Anda di halaman 1dari 6

Laporan Praktikum Tanggal Praktikum : 5 November 2020

Fisiologi Veteriner I Dosen Pembimbing : Drs. Pudji Achmadi, M.Si


Minggu ke-8 (pagi) Kelompok Praktikum : P4.6
Asisten : Natasya C Tambunan,SKH
Rahmatusyifa, SKH

ENDOKRIN 1
(Regulasi Insulin)
Oleh :
1. Nor Jannah B04190061
2. Nurfara Islami B04190063
3. Nur Hikmah B04190064
4. Olivia Hafizah Fitri B04190065
5. Oscar Daniel Kusumo D* B04190066

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SEMESTER GANJIL 2020-2021
PENDAHULUAN
Dasar Teori

Insulin merupakan hormon protein yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihubungkan
oleh jembatan disulfida dan disekresikan oleh sel beta pankreas. Sel beta pankreas mensekresikan
insulin ketika kadar glukosa darah melebihi batas normal (Haviz 2012). Kelebihan glukosa akan
dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Ketika keadaan
normal, tingginya kadar glukosa setelah makan akan direspon oleh kelenjar pankreas dengan
memproduksi hormon insulin. Keberadaan hormon insulin akan menyebabkan glukosa dalam darah
bisa masuk ke dalam sel. Selain itu, dengan bantuan insulin, kadar glukosa yang lebih dari kebutuhan
akan disimpan di dalam hati (liver) dalam bentuk glikogen. Jika kadar glukosa darah turun, misalnya
saat puasa atau di antara dua waktu makan, glikogen akan dipecah kembali menjadi glukosa dengan
bantuan hormon glukagon untuk memenuhi kebutuhan energi (Hasanah 2013).
Kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan meningkatnya konsentrasi glukosa dalam
darah (hiperglikemia) yang bisa berujung pada diabetes mellitus (Sakinah 2018). Kelebihan glukosa
tersebut akan dikeluarkan
bersama urin sehingga menyebabkan kadar glukosa urin yang tinggi. Gangguan hormon insulin dapat
menyebabkan diabetes mellitus yang terbagi menjadi dua tipe. Diabetes mellitus tipe 1 terjadi ketika
adanya kelainan pada pankreas sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Diabetes mellitus tipe 2
terjadi ketika pankreas menghasilkan insulin, tetapi jumlahnya tidak memadai, atau jumlah produksi
insulin masih normal, tetapi sel tubuh tidak dapat menggunakannya (resisten) (Hasanah 2013).
Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis
glukosa darah. Hal yang dapat terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni
peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).
Semakin tingginya tingkat resistensi insulin pada kondisi diabetes mellitus tipe 2 dapat terlihat dari
peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada liver semakin
tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari
hepar (Hasanah 2013).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui pengertian insulin, diabetes mellitus tipe 1, diabetes
mellitus tipe 2, kurva gukosa standar, memahami kadar plasma glukosa saat berpuasa mendiagnosa
diabetes mellitus, serta memahami pengujian yang digunakan untuk mengukur plasma glukosa.

METODE

Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air deionisasi, glukosa standar, enzyme
color reagent, barium hidroksida, heparin, sampel darah dari 5 orang pasien. Alat yang digunakan
pada praktikum ini adalah 5 buah tabung reaksi, unit inkubasi tabung reaksi, dan spektrofotometer.

Prosedur Kerja

Bagian 1. Pembuatan Kurva Standar Glukosa


Tabung reaksi pertama diletakkan pada holder di unit inkubasi, diikuti dengan keempat
tabung lainnya secara otomatis. Tutup pipet glukosa standar ditarik menuju unit inkubasi, setiap
tabung reaksi mendapatkan 1 tetes (30 mg/dl), 4 tabung lainnya akan terisi secara otomatis dengan
masing-masing tabung memperoleh 1 tetes tambahan (tabung 2 = 2 tetes glukosa standar; tabung 3 =
3 tetes glukosa standar, dan seterusnya). Air deionisasi didispensi ke setiap tabung reaksi di unit
inkubasi, tabung reaksi pertama mendapatkan 4 tetes air deionisasi, dan tabung seterusnya akan
masing-masing dikurangi 1 tetes air deionisasi. Larutan di dalam tabung reaksi dicampurkan dengan
menekan tombol mix. Selanjutnya, tabung disentrifugasi dengan menekan tombol centrifuge. Pellet
yang terbentuk dari hasil sentrifugasi dikeluarkan dengan menekan tombol remove pellets.
Enzyme color reagent diletakkan ke dalam lima tabung reaksi untuk mendispensi larutan yang
ada di dalam tabung reaksi. Lima tetes enzyme color reagent diberikan ke setiap tabung reaksi.
Selanjutnya, inkubasi konten di dalam tabung reaksi dengan menekan tombol incubate. Sample
reading diperoleh setelah menekan tombol set up pada spektrofotometer. Selanjutnya, dilakukan
analisa terhadap konten di dalam tabung reaksi setelah tabung reaksi pertama diletakkan ke
spektrofotometer. Catat hasil reaksi berupa optical density dan kadar glukosa (mg/dl) dengan
menekan tombol record data. Lakukan analisa kepada empat tabung reaksi yang lain, lalu catat hasil
yang diperoleh. Kurva standar glukosa akan diperoleh setelah analisa lima tabung reaksi selesai dan
menekan tombol graph glucose standar. Grafik tersebut akan digunakan pada bagian kedua dari
praktikum ini.

Bagian 2. Pengukuran Glukosa Darah Puasa


Tabung reaksi pertama diletakkan pada unit ikubasi, diikuti dengan keempat tabung lainnya
secara otomatis. Tiga tetes darah dari lima pasien berbeda diletakkan ke dalam masing-masing tabung
reaksi. Selanjutnya, lima tetes air deionisasi diteteskan ke dalam masing-masing tabung. Lima tetes
barium hidroksida dimasukkan ke dalam setiap tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi
diberikan satu tetes heparin yang berfungsi untuk menghindari blood clots. Campurkan semua konten
yang ada di dalam tabung reaksi dengan menekan tombol mix. Sentrifugasi semua tabung reaksi
dengan menekan centrifuge, lalu tekan tombol remove pellet untuk mengelarkan pellets yang
terbentuk dari hasil sentrifugasi.
Letakkan lima tetes enzyme color reagent ke setiap tabung reaksi untuk mendispensi larutan
di dalam tabung reaksi. Selanjutnya, inkubasi konten di setiap tabung reaksi dengan menekan tombol
incubate. Klik set up pada spektrofotometer untuk menyiapkan instrument sample reading. Analisa
dilakukan setelah meletakkan tabung reaksi pertama ke spektrofotometer dan menekan tombol
analyze. Gerakkan moveable ruler ke pertemuan garis optical density dan kadar glukosa darah, catat
hasil yang diperoleh. Lakukan langkah-langkah yang sama untuk empat tabung lainnya dan catat
hasil reaksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum regulasi insulin terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pembuatan
kurva standar glukosa. Kurva standar glukosa dapat dibuat dengan menggunakan spektrofotometer
untuk menentukan kekeruhan (optical density) dan konsentrasi glukosa. Kedua nilai ini dapat
ditentukan dengan membaca nilai absorbansi yang tertera pada spektrofotometer. Kekeruhan dan
konsentrasi glukosa kemudian diextrapolasikan ke dalam kurva standar glukosa. Data hasil
spektrofotometer beserta kurva standar dari lima konsentrasi glukosa yang berbeda adalah sebagai
berikut:
Tabel 1 Data optical density dan konsentrasi glukosa

Grafik 1 Kurva standar glukosa

Kurva standar glukosa yang sudah dibuat kemudian digunakan untuk bagian selanjutnya,
yaitu penentuan glukosa darah puasa. Penentuan glukosa darah puasa dilakukan terhadap lima pasien
untuk mendiagnosis pasien yang terkena diabetes mellitus. Pasien masuk kedalam kriteria diabetes
mellitus bila glukosa darah puasanya lebih besar dari atau sama dengan 126 mg/dL (Azitha et al.
2018). Menurut Sulistiowati dan Sihombing (2018) bila glukosa darah puasa 100-125 mg/dL
(Impaired Fasting Glucose/IFG), maka pasien mengalami prediabetes. Glukosa darah puasa dibawah
angka 100 mg/dL menandakan keadaan glukosa darah normal pada pasien.
Pengukuran kadar glukosa pada sampel dapat dilakukan dengan cara membandingkan
absorbansi sampel dengan absorbansi larutan standar melalui
persamaan regresi (Rismawati et al. 2016). Absorbansi sampel berbanding lurus dengan kekeruhan
sampel. Titik potong antara kekeruhan/optical density (garis horizontal) dengan kurva standar
glukosa merupakan glukosa darah puasa pasien yang sedang diuji.
Penentuan glukosa darah puasa memerlukan senyawa tambahan seperti barium hidroksida dan
heparin. Barium hidroksida akan larut dalam darah dan menghilangkan protein dari membran plasma
sel darah (Mehta et al. 2019). Heparin digunakan sebagai antikoagulan untuk mencegah pembekuan
darah (Michael dan Ramadhania 2017). Berikut ini adalah tabel hasil pengukuran glukosa darah dari
lima pasien yang berbeda:
Tabel 2 Data
kekeruhan Pasien 1 2 3 4 5 dan
glukosa Kekeruhan 0.73 0.79 0.89 0.83 0.96 darah
puasa Glukosa darah pasien
105 115 130 120 140
puasa (mg/dL)
Berdasarkan data pada tabel 2, dapat diketahui kondisi pasien dari kadar glukosa darah
puasanya. Pasien 1, 2, dan 4 menderita prediabetes karena glukosa darah puasanya berada di kisaran
100-125 mg/dL. Pasien 3 dan 5 menderita diabetes mellitus karena glukosa darah puasanya sudah
melebih 126 mg/dL.

SIMPULAN
Insulin adalah hormon polipeptida yang berperan untuk mengatur metabolisme karbohidrat
dengan memecah glukosa darah agar bisa diserap oleh sel tubuh. Kurva standar glukosa
menggambarkan hubungan antara konsentrasi glukosa dengan kekeruhannya (optical density) serta
dapat digunakan sebagai indikator penentuan glukosa darah puasa. Kadar glukosa darah normal
setelah berpuasa adalah dibawah 100 mg/dL. Glukosa darah puasa diatas 126 mg/dL menandakan
seseorang telah mengidap diabetes mellitus. Pengukuran kadar glukosa sampel dapat dilakukan
dengan cara membandingkan absorbansi sampel dengan absorbansi larutan standar melalui
persamaan regresi

DAFTAR PUSTAKA

Azitha M, Aprilia D, Ilhami YR. 2018. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa
pada pasien diabetes melitus yang datang ke poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit M. Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(3): 400-404.
Hasanah U. 2013. Insulin sebagai pengatur kadar gula darah. Jurnal Keluarga Sehat
Sejahtera.11(22): 42-49.
Haviz M. 2012. Insulin shock dan hubungannya dengan metabolisme tubuh. Jurnal Saintek. 4(2):
185-191.
Mehta RJ, Gastaldelli A, Balas B, Ricotti A, DeFronzo RA, Tripathy D. 2019. Mechanism of action
of inhaled insulin on whole body glucose metabolism in subjects with type 2 diabetes mellitus.
International Journal of Molecular Sciences. 20(17): 1-13.
Michael, Ramadhania ZM. 2017. Obat penginduksi pendarahan. Jurnal Farmaka.15(4): 33-40.
Rismawati Y, Bahri S, Prismawiryanti. 2016. Produksi glukosa dari jerami padi (oryza sativa)
menggunakan jamur Trichoderma sp. Jurnal KOVALEN. 2(2): 67-76.
Sakinah EN. 2018. Peningkatan kadar glukagon like-peptide-1 (GLP-1) pada tikus model diabetes
setelah pemberian diet resistant starch tipe 3 pati singkong (Manihot esculanta crantz). Journal
of Agromedicine and Medical Science. 4(2): 116-120.
Sulistiowati E, Sihombing M. 2018. Perkembangan diabetes melitus tipe 2 dari prediabetes di Bogor,
Jawa Barat. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan. 2(1): 59-69.
RESUME VIDEO PRAKTIKUM 8

Hormon insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel-sel βlangerhans dari kelenjar
pankreas. Hormon ini memiliki peranan penting dalam mempertahankan kondisi normal kadar
gula darah. Keberadan hormon insulin memicu adanya pergerakan nutrient terutama glukosa
masuk ke dalam sel. Pemberian hormon insulin pada tubuh mampu mengembalikan kondisi
kadar gula darah yang tinggi menjadi normal kembali. Penderita penyakit diabetes mellitus,
proses sekresi hormon insulin yang sangat rendah, sehingga kadar glukosa darah meningkat.
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan hormon insulin terhadap glukosa darah
pada tikus. Bahan dan alat yang digunakan antara lain tikus putih, kadang penjepit tikus,
gunting bedah, hormon insulin berupa pen insulin, alcohol 70 %, kapas, alat pengukur kadar
gula darah (glucometer), larutan glukosan 20% 2 cc.
Glucometer sebelum dilakukan pegujian diatur terlebih dahulu dalam kondisi normal,
angka pada layar menunjukkan angka nol. Perlakuan tikus dimulai dengan proses sterilisasi
pada ekor yang dipotong menggunakan alcohol 70%. Lidokain dioleskan pada ekor tikus yang
berfungsi sebagai penghilang rasa sakit ketika dipotong. Pemotongan dilakukan diujung ekor
tikus beberapa milimeter hanya untuk mendapatkan tetesan darah. Bagian ujung ekor dipilih
agar menghindari rasa sakit yang terlalu berat pada tikus. Darah yang keluar dari ujung ekor
diteteskan pada strip pengukur kadar glukosa awal, yakni 61 mg/dl.
Larutan 20% gula sebanyak 2 cc dicekokkan ke tikus untuk menambah kadar gula
darah di dalam cairan tubuh. Diamkan tikus selama 10 menit. Perlakuan berpacu pada
prosedur sebelumnya. Namun, pada perlakuan ini, darah tikus didapatkan dengan cara
menggesekkan ekor tikus. Setelah, darah didapatkan, pengukuran dilakukan dengan
glucometer. Data yang ada di layar adalah kadar glukosa setelah asupan gula, yakni sebesar
183 mg/dl. Kadar ini melebihi batas normal.
Penurunan kadar glukosa pada tikus dilakukan perlakuan terakhir dengan pen insulin.
Pemberian insulin melalui pen yang berisi insulin. Insulin yang diberikan sebanyak 2 IU,
disuntikan pada bagian perut. Diamkan tikus sekitar 10 menit. Kadar glukosa didapatkan
kembali cara sebelumnya. Kadar glukosa setelah pemberian hormon insulin ini sebesar 125
mg/dl. Kadar glukosa akhir ini menunjukkan bahwa hormon insulin mampu membantu
penurunan kadar glukosa darah di dalam cairan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai