beraksi
menghambat enzim karbonat anhydrase sehingga mencegah reabsorpsi bikarbonat, dan
diiringi penghambatan Na+, K, dan air.contoh obat ini adalah asetazolamid.

Golongan glikosida jantung berasal daritanaman Digitalis Purpurea. Glikosida tersebutadalah


digoksin dan digitoksin. Obatini bereaksi utama menghambat Na+/K+ATPase pada membrane
sel jantung, sehingga meningkatkan kontraksi ototjantung. Obat ini berkaitan dengan subunit α
bagian ekstraseluler sehingga menurunkan aktivitas pompa ATPase tersebut.
Obat glikosida jantung mempunyai indeks terapi sempit,selain itu menjadi perhatian utama jika
glikosida jantung digunakan bersama-sama dengan obat lain yang dapat menaikkan kadar
glikosida jantung dalam serum, sehingga mengakibatkan glikosida tersebut berpotensi toksik.
Contohnya adalah penggunaan glikosida jantung (digoksin) dengan diuresis (furosemide) pada
pasoen gagal jantung .
Referensi :

Dr. Endro Agung, M.Si,Apt, 2015, Farmakologi Obat-Obat Penting Dalam Pembelajaran Ilmu
Farmasi Dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar Yogyakarta

Ninik Yulias, 2008, Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Penyakit Gagal Jantung Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang Tahun 2008 Hal-2

Utami Pinasti, dkk, 2015, Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Pada Penatalaksanaan
Pasien Congestive Heart Failure (Chf) Di Instalasi Rawat Inap Rs Pku Muhammadiyah
Gamping Periode Januari-Juni 2015, Hal 7-8

Anda mungkin juga menyukai