Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL SKRIPSI

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK DI TEMPO


(Studi Deskriptif Kualitatif Penerapan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik Pada Laporan
Investigasi Tamasya Napi Sukamiskin Majalah Tempo Edisi 6-12 Februari 2017)

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh

Riski Mario J Parhusip

14 09 05270 / KOM

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

2018

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maraknya kasus korupsi di Indonesia sudah bukan hal yang asing lagi

terdengar di masyarakat. Berbagai kasus korupsi kini dapat dengan mudah ditemukan

pemberitaannya, baik itu pada media cetak maupun elektronik. Kasus pada Lembaga

Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin merupakan satu dari sekian banyak kasus korupsi di

tanah air yang melibatkan narapidana koruptor dan sempat mendapat perhatian

masyarakat pada tahun 2017 lalu. Berangkat dari pelanggaran yang terjadi di LP

Sukamiskin, Tempo kemudian melakukan peliputan terhadap kasus tersebut. Seperti

yang dilansir dari berita investigasi Tempo yang dimuat di majalah Tempo edisi 6-12

Februari 2017, bahwa dalam proses investigasi Tempo banyak memergoki narapidana

yang keluar-masuk lapas serta fasilitas mewah yang dimiliki di dalam LP.

Pemberitaan Tempo yang berjudul Tamasya Napi Sukamiskin merupakan

jenis berita yang termasuk dalam bagian liputan politik. Seperti yang dikatakan

Hamad (2004:1) dalam buku yang berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media

Massa, peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan.

Hal tersebut terjadi karena berita dan politik memiliki dua faktor yang berkaitan.

Pertama, politik berada pada era mediasi sehingga kehidupan politik tidak dapat

dipisahkan dari media massa. Faktor kedua menurut Hamad adalah, peristiwa politik

dalam bentuk tingkah laku serta pernyataan aktor politik pada umumnya selalu

memiliki nilai berita. Hal tersebut menunjukkan bahwa berita politik itu merupakan

berita yang selalu menarik perhatian publik. Maka dari itu berita mengenai kasus

korupsi dan tokoh politik selalu memiliki nilai berita, sehingga hal tersebut seakan

sudah menjadi agenda wajib dalam pemberitaan di media massa.

1
Korupsi memiliki kaitan yang erat dengan persoalan hukum. Hukum di

Indonesia sendiri sedang mengalami masa-masa sulit karena aturan dan penegakan

hukumnya berbanding terbalik dengan kenyataan. Sebagai contoh adalah berita yang

dituliskan oleh Sani (2017) mengenai kasus Ketua DPRD Bengkalis, Heru Wahyudi

yang melakukan tindak korupsi sebesar Rp 31 M. Dalam kasus ini Heru telah terbukti

bersalah melakukan korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan hanya divonis selama

18 bulan penjara. Hal ini sangat berbanding terbalik jika dibandingkan dengan berita

yang dituliskan oleh Maharani (2015) yang membahas mengenai kasus yang menimpa

nenek Asyani. Majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo menjatuhi vonis satu

tahun penjara dengan 15 bulan masa percobaan kepada nenek 63 tahun yang

diperkarakan mencuri 38 papan kayu jati milik Perhutani. Dari dua kasus itu dapat

dilihat dengan jelas bagaimana ketimpangan hukum yang terjadi di Indonesia.

Hukum yang seharusnya dapat menjadi sarana dalam menjaga keseimbangan,

saat ini justru disalahgunakan untuk melindungi kepentingan pribadi pemilik

kekuasaan. Lahirnya fenomena ketidakadilan hukum di Indonesia seakan sudah

dianggap sebagai hal yang lumrah. Hukum terkesan hanya menindak tegas rakyat

kecil, sehingga melahirkan pandangan terhadap hukum yang dirasa tajam ke bawah

namun tumpul ke atas. Erdianto (2018) mengutip Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) yang

menyatakan, bahwa petugas lapas merupakan pejabat fungsional penegak hukum

yang melaksanakan tugas di bidang pengembangan. Namun fakta yang terjadi di LP

Sukamiskin, Tempo merekam adanya persekongkolan antara petugas LP dan

narapidana terkait perizinan keluar-masuk LP serta fasilitas yang dimiliki di dalam

LP.

2
Di Indonesia, Lapas Sukamiskin telah ditetapkan sebagai penjara khusus

koruptor sejak 2012 silam (Prasongko, 2018). Setya Novanto, Ahmad Fathanah, Anas

Urbaningrum, Muhamad Nazaruddin merupakan sebagian nama-nama narapidana

koruptor yang mendekam di Lapas Sukamiskin. Namun mendekam di penjara tidak

membuat narapidana kehilangan perhatian dan tetap mendapatkan pengawasan dari

media massa. Salah satunya adalah Tempo yang melakukan investigasi terhadap

Lapas Sukamiskin. Investigasi yang berlangsung selama empat bulan tersebut

merupakan kerja sama antara Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited.

Tujuan dari investigasi pada dasarnya bermaksud untuk mengungkapkan

persoalan kontroversial atau fakta-fakta yang tersembunyi dari publik. Seperti yang

dikatakan Santana (2004:135) dalam buku yang berjudul Jurnalisme Investigasi,

reportase investigasi merupakan kegiatan dimana peliputan fokus untuk mencari,

menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta adanya pelanggaran, kesalahan, atau

kejahatan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat. Pada dasarnya,

investigasi dilakukan untuk menemukan fakta yang dianggap tertutup di lapisan

masyarakat. Kasus investigasi yang meliputi hal-hal memalukan seperti keadilan yang

korup, pelanggaran hukum, penyalahgunaan kekuasaan dan lainnya kemudian

disampaikan kepada publik melalui pencarian data yang dilakukan oleh wartawan.

Sehingga faktual dan ketepatan berita dari hasil data yang ditemukan di lapangan

sangat penting dalam menentukan kapasitas berita tersebut.

Dalam jurnalisme investigasi memang berbeda dengan kegiatan jurnalistik

lainnya. Menurut Santana (2004:97-97), jurnalisme investigasi merupakan campuran

antara teori dan praktek kegiatan jurnalistik. Nilai-nilai berita seperti proksimitas,

relevansi, kecepatan, drama, dan lainnya. Dalam hal ini wartawan memproduksi berita

berdasarkan sumber-sumber yang terkait, teragenda, dan menjadi langganan informasi

3
mereka. Selain itu mereka juga menyeleksi terlebih dahulu apakah sumber informasi

mereka layak atau tidak. Berdasarkan pemaparan Santana sebelumnya, maka kode

etik jurnalistik memiliki peran penting sebagai rambu-rambu bagi pers. Mengingat

pers memiliki kewenangan untuk mencari dan mengolah informasi hingga nantinya

informasi tersebut disajikan kepada publik. Maka peran kode etik disini dapat menjadi

acuan bagi pers dalam mencari dan mengolah informasi tersebut secara benar.

Kode etik jurnalistik merupakan standar norma-norma yang harus dijadikan

acuan bagi wartawan dalam berbuat, bertindak, dan berperilaku ketika menjalankan

tugasnya sebagai wartawan (Daulay, 2016:41). Namun, mengingat organisasi

wartawan seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen

(AJI), dan lainnya memang memiliki kode etik masing-masing. Pada tahun 1999

Dewan Pers dan 29 organisasi wartawan bersama-sama menyepakati Kode Etik

Jurnalistik Indonesia. Selain sebagai pedoman bagi seorang wartawan dalam

menjalankan tugasnya, baik dalam peliputan suatu berita, penulisan, dan menyiarkan

berita tersebut, kode etik jurnalistik juga dapat menjadi pertimbangan bagi wartawan

dalam mentukan tindakan benar atau salah, serta sebagai bentuk tanggungjawab atas

pekerjaannya.

Pemahaman kode etik jurnalistik merupakan hal yang sangat penting bagi

dunia jurnalistik. Hal ini dikarenakan semakin wartawan memahami kode etik

jurnalistik, maka semakin besar pula peluang wartawan untuk mematuhi dan

menjalankan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Menurut Syah (2011:5-6)

dalam buku yang berjudul Rambu-Rambu Jurnalistik, terdapat beberapa isu kode etik

jurnalistik yang paling sering dilanggar para wartawan berdasarkan questionnaire

yang diedarkan kepada wartawan Indonesia, tahun 2002. Pelanggaran yang paling

kerap dilakukan adalah menerima amplop, melanggar kesepakatan off the record,

4
melanggar ketentuan cover both sides, melanggar privasi, dan beberapa isu etika

lainnya. Dari hasil data tersebut dapat dilihat, bahwa pers tetap dapat melakukan

kesalahan dalam menjalankan tugas, sekalipun kode etik jurnalistik telah ditetapkan

sebagai landasan dalam pekerjaannya.

Wartawan dalam hal ini harus dapat menjaga profesionalisme ketika

menjalankan tugasnya. Hal tersebut kemudian memunculkan hubungan kuat antara

wartawan dan narasumber dalam proses pencarian fakta hingga produksi berita.

Kredibilitas sangat ditekankan pada penyajian berita sehingga dapat menghasilkan isi

berita yang faktual dan jelas sumber beritanya. Seperti yang dikatakan Sukardi

(2008:42) dalam buku berjudul Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik &

Dewan Pers, Profesi wartawan memang profesi yang bebas dan terbuka, tetapi

wartawan ketika menjalankan profesinya harus memiliki tingkat kemampuan yang

sangat tinggi di bidang kewartawanan.

Sebagai wartawan profesional sudah seharusnya dapat membedakan fakta dan

opini dan tidak membuat berita yang bersifat bohong dan fitnah. Sehingga disini

wartawan dituntut untuk dapat menulis berita dengan baik dan benar, adil dan dapat

membedakan fakta dan opini melalui informasi yang disajikan. Dengan kata lain,

wartawan harus menguasai teknis jurnalistik. Selain itu, wartawan juga dituntut untuk

benar dalam bersikap melalui standar moral dan operasional yang telah terkandung di

dalam kode etik jurnalistik. Ketika wartawan melanggar hal-hal tersebut maka dalam

kasus ini ia telah melanggar hukum dan juga kode etik jurnalistik sekaligus.

Pelanggaran kode etik jurnalistik di Indonesia sendiri telah terjadi beberapa

kali. Salah satunya adalah Dewan Pers menilai terdapat pelanggaran kode etik dalam

12 berita Harian Seputar Indonesia (Sindo) dan 13 berita www.okezone.com yang

mengatakan bahwa Pengacara Harry Ponto bertemu dengan Ketua Pengadilan Negeri

5
Jakarta Pusat dalam kasus sengketa kepemilikan saham TPI. Dewan Pers mengatakan

bahwa berita tersebut melanggar pasal 1, pasal 2, dan pasal 3 kode etik jurnalistik

karena dianggap tidak berimbang, menggunakan narasumber yang tidak kredibel dan

tidak melakukan uji informasi (Purwoko, 2011). Dari kasus tersebut kemudian dapat

menjadi gambaran bahwa sekalipun pers dituntut untuk taat kepada kode etik

jurnalistik namun ada kalanya terkadang pers masih melakukan kesalahan baik itu

disengaja maupun tidak disengaja.

Kasus pelanggaran lainnya juga menimpa Harian Jawa Pos yang mengaku

telah melakukan wawancara terhadap istri Azhari (tersangka teroris yang tewas dalam

penyerbuan polisi di kota Batu, Jawa Timur) yang saat itu tinggal di Kuala Lumpur

lewat telepon. Hingga pada akhirnya diketahui bahwa ternyata hasil wawancara itu

merupakan fiktif, karena saat itu narasumber baru saja melakukan operasi

tenggorokan sehinga tidak dapat berbicara (Syah, 2011:20). Melalui kasus ini dapat

dilihat bahwa pelanggaran kode etik jurnalistik terkadang masih dapat terjadi dalam

produksi berita yang dilakukan oleh media. Pasal 2 kode etik jurnalistik disini

memiliki peran untuk dapat menjaga prinsip profesionalisme yang diampuh oleh

wartawan ketika sedang menjalankan pekerjaannya.

Penelitian mengenai kode etik jurnalistik sebelumnya pernah dilakukan oleh

Ruth Sondang Parsaulian Rajagukguk dengan judul “Penerapan Kode Etik Jurnalistik

dalam Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual Anak (Analisis Isi Kuantitatif

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual

terhadap Anak oleh Emon pada detik.com dan merdeka.com periode Mei 2014)” pada

tahun 2015. Berdasarkan kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pada detik.com

dan merdeka.com masih ditemukan banyak pelanggaran kode etik jurnalistik pada

6
pemberitaannya. Khususnya pada 6 berita detik.com dan 3 berita merdeka.com yang

masih memuat informasi pribadi narasumber.

Selain itu, penelitian lain yang melibatkan Tempo sebagai subjek penelitian

adalah “Narasumber Anonim dan Berita (Studi Kasus Kebijakan Redaksional Majalah

Tempo mengenai Narasumber Anonim dalam Rubrik Laporan Utama Kasus

Korupsi)” yang dilakukan oleh Lukas Deni Setiawan pada tahun 2014. Penelitian

tersebut membahas tentang dilema yang dihadapi Tempo ketika menggunakan

narasumber anonim dalam produksi beritanya. Peneliti menyimpulkan bahwa Tempo

menyadari bahwa penggunaan narasumber anonim dapat menimbulkan kesangsian

terkait kredibilitas narasumber dan reliabilitas informasi yang disampaikan dalam

pemberitaannya. Sehingga untuk masalah ini, Tempo memegang penuh tanggung

jawab terkait hal tersebut sehingga publik juga dituntut untuk percaya penuh pada

Tempo.

Beberapa contoh kasus serta penelitian terdahulu mengenai penerapan kode

etik jurnalistik diatas, maka peneliti memilih majalah Tempo edisi 6-12 Februari 2017

sebagai objek penelitian. Peneliti menyoroti majalah Tempo dalam menerapkan Pasal

2 Kode Etik Jurnalistik Indonesia pada laporan investigasinya yang berjudul

“Tamasya Napi Sukamiskin”. Peneliti memilih pasal tersebut sebagai acuan karena

mengatur tentang cara-cara profesional yang dilakukan wartawan Indonesia ketika

sedang melaksanakan pekerjaannya. Tempo diposisi pers dalam kasus ini sudah

seharusnya dapat menjaga kredibilitas informasi yang terkandung di dalam beritanya.

Kode etik jurnalistik memiliki peran penting disini, karena selain harus menjaga

kredibilitas informasi, Tempo juga bertanggungjawab penuh atas informasi yang

disajikannya kepada publik.

7
Majalah Tempo merupakan majalah yang masih sering melakukan investigasi

tentang kasus politik dan pemerintahan. Tempo juga kerap mengangkat isu-isu

korupsi dalam pemberitaannya, salah satunya adalah berita investegasi Tamasya Napi

Sukamiskin. Selain itu Tempo juga merupakan salah satu media yang seringkali

menggunakan berbagai jenis sudut pandang narasumber termasuk narasumber anonim

dalam penyajian beritanya. Penggunaan narasumber anonim pada penelitian ini

dianggap sebagai cara Tempo dalam melindungi narasumber dari kemungkinan

ancaman yang dihadapi narasumber. Namun dilain sisi, hal tersebut juga

memunculkan polemik baru bagi publik apakah faktual, kejelasan sumber, dan

kebenaran informasi dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, Tempo dalam konteks penelitian ini dianggap sebagai pionir dalam

membongkar kasus Lapas Sukamiskin dengan liputan investigasinya. Setelah tulisan

itu terbit, peneliti melihat banyak media lain yang melirik LP Sukamiskin dalam

pemberitaannya. Seperti pada berita yang di liput oleh: news.okezone.com pada 22

Juli 2018 berjudul “Ini Fasilitas Seharga Rp500 Juta yang Didapat di Lapas

Sukamiskin”, bbc.com pada 23 Juli 2018 berjudul “Temuan di Lapas Sukamiskin:

Dari Tv Layar Datar, Microwave, Sampai Uang Rp102 Juta”, Mata Najwa yang

tayang pada 25 Juli 2018 berjudul “Pura-Pura Penjara”, dan lainnya. Berawal dari

tulisan Tempo “Tamasya Napi Sukamiskin”, media lainnya kini mulai melakukan

peliputan sebagai bentuk pengawasan dalam menyikapi kasus ini. Mengingat kembali

peran pers sebagai watchdog, pers sudah sepatutnya mengawasi pemilik kekuasaan,

yang dalam konteks ini, kekuasaan di LP Sukamiskin.

Dalam laporan investigasi Tamasya Napi Sukamiskin, pelanggaran di LP

Sukamiskin kemudian dikemas dalam bentuk berita untuk menggambarkan suasana di

LP melalui berbagai sumber informasi serta penampilan foto untuk memperkuat fakta.

8
Dalam investigasi yang dilakukan oleh Tempo, mereka melakukan pencarian data

secara mendalam. Cara-cara profesional harus dapat diterapkan dalam peliputan

mengingat informasi yang disampaikan kepada publik bersinggungan tentang

membongkar suatu kasus yang terkesan ditutup-tutupi dan tersembunyi. Sehingga

wartawan investigasi disini membutuhkan tingkat kemampuan tinggi di bidang

jurnalistik dan tanggung jawab yang besar dalam proses pengumpulan fakta. Peneliti

akan melihat apakah majalah Tempo menerapkan cara-cara profesional yang

ditempuh dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan nilai yang terkandung di

dalam kode etik jurnalistik.

Hal-hal di atas sekiranya dapat menjelaskan latar belakang mengenai

penerapan Pasal 2 kode etik jurnalistik di Tempo yang telah menimbulkan berbagai

polemik, seperti masalah penampilan foto dan penentuan narasumber yang dianggap

kredibel sebagai sumber informasi. Menurut Ketua Komisi Hukum Dewan Pers

Yosep Adi Prasetyo, pers dalam menjalankan perannya harus menyampaikan

informasi kepada publik secara jujur dan berimbang, serta bebas dari tekanan

kapitalisme dan politik. Karena berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU No40/1999 tentang

Pers, wartawan adalah profesi yang memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik

(Wedhaswary, 2017). Penerapan pasal 2 kode etik jurnalistik juga merupakan salah

satu cara yang seharusnya dijalankan oleh wartawan dan media itu sendiri dengan

tujuan dapat menempuh cara-cara profesional dalam menjalankan tugasnya.

9
B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik pada laporan investigasi

Tamasya Napi Sukamiskin Majalah Tempo edisi 6-12 Februari 2017?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana penerapan Pasal 2

Kode Etik Jurnalistik pada laporan investigasi Tamasya Napi Sukamiskin edisi 6-12

Februari 2017.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Hasil dari penelitian secara akademis diharapkan dapat menjadi tambahan

referensi dalam kajian mengenai penerapan kode etik jurnalistik dalam media

cetak.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi reflektor bagi para

pengelola media, khususnya media cetak, agar lebih memaksimalkan penerapan

kode etik jurnalistik dalam proses produksi berita.

E. Teori

Teori digunakan peneliti untuk menentukan pedoman berpikir, landasan berpikir,

masalah, judul, penyusunan kerangka teoritis, metodologi, dan pembahasan hasil

penelitian. Oleh karena itu adanya kerangka teori dalam menjalankan penelitian

bertujuan sebagai landasan peneliti dalam berpikir. Landasan berpikir yang digunakan

akan memberikan gambaran terhadap permasalahan yang akan diteliti dari sisi teori

yang telah ditentukan. Peneliti akan diarahkan dalam meneliti sebuah permasalahan

namun menggunakan sudut pandang yang telah terfokus.

10
Teori yang digunakan dianggap relevan dalam menjelaskan dan membahas hasil

dari penelitian. Maka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini terkait

jurnalisme investigasi, kode etik jurnalistik, dan 9 elemen jurnalisme. Adapun

penjelasan tentang teori adalah sebagai berikut:

1. Jurnalisme Investigasi

Tujuan dari kegiatan jurnalisme investigatif adalah memberi tahu kepada

masyarakat tentang adanya pihak-pihak yang telah berbohong dan menutup-nutupi

kebenaran. Dengan cara ini diharapkan masyarakat dapat waspada terhadap

berbagai pelanggaran yang dilakukan berbagai pihak, setelah menerima informasi

dari bukti-bukti yang dilaporkan (Santana, 2004:100). Jurnalisme investigasi

sendiri dilakukan untuk menunjukkan adanya kesalahan yang terjadi di kehidupan

sosial masyarakat. Selain itu, wartawan investigatif pada umumnya menarik

masyarakat untuk terlibat dalam memberikan standar yamg diyakini menjadi

batasan antara aturan dan penyimpangan.

Jurnalisme investigasi berbeda dengan jurnalisme biasanya tidak dibatasi oleh

tekanan-tekanan waktu layaknya peliputan berita pada umumnya. Karena

investigasi terkadang membutuhkan waktu yang panjang dalam mengumpulkan

data-data serta informasi terkait permasalahan yang ingin dibahas oleh

wartawannya. Santana dalam buku Jurnalisme Investigasi mengutip Burgh

tentang berbagai kasus-kasus investigasi yang meliputi permasalahan sebagai

berikut:

 Hal-hal yang memalukan, pada umumnya terkait hal ilegal atau

pelanggaran moral

 Penyalahgunaan kekuasaan

 Dasar faktual dari hal-hal aktual yang menjadi pembicaraan publik

11
 Keadilan yang korup

 Manipulasi laporan keuangan

 Bagaimana hukum dilanggar

 Perbedaan antara profesi dan praktisi

 Hal-hal yang sengaja disembunyikan

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa jurnalisme investigasi memiliki ukuran dan

keluasan yang sulit dijangkau dalam proses pembuatan laporan. Karena wartawan

mencoba untuk tidak sekedar mendeskripsikan ketepatan, penjelasan, dan

pengembangan terbaru seperti berita biasanya. Namun mereka membahas

mengenai data dan situasi yang tersembunyi dan biasanya tidak ditampilkan pada

pemberitaan pada umumnya.

Sheila Coronel (Harsono, 2010:237-239) membagi proses investigasi ke dalam

dua kali tujuh bagian. Pembagian ini dilakukan agar memudahkan wartawan

dalam menjalankan pekerjaan di bidang investigasi. Pada bagian pertama berfokus

pada penjajakan dan pekerjaan dasar. Sedangkan pada bagian kedua telah terfokus

pada penajaman dan penyelesaian dari investigasi.

Bagian pertama

 Petunjuk awal (first lead)

Petunjuk awal dapat berupa apa saja seperti berupa berita pendek pada

surat kabar atau surat kaleng yang memberikan informasi tentang adanya

ketidakberesan dalam suatu lembaga tertentu. Dalam penelitian ini yang

merupakan petunjuk awal adalah dari mana dan dengan cara apa Tempo

mendapatkan sumber informasi sebagai petunjuk awalnya.

 Investigasi pendahuluan (initial investigation)

12
Investigasi pendahuluan dapat berupa penggalian data lebih jauh baik itu

dilakukan dengan wawancara ataupun observasi lapangan. Dalam

penelitian ini yang menjadi investigasi pendahuluan adalah bagaimana

Tempo melakukan penggalian data lebih lanjut terkait informasi yang di

dapatkan melalui petunjuk awal.

 Pembentukan hipotesis (forming an investigative hypothesis)

Merupakan dugaan terhadap gambaran kasus yang terjadi. Wartawan

melakukan pembentukan hipotesis untuk melihat realitas seperti apa yang

terjadi terhadap kasus tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi

pembentukan hipotesis adalah apakah Tempo mempertimbangkan

kemungkinan-kemungkinan dari kasus yang sedang diliput.

 Pencarian dan pendalaman literatur (literature search)

Pencarian dan pendalaman literatur merupakan pencarian informasi oleh

wartawan yang bertujuan untuk penguatan dan penguasaan terhadap

permasalahan yang diselidiki. Dalam penelitian ini, Tempo melakukan

pencarian dan pendalaman literatur untuk penguatan dan penguasaan

terkait kasus Lapas Sukamiskin.

 Wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli (interviewing experts)

Wartawan membutuhkan perspektif dari orang-orang yang memiliki

kapasitas dalam bidang tertentu. Sehingga hal ini juga dapat memperkuat

pemahaman terhadap kasus yang terjadi. Karena pada sisi ini wartawan

tetap harus membuat isi berita yang berimbang dan akurat.

 Penjejakan dokumen-dokumen (finding a paper trail)

Penjejakan dokumen-dokumen merupakan bukti keterangan formal yang

dapat digunakan untuk memastikan benar-tidaknya penyimpangan hukum

13
yang telah terjadi. Dalam penelitian ini, Tempo melakukan penjejakan

dokumen yang berguna sebagai bukti dalam memastikan realitas

penyimpangan yang terjadi di dalam Lapas Sukamiskin.

 Wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi (interviewing key

informants and sources)

Wartawan melakukan pengecekan terhadap sumber kunci yang memiliki

keterkaitan dengan berbagai temuan dokumen untuk melakukan verifikasi.

Pada konteks penelitian ini, Tempo melakukan verifikasi terkait temuan-

temuan dokumen terkait kasus Lapas Sukamiskin kepada sumber

informasi yang memiliki keterkaitan dan melakukan wawancara.

Bagian kedua

 Pengamatan langsung di lapangan (first hand observation)

Merupakan upaya bagi wartawan dalam menjaring informasi yang telah di

dapatkan. Data-data yang telah didapatkan pada proses bagian pertama

dijadikan bekal untuk melakukan pengamatan langsung di lapangan.

Dalam penelitian ini Tempo menjadikan hipotesis awal sebagai landasan

untuk melakukan observasi langsung ke lapangan.

 Pengorganisasian file (organizing files)

Pengorganisasian file merupakan pengerangkaan kembali format yang

lebih terkontrol dan terpadu terkait kasus yang di liput. Data-data yang

telah di dapatkan oleh Tempo nantinya akan dijaring kembali sehingga

lebih terpadu dan memfokuskan proses investigasi.

 Wawancara lebih lanjut (more interviews)

Wawancara lebih lanjut merupakan proses pencarian beberapa data yang

belum lengkap dan dirasa belum mendalam. Dari hasil pengorganisasian

14
data-data sebelumnya kemudian dapat ditinjau kembali informasi-

informasi yang masih dianggap kurang sehingga dapat melakukan

wawancara lebih lanjut.

 Analisa dan pengorganisasian data (analyzing and organizing data)

Analisis dan pengorganisasian data merupakan proses mengarahkan

temuan data dan fakta kepada asumsi yang telah dibuat. Pada poin ini

berfokus tentang kerapian pola data-data yang telah dikumpulkan. Pada

penelitian ini, Tempo melakukan proses analisis dan pengorganisasian data

terkait kasus Lapas Sukamiskin untuk melihat pola dan kemungkinan-

kemungkinan yang terjadi.

 Penulisan (writing)

Penulisan merupakan langkah akhir dari rangkaian dalam proses

investigasi. Data yang telah didapatkan diseleksi dengan ketat sehingga

informasi dapat lebih akurat. Data tersebut kemudian terkumpul, terpilah,

terpola, dan terstruktur kemudian di bahasakan ke dalam bentuk laporan

berita. Pada konteks penelitian ini, Tempo melakukan tahap seleksi

informasi secara ketat dan memilah informasi-informasi yang dianggap

kredibel dan akurat untuk dituliskan dalam berita Tamasya Napi

Sukamiskin.

 Pengecekan fakta (fact checking)

Pengecekan fakta merupakan evaluasi akhir pada isi berita yang telah

dibuat. Pada penelitian ini, Tempo kemudian melakukan pengecekan

kembali untuk menyaring kemungkinan kesalahan informasi yang

dituliskan dalam isi beritanya.

 Pengecekan pencemaran nama baik (libel check)

15
Pengecekan pencemaran nama baik merupakan proses pengecekan untuk

meninjau kemungkinan terjadinya tindak pencemaran terhadap pihak yang

memiliki hubungan dengan isi berita. Pada penelitian ini, Tempo

melakukan pengecekan terkait sumber informasi serta informasi yang

dirasa dapat menimbulkan konflik dan kemungkinan pencemaran nama

baik.

Langkah-langkah yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa dalam

jurnalisme investigasi membutuhkan proses yang sulit dan panjang. Sehingga

sudah seharusnya wartawan juga harus berhati-hati dalam proses peliputan berita

investigasi.

2. Kode Etik Jurnalistik

a. Tinjauan Tentang Kode Etik Jurnalistik

Kode berasal dari bahasa Inggris “code” yang memiliki arti himpunan

ketentuan atau peraturan atau petunjuk yang sistimatis. Sedangkan etika

berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang artinya watak atau moral. Maka Kode

Etik dapat diartikan sebagai himpunan atau kumpulan etika. Kode Etik

Jurnalistik sendiri berarti memiliki makna himpunan etika dalam bidang

jurnalistik. (Sukardi, 2007:1). Kode etik jurnalistik sendiri telah ditetapkan

sebagai standar dan pedoman aktivitas ketawartawanan dalam mengemban

pekerjaannya. Kode etik jurnalistik disini memiliki peran untuk menentukan

benar dan salahnya tindakan wartawan dalam proses produksi berita. Dalam

kode etik jurnalistik sendiri terdapat sebanyak 11 pasal yang berbunyi:

1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita

yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

16
2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam

melaksanakan tugas jurnalistik.

3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan

secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang

menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis,

dan cabul.

5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas

korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang

menjadi pelaku kejahatan.

6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak

menerima suap.

7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi

narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun

keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar

belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita

berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas

dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan

bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,

sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang

kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

17
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki

berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf

kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

11. Wartawan Inodnesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara

proporsional.

Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan pasal 2

dalam kode etik jurnalistik. Pada setiap pasal tentu saja memiliki

penafsirannya tersendiri, yang bertujuan untuk memperdalam arti dan makna

yang terkandung dalam setiap pasalnya.

b. Kode Etik Jurnalistik Pasal 2

Terdapat delapan poin nilai yang terkandung dalam kode etik jurnalistik

pasal 2 menurut penafsiran Sukardi dalam Cara Mudah Memahami Kode Etik

Jurnalistik & Dewan Pers (2008:110-111).

1. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber

2. Menghormati hak privasi

3. Tidak menyuap

4. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya

5. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto,

suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan

secara berimbang

6. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian

gambar, foto, suara

7. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan

lain sebagai karya sendiri

18
8. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan

berita investigasi bagi kepentingan publik

3. 9 Elemen Jurnalisme

9 elemen jurnalisme merupakan prinsip-prinsip yang digunakan dalam kegiatan

jurnalistik untuk dapat mengarahkan pers dalam menentukan sikap, mengingat

tugasnya sebagai penyaji informasi kepada masyarakat. Berikut adalah penjelasan

9+1 elemen jurnalisme menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2006) dalam

buku berjudul Sembilan Elemen Jurnalisme:

a. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran

Kebenaran dalam jurnalistik disini diartikan sebagai proses yang

dilandasi oleh disiplin profesional dalam pengumpulan informasi serta

verifikasi fakta. Wartawan dalam menyampaikan isi beritanya sebisa mungkin

bersikap transparan terhadap informasi yang disajikan, sehingga audiences

dapat menilai sendiri informasi yang diberikan oleh media. Kebenaran

merupakan elemen yang penting dalam jurnalistik. Informasi digunakan

masyarakat dalam memandang realitas yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Sehingga dalam hal ini kualitas berita dapat menentukan apakah berita

tersebut dapat dipercaya dan diandalkan. Seperti ada kejadian apa hari ini?

Apa yang sedang terjadi di Pemerintahan? Pada intinya, Kebenaran

menciptakan rasa aman terhadap audiences nya dan menjadi intisari dalam

berita (Kovach, 2006:38).

b. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga

Wartawan harus senetral mungkin dalam menyajikan informasinya

kepada masyarakat tanpa memihak. Sikap loyal untuk melayani warga disini

sangat ditekankan dan menjadikan kepentingan publik yang paling penting

19
dibandingkan kepentingan lainnya. Wartawan harus memberikan

komitmennya kepada warga, sehingga informasi yang disajikannya kepada

warga tidak terpengaruhi oleh pemasang iklan, kepentingan pribadi, dan

lainnya (Kovach, 2006:59).

c. Intisari jurnalisme adalah sebuah disiplin verifikasi

Wartawan mengutamakan verfikasi informasi terhadap

pemberitaannya agar tidak memunculkan kebiasan informasi. Disiplin

verifikasi dalam hal ini juga sebagai pembeda dalam jurnalisme bentuk lain

seperti fiksi, hiburan, atau propaganda. Karena hanya jurnalisme lah yang

sejak awal hanya fokus untuk menyampaikan apa yang terjadi setepat-

tepatnya. Berikut merupakan seperangkat konsep inti yang membentuk

landasan disiplin verfikasi: Jangan menambahi, jangan menipu, transparansi,

orisinalitas, dan kerendahhatian. Informasi yang disajikan oleh pers haruslah

benar-benar menyampaikan apa adanya tanpa menambahkan sesuatu yang

dapat berakibat membentuk opini terhadap orang lain (Kovach dan Rosenstiel,

2006:86).

Berikut merupakan lima konsep inti yang membangun landasan

disiplin verifikasi (Kovach dan Rosenstiel, 2006:95):

1) Jangan pernah menambahi sesuatu yang tidak ada.

Jangan mengarang atau menambahi hal-hal yang tidak terjadi

dalam isi berita. Wartawan harus menuliskan berita

berdasarkan apa yang benar-benar terjadi di lapangan. Selain

itu, wartawan juga tidak dibenarkan mengatur suatu kejadian

sehingga menjadikan kejadian tersebut sebagai karangan atau

scenario dari wartawan. Sebuah kejadian disampaikan dalam

20
bentuk berita oleh wartawan sesuai dengan urutan kejadian

yang terjadi sebenarnya.

2) Jangan pernah menipu audiens.

Kejujuran sudah menjadi nilai mutlak dalam dunia jurnalistik

sehingga tidak bersifat untuk menyesatkan audiensnya. Hal ini

juga memiliki keterkaitan dengan konsep pertama jangan

menambahi sesuatu yang tidak ada. Kedua poin tersebut

kemudian menjadi landasan bagi wartawan untuk menjadi

pemisah antara fakta dan fiksi. Sehingga wartawan diharuskan

mencari kebenaran fakta dari sebuah kejadian yang terjadi di

lapangan.

3) Berlakulah setransparan mungkin tentang metode dan motifasi

anda.

Wartawan sebisa mungkin harus bersikap jujur dalam

menyajikan beritanya kepada audiens. Wartawan

menyampaikan apa yang mereka ketahui dan mencari tahu apa

yang tidak diketahui guna menghindari informasi yang

menyesatkan. Hal ini juga memiliki hubungan dengan konsep

yang sebelumnya, yaitu tetap berpegang pada kebenaran dan

tidak menipu audiens. Sehingga wartawan juga dapat

bertanggungjawab terhadap berita yang mereka sajikan.

4) Andalkan reportase anda sendiri.

Wartawan harus yakin dan berpegang pada informasi yang

mereka dapatkan sendiri di lapangan. Selain itu, orisinalitas

sebuah pemberitaan juga merupakan hal penting yang harus

21
ditekankan disini. Sehingga berita tidak disajikan berdasarkan

informasi yang yang didapatkan dari hasil liputan orang lain

atau media lain. Wartawan harus dapat memperoleh sendiri

informasi yang mereka butuhkan dari narasumber yang

berkaitan dalam menjalankan tugasnya sebagai penyaji

informasi.

5) Bersikaplah rendah hati.

Wartawan harus rendah hati dalam menjalankan pekerjaannya.

Wartawan disini harus dapat menyadari kemampuan mereka

dalam keterbatasan pengetahuan dan daya pikirnya. Karena hal

tersebut dapat menghindarkan wartawan dari informasi yang

tidak tepat dan menyesatkan bagi audiens. Konsep ini

kemudian saling berkaitan dengan konsep-konsep yang telah

dijelaskan sebelumnya.

d. Wartawan harus tetap independen dari pihak yang mereka liput

Independensi wartawan merupakan hal yang sangat penting dalam

mengemban tugasnya. Karena dalam hal ini kebebasan menjadi sebuah

landasan dasar dari kepercayaan. Walaupun dari pihak redaksi tidak netral,

wartawan dalam proses pembuatan beritanya harus menggunakan sumber

yang kridibel. Selain itu wartawan tetap mengutamakan akurasi dan kejujuran

intelektual dalam menyampaikan informasinya tanpa memihak kepentingan

seseorang. Hal ini juga berkaitan dengan prinsip loyalitas yang terdapat dalam

sembilan elemen jurnalisme (Kovach dan Rosenstiel, 2006:123).

e. Wartawan harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan

22
Mengingat prinsip wartawan sebagai anjing penjaga atau watchdog,

sudah sepatutnya wartawan mengawasi isu-isu yang melenceng terhadap

pemegang kekuasaan. Selain itu wartawan juga tidak boleh berpihak terhadap

suatu kelompok dengan memanfaatkan posisinya demi keuntungan sepihak.

Makna prinsip anjing penaga disini tidak hanya sekedar memantau

pemerintahan, namun juga dapat meluas hingga pada lembaga-lembaga yang

dirasa memiliki pengaruh kuat di masyarakat. Maka dari itu independensi

wartawan juga sangat penting ketika ia juga menjalankan tugasnya dalam

melakukan kontrol sosial. Tujuan peran anjing penjaga tidak hanya mengawasi

pelaksana kekuasaan semata, namun juga menjadikan akibat dari kekuasaan

itu dapat diketahui dan dipahami. Dalam hal ini pers memantau lembaga

kekuasaan apakah lembaha tersebut bekerja secara efektif atau tidak (Kovach

dan Rosenstiel, 2006:143).

f. Jurnalisme harus menghadirkan sebuah forum untuk kritik dan komentar

publik

Pers dalam hal ini harus siap sedia menerima diskusi publik terkait

informasi yang disajikannya kepada publik. Pada dasarnya, pers seharusnya

dapat melayani kritik dan komentar publik dengan baik jika mereka

menyajikan informasi tersebut berdasarkan fakta. Sehingga informasi atas

dasar prasangka atau dugaan yang tidak memiliki bukti sangat bertentangan

dengan prinsip kerja pers. Selain itu, diskusi kritik dan komentar publik juga

harus dibangun berdasarkan kejujuran, fakta, dan verifikasi (Kovach dan

Rosenstiel, 2006:173).

g. Wartawan harus membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan

23
Jurnalisme dalam produksi beritanya selain harus mengedepankan

fakta juga dituntut harus dapat menyajikan informasi secara menarik. Tugas

wartawan disini adalah menemukan cara agar hal-hal yang penting diketahui

oleh audiences nya menjadi menarik. Dengan kata lain, pers disini bukan

hanya sekedar menyediakan informasi, namun juga mengolah informasi

tersebut sedemikian rupa sehingga orang tertarik untuk menyimaknya.Selain

untuk menarik minat audiences nya, hal ini juga berguna demi kelangsungan

hidup media itu sendiri (Kovach dan Rosenstiel, 2006:191).

h. Wartawan harus menjaga berita dalam proporsi dan menjadikannya

komprehensif

Wartawan harus dapat mengarahkan masyarakat melalui informasi

yang disajikan. Selain itu, hal ini juga bertujuan agar berita tetap proporsional

dan tidak menambahkan ataupun menghilangkan informasi-informasi penting

di dalamnya. Prinsip kebenaran disini sangat penting karena informasi denga

fokus sensasional tanpa mempertimbangkan proporsionalnya akan membuat

informasi tersebut tidak imbang. Jurnalisme disini berperan sebagai kartografi

yang mengarahkan masyarakat dalam memahami dan menjelaskan persoalan

yang terjadi (Kovach dan Rosenstiel, 2006:212).

i. Wartawan punya kewajiban terhadap nurani

Wartawan dalam hal ini harus memiliki etika dan tanggungjawab

dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan. Dalam bersikap, wartawan

harus mengikuti nuraninya untuk menyuarakan apa yang ia rasakan dan

inginkan. Keterbukaan redaksi sangat penting disini karena nurani disini

memungkinkan wartawan untuk menentang asumsi, persepsi, dan prasangka

pihak lain. Sebagai wartawan, kita harus merasa bebas dalam angkat suara dan

24
bicara karena dari pandangan tersebut redaksi bisa menghasilkan berita

dengan beragam perspektif dan akurat. Sederhananya, pers dalam bekerja

harus dapat mengakui adanya kewajiban pribadi dalam bersikap beda atau

menentang redaktur, pemilik, pengiklan, bahkan masyarakat dan otoritas

mapan jika diperlukan demi kepentingan kejujuran dan akurasi (Kovach dan

Rosenstiel, 2006:235).

j. Peran warga masyarakat

Elemen ini lahir akibat perkembangan zaman yang melahirkan

teknologi informasi berbasis internet. Masyarakat kini tidak hanya diposisikan

sebagai konsumen pasif yang hanya mengakses berita. Namun masyarakat

dapat berpartisipasi menciptakan medianya sendiri. Sehingga, kini siapa saja

dapat memproduksi konten berita yang dapat disajikan kepada khalayak. Hal

ini dapat dilihat dari maraknya kemunculan blog, citizen jurnalis, media

alternatif, dan lainnya yang dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk

menuangkan opini, berita, dan sebagainya (Kovach dan Rosenstiel, 2006:249).

F. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang telah disusun, peneliti menggunakan

kerangka konsep dalam tiga bagian, yaitu: (1) Jurnalisme investigasi; (2) Kode etik

jurnalistik; dan (3) Sembilan elemen jurnalisme.

Jurnalisme investigasi atau investigative reporting berasal dari kata Latin.

Reporting berasal dari kata reportare yang artinya “membawa pulang sesuatu dari

tempat lain” dan investigative berasal dari kata vestigum yang artinya “jejak kaki”.

Jika diterjemahkan dan digabungkan, reportase investigasi merupakan membawa

pulang jejak kaki dari tempat lain. Yang bila dikaitkan dengan kegiatan pers, hal itu

bisa diartikan sebagai berbagai bukti yang digunakan sebagai fakta untuk menjelaskan

25
adanya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau pihak tertentu

(Santana, 2003:135). Maka jurnalisme investigasi adalah sebuah kegiatan untuk

mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita yang bersifat investigatif.

Dari hal tersebut terjadi sebuah proses penelusuran panjang dan mendalam terhadap

sebuah kasus yang dianggap memiliki kejanggalan. Selain itu, investigasi merupakan

penelusuran terhadap kasus yang bersifat rahasia.

Untuk melihat dan menggambarkan proses peliputan investigasi, Sheila

Coronel (Harsono, 2010:237-239) membagi proses investigasi menjadi dua bagian

sebagai berikut:

Bagian pertama

a. Petunjuk awal

Petunjuk awal dapat berupa apa saja seperti berupa berita pendek pada surat

kabar atau surat kaleng yang memberikan informasi tentang adanya

ketidakberesan dalam suatu lembaga tertentu. Dalam penelitian ini yang

merupakan petunjuk awal adalah dari mana dan dengan cara apa Tempo

mendapatkan sumber informasi sebagai petunjuk awalnya.

b. Investigasi pendahuluan

Investigasi pendahuluan dapat berupa penggalian data lebih jauh baik itu

dilakukan dengan wawancara ataupun observasi lapangan. Dalam penelitian

ini yang menjadi investigasi pendahuluan adalah bagaimana Tempo

melakukan penggalian data lebih lanjut terkait informasi yang di dapatkan

melalui petunjuk awal.

c. Pembentukan hipotesis

26
Merupakan dugaan terhadap gambaran kasus yang terjadi. Wartawan

melakukan pembentukan hipotesis untuk melihat realitas seperti apa yang

terjadi terhadap kasus tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi

pembentukan hipotesis adalah apakah Tempo mempertimbangkan

kemungkinan-kemungkinan dari kasus yang sedang diliput.

d. Pencarian dan pendalaman literatur

Pencarian dan pendalaman literatur merupakan pencarian informasi oleh

wartawan yang bertujuan untuk penguatan dan penguasaan terhadap

permasalahan yang diselidiki. Dalam penelitian ini, Tempo melakukan

pencarian dan pendalaman literatur untuk penguatan dan penguasaan terkait

kasus Lapas Sukamiskin.

e. Wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli

Wartawan membutuhkan perspektif dari orang-orang yang memiliki kapasitas

dalam bidang tertentu. Sehingga hal ini juga dapat memperkuat pemahaman

terhadap kasus yang terjadi. Karena pada sisi ini wartawan tetap harus

membuat isi berita yang berimbang dan akurat.

f. Penjejakan dokumen-dokumen

Penjejakan dokumen-dokumen merupakan bukti keterangan formal yang dapat

digunakan untuk memastikan benar-tidaknya penyimpangan hukum yang telah

terjadi. Dalam penelitian ini, Tempo melakukan penjejakan dokumen yang

berguna sebagai bukti dalam memastikan realitas penyimpangan yang terjadi

di dalam Lapas Sukamiskin.

g. Wawancara sumber-sumber kunci dak saksi-saksi

27
Wartawan melakukan pengecekan terhadap sumber kunci yang memiliki

keterkaitan dengan berbagai temuan dokumen untuk melakukan verifikasi.

Pada konteks penelitian ini, Tempo melakukan verifikasi terkait temuan-

temuan dokumen terkait kasus Lapas Sukamiskin kepada sumber informasi

yang memiliki keterkaitan dan melakukan wawancara.

Bagian kedua

a. Pengamatan langsung di lapangan

Merupakan upaya bagi wartawan dalam menjaring informasi yang telah di

dapatkan. Data-data yang telah didapatkan pada proses bagian pertama

dijadikan bekal untuk melakukan pengamatan langsung di lapangan. Dalam

penelitian ini Tempo menjadikan hipotesis awal sebagai landasan untuk

melakukan observasi langsung ke lapangan.

b. Pengorganisasian file

Pengorganisasian file merupakan pengerangkaan kembali format yang lebih

terkontrol dan terpadu terkait kasus yang di liput. Data-data yang telah di

dapatkan oleh Tempo nantinya akan dijaring kembali sehingga lebih terpadu

dan memfokuskan proses investigasi.

c. Wawancara lebih lanjut

Wawancara lebih lanjut merupakan proses pencarian beberapa data yang

belum lengkap dan dirasa belum mendalam. Dari hasil pengorganisasian data-

data sebelumnya kemudian dapat ditinjau kembali informasi-informasi yang

masih dianggap kurang sehingga dapat melakukan wawancara lebih lanjut.

d. Analisis dan pengorganisasian data

Analisis dan pengorganisasian data merupakan proses mengarahkan temuan

data dan fakta kepada asumsi yang telah dibuat. Pada poin ini berfokus tentang

28
kerapian pola data-data yang telah dikumpulkan. Pada penelitian ini, Tempo

melakukan proses analisis dan pengorganisasian data terkait kasus Lapas

Sukamiskin untuk melihat pola dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

e. Penulisan

Penulisan merupakan langkah akhir dari rangkaian dalam proses investigasi.

Data yang telah didapatkan diseleksi dengan ketat sehingga informasi dapat

lebih akurat. Data tersebut kemudian terkumpul, terpilah, terpola, dan

terstruktur kemudian di bahasakan ke dalam bentuk laporan berita. Pada

konteks penelitian ini, Tempo melakukan tahap seleksi informasi secara ketat

dan memilah informasi-informasi yang dianggap kredibel dan akurat untuk

dituliskan dalam berita Tamasya Napi Sukamiskin.

f. Pengecekan fakta

Pengecekan fakta merupakan evaluasi akhir pada isi berita yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, Tempo kemudian melakukan pengecekan kembali untuk

menyaring kemungkinan kesalahan informasi yang dituliskan dalam isi

beritanya.

g. Pengecekan pencemaran nama baik

Pengecekan pencemaran nama baik merupakan proses pengecekan untuk

meninjau kemungkinan terjadinya tindak pencemaran terhadap pihak yang

memiliki hubungan dengan isi berita. Pada penelitian ini, Tempo melakukan

pengecekan terkait sumber informasi serta informasi yang dirasa dapat

menimbulkan konflik dan kemungkinan pencemaran nama baik.

1. Kode Etik Jurnalistik

29
Etik dalam pengertian Bahasa Inggris adalah ethics. Ethics menurut Oxford

Dicitionaries (dalam oxforddictionaries.com) berarti “Moral principles that govern a

person’s behavior or the conducting of an activity,” atau jika diterjemahkan etik

merupakan prinsip-prinsip moral yang mengatur perilaku seseorang atau melakukan

kegiatan. Sedangkan kode etik jurnalistik adalah kumpulan etika profesi

kewartawanan yang bertujuan agar wartawan dapat bertanggung jawab dalam

menjalankan profesinya sebagai pencari dan penyaji informasi kepada publik.

Berdasarkan pengertian mengenai kode etik jurnalistik, dapat ditarik kesimpulan

bahwa kode etik jurnalistik merupakan aturan-aturan wartawan dalam berperilaku

untuk meminimalisir pergesekan masalah ketika menjalankan tugasnya. Kode etik

jurnalistik dalam konteks penelitian adalah penerapan Pasal 2 kode etik jurnalistik

dalam proses produksi berita majalah Tempo berjudul Tamasya Napi Sukamiskin.

Berita tersebut merupakan salah satu berita berjenis investigasi yang menggunakan

sumber-sumber informasi yang bersifat sensitif sehingga memiliki peluang untuk

melihat cara-cara profesional yang diterapkan pada proses peliputannya.

Walaupun pers dituntut agar selalu taat kepada kode etik jurnalistik, namun

pers terkadang masih dapat melakukan kesalahan baik itu secara sengaja maupun

tidak sengaja. Maka dari itu penerapan kode etik jurnalistik dirasa sangat penting

dalam menjaga kredibelitas suatu berita. Penerapan pasal 2 kode etik jurnalistik

merupakan salah satu cara untuk menjadi batasan-batasan wartawan dalam bertindak,

jika diterapkan dalam konteks penelitian ini, bagaimana kemudian Tempo mengatur

Pasal 2 kode etik jurnalistik dalam penulisan berita investigasi Tamasya Napi. Kode

etik jurnalistik Pasal 7 yang mengatur tentang cara-cara profesional yang digunakan

dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

30
Akibat munculnya penerapan Pasal 2 kode etik jurnalistik melalui proses

produksi berita akan meningkatkan akurasi dalam suatu pemberitaan yang dihasilkan

oleh media.

Narasumber sebagai sumber informasi tentu memiliki dalil yang sangat

penting dalam proses produksi berita, khususnya dalam pemberitaan investigasi

Tempo. Konteks Pasal 2 kode etik jurnalistik dalam penelitian ini adalah mengacu

pada pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh Tempo dalam menerapkan isi

yang terkandung di dalam pasal tersebut. Terlebih lagi media pada umumnya

memiliki cara tersendiri dalam menentukan kebijakan sebagai acuan pekerjaan

wartawannya.

2. 9 Elemen Jurnalisme

Selain itu juga terdapat 9+1 unsur elemen jurnalisme. Peran elemen jurnalisme

disini merupakan panutan bagi wartawan. Kovach berpendapat bahwa Sembilan

elemen jurnalisme itu ibarat sebagai bintang di langit bagi para pelaut. Karena pelaut

akan tersesat jika tidak ada bintang. Maka dari itu elemen jurnalisme itu semacam

pedoman bagi wartawan untuk mengarahkan pekerjaannya (Harsono, 2010:206).

Mengingat jurnalis dalam menjalankan pekerjaannya juga harus menjalin hubungan

dengan berbagai pihak yang akan menjadi sumber informasi, maka peran aturan main

dalam pekerjaan wartawan sangat penting untuk menjaga tercapainya hak-hak publik

dalam mengakses informasi yang kredibel. Profesionalisme jurnalis sangat diharapkan

agar tidak memunculkan kekeliruan pada masyarakat.

Nilai pertama sembilan elemen jurnalisme yaitu, kewajiban pertama

jurnalisme adalah pada kebenaran merujuk pada bagaimana kemudian Tempo dapat

bersikap transparan terhadap sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan berita

31
investigasi Tamasya Napi Sukamiskin. Sehingga dalam konteks ini peran berita dapat

menerangi fakta-fakta tersembunyi dalam realitas masyarakat. Kebenaran yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang didasari sikap profesional dan cara

yang dilakukan Tempo dalam mengumpulkan informasi dan bagaimana mereka

melakukan verifikasi fakta terhadap informasi tersebut.

Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga merupakan nilai kedua

yang tertanam dalam sembilan elemen jurnalisme. Konteks loyalitas terhadap warga

dalam penelitian ini adalah mengacu pada kewajiban sosial yang dimiliki oleh

wartawan Tempo dalam mengangkat kasus Tamasya Napi Sukamiskin. Kesetiaan

kepada warga disini merupakan makna dari yang biasa kita sebut dengan

independensi jurnalistik. Mengingat bahwa kesetiaan pertama wartawan berlandaskan

kebutuhan warga, hal tersebut juga mengisyaratkan bahwa dalam menjalankan

pekerjaannya, wartawan tidak harus menjadi netral (Kovach, 2006:253). Loyalitas

berkaitan dengan kesetiaan dalam melayani masyarakat. Sehingga wartawan tetap

harus mengutamakan kepentingan publik dalam menjalankan pekerjaannya sebagai

penyaji informasi.

Fokus terhadap disiplin verifikasi merupakan inti yang terkandung dalam poin

ke tiga dalam sembilan elemen jurnalisme. Verifikasi juga menekankan nilai-nilai

seperti jangan menambahi hal-hal yang tidak terjadi, tidak menyesatkan audiens,

berlaku jujur kepada audiens, tidak menyesatkan sumber-sumber dalam pencarian

informasi, dan disiplin dalam mencari kebenaran. Dalam konteks penelitian ini proses

verifikasi yang dilakukan wartawan Tempo menjadi ciri laporan berita yang jujur

seperti hal yang sudah disebutkan pada poin pertama elemen jurnalisme, yaitu

berpegang pada kebenaran.

32
Selain itu terdapat juga unsur kewajiban terhadap nurani yang tertuang pada

poin ke sembilan elemen jurnalisme. Kewajiban terhadap nurani merupakan

kemuampuan wartawan untuk mengikuti keinginan nurani mereka sendiri dan

mengesampingkan kepentingan lainnya dalam menjalani pekerjaan mereka. Pada

intinya, wartawan yang bekerja dalam ranah media harus sadar akan adanya

kewajiban pribadi dalam menyikapi dan pemikiran sendiri dalam melihat melihat

suatu realitas. Kewajiban terhadap nurani dalam konteks penelitian ini adalah

bagaimana wartawan Tempo menanggapi dan menerapkan nurani dalam laporan

investigasi Tamasya Napi Sukamiskin.

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan metode studi

kasus. Menurut (Moleong, 2007:6) penelitian kualitatif adalah:

“Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang


dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.”

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.

Laporan penelitian nantinya akan berisi kutipan-kutipan data yang di dapatkan

agar dapat memberikan gambaran terhadap penyajian laporan tersebut. Data yang

digunakan dapat berupa naskah wawancara catatan lapangan, foto, videotape,

dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong,

2007:11).

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana Tempo dalam

menerapkan Pasal 2 kode etik jurnalistik pada proses produksi berita mereka.

Penelitian tentang kode etik jurnalistik ini juga tergolong baru sehingga dirasa

33
menarik untuk diangkat. Dalam hal ini peneliti ingin melihat seperti apa Tempo

menerapkan cara-cara profesional yang ditempuh wartawan dalam melaksanakan

pekerjaannya, dengan berlandaskan Kode Etik Jurnalistik Indonesia yang telah

ditetapkan oleh Dewan Pers beserta 29 organisasi wartawan dan organisasi

perusahaan pers yang ada di Indonesia.

2. Narasumber Penelitian

a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan seseorang atau sesuatu yang memiliki

korelasi dengan penelitian yang digunakan untuk memperoleh keterangan atau

informasi tentang situasi dan kondisi dari sasaran penelitian (Fitrah,

2017:152). Narasumber dari penelitian ini adalah beberapa orang yang

tergabung dalam redaksi Tempo, yaitu pemimpin redaksi, penanggung jawab,

fotografer, dan penulis. Peneliti akan melakukan wawancara kepada

narasumber untuk mendapatkan data yang relevan dan dapat di

pertanggungjawabkan.

b. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah majalah Tempo edisi 6-12

Februari 2017 dengan laporan utama Investigasi Tamasya Napi Sukamiskin.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

wawancara. Wawancara menurut (Moleong, 2007:186) merupakan percakapan

dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) dan terwawancara (interviewee) yang bertujuan untuk

34
mengkonstruksikan sosok, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan,

kepedulian, dan lain lain melalui verifikasi yang didapatkan dari narasumber.

Peneliti akan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada narasumber penelitian

sesuai dengan interview guide yang telah di siapkan sebelumnya. Namun tidak

menutup kemungkinan akan muncul pertanyaan lain diluar kebutuhan peneliti

karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Wawancara mendalam akan dilakukan untuk mengetahui seperti apa kebijakan

yang dijalankan oleh Tempo dalam menerapkan kode etik jurnalistik Pasal 2

dalam proses produksi beritanya. West dan Turner (2008:83) dalam buku yang

berjudul Pengantar Teori Komunikasi menjelaskan bahwa, wawancara mendalam

merupakan suatu metode yang memungkinkan pewawancara untuk mengajukan

pertanyaan kepada pihak terwawancara, yang bertujuan untuk mendapatkan

informasi mengenai fenomena yang diteliti. Dalam hal ini wawancara mendalam

biasanya dibuat semiterstruktur oleh pihak pewawancara. Sehingga, wawancara

mendalam dari sudut pandang peneliti dianggap sebagai sebuah kolaborasi antara

pewawancara dan terwawancara. Hal-hal yang ingin didiskusikan oleh pihak

terwawancara kemudian sama pentingnya dengan apa yang ingin digali peneliti

melalui topik yang diskusikan. Penggunaan teknik wawancara mendalam

dilakukan untuk memperoleh data-data primer. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari majalah Tempo edisi 6-12 Februari 2017.

4. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer pada penelitian ini didapatkan berdasarkan wawancara mendalam

yang dilakukan dengan pihak Tempo. Philipus Parera selaku

35
penanggungjawab, Jati Mahatmaji selaku fotografer, dan Rusman Paraqbueq

selaku penulis dari laporan investigasi berjudul Tamasya Napi Sukamiskin

akan ditentukan sebagai narasumber.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan investigasi majalah Tempo

edisi 6-12 Februari 2017 yang berjudul Tamasya Napi Sukamiskin. Data

sekunder lainnya adalah melakukan studi pustaka terhadap Cara Mudah

Memahami Kode Etik Jurnalistik & Dewan Pers yang dikeluarkan oleh Dewan

Pers dan Sembilan Elemen Jurnalisme yang ditulis oleh Bill Kovach dan Tom

Rosenstiel.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data sendiri merupakan sebuah proses yang secara sistematis

melakukan pencarian terhadap transkrip wawancara, observasi, catatan lapangan,

dokumen, foto, dan material lainnya yang digunakan untuk mendapatkan

pemahaman tentang data yang yang telah didapatkan hingga nantinya hasil

temuan penelitian dapat disajikan (Yusuf, 2017:400-401). Dari data-data yang

telah di dapatkan kemudian peneliti akan memilah kembali terkait informasi-

informasi yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

Selain itu, Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data kualitatif

menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas

atau yang dideskripsikan. Pada saat memaknai data yang telah dikumpulkan, data

tersebut kemudian akan di analisis dan diinterpretasikan. Tahapan dalam

melakukan analisis data adalah mengumpulkan data hingga penelitian itu berakhir

secara simultan dan terus menerus. Selanjutnya, interpretasi dan penafsiran data

dilakukan dengan merujuk kepada teoritis yang memiliki hubungan dengan

36
permasalahan yang diteliti, hingga selanjutnya dilakukan analisis data meliputi

reduksi data, penyajian data, dan mengambil kesimpulan lalu diverifikasi (Ghony

dan Almanshur, 2017:306).

a. Pengumpulan Data

Suatu kegiatan dimana peneliti memperoleh informasi berupa kalimat-

kalimat yang dikumpulkan melalui proses observasi, studi literatur,

wawancara mendalam, dan dokumentasi.

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses penentuan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data kasar yang didapatkan

dari lokasi penelitian. Proses reduksi data juga memilah informasi-informasi

yang telah didapatkan. Hasil data nantinya akan digolongkan, diarahkan,

membuang yang tidak dibutuhkan, dan diorganisasikan hingga kesimpulannya

ditemukan untuk kemudian ditarik dan dilakukan verifikasi.

c. Proses Penyajian Data

Pada tahap ini sekumpulan data telah tersusun dan mulai memberikan

gambaran tentang penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dari situ

kemudian peneliti akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa tindakan

selanjutnya yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman yang didapatkan

peneliti dari sajian data tersebut.

d. Proses Menarik Kesimpulan

Pada tahap ini peneliti mulai mencatat keteraturan, pola-pola,

penjelasan, konfigurasi yang memiliki kemungkinan, alur sebab-akibat, dan

proposisi. Data kemudian diteliti secara lebih rinci dan jelas agar kesimpulan

akhir lebih kuat. Kesimpulan akhir pada penelitian bisa saja tidak muncul

37
hingga proses data terakhir, sehingga proses penelitian ini bergantung pada

besarnya kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan, dan metode

pencarian ulang yang digunakan, kecakapan atau keterampilan peneliti, dan

tuntutan dari pemberi dana.

Untuk lebih memperjelas, berikut merupakan gambar untuk

menjelaskan teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini:

PENGUMPULAN DATA PENYAJIAN DATA

REDUKSI DATA

KESIMPULAN

PENAFSIRAN/VERIFIKASI

PE
(Gambar 1.1) Komponen dalam Analisis Data Model Miles dan Huberman.

Pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber tercantum pada

interview guide yang telah disusun, namun tidak menutup kemungkinan akan

munculnya pertanyaan lain yang masih memiliki korelasi dengan topik yang

dibahas, karena penelitian ini bersifat deskriptif.

Proses wawancara akan dilakukan dengan cara merekam kegiatan

wawancara dalam bentuk rekaman suara dan mencatat poin-poin utama dan

penting yang diperoleh dari narasumber. Hasil dari wawancara tersebut

kemudian akan di sortir kembali untuk mengumpulkan jawaban yang relevan

bagi topik penelitian. Kemudian penyajian data yang telah melewati proses

reduksi data akan disimpulkan dalam bentuk poin-poin penting dan di analisis.

38
H. Matriks Penelitian

Konsep Dimensi Indikator Sumber Metode

Data

Jurnalisme Proses  Tempo memiliki Penanggung Wawancara

Investigasi investigasi tahapan-tahapan jawab, mendalam

yang telah penulis (in-depth

terstruktur dalam interview)

melakukan proses

investigasi.

Kode Etik Menunjukkan  Tempo Penanggung Wawancara

Jurnalistik identitas diri menunjukkan jawab, mendalam

Pasal 2 kepada identitas diri kepada fotografer, (in-depth

narasumber narasumber yang penulis interview)

akan diwawancarai.

 Tempo

mempertimbangkan

kembali terkait

menunjukkan

identitas diri

tergantung kondisi

dan posisi

narasumbernya

dalam peliputan

berita.

Menghormati  Tempo Penanggung Wawancara

39
hak privasi menghormati hak jawab, mendalam

privasi narasumber fotografer, (in-depth

ketika melakukan penulis interview)

peliputan.

 Tempo memiliki

pandangan

tersendiri dalam

menerapkan

menghormati hak

privasi tergantung

dengan topik

peliputan.

Tidak menyuap  Tempo tidak Penanggung Wawancara

melakukan suap jawab, mendalam

kepada penulis (in-depth

narasumbernya interview)

dengan tujuan

memberikan

informasi kepada

Tempo.

 Tempo memiliki

kebijakan dalam

menindaki

wartawannya yang

melakukan

40
penyuapan kepada

narasumber.

Menghasilkan  Tempo Penanggung Wawancara

berita yang menghasilkan berita jawab, mendalam

faktual dan jelas yang faktual dan penulis (in-depth

sumbernya jelas sumbernya interview)

pada isi berita

Tamasya Napi

Sukamiskin.

 Tempo memiliki

kebijakan tersendiri

dalam menentukan

narasumber anonim

yang ditampilkan

pada berita

investigasi Tamasya

Napi Sukamiskin.

Rekayasa  Tempo Penanggung Wawancara

pengambilan menampilkan jawab, mendalam

dan pemuatan informasi dengan fotografer (in-depth

atau penyiaran keterangan sumber interview)

gambar, foto, secara berimbang

suara dilengkapi pada foto yang

dengan dimuat pada

keterangan laporan investigasi

41
tentang sumber Tamasya Napi

dan ditampilkan Sukamiskin.

secara  Tempo memiliki

berimbang kebijakan tersendiri

dalam menampilkan

foto yang

didapatkan dengan

menggunakan

kamera

tersembunyi.

Menghormati  Tempo Penanggung Wawancara

pengalaman menghormati jawab, mendalam

traumatik pengalaman fotografer (in-depth

narasumber traumatik interview)

dalam penyajian narasumber ketika

gambar, foto, menampilkan foto

suara dalam isi beritanya.

 Tempo melakukan

pengecekan

terhadap

narasumbernya

yang berpotensi

memiliki

pengalaman

traumatik.

42
Tidak  Tempo mencari Penanggung Wawancara

melakukan sendiri informasi- jawab, mendalam

plagiat, informasi yang fotografer, (in-depth

termasuk digunakan pada isi penulis interview)

menyatakan beritanya.

hasil liputan  Tempo memiliki

wartawan lain kebijakan dalam

sebagai karya menindaki

sendiri wartawannya yang

melakukan plagiat.

Penggunaan  Tempo memiliki Penanggung Wawancara

cara-cara cara-cara sendiri jawab, mendalam

tertentu dapat yang ditempuh fotografer, (in-depth

dipertimbangkan dalam melakukan penulis interview)

untuk peliputan peliputan

berita investigasi.

investigasi bagi  Tempo

kepentingan mempertimbangkan

publik kasus-kasus yang

bersifat kepentingan

publik.

Sembilan Kewajiban  Wartawan Tempo Penulis Wawancara

Elemen pertama menyadari mendalam

Jurnalisme jurnalisme kewajiban (in-depth

adalah pada jurnalisme pada interview)

43
kebenaran kebenaran.

 Tempo memiliki

kriteria dalam

menentukan

narasumber yang

akan digunakan.

Loyalitas  Tempo Penulis Wawancara

pertama mengedepankan mendalam

jurnalisme kepentingan publik (in-depth

adalah kepada dibandingkan interview)

warga kepentingan

lainnya.

 Wartawan Tempo

tidak menyajikan

informasi atas

kepentingan

pribadi.

Intisari  Tempo Penulis Wawancara

jurnalisme mengutamakan mendalam

adalah sebuah verifikasi dalam (in-depth

disiplin penggalian interview)

verifikasi informasi dari

44
narasumber.

 Wartawan Tempo

menggunakan

informasi off the

record yang di

dapat dari sumber

informasi untuk

melakukan

verifikasi kepada

sumber informasi

lainnya.

Wartawan  Wartawan Tempo Penulis Wawancara

punya mengikuti mendalam

kewajiban nuraninya dalam (in-depth

terhadap nurani proses peliputan. interview)

 Wartawan Tempo

memiliki hak

menyampaikan

pendapatnya dalam

tim redaksi.

45
Daftar Pustaka

Erdianto, K. Nasional.kompas.com. Diperoleh dari:

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/23/16355881/kpk-tegaskan-berwenang-ott-

kalapas-sukamiskin

Fitrah, M.L. (2017). Metodologi penelitian: penelitian kualitatif, tindakan kelas & studi

kasus. Sukabumi: CV Jejak.

46
Ghony, D.M. dan Almanshur, F. (2017). Metode penelitian kualitatif. Yogyakarta: AR-RUZZ

MEDIA.

Harsono, A. (2010). Agama saya adalah jurnalisme. Yogyakarta: KANISIUS.

Hamad, I. (2004). Konstruksi realitas politik dalam media massa: sebuah studi critical

discourse analysis terhadap berita-berita politik. Jakarta: Granit.

Kovach, B. dan Tom, R. (2006). Sembilan elemen jurnalisme: apa yang seharusnya

diketahui wartawan dan diharapkan publik. Jakarta: Yayasan Pantau.

Maharani, Esthi. (2015). Republika.co.id. Diperoleh dari:

https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/04/23/nn8yms-nenek-asyani-divonis-

satu-tahun

Moleong, L.J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Offset

Paraqbueq, R., Pramono, S., Silalahi, M. “Pelesir Gelap Pesakitan Sukamiskin,” Tempo, 12

Februari, 2017, 51-63.

Prasongko, Dias. (2018). Nasional.tempo.co. Diperoleh dari:

https://nasional.tempo.co/read/1109990/pernah-dihuni-soekarno-lapas-sukamiskin-kini-

tempat-napi-korupsi/full&view=ok

Purwoko, Krisman. (2011). Republika.co.id. Diperoleh dari:

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/08/08/lplodp-dewan-pers-

sindookezone-langgar-kode-etik

47
Rajagukguk, Ruth Sondang Parsaulian. (2015). Penerapan kode etik jurnalistik dalam

pemberitaan kasus kekerasan seksual anak (analisis isi kuantitatif penerapan kode

etik jurnalistik dalam pemberitaan kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh emon

pada detik.com dan merdeka.com periode mei 2014). Di akses pada 20 Oktober 2018

pukul 17.00 WIB.

http://e-journal.uajy.ac.id/7822/

Sukardi, W.A. (2008). Cara mudah memahami kode etik jurnalistik & dewan pers.

Jakarta Pusat: Dewan Pers.

Sukardi, W.A. (2007). Close up seperempat abad pelaksanaan kode etik jurnalistik. Jakarta

Pusat: Dewan Pers.

Santana, K.S. (2004). Jurnalisme investigasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sani, Abdullah. (2017). Merdeka.com. Diperoleh dari:

https://www.merdeka.com/peristiwa/korupsi-bansos-ketua-dprd-bengkalis-cuma-divonis-18-

bulan-penjara.html

Setiawan, Lukas Deni. (2011). Narasumber anonim dan berita (studi kasus kebijakan

redaksional majalah tempo mengenai narasumber anonim dalam rubric laporan

utama kasus korupsi). Di akses pada 2 Oktober 2018 pukul 19.25 WIB.

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=

view&typ=html&buku_id=68800&is_local=1

Syah, S. (2011). Rambu-rambu jurnalistik dari undang-undang hingga hati nurani.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wedhaswary, Inggried Dwi. (2017). Nasional.kompas.com. Diperoleh dari:

48
https://nasional.kompas.com/read/2017/02/06/08392901/verifikasi.media.salah.satu.upaya.de

wan.pers.lawan.hoax.

West, R. dan Turner, L. (2008). Pengantar teori komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Yusuf, A.M. (2017). Metode penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan penelitian gabungan.

Jakarta: KENCANA

49

Anda mungkin juga menyukai