Anda di halaman 1dari 12

Makalah Hari : Rabu, 14 April 2021

Demonstrasi Klinik Dosen : Dr. Bayu Febram Prasetyo, S.Si, Apt, M.Si
Paralel : 1

TEKNIK PENCAMPURAN
VAKSIN ND LA SOTA UNTUK AYAM

Fitria Nurmustari
B04170075

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Newcastle Disease merupakan ancaman terhadap industri ayam di seluruh
dunia. Berbagai bentuk gejala klinis, variasi kemunculan dan penyebaran varian genetik baru,
menjadi tantangan dalam pengenalan dan diagnosis penyakit ini (Cattoli et al. 2011).
Newcastle Disease merupakan penyakit pernapasan dan sistemik, bersifat akut dan mudah
sekali menular. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai jenis ungags
terutama ayam. Virus Newcastle Disease sangat bervariasi dalam bentuk derajat keparahan
penyakit yang disebabkannya. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada setiap
kasus ND selalu ditemukan adanya gejala gangguan pernapasan meskipun dalam bentuk
campuran dengan gejala gangguan pencernaan atau gangguan syaraf. Penyakit ini
mempunyai dampak ekonomi penting dalam industri perayaman karena menimbulkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, penurunan produksi telur dalam kuantitas maupun
kualitas, gangguan pertumbuhan, biaya penanggulangan penyakit yang tinggi, dan
mendukung timbulnya penyakit pernapasan lainnya (Tabbu 2000).
Pencegahan infeksi virus ND di Indonesia difokuskan pada biosekuriti dan vaksinasi
menggunakan vaksin aktif dan tidak inaktif. Vaksin ND digunakan secara luas untuk
mengurangi gejala penyakit dari infeksi endemis dengan virulensi rendah, melindungi ayam
terhadap penyakit yang tidak virulen (Shunlin et al. 2009). Vaksin strain ND Lentogenic
(Lasota and B1) dan mesogenic (Kumarov) digunakan sebagai vaksin aktif, sedangkan strain
velogenic digunakan sebagai vaksin tidak aktif (vaksin emulsi). Vaksin ND aktif dan tidak
aktif digunakan di dalam peternakan ayam di Indonesia, meskipun memiliki kekurangan dan
kelebihan (Senne et al. 2004; Miller et al. 2009). Vaksin aktif lebih murah diproduksi dan
dapat diberikan lewat minum atau arosol, sedangkan vaksin tidak aktif lebih mahal, tetapi
lebih aman untuk digunakan. Walaupun vaksin ND telah diterapkan di Industri ayam
penyakit ini masih menjadi masalah bagi peternak, Strain virus ND mempunyai perbedaan
yang signifikan di dalam biologi, sitologi dan genetiknya (Liang et al. 2002). Hal itu menjadi
alasan utama, mengapa wabah ND masih terjadi pada ayam divaksinasi dalam beberapa
tahun terakhir (Patti et al. 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit ND disebabkan oleh virus ND Paramyxovirus tipe-1 (PMV-1) yang
termasuk dalam keluarga Paramyxoviridae (Miller et al. 2010). Virus ND yang menginfeksi
ayam dapat dibagi dalam lima pathotypes yaitu: vescerotropic-velogenic, neurotropic-
velogenic, mesogenic, lentogenic dan asymptomatic. Velogenic dan mesogenic pathotypes
menyebabkan gejala penyakit pada ayam seperti; diare, gangguan pernafasan, gangguan
syaraf dan tingkat kematian tinggi, sedangkan virus lentogenic tidak menyebabkan gejala
penyakit (Beard dan Hanson 1984).Vaksin merupakan sediaan yang mengandung zat
imunogenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif. Vaksin dapat dibuat dari bakteri,
riketsia dan virus. Vaksin dapat berupa suspensi organisme hidup, inaktif atau fraksi-
fraksinya, dan toksoid. Vaksin virus adalah suspensi virus yang ditumbuhkan dalam telur
berembrio atau biakan sel yang sesuai. Vaksin dapat mengandung 2 virus hidup atau
diinaktifkan maupun komponen imunogeniknya. Vaksin virus hidup umumnya dibuat dari
virus galur khas yang virulensinya telah dilemahkan (Depkes 1995).
Vaksin ND dibedakan menjadi dua, yaitu vaksin aktif (live) dan vaksin inaktif
(killed). Vaksin aktif yaitu vaksin yang mengandung virus hidup, atau mengandung virus
yang dilemahkan keganasannya, diantaranya adalah vaksin Hitchner B-1, RIVS2 dan La
Sota. Vaksin inaktif tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang biak di dalam tubuh
hewan yang di vaksinasi, tetapi mampu merangsang pembentukan antibodi (Fenner et al.
1987). Rute pemberian vaksin ada berbagai macam tergantung kebutuhan dan kondisi di
lapangan. Pemberian vaksin dilakukan melalui spray, tetes mata/hidung/mulut, pencampuran
dengan air minum, dan injeksi. Efektivitas vaksin bervariasi tergantung rute pemberiannya
(Alexander et al. 2004).
BAB III
PROSEDUR KERJA
1. Vaksinasi dengan tetes mata, hidung atau mulut:
a. Teknik pencampuran:
Sebelum digunakan, vaksin perlu dilarutkan ke dalam larutan dapar untuk menaikkan
suhu secara bertahap/thawing dan membangunkan agen infeksi yang dimati-surikan
dalam keadaan kering beku. Pelarut yang dipakai 1 tetes= 0.03 ml. Contoh: untuk 5000
ekor ayam dipakai 150 ml (Meles et al. 2008).
b. Teknik pemberian:
- Saat meneteskan larutan vaksin pada mata satu tetes tiap ekor, tunggu sampai
vaksin betul-betul masuk ke dalam mata (ayam akan mengejapkan mata berkali-
kali) baru dilepaskan.
- Jika melakukan tetes hidung, tutup salah satu lubang hidung lain pada saat
meneteskan vaksin dan lepaskan setelah vaksin terhirup.
- Apabila menggunakan tetes mulut, teteskan satu tetes larutan vaksin melalui mulut.
Pastikan sampai vaksin benar-benar masuk ke dalam mulut hingga ayam
melakukan reflek menelan.
- Saat vaksinasi, hal yang perlu diperhatikan yakni cara handling ayam agar
vaksinasi tepat.
(Medion 2017).

2. Vaksinasi melalui air minum:


a. Teknik pencampuran
Pastikan air minum yang digunakan untuk melarutkan vaksin bebas kaporit,
desinfektan, ataupun logam (besi, Ca, Mg, dll.) dan memiliki pH netral. Untuk itu
tambahkan Medimilk 10g/5L atau Netrabil 5g/L ke dalam air minum 30 menit
sebelum vaksin dilarutkan guna memperbaiki mutu air, sehingga dapat menjaga
agar daya kerja vaksin tetap baik selama pemberian.
b. Teknik pemberian
- Hentikan pemakaian desinfektan melalui air minum 48 jam sebelum dan sesudah
vaksinasi.
- Sesuaikan jumlah air minum dengan kebutuhan selama waktu penggunaan vaksin
aktif (2 jam). Perkiraan kebutuhan air minum dapat dilihat pada Tabel 1. Namun
ini hanya sebagai panduan umum, konsumsi air minum juga dipengaruhi kondisi
cuaca lingkungan.
- Pastikan tempat minum ayam sudah bersih saat melakukan vaksinasi air minum.
- Agar hasil vaksinasi melalui air minum optimal sebaiknya vaksinasi dilakukan
pada pagi hari, karena merupakan waktu puncak ayam beraktivitas dan
mengonsumsi air minum serta kondisi cuaca lingkungan yang relatif masih
nyaman.
- Sebelum diberi air minum yang berisi vaksin, ayam sebaiknya puasa minum
terlebih dahulu selama 1-2 jam, tergantung cuaca. Apabila kondisi lingkungan
kandang sangat panas, puasa minum cukup selama 1 jam.
- Sediakan tempat minum dalam jumlah yang cukup dan distribusi merata agar
seluruh ayam dapat minum bersama-sama. Jangan menggunakan tempat minum
dari kaleng. Operator harus mengontrol/memastikan saat proses vaksinasi
sehingga jika ayam tidak bisa mengakses tempat minum ayam (TMA) maka perlu
dibantu dengan mendekatkan ke TMA. Jika menggunakan nipple drinker maka
pastikan larutan vaksin mencapai ujung nipple dan rangsang ayam untuk minum
dengan menekan nipple drinker. Letakkan TMA berisi vaksin harus di tempat
yang teduh, jangan kena panas dan sinar matahari langsung.
(Medion 2017).

3. Vaksinasi dengan cara injeksi Intramuscular (IM)/ Subcutan (SC)


a. Teknik pencampuran:
- Dosis tergantung dari dosis yang dipakai dan umur ayam yang akan disuntik.
- Untuk vaksin inaktif, dosis ditentukan oleh pabrik
- Untuk vaksin aktif, dosis ditentukan dari jumlah pelarut yang ditambahkan
kedalam vaksin tersebut:
Caranya dengan terlebih dahulu dilarutkan dalam aquades (Aqua Destilata
Steril) sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan. Vaksin 1000 dosis dilarutkan
dalam 500 ml aquades, sedangkan vaksin 500 dosis dilarutkan dalam 250 ml
aquades dan demikian seterusnya. Sedangkan vaksin inaktif aplikasinya hanya
secara injeksi/suntikan.
(Medion 2017).
b. Teknik pemberian:
Injeksi Intramuskular
- Sebelum digunakan, kocok vaksin secara hati-hati hingga tercampur merata.
- Suntikkan vaksin ke dada atau paha dengan dosis sesuai anjuran.
- Semua peralatan yang digunakan harus steril, baik ketika melakukan vaksinasi
maupun setelah digunakan.
(Mansur 2019).
Injeksi Subkutan
- Vaksinasi suntik bawah kulit dilakukan biasanya di area sekitar leher.
- Untuk memastikan apakah vaksin tersebut tepat berada dibawah kulit atau tidak,
dapat dengan melihat bekas suntikan, maka vaksin yang diinjeksikan akan tampak
berwarna putih dibawah kulit.
- Penusukkan jarum jangan terlalu dalam untuk mencegah ikut tertusuknya jaringan
di bawah otot.
- Vaksinasi dengan cara suntikan harus dilakukan dengan hati-hati. Terutama
saat handling ayam, menarik kaki ayam, sudut kemiringan jarum < 45°,
penyuntikan tidak tergesa-gesa, dll.
(Medion 2017).

4. Vaksinasi spray
a. Teknik pencampuran
- Vaksinasi dengan cara spray menggunakan pelarut yaitu cairan aquades (Aqua
Destilata Steril). Boleh juga menggunakan air biasa, hanya saja harus dipastikan
bahwa air tersebut memiliki kualitas yang bagus, diantaranya tidak mengandung
logam berat, tidak sadah (mengandung kadar Ca, Mg yang tinggi), dll. Selain itu,
air itu juga tidak boleh terkontaminasi klorin.
- Seluruh isi vial vaksin dilarutkan ke dalam pelarut sampai tercampur rata dan
masukkan ke dalam sprayer dengan hati-hati.
b. Teknik pemberian
- Semua pintu dan lubang ventilasi kandang dapat ditutup serta kipas angin
dimatikan. Ventilasi kandang dibuka kembali dan kipas dinyalakan lagi 20 – 30
menit setelah selesai penyemprotan.
- Setelah semua peralatan siap, vaksinasi segera dilaksanakan dengan cara
menyemprotkan vaksin sebanyak 1-2 kali. 
- Vaksinasi spray yang dilakukan pada DOC akan lebih hemat waktu dibandingkan
dengan aplikasi konvensional seperti vaksinasi tetes. Mesin sprayer juga biasanya
dilengkapi dengan penghitung otomatis boks DOC yang sudah divaksin.
(Medion 2017).
BAB IV
PEMBAHASAN
Vaksinasi ialah tindakan pemberian vaksin atau infeksi buatan yang terkendali untuk
menstimulasi pembentukan antibodi yang protektif dan seragam, sesuai dengan jenis vaksin
yang diberikan. Fungsinya ialah merangsang pembentukan kekebalan (antibodi) pada tubuh
ternak sehingga dapat mencegah infeksi penyakit. Prinsipnya, vaksinasi diberikan terlebih
dahulu sebelum terjadinya infeksi lapangan. Saat ini serangan penyakit sudah menyebar
hampir ke seluruh wilayah, baik penyakit viral maupun penyakit bakterial. Oleh karena itu,
tindakan pencegahan dengan vaksinasi ini sangat perlu dilakukan. Dengan berbagai
pertimbangan seperti :
 Penyakit viral tidak dapat disembuhkan dengan pemberian obat.
 Pengendalian terbaik dengan memberikan kekebalan pada ayam.
 Serta biaya kesehatan untuk pencegahan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya
pengobatan/terlanjur terjadi kasus penyakit.
Faktor 4M meliputi Materi (ayam dan vaksin), Metode, Mileu/lingkungan, dan Manusia
berperan penting dalam mencapai keberhasilan vaksinasi. Salah satu pendukung keberhasilan
vaksinasi tersebut salah satunya yaitu metode vaksinasi, mencakup program dan teknik
vaksinasi. Saat terjadinya kegagalan vaksinasi maka perlu kita analisis secara lebih cermat.
Seperti ketika munculnya penyakit yang terjadi pada <7 hari post vaksinasi, kemungkinannya
bisa karena pemilihan aplikasi vaksinasi yang tidak tepat atau kesalahan lainnya. Penyebab
kegagalan vaksinasi adalah sebagai berikut.
1) Pelaksanaan vaksinasi tidak sesuai jadwal atau program yang dibuat
Ketepatan jadwal vaksinasi tidak boleh terlupakan dari bagian evaluasi ini. Vaksinasi
yang terlalu sering maupun terlambat sama-sama memiliki resiko. Frekuensi vaksinasi
yang terlalu sering dapat menyebabkan stres pada ayam. Jadwal vaksinasi yang terlambat,
dikhawatirkan ketika ada serangan dari lapangan, tubuh belum memiliki antibodi yang
mampu menangkalnya. Alhasil, outbreak pun tak dapat terelakkan.
2) Persiapan dan penanganan vaksin tidak maksimal
Terkadang saat distribusi dan penyimpanan sementara, suhu vaksin tidak pada suhu 2-
8°C yang menyebabkan vaksin rusak. Vaksin yang tidak dibawa menggunakan cooler
box atau termos es melainkan dengan plastik atau wadah biasa tidak akan bisa
mempertahankan suhu vaksin tetap dalam suhu 2-8°C.
Proses thawing atau meningkatkan suhu vaksin secara bertahap menjadi proses persiapan
sebelum melakukan vaksinasi. Apabila tidak dilakukan terutama untuk vaksin inaktif
dengan tepat dan suhu vaksin masih dingin, akan ada perbedaan range suhu antara tubuh
ayam dengan suhu vaksin yang cukup jauh dapat menyebabkan ayam stres akibat
perubahan suhu yang mendadak dan vaksin tidak terserap sempurna di dalam tubuh
ayam. Setelah thawing, vaksin yang dimasukkan kembali ke dalam marina cooler/cooler
box dengan suhu 2-8°C juga bisa menurunkan potensi vaksin. Karena fluktuatif suhu bisa
mempengaruhi stabilitas virus/adjuvant vaksin.
3) Peralatan vaksinasi rusak atau tidak steril
Pemakaian alat suntik terutama jarum saat vaksinasi suntik yang tidak steril atau berkarat
dapat menyebabkan peradangan pada area bekas penyuntikan. Contoh lain dari
kerusakan spare part alat suntik seperti tabung kaca atau bagian piston rod yang sudah
aus bisa mempengaruhi ketepatan/keseragaman dosis yang diterima ayam.
4) Dosis tidak tepat
Dosis vaksin aktif maupun inaktif yang tidak tepat per ekornya akan memicu ketidak
seragaman pembentukan antibodi, sehingga dapat terjadi kasus rolling reaction yaitu
reaksi post vaksinasi yang berkepanjangan.
5) Aplikasi vaksinasi tidak sesuai dengan target organ
Aplikasi pemberian vaksin yang tidak sesuai dengan target organ menyebabkan vaksin
yang diberikan tidak maksimal dalam merangsang pembentukan antibodi.
6) Kualitas air atau pelarut yang kurang baik
Sebagai contoh pH air asam/basa akan merugikan, terutama untuk aplikasi via air minum
karena akan mempengaruhi potensi vaksin dalam pembentukan kekebalan. Air yang
terkontaminasi bahan kimia seperti desinfektan atau logam berat juga akan merusak virus
dalam vaksin.
7) Aplikasi vaksinasi yang tergesa-gesa dan kasar
Metode penyuntikan yang tergesa-gesa mengakibatkan vaksin tidak tidak tepat 1 dosis ke
dalam tubuh ayam sehingga mempengaruhi keseragaman dosis vaksin. Akibat fatal yang
mungkin terjadi karena cara vaksinasi yang kasar antara lain ayam menjadi stres sehingga
kematian tinggi pasca penyuntikan, leher terpuntir, terjadinya abses (kebengkakan) pada
leher atau kelumpuhan kaki.
Aplikasi vaksinasi yang tepat sangat berpengaruh terhadap ketepatan dosis vaksin yang
diterima ayam sehingga dapat menghasilkan titer antibodi yang protektif dan seragam.
Dalam pelaksanaannya, penentuan aplikasi vaksinasi dapat disesuaikan dengan jenis
vaksin yang akan digunakan dan umur ayam saat pemberian vaksinasi.
a. Jenis vaksin yang digunakan
Sediaan vaksin aktif berbentuk kering beku. Sehingga pada aplikasi atau
pemakaiannya harus dilarutkan dahulu menggunakan pelarut, dapat berupa larutan
dapar, air biasa (minum) atau aquades (Aqua Destilata Steril). Setelah itu, dapat
diberikan via tetes mata/hidung/mulut, air minum, spray atau tusuk sayap. Vaksin
aktif juga dapat diberikan melalui suntikan. Caranya dengan terlebih dahulu
dilarutkan dalam aquades (Aqua Destilata Steril) sesuai dengan dosis yang telah
dianjurkan. Vaksin 1000 dosis dilarutkan dalam 500 ml aquades, sedangkan vaksin
500 dosis dilarutkan dalam 250 ml aquades dan demikian seterusnya. Sedangkan
vaksin inaktif aplikasinya hanya secara injeksi/suntikan.

b. Umur ayam saat vaksinasi


Metode vaksinasi yang paling sering digunakan atau dipilih untuk vaksin aktif
yaitu dengan aplikasi masal melalui air minum karena praktis dan mudah dilakukan.
Karena cara ini akan lebih efektif untuk diaplikasikan pada ayam umur dewasa.
Jumlah konsumsi air minum pada ayam dewasa relatif telah optimal dan penyerapan
vaksin bersifat sistemik (diedarkan melalui darah). Vaksinasi melalui air minum juga
bisa menjadi alternatif untuk vaksinasi ulangan.
Vaksinasi ND pertama yang biasanya diberikan untuk anak ayam lebih baik
hasilnya bila diberikan melalui tetes mata/hidung. Hal tersebut bertujuan untuk
mengaktifkan kelenjar harderian (organ kekebalan) di daerah mata, sehingga
terbentuk kekebalan lokal di daerah saluran pernapasan atas yang merupakan pintu
masuk serangan virus ND. Selain itu juga, agar tiap ekor anak ayam mendapatkan 1
dosis penuh karena konsumsi air minum belum merata.
Dalam menentukan dosis vaksin aktif maupun inaktif yang disuntikkan juga
dapat menyesuaikan dengan umur ayam, misalnya 0,5 ml untuk ayam dewasa dan 0,2
ml untuk anak ayam. Aplikasi dengan cara suntikan subkutan (di bawah kulit leher
bagian belakang) pada anak ayam dan pada ayam dewasa dapat dapat melalui
intramuskuler (tembus otot daging dada ayam bagian kanan atau otot paha) maupun
subkutan. Oleh karena itu, umur ayam bisa menjadi pertimbangan dalam memilih
metode vaksinasi yang tepat dan efektif.
(Medion 2017).
Hal terpenting yang perlu diperhatikan saat pemberian vaksinasi yakni:
 Vaksin harus habis dalam waktu 2 jam untuk vaksin aktif dan < 24 jam untuk vaksin
inaktif.
 Vaksinasi lebih baik dilakukan jauh dari pemanas.
 Tiga hari sebelum dan sesudah vaksinasi, bisa diberikan vitamin seperti Vita Stress atau
imunostimulan dari bahan alami seperti Imustim untuk meningkatkan fungsi sistem
kekebalan dan daya tahan tubuh optimal.
(Medion 2017).
BAB V
KESIMPULAN
Vaksinasi ND dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu bersama air minum,
melalui tetes mata/hidung/mulut, injeksi intramuskuler dan subkutan, serta melalui aerosol
dengan spraying. Teknik pencampuran vaksin perlu memperhatikan jenis vaksin yang akan
digunakan, umur ayam saat vaksinasi, dan rute pemberian vaksin. Aplikasi vaksinasi juga
perlu memperhatikan jadwal atau program vaksinasi serta persiapan vaksinasi seperti alat,
bahan, vaksin, dan pelarut agar vaksinasi yang dilakukan berjalan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander DJ, Bell JG, Alders RG. 2004. A Technology Review: Newcastle Disease - With
Special Emphasis on Its Effects on Village Chickens. FAO Animal Production and
Health. 161(1):19-21.
Cattoli J, Susta L, Terregino C, Brown C. 2011. Newcastle disease: a review of field
recognition and current methods of laboratory detection. J Vet Diagn Invest [internet].
[diunduh 2015 Apr 04]; 23(4):637–656.doi: 10.1177/ 1040638711407887. Tersedia
pada http://vdi.sagepub.com/content/23/4/ 637.full.pdf.
Beard, CW. & RP. Hanson . 1984 . Newcastle Disease. In : Disease of Poultry 8`h Ed. M.S.
Hofstad, HJ . Barnes, BW. Calnek, WM. Reid & HWjr. Yoder (Eds.). Iowa State
University Press, Ames, Iowa, USA . pp . 452-470.
Departemen Kesehatan RI.1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Fenner FJ, Gibbs IPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993. Virologi
Veteriner. Edisi Kedua. P Harya, Penerjemah. Terjemahan dari: Veterinary Virology.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Liang R, DJ. Cao, JQ. Li, J. Chen, X. Guo, FF. Zhuang, MX. Duan. 2002. Newcastle
Disease outbreak in westren China are cause by the genotype VIIa dan VIII. Veterinary
Microbiology. 87: 193-203.
Mansur IZ. 2019. Cara Melaksanakan Vaksinasi Pada Unggas – Dinas Peternakan Kabupaten
Lebak. Dinas Peternak Pemerintah Kabupaten Lebak., siap terbit. [diakses 2021 Apr
15]. https://disnak.lebakkab.go.id/cara-melaksanakan-vaksinasi-pada-unggas/.
Medion. 2017. Cara Tepat Aplikasi Vaksinasi Unggas. Medion., siap terbit. [diakses 2021
Apr 15]. https://www.medion.co.id/id/cara-tepat-aplikasi-vaksinasi-unggas/.
Meles, D.K, K. Rochma; Sri Mulyati dan Wurlina. 2008. Pengenalan ragam penyakit
unggas untuk mencegah out break penyakit yang merugikan petani ternak. Program
Penerapan Iptek DP2MDirjenDikti-KemDiknas.
Miller PJ, DJ. King, CL. Afonso, DL. Suarez. 2007. Antigenic differences among Newcastle
disease virus strains of different genotypes used in vaccine formulation affect viral
shedding after a virulent challenge. Vaccine. 25: 7238–7246.
Miller PJ, C Estevez, Q Yu. 2009. Comparison of viral shedding following vaccination with
inactivated and live Newcastle disease vaccines formulated with wild-type and
recombinant viruses. Avian Disease. 53: 39– 49.
Patti JM, DJ King, CL Afonso, DL Suarez. 2007. Antigenic differences among Newcastle
disease virus strains of different genotypes used in vaccine formulation affect viral
shedding after a virulent challenge. Vaccine. 25: 7238-7246.
Senne DA, DJ King, DR Kapczynski. 2004. Control of Newcastle disease by vaccination.
Developmental Biology. 119 :165–70.
Shunlin H, H. Ma, Y Wu, W Liu, X Wang, Y Liu, & X Liu. 2009. A vaccine candidate of
attenuated genotype VII Newcastle disease virus generated by reverse genetics.
Vaccine, 27: 904–910.
Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai