Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

“ENDOKRINOLOGI”

Kelompok 5

Di susun oleh :

1. Alfian Dwiki Syahputra 2443020191


2. Marsiana Gabriella De Parera 2443020215
3. Athaya Salsabila Fayikh 2443020223
4. Faradilah Dwi Wardhani 2443020232
5. Michelle Gracya Millu 2443020238
6. Mochammad Viky Devangga 2443020261

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2020/202
BAB I
TUJUAN PRAKTIKUM

1. Memahami metabolisme dan hormon tiroid.

2. Memahami glukosa darah, insulin, dan diabetes militus.

3. Memahami terapi sulih hormon.

4. Memahami pengukuran kortisol dan hormon adrenokortikotropik.

BAB II

LANDASAN TEORI

Di dalam tubuh manusia sitem endokrin (berkaitan dengan sistem saraf)


mengkordinasi dan menyatukan fungsi dari sistem fisiologi yang berbeda-beda. Oleh
karena itulah sistem endokrin memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur
homeostasis. Peran ini dimulai dengan zat kimia, yang disebut hormon, disekresikan
melalui saluran kelenjar endokrin, merupakan jaringan yang berasal dari jaringan epitel.
Kelenjar endokrin mensekresikan hormon-hormon ruang-ruang cairan ekstraseluler.
Lebih spesifik lagi, darah selalu membawa dan meyalurkan hormon (kadang- kadang
menempel pada secara spesifik pada protein plasma) ke sel target. Sel target dapat
merupakan sel yang sangat dekat, atau sangat jauh dari tempat penghasil hormon.
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar endokrin tanpa duktus. Meskipun kelenjar-
kelenjar endokrin secara anatomis tidak berhubungan namun secara fungsional
kelenjar-kelenjar tersebut membentuk suatu sistem. Semua kelenjar endokrin
melaksanakan fungsinya dengan mengeluarkan hormon kedalam darah, dan terdapat
banyak interaksi fungsional diantara berbagai kelenjar endokrin. Setelah dikeluarkan,
hormon mengalir kedalam darah ke sel sasaran ditempat yang jauh, tempat bahan ini
mengatur atau mengarahkan fungsi tersebut. Disfungsi endokrin terjadi jika hormon
dihasilkan terlalu banyak atau terlalu sedikit atau ketika responsivitas sel sasaran
terhadap hormon berkurang (Sherwood, 2001).

Hormon steroid dan hormon tiroksin (hormon tiroid) adalah hormone-hormon yang
bekerja lambat mereka masuk ke dalam sel target dan berinteraksi dengan nucleus untuk
mempengaruhi transkripsi dari beberapa protein yang disintesi di dalam sel. Hormon-
hormon tersebut masuk ke dalam nucleus dan menempel pada bagian spesifik dari DNA.
Penempelan tersebut menyebabkan diproduksinya m RNA yang spesifik, yang
kemudian berpindah ke sitoplasma, di mana ribosom dapat mentranslasi m RNA
menjadi protein. Hormon tiroid menghambat sekresi lebih lanjut TSH oleh hipofisis
anterior. Umpan balik negatif menjamin bahwa jika sekresi kelenjar tiroid telah
“dinyalakan” oleh TSH, maka sekresi tersebut tidak akan berlanjut tetapi akan
“dipadamkan” jika kadar hormon bebas dalam darah telah mencapai tingkat yang telah
ditentukan. Karena itu, efek susatu hormon dapat menghambat sekresinya sendiri.
Umpan balik negatif adalah gambaran menonjol pada sistem kontrol hormon. Secara
sederhana, umpan balik negatif dijumpai jika keluaran sistem melawan perubahan pada
masukan, sehingga variabel terkontrol berasa dalam kisaran sempit di seketir titik
patokan tertentu (Sherwood, 2001).
Hormon berikatan dengan reseptor yang memiliki afinitas atau gaya Tarik besar
yang berlokasi dipermukaan sel target, pada sitosol sel targetnya, atau pada nucleus dari
sel target. Reseptor-reseptor hormon ini sangat sensitif, Konsentarasi hormone di dalam
darah dapat berkisar antara 10-9 to 10-12 molar. Sebuah reseptor hormon yang kompleks
dan kemudian dapat mendesak aksi biologis melewati aliran sinyal-transduksi dan
penggantian dari transkripsi gen pada sel target. Respon fisiologi terhadap hormone
dapat berbeda-beda bisa beberapa detik, berjam-jam, atau berhari-hari, tergantung zat
kimia alami dari hormon dan lokasi dari reseptor pada sel target.

Struktur kimia dari dari hormon penting dalam menentukan bagaiman ia dapat
berinteraksi dengan sel target. Hormon-hormon peptide dan katekolamin adalah hormone-
hormon yang bereaksi cepat yang menempel pada reseptor membran plasma dan menyebabkan
second messengger terbentuk di sitoplasma dari sel target. Sebagai contoh, zat kimia yang
disebut CAMP (cyclic adenosine monophosphate) disintesis dari molekul yang disebut ATP.
Sintesi dari zat kimia tersebut membuat metabolism sel menjadi lebih aktif dan oleh
karena itu reseptor di sel lebih cepat dalam merespon stimulus.

Perlu diingat bahwa organ dari system endokrin tidak berfungsi secara bebas.
Aktifitas dari salah satu kelenjar endokrin sering berhubungan dengan aktifitas dari
kelenjar-kelenjar lain. Tidak ada satu fungsi sistempun yang bekerja sendiri tanpa
system lain. Untuk alasan ini, kami akan lebih menekankan tentang mekanisme umpan
balik dan bagaimana menggunakannya untuk memprediksi, menjaelaskan, dan
memahami efek-efek hormon.

Memberikan pengaruh yang sangat kuat pada homeostasis. Mekanisme umpan


balik negatif sangat penting dalam mengatur sekresi hormone, sintesis, dan efektivitas
pada sel target. Umpan balik negatif memastikan bahwa tubuh kita memerlukan
hormone khusus, kemudian hormone tersebut akan diproduksi apabila hormone tersebut
diproduksi terlalu banyak maka sekresi dari hormone tersebut akan dihambat.
Kadang-kadang tubuh mengatur pengeluaran hormone-hormon lewat
mekanisme umpan balik positif. Pengeluaran dari Oxitosin dari Hipofisis posterior
adalah salah satunya. Oxitosin adalah hormone yang menyebabkan lapisan otot dari
uterus, yang disebut myometrium, berkontraksi selama proses melahirkan. Kontraksi
dari myometrium menyebabkan bertambahnya pengeluaran atau sekresi oxytosin,
sehingga konstraksi yang lebih besar dapat terjadi. Hal tersebut tidak sama dengan
mekanisme umpan balik positif. Peningkatan kadar oxytosin dalam sirkulasi tidak
menghambat sekresi oksitosin.

Banyak metode eksperimen yang dapat dipakai untuk mempelajari tentang fungsi
dari kelenjar endokrin. Metode-metode tersebut termasuk mengeluarkan kelenjar dari
seekor hewan dan kemudian menginjeksinya atau menyisipkan atau memberinya
kelenjar tambahan.
BAB III

ALAT DAN BAHAN

(Tersedia dalam perangkat lunak PhysioX 9.0)

Aktivitas 1 :

1. 3 suntik isi ulang (refillable syringes)

2. Hormon TSH dan Tiroksin

3. Glass animal chamber

4. T-connector

5. Soda lime (air kapur)

6. Pipa bentuk U

7. Alat suntik

8. Animal Scale (Neraca yang digunakan untuk menimbang berat badan hewan)

Aktivitas 2

1. Air deionisasi

2. Glukosa standar

3. Reagen pewarna enzim

4. Barium hidroksida

5. Heparin

6. Sampel darah

7. Unit tabung reaksi inkubasi

8. Spectrophotometer
Aktivitas 3

1. 3 tikus yang telah diangkat ovariumnya

2. Hormon saline, esterogen, kalsionin

3. Suntik isi ulang

4. Dual x-ray absorptiometry bone-density scanner (DXA)

Aktivitas 4

1. Sampel plasma darah dari 5 pasien

2. Column

3. HPLC detector

4. Suntik isi ulang

5. HPLC injection port


BAB IV

HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN

Tabel Activity 1

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada saat belum disuntik hormon
tikus-tikus percobaan mempunya berat badan, jumlah penghirupan oksigen dan BMR
tidak meningkat ataupun menurun. Tetapi pada saat disuntik tiroksin dan TSH
indikator-indikator tersebut menunjukkan peningkatan. Berat badan mulai naik, jumlah
penghirupan oksigen juga meningkat dan BMR ke tiga tikus tersebut meningkat, terutam
pada tikus normal. Saat disuntik Propiltiurasi berat badan, jumlah penghirupan oksigen
dan BMR malah menunjukkan penurunan.

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada saat belum disuntik hormon
tikus-tikus percobaan mempunya berat badan, jumlah penghirupan oksigen dan BMR
tidak meningkat ataupun menurun. Tetapi pada saat disuntik tiroksin dan TSH
indikator-indikator tersebut menunjukkan peningkatan. Berat badan mulai naik, jumlah
penghirupan oksigen juga meningkat dan BMR ke tiga tikus tersebut meningkat, terutam
pada tikus normal. Saat disuntik Propiltiurasi berat badan, jumlah penghirupan oksigen
dan BMR malah menunjukkan penurunan.
Tabel Activity 2

Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa semakin besar optical density suatu maka
semakin besar pula kadar glukosa dalam darah. Pada bagian pertama menunjukkan
kadar glukosa yang paling tertinggi adalah 150 mg/desiliter pada tabung ke-5, dan pada
bagian ke dua kadar glukosa yang paling tertinggi juga terdapat pada tabung ke-5 yakni
144 mg/desiliter. Setelah dilakukan pemeriksaan ke dua kali maka dapat dipastikan
bahwa pasien no.3 dan no.5 yang menderita diabetes melitus.

Pankreas menghasilkan 2 hormon penting yang berfungsi mengatur kadar


glukosa dalam darah. Kedua hormon tersebut adal insulin dan glukagon, insulin
diproduksi oleh sel β (sel beta) sedangkan glucagon diproduksi oleh sel α (sel alfa).
Kedua hormone ini berfungsi mengatur kadar gula darah dan membuat tubuh kita mampu
untuk menyerap glukosa dari aliran darah. Selanjutnya glukosa yang telah diambil dan
disimpan tersebut akan dijadikan bahan bakar metabolisme. Hormon insulin bekerja
untuk memasukkan glukosa ke dalam sel untuk menjadi bahan bakar metabolisme
sedangkan hormone glucagon akan bekerja ketika kadar gula darah mulai rendah di
dalam darah.
Ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup, maka akan
terjadi diabetes mellitus tipe 1, tetapi ketika pankreas memproduksi insulin dengan baik
tapi reseptor insulin pada sel target tidak peka maka akan terjadi diabetes mellitus tipe 2.

Pada uji kadar gula darah menggunakan plasma glukosa puasa jika nilai plasma
glukosa darah seorang pasien lebih besar atau kurang dari 126 mg/dl berarti dia
terdiagnosis menderita penyakit diabetes, jika kada plasma glukosa puasanya di antara
110-125 mg/dl maka pasien terebut terindikasi mengalami penurunuan daya serap
glukosa oleh sel yang diperantarai insulin. Jika plasma glukosa puasa kurang dari 110
mg/dl berarti pasien memiliki kadar glukosa normal.
Tabel Activity 3

Tabel di atas menunjukkan T score pada tikus control yang diberi ijeksi saline
minesnya meningkat menjadi -2.82, pada tikus yang diinjeksi esterogen nilai minesnya
menurun pesat menjadi -1.66, pada tikus yang diberi kalsitonin minesnya menurun
menjadi -2.14.

Folikel stimulating hormone (FSH) adalah hormone peptide pada pituitary


(hipofisis) anterior yang menstimulasi folikel ovarium untuk bertumbuh. Pertambahan
folikel ovarium menyebabkan produksi hormone steroid yang disebut esterogen pada
wanita meningkat, Esterogen memiliki efek yang sangat banyak pada tubuh wanita dan
pengaturan homeostatis termasuk menstimulasi tulang untuk bertumbuh dan
menjaganya dari pengeroposan (Osteoporosis).

Setelah menopause (masa di mana seorang wanita tidak mengalami menstruasi)


ovarium berhenti memproduksi esterogen, hal ini membuat seorang wanita renatan
terkena penyakit osteoporosis, dikarenakan tidak adanya hormon esterogen sehingga
densitas tulang mulai berkurang dan menyebabkan tulang menjadi osteoporosis dan bias
patah. Agar wanita yang sudah menopause tidak mengalami osteoporosis, maka
wanita itu dapat menjalani terapi hormon pengganti (hormone replacement therapy),
dengan penyuntikan hormone esterogen atau hormone kalsitonin.
Tabel Activity 4

Kortis adalah hormone yang disekresikan oleh korteks adrenal kortisol sangat
penting dalam respon tubuh terhadap stress. Pengeluaran kortisol di atur oleh
Adrenocorico Tropic Hormone (ACTH), sebuah tropic hormone yang disekresikan oleh
hipofisis anterior. Sekresi ACTH distimulasi oleh Corticotropin Releasing Hormone
(CRH), yang merupakan tropic hormone yang disekresikan oleh hipotalamus.
Meningkatnya kortisol dalam darah dapat menyebabkan hiperkotisolisme yang
merujuk pada Sindrom Cushing’s jika disebabkan oleh tumor pada kelenjar adrenal.
Sindrom Cushing’s juga dapat menjadi Iatrogenic. Sindrom cushing’s juga dapat
merujuk pada “diabetes steroid” karena sindrom ini dapat menyebabkan hiperglikemia.
Sebalikanya Penyakit Cushing’s adalah hiperkotisolisme yang disebabkan oleh tumor
pada pituitary anterior. Orang dengan penyakit cushing’s mengalami peningkatan
ACTH dan Kortisol.
Penurunan kortisol dalam darah, atau hiperkotisolisme dapat terjadi karena
insufisiensi adrenal. Insufisiensi adrenal disebut sebagai penyakit Addison’s, kadar
kortisol yang rendah disebabkan oleh kerusakan korteks adrenal.
Pada tabel di atas menunjukkan :
• Pasien ke-1 mengidap hipopituitarisme
• Paisen ke-2 mengidap Iatrogenik Cushing’s syndrome
• Pasien ke-3 mengidap penyakit Cushing’s
• Pasien ke-4 mengidap penyakit Addison’s
• Pasien ke-5 mengidap Iatrogen Cushing’s syndrome
BAB V
PEMBAHASAN

Metabolisme dan Hormon Tiroid

Metabolisme adalah segala reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh.


Metabolisme terbagi menjadi dua yaitu; anabolisme dan katabolisme. Anabolisme
adalah pembentukkan molekul-molekul kecil menjadi moleku-molekul besar, lewat
reaksi enzimatis, sedangkan Katabolisme adalah penguraian molekul-molekul besar
menjadi molekul-molekul kecil lewat reaksi enzimatis.
Hormon yang paling penting dalam mengatur metabolisme dan temperature tubuh
adalah hormon tiroksin yang juga dikenal sebagi tetraiodotironine, atau T. Tiroksin
disekresikan oleh kelenjar tiroid, yang terletak di bagian leher. Produksi dari tiroksin
dikontrol oleh kelejar hipofisis yang disebut pituitary, kelenjar hipofisis menghasilkan
hormone yang disebut Thiroid Stimulating Hormone (TSH), hormon ini berfungsi untuk
menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroid, dengan cara ketika
TSH dilepas maka dia akan meningkatkan ukuran dari kelenjar tiroid dan mensekresikan
tiroksin.
Hipotalamus dari otak juga berperan penting dalam produksi tiroksin dan TSH.
Hipotalamus merupakan kelenjar endokrin utama, yang mensekresikan beberapa
hormone untuk menstimulasi kelenjar hipofisis yang juga terletak di otak. Salah
satu sekresi hormon dari hipotalamus yang berperan penting dalam produksi tiroksin
dan TSH adalah hormone TRH (Thyrotropin-realising hormone). Hormon ini
bertugas untuk menstimulasi hipofisis untuk mensekeresikan TSH supaya TSH dapat
menstimulasi kelenjar tiroid untuk mengeluarkan tiroksin.
Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik
1. Merangsang metabolisme karbohidrat dan lemak.
2. Peningkatan hormone tiroid menurunkan konsentrasi kolestrol, fosfolipid, dan
trigliserida dalam darah.
3. Peningkatan hormon tiroid yang terlalu tingi maka akan membuat seseorang
mengalami defisiensi vitamin.
4. Hormon thyroid dapat meningkatkan laju metabolisme basal.
5. Peningkatan hormon tiroid dapat membuat berat badan menurun.

Efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskular.

1. Meningkatkan aliran darah dan curah jantung.

2. Peningkatan frekuensi denyut jantung.

3. Peningkatan kekuatan jantung.

4. Peningkatan pernapasan.

5. Efek pada tidur.

6. Efek pada kelenjar endokrin lain.


Praktikum kali ini ada tiga tikus yang berbeda yaitu tikus normal, tikus
tyroidectomized, dan tikus hypophysectomized. Tikus normal adalah tikus percobaan yang
kondisinya normal, tikus ini berfungsi untuk mengetahui laju metabolik tikus normal.
Tikus tyroidectomized (Tx) adalah tikus yang telah kehilangan kelenjar tiroidnya
sehingga di dalam tubuhnya tidak dihasilkan hormon tiroksin, sedangkan tikus
hypophysectomized ( Hypox) adalah tikus yang telah kehilangan kelenjar hipofisisnya
sehingga tidak menghasilkan hormon TSH. Pada setiap tikus akan di injeksi tiroksin,
TSH, dan PTU. Jumlah penggunaan oksigen tiap jam dianalogikan sebagai laju
metabolisme. Penggunaan oksigen ini mencerminkan laju metabolisme karena proses
metabolisme hewan percobaan mutlak memerlukan oksigen sehingga laju metabolisme
dapat dianaolgikan dengan penggunaan oksigen per jam.

Sebelum melakukan percobaan terapi hormon, terlebih dahulu dibuat standar laju
metabolisme. Standar laju ini dibuat untuk mengetahui laju metabolisme ketiga
kelompok tikus pada kondisi normal yaitu dengan mengukur penggunaan oksigen
selama satu menit lalu dengan perhitungan ditentukan laju metabolisme berupa
penggunaan oksigen perjam per kilogram berat badan tikus. Tikus ditempatkan pada
suatu chamber tertutup yang terhubung pada alat pengukur tekanan selama satu
menit, kemudian chamber tersebut diisi kembali dengan udara dari luar dengan volume
yang diketahui hingga tekanan udara kembali seperti semula. Volume tersebut yang
selanjutnya dimasukkan ke dalam perhitungan untuk menentukan laju metabolisme.
Laju metabolisme pada kategori standar laju selanjutnya digunakan sebagai pembanding
untuk terapi hormon yang diterapkan pada masing-masing kelompok hewan percobaan.
Perbedaan nilai laju metabolisme yang signifikan baik itu meningkat atau menurun
menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan terapi hormon dan pengganti hormon
pada hewan percobaan. Dari data pengamatan terlihat bahwa tikus normal (Normal)
memiliki laju metabolik yang jauh berbeda dibandingkan tikus tyroidectomized (Tx)
dan tikus hypophysectomized ( Hypox). Tikus normal memiliki laju metabolik yang
paling tinggi sedangkan tikus Tx memiliki laju yang relatif sama dengan tikus hypox.
Hal ini karena tikus Tx sudah tidak memiliki kelenjar tiroid yaitu kelenjar yang
menghasilkan hormon tiroksin, hormon yang berperan dalam proses metabolisme,
sehingga proses metabolismenya menjadi lambat. Sedangkan tikus hypox tidak lagi
memiliki kelenjar hipofisis yang merupakan kelenjar yang berfungsi melepaskan
TSH (thyroid-stimulating hormone) yaitu hormon yang menstimulasi pelepasan hormon
tiroksin sehingga tidak ada tiroksin yang dilepaskan. Oleh karena itu, laju metabolik
tikus Tx dan tikus hypox rendah. Laju metabolik tikus normal tinggi karena pada tikus
tersebut masih dihasilkan hormon tiroksin sebab tikus tersebut masih memiliki kelenjar
tiroid dan kelenjar hipofisis sehingga regulasi hormon berjalan normal. Pemberian tiroid
pada tikus Tx dan tikus hypox dapat membuat laju metabolis normal.

Percobaan selanjutnya dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian


tiroksin terhadap laju metabolik ketiga kelompok tikus. Hormon-hormon tiroid,
termasuk tiroksin, berfungsi meningkatkan metabolisme sel dan penggunaan oksigen,
juga mendorong sintesis protein di dalam sel. Prosedur yang dilakukan sama dengan
prosedur pada penentuan laju metabolik standar hanya pada percobaan ini
semua tikus terlebih dahulu diberikan injeksi tiroksin sebelum penentuan laju
metaboliknya. Data yang diperoleh menunjukkan kenaikan laju metabolik pada semua
kelompok tikus. Pada tikus normal tetap menunjukkan angka laju yang paling tinggi
karena memiliki kadar tiroksin yang paling tinggi juga. Hal ini karena pada tikus
normal kadar tiroksin pada awalnya normal dan setelah dilakukan injeksi tiroksin kadar
tiroksinnya menjadi lebih tinggi sehingga laju metaboliknya meningkat. Untuk tikus Tx
dan tikus hypox laju metaboliknya meningkat menjadi angka normal karena yang pada
awalnya tidak terdapat tiroksin pada tubuhnya yang membuat laju metaboliknya rendah
kini pada tubuhnya terdapat tiroksin sehingga laju metaboliknya menjadi meningkat.
Oleh karena itu, dapat kita ketahui bahwa pemberian hormone tiroksin dapat
meningkatkan laju metabolise tubuh.
Percobaan ketiga bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian TSH terhadap
laju metabolik tikus. TSH adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
yang berfungsi menstimulasi pelepasan hormon tiroksin oleh kelenjar tiroid. Tidak
adanya TSH menyebabkan tidak adanya hormon tiroksin yang dilepaskan oleh kelenjar
tiroid. Percobaan ini dilakukan dengan memberi injeksi TSH pada setiap tikus
kemudian dihitung laju metaboliknya. Hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan
terjadinya kenaikan laju metabolic hanya pada tikus normal dan tikus hypox. Pada tikus
normal karena hormon stimulan menjadi lebih banyak sehingga hormon tiroksin yang
dilepaskan oleh kelenjar tiroid juga lebih banyak sedangkan pada tikus hypox kenaikan
terjadi karena terjadi stimulasi pelepasan hormon tiroksin yang pada awalnya tidak ada
stimulasi sama sekali. Pada tikus Tx tidak terjadi kenaikan laju metabolik bila
dibandingkan dengan standar laju meski tikus telah diberi injeksi TSH karena tikus Tx
tidak memiliki kelenjar tiroid yang dapat menghasilkan hormon tiroksin
sehingga pemberian TSH tidak akan menimbulkan pengaruh terhadap tikus tersebut
karena TSH yang diinjeksikan tidak dapat menemukan reseptornya sehingga TSH
tersebut tidak berfungsi. Oleh karena itu, tidak terjadi kenaikan pada laju metabolik
tikus Tx.

Percobaan keempat dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian


propiltiourasil terhadap laju metabolik tikus. Propiltiourasil adalah suatu senyawa yang
dapat menghambat secara langsung sintesis hormon tiroid dengan jalan menghambat
enzim peroksidase sehingga mencegah pengikatan iodium pada tirosin atau
penggandengan mono- dan diiodotirosin menjadi T3/T4. Prosedur dilakukan dengan
terlebih dahulu dilakukan pemberian propiltiourasil pada setiap tikus sebelum
penentuan laju metaboliknya. Data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan laju
metabolik pada tikus normal sedangkan pada tikus Tx dan tikus hypox tidak
menunjukkan perubahan yang berarti. Penurunan laju metabolic pada tikus normal
dikarenakan terjadinya penghambatan proses pembentukan hormon tiroksin oleh
propiltiourasil sehingga hormon yang diproduksi menjadi menurun dan mengakibatkan
laju metabolik menjadi lebih lambat. Tidak adanya respon yang berarti terhadap
pemberian propiltiourasil.
BAB VI
KESIMPULAN

1. Hormon steroid dan hormon tiroksin (hormon tiroid) adalah hormone-hormon yang
bekerja lambat mereka masuk ke dalam sel target dan berinteraksi dengan nucleus untuk
mempengaruhi transkripsi dari beberapa protein yang disintesi di dalam sel.
2. Hormon berikatan dengan reseptor yang memiliki afinitas atau gaya Tarik besar yang
berlokasi dipermukaan sel target, pada sitosol sel targetnya, atau pada nucleus dari sel
target.
3. Umpan balik negatif memastikan bahwa tubuh kita memerlukan hormone khusus,
kemudian hormone tersebut akan diproduksi apabila hormone tersebut diproduksi terlalu
banyak maka sekresi dari hormone tersebut akan dihambat.
4. Hormon yang paling penting dalam mengatur metabolisme dan temperature tubuh adalah
hormon tiroksin yang juga dikenal sebagi tetraiodotironine, atau T. Tiroksin disekresikan
oleh kelenjar tiroid, yang terletak di bagian leher.
5. Produksi dari tiroksin dikontrol oleh kelejar hipofisis yang disebut pituitary, kelenjar
hipofisis menghasilkan hormone yang disebut Thiroid Stimulating Hormone (TSH),
hormon ini berfungsi untuk menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon
tiroid, dengan cara ketika TSH dilepas maka dia akan meningkatkan ukuran dari kelenjar
tiroid dan mensekresikan tiroksin.
6. Salah satu sekresi hormon dari hipotalamus yang berperan penting dalam produksi
tiroksin dan TSH adalah hormone TRH (Thyrotropin-realising hormone).
7. Tikus normal adalah tikus percobaan yang kondisinya normal, tikus ini berfungsi untuk
mengetahui laju metabolik tikus normal.
8. Tikus tyroidectomized (Tx) adalah tikus yang telah kehilangan kelenjar tiroidnya
sehingga di dalam tubuhnya tidak dihasilkan hormon tiroksin, sedangkan tikus
hypophysectomized ( Hypox) adalah tikus yang telah kehilangan kelenjar hipofisisnya
sehingga tidak menghasilkan hormon TSH.
9. Standar laju ini dibuat untuk mengetahui laju metabolisme ketiga kelompok tikus pada
kondisi normal yaitu dengan mengukur penggunaan oksigen selama satu menit lalu
dengan perhitungan ditentukan laju metabolisme berupa penggunaan oksigen perjam per
kilogram berat badan tikus.
10. Perbedaan nilai laju metabolisme yang signifikan baik itu meningkat atau menurun
menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan terapi hormon dan pengganti hormon
pada hewan percobaan.
11. Dari data pengamatan terlihat bahwa tikus normal (Normal) memiliki laju metabolik
yang jauh berbeda dibandingkan tikus tyroidectomized (Tx) dan tikus
hypophysectomized ( Hypox).
12. Tikus normal memiliki laju metabolik yang paling tinggi sedangkan tikus Tx memiliki
laju yang relatif sama dengan tikus hypox.
13. Hal ini karena tikus Tx sudah tidak memiliki kelenjar tiroid yaitu kelenjar yang
menghasilkan hormon tiroksin, hormon yang berperan dalam proses metabolisme,
sehingga proses metabolismenya menjadi lambat.
14. Sedangkan tikus hypox tidak lagi memiliki kelenjar hipofisis yang merupakan
kelenjar yang berfungsi melepaskan TSH (thyroid-stimulating hormone) yaitu hormon
yang menstimulasi pelepasan hormon tiroksin sehingga tidak ada tiroksin yang
dilepaskan.
15. Laju metabolik tikus normal tinggi karena pada tikus tersebut masih dihasilkan hormon
tiroksin sebab tikus tersebut masih memiliki kelenjar tiroid dan kelenjar hipofisis
sehingga regulasi hormon berjalan normal.
16. Prosedur yang dilakukan sama dengan prosedur pada penentuan laju metabolik
standar hanya pada percobaan ini semua tikus terlebih dahulu diberikan injeksi
tiroksin sebelum penentuan laju metaboliknya.
17. Hal ini karena pada tikus normal kadar tiroksin pada awalnya normal dan setelah
dilakukan injeksi tiroksin kadar tiroksinnya menjadi lebih tinggi sehingga laju
metaboliknya meningkat.
18. Untuk tikus Tx dan tikus hypox laju metaboliknya meningkat menjadi angka normal
karena yang pada awalnya tidak terdapat tiroksin pada tubuhnya yang membuat laju
metaboliknya rendah kini pada tubuhnya terdapat tiroksin sehingga laju metaboliknya
menjadi meningkat.
19. TSH adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis yang berfungsi
menstimulasi pelepasan hormon tiroksin oleh kelenjar tiroid.
20. Pada tikus normal karena hormon stimulan menjadi lebih banyak sehingga hormon
tiroksin yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid juga lebih banyak sedangkan pada tikus
hypox kenaikan terjadi karena terjadi stimulasi pelepasan hormon tiroksin yang pada
awalnya tidak ada stimulasi sama sekali.
21. Pada tikus Tx tidak terjadi kenaikan laju metabolik bila dibandingkan dengan standar laju
meski tikus telah diberi injeksi TSH karena tikus Tx tidak memiliki kelenjar tiroid yang
dapat menghasilkan hormon tiroksin sehingga pemberian TSH tidak akan
menimbulkan pengaruh terhadap tikus tersebut karena TSH yang diinjeksikan tidak dapat
menemukan reseptornya sehingga TSH tersebut tidak berfungsi.
22. Data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan laju metabolik pada tikus normal
sedangkan pada tikus Tx dan tikus hypox tidak menunjukkan perubahan yang berarti.
23. Penurunan laju metabolic pada tikus normal dikarenakan terjadinya penghambatan proses
pembentukan hormon tiroksin oleh propiltiourasil sehingga hormon yang diproduksi
menjadi menurun dan mengakibatkan laju metabolik menjadi lebih lambat.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

1. Barrett, K.E., Barman, S.M., Boitano, S., Brooks, H.L., 2014, Fisiologi Kedokteran.
Ganong, Edisi XXIV, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

2. Silverthorn, D.U., Jhonson, B.R., Ober, W.C., Garrison, C.W., Silverthorn, A.C.,
2015, Fisiologi Manusia. Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

3. Soeliono, Ivon., Krisnamurti, Angelica.,2017/2018, Petunjuk Praktikum Anatomi


dan Fisiologi Manusia (PHM302P). Laboratorium Biomedik Fakultas Farmasi
UKWMS.

Anda mungkin juga menyukai