Pengaruh pH Larut an Tripolifosfat Terhadap Karakt erist ik Fisik Sert a Profil Pelepasan Mikropart ikel T …
Agus Rijal
OLEH:
CUT INTAN ANNISA PUTERI
NIM 157014041
TESIS
OLEH :
CUT INTAN ANNISA PUTERI
NIM 157014041
Telah diuji dan dinyatakan LULUS didepan TIM penguji pada hari Senin tanggal
dua puluh satu bulan Januari tahun dua ribu sembilan belas
Mengesahkan
iv
Universitas Sumatera Utara
v
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
penyusunan tesis ini yang berjudul “Pembuatan dan Evaluasi Cangkang Kapsul
dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu, dalam
1. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara, Medan, yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi
2. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku Ketua Program Studi Magister
Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. selaku Sekretaris Program Studi
3. Ibu Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si, Apt. dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.
arahan, masukan, saran, dan dorongan dengan penuh kesabaran dan ikhlas bagi
vi
Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,
Apt. sebagai Komisi Penguji yang telah banyak memberikan saran dan
masukan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini, sehingga tesis ini semakin
baik.
5. Ayahanda tercinta Teuku Ramli Z.A dan Ibunda Azizah Affan yang telah
penuh penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Serta untuk adik-
adik saya tersayang Teuku Wahyu Ardhian Putera, Teuku Sunil Firman dan Cut
M.Si., Apt., Nurul Karima S.Farm, Yan Hendrika, S.Farm., M.Si., Apt, Siti
Zahrina S.Farm, Suci Syahara, S.Farm., Cut Riska Andriani, S.Farm, serta
seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Farmasi USU tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam proses pendidikan,
6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan perlu
mendapatkan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berharap
vii
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN DAN EVALUASI CANGKANG KAPSUL
ALGINAT-KITOSAN MENGANDUNG TEOFILIN
MENGGUNAKAN METODE CROSSLINK TRIPOLIFOSFAT
ABSTRAK
Latar belakang: Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang memerlukan
terapi dalam jangka panjang. Salah satu obat yang paling banyak diresepkan untuk
pengobatan asma adalah teofilin. Pemakaian sediaan-sediaan konvensional teofilin
memiliki waktu kontaknya yang singkat dengan tempat kerja dan waktu paruh
singkat sehingga pengobatan menjadi tidak efektif.
Tujuan: Untuk membuat kapsul dengan bahan alginat dan kitosan yang
menggunakan metode crosslink tripolifosfat dari teofilin serta melihat pengaruh
crosslinker tripolifosfat terhadap karakteristik cangkang kapsul.
Metode: Penelitian ini meliputi pembuatan kapsul yang dibuat dari larutan
natrium alginat 500-600 cp dengan formula F1 (alginat 2%, kitosan 1%, TPP 2%),
F2 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 2%), F3 ( alginat 2%, kitosan 3%, TPP 2%), F4
(alginat 2%, kitosan 4%, TPP 2%), F5 (alginat 2%, kitosan 4%, TPP 3%), F6
(alginat 2%, kitosan 4%, TPP 4%), F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8
(alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%). Selanjutnya dilakukan karakterisasi cangkang
kapsul yang meliputi pengukuran panjang, diameter, ketebalan, berat dan volume,
analisis waktu hancur dan uji derajat swelling yang dilakukan dalam medium pH
berganti, kemudian analisis interaksi gugus fungsi dari cangkang kapsul alginat-
kitosan crosslink TPP (FTIR) dan analisis morfologi permukaan dari cangkang
kapsul mengunakan SEM. Pengujian dilanjutkan dengan uji pelepasan teofilin
menggunakan alat disolusi dalam medium pH berganti dan diukur kadar teofilin
dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 270 nm
untuk cairan lambung buatan pH 1,2 dan 272 nm untuk cairan usus buatan pH 4,5
dan pH 7,4 serta dilakukan analisis kinetika pelepasan teofilin.
Hasil: Berdasarkan formula F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, dan F8 yang dibuat dalam
penelitian ini, cangkang kapsul yang dihasilkan hanya dari formula F7 dan F8.
Pemeriksaan karakteristik cangkang kapsul dari formula F8 menghasilkan sifat
fisik cangkang yang baik serta menghasilkan derajat swelling yang rendah yaitu
164,81%, dibandingkan dengan derajat swelling formula F7 yaitu 313,72%. Hasil
uji pelepasan menunjukkan bahwa kapsul teofilin dari formula F7 dan F8 dapat
melepas obat secara perlahan dan dalam waktu yang lama hingga ke dalam cairan
usus buatan pH 7,4 selama 8 jam untuk formula F7 dan selama 12 jam untuk
formula F8 dengan persentase kumulatif pelepasan sebesar 99,75% serta memiliki
kinetika pelepasan yang mengikuti orde satu.
Kesimpulan: Cangkang kapsul yang dibuat dengan bahan alginat dan kitosan
menggunakan metode crosslink tripolifosfat memiliki karakteristik cangkang yang
baik serta dapat melepas obat secara perlahan dalam waktu yang lama hingga ke
dalam cairan usus buatan pH 7,4.
viii
Universitas Sumatera Utara
PREPARATION AND EVALUATION OF ALGINATE-
CHITOSAN CAPSULE SHELLS OF THEOPHYLLINE USING
TRIPOLYPHOSPHATE CROSSLINK METHOD
ABSTRACT
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .......................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN............................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. xi
x
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kitosan-Tripolifosfat .......................................................................... 11
xi
Universitas Sumatera Utara
3.2.6.1 Pembuatan kurva serapan teofilin dalam cairan
lambung buatan (pH 1,2) ............................................... 30
xii
Universitas Sumatera Utara
3.10 Analisis Kinetika Pelepasan Teofilin Dari Kapsul ............................ 37
xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.2 Eksponen difusi (n) dan mekanisme teoritis pelepasan obat dari
sistem penyampaian terkontrol polimerik bentuk sferis ................... 25
xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xvi
Universitas Sumatera Utara
16 Data pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) dalam
medium pH berganti .............................................................................. 92
18 Data Pelepasan Teofilin dari Sediaan Tablet Euphyllin retard ............. 100
xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak dijumpai pada
anak-anak maupun orang dewasa. Asma juga termasuk penyakit yang memerlukan
terapi dalam jangka panjang. Penggunaan obat asma meningkat seiring dengan
meningkatnya kejadian asma. Teofilin adalah salah satu obat yang paling banyak
untuk pengobatan asma bronkial yang bekerja dengan cara merelaksasi otot polos
memiliki waktu paruh yang relatif pendek, yaitu 3-7 jam untuk orang dewasa dan
1-5 jam untuk anak-anak, serta memiliki indeks terapi yang sempit yaitu sekitar 6-
20 mcg/ml (Nasution, 2015). Teofilin diabsorpsi di usus besar pada daerah pH 6,4
sampai 7,5, namun pada daerah ini teofilin memiliki keterbatasan dalam absorpsi
obat (Shargel, et al., 2012). Namun menurut Patel dan Amin (2010) teofilin
yang diabsorpsi dengan baik pada daerah ini merupakan kandidat yang baik untuk
suatu bentuk sediaan pelepasan yang secara perlahan (Shargel, et al., 2012).
yang sampai saat ini masih umum digunakan adalah kapsul. Kapsul merupakan
sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat
larut (Suptijah, 2012). Namun bentuk sediaan dengan sistem penyampaian obat
1
Universitas Sumatera Utara
konvensional sering tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif
dalam suatu terapi untuk periode yang diperlukan, karena obat dieliminasi dengan
cepat dari sirkulasi sistemik. Selain itu, untuk mencapai dan mempertahankan
konsentrasi efektif obat dalam darah pada rentang waktu yang panjang, diperlukan
konsentrasi obat dalam darah dan seringnya pasien lalai dalam menggunakan obat
memperbaiki hal tersebut maka diperlukan suatu sistem penyampaian obat yang
dapat memberikan efek terapi yang berkelanjutan dengan terus melepaskan obat
selama jangka waktu lama setelah pemberian dosis tunggal (sustained release),
untuk waktu yang lama (Handiana dan Indriyati, 2017). Disamping itu, Tjay dan
sustained release telah banyak dikembangkan dan salah satunya adalah dengan
menyatakan bahwa sediaan matriks yang dibuat dari matriks alginat-kitosan adalah
yang paling lambat melepaskan obat yaitu sebesar 85,39 ± 1,48% selama 10 jam
dibandingkan dengan sediaan yang masing-masing dibuat dari polimer alginat atau
kitosan saja.
2
Universitas Sumatera Utara
Alginat merupakan polisakarida linier yang disusun oleh residu asam ß-D-
berasal dari alga coklat yang merupakan tumbuhan laut. Asam alginat tidak larut
dalam air, oleh karena itu yang biasa digunakan dalam industri adalah natrium
alam yang juga merupakan produk deasetilasi kitin. Material ini telah banyak
biodegradable, biokompatibel, dan tidak beracun. Sifat lain dari kitosan adalah
asam seperti pada lambung, sehingga kitosan tidak sesuai digunakan sebagai
eksipien pada sediaan oral yang dikehendaki pelepasannya pada lingkungan basa.
Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi untuk memperbaiki keterbatasan dari
kitosan agar dapat menunda pengembangan kitosan dalam suasana asam menjadi
dianggap sebagai zat pengikat yang paling baik serta dapat menghasilkan
pelepasan obat yang berkepanjangan (Irawan, 2014). Sementara itu, Shu dan Zhu
dapat meningkatkan kekuatan mekanik dari beads yang terbentuk. Hal ini karena
3
Universitas Sumatera Utara
TPP memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan
menurunkan tingkat pelepasan obat hingga 12 jam. Studi yang dilakukan oleh
Jayanudin, et al., (2016) pada kinetika pelepasan mikrokapsul oleoresin jahe merah
pelepasan oleoresin jahe merah dari mikrokapsul. Piyakulawat, et al., (2007) juga
kitosan?
4
Universitas Sumatera Utara
b. Apakah cangkang kapsul alginat-kitosan yang dibuat dengan reaksi
baik?
1.3 Hipotesis
berikut:
5
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
karakteristik cangkang kapsul yang dibuat dengan bahan alginat dan kitosan
yang sesuai dalam pembuatan kapsul untuk sistem penyampaian lepas lambat dari
teofilin yang dapat mengontrol lamanya pelepasan dari obat sehingga efek
6
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
-Panjang
-Diameter
Karakteristik
cangkang -Ketebalan
kapsul
-Berat
Konsentrasi
alginat dan
kitosan.
Alginat: 2%
Derajat Pertambahan berat
dan 4%
swelling
Formulasi Kitosan: 1; 2;
sediaan
kapsul
teofilin Profil
% Kumulatif
alginat- pelepasan
12 jam
kitosan teofilin
crosslink
tripolifosfat Konsentrasi
tripolifosfat
Morfologi Bentuk
2; 3 dan 4% SEM
permukaan permukaan
7
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Alginat ini
Asam alginat tidak larut dalam air, karenanya yang biasa digunakan dalam industri
Asam alginat adalah kopolimer linier yang terdiri dari residu ß-D-
mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang
membentuk rantai linier. Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4
dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu
blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Szekalska, et al., 2017). Struktur alginat
8
Universitas Sumatera Utara
Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan
gel ini disebabkan oleh terbentuknya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion
2.2 Kitosan
terdapat dalam cangkang crustacea seperti udang, lobster dan kepiting. Kitosan
asetilglukosamin yang terikat pada pola β-(1-4). Struktur kimia dari kitosan
dari sedikit polimer alam yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan
asam organik. Kitosan memiliki sifat tidak berbau, berwarna putih dan larut dalam
pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, CH3COOH encer, HCOOH encer dan
H3PO4 0,5%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4 (Irawan, 2014).
9
Universitas Sumatera Utara
2.3 Natrium Tripolifosfat
garam nontoksik yang diperoleh dari kondensasi rangkap tiga dari kelompok PO 4.
TPP berbentuk granul berwarna putih dengan berat molekul 367,86 g/mol dan
memiliki sifat tidak berbau, larut dalam air, titik lebur 622°C, dan higroskopis.
TPP merupakan pengawet untuk makanan laut, daging dan makanan hewan.
Dalam bidang makanan, TPP digunakan sebagai emulsifier dan untuk memelihara
silang untuk meningkatkan interaksi (ikatan silang) ionik antara gugus amino
TPP dianggap sebagai zat pengikat silang yang paling baik. TPP lebih
disukai dan banyak digunakan karena sifatnya yang tidak toksik dibandingkan
dengan zat pengikat silang yang lain. Shu dan Zhu (2002) melaporkan bahwa
mekanik dari gel yang terbentuk. Hal ini karena TPP memiliki rapatan muatan
negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih
besar. Peran TPP sebagai zat pengikat silang akan memperkuat matriks
nanopartikel kitosan. Semakin banyak ikatan silang yang terbentuk antara kitosan
dan TPP maka kekuatan mekanik matriks kitosan akan meningkat sehingga
partikel kitosan menjadi semakin kuat dan keras, serta semakin sulit untuk
terpecah menjadi bagian-bagian yang kecil (Irawan, 2014). Struktur kimia dari
10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur kimia TPP (Wu, et al., 2005)
2.4 Kitosan-Tripolifosfat
dari proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa tripolifosfat, seperti natrium
pada beberapa faktor, yaitu konsentrasi kitosan, pH dari natrium tripolifosfat, dan
asam, amin bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan –NH 3 +. Natrium
tripolifosfat (Na5P3O10) dilarutkan dalam air hingga didapatkan ion hidroksil dan
ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur dari kitosan.
Bhumkar dan Pokharkar (2006) menyatakan bahwa derajat taut silang kitosan
selama proses taut silang. Proses taut silang dilakukan pada dua kondisi pH, yaitu
dengan –NH3+ dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut didapatkan kitosan-TPP
11
Universitas Sumatera Utara
yang didominasi oleh interaksi ionik. Pada pH 9, dihasilkan ion hidroksil dan
Pada kondisi tersebut, taut silang kitosan didominasi oleh deprotonasi oleh ion
hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Interaksi kitosan dengan TPP dapat
Keterangan: (a) deprotonasi, (b) ikatan silang ionik kitosan dengan TPP
membran dalam air (Ma dan Sahay, 2013). Penambahan croslinker berfungsi
crosslinker dapat meningkatkan kinerja drug delivery system (Giri, 2012). Ikatan
yang terjadi dapat berupa ikatan kovalen maupun ionik. Jika crosslinker
12
Universitas Sumatera Utara
formaldehid, ion sulfat, ion fosfat, dan beberapa senyawa lainnya yang dapat
Crosslink secara ionik juga banyak dilakukan pada material drug delivery
system. Karakteristik kelarutan, rasio swelling, dan proses pelepasan obat pada
material drug delivery system seringkali disebabkan oleh proses ionisasi dan
protonasi gugus fungsi pada polimer yang digunakan. Untuk mengurangi ionisasi
dan protonasi tersebut, selain dengan penambahan material polimer lain, juga
(Pieróg, 2004).
2.6 Teofilin
Teofilin (1,3-dimetil-xantin) berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
pahit dan stabil di udara. Sukar larut dalam air, namun lebih mudah larut dalam air
panas, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam ammonium
hidroksida, agak sukar larut dalam etanol, kloroform dan eter (Wulandari, 2009).
dapat meredakan obstruksi saluran napas pada asma akut serta mengurangi derajat
13
Universitas Sumatera Utara
keparahan gejala pada penderita asma kronis. Obat ini bekerja dengan cara
(Katzung, 2010). Teofilin memiliki waktu paruh yang relatif pendek, yaitu 3-7
jam untuk orang dewasa dan 1-5 jam untuk anak–anak, serta memiliki indeks
terapi yang sempit yaitu sekitar 6-20 mcg/ml (Nasution, 2015). Dosis
pemeliharaan untuk teofilin non-sustained release adalah 200-300 mg, 3-4 kali
sehari atau 200-400 mg, 2 kali sehari untuk sediaan sustained released (Wulandari,
2009). Efek samping teofilin yaitu berupa mual dan muntah, baik pada
penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral
(gelisah, sukar tidur, tremor dan konvulsi) serta gangguan pernapasan, juga efek
kardiovaskuler, seperti takikardia, aritmia dan hipotensi (Tjay dan Rahardja, 2013).
serum dicapai kira-kira hanya 1-2 jam setelah penggunaan oral. Volume
distribusinya mencapai 0,5 L/kg dan mengikuti model 2 kompartemen. Pada berat
badan ideal, klirens teofilin rata-rata 0,04 L/kg/hari. Tetapi, sebenarnya angka ini
2.7 Kapsul
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Berbentuk bulat dan berbentuk
silindris dengan ujung setengah bulat. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin,
tetapi dapat juga dibuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
Kapsul dapat dibedakan dalam dua jenis yakni kapsul cangkang keras
(capsulae durae, hard capsul) dan kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft
14
Universitas Sumatera Utara
capsul). Kapsul cangkang keras terdiri atas bagian wadah dan tutup yang terbuat
dari metilselulosa, gelatin, pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang
kaspul keras bervariasi dari nomor paling kecil 5 sampai nomor paling besar 000.
Umumnya ukuran terbesar 000 merupakan ukuran yang dapat diberikan kepada
pasien. Ada juga ukuran 0 yang bentuknya memanjang (dikenal sebagai ukuran
OE) yang memberikan kapasitas lebih besar tanpa peningkatan diameter dan
biasanya mengandung air 10-15%. Biasanya cangkang kapsul ini diisi dengan
bahan padat atau serbuk, butiran atau granul. Kapsul cangkang keras ini hanya
mempunyai satu bentuk dan dipakai untuk pemakaian per oral (Syamsuni, 2006).
Kapsul cangkang keras memungkinkan ruang gerak yang lebih luas bagi
penentuan obat dalam resep oleh seorang dokter, dimana seorang ahli farmasi
dapat secara mendadak menyiapkan kapsul yang mengandung bahan obat secara
tunggal atau dalam kombinasi dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan seorang
daripada tablet yang tidak disiapkan saat ini di farmasi masyarakat (Ansel, 1989).
silindris atau bulat telur yang dibuat dari gelatin atau bahan lain yang sesuai.
Kapsul ini biasanya mengandung air 6-13%, umumnya diisi dengan bahan cairan
bukan air seperti PEG, berbobot molekul rendah, dan dapat juga diisi dengan
bentuk dan biasanya dapat dipakai untuk rute oral, vaginal, rektal atau topikal
(Syamsuni, 2006).
15
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Ukuran kapsul
banyak isi bahan yang akan dimasukkan ke dalam kapsul dan dibandingkan
dengan kapasitas isi dari cangkang kapsul. Karena kepadatan dan penekanan dari
serbuk atau campuran serbuk akan menentukan berapa jumlah yang dapat
ditampung dalam kapsul dan karena tiap bahan mempunyai sifat-sifat tersendiri,
maka tidak ada pengaturan yang ketat untuk menentukan ukuran kapsul yang tepat
untuk diisi oleh serbuk atau formula tertentu. Bagaimanapun sebagai perbandingan
ukuran rata-rata dari kaspul yang dapat menampung bahan obat. Untuk diberikan
pada manusia, kapsul kosong ukuran berkisar dari 000 yang terbesar sampai
nomor 5 yang terkecil yang ada di pasaran, baik yang berwarna, maupun yang
tidak (Ansel, 1989). Kapasitas kira-kira dari kapsul gelatin kosong dapat dilihat
Umumnya kapsul gelatin keras dipakai untuk menampung isi antara sekitar
65 mg - 1 gram bahan serbuk, termasuk bahan obat dan bahan pengencer lain yang
diperlukan. Kapsul terkecil (No. 5) biasanya dapat menampung isi paling sedikit
16
Universitas Sumatera Utara
65 mg serbuk dari jenis yang dipakai sebagai obat. Agar kapsul dapat diisi secara
penuh biasanya dipakai kapsul dengan ukuran terkecil. Bila dosis obat atau jumlah
obat yang dimasukkan tidak memenuhi untuk mengisi volume kapsul, maka
diperlukan penambahan bahan pengisi yang cocok dalam jumlah yang tepat pada
bahan obat supaya dapat memenuhi isi kapsul. Laktosa biasanya dipakai sebagai
posisi awal dalam sistem polimer ke permukaan luar polimer dan kemudian
menuju media pelepasan (Fu dan Kao, 2011). Teknologi pelepasan obat meliputi
proses pengaturan senyawa obat untuk mencapai efek pengobatan pada hewan
maupun manusia (Tiwari, et al., 2012). Efek pengobatan yang efektif ini dapat
Mekanisme pelepasan obat dapat dilakukan melalui tiga cara, yakni erosi,
difusi dan pelepasan dari permukaan partikel. Pelepasan obat secara erosi diawali
dengan pengembangan atau swelling matriks membentuk gel sehingga obat dapat
terdisolusi pada cairan medium. Pada saat matriks mengalami kontak dengan
cairan medium akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi yang berguna untuk
Pelepasan obat secara difusi dapat terjadi karena matriks gel mengalami
17
Universitas Sumatera Utara
keluar dari matriks ke medium buffer (Laksono dan Cahyaningrum, 2015).
Adapun mekanisme dangan pelepasan dari permukaan partikel, apabila obat yang
terabsorpsi larut dengan cepat dapat menyebabkan material pecah saat terjadi
kontak dengan media pelepasan. Untuk menghindari hal ini, pada material
lebih homogen sehingga memiliki struktur yang lebih kaku. Akibatnya derajat
swelling komposit dengan crosslinker lebih rendah dan waktu pelepasan lebih
semakin luas maka derajat swelling komposit akan semakin menurun (Paşcalău, et
al., 2011).
obat. Selain itu, pelepasan obat juga dipengaruhi oleh karakteristik polimer yakni
hidrofilik atau hidrofobik dimana semakin hidrofilik maka semakin cepat obat
18
Universitas Sumatera Utara
darah setelah pemberian sediaan konvensional, sistem pelepasan extended-release
jumlah obat dalam trayek terapeutik untuk waktu yang lama dalam darah dan
pengobatan, dan pengelolaan penyakit kronis akan menjadi lebih baik (Kumar, et
al., 2012).
bahan obat dari suatu sediaan untuk mempertahankan respon terapeutik dalam
waktu yang panjang yaitu 8-12 jam dan kriteria sediaan SR yaitu jumlah obat yang
terdisolusi selama 3 jam adalah 20-50% untuk 6 jam adalah 45-75% dan 12 jam ≥
pendekatan teknologi yang umum berikut ini (Gupta dan Brijesh, 2012):
dari satu atau lebih bahan yang mengontrol pelepasan dengan obat
19
Universitas Sumatera Utara
terdispersi dalam matriks. Berdasarkan sifat dari bahan yang mengontrol
karbopol.
polimer yang tidak larut dalam air atau lilin; pelepasan obat terjadi
2. Sistem reservoir: suatu unit yang mengandung obat (inti) ditutupi oleh
dikelilingi oleh suatu penyalut polimer yang tidak larut dalam air.
20
Universitas Sumatera Utara
a. Matriks lilin meliputi lilin karnauba, fatty alcohol, gliserol palmitostearat,
c. Polimer yang larut dalam air yang membentuk matriks inert meliputi etil
distribusi obat dalam matriks, perbandingan obat dan polimer serta sistem
dengan cairan (air atau media fisiologis), polimer matriks mengembang dan
polimer dari bentuk seperti kaca ke bentuk seperti karet menghasilkan peningkatan
polimer bertambah besar dan obat tersebut dapat larut dan berdifusi melalui
lapisan gel. Secara singkat pelepasan obat dari sistem matriks dapat diamati dari
21
Universitas Sumatera Utara
tiga bidang utama yang muncul selama proses pelepasan yaitu bidang yang
Obat terdispersi dalam polimer (seperti kaca) dalam sistem pelepasan yang
mengembang, namun obat belum berdifusi keluar polimer. Setelah medium masuk
kedalam polimer yang seperti kaca, temperatur transisi kaca menjadi lebih rendah
disebabkan relaksasi dari rantai polimer sehingga obat dapat keluar dari polimer
pelepasan obat dapat ditentukan dengan menemukan hasil yang sesuai dari data
pelepasan obat secara berturut-turut ke dalam plot persamaan model orde nol, orde
a. Orde nol
Disolusi obat dari bentuk sediaan lepas lambat idealnya mengikuti orde nol
yaitu pelepasan obatnya konstan dari awal sampai akhir (Dash, et al., 2010). Orde
nol menjelaskan sistem yang mana kecepatan pelepasan obat tidak tergantung
kepada konsentrasi. Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde nol terjadi
Qt = Q0 + K0t
22
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
Dalam model ini plot persen obat yang terlepas versus waktu adalah linear.
b. Orde satu
tergantung kepada konsentrasi. Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde satu
dC/dt = -Kc
Persamaan orde satu diperoleh dari plot log persen kumulatif obat
terdisolusi versus waktu yang akan memberikan garis lurus dengan slope –
K/2,303.
Persamaan orde satu diperoleh dari plot log persen kumulatif terdisolusi
versus waktu. Ini dapat digunakan untuk menguraikan disolusi obat dari beberapa
dengan obat yang lambat larut dalam bentuk disalut, dan lain-lain.
c. Model Higuchi
Higuchi menguraikan sistem pelepasan obat dari matriks yang tidak larut
dalam air sebagai proses yang tergantung kepada akar waktu berdasarkan
Qt = KH.t.½
23
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
Data disolusi in vitro di plot sebagai akar waktu versus persen kumulatif obat.
simultan dari cairan disekeliling, disolusi obat, pengeluaran obat melalui pori.
Mt/M∞ = Ktn
Keterangan:
Data disolusi in vitro di plot sebagai log % kumulatif obat versus log waktu
Tabel 2.2 Eksponen difusi (n) dan mekanisme teoritis pelepasan obat dari sistem
penyampaian terkontrol polimerik bentuk sferis (Allen, 2013; Siepmann
dan Peppas, 2001)
Eksponen difusi (n) Mekanisme pelepasan obat
0,43 < n < 0,5 Difusi Fickian
0,5 < n < 0,89 Difusi Anomalous (non-Fickian)
0,89 < n < 1,00 Case- II Transport
n < 1,00 Super Case – II Transport
24
Universitas Sumatera Utara
Nilai n dapat diperoleh dari slope grafik pelepasan Korsmeyer-Peppas <
60% obat yang mula-mula (Costa dan Lobo, 2001; Dash, et al., 2010).
dengan cairan, gas maupun uap. Derajat swelling dilakukan untuk memprediksi
ukuran zat yang bisa terdifusi melalui material-material tertentu. Ketika suatu
rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang
yang terjadi pada rantai polimer. Polimer yang mengalami swelling ketika berada
di dalam pelarut air disebut hydrogel. Keseimbangan swelling dicapai ketika kedua
kekuatan ini sama besar. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui derajat
swelling adalah:
Derajat swelling ( )
W adalah massa material membran saat basah (Wbasah) dan kering (Wkering) dalam
2.12 Disolusi
Disolusi melibatkan transfer obat dari fasa padatnya menuju medium yang
mengelilinginya seperti air, polimer dan jaringan. Uji disolusi bertujuan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam
tubuh. Laju disolusi meningkat dengan kelarutan dan menurun dengan ukuran
25
Universitas Sumatera Utara
partikel obat. Laju disolusi ini biasanya dikontrol melalui difusi (Siegel dan
Rathbone, 2012).
kontak dengan pelarut yang kompatibel akan terjadi swelling yang dapat
meningkatkan mobilitas obat yang terdapat pada kapsul dan obat tersebut akan
sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis SEM dapat
melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja dengan
26
Universitas Sumatera Utara
2.14 Kerangka Teori Penelitian
Kapsul teofilin
Teofilin
crosslink tripolifosfat
yang lepas lambat
Alginat
Pelepasan lambat
Crosslink
Sistem dalam
formulasi lepas
lambat:
-Sistem matriks
Kitosan dengan
-Sistem reservoir
natrium tripolifosfat
Pembentukan
cangkang kapsul
27
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencetak kapsul
yang terbuat dari batang stainless steel berbentuk silindris dengan panjang 10 cm
serta berdiameter 5,5 mm untuk bagian badan cangkang kapsul dan berdiameter
6,0 mm untuk bagian tutup cangkang kapsul, alat disolusi metode dayung
erlenmeyer (Pyrex), gelas beker (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), jangka sorong
analitik (Ohaus Pioneer), oven (Marment), pipet mat (MBL), pipet volum (MBL),
28
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Bahan
natrium alginat 500-600 cp (Wako Pure Chemical Industries, Ltd. Japan), kitosan,
natrium tripolifosfat (Merck), tablet Euphyllin® retard 250 mg, akuades, buffer pH
asam, buffer pH netral, asam asetat, kalsium klorida, HCl, dan gliserin (Merck).
3.2.6 Pembuatan larutan induk baku cairan lambung buatan (pH 1,2)
29
Universitas Sumatera Utara
Ditimbang sebanyak 0,05 g teofilin dan dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, dilarutkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis
(pH 1,2)
sampai garis tanda kemudian dikocok hingga homogen. Serapan diukur dengan
(pH 1,2)
Larutan induk baku dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 4; 6; 8; 10; 12;
14; dan 16 ppm dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing sebanyak
0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; dan 0,8 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml
garis tanda dan dikocok hingga homogen, kemudian diukur pada panjang
3.2.7 Pembuatan larutan induk baku dalam cairan usus buatan (pH 4,5 dan
pH 7,4)
30
Universitas Sumatera Utara
3.2.7.1 Pembuatan kurva serapan teofilin dalam cairan usus buatan
ukur 25 mL. Ditambahkan dengan medium cairan usus buatan pH 4,5 dan pH 7,4
masing-masing sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen. Serapan diukur
(Ginting, 2010).
Larutan induk baku dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 4; 6; 8; 10; 12;
14; dan 16 ppm, dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing
sebanyak 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; dan 0,8 ml dan dimasukkan ke dalam labu
sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, lalu diukur pada panjang
2016).
masing sebanyak 100 ml dengan pelarut 0,1 M asam asetat 1% dan diaduk hngga
alginat masing-masing dalam 100 ml air suling dan ditambahkan gliserin sebanyak
31
Universitas Sumatera Utara
4 tetes kemudian diaduk hingga larut. Selanjutnya didiamkan larutan tersebut
Alat pencetak kapsul yang dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang
kalsium klorida 0,15 M dan direndam selama 5 menit. Setelah itu cangkang kapsul
yang telah mengeras dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan kalsium yang
juga pada pembuatan tutup cangkang kapsul, dicelupkan batang stainless steel ke
dalam variasi konsentrasi larutan alginat dan kitosan sedalam 2,5 cm, kemudian
dan dikeringkan (Garud dan Garud, 2010). Konsentrasi alginat, kitosan dan
F1 2 1 2
F2 2 2 2
F3 2 3 2
F4 2 4 2
F5 2 4 3
F6 2 4 4
F7 2 2 4
F8 4 2 4
32
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Pengeringan cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink tripolifosfat
cangkang kapsul yang basah tetap berada pada batang stainless steel yang
dilepaskan dari batang stainless steel kemudian digabungkan badan dan tutup
analitik, lalu diisikan kedalam bagian badan cangkang kapsul melalui bagian ujung
yang terbuka. Setelah itu ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul dengan
mendorong bagian tutup ke bagian badan cangkang kapsul yang terbuka sehingga
bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu dengan baik (Lubis,
2005).
cangkang kapsul dan tutup cangkang kapsul dengan menggunakan jangka sorong
lima kali untuk masing-masing sampel, satu kali di pusat dan empat kali di
33
Universitas Sumatera Utara
parameter sekitarnya, kemudian diambil rata-ratanya. Berat cangkang kapsul
cangkang kapsul karena umumnya bahan obat hanya diisikan ke dalam badan
cangkang kapsul dilakukan menggunakan buret dengan cara cangkang kapsul diisi
dengan air sampai miniskus atas air menyentuh ujung kapsul untuk mencegah
keranjang, kemudian satu cakram dimasukkan pada setiap tabung, lalu semua
tabung ditutup, kemudian alat dijalankan. Suhu media diatur 37°C. Media yang
digunakan berupa HCl 0,1 N selama 2 jam. Kemudian dilanjutkan dalam media
dapar fosfat pH 4,5 dan 7,4 masing-masing selama 1 jam. Keranjang diangkat dan
semua kapsul diamati pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi
dalam media HCl 0,1 N satu atau dua kapsul tidak hancur sempurna, pengujian
diulangi dengan 12 kapsul lainnya (tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji harus
hancur). Sedangkan dalam media dapar fosfat semua kapsul harus hancur
34
Universitas Sumatera Utara
3.6.5 Uji derajat swelling
cairaun usus buatan pH 4,5 dan 7,4 dimasukkan ke dalam labu disolusi dan diatur
suhu 37 ± 0,5oC dengan kecepatan pengadukan alat disolusi 100 rpm. Ke dalam
labu tersebut dimasukkan 1 sediaan kapsul kering yang yang telah ditimbang
beratnya (Wkering). Pada interval waktu tertentu kapsul tersebut dikeluarkan dan
ditimbang beratnya (Wbasah). Uji ini dilakukan selama 9,5 jam (Ige, et al., 2013).
Derajat swelling ( )
W adalah massa material membran saat basah (Wbasah) dan kering (Wkering) dalam
satuan gram.
Sampel yang akan dianalisis diletakkan pada specimen holder dan dilakukan
35
Universitas Sumatera Utara
pelapisan dengan logam emas. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam alat SEM.
2013).
3.9.1 Sampel
b. Medium pH 4,5
c. Medium pH 7,4
- Metode: Dayung
3.9.2 Prosedur
medium cairan lambung buatan (pH 1,2) dan cairan usus buatan (pH 4,5 dan pH
36
Universitas Sumatera Utara
7,4) dengan suhu 37 ± 0,5°C sebanyak 900 ml dan diaduk dengan kecepatan 100
rpm selama 12 jam. Cuplikan diambil secara berkala dan diganti dengan medium
yang baru.
yang telah diatur kecepatan pengadukan dan suhunya. Sampel cuplikan (5 ml)
diambil dari hasil larutan uji pelepasan teofilin dengan interval waktu 5, 10, 15, 30,
60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360, 390, 420, 450, 480, 510, 540,
570, 600, 630, 660, 690, dan 720 menit dan masing-masing diencerkan dengan
disolusi dan bagian atas dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah
(Ditjen POM, 1995). Untuk menjaga volume medium disolusi tetap konstan maka
jumlah sampel yang diambil diganti dengan 5 ml medium disolusi yang digunakan
pada suhu yang sama. Kadar teofilin kemudian diukur serapannya dengan
nm untuk cairan lambung buatan pH 1,2 dan 272 nm untuk cairan usus buatan pH
Profil disolusi yang diperoleh dari data uji disolusi masing-masing formula
seperti kinetika pelepasan orde nol, orde satu, model Higuchi dan mekanisme
37
Universitas Sumatera Utara
3.11 Analisis Statistik
38
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
2%, kitosan 2%, TPP 2%), F3 ( alginat 2%, kitosan 3%, TPP 2%), F4 (alginat 2%,
kitosan 4%, TPP 2%), F5 (alginat 2%, kitosan 4%, TPP 3%), F6 (alginat 2%,
kitosan 4%, TPP 4%), F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%,
kitosan 2%, TPP 4%) yang dibuat dalam penelitian ini dihasilkan cangkang kapsul
dari formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan
2%, TPP 4%). Hal ini dikarenakan larutan konsentrasi pada F7 dan F8 mampu
TPP 2% tidak dapat membentuk cangkang kapsul. Hal ini disebabkan oleh
konsentrasi kitosan pada formula F1 terlalu encer sehingga tidak dapat melapisi
alginat yang telah terbentuk pada alat pencetak kapsul, dimana larutan kitosan
menetes atau turun dari alat pencetak kapsul. Sedangkan pada formula F2 (alginat
2%, kitosan 2%, TPP 2%) tidak dapat membentuk cangkang kapsul yang
sehingga taut silang (crosslink) yang dihasilkan tidak kuat. Pada formula F3
(alginat 2%, kitosan 3%, TPP 2%) juga tidak dapat membentuk cangkang kapsul,
konsentrasi kitosan yang tinggi dalam formula ini menyebabkan larutan tidak
dapat melekat dengan baik pada alat cetak kapsul, hal ini dikarenakan larutan
kitosan yang menggumpal akibat konsentrasinya yang tinggi, sehingga tidak dapat
39
Universitas Sumatera Utara
melapisi alat cetak kapsul. Demikian juga pada formula F4 (alginat 2%, kitosan
4%, TPP 2%), F5 (alginat 2%, kitosan 4%, TPP 3%), F6 (alginat 2%, kitosan 4%,
TPP 4%) dimana cangkang kapsul tidak dapat dicetak akibat konsentrasi dari
pengukuran panjang, diameter, ketebalan dan berat dari cangkang kapsul yang
dilakukan pada bagian badan cangkang kapsul, tutup cangkang kapsul dan
badan cangkang kapsul dan bagian tutup cangkang kapsul, sedangkan pengukuran
volume hanya dilakukan terhadap bagian badan cangkang kapsul karena umumnya
bahan obat hanya diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul sebelum
digunakan air, dimana air yang digunakan diisi kebagian badan cangkang kapsul
alginat sampai miniskus atas menyentuh ujung kapsul untuk mencegah kelebihan
kapsul alginat-kitosan crosslink TPP dengan ukuran No. 0. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dan 4.2. Sedangkan karakteristik cangkang kapsul yang menurut
literatur dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil cangkang kapsul dari formula F7
(alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) yang
40
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Karakteristik cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP pada
formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) ukuran No. 0
sesuai dengan literatur karakteristik cangkang kapsul ukuran 0 yang dapat dilihat
41
Universitas Sumatera Utara
(a) (b)
HCl 0,1 N, dapar fosfat pH 4,5 dan 7,4. Hasil pengujian yang menggunakan
larutan HCl 0,1 N selama 2 jam dapat dilihat bahwa cangkang kapsul tidak ada
Pertambahan diameter disebabkan oleh adanya kitosan yang merupakan salah satu
42
Universitas Sumatera Utara
terjadi karena terjadi reaksi antar kalsium alginat dengan asam klorida, sehingga
terbentuk asam alginat. Setelah beberapa menit, terjadi pertukaran ion natrium
dengan asam alginat membentuk natrium alginat yang dapat menyerap air dan
dimana ion kalsium yang berikatan dengan asam guluronat masih utuh, dengan
begitu kapsul alginat tidak akan pecah dalam cairan lambung karena ion kalsium
sulit dilepaskan oleh asam guluronat (Siahaan, 2017). Selain itu konsentrasi
alginat, kitosan dan senyawa taut silang secara signifikan juga berpengaruh
Setelah 2 jam dalam medium HCl 0,1 N, uji waktu hancur cangkang kapsul
dilanjutkan dalam medium dapar fosfat pH 4,5 dan pH 7,4. Dengan meningkatnya
pH pada larutan dapar fosfat pH 4,5 dan pH 7,4, maka cangkang kapsul semakin
mengembang dan akhirnya pecah pada larutan dapar fosfat. Pecahnya cangkang
ditandai dengan keluarnya bola besi dari cangkang. Waktu yang dibutuhkan
cangkang kapsul untuk pecah dalam penelitian ini adalah 18:60 detik untuk
formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan 42:11 detik untuk formula F8
(alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%). Hasil analisis waktu hancur dalam penelitian
43
Universitas Sumatera Utara
(a) (b)
Bola besi
(c) (d)
Gambar 4.2 Uji waktu hancur cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP
terhadap formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%)
44
Universitas Sumatera Utara
(a) (b)
Bola besi
(c) (d)
Gambar 4.3 Uji waktu hancur cangkang kapsul alginat-kitosan crosslink TPP
terhadap formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
penambahan berat dari sediaan kapsul kering setelah perendaman didalam medium
dan dihitung dalam interval waktu tertentu. Penambahan berat dapat dilihat pada
45
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Data rata-rata uji derajat swelling sediaan kapsul dalam medium pH
berganti pada formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan
formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
Waktu % Swelling
(menit) F7 F8
0 0 0
5 90,25 62,59
15 94,78 66,29
30 106,63 75,36
60 124,97 84,25
90 140,35 85,92
120 164,65 93,33
150 186,16 102,03
180 203,37 102,03
210 223,67 105,55
240 235,89 116,10
270 250,30 117,96
300 276,57 125,18
330 292,95 130,36
360 304,43 134,07
390 313,72 137,59
420 313,72 143,14
450 313,72 146,85
480 - 150,37
510 - 157,59
540 - 159,44
570 - 164,81
Keterangan: Data diperoleh dari 3x pengulangan
46
Universitas Sumatera Utara
350
300
250
Swelling (%)
200
150
100 F7
F8
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600
Waktu (menit)
Gambar 4.4 Grafik derajat swelling sediaan kapsul dalam medium pH berganti
pada masing-masing formula
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 terlihat bahwa sediaan kapsul
formulasi F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) mengalami derajat pengembangan
(swelling) yang lebih rendah dibandingkan sediaan kapsul formula F7 (alginat 2%,
kitosan 2%, TPP 4%). Hal ini disebabkan oleh adanya faktor kenaikan konsentrasi
sehingga kemampuan kapsul untuk menyerap cairan akan turun (Rokhati, 2012).
silang juga menjadikan cangkang kapsul semakin rapat sehingga molekul air sulit
silang oleh TPP dapat mengurangi hidrofilitas cangkang kapsul karena gugus
amino yang reaktif telah bereaksi dengan ion tripolifosfat (Alauhdin dan Widiarti,
2014).
47
Universitas Sumatera Utara
Kitosan yang dimodifikasi dengan penambahan crosslinker tripolifosfat
memiliki ketahanan fisik lebih kuat dengan waktu swelling yang rendah
mudah mengembang dan menyerap cairan. Penambahan diameter ini juga diiringi
dengan penambahan berat kapsul. Setelah beberapa jam, kapsul juga akan
mengalami penurunan diameter dan berat. Penurunan diameter ini karena kapsul
IR). Hasil pengujian FT IR dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan
Gambar 4.6.
48
Universitas Sumatera Utara
Spektrum FT-IR dari kitosan pada Gambar 4.5 menunjukkan adanya pita
serapan pada bilangan gelombang 3402,43 cm-1 yang menunjukkan tumpang tindih
serapan vibrasi rentangan gugus –OH dan –NH (NH2). Pita serapan pada bilangan
gelombang 2877,79 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H pada –CH- alifatik. Pita
serapan pada bilangan gelombang 1647,21 cm-1 dan 1600,92 cm-1 menunjukkan
adanya serapan C=O dan C-N dari gugus amida, sedangkan bilangan gelombang
1423,47 cm-1 menunjukkan serapan tumpang tindih dari gugus N-H (amin
Pada spektrum FT-IR dari kitosan muncul puncak C=O dan CN pada
bilangan gelombang 1647,21 cm-1 dan 1600,92 cm-1 yang menunjukkan adanya
serapan gugus amida. Sedangkan pada kapsul pada Gambar 4.6, puncak bilangan
gelombang 1647,21 cm-1 dan 1600,92 cm-1 menghilang dan muncul satu puncak
baru pada bilangan gelombang 1689,64 cm-1. Hal ini menunjukkan terjadi suatu
interaksi yang disebut tautan silang (crosslink) antara kitosan dengan TPP. Kitosan
49
Universitas Sumatera Utara
yang mengalami taut silang tersebut juga menunjukkan adanya puncak untuk
kedua formula kapsul mempunyai tekstur yang rapat dan terlihat merata. Namun
untuk formula kapsul F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) mempunyai tekstur
yang lebih homogen dan halus dibandingkan formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%,
TPP 4%). Foto morfologi permukaan kapsul dapat dilihat pada Gambar 4.7.
(a) (b)
(alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) serta
sediaan tablet Euphyllin retard dilakukan dalam medium cairan lambung buatan
pH 1,2, cairan usus buatan pH 4,5 dan cairan usus buatan pH 7,4 selama 12 jam.
Dimana dalam medium pH 1,2 dilakukan pengujian selama 2 jam, dalam medium
50
Universitas Sumatera Utara
pH 4,5 selama 30 menit sedangkan pH 7,4 selama 9,5 jam. Hasil pelepasan teofilin
dari cangkang kapsul dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar
4.8.
Tabel 4.5 Data rata-rata pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP pada formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan
formula F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%)
Waktu % Kumulatif Pelepasan Medium
(menit) Tablet Euphyllin
F7 F8
retard
0 0 0 0
5 0 0 2,17
10 0 0 3,76
15 0 0 4,31 pH 1,2
30 0 0 7,53
60 0 0 12,57
90 0 0 18,61
120 0 0 23,98
150 0,900 0,35 25,57 pH 4,5
180 1,700 0,52 26,14
210 3,080 0,58 26,78
240 5,830 0,78 27,25
270 8,750 1,15 28,67
300 16,13 3,20 31,96
330 25,39 6,82 33,76
360 46,18 6,98 35,27
390 81,22 8,34 36,58
420 94,74 8,91 41,92
450 97,70 11,12 46,53
480 99,75 23,62 52,29 pH 7,4
510 - 43,69 56,03
540 - 62,37 72,46
570 - 68,89 79,92
600 - 80,95 81,05
630 - 88,46 82,40
660 - 95,42 83,44
690 - 98,81 84,51
720 - 99,75 85,92
Keterangan: Data diperoleh dari 3x pengulangan
51
Universitas Sumatera Utara
pH 4,5 pH 7,4
110
100
90
80 pH 1,2
70
Kumulatif (%)
60
50
F7
40 F8
30 Euphyllin
retard
20
10
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750
Waktu (Menit)
Gambar 4.8 Grafik profil pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP
teofilin dari sediaan tablet Euphyllin retard pada menit ke-120 dalam medium
cairan lambung pH 1,2 mencapai lebih dari 20%, sedangkan persentase kumulatif
pelepasan pada kapsul formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan F8
(alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) pada menit ke-120 masih menunjukkan
persentase kumulatif 0% atau belum adanya obat yang terlepas. Hal ini disebabkan
sediaan tablet Euphyllin retard mulai larut dalam medium cairan lambung buatan
(pH 1,2), sedangkan kapsul alginat-kitosan crosslink TPP yang dibuat dalam
penelitian ini tidak pecah dalam medium cairan lambung buatan sehingga
52
Universitas Sumatera Utara
Persentase pelepasan teofilin dari kapsul formula F7 (alginat 2%, kitosan
2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) pada menit ke-150 dalam
medium cairan usus buatan pH 4,5 masih dibawah 1%. Hal tersebut dikarenakan
kapsul teofilin dalam waktu dan medium tersebut baru mulai sedikit pecah,
pada menit ke-180 dalam medium cairan usus buatan pH 7,4 menghasilkan
persentase pelepasan sebesar 1,70%, pada menit ke-360 sebesar 46,18% dan pada
menit ke-480 persentase pelepasan teofilin telah mencapai 99,75%. Hal tersebut
menyebabkan teofilin keluar dari cangkang kapsul dan larut dalam medium. Selain
itu, pelepasan teofilin dari kapsul pada formula F8 pada menit ke-180
menghasilkan persen kumulatif sebesar 0,52%, pada menit ke-360 sebesar 6,98%
teofilin dari kapsul F7 lebih cepat jika dibandingkan dengan sediaan dari kapsul
F8. Hal ini dikarenakan perbedaan karakteristik kedua cangkang kapsul, terutama
dalam hal ketebalan dan ketahanan fisik dari cangkang kapsul. Cangkang kapsul
dengan konsentrasi alginat cangkang kapsul pada F7 yaitu 2%, dengan demikian
cangkang kapsul yang dibuat dengan bahan alginat 4% lebih tebal dibandingkan
dengan cangkang kapsul yang dibuat dengan konsentrasi alginat 2%. Kenaikan
semakin tinggi, sehingga kemampuan kapsul untuk menyerap cairan akan turun
sehingga pelepasan teofilin dari cangkang kapsul juga menjadi lebih lambat
53
Universitas Sumatera Utara
(Rokhati, 2012). Selain itu, penambahan tripolifosfat sebagai taut silang
obat berdifusi keluar dari polimer ke medium buffer (Laksono dan Cahyaningrum,
2015). Mekanisme pelepasan obat dipengaruhi oleh morfologi, massa jenis dan
lebih homogen sehingga memiliki struktur yang lebih kaku. Akibatnya derajat
swelling komposit dengan crosslinker lebih rendah dan waktu pelepasan lebih
lama dibanding komposit tanpa crosslinker (Paşcalău, et al., 2011). Selain itu
menghasilkan sifat polimer yang kuat dan tidak mudah larut dalam medium, hal ini
disebabkan rantai polimer terikat bersamaan oleh ikatan ionik yang kuat sehingga
pelepasan teofilin dari cangkang kapsul yang dibuat dengan alginat dan kitosan
2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) belum memenuhi
54
Universitas Sumatera Utara
dapat melepas obat secara perlahan hingga ke dalam medium cairan usus buatan
Selain itu, jika dilihat dari profil pelepasan kapsul teofilin formula F8
pelepasannya di cairan lambung buatan dan baru melepas ketika masuk ke dalam
Pelepasan teofilin dari formula F7 dan F8 pada menit ke-540 hingga menit
720 mengalami pelepasan yang tinggi (burst release) pada medium cairan usus
buatan pH 7,4. Peristiwa burst release ini biasanya sering terjadi pada pelepasan
awal obat setelah sediaan berada dalam medium disolusi dan biasanya terjadi
dalam waktu yang singkat. Peristiwa burst release dapat dianggap sebagai hal
panjang dan dalam situasi tertentu merupakan hal yang diharapkan untuk
mendapatkan pelepasan awal yang tinggi (Xiaou dan Christopher, 2001). Dalam
hal ini, teofilin yang merupakan sampel obat yang digunakan untuk evaluasi profil
pelepasan merupakan contoh obat dengan indeks terapi yang sempit, sehingga
peristiwa burst release tersebut diperlukan monitoring untuk mencapai efek terapi
dan mengurangi toksisitas karena pada kadar teofilin lebih dari 20 µg/ml dapat
menimbulkan efek toksik. Namun berdasarkan uji in vitro yang dilakukan oleh
Theo SR memberikan informasi bahwa kedua obat tersebut telah melepas lebih
dari 80% selama 8 jam dan berdasarkan uji in vivo menunjukkan hasil konsentrasi
maksimum sebesar 7,5±0,5 µg/ml dan 6,3±0,4 µg/ml, dimana konsentrasi tersebut
masih dalam rentang indeks terapi teofilin yaitu 6-20 µg/ml, sehingga jika obat
55
Universitas Sumatera Utara
mengalami burst release maka tidak akan menyebabkan toksisitas karena masih
pengolahan data SPSS versi 19, persen kumulatif pelepasan teofilin dari dua
formula kapsul dan tablet konvensional pada semua interval waktu menunjukkan
mg diisi ke dalam cangkang kapsul formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%)
dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) dengan empat model kinetika yaitu orde
nol, orde satu, model Higuchi, dan Korsmeyer Peppas. Penentuan kinetika
kapsul. Nilai koefisien korelasi (R2) dari kinetika pelepasan teofilin dari semua
Tabel 4.6 Nilai koefisien korelasi (R2) dari kinetika pelepasan teofilin dari formula
sediaan kapsul F7, F8 dan Tablet Euphyllin retard
Kinetika Pelepasan
Orde Orde Model Model Korsmeyer
Formula nol satu Higuchi Peppas
hal ini menunjukkan bahwa F7 dan F8 mengikuti orde satu. Kinetika pelepasan
56
Universitas Sumatera Utara
obat yang mengikuti orde satu menggambarkan kecepatan pelepasan obat
dengan konsentrasi obat yang tersisa dalam sediaan pada saat itu (Dash, et al.,
2010). Grafik kinetika pelepasan teofilin dari sediaan cangkang kapsul dapat
Gambar 4.9 Grafik Kinetika pelepasan teoflin dari kapsul teofilin formula F7
(Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (Alginat 4%, Kitosan
2%, TPP 4%) dan tablet Euphyllin retard
terlepas versus log waktu. Nilai n dapat diperoleh dari slope grafik Korsmeyer-
Peppas dari data pelepasan obat < 60% (Costa dan Lobo. 2001; Dash. et al., 2010).
Nilai koefisien pelepasan (n) yang diperoleh dari kapsul formula F7 (alginat 2%,
kitosan 2%, TPP 4%) dan F8 (alginat 4%, kitosan 2%, TPP 4%) adalah lebih besar
dari 0,43 dan lebih kecil dari 0,5 yang dikarakterisasi ke dalam mekanisme
pelepasan difusi Fickian sedangkan pada formula tablet Euphyllin retard diperoleh
57
Universitas Sumatera Utara
nilai koefisien lebih besar dari 0,5 dan lebih kecil dari 0,89 yang dikarakterisasi ke
difusi, erosi juga berperan dalam pelepasan teofilin dari sediaan (Shaikh, et al.,
Gambar 4.10.
58
Universitas Sumatera Utara
BAB V
5.1 Kesimpulan
terbentuk.
pada formula F7 (alginat 2%, kitosan 2%, TPP 4%) dan formula F8 (alginat
4%, kitosan 2%, TPP 4%) dapat melepaskan obat secara perlahan dalam
medium pH berganti dalam waktu yang lama hingga 12 jam untuk formula F8
sebesar 99,75%.
59
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
melihat perbandingan karakteristik suatu kapsul yang dibuat dengan bahan alginat
dan kitosan serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai profil pelepasan
60
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Alauhdin, M., and Widiarti, N. (2014). Sintesis dan Modifikasi Lapis Tipis
Kitosan-Tripolifosfat. Journal MIPA. 37(1): 46-52.
Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:
UI Press. Halaman: 218-226.
Bansal, V., Sharma, P.K., Sharma, N., Pal, O.P., dan Malviya, R. (2011).
Application of Chitosan and Chitosan Derivatives in Drug Delivery.
Advance in Biological Research. 5(1): 28-37.
Berger, J., Reist, M., Mayer, M.J., Felt, O., Peppas, A.N., dan Gurny, R. (2004).
Structure and Interactions in Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan
Hydrogels for Biomedical Applications. European Journal of Pharmaceutics
and Biopharmaceutics.57: 19–34.
Costa, P., dan Lobo. J.M.S. (2001). Modeling and Comparison of Disolution
Profiles. European Journal of Pharmaceutical Sciences. 13: 123-133.
Dash, S., Murthy, P.N., Nath. L., dan Chowdhury, P. (2010). Review: Kinetic
Modeling on Drug Release from Controlled Drug Delivery System. Acta
Poloniae Pharmaceutica. 67(3): 217-223.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta. Halaman 753-755
Elzatahry, A.A., Eldin, M.S.M., Soliman, E.A., dan Hassan, E.A. (2008).
Evaluation of Alginate-Chitosan Bioadhesive Beads as A Drug Delivery
System for The Controlled Release of Theophylline. Journal of Applied
Polymer Science. 1(11): 2452-2459.
61
Universitas Sumatera Utara
Fu, Y., dan Kao, W.J. (2011). Drug Release Kinetics and Transport Mechanisms
of Non-degradable and Degradable Polymeric Delivery Systems. Expert
Opinion On Drug Delivery. 7(4): 429-444.
Giri, K. T., Thakur, A., Alexander, A., Azajuddin, Badwaik, H., dan Tripathi, K.D.
(2012). Modified Chitosan Hydrogels as Drug Delivery and Tissue
Engineering Systems: Present Status and Applications. Acta Pharmaceutica
Sinica B. 2(5):439–449.
Ghorab, M., Khafagy, E., Kamel, M., dan Gad, S. (2012). Formulation,
Characterization and Comparative In Vitro In Vivo Evaluation of Sustained
Release Theophylline Tablets. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. 4(3): 721-728.
Grassi, M., dan Grassi, G. (2005). Mathematical Modelling and Controlled Drug
Delivery: Matrix Systems. Current Drug Delivery. 2: 97-116.
Handiana, I.R., dan Indriyati, W. (2017). Formulasi Sediaan Tablet Lepas Lambat
Teofilin Dengan Bahan Matriks Yang Berkarakteristik Hidrofilik: Review.
Farmaka. 4(3): 1-2.
Ige, P., Swami, B., Patil, T., Pradhan, J., Patil, P., Nerkar, P., dan Surana, S.J.
(2013). Design and Development of Sustained Release Swelling Matrix
Tablets of Glipizide for Type II Diabetes Mellitus. Farmacia. 61(5): 888-
889.
Iswanda, R., Anwar, E., dan Jufri, M. (2013). Formulasi Nanopartikel Verapamil
Hidroklorida dari Kitosan dan Natrium Tripolifosfat Dengan Metode Gelasi
Ionik. Jurnal Farmasi Indonesia. 6(4): 203-204.
62
Universitas Sumatera Utara
Jayanudin, Rochmadi, Yulvianti, M., Imanudin, A., dan Sari, T.R. (2016).
Kinetika Release Mikrokapsul Oleoresin Jahe Merah. Artikel. 16(3): 128-
140.
Kaban, J., Bangun, H., Dawolo, A.K., dan Daniel. (2006). Pembuatan Membran
Kompleks Polielektrolit Alginat-Kitosan. Jurnal Sains Kimia. 10(1): 10-16.
Katzung, B.G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Halaman 327-329.
Ko, J.A., Park, J.H., Park, S.Y., Hwang, J. S., dan Park, B. J. (2003). Chitosan
Microparticle Preparation for Controlled Drug Release by Response Surface
Methodology. Journal of Microencapsulation. 20(6): 791–797.
Kulig, D., Korzycka, A.Z., Jarmoluk, A., dan Marycz, K. (2016). Study On
Alginate-Chitosan Complex Formed With Different Polymers Ratio.
Polymers Article. 8(167): 1-3.
Kumar, K.P.S., Bhowmik, D., Srivastava, S., Paswan, S., dan Dutta, A.S. (2012).
Sustained Release Drug Delivery System Potential. The Pharma Innovation.
1(2): 48-49.
Ma, J., dan Sahay, Y. (2013). Chitosan biopolymer for fuel cell applications.
Carbohydrate Polymers. 92: 955–975.
63
Universitas Sumatera Utara
Nasution, A. (2015). Farmakokinetika Klinis. Medan: USU Press. Halaman 5-6.
Oprea, A.M., Nistor, M.T., Profire, L., Popa, M.I., Lupusoru, C.E., dan Vasile, C.
(2013). Evaluation of the Controlled Release Ability of Theophylline from
Xanthan/Chondroitin Sulfate Hydrogels. Journal of Biomaterials and
Nanobiotechnology. 4: 123-131.
Pascalau, V., Popescu, V., Popescu, G., Dudescu, M., Borodi, G., Dinescu, A.,
Perhaita, I., dan Paul, M. (2011). The Alginate/κ-Carrageenan Ratio’s
Influence On The Properties of The Cross-linked. Journal of Alloys and
Compounds. Halaman 65-67.
Patel, Mayur M., dan Amin, Avani F. (2010). Design and Optimization of Colon-
Targeted System of Theophylline for Chronotherapy of Nocturnal Asthma.
Journal of Pharmaceutical Sciences. 100(5): 1760-1772.
Rokhati, N., Pramudono, B., Widiasa, N.I., dan Susanto, H. (2012). Karakterisasi
Film Komposit Alginat dan Kitosan. Reaktor. 14(2): 158-164.
64
Universitas Sumatera Utara
Siahaan, R.D.N. (2017). Evaluasi In Vitro dan In Vivo Pemakaian Cangkang
Kapsul Alginat Sebagai Sediaan Floating Simetidin. Tesis. Fakultas Farmasi.
Universitas Sumatera Utara. Halaman 30-31.
Siepmann, J., dan Peppas, N.A. (2001). Modelling of Drug Release from Delivery
Systems Based on Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC). Advance Drug
Delivery Reviews. 48: 139-157.
Suptijah, P., Suseno, H.S., dan Kurniawati. (2012). Aplikasi Karagenan Sebagai
Cangkang Kapsul Keras Alternatif Pengganti Kapsul Gelatin. JPHPI. 15(3).
Halaman 3.
Shaikh, H.K., Kshirsagar, R.V., dan Patil, S.G. (2015). Mathematical Models for
Drug Release Caracterization: A Review. World Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences. 4(4): 324-338.
Shargel, L., Wu, S., dan Yu, B.C.A. (2012). Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Universitas Airlangga. Halaman 385-486.
Shu, Z.X., dan Zhu, J.K. (2002). Controlled Drug Release Properties of Ionically
Cross-linked Chitosan Beads: The Influence of Anion Structure.
International Journal of Pharmaceutics. 233:217-225.
Straccia, M.C., d’Ayala, G.G., Romano, I., Oliva, A., dan Laurienzo, P. (2015).
Alginate Hydrogels Coated With Chitosan for Wound Dressing. Mar. Drugs.
13: 2890-2908.
Szekalska, M., Sosnowska, K., Zakrzeska, A., Kasacka, I., Lewandowska, A., dan
Winnicka, K. (2017). The Influence of Chitosan Cross-linking On The
Properties of Alginate Microparticles With Metformin Hydrochloride-In
Vitro and In Vivo Evaluation. Molecules Article. 22(182): 2-3.
65
Universitas Sumatera Utara
Tiwari, G., Tiwari, R., Sriwastawa, B., Bhati, L., Pandey, S., Pandey, P., dan
Bannerjee, S.K. (2012). Drug Delevery Systems: An Updated Review.
International Journal of Pharmaceutical Investigation. 2(1): 2-11.
Tjay, H.T., dan Rahardja, K. (2013). Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Halaman 651-652.
Wu, Y., Yang, W., Wang, C., Hu, J., dan Fu, S. (2005). Chitosan Nanoparticles As
A Novel Delivery Systems for Ammonium Glycyrrhizinate. International
Journal of Pharmaceutics. 295: 235-245.
Xiaou, Huang dan Christopher, S.B. (2001). On The Importance and Mechanism
of Burst Release in Matrix-Controlled Drug Delivery System. Journal of
Controlled Release. USA. 73: 121-136.
66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan
lambung buatan pH 1,2
67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan lambung buatan pH
1,2
68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan usus
buatan pH 4,5
69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan usus buatan pH 4,5
70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Panjang gelombang maksimum teofilin dalam medium cairan usus
buatan pH 7,4
71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Kurva kalibrasi teofilin dalam medium cairan usus buatan pH 7,4
72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Gambar alat yang digunakan
73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Gambar seperangkat alat uji
74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Gambar Alat SEM dan Spektrofotometer UV-Vis
Alat SEM
75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Karakterisasi Cangkang Kapsul
76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
b. Tutup cangkang kapsul formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
Pengukuran Ketebalan (mm)
Keseluruhan
No Sentral Perimeter
(mm)
1 2 3 4
1 0,22 0,21 0,22 0,22 0,22 0,21
2 0,23 0,23 0,23 0,22 0,23 0,22
3 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21 0,21
4 0,18 0,19 0,18 0,18 0,18 0,18
5 0,22 0,20 0,22 0,21 0,22 0,21
6 0,22 0,22 0,22 0,22 0,21 0,21
Rata-rata 0,20
c. Badan cangkang kapsul formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
3. a. Berat cangkang kapsul formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
b. Berat cangkang kapsul formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
Badan Tutup Keseluruhan
No
kapsul (mg) kapsul (mg) kapsul (mg)
1 109,5 76 185,5
2 96,6 52,1 148,7
3 99 52,7 151,7
4 122,1 58,3 180,4
5 106,3 46,9 153,2
6 38,6 48,2 86,8
Rata-
rata 95,35 55,7 151,05
78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)
b. Volume cangkang kapsul formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
No Volume
1 0,67
2 0,60
3 0,64
4 0,66
5 0,64
6 0,68
Rata-rata 0,64
79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Data Uji Waktu Hancur Kapsul
1. Data uji waktu hancur kapsul formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
a. Dalam HCl 0,1 N selama 2 jam
80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Data uji waktu hancur kapsul formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Data uji derajat swelling F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
dalam medium pH berganti
Percobaan 1.
82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
Percobaan 2.
83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
Percobaan 3.
84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (Lanjutan)
Waktu % Swelling
Rata-rata Standar Deviasi
(menit) I II III
0 0 0 0 0 0±0
85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Data derajat swelling formula F8
(Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%) dalam medium pH berganti
Percobaan 1.
86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (Lanjutan)
Percobaan 2.
87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (Lanjutan)
Percobaan 3.
88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (Lanjutan)
Waktu % Swelling
Rata-rata Standar Deviasi
(menit) I II III
0 0 0 0 0 0±0
89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Contoh Perhitungan Hasil Uji Disolusi
Sebagai contoh pada Formula F7, percobaan disolusi 1 pada menit ke 150
(t150) pada medium cairan usus buatan pH 4,5, cuplikan diambil 5 ml, kemudian
diencerkan ke dalam labu terukur 100 ml, diukur serapannya pada panjang
gelombang 272 nm, diperoleh serapan 0,019 Persamaan regresi yang didapat Y=
0,11770 X + 0,00427
1. Konsentrasi (C)
Y= 0,11770 X + 0,00427
dimana Y= 0,019
X=
= 0,125 mcg/ ml
= 0,125 mcg/ ml x
= 2,503 mcg/ ml
= 2253 mcg
= 2,503 mcg/ ml x 5 ml
= 12,515 mcg
90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. (Lanjutan)
5. Faktor Penambahan
faktor penambahan pada pengambilan sebelumnya, dalam hal ini 120 menit
(t120).
penambahan t120
=0
7. Persen Kumulatif
( )
% Kumulatif = x 100%
( )
Dosis= 250 mg
% Kumulatif = x 100%
= 0,90%
Perhitungan ini digunakan untuk menghitung jumlah teofilin yang terlepas hingga
91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Data pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP formula F7 (Alginat 2%, Kitosan 2%, TPP 4%)
dalam medium pH berganti
Percobaan 1
Konsen-
Konsen- Total
trasi
Waktu C trasi Faktor jumlah %
Abs C*Fp Teofilin
(menit) (mcg/ml) Teofilin penambahan obat kumulatif
dalam
dalam 5 yang
900 ml
ml (mcg) terlarut
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 pH 1,2
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
300 0,256 2,014 40,285 36257 201,426 190,581 36447,2 14,58 pH 7,4
92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
Percobaan 2
Konsen-
Konsen- Total
trasi
Waktu C trasi Faktor jumlah %
Abs C*Fp Teofilin
(menit) (mcg/ml) Teofilin penambahan obat kumulatif
dalam
dalam 5 yang
900 ml
ml (mcg) terlarut
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 pH 1,2
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
270 0,187 1,432 28,643 25779 143,217 162,937 25942,1 10,38 pH 7,4
93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
Percobaan 3.
Konsen-
Konsen- Total
trasi
trasi Faktor jumlah
Waktu C Teofilin %
Abs C*Fp Teofilin penamba obat
(menit) (mcg/ml) dalam kumulatif
dalam 5 han yang
900 ml
ml (mcg) terlarut
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 pH 1,2
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
270 0,186 1,424 28,474 25627 142,37 162,937 25790,2 10,316 pH 7,4
94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. (Lanjutan)
% % %
%
Waktu kumulatif kumulatif kumulatif Standar Deviasi Medium
kumulatif I
II III rata-rata
0 0 0 0 0 0±0
5 0 0 0 0 0±0
10 0 0 0 0 0±0 pH 1,2
15 0 0 0 0 0±0
30 0 0 0 0 0±0
60 0 0 0 0 0±0
90 0 0 0 0 0±0
120 0 0 0 0 0±0
95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Data pelepasan teofilin dari cangkang kapsul alginat-kitosan
crosslink TPP formula F8 (Alginat 4%, Kitosan 2%, TPP 4%)
dalam medium pH berganti
Percobaan 1
Konsen-
Konsen-
trasi Total
trasi Faktor
Waktu C Teofilin jumlah
Abs C*Fp Teofilin penambah % kumulatif
(menit) (mcg/ml) dalam obat yang
dalam 5 an
900 ml terlarut
ml (mcg)
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
pH 1,2
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,010 0,049 0,974 876 4,868 0 876 0,35 pH 4,5
96
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. (Lanjutan)
Percobaan 2.
Konsen-
Konsen- Total
trasi Faktor %
trasi jumlah
Waktu C Teofilin
Abs C*Fp Teofilin penamba obat kumula
(menit) (mcg/ml) dalam
dalam 5 han yang tif
900 ml
ml (mcg) terlarut
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 pH 1,2
10 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,010 0,049 0,974 876 4,868 0 876 0,35 pH 4,5
180 0,020 0,023 0,467 421 2,337 4,868 1302 0,52
210 0,027 0,082 1,648 1484 8,242 7,205 1490,8 0,60
240 0,030 0,108 2,155 1939 10,773 15,447 1954,5 0,78
270 0,036 0,158 3,167 2850 15,834 26,220 2876,4 1,15 pH 7,4
300 0,070 0,445 8,903 8013 44,517 42,054 8055 3,22
330 0,129 0,943 18,858 16972 94,289 86,571 17058,6 6,82
360 0,131 0,960 19,195 17276 95,976 180,860 17456,5 6,98
390 0,153 1,145 22,907 20616 114,535 276,836 20893,2 8,36
420 0,161 1,213 24,257 21831 121,284 391,371 22222,5 8,89
450 0,197 1,517 30,331 27298 151,653 512,655 27810,3 11,12
480 0,402 3,246 64,918 58426 324,591 664,308 59090,7 23,64
510 0,730 6,013 120,258 108232 601,291 988,899 109221,2 43,69
540 1,034 8,577 171,549 154394 857,744 1590,190 155984,1 62,39
570 1,135 9,429 188,590 169731 942,948 2447,934 172178,5 68,87
600 1,328 11,058 221,152 199037 1105,762 3390,881 202428 80,97
630 1,444 12,036 240,724 216651 1203,619 4496,643 221148,1 88,46
660 1,551 12,939 258,777 232899 1293,884 5700,262 238599,4 95,44
690 1,598 13,335 266,707 240036 1333,533 6994,146 247030,1 98,81
720 1,606 13,403 268,056 241251 1340,282 8327,679 249578,4 99,83
97
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. (Lanjutan)
Percobaan 3.
Konsen-
Konsen- Total
trasi Faktor
trasi jumlah
Waktu C Teofilin %
Abs C*Fp Teofilin penamba obat
(menit) (mcg/ml) dalam kumulatif
dalam 5 han yang
900 ml
ml (mcg) terlarut
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 pH 1,2
15 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0
60 0 0 0 0 0 0 0 0
90 0 0 0 0 0 0 0 0
120 0 0 0 0 0 0 0 0
150 0,010 0,049 0,974 876 4,868 0 876 0,35 pH 4,5
180 0,020 0,023 0,467 421 2,337 4,868 1302 0,52
210 0,027 0,082 1,648 1484 8,242 7,205 1490,8 0,60
240 0,030 0,108 2,155 1939 10,773 15,447 1954,5 0,78
270 0,036 0,158 3,167 2850 15,834 26,220 2876,4 1,15
300 0,070 0,445 8,903 8013 44,517 42,054 8055 3,22
pH 7,4
330 0,129 0,943 18,858 16972 94,289 86,571 17058,6 6,82
360 0,131 0,960 19,195 17276 95,976 180,860 17456,5 6,98
390 0,152 1,137 22,738 20464 113,692 276,836 20741,3 8,30
420 0,161 1,213 24,257 21831 121,284 390,527 22221,6 8,89
450 0,197 1,517 30,331 27298 151,653 511,811 27809,4 11,12
480 0,402 3,246 64,918 58426 324,591 663,465 59089,8 23,64
510 0,730 6,013 120,258 108232 601,291 988,055 109220,4 43,69
540 1,033 8,569 171,380 154242 856,901 1589,346 155831,5 62,33
570 1,135 9,429 188,590 169731 942,948 2446,247 172176,8 68,87
600 1,328 11,058 221,152 199037 1105,762 3389,194 202426,3 80,97
630 1,444 12,036 240,724 216651 1203,619 4494,956 221146,4 88,46
660 1,551 12,939 258,777 232899 1293,884 5698,575 238597,7 95,44
690 1,598 13,335 266,707 240036 1333,533 6992,459 247028,4 98,81
720 1,600 13,352 267,044 240340 1335,220 8325,992 248665,6 99,47
98
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. (Lanjutan)
99
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. Data Pelepasan Teofilin dari Sediaan Tablet Euphyllin retard
Percobaan 1
Konsen-
Konsen-
trasi Total
trasi Faktor %
Waktu C Teofilin jumlah
Teofilin penambaha kumula
(menit) (mcg/ml) dalam obat yang
Abs C*Fp dalam 5 n tif
900 ml terlarut
ml (mcg)
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0,044 0,307 6,143 5529 30,716 0 5529 2,21
10 0,067 0,514 9248 51,379 30,716 9279 3,71 pH 1,2
10,276
15 0,076 0,595 11,893 10704 59,465 82,095 10786 4,31
30 0,126 1,044 20,877 18789 104,384 141,560 18931 7,57
60 0,204 1,745 34,892 31403 174,459 245,944 31649 12,66
90 0,295 2,562 51,242 46118 256,212 420,402 46539 18,62
120 0,375 3,281 65,617 59055 328,084 676,615 59732 23,89
150 0,023 0,159 3,183 2864 15,913 1004,699 63600,8 25,44 pH 4,5
180 0,024 0,057 1,142 1028 5,711 1020,612 65649,4 26,26
210 0,452 3,668 73,354 66019 366,771 1026,323 67045,1 26,82
240 0,456 3,701 74,029 66626 370,145 1393,094 68019,2 27,21
270 0,479 3,895 77,910 70119 389,548 1763,239 71881,8 28,75
300 0,529 4,317 77711 431,728 2152,787 79863,8 31,95 pH 7,4
86,346
330 0,556 4,545 90,901 81811 454,505 2584,514 84395,4 33,76
360 0,578 4,731 94,613 85152 473,064 3039,019 88190,5 35,28
390 0,596 4,882 97,650 87885 488,249 3512,083 91396,8 36,56
420 0,681 5,600 111,991 100792 559,954 4000,332 104792,1 41,92
450 0,750 6,182 123,633 111269 618,163 4560,286 115829,6 46,33
480 0,844 6,975 139,492 125543 697,461 5178,449 130721,4 52,29
510 0,901 7,455 149,109 134198 745,546 5875,910 140074,2 56,03
540 1,167 9,699 193,989 174590 969,943 6621,456 181211,1 72,48
570 1,283 10,678 213,560 192204 1067,800 7591,398 199795,4 79,92
600 1,299 10,813 216,259 194634 1081,297 8659,198 203292,7 81,32
630 1,315 10,948 218,959 197063 1094,795 9740,496 206803,6 82,72
660 1,331 11,083 221,659 199493 1108,293 10835,291 210328,0 84,13
690 1,347 11,218 224.358 201922 1121,790 11943,583 213865,8 85,55
720 1,363 11,353 227,058 204352 1135,288 13065,373 217417,2 86,97
100
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. (Lanjutan)
Percobaan 2
Konsen-
Konsentr Total
trasi
asi Faktor jumlah %
Waktu C Teofilin
Teofilin penambaha obat kumula
(menit) (mcg/ml) dalam
Abs C*Fp dalam 5 n yang tif
900 ml
ml (mcg) terlarut
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0,043 0,298 5,964 5367 29,818 0 5367 2,15
10 0,068 0,523 9410 52,277 29,818 9440 3,78 pH 1,2
10,455
15 0,076 0,595 11,893 10704 59,465 82,095 10786 4,31
30 0,125 1,035 20,697 18627 103,486 141,560 18769 7,51
60 0,202 1,727 34,532 31079 172,662 245,045 31324 12,53
90 0,295 2,562 51,242 46118 256,212 417,707 46536 18,61
120 0,377 3,299 65,976 59378 329,881 673,920 60052 24,02
150 0,022 0,151 3,013 2711 15,064 1003,800 63767,7 25,51 pH 4,5
101
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. (Lanjutan)
Percobaan 3
Konsen-
Konsen- Total
trasi
trasi Faktor jumlah %
Waktu C Teofilin
Teofilin penambaha obat kumula
(menit) (mcg/ml) dalam
Abs C*Fp dalam 5 n yang tif
900 ml
ml (mcg) terlarut
(mcg)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0,043 0,298 5,964 5367 29,818 0 5367 2,150
10 0,068 0,523 9410 52,277 29,818 9440 3,780 pH 1,2
10,455
15 0,076 0,595 11,893 10704 59,465 82,095 10786 4,310
30 0,125 1,035 20,697 18627 103,486 141,560 18769 7,510
60 0,202 1,727 34,532 31079 172,662 245,045 31324 12,53
90 0,295 2,562 51,242 46118 256,212 417,707 46536 18,61
120 0,377 3,299 65,976 59378 329,881 673,920 60052 24,02
150 0,026 0,185 3,692 3323 18,462 1003,800 64379,4 25,75 pH 4,5
180 0,019 0,002 0,035 31.86 0,177 1022,262 65433,5 26,17
210 0,451 3,659 73,185 65867 365,927 1022,439 66889,3 26,76
240 0,458 3,718 74,366 66930 371,832 1388,367 68318,2 27,33
270 0,477 3,879 77,572 69815 387,861 1760,199 71575,1 28,63
300 0,530 4,326 77863 432,571 2148,059 80010,9 32,00 pH 7,4
86,514
330 0,556 4,545 90,901 81811 454,505 2580,631 84391,5 33,76
360 0,578 4,731 94,613 85152 473,064 3035,136 88186,6 35,27
390 0,597 4,891 97,818 88037 489,092 3508,199 91544,8 36,62
420 0,681 5,600 111,991 100792 559,954 3997,292 104789,1 41,92
450 0,76 6,266 125,320 112788 626,599 4557,246 117345.0 46,94
480 0,844 6,975 139,492 125543 697,461 5183,845 130726,8 52,29
510 0,901 7,455 149,109 134198 745,546 5881,306 140079,6 56,03
540 1,166 9,691 193,820 174438 969,099 6626,851 181064,7 72,43
570 1,283 10,678 213,560 192204 1067,800 7595,950 199799,9 79,92
600 1,290 10,737 214,741 193267 1073,705 8663,750 201930,7 80,77
630 1,299 10,813 216,259 194634 1081,297 9737,455 204371,0 81,75
660 1,310 10,906 218,115 196304 1090,577 10818,753 207122,6 82,85
690 1,318 10,973 219,465 197519 1097,326 11909,330 209428,0 83,77
720 1.325 11,032 220,646 198582 1103,231 13006,656 211588,2 84,64
102
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. (Lanjutan)
Data persen kumulatif rata-rata sediaan tablet Euphyllin retard dalam medium pH
berganti
0 0 0 0 0 0±0
5 2,21 2,15 2,15 2,17 2,17 ± 0,03
10 3,71 3,78 3,78 3,76 3,76 ± 0,04 pH 1,2
15 4,31 4,31 4,31 4,31 4,31 ± 0
30 7,57 7,51 7,51 7,53 7,53 ± 0,03
60 12,66 12,53 12,5 12,57 12,57 ± 0,08
90 18,62 18,61 18,6 18,61 18,61 ± 0,01
120 23,89 24,02 24 23,98 23,98 ± 0,08 pH 4,5
150 25,44 25,51 25,8 25,57 25,57 ± 0,16
180 26,26 26,02 26,2 26,14 26,14 ± 0,12
210 26,82 26,75 26,8 26,78 26,78 ± 0,04
240 27,21 27,2 27,3 27,25 27,25 ± 0,07
270 28,75 28,63 28,6 28,67 28,67 ± 0,07
300 31,95 31,94 32 31,96 31,96 ± 0,03
330 33,76 33,75 33,8 33,76 33,76 ± 0,01
360 35,28 35,27 35,3 35,27 35,27 ± 0,01
390 36,56 36,56 36,6 36,58 36,58 ± 0,03
420 41,92 41,91 41,9 41,92 41,92 ± 0,01 pH 7,4
450 46,33 46,33 46,9 46,53 46,53 ± 0,35
480 52.29 52,29 52,3 52,29 52,29 ± 0
510 56.03 56,03 56 56,03 56,03 ± 0
540 72,48 72,48 72,4 72,46 72,46 ± 0,03
570 79,92 79,91 79,9 79,92 79,92 ± 0,01
600 81,32 81,07 80,8 81,05 81,05 ± 0,28
630 82,72 82,72 81,8 82,40 82,40 ± 0,56
660 84,13 83,34 82,9 83,44 83,44 ± 0,65
690 85,55 84,2 83,8 84,51 84,51 ± 0,93
720 86,97 86,16 84,6 85,92 85,92 ± 1,18
103
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. Hasil Uji ANOVA Kumulatif Pelepasan
Multiple Comparisons
Tukey HSD
95% Confidence
Mean Interval
Dependent Difference Std. Lower Upper
Variable (I) Formula (J) Formula (I-J) Error Sig. Bound Bound
Menit_5 F7 F8 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
-2.17000* .01633 .000 -2.2201 -2.1199
retard
F8 F7 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
-2.17000* .01633 .000 -2.2201 -2.1199
retard
Euphyllin F7 2.17000* .01633 .000 2.1199 2.2201
retard F8 2.17000* .01633 .000 2.1199 2.2201
Menit_10 F7 F8 .00000 .01905 1.000 -.0585 .0585
Euphyllin
-3.75667* .01905 .000 -3.8151 -3.6982
retard
F8 F7 .00000 .01905 1.000 -.0585 .0585
Euphyllin *
-3.75667 .01905 .000 -3.8151 -3.6982
retard
*
Euphyllin F7 3.75667 .01905 .000 3.6982 3.8151
retard F8 3.75667* .01905 .000 3.6982 3.8151
Menit_30 F7 F8 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
-7.53000* .01633 .000 -7.5801 -7.4799
retard
F8 F7 .00000 .01633 1.000 -.0501 .0501
Euphyllin
-7.53000* .01633 .000 -7.5801 -7.4799
retard
Euphyllin F7 7.53000* .01633 .000 7.4799 7.5801
retard F8 7.53000* .01633 .000 7.4799 7.5801
Menit_60 F7 F8 .00000 .04009 1.000 -.1230 .1230
Euphyllin
-12.56333* .04009 .000 -12.6863 -12.4403
retard
F8 F7 .00000 .04009 1.000 -.1230 .1230
Euphyllin
-12.56333* .04009 .000 -12.6863 -12.4403
retard
Euphyllin F7 12.56333* .04009 .000 12.4403 12.6863
retard F8 12.56333* .04009 .000 12.4403 12.6863
Menit_90 F7 F8 .00000 .00471 1.000 -.0145 .0145
Euphyllin
-18.61000* .00471 .000 -18.6245 -18.5955
retard
F8 F7 .00000 .00471 1.000 -.0145 .0145
Euphyllin
-18.61000* .00471 .000 -18.6245 -18.5955
retard
Euphyllin F7 18.61000* .00471 .000 18.5955 18.6245
retard F8 18.61000* .00471 .000 18.5955 18.6245
Menit_120 F7 F8 .00000 .03300 1.000 -.1012 .1012
104
Universitas Sumatera Utara
Euphyllin
-23.97000* .03300 .000 -24.0712 -23.8688
retard
F8 F7 .00000 .03300 1.000 -.1012 .1012
Euphyllin
-23.97000* .03300 .000 -24.0712 -23.8688
retard
Euphyllin F7 23.97000* .03300 .000 23.8688 24.0712
retard F8 23.97000* .03300 .000 23.8688 24.0712
Menit_150 F7 F8 .55000* .08998 .002 .2739 .8261
Euphyllin
-24.68333* .08998 .000 -24.9594 -24.4073
retard
*
F8 F7 -.55000 .08998 .002 -.8261 -.2739
Euphyllin
-25.23333* .08998 .000 -25.5094 -24.9573
retard
*
Euphyllin F7 24.68333 .08998 .000 24.4073 24.9594
retard F8 25.23333* .08998 .000 24.9573 25.5094
Menit_180 F7 F8 1.18000* .06733 .000 .9734 1.3866
Euphyllin
-24.46000* .06733 .000 -24.6666 -24.2534
retard
F8 F7 -1.18000* .06733 .000 -1.3866 -.9734
Euphyllin
-25.64000* .06733 .000 -25.8466 -25.4334
retard
Euphyllin F7 24.46000* .06733 .000 24.2534 24.6666
retard F8 25.64000* .06733 .000 25.4334 25.8466
Menit_210 F7 F8 2.49667* .16769 .000 1.9822 3.0112
Euphyllin
-23.71333* .16769 .000 -24.2278 -23.1988
retard
F8 F7 -2.49667* .16769 .000 -3.0112 -1.9822
Euphyllin
-26.21000* .16769 .000 -26.7245 -25.6955
retard
Euphyllin F7 23.71333* .16769 .000 23.1988 24.2278
retard F8 26.21000* .16769 .000 25.6955 26.7245
Menit_240 F7 F8 5.04533* .76196 .001 2.7074 7.3832
Euphyllin
-21.41133* .76196 .000 -23.7492 -19.0734
retard
F8 F7 -5.04533* .76196 .001 -7.3832 -2.7074
Euphyllin
-26.45667* .76196 .000 -28.7946 -24.1188
retard
Euphyllin F7 21.41133* .76196 .000 19.0734 23.7492
retard F8 26.45667* .76196 .000 24.1188 28.7946
Menit_270 F7 F8 1.3042
7.60333* .003 3.6014 11.6052
9
Euphyllin 1.3042
-19.90667* .000 -23.9086 -15.9048
retard 9
F8 F7 1.3042
-7.60333* .003 -11.6052 -3.6014
9
Euphyllin 1.3042
-27.51000* .000 -31.5119 -23.5081
retard 9
Euphyllin F7 1.3042
19.90667* .000 15.9048 23.9086
retard 9
105
Universitas Sumatera Utara
F8 1.3042
27.51000* .000 23.5081 31.5119
9
Menit_300 F7 F8 12.92667* .63198 .000 10.9876 14.8657
Euphyllin
-15.83667* .63198 .000 -17.7757 -13.8976
retard
F8 F7 -12.92667* .63198 .000 -14.8657 -10.9876
Euphyllin
-28.76333* .63198 .000 -30.7024 -26.8243
retard
*
Euphyllin F7 15.83667 .63198 .000 13.8976 17.7757
retard F8 28.76333* .63198 .000 26.8243 30.7024
Menit_330 F7 F8 18.57000* .02055 .000 18.5070 18.6330
Euphyllin
-8.38000* .02055 .000 -8.4430 -8.3170
retard
*
F8 F7 -18.57000 .02055 .000 -18.6330 -18.5070
Euphyllin
-26.95000* .02055 .000 -27.0130 -26.8870
retard
Euphyllin F7 8.38000* .02055 .000 8.3170 8.4430
retard F8 26.95000* .02055 .000 26.8870 27.0130
Menit_360 F7 F8 39.20000* .01785 .000 39.1452 39.2548
Euphyllin
10.89667* .01785 .000 10.8419 10.9514
retard
F8 F7 -39.20000* .01785 .000 -39.2548 -39.1452
Euphyllin
-28.30333* .01785 .000 -28.3581 -28.2486
retard
Euphyllin F7 -10.89667* .01785 .000 -10.9514 -10.8419
retard F8 28.30333* .01785 .000 28.2486 28.3581
Menit_390 F7 F8 72.88000* .13211 .000 72.4747 73.2853
Euphyllin
44.64667* .13211 .000 44.2413 45.0520
retard
F8 F7 -72.88000* .13211 .000 -73.2853 -72.4747
Euphyllin
-28.23333* .13211 .000 -28.6387 -27.8280
retard
Euphyllin F7 -44.64667* .13211 .000 -45.0520 -44.2413
retard F8 28.23333* .13211 .000 27.8280 28.6387
Menit_420 F7 F8 85.83333* .18314 .000 85.2714 86.3953
Euphyllin
52.83333* .18314 .000 52.2714 53.3953
retard
F8 F7 -85.83333* .18314 .000 -86.3953 -85.2714
Euphyllin
-33.00000* .18314 .000 -33.5619 -32.4381
retard
Euphyllin F7 -52.83333* .18314 .000 -53.3953 -52.2714
retard F8 33.00000* .18314 .000 32.4381 33.5619
Menit_450 F7 F8 86.57667* .24610 .000 85.8216 87.3318
Euphyllin
51.17667* .24610 .000 50.4216 51.9318
retard
*
F8 F7 -86.57667 .24610 .000 -87.3318 -85.8216
Euphyllin *
-35.40000 .24610 .000 -36.1551 -34.6449
retard
*
Euphyllin F7 -51.17667 .24610 .000 -51.9318 -50.4216
retard F8 35.40000* .24610 .000 34.6449 36.1551
106
Universitas Sumatera Utara
Menit_480 F7 F8 76.12667* .14319 .000 75.6873 76.5660
Euphyllin
47.45333* .14319 .000 47.0140 47.8927
retard
F8 F7 -76.12667* .14319 .000 -76.5660 -75.6873
Euphyllin
-28.67333* .14319 .000 -29.1127 -28.2340
retard
Euphyllin F7 -47.45333* .14319 .000 -47.8927 -47.0140
retard F8 28.67333* .14319 .000 28.2340 29.1127
Menit_510 F7 F8 -43.69000* .00816 .000 -43.7151 -43.6649
Euphyllin
-56.02000* .00816 .000 -56.0451 -55.9949
retard
F8 F7 43.69000* .00816 .000 43.6649 43.7151
Euphyllin
-12.33000* .00816 .000 -12.3551 -12.3049
retard
Euphyllin F7 56.02000* .00816 .000 55.9949 56.0451
retard F8 12.33000* .00816 .000 12.3049 12.3551
Menit_540 F7 F8 -62.37000* .02722 .000 -62.4535 -62.2865
Euphyllin
-72.45333* .02722 .000 -72.5368 -72.3698
retard
F8 F7 62.37000* .02722 .000 62.2865 62.4535
Euphyllin
-10.08333* .02722 .000 -10.1668 -9.9998
retard
Euphyllin F7 72.45333* .02722 .000 72.3698 72.5368
retard F8 10.08333* .02722 .000 9.9998 10.1668
Menit_570 F7 F8 -68.89000* .01700 .000 -68.9422 -68.8378
Euphyllin
-79.91000* .01700 .000 -79.9622 -79.8578
retard
F8 F7 68.89000* .01700 .000 68.8378 68.9422
Euphyllin
-11.02000* .01700 .000 -11.0722 -10.9678
retard
*
Euphyllin F7 79.91000 .01700 .000 79.8578 79.9622
retard F8 11.02000* .01700 .000 10.9678 11.0722
Menit_600 F7 F8 -80.95000* .12368 .000 -81.3295 -80.5705
Euphyllin
-81.06333* .12368 .000 -81.4428 -80.6839
retard
F8 F7 80.95000* .12368 .000 80.5705 81.3295
Euphyllin
-.11333 .12368 .651 -.4928 .2661
retard
Euphyllin F7 81.06333* .12368 .000 80.6839 81.4428
retard F8 .11333 .12368 .651 -.2661 .4928
Menit_630 F7 F8 -88.46000* .25039 .000 -89.2283 -87.6917
Euphyllin
-82.41333* .25039 .000 -83.1816 -81.6451
retard
F8 F7 88.46000* .25039 .000 87.6917 89.2283
Euphyllin
6.04667* .25039 .000 5.2784 6.8149
retard
Euphyllin F7 82.41333* .25039 .000 81.6451 83.1816
retard F8 -6.04667* .25039 .000 -6.8149 -5.2784
Mneit_660 F7 F8 -95.42000* .29425 .000 -96.3229 -94.5171
107
Universitas Sumatera Utara
Euphyllin
-83.45667* .29425 .000 -84.3595 -82.5538
retard
F8 F7 95.42000* .29425 .000 94.5171 96.3229
Euphyllin
11.96333* .29425 .000 11.0605 12.8662
retard
Euphyllin F7 83.45667* .29425 .000 82.5538 84.3595
retard F8 -11.96333* .29425 .000 -12.8662 -11.0605
Menit_690 F7 F8 -
-98.81000* .43226 .000 -97.4837
100.1363
Euphyllin
-84.51667* .43226 .000 -85.8430 -83.1904
retard
*
F8 F7 98.81000 .43226 .000 97.4837 100.1363
Euphyllin
14.29333* .43226 .000 12.9670 15.6196
retard
*
Euphyllin F7 84.51667 .43226 .000 83.1904 85.8430
retard F8 -14.29333* .43226 .000 -15.6196 -12.9670
Menit_720 F7 F8 -
-99.75000* .57994 .000 -97.9706
101.5294
Euphyllin
retard -85.91000* .57994 .000 -87.6894 -84.1306
F8 F7 99.75000* .57994 .000 97.9706 101.5294
Euphyllin
retard 13.84000* .57994 .000 12.0606 15.6194
Euphyllin F7 85.91000* .57994 .000 84.1306 87.6894
retard F8 -13.84000* .57994 .000 -15.6194 -12.0606
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
108
Universitas Sumatera Utara