“ENDOKRINOLOGI”
Kelompok 5
Di susun oleh :
FAKULTAS FARMASI
2020/202
BAB I
TUJUAN PRAKTIKUM
BAB II
LANDASAN TEORI
Hormon steroid dan hormon tiroksin (hormon tiroid) adalah hormone-hormon yang
bekerja lambat mereka masuk ke dalam sel target dan berinteraksi dengan nucleus untuk
mempengaruhi transkripsi dari beberapa protein yang disintesi di dalam sel. Hormon-
hormon tersebut masuk ke dalam nucleus dan menempel pada bagian spesifik dari DNA.
Penempelan tersebut menyebabkan diproduksinya m RNA yang spesifik, yang
kemudian berpindah ke sitoplasma, di mana ribosom dapat mentranslasi m RNA
menjadi protein. Hormon tiroid menghambat sekresi lebih lanjut TSH oleh hipofisis
anterior. Umpan balik negatif menjamin bahwa jika sekresi kelenjar tiroid telah
“dinyalakan” oleh TSH, maka sekresi tersebut tidak akan berlanjut tetapi akan
“dipadamkan” jika kadar hormon bebas dalam darah telah mencapai tingkat yang telah
ditentukan. Karena itu, efek susatu hormon dapat menghambat sekresinya sendiri.
Umpan balik negatif adalah gambaran menonjol pada sistem kontrol hormon. Secara
sederhana, umpan balik negatif dijumpai jika keluaran sistem melawan perubahan pada
masukan, sehingga variabel terkontrol berasa dalam kisaran sempit di seketir titik
patokan tertentu (Sherwood, 2001).
Hormon berikatan dengan reseptor yang memiliki afinitas atau gaya Tarik besar
yang berlokasi dipermukaan sel target, pada sitosol sel targetnya, atau pada nucleus dari
sel target. Reseptor-reseptor hormon ini sangat sensitif, Konsentarasi hormone di dalam
darah dapat berkisar antara 10-9 to 10-12 molar. Sebuah reseptor hormon yang kompleks
dan kemudian dapat mendesak aksi biologis melewati aliran sinyal-transduksi dan
penggantian dari transkripsi gen pada sel target. Respon fisiologi terhadap hormone
dapat berbeda-beda bisa beberapa detik, berjam-jam, atau berhari-hari, tergantung zat
kimia alami dari hormon dan lokasi dari reseptor pada sel target.
Struktur kimia dari dari hormon penting dalam menentukan bagaiman ia dapat
berinteraksi dengan sel target. Hormon-hormon peptide dan katekolamin adalah hormone-
hormon yang bereaksi cepat yang menempel pada reseptor membran plasma dan menyebabkan
second messengger terbentuk di sitoplasma dari sel target. Sebagai contoh, zat kimia yang
disebut CAMP (cyclic adenosine monophosphate) disintesis dari molekul yang disebut ATP.
Sintesi dari zat kimia tersebut membuat metabolism sel menjadi lebih aktif dan oleh
karena itu reseptor di sel lebih cepat dalam merespon stimulus.
Perlu diingat bahwa organ dari system endokrin tidak berfungsi secara bebas.
Aktifitas dari salah satu kelenjar endokrin sering berhubungan dengan aktifitas dari
kelenjar-kelenjar lain. Tidak ada satu fungsi sistempun yang bekerja sendiri tanpa
system lain. Untuk alasan ini, kami akan lebih menekankan tentang mekanisme umpan
balik dan bagaimana menggunakannya untuk memprediksi, menjaelaskan, dan
memahami efek-efek hormon.
Banyak metode eksperimen yang dapat dipakai untuk mempelajari tentang fungsi
dari kelenjar endokrin. Metode-metode tersebut termasuk mengeluarkan kelenjar dari
seekor hewan dan kemudian menginjeksinya atau menyisipkan atau memberinya
kelenjar tambahan.
BAB III
Aktivitas 1 :
4. T-connector
6. Pipa bentuk U
7. Alat suntik
8. Animal Scale (Neraca yang digunakan untuk menimbang berat badan hewan)
Aktivitas 2
1. Air deionisasi
2. Glukosa standar
4. Barium hidroksida
5. Heparin
6. Sampel darah
8. Spectrophotometer
Aktivitas 3
Aktivitas 4
2. Column
3. HPLC detector
Tabel Activity 1
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada saat belum disuntik hormon
tikus-tikus percobaan mempunya berat badan, jumlah penghirupan oksigen dan BMR
tidak meningkat ataupun menurun. Tetapi pada saat disuntik tiroksin dan TSH
indikator-indikator tersebut menunjukkan peningkatan. Berat badan mulai naik, jumlah
penghirupan oksigen juga meningkat dan BMR ke tiga tikus tersebut meningkat, terutam
pada tikus normal. Saat disuntik Propiltiurasi berat badan, jumlah penghirupan oksigen
dan BMR malah menunjukkan penurunan.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada saat belum disuntik hormon
tikus-tikus percobaan mempunya berat badan, jumlah penghirupan oksigen dan BMR
tidak meningkat ataupun menurun. Tetapi pada saat disuntik tiroksin dan TSH
indikator-indikator tersebut menunjukkan peningkatan. Berat badan mulai naik, jumlah
penghirupan oksigen juga meningkat dan BMR ke tiga tikus tersebut meningkat, terutam
pada tikus normal. Saat disuntik Propiltiurasi berat badan, jumlah penghirupan oksigen
dan BMR malah menunjukkan penurunan.
Tabel Activity 2
Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa semakin besar optical density suatu maka
semakin besar pula kadar glukosa dalam darah. Pada bagian pertama menunjukkan
kadar glukosa yang paling tertinggi adalah 150 mg/desiliter pada tabung ke-5, dan pada
bagian ke dua kadar glukosa yang paling tertinggi juga terdapat pada tabung ke-5 yakni
144 mg/desiliter. Setelah dilakukan pemeriksaan ke dua kali maka dapat dipastikan
bahwa pasien no.3 dan no.5 yang menderita diabetes melitus.
Pada uji kadar gula darah menggunakan plasma glukosa puasa jika nilai plasma
glukosa darah seorang pasien lebih besar atau kurang dari 126 mg/dl berarti dia
terdiagnosis menderita penyakit diabetes, jika kada plasma glukosa puasanya di antara
110-125 mg/dl maka pasien terebut terindikasi mengalami penurunuan daya serap
glukosa oleh sel yang diperantarai insulin. Jika plasma glukosa puasa kurang dari 110
mg/dl berarti pasien memiliki kadar glukosa normal.
Tabel Activity 3
Tabel di atas menunjukkan T score pada tikus control yang diberi ijeksi saline
minesnya meningkat menjadi -2.82, pada tikus yang diinjeksi esterogen nilai minesnya
menurun pesat menjadi -1.66, pada tikus yang diberi kalsitonin minesnya menurun
menjadi -2.14.
Kortis adalah hormone yang disekresikan oleh korteks adrenal kortisol sangat
penting dalam respon tubuh terhadap stress. Pengeluaran kortisol di atur oleh
Adrenocorico Tropic Hormone (ACTH), sebuah tropic hormone yang disekresikan oleh
hipofisis anterior. Sekresi ACTH distimulasi oleh Corticotropin Releasing Hormone
(CRH), yang merupakan tropic hormone yang disekresikan oleh hipotalamus.
Meningkatnya kortisol dalam darah dapat menyebabkan hiperkotisolisme yang
merujuk pada Sindrom Cushing’s jika disebabkan oleh tumor pada kelenjar adrenal.
Sindrom Cushing’s juga dapat menjadi Iatrogenic. Sindrom cushing’s juga dapat
merujuk pada “diabetes steroid” karena sindrom ini dapat menyebabkan hiperglikemia.
Sebalikanya Penyakit Cushing’s adalah hiperkotisolisme yang disebabkan oleh tumor
pada pituitary anterior. Orang dengan penyakit cushing’s mengalami peningkatan
ACTH dan Kortisol.
Penurunan kortisol dalam darah, atau hiperkotisolisme dapat terjadi karena
insufisiensi adrenal. Insufisiensi adrenal disebut sebagai penyakit Addison’s, kadar
kortisol yang rendah disebabkan oleh kerusakan korteks adrenal.
Pada tabel di atas menunjukkan :
• Pasien ke-1 mengidap hipopituitarisme
• Paisen ke-2 mengidap Iatrogenik Cushing’s syndrome
• Pasien ke-3 mengidap penyakit Cushing’s
• Pasien ke-4 mengidap penyakit Addison’s
• Pasien ke-5 mengidap Iatrogen Cushing’s syndrome
BAB V
PEMBAHASAN
4. Peningkatan pernapasan.
Sebelum melakukan percobaan terapi hormon, terlebih dahulu dibuat standar laju
metabolisme. Standar laju ini dibuat untuk mengetahui laju metabolisme ketiga
kelompok tikus pada kondisi normal yaitu dengan mengukur penggunaan oksigen
selama satu menit lalu dengan perhitungan ditentukan laju metabolisme berupa
penggunaan oksigen perjam per kilogram berat badan tikus. Tikus ditempatkan pada
suatu chamber tertutup yang terhubung pada alat pengukur tekanan selama satu
menit, kemudian chamber tersebut diisi kembali dengan udara dari luar dengan volume
yang diketahui hingga tekanan udara kembali seperti semula. Volume tersebut yang
selanjutnya dimasukkan ke dalam perhitungan untuk menentukan laju metabolisme.
Laju metabolisme pada kategori standar laju selanjutnya digunakan sebagai pembanding
untuk terapi hormon yang diterapkan pada masing-masing kelompok hewan percobaan.
Perbedaan nilai laju metabolisme yang signifikan baik itu meningkat atau menurun
menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan terapi hormon dan pengganti hormon
pada hewan percobaan. Dari data pengamatan terlihat bahwa tikus normal (Normal)
memiliki laju metabolik yang jauh berbeda dibandingkan tikus tyroidectomized (Tx)
dan tikus hypophysectomized ( Hypox). Tikus normal memiliki laju metabolik yang
paling tinggi sedangkan tikus Tx memiliki laju yang relatif sama dengan tikus hypox.
Hal ini karena tikus Tx sudah tidak memiliki kelenjar tiroid yaitu kelenjar yang
menghasilkan hormon tiroksin, hormon yang berperan dalam proses metabolisme,
sehingga proses metabolismenya menjadi lambat. Sedangkan tikus hypox tidak lagi
memiliki kelenjar hipofisis yang merupakan kelenjar yang berfungsi melepaskan
TSH (thyroid-stimulating hormone) yaitu hormon yang menstimulasi pelepasan hormon
tiroksin sehingga tidak ada tiroksin yang dilepaskan. Oleh karena itu, laju metabolik
tikus Tx dan tikus hypox rendah. Laju metabolik tikus normal tinggi karena pada tikus
tersebut masih dihasilkan hormon tiroksin sebab tikus tersebut masih memiliki kelenjar
tiroid dan kelenjar hipofisis sehingga regulasi hormon berjalan normal. Pemberian tiroid
pada tikus Tx dan tikus hypox dapat membuat laju metabolis normal.
1. Hormon steroid dan hormon tiroksin (hormon tiroid) adalah hormone-hormon yang
bekerja lambat mereka masuk ke dalam sel target dan berinteraksi dengan nucleus untuk
mempengaruhi transkripsi dari beberapa protein yang disintesi di dalam sel.
2. Hormon berikatan dengan reseptor yang memiliki afinitas atau gaya Tarik besar yang
berlokasi dipermukaan sel target, pada sitosol sel targetnya, atau pada nucleus dari sel
target.
3. Umpan balik negatif memastikan bahwa tubuh kita memerlukan hormone khusus,
kemudian hormone tersebut akan diproduksi apabila hormone tersebut diproduksi terlalu
banyak maka sekresi dari hormone tersebut akan dihambat.
4. Hormon yang paling penting dalam mengatur metabolisme dan temperature tubuh adalah
hormon tiroksin yang juga dikenal sebagi tetraiodotironine, atau T. Tiroksin disekresikan
oleh kelenjar tiroid, yang terletak di bagian leher.
5. Produksi dari tiroksin dikontrol oleh kelejar hipofisis yang disebut pituitary, kelenjar
hipofisis menghasilkan hormone yang disebut Thiroid Stimulating Hormone (TSH),
hormon ini berfungsi untuk menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon
tiroid, dengan cara ketika TSH dilepas maka dia akan meningkatkan ukuran dari kelenjar
tiroid dan mensekresikan tiroksin.
6. Salah satu sekresi hormon dari hipotalamus yang berperan penting dalam produksi
tiroksin dan TSH adalah hormone TRH (Thyrotropin-realising hormone).
7. Tikus normal adalah tikus percobaan yang kondisinya normal, tikus ini berfungsi untuk
mengetahui laju metabolik tikus normal.
8. Tikus tyroidectomized (Tx) adalah tikus yang telah kehilangan kelenjar tiroidnya
sehingga di dalam tubuhnya tidak dihasilkan hormon tiroksin, sedangkan tikus
hypophysectomized ( Hypox) adalah tikus yang telah kehilangan kelenjar hipofisisnya
sehingga tidak menghasilkan hormon TSH.
9. Standar laju ini dibuat untuk mengetahui laju metabolisme ketiga kelompok tikus pada
kondisi normal yaitu dengan mengukur penggunaan oksigen selama satu menit lalu
dengan perhitungan ditentukan laju metabolisme berupa penggunaan oksigen perjam per
kilogram berat badan tikus.
10. Perbedaan nilai laju metabolisme yang signifikan baik itu meningkat atau menurun
menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan terapi hormon dan pengganti hormon
pada hewan percobaan.
11. Dari data pengamatan terlihat bahwa tikus normal (Normal) memiliki laju metabolik
yang jauh berbeda dibandingkan tikus tyroidectomized (Tx) dan tikus
hypophysectomized ( Hypox).
12. Tikus normal memiliki laju metabolik yang paling tinggi sedangkan tikus Tx memiliki
laju yang relatif sama dengan tikus hypox.
13. Hal ini karena tikus Tx sudah tidak memiliki kelenjar tiroid yaitu kelenjar yang
menghasilkan hormon tiroksin, hormon yang berperan dalam proses metabolisme,
sehingga proses metabolismenya menjadi lambat.
14. Sedangkan tikus hypox tidak lagi memiliki kelenjar hipofisis yang merupakan
kelenjar yang berfungsi melepaskan TSH (thyroid-stimulating hormone) yaitu hormon
yang menstimulasi pelepasan hormon tiroksin sehingga tidak ada tiroksin yang
dilepaskan.
15. Laju metabolik tikus normal tinggi karena pada tikus tersebut masih dihasilkan hormon
tiroksin sebab tikus tersebut masih memiliki kelenjar tiroid dan kelenjar hipofisis
sehingga regulasi hormon berjalan normal.
16. Prosedur yang dilakukan sama dengan prosedur pada penentuan laju metabolik
standar hanya pada percobaan ini semua tikus terlebih dahulu diberikan injeksi
tiroksin sebelum penentuan laju metaboliknya.
17. Hal ini karena pada tikus normal kadar tiroksin pada awalnya normal dan setelah
dilakukan injeksi tiroksin kadar tiroksinnya menjadi lebih tinggi sehingga laju
metaboliknya meningkat.
18. Untuk tikus Tx dan tikus hypox laju metaboliknya meningkat menjadi angka normal
karena yang pada awalnya tidak terdapat tiroksin pada tubuhnya yang membuat laju
metaboliknya rendah kini pada tubuhnya terdapat tiroksin sehingga laju metaboliknya
menjadi meningkat.
19. TSH adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis yang berfungsi
menstimulasi pelepasan hormon tiroksin oleh kelenjar tiroid.
20. Pada tikus normal karena hormon stimulan menjadi lebih banyak sehingga hormon
tiroksin yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid juga lebih banyak sedangkan pada tikus
hypox kenaikan terjadi karena terjadi stimulasi pelepasan hormon tiroksin yang pada
awalnya tidak ada stimulasi sama sekali.
21. Pada tikus Tx tidak terjadi kenaikan laju metabolik bila dibandingkan dengan standar laju
meski tikus telah diberi injeksi TSH karena tikus Tx tidak memiliki kelenjar tiroid yang
dapat menghasilkan hormon tiroksin sehingga pemberian TSH tidak akan
menimbulkan pengaruh terhadap tikus tersebut karena TSH yang diinjeksikan tidak dapat
menemukan reseptornya sehingga TSH tersebut tidak berfungsi.
22. Data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan laju metabolik pada tikus normal
sedangkan pada tikus Tx dan tikus hypox tidak menunjukkan perubahan yang berarti.
23. Penurunan laju metabolic pada tikus normal dikarenakan terjadinya penghambatan proses
pembentukan hormon tiroksin oleh propiltiourasil sehingga hormon yang diproduksi
menjadi menurun dan mengakibatkan laju metabolik menjadi lebih lambat.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
1. Barrett, K.E., Barman, S.M., Boitano, S., Brooks, H.L., 2014, Fisiologi Kedokteran.
Ganong, Edisi XXIV, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
2. Silverthorn, D.U., Jhonson, B.R., Ober, W.C., Garrison, C.W., Silverthorn, A.C.,
2015, Fisiologi Manusia. Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.