Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH FITOKIMIA

“TRITERPENOID”

Disusun oleh:
Zipora Apriliana (15330003)
Anglia Ananda Agustin (15330022)
Ami Rahmawati S (15330032)
Samha Aunillah (153300
Niken Ambarwati (153300

PROGRAM STUDI FARMASI S1


FAKULTAS FARMASI
INTITUT SAINS TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Triterpenoid” ini dengan baik.
Sekiranya makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam proses belajar maupun mengajar.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki isi makalah ini agar kedepannya dapat
lebih baik lagi.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman dan pengetahuan
yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan seperti kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman flora (biodiversity) berarti keanekaragaman senyawa kimia


(chemodiversity) yang kemungkinan terkandung di dalamnya baik yang berupa
metabolisme primer (metabolit primer) seperti protein, karbohidrat, dan lemak yang
digunakan oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya. Ataupun senyawa kimia dari
hasil metabolisme sekunder (metabolit sekunder) seperti steroid, kumarin,
flavonoid,alkaloid, dan terpenoid. Senyawa metabolit sekunder banyak digunakan sebagai
racun, zat warna dan obat-obatan.

Senyawa-senyawa metabolit sekunder juga ditemukan dalam jumlah yang beragam dan
struktur kimia yang beragam. Namun, untuk lebih memudahkan mempelajarinya, telah
diklasifikasikan menjadi beberapa golongan senyawa bahan alam. Salah satu senyawa
metabolit sekunder yang akan dibahas adalah terpenoid.

Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh
ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok terpenoid merupakan derivat dari asam
mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat
banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari
satu unit isoprene sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren
penyusunnya. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol,
aldehid atau atom karboksilat. Mereka berupa senyawa berwarna, berbentuk kristal, dan
seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena tak
ada kereaktifan kimianya.

Triterpen merupakan golongan terbesar dari terpenoid dan tersebar luas didalam
tumbuh-tumbuhan baik dalam keadaan bebas, ester atau bentuk glikosida. Beberapa
diantaranya telah dapat diisolasi dari hewan seperti squalen. Secara kimia triterpen adalah
senyawa-senyawa dengan kerangka karbon yang terbentuk berdasarkan 6 unit isopren dan
secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yang disebut squalen (skualen).
1.2 Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan terpenoid?
- Apa yang dimaksud dengan triterpenoid?
-
1.3 Tujuan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan


dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Minyak
atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara
sederhana. Terdiri dari perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari senyawa
terpenoid yaitu 8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa
tersebut adalah golongan terpenoid.

Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa
organik yang kadang kala terdiri dari lebih besar dari 25 senyawa atau komponen yang
berlainan. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya
mengandung karbon, dan hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat
aromatik yang secara umum disebut terpenoid. Fraksi yang paling mudah menguap
biasanya terdiri dari golongan terpenoid yang mengandung 10 atom karbon. Fraksi yang
mempunyai titik didih lebih tinggi terdiri dari terpenoid yang mengandung 15 atom
karbon.

Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Kelompok ini


merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki
keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren
(C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isoprene sehingga pengelompokannya
didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya. Terpenoid merupakan bentuk
senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan
dan unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail),
sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam
mevalonat (mevalonic acid : MVA). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut:

Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau
lebih unit C-5 yang disebut isopren. Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren
atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut. Senyawa umum biosintesis terpenoid dengan
terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:

1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan senyawa dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-,
di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3. Pengabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan terpenoid atau
steroid.
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah
diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam
asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan
kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan
pada asam mevalinat. reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat
dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP
sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan
penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk
menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan
rangkap IPP terhhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil pirofosfat (GPP) yaitu
senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.

Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang
sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi
semua senyawa seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil
Pirofosffat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama.

Adapun makanisme biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai berikut :


Selanjutnya,

Berdasarkan mekanisme tersebut, maka secara umum terpenoid terdiri dari unsur-unsur C dan H
dengan rumus molekul umum (C5H8)n. Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.

Nama Rumus Sumber


Monoterpen C10H16 Minyak Atsiri
Seskuiterpen C15H24 Minyak Atsiri
Diterpen C20H32 Resin Pinus
Triterpen C30H48 Saponin, Damar
Tetraterpen C40H64 Pigmen, Karoten
Politerpen (C5H8)n n 8 Karet Alam

Dari rumus di atas sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya
merupakan kelipatan lima. Penyelidikan selanjutnya menunjukan pula bahwa sebagian besar
terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C5yang disebut
unit isopren. Unit C5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya seperti senyawa
isopren. Wallach (1887) mengatakan bahwa struktur rangka terpenoid dibangun oleh dua atau
lebih molekul isopren. Pendapat ini dikenal dengan “hukum isopren”.
2.1.2 Monoterpenoid

Monoterpeoid merupakan senyawa essence dan memiliki dan memiliki bau


yang spesifik yang dibangun oleh 2 unti isopren atau dengan jumlah atom karbon
10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan
tingkat tinggi, binatang laut, serangga, dan jenis vertebrata dan struktur
senyawanya telah diketahui. Struktur dari senyawa monoterpenoid yang telah
dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan
prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2
unit isoprene. Struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau
siklik.Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik,
ekspektoran, spasmolotik, dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid yang sudah
banyak dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makanan dan
parfum dan ini banyak digunakan komersial dalam perdagangan.

Dari segi biogenetik, perubahan geraniol nerol dan linaol dari salah satu menjadi
yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini yang
berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjadi reaksi-reaksi
sekunder, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsen, oksidasi menghasilkan sitral
dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal. Perubahan GPP in vivo menjadi
senyawa-senyawa monoterpen siklik dari segi biogenetic disebabkan reaksi
siklisasi yang diikuti oleh reaksi-reaksi sekunder.Senyawa seperti monoterpenoid
mempunyai kerangka karbon yang banyak variasinya.Oleh karena itu penetapan
struktur merupakan hal yang penting. Jenis kerangka karbon monoterpenoid antara
lain dapat ditetapkan oleh reaksi dehidrogenasi menjadi senyawa aromatik.
Penetapan struktur selanjutnya adalah melalui penetapan gugus fungsi dari
senyawa yang bersangkutan.
2.1.3 Seskuiterpenoid

Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit


isoprene yang terdiri dari kerangka unit asiklik atau bisiklik dengan kerangka
naphtalen. Senyawa terpenoid mempunyai boiaktifitas yang cukup besar,
diantaranya sebagai antifeedant, hormon, antimikroba, antibiotic dan toksin
sebagai regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis. Senyawa-senyawa
seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans farnesil piropospat
melaului reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lain. Kedua isomer farnesil piropospat
ini dihasilkan dari melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi abtara geranil
dan nerol.

2.1.4 Diterpenoid

Diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom karbon yang


dibangun oleh 4 unti isoprene. Senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup
luas yaitu sebagai hormone pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor
pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis,
abtifouling dan anti karsinogenik. Senyawa diterpenoid dapat membentuk asiklik,
bisiklik, trisiklik, dan tetrasiklik. Tata nama yang digunakan merupakan tata nama
trivial.

2.1.4 Triterpenoid
Lebih dari 4000 jenis triterpenoid, telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis
kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi
dar sekualen. Tritepenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung
dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai fungsi siklik pada siklik
tertentu. Struktur terpenoid yang bermacam ragam timbul akibat dari reaksi
sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi
atas geranil, farnesil, dan geranil-geranil pirofosfat.

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam


satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa
alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanwarna,
berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya
sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan
ialah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang dengan
kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru.

Triterpenoid dapat dipilih menjadi sekurang-kurangnya empat golongan


senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Kedua
golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama terdapat
sebagai glikosida. Banyak triterpena dikenal dalam tumbuhan dan secara berkala
senyawa baru ditemukan dan cirikan. Sampai saat ini hanya beberapa saja yang
diketahui tersebar luas. Senyawa tersebut ialah triterpena pentasiklik α-amirin dan
β-amirin serta asam turunannya yaitu asam ursolat dan asam oleanolat. Senyawa
ini dan senyawa sekerabatnya terutama terdapat dalam lapisan malam daun dan
dalam buah, seperti apel dan pear, dan mungkin mereka berfungsi sebagai
pelindung untuk menolak serangga dan dan serangan mikroba. Triterpena terdapat
juga dalam damar, kulit batang, dan getah seperti : Euphorbia, Hevea, dan lain-lain
(Harborne, 1987).
2.2 Sifat-Sifat Triterpen
Sifat-sifat triterpen :
a. tidak berwarna
b. berbentuk kristal
c. bertitik leleh tinggi
d. bersifat optis aktif

Sebagian besar triterpen mempunyai 4 atau 5 cincin yang tergabung dengan pola yang
sama. Sedangkan gugus fungsinya , misal adanya ikatan rangkap, -OH, -COOH, keton atau
aldehid dan kadang-kadang ada gugus asetoksi, cincin oksida atau lakton.

2.3 Pengelompokan Triterpenoid’


Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Triterpen sebenarnya
2. Saponin
3. Steroid

2.3.1 Triterpen Sebenarnya


Berdasarkan jumlah cincin yang terdapat dalam struktur molekulnya triterpen
sebenarnya dapat dibagi atas:
a) Triterpen asiklik yaitu triterpen yang tidak mempunyai cincin tertutup, misalnya
skualena. Triterpenoid asiklik yang penting hanya hidrokarbon skualena yang
diisolasi untuk pertama kali dari minyak hati ikan hiu tetapi juga ditemukan dalam
beberapa malam epikutikula dan minyak nabati (minyak zaitun). Senyawa
triterpenoid yang paling dikenal seperti lanosterol yang terdapat dalam lemak
wol, khamir dan beberapa senyawa tumbuhan tinggi.
b) Triterpen trisiklik adalah triterpen yang mempunyai tiga cincin tertutup pada
struktur molekulnya, misalnya: ambrein.
c) Triterpen tetrasiklik adalah triterpen yang mempunyai empat cincin tertutup pada
struktur molekulnya, misalnya:lanosterol. Triterpenoid tetrasiklik seperti alkohol
eufol dari euphorbia sp dan asam elemi dari canarium commune.
d) Triterpen pentasiklik adalah triterpen yang mempunyai lima cincin tertutup pada
struktur molekulnya, misalnya α-amirin. Triterpenoid yang terpenting ialah
triterpenoid pentasiklik. Senyawa ini ditemukan dalam tumbuhan seprimitif
sphagnum tetapi yang paling umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan
glikosida. Triterpenoid nonglikosida sering ditemukan sebagai ekskresi dan
dalam kutikula bekerja sebagai pelindung atau menimbulkan ketahanan terhadap
air.
Biosintesa triterpenoid sebenarnya sebagai berikut:

2.3.2 Saponin
Saponin merupakan jenis glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro
glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon (senyawa bahan alam lainya). Saponin
umumnya : berasa pahit dan dapat membentuk buih saat dikocok dengan air.
Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapa hewan berdarah dingin (Najib,
2009).
Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan
triterpene. Tumbuhan yang mengandung saponin ini biasanya memiliki Genus
Saponaria dari Keluarga Caryophyllaceae
Dari aglikonnya saponin dapat bagi menjadi dua yaitu:

A .Saponin dengan steroid (glikosida jantung)


Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari
metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan
glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap
jantung. Contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus
sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus
sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga
biasa digunakan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika.

B. Saponin dengan triterpen.


Saponin jenis ini memiliki komponen aglikon berupa triterpen yang
memiliki atom C sebanyak 30. Saponin jenis ini bersifat asam. Contoh
saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola
yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik.
Biosintesis saponin sebagai berikut:
2.3.3 Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti
siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah
cincin siklopentana.

Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:


1. Zoosterol steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol.
2. Fitosterol steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan
stigmasterol
3. Mycosterol steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol

4. Marinesterol steroid yang berasal dari organisme laut misalnya spongesterol.

Berdasarkan jumlah atom karbonnya, steroid terbagi atas:


1. Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol
2. Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol
3. Steroida dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol

Lanosterol merupakan triterpenoid khas hewan, dan prekursor untuk kolesterol


dan sterol lain pada hewan dan fungi. Skualena teroksidasi membentuk epoksida,
memungkinkan terjadinya siklisasi membentuk lanosterol.
Biosintesa steroid sebagai berikut:
2.4 Pola Pemeriksaan Triterpen
Pola pemeriksaan triterpena dalam tumbuhan, pertama-tama jaringan kering harus
dihilangkan jaringan lemaknya dengan eter, lalu diekstraksi dengan metanol panas.
Selanjutnya, ekstrak metanol yang telah dipekatkan dapat diperiksa langsung. Di samping
itu, harus dilakukan hidrolisis untuk membebaskan aglikon bila ada glikosida. KLT
dilakukan pada silika gel memakai pengembang seperti heksana : etil asetat (1:1) dan
kloroform : metanol (10:1) dengan pendeteksi antimon klorida dalam CHCl3.

2.5 Skrining Fitokimia


Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam, kemudian
disaring. Selanjutnya 5 mL filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap sampai
kering. Kemudian ditambah setetes asam asetat anhidrat dan setetes asam sulfat pekat.
Terbentuknya warna biru atau hijau menandakan adanya steroid, sedangkan bila
terbentuk warna merah atau ungu menandakan adanya senyawa triterpenoid.

2.6 Biosintesis Beberapa Senyawa Triterpen

2.6.1 Squalene
Squalene adalah senyawa organik alami dengan 30 atom karbon yang terutama
didapatkan dari minyak hati ikan hiu. Squalene digunakan dalam pembuatan
kosmetik, dan juga sebagai adjuvan imunologi dalam vaksin. Squalene juga
tengah diteliti sebagai senyawa dengan efek kemopreventif.
Biosintesis Squalene

Dua molekul farnesyl pirofosfat tekondensasi dengan reduksi oleh NADPH untuk
membentuk squalene (dengan enzim squalene sintase):

2.6.2 Amirin
Senyawa amirin terdiri dari α- amirin and β-amirin. Masing- masing memiliki
rumus molekul C30H50O. α-amirin and β-amirin dapat dipisahkan dengan baik
jika dikromatografi memakai n- butanol-NH4OH 2M (1:1) (Harborne, 2006)

2.6.3 Lupeol
 Rumus kimia : C 30 H50 O
 Titik leleh : 215-216 ° C
 Berat molekul : 426.7174 [g / mol]
 Ditemukan dalam sayuran seperti kubis putih, merica, mentimun, tomat.
Dalam buah-buahan seperti minyak zaitun, ara, mangga, strawberry, anggur
merah. Dalam tanaman obat seperti ginseng Amerika, tanaman Shea
butter, Tamarindus indica, Allanblackia monticola, Himatanthus sucuuba,
Celastrus paniculatus, Zanthoxylum riedelianum, Leptadenia hastata, Crataeva
nurvala, Bombax Ceiba dan Sebastiania adenophora .

Lupeol adalah senyawa triterpenoid pentasiklik yang memiliki aktivitas


farmakologi. Lupeol ditemukan di lupin (Lupinus luteus; Leguminosae /
Fabaceae). Pada tahun 2009, lupeol dapat disintesis secara total.
Kegiatan biologi lupeol,seperti :
1. Aktivitas anti-inflamasi.
2. Anti rematik.
3. Anti-mutagenik.
4. Anti-malaria baik dalam in vitro dan in vivo sistem.
5. Untuk kanker hati.

2.6.4 Sikloartenol
Sikloartenol adalah triterpenoid dengan empat cincin siklik (triterpenoid
tetrasiklik alkohol). Sikloartenol merupakan prekursor pertama pada biosintesis
senyawa-senyawa stanol dan sterol berkaitan dengan fitostanol dan fitosterol

2.6.5 Asam Betulinat


Asam betulinat merupakan senyawa tritepenoid pentasiklik dengan aktivitas
antiretroviral, antimalaria, anti inflamasi, dan akhir-akhir ini ditemukan bahwa
asam betulinat memiliki potensi sebagai agen anti kanker dengan inhibisi
topoisomerase (Moghaddam et al., 2012).

2.6.6 Asam Ursolat


Asam ursolat (urson, prunol, atau malol) adalah asam triterpenoid pentasiklik
yang banyak digunakan dalam kosmetik Asam ursolat terbukti dapat mengurangi
atrofi otot dan dapat menstimulasi pertumbuhan otot tikus. Asam ursolat
ditemukan pada tanaman Mirabilis jalapa. Pada makanan, asam ursolat ditemukan
pada apel, basil, bilberry, cranberry, peppermint, thyme, oregano, dan lain-lain.

2.6.7 Asam moronat


Asam moronat adalah senyawa triterpenoid pentasiklik alami yang dapat
diekstraksi dari Rhus javanica. Senyawa ini juga dapat diekstraksi dari Mistletoe
(Phoradendron reichenbachianum).Asam moronat memiliki profil aktivitas anti
viral in vitro yang lebih baik daripada bevirimat (senyawa turunan asam betulinat
yang tengah dikembangkan sebagai anti HIV). Senyawa turunan dari asam moronat
aktif terhadap virus herpes simplex dan tengah dikembangkan pada uji klinik
(Kurokawa et. al., 1998).

2.6.8 Cucurbitacin
Cucurbitacin adalah senyawa biokimia yang tergolong steroid dimana pada
beberapa tanaman berfungsi untuk mempertahankan diri dari herbivora. Senyawa
ini adalah racun bagi beberapa hewan. Cucurbitacin mempunyai rasa pahit.
Manfaat:
1. Meningkatkan sekresi insulin pada pancreas sehingga dapat menurunkan kadar
glukosa dalam darah.
2. Sebagai senyawa anti tumor
BAB III
ISI

3.1 Diagram Alir Isolasi dan Ekstraksi Kulit Batang Srikaya (Annona squamosa L)
3.2 Pembahasan dan Hasil

Menurut (Ridhia, dkk. 2013), dalam mengidentifikasi kulit batang srikaya (Annona
Squamosa L) yang telah dikeringkan diskrining menggunakan preaksi Liebermann-
Burchard, pelarut organik yang digunakan seperti metanol teknis yang didistilasi, etil
asetat teknis yang didistilasi dan n-heksana teknis yang didistilasi. Penggunaan pereaksi
Liebermann-Burchard bertujuan untuk mengetahui apakah senyawa yang diperoleh
termasuk golongan triterpenoid atau tidak. Sedangkan menurut (Hingkuana, dkk. 2013)
dalam jurnalnya tentang identifikasi senyawa triterpenoid pada batang tumbuhan
mangrove (Avicennia marina) yang beraktivitas sebagai antibakteri. Uji aktivitas yang
dilakukan secara in vitro terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan P. earuginosa
menggunakan uji Kirby-Bauer. Uji Kirby-Bauer ini digunakan sebagai uji mikrobiologi
untuk mengetahui aktivitas mikroba dalam suatu sampel. Dengan menggunakan pelarut
organic seperti n-heksana, etil asetat, aseton, methanol dan air suling untuk ekstraksi dan
kolomelusi. Ada juga jurnal yang menggunakan pereaksi yang sama, dengan
menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard untuk mengidentifikasi senyawa terpenoid
dari tanaman herba lampasau (Diplazium esculentum Swartz) oleh (Astuti, dkk. 2014).
Pada jurnal ini dilakukan metode uji kualitatif isolate B1 dengan pereaksi Liebermann-
Buchard, jika menunjukkan warna merah maka isolate B1 merupakan senyawa terpenoid.
Identifikasi selanjutnya menggunakan UV-Vis, IR dan 1H-NMR.

Berdasarkan penelitian oleh (Ridhia, dkk. 2013) mengenai isolasi dan karakterisasi
triterpenoid dari fraksinasi n-heksan pada kulit batang srikaya (Annona squamosa), Cara
maserasi dilakukan untuk menarik zat aktif yang ada dalam sampel keluar dengan adanya
perbedaan konsentrasi antara konsentrasi dari dalam sel dengan di luar sel, maka larutan
yang terpekat akan terdorong untuk keluar. Pergantian pelarut dilakukan setiap 2 hari
sekali dan pergatiannya dilakukan sebanyak 5 kali. Pergantian pelarut bertujuan karena
pelarut yang digunakan terus menerus akan mengalami kejenuhan (ekstrak sampel dengan
pelarut setimbang), sehingga zat aktif yang keluar dapat lebih maksimal. Pada saat pelarut
diganti, pelarut akan lebih banyak menarik zat aktif keluar dibandingkan pelarut yang tidak
pernah diganti. Pergantian dilakukan sebanyak 5 kali karena untuk sampel ini hasil
ekstraksi pada ekstrak ke-3 dan ke-4 masih terdapat zat aktif yang dapat di ekstrak,
walaupun secara statistika hasil ekstraksi yang ke-4 kemungkinan akan sama dengan hasil
ekstraksi yang ke-5. Akan tetapi, ada juga beberapa tanaman yang pada ekstraksi ke-5 dan
k- 6 masih terdapat zat aktif yang dapat diekstrak. Sedangkan menurut (Hingkua, S.S, dkk.
2013) pada uji senyawa triterpenoid dari batang tumbuhan mangrove maserasi dilakukan
selama 3x24 jam. Menurut (Astuti, M, dkk. 2014) pada isolasi dan identifikasi terpenoid
dari fraksi n-butanol herba lampasau, lamanya maserasi dilakukan selama 4x24 jam.
Perbandingan metode maserasi antara ketiga jurnal dilihat dari jenis sampel yang
digunakan, jenis pelarut dan banyaknya pelarut yang digunakan, sehingga mempengaruhi
lamanya proses ektraksi sampel. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa sampel yang
digunakan, jenis pelarut dan banyaknya pelarut yang digunakan dalam ekstraksi dengan
metode maserasi sangat berpengaruh terhadap lamanya ekstraksi, dan pengulangannya
berkisar antara 3,4, dan 5 kali pengulangan.

Selain itu, pelarut yang pertama digunakan adalah n-heksana, hal ini bertujuan untuk
menghilangkan senyawa lipid yang ada pada kulit batang srikaya, karena berdasarkan
literature kulit batang srikaya mengandung minyak/lipid. Setelah itu, ekstrak disaring
dengan tujuan untuk memisahkan bagian filtrate dan residu. Filtrate yang sudah dipisahkan
kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi, sehingga diperoleh ekstrak kental.
Selanjutnya, residu dimaserasi dengan cara yang sama dengan pelarut semi polar yaitu etil
asetat yang dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun non polar, memiliki
toksisitas rendah dan mudah diuapkan sehingga dapat digunakan untuk ekstraksi kulit
batang srikaya dan didapatkan ekstrak pekat etil asetat, dan kemudian dilanjutkan untuk
maserasi dengan pelarut polar yaitu methanol dengan tujuan untuk menarik senyawa polar
dari sampel. Pelarut yang digunakan berbeda-beda dan digunakan secara berurutan yaitu
dari pelarut non polar, semi polar dan polar, hal ini karena secara umum kebanyakan
tanaman itu larut pada pelarut non polar. Dari ketiga ekstrak pekat yang dihasilkan
dilakukan uji triterpenoid. Sedangkan, menurut (Hingkua, S.S, dkk. 2013 dan Astuti, M,
dkk. 2014) pelarut yang pertama digunakan adalah methanol untuk menarik senyawa yang
sifatnya polar.

Setelah mengekstraksi, dilanjutkan dengan isolasi senyawa metabolit sekunder dari


fraksi n-heksana. Pemisahan komponen-komponen yang terdapat di dalam fraksi yang
akan dilanjutkan terlebih dahulu dengan kromatografi kolom. Kromatografi kolom
dilakukan dengan membuat bubur silika gel dengan n-heksana, kemudian bubur silika ini
dimasukkan kedalam kolom kromatografi yang bagian dasarnya telah dilapisi kapas.
Kemudian n-heksan dibiarkan turun sambil dinding kolom diketuk-ketuk untuk mencegah
terbentuknya rongga udara sehingga silika menjadi padat dan rata. Sampel yang akan diuji
dipreadsorbsi terlebih dahulu dengan mencampurkan sampel dengan silika gel dengan
perbandingan 1:1. Setelah sampel dan silika gel menyatu membentuk bubuk, kemudian
dimasukkan kedalam kolom yang telah disiapkan. Selanjutnya dilakukan elusi dengan
menggunakan sistem elusi bergradien atau SGP (Step Gradien Polarity) dimulai dari eluen
n-heksan yang bersifat non polar, dilanjutkan dengan eluen yang lebih polar yaitu dengan
menambahkan etil asetat. Fraksi-fraksi yang turun ditampung dengan vial. Selanjutnya
dilakukan uji KLT.

Uji KLT bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofobik


seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas.
KLT juga berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatorafi dan isolasi
senyawa murni dalam skala kecil. Penampakan noda diamati di bawah lampu UV untuk
mendeteksi bercak noda secara fisika dan uap Iodium untuk mendeteksi bercak noda
secara kimia. Selanjutnya, dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom untuk
fraksinasi dengan menentukan pola noda yang terbentuk dan perbandingan eluen yang
cocok. Noda diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm
dan uap iodin. Vial dengan noda yang memiliki Rf yang sama digabung, sehingga nantinya
didapatkan beberapa fraksi. Fraksi yang memberikan pola noda yang cukup baik (pola
noda yang tunggal) dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Rekristalisasi adalah pemurnian
suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat
tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah
perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau
pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang
diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Sehingga diperoleh Kristal yang
bebas dari pengotor dan memberikan pola noda yang tunggal. Sehingga didapatkanlah
senyawa yang murni. Kristal yang didapatkan selanjutnya dilakukan karakterisasi, untuk
mengetahui senyawa tersebut termasuk dalam triperpenoid. Uji UV-Vis digunakan untuk
mengetahui kandungan senyawa yang terkandung dalam sampel/tanaman. Sedangkan, IR
digunakan untuk melihat gugus fungsi yang terkandung.

Menurut (Ridhia, dkk. 2013), untuk menentukan senyawa yang di isolasi telah murni
atau belum maka dilakukan uji titik leleh terhadap senyawa tersebut. Dari hasil pengujian
titik leleh didapatkan titik leleh dari senyawa ini adalah 176,8 0C – 178,2 0C. Rentang
titik leleh senyawa yang didapatkan yaitu 1,4 0C, hal ini mengindikasikan bahwa senyawa
yang didapatkan telah murni karena senyawa yang dapat dikatakan murni yaitu apabila
titik lelehnya memiliki rentang ± 2 0C. Setelah didapatkan senyawa murni , dilakukan
pengujian triterpenoid dengan pereaksi Liebermann – Burchard untuk mengetahui
senyawa yang didapatkan tersebut termasuk golongan Triterpenoid. Dari hasil uji
triterpenoid dengan pereaksi Liebermann – Burchard terdapat cairan bewarna merah
kecoklatan pada plat tetes.

Spektrum inframerah senyawa hasil isolasi dapat dilihat pada gambar 2 yang
memberikan interpretasi data yaitu beberapa serapan penting pada daerah bilangan
gelombang 3440cm-1 yang menunjukkan adanya regangan –OH. Regangan C-O
ditunjukkan pada daerah bilangan gelombang 1199 cm-1. Regangan C=O ditunjukkan pada
daerah bilangan gelombang 1686 cm-1. Adanya –CH2 dan –CH3 ditunjukkan pada daerah
bilangan gelombang 2931 cm-1, yang didukung dengan adanya tekukan–CH pada bilangan
gelombang 1463 cm-15. Adanya gugus geminal dimetil ditunjukkan pada bilangan
gelombang 1372 cm-16.
BAB IV
KESIMPULAN

Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Terpenoid merupakan


komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati
dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren
(C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isoprene sehingga pengelompokannya didasarkan
pada jumlah unit isopren penyusunnya. Senyawa terpenoid dapat diperoleh dengan beberapa
metode antara lain identifikasi, ekstraksi, isolasi, pemurnian, dan elusidasi.

Triterpen merupakan golongan terbesar dari terpenoid dan tersebar luas didalam
tumbuh-tumbuhan baik dalam keadaan bebas, ester atau bentuk glikosida. Beberapa
diantaranya telah dapat diisolasi dari hewan seperti squalen. Secara kimia triterpen adalah
senyawa-senyawa dengan kerangka karbon yang terbentuk berdasarkan 6 unit isopren dan
secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yang disebut squalen (skualen).
DAFTAR PUSTAKA

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung:


Penerbit ITB. Terjemahan dari :Phytochemical methods.

Hingkuana, S. S., Julaeha E., dan Kurnia D., 2013. Senyawa Triterpenoid dari Batang
Tumbuhan Mangrove (Avicennia marina) Yang Beraktivitas Antibakteri.Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi Nuklir.226-230.

Mariajancyrani, J., Chandramohan, G., Saravanan., dan A. Elayaraja. 2013. Isolation and
antibacterial activity of terpenoid from Bougainvillea glabra choicy leaves. Asian Journal of
Plant Science and Research. 3(3):70-73.

Ridhia, Ibrahim S., Efdi M,. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Triterpenoid dari Fraksi N-heksan
pada Kulit Batang Srikaya (Annona squamosa L). Jurnal Kimia. Vol 2. No 1.

Anda mungkin juga menyukai