Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENATALAKSANAAN PENYAKIT INFEKSI


TRANSMISSIBLE SPONGIFORM ENCEPHALOPATHY 
CREUTZFELD-JACOB DISEASE 

Disusun Oleh :
Nida Hasna Hafifah
Yuziwanti Panggabean

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2020/2021
KATA PENGANTAR 

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-nya sehingga kami dapat

merampungkan penyusunan makalah Penatalaksanaan Penyakit Infeksi dengan


 judul “Transmissible Spongiform Encephalophaty (TSE)” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
 bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
 Namun, tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi

 para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi
 pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-
makalah selanjutnya.

  Tangerang, 23 Juli 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Kata pengantar..................................................................................................ii
Daftar isi....................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................2
A. Latar Belakang.................................................................................................. 2

B. Rumusan Masalah...................................................................................................3

c. Tujuan............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................5
A. Pengertian TSE dan CJD.................................................................................. 5

  1. Transmissible Spongiform Encephalopaty pada hewan..............................6


  2. Transmissible Spongiform Encephalopaty pada manusia...........................7
B. Penyebab penyakit Transmissble Spongiform Encephalophaty (TSE)...........12

C. Gejala klinis Transmissible Spongiform Encephalophaty...............................13

D. Gambaran Penyakit................................................................................................ 13

E. Cara Penyebaran Penyakit Prion...........................................................................14

F. Pemeriksaan Fisik............................................................................................. 14

G. Pemeriksaan Laboratorium..................................................................................14

H. Pencegahan Transmissoble Spongiform Encephalopaty..................................15

I. Penatalaksanaan................................................................................................. 15

BAB III PENUTUP..................................................................................... 17


A. Kesimpulan....................................................................................................... 17

B. Saran................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................18

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Tidak pernah sebelumnya dalam sejarah manusia memiliki daging konsumsi


yang telah terkontaminasi, terinfeksi, dan sakit seperti hari ini. Ada beberapa hal-
hal serius yang berhubungan dengan makan daging, terutama penyakit yang telah
terbukti.
  Penyakit jantung, salah satu penyakit pembunuh massal, yang sebagian besar 
terkait dengan makanan yang kaya daging dan produk hewani lainnya. Ada
 banyak penyakit lainnya seperti kanker bahwa dalam banyak hal keberadaan
mereka berkaitan erat dengan konsumsi daging dan produk hewani lainnya.
Seperti Thomas Moffett berkata, "Manusia menggali kuburan mereka dengan gigi
mereka sendiri dan oleh instrumen itu lebih banyak yang mati daripada senjata
musuh mereka.
  Gelombang keterkejutan dialami dunia pada Rabu, 20 Maret, 1996 ketika
sekelompok ilmuwan bergengsi Inggris mengungkapkan bahwa penyakit sapi
gila itu sedang menular kepada manusia. Industri daging Inggris berhenti total,
rakyat Inggris menjadi vegetarian dan Uni Eropa melarang daging sapi dari
Inggris.
  Sejak saat itu, otopsi ternak sekarat karena penyakit sapi gila mengungkapkan
infeksi sistem saraf yang makan lubang-lubang kecil di otak, yang kemudian
 benar-benar tampak seperti spons. Penampilan ini memberikan nama bagi
 penyakit ini , Bovine Spongiform Encephalopathy, atau BSE, lebih dikenal
sebagai penyakit sapi gila.
  Terinfeksi, sapi yang sebelumnya jinak, mengembangkan kerusakan mental
dan kelainan perilaku, menjadi mudah tersinggung, gugup, atau agresif, terjadi
 penurunan berat badan dan mengembangkan masalah koordinasi parah sebelum
mereka mati. Hal ini tentu saja, telah menjadi tragedi yang mengerikan untuk 

2
 populasi ternak, dan juga takut karena BSE dapat ditularkan dari satu makhluk 
hidup kepada mahluk hidup yang lain. Sekitar 20 spesies hewan telah
didokumentasikan memiliki gejala dengan penyakit yang menyerupai BSE.
Hewan ini termasuk cerpelai, kucing, domba, rusa bagal, monyet, babi, tikus,
kambing, rusa, burung unta, cheetah, puma, dan ocelots.
BSE telah diketahui pertama kali tahun 1986 di Inggris. BSE merupakan penyakit
hewan yang dapat ditularkan kepada manusia (zoonosis) melalui konsumsi
produk  asal hewan yang mengidap BSE. BSE merupakan salah satu penyakit yang
disebabkan prion dan tergolong dalam kelompok penyakit transmissible
 spongiform encephalopathy (TSE). Pada manusia dikenal beberapa penyakit yang
disebabkan oleh prion, yaitu penyakit kuru, CJD (Creutzfeld Jakob Disesase),
vCJD (Variant Creutzfeld Jakob Disesase), Gerstmann-Staussler-Sheinker 
 Disease (GSS), dan FFI ( Fatal Familial Insomnia). Beberapa teori tentang asal
timbulnya BSE dikemukakan oleh para ahli. Di antaranya teori tentang adanya
 perubahan pola pakan sapi dengan menggunakan tepung daging dan tulang (meat 
and bone meal / MBM) yang terkontaminasi oleh agen penyebab scrapie (protein
 penyebab penyakit sapi gila) pada domba dan kambing). Penyakit sapi gila ini
selalu dimasukkan ke dalam penyakit Creutzfeld-Jakob (CJ), karena penyakit ini
mirip dengan gejala penyakit yang ditimbulkan sapi gila. Hanya saja penyakit CJ
terutama menyerang pada lansia sedangkan penyakit sapi gila terjadi pada umur 
relatif muda. Berdasarkan hal tersebut maka penyakit sapi gila disebut sebagai
varian baru penyakit CJ (new variant CJ). Akibat penyakit sapi gila, pada otak 
terjadi perlubangan pada jaringan otak atau disebut  spongious (berlubang seperti
 busa).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa mengetahui transmissible spongiform encephalopathy?
2. Penyebab sapi gila bisa termasuk kedalam transmissible spongoifrom
encephalopathy?
3. Gejala klinis transmissible spongoifrom encephalopathy?
4. Cara penyebaran transmissible spongoifrom encephalopathykepada
manusia ?

3
5. Bagaimana cara pemeriksaan fisik transmissible spongoifrom
encephalopathy?
6. Bagaimana cara pemeriksaan laboratorium transmissible spongoifrom
encephalopathy?
7. Bagaimana cara pencegahan transmissible spongoifrom encephalopathy?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa transmissible spongoifrom encephalopathy
2. Untuk mengetahui cara penyebab penyakit transmissible spongoifrom
encephalopathy
3. Untuk mengetahui gejala klinik transmissible spongoifrom encephalopathy
4. Untuk mengetahui penyebaran transmissible spongoifrom encephalopathy
5. Untuk mengetahui cara pemeriksaan fisik transmissible spongoifrom
encephalopathy
6. Untuk mengetahui cara pemeriksaan laboratorium transmissible
spongoifrom encephalopathy

4
BAB II
PEMBAHASAN
 A. Pengertian Transmissible Spongiform Encephalophaty dan Creutzfeldt-
 Jakob disease (CJD)

Transmissible Spongiform Encephalopathies (TSEs) merupakan penyakit


yang menyerang susunan syaraf pusat dengan gejala histopatologik utama
terbentuknya lubang-lubang kosong di dalam sel-sel otak, yang kemungkinan
dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah
kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).
TSE dapat berakibat fatal pada hewan dan manusia. Yang termasuk TSE
 pada hewan di antaranya, Scrapie, Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE
atau sapi gila) dan TSE pada manusia diantaranya Creutzfeldt-Jakob
disease (vCJD), Gertsmann-Straussker Scheinker Syndrome (GSS) dan penyakit
Kuru. Semua penyakit ini menyerang otak atau sistem saraf lainnya, mematikan,
dan belum dapat disembuhkan.
Penyakit Spongiform Encephalophaty disebabkan oleh partikel yang
menyerupai virus yang disebut prion atau viroid. Kerusakan jaringan degeneratif 
yang disebabkan oleh penyakit prion pada manusia (CJD, GSS, dan kuru) ditandai
oleh empat fitur :
(1) Perubahan spongiform,
(2) Hilangnya kesadaran,
(3) Jaringan yang abnormal berupa astrositosis,
(4) Pembentukan plak amiloid.
Gambaran klinisnya berupa demensia progesif yang berlangsung cepat.
Creutzfeldt-Jakob disebabkan kelainan otak yang ditandai dengan
 penurunan cepat fungsi mental disertai kelainan motorik.. Penyakit mirip
Creutzfeldt-Jakob terjadi pada domba (Scrapie) dan sapi (penyakit sapi gila).
Penularan antar binatang masih belum jelas dan kasus pada manusia terjadi jika
memakan daging hewan yang terinfeksi.

5
Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang sudah lanjut usia melalui
adanya kerusakan pada otak yang tidak diketahui alasannya. Karena, pada
dasarnya penyakitkan ini menyerang orang berusia 55 – 65 tahun. Namun,
dengan berkembangnya penyakit ini, kini terdapat vCJD atau variant Creutzfeldt 
 Jakob Disease yang menyerang orang – orang berusia muda atau yang berusia
dibawah 30 tahun. Orang yang berusia muda memiliki gambaran klinis yang
atapik yaitu dengan gejala psikiatrik dan sensoris yang jelas. Yaitu beberapa
 penyakit yang dikarenakan abnormalitas neurokologik. Contohnya ataksia,
demensia, dan klonik otot
Penyakit CJD klasik tidak berhubungan dengan mad cow (sapi gila).
Pada dasarnya, CJD terklasifikasi menjadi 4, yaitu genetik, iatrogenik, sporadik,
dan variant. Namun, kasus yang sering terjadi adalah CJD klasik dan vCJD pada
usia muda. Berikut adalah tabel perbedaan CJD dan vCJD.
1. Transmissible Spongiform Encephalopaty pada hewan
 Scrapie

Scrapie termasuk anggota dari Transmissible Spongiform


Encephalopathies (TSEs) sekelompok gangguan neurodegenerative yang
disebabkan oleh agen penyakit yang tidak konvensional karena agen
 penyakit (prion) resisten terhadap perlakuan yang biasanya dilakukan untuk 
 penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan spora. Penyakit
yang ini disebabkan prion dan menyerang sistem syaraf pusat dari domba
dan kambing. Prion penyebab scarpie seumur hidup, dan dapat sebagai agen
scarpie walaupun mereka bersifat asimtomatik (tidak mengalami gejala
nyata). Masa Inkubasi biasanya 2 sampai 5 tahun pada domba, kasus jarang
terjadi pada domba berumur kurang dari satu tahun.

Gejala-gejala scrapie pada domba adalah bervariasi, dan dapat dipengaruhi oleh strain prion
 biakannya. Gejala pertama biasanya perilaku domba yang terkena cenderung untuk menyendi

kejang-kejang ketika sedang ditangani. Pruritus intens adalah umum

6
sehingga domba kadang bertingkah aneh dengan menggosok-gosokkan
 badan pada dinding. Perubahan kondisi umum pada tahap awal, dan
 penurunan berat badan yang signifikan. Bulu menjadi kering dan rapuh. Sebagian besar
timbulnya gejala, dan mengalami kematian ketika 6 bulan kemudian.

 Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE atau sapi gila)

BSE yang menyerang pusat syaraf menyebabkan degenerasi sel syaraf,


dan terbetuk vakuola-vakuola hingga terkesan seperti spons, selain jaringan
otak jaringan lain yang dicurigai yang terserang meliputi sumsum tulang
 belakang, tonsil, tymus, limpa, usus dan beberapa jaringan. Dengan adanya
 proses degenarasi sel-sel syaraf menyebabkan terjadinya inkoordinasi
hingga sapi menunjukan gejala gila, lari kesana kemari dan bahkan pada
gejala yang lebih berat sapi tidak sanggup untuk bangun.
Gejala klinis ditunjukkan dengan adanya gangguan motoric (pergerakan
anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi semakin lama semakin berat sampai
menimbulkan kematian), ataksia, tremor, kelemahan, haus, dan mengalami
kegatalan dengan derajat yang hebat, sensitive terhadap suara dan sinar,
serta perubahan perilaku. Penyakit sapi gila dapat ditularkan sebagian besar 
karena pemberian pakan ternak daridaging atau tulang yang telah terinfeksi
oleh penyakit sapi gila melalui pakan, juga dapatmelalui peralatan kandang,
kendaraan pengangkut maupun alat penggiling makanan. Selain itu
 penyebaran penyakit ini juga dapat ditularkan dari induk yang bunting
kepada anaknya.

2. Transmissible Spongiform Encephalopaty pada manusia

• Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD)

Merupakan suatu kelainan otak yang ditandai dengan penurunan fungsi


mental yang terjadi dengan cepat, disertai kelainan pergerakan. Penyakit ini
terutama menyerang dewasa, diatas 50 tahun. Beberapa bulan atau beberapa
tahun setelah terinfeksi, tidak timbul gejala. Secara perlahan, kerusakan otak 
 bertambah dan penderita mengalami demensia (penurunan kemampuan
intelektual). Pada awalnya, gejalanya mirip demensia lainnya, yaitu tidak 

7
 peduli akan kebersihan badannya, apatis, mudah marah, pelupa dan
 bingung. Beberapa penderita merasakan mudah lelah, mengantuk, tidak bisa
tidur atau kelainan tidur lainnya.

Kemudian gejala-gejalanya dipercepat, biasanya jauh lebih cepat

dari pada penyakit Alzheimer, sampai penderita betul-betul pikun.


Kedutan/kejang pada otot biasanya muncul dalam 6 bulan pertama setelah
gejala dimulai. Gemetar, gerakan tubuh yang janggal dan aneh juga bisa
terjadi. Penglihatan bisa kabur atau suram. Ketegangan otot meningkat atau
 bisa terjadi kelemahan dan penyusutan otot. Penyakit ini tidak dapat
disembuhkan, dan progresifitasnya tidak dapat diperlambat. Bisa diberikan
obat-obatan untuk mengendalikan perilaku yang agresif (misalnya obat
 penenang, anti-psikosa). Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu
menghindari pencangkokan jaringan manusia yang terinfeksi atau

menghindari makan jaringan hewan yang terinfeksi BSE.

Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang sudah lanjut usia
melalui adanya kerusakan pada otak yang tidak diketahui alasannya.
Karena, pada dasarnya penyakitkan ini menyerang orang berusia 55 – 65
tahun. Namun, dengan berkembangnya penyakit ini, kini terdapat vCJD
atau variant Creutzfeldt Jakob Disease yang menyerang orang – orang
 berusia muda atau yang berusia dibawah 30 tahun. Orang yang berusia
muda memiliki gambaran klinis yang atapik yaitu dengan gejala psikiatrik 
dan sensoris yang jelas. Yaitu beberapa penyakit yang dikarenakan

abnormalitas neurokologik. Contohnya ataksia, demensia, dan klonik otot.

8
Penyakit CJD klasik tidak berhubungan dengan mad cow (sapi
gila). Namun, mad cow berhubungan dengan penyakit vCJD. Karena pada dasarnya, CJD ter
vCJD pada usia muda. Berikut adalah tabel perbedaan CJD dan vCJD.

Tabel 1. Perbedaan CJD dan vCJD

Karakteristik CJD k lasik CJD v arian

Usia k ematian r ata-rata 68 t ahun 28 t ahun

Durasi s akit r ata-rata 4-5 b ulan 13-14 b ulan

Tanda dan gejala klinik Demensia;tandaGejala psikiatri/perilaku

neurologis awal mencolok; nyeri;


Tandaneurologisyang
terlambat

Gelombang  yang Sering ada Sering tiada


tajam secara berkala

Hiperintensitas sinyal di Sering ada Sering tiada


 dan pada difusi apit
dan FLAIR MRI

“Tanda di MRITak dilaporkan Ada dalam >75% kasus


 jaringan otakAkumulasi Akumulasi protein prion

 bervariasi. resistenproteaseyang
mengancam

Keberadaanagendijaringan Tak mudahMudah dideteksi


dideteksi

Pertambahan rasio  padaTak dilaporkan Akumulasi protein prion


analisis imunoblot protein prion resisten resistenproteaseyang

mengancam

9
protease

Adanya plak amiloid di jaringan otak Bisa ada Bisa ada

• Gertsmann-Straussker Scheinker Syndrome (GSS)


Gerstmann-straussler-scheinker adalah penyakit prion yang
menyebabkan tidak berkoordinasinya otot disertai kemunduran fungsi
mental yang lambat. Penyakit tersebut fatal, biasanya terjadi sekitar 5 tahun.
Biasanya, gejala awal adalah janggal dan tidak tenang ketika berjalan. Otot
kejang lebih sering terjadi dibandingkan penyakit creutzfeldt-jakob.
Berbicara menjadi sulit, dan terbentuk demensia. Nystagmus (gerakan cepat
 pada mata dalam satu arah, diikuti dengan lambat kembali ke posisi awal),
kebutaan, dan tuli bisa terjadi. Kehilangan koordinasi otot. Otot bisa
 bergetar dan kaku. biasanya, otot yang mengendalikan pernafasan dan batuk 
menjadi rusak, akibatnya berada dalam resiko tinggi pneumonia, dimana
umumnya menyebabkan kematian. Diagnosa ditentukan dengan gejala khas
dan sejarah keluarga pada penyakit tersebut dan bisa dipastikan dengan tes
genetika. Tidak ada pengobatan yang tersedia.

• Kuru

Kuru diketahui disebabkan adanya transmisi materi otak yang dimakan


ketika ritual berkabung. Terjadi di New Guinea karena adanya praktek 

1
kanibalisme. Gejala-gejala termasuk kehilangan koordinasi otot dan
kesulitan berjalan. Tangan dan kaki menjadi kaku, dan otot kejang. Gerakan
tanpa sengaja yang tidak normal, seperti gerakan yang berulang-ulang,
menggeliat lambat atau menghentak keras pada anggota gerak dan badan,
 bisa terjadi (kuru berarti menggigil). Emosi bisa berubah tiba-tiba dari sedih
sekali sampai senang sekali dengan tiba-tiba tertawa meledak-ledak. Orang
dengan kuru menjadi gila dan kadangkala tenang, tidak bisa bicara, dan
tidak bereaksi terhadap sekelilingnya. Kebanyakan orang meninggal sekitar 
3 sampai 24 bulan setelah gejala-gejalanya terlihat. 

• Fatal Familial Insomnia (FFI).


FFI adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi pada gen
yang mengkode protein prion. Timbulnya penyakit ini biasanya terjadi

sekitar usia 50. Thalamus yang bertanggung jawab untuk pengaturan ritme
sirkadian merupakan bagian otak yang dipengaruhi oleh prion.. Gejala
 pertama dari Fatal Familial Insomnia adalah insomnia yang progresif,
koma, dan kematian satu setengah tahun setelah timbulnya gejala

1
.

 B. Penyebab penyakit Transmissble Spongiform Encephalophaty (TSE)


Prion (proteinaceous infectious particles) adalah pembawa penyakit
menular yang diketahui terdiri dari protein. Beberapa peneliti percaya bahwa
 prion hanya berisi protein tanpa asam nukleat, karena prion terlalu kecil untuk 
menampung asam nukleat dan karena prion tidak dapat dirusak oleh agen
 pencerna asam nukleat. Dia tahan terhadap semua prosedur yang bertujuan
mengubah atau menghidrolisa asam nukleat termasuk ensim protease, sinar 
ultraviolet, radiasi dan berbagai zat kimia seperti deterjen, zat yang menimbulkan
denaturasi protein seperti obat disinfektan atau pemanasan/perebusan.
Prion ini adalah memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini b
 bagaimana prion bereplikasi, dan bagaimana ia dapat menyebabkan penyakit. Prion tampaknya pali
Misalnya, penyakit Creutzfeldt-Jakob telah dikirim ke pasien yang memakai suntikan hormon pertum
operasi otak (Brown, 2000) (prion dapat bertahan "autoclave" proses sterilisasi

1
yang digunakan untuk sebagian besar instrumen bedah). Hal ini juga percaya
 bahwa jika mengkonsumsi makanan dari hewan yang terkena prion, dapat menyebabkan prion men
spongiform encephalophaty.

C. Gejala klinis Transmissible Spongiform Encephalophaty

Gejala klinis yang terjadi pada manusia bervariasi, tetapi pada umumnya
termasuk :
Perubahan kepribadian,
Masalah kejiwaan seperti depresi,
Kurangnya berfungsi sistem syaraf.
Mengalami gerakan tak terkendali seperti menyentak yang disebut

myoclonus
Insomnia
Kebingungan atau masalah memori.
Pada tahap akhir dari penyakit, pasien memiliki gangguan mental berat (demensia) dan kehilanga

Gejala klinis yang terjadi pada hewan, yaitu :


Masa inkubasi BSE biasanya 2 sampai 8 tahun.
Sapi yang tertular BSE menunjukkan gejala saraf seperti ataxia,

Respon stimuli sensoris yang berlebihan, dan perilaku agresif.


Tahap akhir ditandai dengan kepasrahan diri, koma, dan kematian.

D. Gambaran Penyakit
Gambaran penyakit yang disebabkan oleh viroid atau prion ditandai oleh :
1. Berhubungan dengan kelainan susunan saraf pusat
2. Masa inkubasi berlangsung lama
3. Manifestasinya sangat preoresif dan bersifat fatal
4. Gambaran histologinya terjadi gliosis, vacuolation dari sel-sel neuron

5. Peningkatan protein pada sel-sel otak.

1
E. Cara Penyebaran Penyakit Prion
1. Dari hewan ke hewan, melalui pemberian makan hewan yang berasal dari
hewan sakit (serbuk tulang, dll).
2. Hewan ke manusia, melalui makanan yang berasal dari hewan (sapi) yang
sakit BSE, material medis & produk hewan seperti: enzim, kapsul, vaksin
yang menggunakan biakan sel otak yang berasal dari hewan sakit.
3. Manusia ke Manusia, melalui jalur Iatrogenik seperti transplantasi kornea,
 penggunaan electrode pada EEG, alat-alat nekropsi terkontaminasi,
hormon pituitary, dan transfusi.

F. Pemeriksaan Fisik 
Diagnosis ditegakkan berdasarkan beberapa gejala berikut:
- Kemunduran fungsi mental yang terjadi cepat
- Kedutan otot dan kejang (mioklonus). Ketegangan otot meningkat
atau bisa ter jadi kelemahan dan penyusutan otot
- Refl eks abnormal atau peningkatan respons refl eks normal
- Terganggunya lapang pandang
- Gangguan koordinasi yang berhubungan dengan perubahan persepsi
visuo-spasial dan perubahan serebelum
- Elektroensefalografi
- MRI otak

G. Pemeriksaan Laboratorium
Saat ini uji laboratorium spesifik yang bersifat definitf (golden atandard) untuk diagnosis BSE atau
 jaringan otak. Uji-uji lain yang sedang dikembangkan yaitu uji untuk  mendeteksi prion yang ter
 prion terdapat pada plak tersebut. Sedangkan hasil pewarnaan hematoksilin-

1
eosin menunjukkan degenerasi syaraf yang membentuk lubang atau vakuola yang disertai astrosit
Bovine spongiform encephalophathy (BSE) atau Transmissible Spongiform Encephalophaty biasa
 berbentuk V. Akumulasi prion banyak ditemukan pada bagian obex tersebut.

H. Pencegahan Transmissoble Spongiform Encephalopaty


Pencegahan adalah cara terbaik bagi penyakit prion, karena hingga kini
 belum ada obatnya. Maka langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan:

1. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat


medis yang berasal dari sapi seperti: Seleksi sumber material dari sapi,
 penggunaan material dari sapi, kondisi pengumpulan material asal sapi dan
 besarnya material asal sapi yang digunakan, cara pemberian/penggunaan
material asal sapi
2. Meminimalisasi resiko pada manusia akibat penggunaan produk & alat
medis yang berasal dari manusia seperti:
a) Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan peralatan/ instrumen,
hormon pituitary, dan durameter.
 b) Resiko transmisi dari CJD akibat penggunaan darah dan produk darah.
c) Resiko transmisi dari CJD akibat konsumsi produk makanan yang berasal
dari hewan sapi/ruminansia seperti: Keamanan susu, Resiko kejadian
BSE/Prion pada Domba, dan Penggunaan gelatin pada rantai makanan.

I. Penatalaksanaan
Tidak ada perawatan kuratif untuk TSE. Banyak obat diuji dalam kultur 
sel atau pada hewan: antibiotik, antiviral, antijamur, modulator respons imun,
hormon, antimitotik, polianion. Beberapa molekul ini meningkatkan durasi
inkubasi pada hewan namun tidak berpengaruh pada gejala klinis dan
Masalah fatal dari penyakit ini. Penelitian yang sedang berlangsung bertujuan
untuk mengembangkan molekul yang berinteraksi dengan struktur PrP atau
 pada pengujian imunisasi untuk mengembangkan vaksin. Percobaan kontrol

1
acak sulit dilakukan pada penyakit langka dan membutuhkan kerjasama
internasional. Pada tahun 2001, laporan kemungkinan efek kuinacrine, obat
antiparasitik, menyebabkan banyak negara memberi wewenang penggunaan
molekul ini dengan penuh rasa kasih dalam perawatan TSE. Tidak ada
 perbaikan signifikan yang dilaporkan, Pengobatan TSE saat ini tetap
simtomatik dan membutuhkan perawatan yang seksama di rumah atau di
rumah sakit.
TSE adalah penyakit yang menular yang tidak pasti. Pada tingkat klinis,
 beragam dan beragam gejala kontras bentuk sporadis dengan fenotipe
stereotip Kuru, CJD iatrogenik setelah hGH dan vCJD. Hal ini menimbulkan
 pertanyaan tentang berbagai jenis prion atau rute propagasi agen. Untuk 
membatasi penularan penyakit dan untuk mengembangkan prosedur 
terapeutik, tetap penting untuk mengembangkan tes diagnostik awal.
Diagnosis CJD memang harus dilakukan sesegera mungkin karena tindakan
 pencegahan tertentu, yang harus dihormati: dekontaminasi atau insinerasi
 bahan tertentu, pengecualian sumbangan darah.

1
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Transmissible Spongiform Encephalopathies (TSEs) merupakan penyakit

yang menyerang susunan syaraf pusat dengan gejala histopatologik utama


terbentuknya lubang-lubang kosong di dalam sel-sel otak, yang kemungkinan
dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah
kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).
Penyakit Spongiform Encephalophaty disebabkan oleh partikel yang
menyerupai virus yang disebut prion atau viroid. Dan penyakit ini dapat
menyerang pada hewan dan manusia.
Creutzfeldt-Jakob disebabkan kelainan otak yang ditandai dengan
 penurunan cepat fungsi mental disertai kelainan motorik.. Penyakit mirip

Creutzfeldt-Jakob terjadi pada domba (Scrapie) dan sapi (penyakit sapi gila).
Penularan antar binatang masih belum jelas dan kasus pada manusia terjadi jika
memakan daging hewan yang terinfeksi.

B. SARAN

Penulis menyarankan agar pembaca memperhatikan dan memahami transmisi


dan sumber infeksi dari penyakit diatas untuk menghindari terjadinya infeksi baik 
 pada manusia maupun pada hewan. Kontrol pada setiap hewan juga diperlukan
untuk meminimalisir terjadinya penyakit ini.

1
DAFTAR PUSTAKA

Brambel,MG dan Irnside, WJ. Creutzfeldt-Jakob disease: implications for


 gastroenterology. Gut. 2002 Jun; 50(6): 888–890.
PMCID: PMC1773231. PMID: 12010896

Seuberlich T, Heim D, Zubriggen A. Atypical Transmissible Spongiform


Encephalopathies in ruminants : a challenge for disease surveillance and
control. J Vet Diagn Invest. 2010;22 (6) : 823 – 42

Gonzales L, Pitarch JL, Martin S, Thurston L, Moore J, Acin C, Jeffrey M.


Identical Pathogenesis and Neuropathological phenotype of sheep scarpie
after oral infections. J Comp Pathol. 2014 ; 150 : 57 – 70

Brandel J-P. Transmissible spongiform encephalopathies. Orphanet Encyclopedia.


December 2004.

Indra Gunawan Efendi. Penyakit creutzfeldtz Jacob Disease. CDK-230/ vol. 42


no. 7, th. 2015

Anda mungkin juga menyukai