Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Tanggal Praktikum : 10 September 2020 Dosen

Fisiologi Veteriner I Pembimbing : Drh. Isdoni, M.Biomed


Minggu ke-2(pagi) Kelompok Praktikum : P4.6
Asisten : Natasya C Tambunan,SKH
Rahmatusyifa, SKH

SEL DAN KOMUNIKASI SEL 1


(Osmotic Fragility Test)
Oleh :
1. Nor Jannah B04190061
2. Nurfara Islami B04190063
3. Nur Hikmah* B04190064
4. Olivia Hafizah Fitri B04190065
5. Oscar Daniel Kusumo D B04190066

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SEMESTER GANJIL 2020-202
PENDAHULUAN
Dasar Teori

Sel darah merah (eritrosit) mempunyai membran sel yang bersifat


semipermiabel terhadap lingkungan sekelilingnya yang berada diluar eritrosit dan
mempunyai batas-batas fisiologi terhadap tekanan dari luar eritrosit. Tekanan
membran eritrosit dikenal dengan tonisitas yang berhubungan dengan tekanan
osmosis membran itu sendiri. Kekuatan maksimum membran eritrosit menahan
tekanan dari luar sampai terjadinya hemolisis dikenal dengan kerapuhan atau
fragilitas (Siswanto et al 2014). Osmosis merupakan fenomena pencapaian
kesetimbangan antara dua larutan yang memiliki perbedaan konsentrasi zat
terlarut, dimana kedua larutan ini berada pada satu bejana dan dipisahkan oleh
lapisan semipermiabel. Sedangkan tekanan osmosis adalah suatu kesetimbangan
yang terjadi akibat perpindahan pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi zat
terlarut rendah ke larutan yang memiliki konsentrasi pelarut tinggi (Arinyanti dan
Widasa 2011).
Difusi adalah proses perpindahan molekul dari larutan yang memiliki
konsentrasi tinggi ke larutan yang memiliki konsentrasi rendah. Pergerakan
molekul pada proses difusi melewati pori-pori dan tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga. Proses difusi menggunakan energi kinetik normal yang ditimbulkan
akibat pergerakan suatu molekul atau bahan. Difusi yang melewati membran sel
terbagi atas difusi sederhana dan difusi fasilitasi. Difusi sederhana artinya
pergerakan kinetik molekul atau ion melewati membran sel tidak bereaksi dengan
protein carier yang ada di membran sel serta kecepatannya ditentukan dari jumlah
substasia yang ada. Kecepatan gerakan kinetik bahan, jumlah dan ukuran dari pori
pada membran sel yang akan dilewati bahan itu. Proses difusi sederhana terjadi
melalui dua bahan yaitu melalui lapisan lipid jika zat itu terlarut dalam lemak, dan
melalui saluran (chanel) air/protein. Difusi fasilitas memerlukan interaksi bahan
degan carier protein yang ada di membran sel. Carier protein akan membawa
bahan untuk melewati membran sel dengan mengikat bahan itu secara kimia
(Anthara dan Suartha 2011).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan memahami bahwa difusi adalah proses pasif yang
bergantung pada gradien konsentrasi zat terlarut, memahami hubungan antara
berat molekul dan ukuran molekul, memahami konsentrasi zat terlarut
mempengaruhi laju difusi, memahami berat molekul mempengaruhi laju difusi,
memahami bahwa osmisis merupakan jenis difusi khusus, memahami bahwa
osmosis adalah proses pasif yang bergantung pada gradien konsentrasi air, dan
memahami kondisi yang mempengaruhi tekanan osmotik.
METODE

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah larutan NaCl dengan
konsentrasi 5.00 mM, 9.00 mM, 10.00 mM, dan 18.00 mM, larutan urea 9.00
mM, larutan glukosa 8.00 mM, glukosa 9.00 mM, larutan albumin 9.00 mM, dan
aquades. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah membran dialisis 20
MWCO, 50 MWCO, 100 MWCO, dan 200 MWCO, stopwatch, dua buah gelas
kimia, dan penahan membran.

Prosedur Kerja

Aktivitas 1. Simulasi Dialisis


Penahan membran ditempatkan diantara kedua gelas kimia. Membran 20
MWCO ditempatkan di penahan membran yang berada di antara gelas kimia
tersebut. NaCl dengan konstrasi 9.00 mM disalurkan menuju gelas kimia yang
berada di samping kiri. Sedangkan, gelas kimia yang berada di samping kanan
penahan membran dialirkan dengan aquades. Kedua bahan bekerja selama 60
menit yang setara dengan 10 detik. Penahan diantara gelas kimia yang berisi
membran mulai turun dan proses akan berlangsung. Data hasil percobaan
ditampilkan dengan record data. Flush yang berada di bawah gelas kimia akan
membersihkan gelas kimia dari bahan yang ada untuk keperluan percobaan
selanjutnya.
Percobaan kedua larutan NaCl 9.00 mM digantikan dengan larutan urea
9.00 mM dan membran tetap. Setelah data dihasilkan, membran 20 MWCO
digantikan dengan membran 50 MWC dan digunakan larutan NaCl 9.00 mM +
aquades dan NaCl 18.00 mM + aquades. Prosedur kerja pada semua percoban
memiliki kemiripan dengan percobaan pertama. Namun, hanya berbeda pada
membran dan larutan serta konsentrasi dari larutan. Setelah selesai, membran 50
MWCO digantikan dengan membran 100 MWCO. Larutan yang digunakan
adalah NaCl 9.00 mM + aquades dan Urea 9.00 mM + aquades. Percobaan
terakhir digunakan membran 200 MWCO dengan larutan glukosa 9 mM, albumin
9. mM, dan aquades yang berpacu pada prosedur sebelumnya.

Aktivitas 3. Silumasi Tekanan Osmotik


Penahan membran dan kedua gelas kimia diletakkan berdampingan
dengan penahan berada di antara kedua gelas kimia. Membran 20 MWCO
dipindahkan menuju penahan membran. Gelas kimia yang ada di sebelah kiri
penahan membran disalurkan larutan NaCl dengan konsentrasi 5.00 mM. Aquades
disalurkan menuju gelas kimia yang berada di samping kanan penahan membran.
Pengatur waktu bekerja selama 60 menit yang setara dengan 10 detik. Percobaan
dimulai dengan membran yang menurun dari posisi dan kembali ke semula pada
saat waktu telah dicapai. Hasil dari percobaan ditampilkan dengan record data.
Flush yang berada di bawah gelas kimia akan membersihkan gelas kimia
dari bahan yang ada untuk keperluan percobaan selanjutnya. Percobaan kedua ini
digunakan larutan NaCl yang konsentrasinya telah ditingkatkan dari 5.00 mM
menjadi 10.00 mM dengan membran tetap yakni 20 MWCO. Semua proses
memiliki kemiripan dengan percobaan pertama. Setelah data dihasilkan, gelas
kimia yang berisi larutan NaCl 10.00 mM dibersihkan dan membran 20 MWCO
digantikan dengan membran 50 MWCO. Percobaan dengan membran 50 MWCO
ini hanya digunakan untuk larutan NaCl 10.00 mM + aquades. Proses percobaan
tetap berpacu pada tahapan sebelumnya.
Membran 50 MWCO digantikan kembali dengan membran 100 MWCO.
Larutan yang digunakan adalah glukosa 8.00 mM + aquades dan glukosa 8.00
mM dengan sesamanya. Setelah data dihasilkan, membran 100 MWCO digantikan
kembali dengan membran 200 MWCO, larutan yang digunakan adalah glukosa
8.00 mM + aquades dan albumin 9.00 mM dengan glukosa 10 mM. Setelah
percobaan terjadi, data akan dihasilkan pada tabel yang tertera.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum ini mengamati simulasi proses difusi dan osmosis yang terjadi
pada sel melalui membran. Ada empat membran yang digunakan pada simulasi ini
yaitu membran 20 MWCO, 50 MWCO, 100 MWCO, dan 200 MWCO. MWCO
sendiri menyatakan suatu batasan nilai berat molekul yang dapat ditahan oleh
membrane (Apriani, et al. 2017). Semakin kecil pori-pori membran yang
terbentuk maka harga MWCO membran lebih kecil dan semakin sulit bagi zat
terlarut untuk dapat melewati membran (Aprilia dan Amin 2011).
Aktivitas simulasi praktikum yang pertama adalah mengamati proses
difusi. Proses difusi merupakan proses perpindahan larutan dari konsentrasi tinggi
ke larutan dengan konsentrasi rendah melalui membran semipermiabel (Anthara
dan Suartha 2011). Aktivitas atau proses yang diamati pada praktikum ini
menggunakan bahan NaCl, urea, dan albumin. Titik ekuilibrium adalah titik akhir
yang dicapai sebagai hasil dari simulasi praktikum. Hasil simulasi yang
menunjukan tidak tercapainya titik ekuilibrium berarti tidak terjadi keseimbangan
konsentrasi zat terlarut dari kedua larutan.
Percobaan pertama pada proses difusi melalui membran 20 MWCO, NaCl
9.00 mM + aquades dan urea 9.00 mM + aquades tidak mengalami difusi.
Percobaan kedua larutan akan melalui membran 50 MWCO dan didapatkan hasil
bahwa NaCl 9.00 mM + aquades mengalami difusi dan mencapai titik
ekuilibrium pada waktu 10 menit, sedangkan NaCl 18.00 mM + aquades
mengalami difusi dan mencapai titik ekuilibrium pada waktu 11 menit. Difusi
rata-rata yang dihasilkan pada masing-masing percobaan tersebut adalah 0.0150
dan 0.0273 sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi NaCl
bertujuan untuk meningkatkan difusi rata-rata.
Percobaan ketiga melalui membran 100 MWCO, NaCl 9.00 mM +
aquades dan urea 9.00 mM + aquades masing-masing mengalami difusi dan
mencapai titik ekuilibrium pada waktu 10 menit dengan tingkat difusi rata-rata
0.0150 dan 16 menit dengan tingkat difusi rata-rata 0.0094. Membran 200
MWCO digunakan pada percobaan keempat. Hasil yang didapatkan adalah
glukosa 9.00 mM + aquades mengalami difusi dan mencapai titik ekuilibrium
pada waktu 36 menit dan albumin 9.00 mM + aquades tidak mengalami difusi.
Aktivitas praktikum selanjutnya yang diamati adalah simulasi tekanan
osmosis. Percobaan pertama digunakan membran 20 MWCO, NaCl 5.00 mM +
aquades tidak tercapai titik ekuilibrium dan tekanan pada beaker yang berisi
aquades menunjukkan angka 170 mmHg. Angka tersebut merupakan angka
tekanan osmotik yang dialami oleh aquades. Percobaan berikutnya masih dengan
membran yang sama, NaCl 10.00 mM + aquades juga tidak tercapai titik
ekuilibrium, namun terjadi peningkatan tekanan pada beaker berisi aquadest
menjadi 340 mmHg. Hal ini dapat diartikan bila konsentrasi zat terlarut yang tidak
dapat berdifusi digandakan, maka tekanan osmotik juga akan berlipat ganda.
Percobaan kedua, digunakan membran 50 MWCO dengan bahan NaCl
10.00 mM + aquades. Hasilnya titik ekuilibrium tercapai dalam waktu 10 menit
dan tidak ditemukan adanya tekanan pada kedua sisi. Hal ini berarti yang terjadi
adalah peristiwa difusi yang dialami NaCl kearah aquades. Zat terlarut dalam
NaCl berhasil menembus pori-pori membran 50 MWCO dan bergerak ke larutan
yang lebih hipotonis. Pada percobaan ketiga, digunakan membrane 100 MWCO,
glukosa 8.00 mM + aquadest tidak tercapai titik ekuilibrium dan tekanan osmosis
yang dialami aquades sebesar 136 mmHg. Hal ini dapat terjadi karena aquades
bersifat hipotonis cenderung berdifusi ke arah glukosa yang bersifat hipertonis
sehingga muncul tekanan osmotik. Selain itu zat terlarut glukosa juga terlalu besar
untuk melewati membran 100 MWCO sehingga tidak dapat berdifusi dan tidak
dapat mencapai titik ekuilibrium. Percobaan selanjutnya masih menggunkan
membran yang sama, glukosa 8.00 mM pada kedua sisi beaker menunjukkan tidak
terjadinya difusi karena kedua larutan isotonis.
Pada percobaan keempat, digunakan membran 200 MWCO, glukosa 8.00
mM + aquades menunjukkan hasil tercapainya titik ekuilibrium dalam 37 menit.
Titik ekuilibrium ini dapat tercapai karena zat terlarut pada glukosa berdifusi ke
aquadest sehingga tercapai keseimbangan konsentrasi. Bahan kedua adalah
albumin 9.00 mM + glukosa 10.00 mM. Hal yang terjadi adalah glukosa berdifusi
ke arah albumin dan mencapai titik ekuilibrium dalam waktu 38 menit.
Sedangkan, pada albumin terdapat tekanan osmotik sebesar 153 mmHg. Dapat
dikatakan glukosa berperan sebagai hipertonis dan albumin berperan sebagai
hipotonis pada percobaan ini.
SIMPULAN
Difusi adalah proses pasif yang lajunya bergantung pada gradien
konsentrasi dan ukuran molekul. Pergerakan zat umumnya sepanjang gradien
konsentrasi zat terlarut dan bergerak dari daerah konsentrasi yang lebih tinggi ke
daerah konsentrasi yang lebih rendah. Ukuran molekul berbanding terbalik
dengan laju difusi. Molekul yang berukuran lebih kecil memiliki laju difusi yang
lebih tinggi daripada molekul yang berukuran lebih besar. Osmosis merupakan
jenis difusi khusus dan proses pasif yang bergantung pada gradien konsentrasi,
ionisasi molekul, hidrasi dan temperatur.

DAFTAR PUSTAKA

Anthara IMS, Suartha IN. 2011. Homeostasis cairan tubuh pada anjing dan
kucing. Buletin Veteriner Udayana. 3(1): 23-37

Apriani R, Rohman T, Mustikasari K. 2017. Sintesis dan karakteristik membran


selulosa asetat dari tandan kosong kelapa sawit. Jurnal Hasil Hutan.
9(2): 91-98

Aprilia S, Amin A. 2011. Sintesis dan karakterisasi membran untuk proses


ultrafiltrasi. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 8(2): 84-88

Ariyanti D, Widiasa IN. 2011. Aplikasi teknologi reserve osmosis untuk


pemurnian air skala rumahtangga. Jurnal Teknik. 32(3): 193-197

Siswanto, Sulabda IN, Soma IG. 2014. Kerapuhan sel darah meah sapi bali.
Jurnal Veteriner. 15(1): 64-67
RESUME VIDEO PRAKTIKUM 2

1. Osmosis Dan Tonisitas


Osmosis adalah keadaan dimana air berdifusi melalui membran
semipermeable. Tonisitas adalah keadaan dimana konsentrasi relatif larutan di
dua lingkungan yang dipisahkan oleh membran semipermeable.
Membandingkan tonisitas larutan dapat menentukan arah osmosis yang akan
berlangsung. Pembanding pertama yang dapat diamati adalah sel darah merah
dengan air. Sel darah merah berada di dalam lingkungan dengan tonisitas yang
rendah atau dengan kata lain sel darah merah bersifat hipertonik sedangkan air
bersifat hipotonik.. Perbedaan tonisitas dari dua lingkungan ini menyebabkan
tekanan osmotik bergerak secara difusi ke dalam lingkungan yang bersifat
hipertonik (sel darah merah), apabila air yang masuk ke dalam sel melebihi
ambang batas, maka sel akan lisis. Selanjutnya digunakan sel darah merah dan
larutan NaCl untuk melihat arah gerak osmosis. Saat sel darah merah berada di
dalam larutan NaCl, maka sel darah merah bersifat sebagai hipotonis dan
larutan NaCl bersifat hipertonis karena adanya perbedaan konsentrasi larutan
(tonisitas). Air yang berada di dalam sel darah merah akan keluar
meninggalkan sel menuju larutan NaCl dan menyebabkan sel mengalami
krenasi atau pengerutan. Apabila tonisitas larutan dan sel darah merah berada
dalam tingkatan yang sama, hal ini disebut keadaan isotonik, dimana tidak ada
perpindahan air yang terjadi.Tekanan Osmotik selalu menyebabkan air
berpindah dari lingkungan hipotonik ke lingkungan hipertonik. Air bergerak ke
area yang memiliki konsentrasi gula dan garam tinggi. Proses osmosis
digunakan untuk mengendalikan cara kerja ginjal dan menjelaskan penyakit
yang disebabkan oleh hal-hal fisiologis seperti diabetes.
2. Egg Osmosis (Hypertonis vs. Hypotonic Solution)
Larutan hipotonis adalah larutan yang memiliki konsentrasi subtansi
terlarut yang rendah dibandingkan konsentrasi di dalam sel. Larutan Hipertonis
adalah larutan dengan konsentrasi subtasnsi terlarut yang lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi di dalam sel. Telur ayam dilindungi oleh membran
luar yang keras yang berguna untuk melindungi membran semipermeable di
bawahnya. Membran semipermeable adalah membran yang dapat membwa
keluar dan masuk beberapa substansi. Air dapat keluar masuk membran ini,
namun molekul yang lebih besar seperti garan dan gula akan lebih sulit untuk
menembus membran semipermeable.
Pada percobaan di video digunakan cuka yang mengandung asam asetat
untuk melarutkan cangkang telur yang mengandung kalsium karbonat. Dalam 3
hari membran semipermeable sudah terlihat dengan jelas. Telur A memiliki
massa awal 94 gram diletakkan ke dalam larutan hipotonis (air). Dalam 8 jam
terlihat perubahan fisik pada telur ayam menjadi lebih besar karena air yang
bersifat hipotonis bergerak ke dalam sel yang bertindak sebagai hipertonis.
Berat telur A menjadi 97 gram. Telur A kemudian diuji kembali dengan
dimasukkan ke dalam larutan hipertonis (sirup gula). Dalam 8 jam terjadi
pengurangan massa telur A menjadi 55 gram akibat air keluar sel menuju
larutan sirup gula. Percobaan ke dua dilakukan pada telur B dengan massa awal
103 gram diletakkan ke dalam larutan hipertonis (sirup jagung). Dalam 8 jam
terlihat perubahan fisik pada telur B yang mengkerut menjadi 59 gram karena
air bergerak keluar dari sel. Terdapat lapisan air di gelas berisi sirup jagung,
membuktikan air keluar meninggalkan sel menuju konsentrasi gula yang lebih
tinggi. Telur B kemudian diuji kembali dengan dimasukkan ke dalam larutan
hipotonis (air). Dalam 8 jam terjadi penambahan massa telur menjadi 105
gram. Kesimpulannya adalah air akan bergerak ke luar sel apabila berada di
dalam larutan hipertonis dan air akan bergerak masuk ke dalam sel apabila
berada di dalam larutan hipotonis.

Anda mungkin juga menyukai