Anda di halaman 1dari 46

LABORATORIUM FARMASI KLINIK

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP
“FLEBOTOMI DAN PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH”

OLEH :
KELOMPOK 2

JAVNITO ZEFANYA L. W. N011201006


RIRIN SRIWAHYUNI N011201015
NOVI SUWONO TJIANG N011201015
DWI DARUL NURUL ANNISA N011201066
ANDI DIAN FITRI AMOER N011201082
ANDI ZHAFIRAH HANIF AFIFAH N011201118
MUNIAR N011201125

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur tim penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan,

Allah subhanahu wa ta’aalaa, Tuhan yang maha mengetahui, pemilik

segala ilmu, atas selesainya penulisan dan penyusunan Laporan Lengkap

Praktikum Flebotomi dan Pemeriksaan Golongan Darah.

Adapun tujuan dari penulisan laporan lengkap ini adalah untuk

memenuhi salah satu persyaratan pada mata kuliah praktikum biokimia

klinik. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan

mengenai pengambilan sampel darah dengan teknik flebotomi dan

pemeriksaan golongan darah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian laporan lengkap ini. Penulis menyadari

bahwa laporan lengkap ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun penulis butuhkan demi kesempurnaan

laporan lengkap ini.

Makassar, 22 Maret 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
I.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
II.1 Flebotomi .............................................................................................. 4
II.1.1 Sejarah dan Pengertian Flebotomi ........................................................ 4
II.1.2 Syarat/kriteria Flebotomi........................................................................ 8
II.1.3 Alat-alat Yang Digunakan ...................................................................... 8
II.1.4 Komplikasi ........................................................................................... 14
II.2 Pemeriksaan Golongan Darah ............................................................ 19
II.2.1 Pengertian Darah ................................................................................ 19
II.2.2 Golongan Darah .................................................................................. 20
II.2.3 Pembagian Golongan Darah Sistem ABO ........................................... 20
II.2.3 Pembagian Golongan Darah Sistem rhesus ........................................ 21
II.2.4 Antigen dan Antibodi ........................................................................... 22
II.2.5 Prinsip Penggolongan Darah ............................................................... 23
II.2.6 Antikoagulan dan Antisera ................................................................... 23
II.2.7 Plasma dan Serum .............................................................................. 24
II.2.8 Penanganan Spesimen Darah............................................................. 26
BAB III METODE KERJA.................................................................................. 28
III.1 Alat dan Bahan .................................................................................... 28
III.2 Prosedur Kerja .................................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 30
IV.1 Hasil .................................................................................................... 30
IV.2 Pembahasan ....................................................................................... 31
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 36
V.1 Kesimpulan ......................................................................................... 36
V.2 Saran .................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36

iv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Golongan darah merupakan hal vital dalam proses transfusi darah dan

identifikasi keturunan, karena ketidaksesuaian golongan darah dapat

menyebabkan suatu alergi tertentu hingga kematian. Dalam proses

pengambilan darah dapat dilakukan dengan teknik flebotomi. Flebotomi

adalah tindakan untuk mendapatkan spesimen darah dapat melalui vena

(venipuncture), melalui pembuluh darah arteri (arterial puncture) dan

melalui kapiler (capillary puncture) menggunakan spuit/tabung vacum untuk

diperiksa secara laboratorium. Flebotomis memiliki kemampuan dan

kewenangan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, kemampuan ini

dapat diperoleh dari pelatihan, atau pendidikan baik dari institusi atau

lembaga yang berwenang. Dalam melaksanakan tugas tersebut, flebotomis

perlu mengidentifikasi darah apa yang akan diambil dan peralatan apa yang

seharusnya dipakai. Seluruh tindakan flebotomi harus dilaksanakan sesuai

dengan prosedur dan jumlah spesimen yang dibutuhkan (Amalia, et al.,

2019).

Ada beberapa sistem penggolongan darah, seperti sistem

penggolongan darah ABO dan sistem rhesus. Sistem golongan darah ABO

ditentukan oleh ada atau tidak adanya antigen (Ag) A dan antigen B yang

terekspresikan pada sel darah merah serta ada tidaknya antibodi (Ab) A

dan B dalam serum atau plasma. Kemudian, pada sistem penggolongan

1
darah rhesus (faktor Rh) yaitu penggolongan darah yang hasilnya positif

atau negatif setelah mengetahui penggolongan darah A, B, AB, O

(Retyanto, et al., 2018). Oleh karena itu, dilakukannya praktikum flebotomi

dan pemeriksaan golongan darah ini untuk mengetahui teknik pengambilan

spesimen darah melalui pembuluh darah vena dan memeriksa hasil

golongan darah.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu golongan darah?

2. Apa itu flebotomi?

3. Apa itu flebotomis?

4. Bagaimana teknik pelaksanaan flebotomi?

5. Bagaimana pengambilan spesimen pada pediatri?

6. Bagaimana sistem penggolongan darah?

7. Bagaimana stabilitas dan penyimpanan darah?

8. Bagaimana menentukan golongan darah A, B, AB, O, dan Rh?

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi golongan darah

2. Untuk mengetahui definisi flebotomi

3. Untuk mengetahui definisi flebotomis

4. Untuk mengetahui dan memahami teknik pelaksanaan flebotomi

5. Untuk mengetahui dan memahami pengambilan spesimen pada

pediatri

2
6. Untuk mengetahui dan memahami sistem penggolongan darah

7. Untuk mengetahui dan memahami stabilitas dan penyimpanan darah

8. Untuk mengetahui dan menentukan golongan darah A, B, AB, O, dan

Rh

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Flebotomi

II.1.1 Sejarah dan Pengertian Flebotomi

Flebotomi (phlebotomy) atau teknik pengambilan darah merupakan

suatu proses pengambilan darah dari sirkulasi melalui tusukan atau

sayatan dalam rangka untuk mendapatkan sampel. Tenaga medis yang

melakukan flebotomi disebut flebotomis (Nugraha, 2017).

Berdasarkan sejarah diyakini bahwa flebtomi sudah ada sejak

periode terakhir zaman batu ketika alat sederhana digunakan untuk

menusuk pembuluh darah agar kelebihan darah mengalir keluar dari

tubuh. Penyedotan darah di mesir sekitar 1400 SM dibuktikan oleh sebuah

lukisan di sebuah makam yang menunjukkan penggunaan lintah pada

pasien. Pada abad ke 12 dan 13 di Eropa, tukang cukur sering

mempraktekkan pembedahaan dan juga bloodletting sebagai

konsekuensinya. Pada periode tersebut tiang tukang cukar memberikan

penampilan khas yaitu bergaris merah dan putih yang melambangkan

tukang cukur sering berlumuran darah dan dibungkus dengan perban

putih. Pada tahun 1210, tukang potong rambut dan ahli bedah berkumpul

dan mendirikan perkumpulan Tukang cukur – bedah dimana anggotanya

dibagi menjadi Surgeons of the Long Robe dan Lay – Barbers dan

Surgeons of the Short Robe (Mansur, et al, 2014)

4
Selama abad ke 17 dan 18, proses mengeluarkan darah dianggap

sebagai proses terapeutik utama. Setiap orang mengklaim pelatihan medis

untuk dapat melakukan flebotomi. Lanset (pisau bedah), alat yang

digunakan untuk memotong vena,saat itu telah dikembangkan, tetapi

antiseptik belum dikenal sehingga lanset digunakan tanpa dibersihkan

terlebih dahulu. Jumlah darah yang biasanya dikeluarkan adalah sekitar

10 ml tetapi pada saat itu flebotomi yang berlebihan adalah hal yang biasa.

Faktanya bahwa flebotomi berperan terhadap kematian George

Washington tahun 1799, ketika beliau didiagnosis dengan infeksi

tenggorokan dan dokter mengeluarkan 9 liter darah dalam 24 jam (Mansur,

et al, 2014).

Selama periode yang sama, flebotomi dilakukan dengan tiga

prosedur: cupping,venesuction (pemotongan vena) dan lintah. Cupping

memakai alat hisap khusus pada kulit untuk mengeluarkan darah ke

permukaan. Proses ini disebut cupping kering ketika dilakukan sebelum

pemotongan kulit dan cupping basah dilakukan setelah pemotongan kulit.

Venesuction yaitu mengiris pembuluh darah di lengan bawah dan

mengumpulkan spesimen di dalam mangkuk yang disebut mangkuk

pendarahan. Penggunaan lintah dilakukan dengan cara membuat

potongan kecil di kulit untuk memancing lintah menggigit. Setelah lintah itu

membesar karena darah,lintah di dilepaskan dengan abu atau garam

tanah. Dua jenis alat penyedotan darah di kembangkan selama periode ini

yaitu schnapper dan scarificator. Schnapper sederhana di rancang yang

merupakan perankat yang sama yang digunakan di laboratorium saat ini.

5
Scarificator memiliki bentuk bulan sabit dan pisau pegas yang tersembunyi

dalam kotak,yang keruka di aktifkan langsung menciptakan serangkaian

pemotongan parallel (Mansur, et al, 2014).

Secara historis,terapi flebotomi dipertahankan dengan baik sampai

tahun 1920-an. Selama waktu itu, studi menunjukkan bahwa sistem

kekebalan tubuh berfungsi lebih efisein dan sel darah merah membawa

oksigen lebih baik setelah sejumlah kecil darah dikeluarkan

(Mansur, et al, 2014).

Saat ini pengambilan darah dilakukan oleh berbagai tenaga

profesional antara lain perawat, bidan, dokter, dokter muda, tenaga analis

kesehatan/Ahli Teknologi Laboratorium Medik dan beberapa tenaga

kesehatan lainnya (kompetensi dan kewenangan).

Praktik flebotomi terus berlanjut, namun prinsip dan metode telah

berkembang. Saat ini tujuan flebotomi adalah memperoleh darah untuk tes

diagnostik. Prosedur flebtomi juga digunakan untuk mengambil darah

tujuan transfusi. Flebtomi untuk tujuan terapeutik masih dilakukan untuk

kasus-kasus tertentu (Mansur, et al, 2014)

Seperti yang diketahui, pemeriksaan darah rutin di laboratorium

biasanya dipakai darah vena. Vena yang paling menonjol adalah vena

mediana cubiti, vena sefalika dan vena basalika. Vena mediana cubiti

biasanya lebih dekat dengan permukaan, lebih stasioner dan menempati

daerah dengan letak syaraf yang sedikit. Vena tersebut merupakan pilihan

utama untuk pungsi vena, diikuti dengan vena sefalika mediana. Vena

6
basilika adalah pilihan terakhir karena dekat dengan syaraf medianus dan

arteri brakialis yang bisa saja tertusuk tanpa sengaja (Kiswari, 2014).

Peraturan Menteri Kesehatan No.43 tahun 2013 tentang Cara

Penyelanggaraan Laboratorium Klinik yang Baik dijelaskan mengenai tata

cara pengambilan darah vena menggunakan tabung vakum. Dimana

posisi pasien saat pengambilan darah vena dapat duduk atau berbaring

dengan posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkokkan siku

lalu dipilih lengan yang banyak melakukan aktivitas. Pasien diminta untuk

mengepalkan tangan dan dipasang "torniquet" ± 10 cm di atas lipat siku.

Pembuluh darah vena yang dipilih biasanya bagian vena mediana cubiti.

kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70%

dibersihkan lalu tunggu hingga kering untuk mencegah terjadinya

hemolisis dan rasa terbakar. Kulit yang sudah dibersihkan jangan

dipegang lagi. Vena yang telah dibersihkan dengan alkohol 70% tadi

ditusuk bagi dengan jarum, lubang jarum menghadap ke atas dengan

sudut kemiringan antara jarum dan kulit 15 derajat, tekan tabung vakum

sehingga darah terisap ke dalam tabung dan ketika jarum berhasil masuk

vena, akan terlihat darah masuk dalam semprit. Torniquet dilepas dan

pasien diminta lepaskan kepalan tangan. Dibiarkan darah mengalir ke

dalam tabung sampai selesai. Darah dengan antikoagulan yang berbeda

dan volume yang lebih banyak, digunakan tabung vakum yang lain. Jarum

kemudian ditarik dan letakkan kapas alkohol 70 % pada bekas tusukan

untuk menekan bagian tersebut selama ± 2 menit setelah darah berhenti,

diplester bagian ini selama ± 15 menit. Tabung vakum yang berisi darah

7
dibolak-balik kurang lebih 5 kali agar bercampur dengan antikoagulan

(Menkes RI, 2013).

II.1.2 Syarat/kriteria Flebotomi

Tenaga medis yang melakukan flebotomi disebut flebotomist

(Nugraha, 2017) kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang flebotomist

adalah sebagai berikut (Mansur, et al, 2014):

a. Kemampuan teknis

Terampil dalam mengambil spesimen darah melalui teknik tusukan

vena (venipunctur) dan tusukan kulit (skinpuntre).

b. Kemampuan mental

Terampil mengorganisasi pekerjaanya secara efisien, sekalipun

dalam kondisi tekanan dan selalu mengikuti prosedur tertulis yang telah

baku dan menjadi penghubung yang baik antara pasien dan laboratorium.

c. Kemampuan pengetahuan produk

Menguasai kriteria dan segala macam persyaratan pengambilan

darah untuk setiap pemeriksaan laboratorium.

II.1.3 Alat-alat Yang Digunakan

Alat dan bahan yang digunakan untuk flebotomi adalah sebagai

berikut:

a. Holder

8
Gambar 1. Holder

Holder berfungsi sebagai sarana/alat pemegang jarum.

Holder berbentuk bulat dan memiliki ulir tempat jarum dipasangkan

dan holder berbentuk silinder dengan ruangan tempat memasukan

tabung hingga tertancap pada bagian bawah jarum (Kiswari, 2014).

b. Spuit

Gambar 2. Spuit

Spuit adalah alat yang digunakan untuk pengambilan darah

atau pemberian injeksi intravena dengan volume tertentu. Spuit

mempunyai skala yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah

darah yang akan diambil, volume spuit bervariasi dari 1ml, 3ml, 5ml

bahkan ada yang sampai 10ml (Rusdin, 2015).

c. Tourniquet

9
Gambar 3. Tourniquet

Tourniquet merupakan bahan mekanis yang fleksibel,

biasanya terbuat dari karet sintetis yang bisa merenggang.

Digunakan sebagai pembendung pembuluh darah pada organ yang

akan dilakukan penusukan flebotomi (Suailo, et al, 2017).

d. Kapas

Gambar 4. Kapas

Kapas alkohol merupakan bahan dari wool atau kapas yang

mudah menyerap dan dibasahi dengan antiseptic berupa etil alkohol.

Tujuan penggunaan kapas alkohol adalah untuk menghilangkan

kotoran yang dapat mengganggu sekaligus mensterilkan area

penusukan (Gandasoebrata, 2010).

e. Plester

10
Gambar 5. Plester

Plester digunakan untuk merekatkan kapas penutup luka

bekas tusukan, agar tusukan tersebut tidak terkena dengan debu

f. Wing needle

Gambar 6. Wing needle

Wing needle adalah ujung spuit atau jarum yang digunakan

untuk pengambilan secara vakum. Needle ini bersifat mudah diganti

sehingga mudah dilepas dari spuit serta container vacuum

(Gandasoebrata, 2010).

g. Tabung vakum (Vacutainer)

Gambar 7. Vacutainer

Tabung vakum pertama kali dipasarkan dengan nama dagang

Vacutainer. Jenis tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa

udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada

11
jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti

mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai

(Ramdhani.2019)

1. Tabung tutup merah. Tabung ini tanpa penambahan zat

additive, darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan

dengan pemusingan. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan

kimia darah, imunologi, serologi dan bank darah (crossmatching

test)

2. Tabung tutup kuning. Tabung ini berisi gel separator (serum

separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel

darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas

gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan

untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi

3. Tabung tutup hijau terang. Tabung ini berisi gel separator

(plasma separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium

heparin. Setelah pemusingan, plasma akan berada di bagian

atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya

digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.

4. Tabung tutup ungu atau lavender. Tabung ini berisi EDTA.

Umumnya digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan

bank darah (crossmatch)

5. Tabung tutup biru. Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya

digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)

12
6. Tabung tutup hijau. Tabung ini berisi natrium atau lithium

heparin, umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas

osmotik eritrosit, kimia darah.

7. Tabung tutup biru gelap. Tabung ini berisi EDTA yang bebas

logam, umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element

(zink, copper, mercury) dan toksikologi.

8. Tabung tutup abu-abu terang. Tabung ini berisi natrium fluoride

dan kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.

9. Tabung tutup hitam. berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk

pemeriksaan LED (ESR).

10. Tabung tutup pink ; berisi potassium EDTA, digunakan untuk

pemeriksaan imunohematologi.

11. Tabung tutup putih. potassium EDTA, digunakan untuk

pemeriksaan molekuler/PCR dan bDNA.

12. Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas berisi

media biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi

aerob, anaerob dan jamur.

h. Jarum Vacutainer

Gambar 8. Jarum vacutainer

Jarum memiliki uliran tengah dan ada titik landai dikedua

13
ujungnya. Ujung satu (ujung belakang) untuk menembut tutup karet

dari tabung hampa. Tabung ditutup dengan sarung karet yang

dapat menutup kembali yang mencegah bocornya darah saat

tabung diganti atau dicabut. Jarum berfungsi untuk penyalur darah

dari vena ke tabung (Kiswari, 2014). Jarum yang digunakan pada

umumnya adalah jarum No. 2 (ukuran Eropa) atau Gage 18-21

(ukuran USA). Pada anak-anak yang kecil dan bayi dapat

digunakan jarum yang lebih kecil (wing needle) karena kecilnya

vena pada anak-anak atau bayi (Gandasoebrata, 2010).

i. Autoclick dan lancet

Gambar 9. Autoclick dan lancet

Untuk pemeriksaan darah kapiler diperlukan autoclick dan

lancet. Sebaiknya ujung alat selain tajam, melebar juga semacam

lancet. Lancet darah yang sebaiknya juga dibuat untuk sekali pakai

saja (Rusdin, 2015).

II.1.4 Komplikasi

Komplikasi phlebotomy meliputi hematoma, phlebitis,

hemokonsentrasi, sinkop, dan cedera saraf. Komplikasi yang dapat terjadi

pada flebotomi adalah sebagai berikut, (Handayani, 2008).

a. Pendarahan

14
Komplikasi pendarahan lebih sering terjadi pada pengambilan

darah alteri. Pengambilan darah kapiler lebih kurang resikonya.

Pendarahan yang berlebihan (atau sukar berhenti) terjadi karma

terganggunya sistem kougulasi darah pasien. Hal ini bisa terjadi

karena:

a) Pasien mengalami pengobatan dengan obat antikougulan

sehingga menghambat pembekuan darah.

b) Pasien menderita gangguan pembekuan darah

(trombositopenia, defisiensi faktor pembeku darah (misalnya

hemofilia)

c) Pasien mengidap penyakit hati yang berat ( pembentukan

protrombin, fibrinogen terganggu)

Cara mengatasi komplikasi pendarahan adalah sebagai berikut,

a) Tekan tempat pendarahan

b) Panggil perawat/dokter untuk penanganan selanjutnya

Adapun cara pencegahan komplikasi pendarahan, yaitu:

a) Perlu anamnesis (wawancara) yang cermat dengan pasien

b) Setelah pengambilan darah, penekanan tempat penusukan

jarum perlu ditekan lebih lama

b. Pingsan (Syncope)

Pingsan adalah keadaan dimana pasien kehilangan

kesadaran beberapa saat karena penurunan tekanan darah. Gejala

dapat berupa rasa pusing, keringat dingin, penglihatan kabur, nadi

15
cepat, bahkan bisa sampai muntah. Pingsan dapat disebabkan

karena pasien mengalami rasa takut yang berlebihan atau karena

pasien puasa terlalu lama.

Sebelum dilakukan phlebotomi hendaknya seorang

phlebotomis menanyakan apakah pasien memiliki kecenderungan

untuk pingsan saat dilakukan pengambilan darah. Jika benar maka

pasien diminta untuk berbaring. Phlebotomis hendaknya

memberikan pengertian kepada pasien agar pasien merasa

nyaman dan tidak takut. Agar pasien tidak takut, phlebotomis

sebaiknya mengajak pasien berbicara agar perhatiannya teralihkan.

Pengambilan darah vena pada orang pingsan harus diberi

oksigen agar pembuluh darah membuka sebab pada orang

pingsan pembuluh darahnya menutup.

Adapun cara mengatasi komplikasi pingsan, yaitu

a) Hentikan pengambilan darah

b) Pasien dibaringkan di tempat tidur, kepala dimiringkan ke salah

satu sisi

c) Tungkai bawah ditinggikan (lebih tinggi dari posisi kepala)

d) Longgarkan baju dan ikat pinggang pasien

e) Minta pasien untuk menarik nafas panjang

f) Minta bantuan kepada dokter

g) Jika pasien belum sempat dibaringkan, minta pasien

menundukkan kepala diantara kedua kakinya dan menarik nafas

panjang

16
c. Hematoma

Hematoma adalah terkumpulnya massa darah dalam

jaringan (dalam hal flebotomi, jaringan dibawah kulit) sebagai

akibat robeknya pembuluh darah. Faktor penyebab terletak pada

teknik pengambilan darah, yaitu

a) Jarum terlalu menungkik sehingga menembus dinding vena

b) Penusukan jarum dangkal sehingga sebagian lubang jarum

berada diluar vena

c) Setelah pengambilan darah, tempat penusukan kurang ditekan

atau kurang lama ditekan

d) Pada waktu jarum ditarik keluar dari vena, tourniquet ( tourniket)

belum dikendurkan

e) Tempat penusukan jarum terlalu dekat dengan tempat turniket.

Adapun cara mengatasi jika dalam proses pengambilan darah

terjadi pembengkakan kulit disekitar tempat penusukan jarum segera

a) Lepaskan turniket dan jarum

b) Tekan tempat penusukan jarum dengan kain kasa

c) Angkat lengan pasien lebih tinggi dari kepala (+- 15 menit) 4.

Kalau perlu kompres untuk mengurangi rasa nyeri

d. Alergi

Alergi bisa terjadi terhadap bahan- bahan yang dipakai dalam

flebotom, misalnya terhadap zat antiseptic/desinfektan, latex yang

ada pada sarung tangan, turniket atau plester. Gejala alergi bisa

ringan atau berat, berupa kemerahan, rhinitis, radang selaput mata;

17
kadangkadang bahkan bisa (shock). cara mengatasi komplikasi

alergi, yaitu:

a) Tenangkan pasien, beri penjelasan

b) Panggil dokter atau perawat untuk penanganan selanjutnya

Adapun untuk cara pencegahan adalah sebagai berikut,

a) Wawan cara apa ada riwayat allergi

b) Memakai plester atau sarung-tangan yang tidak mengandung

latex

e. Trombosis

Terjadi karena pengambilan darah yang berulang kali

ditempat yang sama sehingga menimbulkan kerusaka dan

peradangan setempat dan berakibat dengan penutupan (occlusion)

pembuluh darah. Hal ini juga terlihat pada kelompok pengguna obat

(narcotics) yang memakai pembuluh darah vena. Cara pencegahan

komplikasi tromobosis, yaitu

a) Hindari pengambilan berulang ditempat yang sama

b) Pembinaan pengidap narkotika

f. Komplikasi neuologis

Komplikasi neurologist dapat bersifat local karena tertusuknya

syaraf dilokasi penusukan, dan menimbulkan keluhan nyeri atau

kesemutan yang menjalar ke lengan, seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya. Walaupun jarang, serangan kejang (seizures) dapat

pula terjadi.

Adapun proses penanganan komplikasi neulogis, yaitu

18
a) Pasien yang mengalami serangan saat pengambilan darah

harus dilindungi dari perlukaan.

b) Hentikan pengambilan darah, baringkan pasien dengan kepala

miringkan ke satu sisi, bebaskan jalan nafas, hindari agar lidah

tidak tergigit.

c) Segera mungkin aktifkan perlengkapan keselamatan dan

hubungi dokter

d) Lakukan penekanan secukupnya di daerah penusukan sambil

membatasi pergerakan pasien.

II.2 Pemeriksaan Golongan Darah

II.2.1 Pengertian Darah

Darah berasal dari bahasa Yunani yakni hemo, hemato dan haima

yang berarti darah. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua

makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang

berfungsimengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan

tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga

berfungsi sebagai pertahanan tubuh manusia terhadap virus atau bakteri.

Darah manusia adalah cairan di dalam tubuh yang berfungsi untuk

mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah

juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa

metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun

yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-

hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah (Sugianto &

Zundi, 2017)

19
II.2.2 Golongan Darah

Darah merupakan salah satu bagian penting dalam tubuh. Darah

dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu A, B, O, dan AB. Secara

konvensional, mendeteksi golongan darah dengan cara meneteskan serum

anti-A dan serum anti-B ke darah yang akan dikenali kemudian melakukan

pengamatan langsung terhadap reaksi tetesan serum tersebut. Secara

komputerisasi, golongan darah dapat dikenali melalui pola dari citra darah

yang telah telah ditetesi serum anti A dan anti B. Setelah melalui beberapa

tahap pengolahan citra, sistem akan melakukan proses klasifikasi untuk

menentukan jenis golongan darah dari citra darah tersebut (Putra, dkk.,

2018)

II.2.3 Pembagian Golongan Darah Sistem ABO

Pada sistem golongan darah ABO, keberadaan antigen A, B, dan Nol

(O) atau tidak mempunyai antigen A dan B yang terdapat di permukaan sel

darah merah dapat menentukan jenis golongan darah dari orang tersebut.

Golongan darah seseorang sangat dipengaruhi oleh herediter/keturunan.

Fenotip dan genotip dari ayah dan ibu merupakan penyumbang terbesar

untuk menentukan keberadaan antigen keturunan/anaknya. Golongan

darah rhesus adalah golongan darah terbesar kedua setelah sistem

golongan darah ABO, penggolongan darah sistem rhesus berbeda dengan

sistem ABO. Golongan darah rhesus ditentukan oleh keberadaan antigen

D, golongan darah rhesus berbeda dengan golongan darah sistem ABO,

golongan darah rhesus bersifat imunogeni (Manik & Haposan, 2021)

Ada empat macam golongan darah berdasarkan metode slide.

20
Metode ini didasarkan pada prinsip reaksi antara aglutinogen (antigen)

pada permukaan eritrosit dengan aglutinin yang terdapat dalam serum atau

plasma yang membentuk aglutinasi atau gumpalan. Golongan darah A:

eritrosit mengandung aglutinogen A dan serum aglutinin anti-B.Golongan

darah B: eritrosit mengandung aglutinogen B dan serum aglutinin anti-

A.Golongan darah O: eritrosit tidak mengandung aglutinogen dan dan

serum mengandung aglutnin anti A. Golongan darah AB: eritrosit

mengandung aglutinogen A dan aglutinogen B, sedangkan serum tidak

mengandung agglutinin (Retyanto, dkk., 2018)

II.2.3 Pembagian Golongan Darah Sistem rhesus

Gambar 1. Golongan darah dengan hasil pengujian antisera (Retyanto et

al, 2018)

21
(Retyanto et al, 2018)

Selain golongan darah sistem ABO terdapat penggolongan darah

pada manusia berdasarkan rhesus. Golongan darah sistem rhesus

merupakan penggolongan darah berdasarkan ada atau tidaknya antigen-D

di dalam sel darah merah. Rhesus terdiri dari dua komponen yaitu Rhesus

positif (RH+), dan rhesus negatif (RH). Golongan darah rhesus positif jika

di dalam darah terdapat antigen-D dan sebaliknya golongan darah rhesus

negatif jika di dalam darah tidak terdapat antigen-D (Rezki, dkk., 2021)

II.2.4 Antigen dan Antibodi

Antigen adalah zat yang dapat merangsang respon imun atau bahan

yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada tanpa

memperhatikan kemampuannya untuk merangsang produksi antibody.

Antigen terdapat pada permukaan sel darah merah, yang terdiri atas bilipid

membrane suatu molekul yang besar. Antigen A dan antigen B ini

diturunkan secara dominan menurut hukum Mendel. Selain di sel darah,

antigen ini juga dapat terdistribusi secara luas di berbagai jaringan tubuh

22
lain yaitu kelenjar liur, pankreas, saliva, testis, ginjal, hati, semen dan cairan

amnion (Sudoyo, dkk., 2007) (Ganong & William, 2003)

Antibodi atau immunoglobulin (Ig) adalah golongan protein yang

dibentuk sel plasma setelah terjadi kontak dengan antigen. Antibodi

ditemukan dalam serum dan jaringan dan mengikat antigen secara spesifik.

Antibodi dapat dikenal bila antibodi itu bereaksi dengan antigen dan

sebaliknya. Dalam golongan darah interaksi ini biasanya dapat dilihat dari

sel-sel darah beraglutinasi. Antibodi golongan darah adalah protein

(spesifiknya gamma globulin), dihasilkan oleh tubuh sebagai mekanisme

pertahanan dalam menanggapi antigen (Sudoyo, dkk., 2007) (Ellyani, S.,

2002)

II.2.5 Prinsip Penggolongan Darah

Prinsip pemeriksaan golongan darah yakni antigen yang di reaksikan

dengan antibodi yang senama maka akan terbentuk aglutinasi. Di dalam

serum terdapat antibodi karena antibodi golongan darah merupakan protein

globulin, yang bertanggung jawab sebagai kekebalan tubuh alamiah.

Aglutinasi dapat terjadi, karena di eritrosit terdapat antigen α dan antigen β.

Antigen ini akan bereaksi dengan antibodi yang ada didalam serum. Setiap

golongan darah memiliki struktur antigen dimana struktur tersebut berfungsi

untuk membedakan darah (Oktari & Silvia, 2016)

II.2.6 Antikoagulan dan Antisera

Antikoagulan merupakan zat aditif yang berperan dalam mence gah

proses pembekuan darah. Fungsi zat aditif ini kebalikan dari clot activators.

Terdapat banyak jenis antikoagulan yang digunakan dan pemilihannya

23
disesuaikan dengan jenis peme riksaan Antikoagulan

ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), sitrat, dan oksalat bekerja dengan

cara menghilangkan kalsium da rah yang dibutuhkan untuk pembekuan

dengan membentuk garam kalsium yang tidak larut. Heparin mencegah

pembekuan dengan mengikat antitrombin dalam plasma dan menghambat

trombin dan menghambat pengaktifan faktor koagulasi X. Agar

antikoagulan dapat larut merata, tabung harus dibolak-balikkan (inversi)

sesuai petunjuk. Penggunaan zat aditif ini digunakan untuk mendapatkan

spesimen darah utuh (whole blood) atau plasma setelah melalui sentrifugasi

(Nugraha, 2022)

Reagen antisera merupakan reagen yang digunakan untuk

pemeriksaan golongan darah ABO. Diperoleh dari biakan supernatan

secara in vitroyang berasal dari hibridisasi immunoglobulin sel tikus, dan

hasil pemeriksaanya akan terbentuk aglutinasi. Misalnya pada golongan

darah A ketika ditambahkan reagen antisera A, reagen antisera B, dan

reagen antisera AB, maka terjadi aglutinasi pada darah yang di tetesi

reagen antisera B dan AB, sedangkan pada reagen antisera AB tidak

terbentuk aglutinasi. Dari segi reagen metode ini kurang ekonomis, maka

serum dapat dijadikan sebagai reagen pada pemeriksaan golongan darah

ABO (Oktari & Silvia, 2016)

II.2.7 Plasma dan Serum

Plasma darah adalah komponen darah berbentuk cairan berwarna

kuning yang menjadi medium sel-sel darah, di mana sel darah ditutup. 55%

dari jumlah/volume darah merupakan plasma darah. Volume plasma darah

24
terdiri dari 90% berupa air dan 10% berupa larutan protein, glukosa, faktor

koagulasi, ion mineral, hormon dan karbon dioksida (Nugraha, 2022)

Serum merupakan cairan darah yang berwarna kuning. Didalam

serum terdapat dua protein yaitu albumin dan globullin. Antibodi berada di

dalam serum dikarenakan Antibodi golongan darah merupakan protein

globulin, yang bertanggung jawab sebagai kekebalan tubuh alamiah untuk

melawan antigen asing. Komposisi serum sama dengan plasma yaitu 91%

air, 8% protein, dan 0,9% mineral. Akan tetapi didalam serum tidak ada

faktor pembekuan (fibrinogen). Dikarenakan serum tidak diberi anti

koagulan, fibrinogen dapat diubah menjadi benang-benang fibrin sehingga

terjadi pembekuan darah. Dimana antikoagulan ini mengikat kalsium

sebagai faktor pembekuan sehingga fibrinogen tidak di ubah menjadi

benang-benang fibrin (Oktari & Silvia, 2016)

Gambar 2. Berbagai macam jenis spesimen darah

25
II.2.8 Penanganan Spesimen Darah

Pada penanganan spesimen darah, dilakukan terlebih dahulu

prosedur flebotomi dan ditampung pada tabung vacutainer dan dilabeli

(etiket) yang memuat informasi yang diperlukan laboratorium seperti nama

responden, tanggal lahir, waktu pengambilan. Kemudian sampel darah

vena akan melewati proses sentrifugasi untuk memisahkan komponen

darah sehingga diperoleh plasma atau serum. Biasanyaa, sentrifugasi

dilakukan pada RCF (relative centrifugal foce) 1000-2000 g selama kurang

lebih sepuluh menit. Kecepatan sentrifugasi harus diatur sedemikian rupa

untuk menghindari hemolisis.

Tabel 2. Kecepatan dan waktu sentrifugasi berdasarkan tabung

26
Setelah komponen darah terpisah, langkah selanjutnya yakitu

aliquoting atau proses pemindahan serum atau plasma dari tabung

vacutainer ke dalam tabung aliquot. Hal ini dilakukan untuk menghindari

serum atau plasama tercampur kembali dengan sel darah, menghindari

benang fibrin pada serum yang dapat menyumbat pemeriksaan, serta untuk

penyimpanan.

Spesimen yang akan disimpan dalam berbentuk serum dalam lemari

pendingin dengan suhu 2-8°C atau dalam keadaan beku. Di laboratorium

penundaan pemeriksaan memiliki batas waktu yang bervariasi akan tetapi

pada umumnya maksimal 2-3 hari. Jika lebih maka perlu dilakukan

pengambilaan spesimen ulang (Nugraha, et al. 2022)

27
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain:

pemasangan jarum (holder), jarum vacutainer, sarung tangan, tourniquet,

tabung vacutainer, lanset, dan objek glass.

III.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu alkohol

70%, kapas, plaster, lancet, needle lancet, tusuk gigi, anti serum A, B, O

dan Rh, alcohol swab, dan kartu golongan darah.

III.2 Prosedur Kerja

III.2.1 Flebotomi

Siapkan alat dan bahan, lalu identitas pasien dicatat sebelum

pengambilan golongan darah dan tourniquet dipasang pada pasien.

Setelah itu, pasang jarum pada holder dengan erat. Kemudian tentukan

vena dengan memilih bagian vena median cubital, cephalic, atau basilic

dengan melakukan perabaan atau palpasi untuk memastikan posisi vena;

dan biasanya vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki

dinding tebal. Lokasi vena yang sudah ditentukan tersebut dibersihkan

dengan menggunakan kapas alkohol dan biarkan kering. Kulit yang sudah

dibersihkan jangan dipegang lagi. Selanjutnya, jarum pun ditusuk dengan

28
sudut sekitar 15 derajat dengan lubang jarum menghadap ke atas. Lalu

tourniquet pun dilepaskan setelah darah mengalir ke dalam tabung

vacutainer yang sebelumnya sudah terpasang pada holder. Kemudian

tabung pun dilepaskan setelah spesimen darah yang diperlukan sudah

cukup. Setelah itu, kapas steril diletakkan, jangan menekuk siku agar tidak

menimbulkan memar. Lalu dibuang alat dan bahan yang sudah digunakan

pada tempatnya.

III.2.2 Pemeriksaan Golongan Darah

Tuliskan identitas probandus pada golongan darah, kemudian

lemaskan bagian jari yang akan diambil darahnya dan desinfeksi

menggunakan alkohol swab. Setelah itu, atur lanset dan tutup ujung jari

yang telah di desinfeksi tersebut. Kemudian hapus tetes darah pertama

dengan menggunakan kapas alkohol swab dan pijat jari secara perlahan

hingga keluar darah dibagian yang ditusuk tadi. Lalu, teteskan pada kertas

golongan darah dan tempatkan di masing- masing kolom yang bertuliskan

A, B, AB dan Rh dengan jumlah tetesan yang sama. Setelah itu, pada

kolom pertama yang bertuliskan A teteskan satu tetes antisera A. Lalu,

pada kolom yang bertuliskan B, teteskan satu tetes antisera B. Begitupun

pada kolom yang bertuliskan AB teteskan satu tetes antisera AB. Dan pada

kolom yang bertuliskan D atau Rh teteskan satu tetes antisera D atau Rh.

Selanjutnya, aduk masing-masing dengan menggunakan tusuk gigi dan

amati proses yang terjadi. Apakah terjadi penggumpalan.

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Pemeriksaan Golongan Darah

Tabel 1. Pemeriksaan Golongan Darah Tn. Yanto

Antisera Penggumpalan Golongan Darah


Ya Tidak
A - -
B - - O-
AB - -
D/Rh - -

IV.1.2 Hasil Kasus

Tn. Yanto berusia 38 tahun memiliki berat badan 58 kg dengan tinggi badan

170 memiliki kulit putih pucat. Beliau sangat ingin melakukan transfusi darahnya

kepada salah satu dari beberapa pasien yang ada di rumah sakit. Tn. Yanto tidak

mengetahui golongan darahnya kemudian melakukan pemeriksaan golongan darah.

Tn. Rio teteskan keatas kertas tes, lalu masing-masing ditetesi antisera A, antisera B,

antisera AB, dan antisera D. Hasilnya tidak ada satupun yang mengalami

penggumpalan. Beberapa pasien yang ada di rumah sakit:

1. Tn. Bujang (25 tahun berat badan 50 kg menderita trombositopenia,

golongan darah O+)

2. Tn. Ajis (38 tahun berat badan 58 kg mengalami kecelakaan berat,

golongan darah AB-)

3. Tn. Dito (36 tahun berat badan 55 kg mengalami pendarahan pasca

operasi, goldar A+)

30
4. Tn. Zero (40 tahun berat badan 70 kg menderita hemofilia, golongan

darahB-)

Tn. Yanto pernah menderita TB selama 6 bulan saat berusia 25 tahun dan telah

dinyatakan sembuh hingga saat ini. Beliau baru saja melakukan pencabutan gigi 9

hari yang lalu, operasi usus buntu 1,5 tahun yang lalu, dan pernah menderita malaria

4 tahun yang lalu. Data kesehatan Tn. Yanto sebagai berikut:

TD : 100/70 mmHg 120/80 mmHg

Denyut nadi: 70 kali/menit 70-80 kali/menit

Suhu tubuh: 37°C 36-37.50C

Hb : 14 g/dL 13-18 g/dL

WBC : 9 mg/dl 4-10 mg/dl

RBC : 3,2 Rb/mcl 3,5-5,5 Rb/mcl

MCV : 85 fL 80-100 fL

MCH : 30 pg/cel 27-31 pg/cel

IV.2 Pembahasan

Darah merupakan bagian yang sangat penting dalam tubuh manusia begitu

juga dalam hal penggolongan darah manusia yaitu terdapat empat golongan darah

manusia yang umum dikenal dan merupakan penggolongan darah yang penting yaitu

golongan darah A, B, AB dan O. dalam proses transfusi darah dari satu orang ke

orang lain, pengenalan golongan darah harus dilakukan untuk menghindari hal-hal

yang tidak diinginkan. Pendonoran darah dari pendonor ke penerima harus

diselesaikan jenis golongan darahnya. Kesalahan dalam pengenalan golongan darah

akan dapat membahayakan nyawa penerima karena terjadi pembekuan darah akibat

bertemunya antigen yang berbeda (Bayusetyo et al., 2017).

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya

31
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah

merah. Golongan darah yang dimiliki oleh setiap orang berbeda karena adanya

antigen di dalam darah. Pada sistem penggolongan darah ABO, antigen A, B, atau

tidak adanya antigen A maupun B yang terdapat di permukaan sel darah merah

dapat menentukan jenis golongan darah dari setiap orang. Karena sifat golongan

darah sangat dipengaruhi oleh keturunan, sehingga genotip dari orangtua

merupakan merupakan penyumbang terbesar dalam menentukan keberadaan

antigen pada anak- anaknya. Penggolongan darah rhesus merupakan terbesar

kedua setelah sistem ABO, namun terdapat perbedaan, dimana pada rhesus

ditentukan berdasarkan keberadaan antigen D, selain itu golongan darah rhesus

juga bersifat imunogenik (Mitra et al., 2014).

Pada pemeriksaan tipe golongan darah setiap orang, golongan darah A akan

mengalami aglutinasi atau penggumpalan jika ditambahkan reagen anti-A. Pada

golongan darah B, akan menggumpal jika ditambahkan reagen anti-B. Pada

golongan darah AB akan menggumpal jika ditambahkan reagen anti-AB. Pada

golongan darah O tidak akan menggumpal jika ditambahkan reagen anti-A, anti-B

maupun anti-AB. Aglutinasi yang terjadi tersebut karena adanya reaksi antigen dan

antibodi sejenis. Jika antigen dan antibodi tidak sejenis jika diberikan reagen maka

tidak akan menimbulkan aglutinasi. Sehingga tipe golongan darah akan mudah

terdeteksi apabila diberi reagen atau juga dapat dengan menambahkan serum

(Hoffbrand et al., 2005).

Golongan darah merupakan karakteristik khas dari sel darah merah yang

memiliki kandungan protein dan karbohidrat berbeda. Orang yang memiliki rhesus

positif (Rh+) mengindikasikan bahwa darahnya memiliki antigen D yang saat

ditambahkan/ditetesi dengan reagen anti-D

32
(antibodi D) ditandai dengan reaksi positif berupa aglutinasi pada darah. Sedangkan

orang yang memiliki rhesus negatif (Rh-), mengindikasikan darahnya tidak memiliki

antigen-D, sehingga saat ditambahkan/ditetesi dengan reagen anti-D (antibodi D)

akan menunjukkan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan (Suyasa et al.,

2017).

Berdasarkan Kasus Tn. Yanto diatas, dikatakan bahwa pada saat melakukan

pemeriksaan golongan darah, ditetesi antisera A, antisera B, Antisera AB, dan

Antisera D. tetapi hasilnya tidak ada satupun yang menggumpal. Hal ini, dapat di

interpretasikan bahwa Tn. Yanto memiliki golongan darah O-negatif. Dimana, orang

dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang

dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang

dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-

negatif (Harsiwi, 2018).

Golongan Rhesus negatif memiliki antibodi Rhesus (anti Rh) pada plasma

darahnya dan tidak memiliki antigen. Orang bergolongan Rhesus negatif bisa

menjadi donor terhadap golongan Rhesus negatif maupun Rhesus positif (dalam

kondisi darurat). Tetapi orang Rhesus positif hanya diperbolehkan mendonorkan

darahnya kepada Rhesus positif saja, dan tidak boleh ke Rhesus negatif. Alasannya

sama seperti golongan darah ABO, yaitu karena Rhesus positif sebagai donor

memiliki antigen (antigen Rhesus) dan Rhesus negatif sebagai resipien memiliki

antibodi (anti Rhesus). Inkompatibilitas ini akan menyebabkan penggumpalan

(aglutinasi) antigen Rhesus oleh anti Rhesus, dan bisa menyebabkan kematian

sang resipien (Widiyanti et al., 2019). Dan berdasarkan uraian kasus tersebut, Tn.

Yanto dapat mendonorkan darahnya kepada seluruh 4 pasien yang disebutkan,

namun Tn. Ajis lebih diutamakan dalam mendapat donor darah dari Tn. Yanto

33
dikarenakan golongan darah O merupakan donor darah universal dan Tn. Ajis

memiliki rhesus yang sama dengan Tn. Yanto, kemudian dilihat dari kondisinya juga

yaitu Tn. Ajis berada dalam keadaan darurat berupa kecelakaan berat

. Berdasarkan riwayat penyakit Tn. Yanto, maka dapat melakukan transfusi

darah dikarenakan memenuhi syarat bagi seorang pendonor darah. Berdasarkan

pustaka, syarat bagi seorang pendonor darah antara lain tidak berpenyakit jantung,

hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit pendarahan, kejang, kanker, dan

penyakit kulit kronis, serta tidak menderita penyakit HIV / AIDS (Sonita, A., dkk,

2019).

Berdasarkan hasil pemeriksaan Tn. Yanto dengan usia 37 tahun dan berat badan
57 kg, diperoleh hasil tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi 70 kali/menit, suhu
tubuh 370C, dan hemoglobin 14 g/dL. Berdasarkan pustaka, seseorang dapat
melakukan transfusi darah dengan kriteria sebagai berikut yaitu usia minimal 17 tahun,
berat badan  55 kg, tekanan darah sistol 90 hingga 160 mmHg dan tekanan darah
diastole 60 hingga 100 mmHg, denyut nadi 50 hingga 100 kali per menit, suhu tubuh
36,5-37,50C, dan hemoglobin 12,5 hingga 17 g/dL [Menkes RI, 2015]. Berdasarkan
uraian data kesehatan, Tn. Yanto dapat melakukan transfusi darah.
Untuk pemeriksaan riwayat penyakit, Tn. Yanto pernah menderita TB selama 6
bulan saat berusia 25 tahun dan telah dinyatakan sembuh hingga saat ini.
Berdasarkan pustaka, jika seseorang menderita malaria maka masa penolakan
transfusi darah yaitu 2 tahun setelah tanggal pernyataan telah sembuh [Menkes RI,
2015]. Tn. Yanto juga baru saja melakukan pencabutan gigi 9 hari yang lalu.
Berdasarkan pustaka, untuk kondisi cabut gigi maka masa penolakan transfusi darah
yaitu 1 minggu jika tidak ada keluhan [Menkes RI, 2015]. Selain itu, Tn. Yanto juga
pernah menjalani operasi usus buntu 1,5 tahun yang lalu. Berdasarkan pustaka, untuk
kondisi pembedahan maka masa penolakan transfusi darah yaitu tidak ada
penyumbangan darah hingga sembuh total dan sehat [Menkes RI, 2015]. Pada 4
tahun yang lalu, Tn. Yanto juga pernah menderita penyakit malaria. Berdasarkan
pustaka, masa penolakan transfusi darah untuk penyakit malaria yaitu 3 tahun dan
tetap asimptomatik [Menkes RI, 2015]. Berdasarkan uraian riwayat penyakit yang

34
diderita, Tn. Yanto masih bisa melakukan transfusi darah.

35
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan Golongan darah yang diperoleh, dapat

disimpulkan bahwa golongan darah nya adalah O-, dimana hal ini sudah sesuai

dengan Pustaka yaitu, golongan darah O tidak terjadi aglutinasi pada saat di tetesi

dengan Anti-A,Anti-B, Anti AB , dan tidak terjadi penggumpalan pada saat di tetesi

anti-D (-). Dan berdasarkan kasus Tn, Yanto dikatakan bahwa Tn. Yanto memiliki

golongan darah O-, dan dapat mendonorkan darahnya kepada ke seluruh 4 pasien,

dikarenakan golongan O merupakan golongan darag yang universal.

V.2 Saran

Untuk laboratorium diharapkan tetap di jaga kesterilan tempat dan alat, agar

tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti infeksi dan terjadi kontaminasi. Lalu,

untuk sistem laboratoriumnya sudah bagus karena menggunakan sistem atau

mekanisme minggu daring dan luring yang menyesuaikan situasi saat ini yaitu di masa

pandemi Covid-19 ini, nah di minggu daring itu kita di ajarkan mengenai materi dan

cara kerjanya yang akan membuat kita siap untuk melakukan praktikum di minggu

luringnya, diharapkan untuk dapat mempertahankan dan jika perlu ditingkatkan lagi

sistemnya. Kemudian, untuk kakak-kakak asisten diharapkan lebih memperhatikan

praktikan agar tidak terjadi kecelakan dalam pelaksanaan praktikum.

36
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, P., Kurniawan, E., Rahayu, I. G., & Noviar, G. 2019. Analisis Faktor- Faktor
Kepatuhan Penerapan Standar Operasional Prosedur Pengambilan Darah
Vena. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung. 11(2): 211-217.
Bayususetyo, D., Santoso, R., & Tarno. 2017. Klasifikasi Calon Pendonor Darah
Menggunakan Metode Naïve Bayes Classifier. Jurnal Gaussian. 6 (3). 193–
200.
Ellyani, S. 2022. Immunohematology dan Sistim Golongan Darah. Jakarta: Depkes
RI.
Gandosoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi-20. Jakarta: ECG.
Handayani, W. & Haribowo, AS. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Hoffbrand, A. V., Moss, P. A. H., & Pettit, J. E. 2005. Kapita Selekta Hematologi (Edisi
4). Jakarta : EGC.

Iskandar, A. U. 2015. Pengambilan Sampel Darah. Universitas Muhammadiyah:


Semarang.
Keohane, E. M., Smith, L. J. and Walenga, J. M. 2016. Rodaks’s Hematology: Clinical
Principles and Application. 5th edn. Missouri: Elsevier.
Manik, S. E., & Haposan, Y. 2021. Analisis Faktor-Faktor Flebotomi Pada
Pemeriksaan Trombosit. Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan.
13(01), 86-94.
Mansur, A, et al. 2011. Dasar Dasar Flebotomi. Makassar:Lembaga Penerbitan
Unhas.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan
Transfusi Darah. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Mitra, Ranadhir, Mishra, N., & Rath, G. P. 2014. Blood Groups Systems. Indian
Journal of Anaesthesia. 58(5): 524–528.
Nugraha, G. 2017. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. 1st edn.
Jakarta: Trans Info Media.
Nugraha, G. 2022. Teknik Pengambilan Dan Penanganan Spesimen Darah Vena
Manusia Untuk Penelitian. Jakarta : LIPI Press.
Oktari, A., & Silvia, N. D. 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode
Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O. Jurnal Teknologi
Laboratorium. 5(2): 49-54.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 tentang

37
Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik.
Putra, A. B. W., Utomo, D. S. B., & Rahmawan, M. D. 2018. Verifikasi Golongan
Darah Manusia Berbasis Citra Dijital Menggunakan Logika Fuzzy. JST (Jurnal
Sains Terapan). 4(1), 23-32.
Ramdhani Rizky. 2019. Variasi Volume Sampel Darah Pada Tabung Vacutainer Edta
Terhadap Pemeriksaan Darah Lengkap. Media of Medical Laboratory Science.
Volume 3.

Retyanto, B. D., Maghfiroh, D. I., & Hidayah, I. 2018. Rancang Bangun Prototipe Alat
Ukur Golongan Darah ManusiaBerbasis Arduino Uno. Jurnal Kajian Pendidikan
Sains. IV(02).

Rezki, K. E., Oktarianti, R., Wiyono, H. T., & Purwatiningsih, P. 2021. Distribusi dan
Frekuensi Alel Golongan Darah Sistem ABO dan Rhesus pada Penduduk Pulau
Gili Ketapang Probolinggo. Biosaintropis (Bioscience-Tropic). 7(1): 91-96.

Rusdin. 2015. Penuntun Praktikum Phlebotomy. Makassar: Penerbit dan Percetakan


As-Salam.
Sonita, A., & Kundari, R. 2019. Aplikasi Seleksi Calon Pendonor Darah Menggunakan
Algoritme C4.5. Jurnal Pseudocode. VI (2): 99-103.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S..2007. Buku Ajar
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Sugianto, C. A., & Zundi, T. M. 2017. Rancang Bangun Aplikasi Donor Darah Berbasis
Mobile di PMI Kabupaten Bandung. KOPERTIP: Jurnal Ilmiah Manajemen
Informatika dan Komputer. 1(1): 11-18.

Susilowati Tri Andriani.2021.Buku Ajar Flebotomi Untuk Mahasiswa D4 Analisis


Kesehatan. Academia Publication: Semarang.

Suyasa, I. G. P. ., Wulansari, N. T., Kamaryati, N. P., Mastryagung, G. A. D., Sutini,


N. K., & Rismawan, M. 2017. Pemeriksaan Golongan Darah Dan Rhesus
Pada Anak Kelas 4 , 5, dan 6 Sekolah Dasar Di Desa Tribuana Kecamatan
Abang Kabupaten Karangasem. Jurnal Paradharma. 1 (2): 115–119.

Widiyanti, N. L. P. M., Citrawathi, D. M., & Mahayukti, G. A. 2019. Golongan Darah


Dari Hasil Uji Laboratorium di Berbagai Wilayah Bimbingan Teknis Balai Besar
Laboratorium Kesehatan. Prosiding SENADIMAS.

38
LAMPIRAN

Lampiran 1. Flebotomi

Gambar 3. Alat dan bahan disiapkan Gambar 7. Menentukan lokasi vena

Gambar 4. Identitas Pasien dicatat sebelum Gambar 8. Jarum ditusuk pada lokasi vena dengan
pengambilan darah posisi 15° dan jarum menghadap ke
atas

Gambar 5. Tourniquet dipasang pada lengan Gambar 9. Tourniquet dilepas saat proses
pasien pengambilan darah vena

Gambar 6. Jarum pada holder dipasang Gambar 10. Tabung vakutainer dilepaskan setelah
proses pengambilan spesimen
darah

39
Gambar 11. Kapas dan plester diletakkan di tempat
penusukan (pengambilan darah vena)

40
Lampiran 2. Pemeriksaan Golongan darah
darah

Gambar 12. Siapkan Alat dan Bahan


Gambar 17. Bersihkan jari dengan menggunakan
alcohol swab

Gambar 13. Siapkan Antisera A, B, AB, dan D


Gambar 18. Atur lanset dan tusuk bagian jari yang
sudah di disenfeksi

Gambar 14. Siapkan Alcohol swab

Gambar 19. Pijat jari, hingga keluar darah dibagian


yang ditusuk

Gambar 15. Kapas

Gambar 20. Teteskan pada kartu golongan darah

Gambar 16. Tulis Identitas pada kartu golongan

41
Gambar 21. Tetesi masing-masing antisera sesuai
dengan golongan darah Gambar 22. Amati hasil dan perubahan

42
43

Anda mungkin juga menyukai