Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASKEP PADA PASIEN DEFISIENSI IMUN

( HIV/AIDS )

OLEH
KELOMPOK 2
KEP 4A

1. YOKA NOVALIA ( 2126010021 )


2. EKA ALQOMARIA ( 2126010017 )
3. ATIN INTAL HAYANI ( 2126010013 )

DOSEN PENGAMPU :

NS. HANIFAH S.KEP.,M.KEP.

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )

TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penyusun dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah ”Sistem imun dan hematologi” ini dengan membahas masalah
” HIV/AIDS“. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
sebagai bahan pertimbangan nilai.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik, walaupun ada beberapa hambatan yang dialami dalam penyusunan makalah
ini.

Namun, berkat motivasi yang disertai kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak
akhirnya berhasil teratasi. Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber
pengetahuan bagi pembaca. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat
kekurangan, kiranya pembaca dapat memakluminya. Akhir kata dengan kerendahan hati, kritik
dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Sekian dan terima
kasih.

Bengkulu,24 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................................4
A. Konsep Penyakit..............................................................................................................................4
1. Definisi........................................................................................................................................4
2. Etiologi........................................................................................................................................5
3. Patofisiologi.................................................................................................................................7
4. Manifestasi Klinis........................................................................................................................8
5. Penatalaksanaan...........................................................................................................................9
6. Pemeriksaan penunjang...............................................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................................10
A. Pengkajian.....................................................................................................................................10
B. Diagnosa Potensial........................................................................................................................10
C. Intervensi.......................................................................................................................................11
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................13
B. SARAN.........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September
2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617
orang dan AIDS 6.987 orang. HIV/AIDS merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan belum ditemukan obat yang dapat memulihkannya saat ini. Menderita
HIV/AIDS di Indonesia dianggap, menyebabkan tekanan psikologis terutama pada
penderitanya maupun pada kaluarga dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sistem kekebalan tubuh penderitanya. jika
ditambah dengan stres psikososial – spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi
HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian.
Menurut Rois (1997), jika stres mencapai tahap kelelahan , maka dapat menimbulkan
kegagalan fungsi sistem imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat
terjadinya AIDS. Modula respons imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara
signifikan, seper aktivitas APC (makropag )., Th1 ( cd4 )., IFN.,IL -2 Imunoglobulin A.
G. E. dan anti HIV. Penurunan tersebut akan berdampakterhadap penurunan jumlah CD4
hingga mencapai 180 sell/tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir
sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien kontrol ke rumah Sakit menunjukkan
adanya perbedaan respons imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat faktor lain
yang berpengaruh, dan faktor yang diduga sangat berpengaruh adalah setres.
Stres yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, Stimulus
akan melalui sel astrosid pada cortical dan amigdala pada sistem limbik berfefek pada
hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Certicomropin releasing
factor ) CRF memacu pengeluaran ACTH ( adrenal corticotropic hormone) untuki
memengaruhi kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Korrtisol ini bersifat
imunosepresif terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stres yang dialami pasien
sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar
sehingga dapat menekan sistem imun (Apasou dan Sitkorsky,1999) yang meliputi

1
akavice ApC( makrofag), Th-1 (CD4) sel plasma IFN IL2,IGM-IGG dan antibodi HIV.
( ader, 2001).
Perawat merupakan faktor yang berperan penting dalam pengelolaan stres,
khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar
pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam
pemberian dukungan sosial, emosional, informasi, dan material. ( batuman, 1990,
bear .1996, polkman dan Lazarus. 1998)
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model
asuhan keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan daukungan
sosiaal yang bertujuan untuk mempercepat respons adaftip pada pasien HIV, meliputi
modulasi respon imun (Ader, 1991,setiawan 1996; Putra, 1999), respons psikologis, dan
respons sosial (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memiliki
empat variabel yakni, fisik, kimia, psikis, dan sosial, dapat membuka nuansa baru untuk
bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan
yang berdasarkan pada paradigma psikoneuroimunologi terhadap pasien terinfeksi HIV
(Nursalam, 2005).
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari hiv/aids ?
2. Bagaimana etiologi pada penyakit hiv/aids ?
3. Bagaimana woc pada penyakit hiv/aids ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit hiv/aids ?
5. Apa manifestasi klinis hiv/aids ?
6. Apa penatalaksanaan hiv/aids ?
7. Apa pemeriksaan penunjang pada penyakit hiv/aids ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan defisiensi imun ( hiv ) ?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi HIV/AIDS.
2. Mengetahui etiologi penyakit HIV/AIDS.
3. Mengetahui woc pada penyakit HIV/AIDS.
4. Mengetahui patofisiologi penyakit HIV/AIDS.
5. Menegtahui manifestasi klinis HIV/AIDS.

2
6. Menegtahui penatalaksanaan HIV/AIDS.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit HIV/AIDS.
8. Mengetahui asuhan keperawatan klien dengan defisiensi imun(HIV).

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
HIV (Human Immuno Deficiency Virus). HIV adalah virus penyebab AIDS yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga tidak mampu melindungi dari
serangan penyakit lain.
HIV terdapat di dalam:
• Darah
• Cairan sperma (air mani)
• Cairan vagina
• ASI (Air Susu Ibu) dari ibu yang tertular HIV HIV tidak dapat hidup dalam:
• Darah yang mengering lebih dari 1 jam.
• Dalam air mendidih, atau panas kering, dengan suhu 56°C selama10-20 menit.
• Bahan kimia seperti Nonoxynol-9 (untuk mencegah kehamilan), Sodium Klorida
(bahan pemutih/bleach/byclean), dan Sodium Hidroksida. Namun, ada penelitian
yang menyatakan HIV mampu hidup dalam darah yang tertinggal di tabung suntik
selama 4 minggu.
Virus HIV akan masuk ke dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel
darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun
jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah
terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS.
AIDS dingkatan dari Acquired Immuno Deficiency As Syndrom, yaitu kumpulan
gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV. Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan
tubuh, maka semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh dengan mudah (infeksi
opportunistik). Oleh karena itu sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah,
maka penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) AIDS adalah kumpulan dan
beberapa gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh HIV. Saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan HIV dan AIDS.

4
Yang sudah ditemukan adalah obat ARV (Anti Retro Viral yaitu obat untuk
mengendalikan jumlah virus HIV dan meningkatkan kualitas hidup Odha (Orang
dengan HIV dan AIDS).
2. Etiologi
Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan
dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti
adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi opportunistic serta penyakit
keganasan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2003). Dari semua orang
yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama,
50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIV
menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun (Sudoyo, Setyohadi, dan Alwi, 2009).
Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien.
Dengan demikian, orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi.
Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk pada 3-6
minggu setelah infeksi (Sudoyo dkk., 2009). Kondisi ini dikenal dengan infeksi
primer.
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu, yakni HIV pertama kali masuk ke
dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten) akan terjadi respons
imun berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler (HLA-DR; sel T;
IL-2R); serum atau humoral (beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan
antibodi upregulation (gp 120, anti p24; IgA) (Hoffmann, Rockstroh, Kamps, 2006).
Induksi sel T-helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel
faktor sistem imun agar tetap berfungsi baik. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-
sel T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel- sel efektor
sistem imun. Dengan tidak adanya T-helper, sel-sel efektor sistem imun seperti T8
sitotoksik, sel NK, monosit, dan sel B tidak dapat berfungsi secara baik. Daya tahan
tubuh menurun sehingga pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut (Albrecht dkk.,
2007).

5
Saat ini, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, yang berarti
banyak virus lain di dalam darah. Sejumlah virus dalam darah atau plasma per
milimeter mencapai satu juta Orang dewasa yang terinfeksi sering menunjukkan
sindrom retroviral akut. Tanda dan a dari sindrom retroviral akut ini meliputi panas,
nyeri otot, sakit kep mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat
bad dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya terjadi 2-4 ming setelah
infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa h dan sering salah terdeteksi
sebagai influenza atau infeksi mononukle (Maartens dkk, 2014).
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat.
Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa d timus selama waktu
tersebut, yang membuat individu yang terinfeksi HIV akan mungkin terkena infeksi
oportunistik dan membatasi kemampuan timus untuk memproduksi limfosit T. Tes
antibodi HIV menggunaka enzym linked imunoabsorbent assay (ELISA) yang akan
menunjukkan hasil positif (Kasper dkk, 2015, Orsega, 2015).
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa
tanpa gejala ini bisa berlangsung selama 8-10 tahun. Aka tetapi, ada sekelompok
orang yang perjalanan penyakitnya sangat cepat hanya sekitar dua tahun, dan ada
pula yang perjalanannya sangat lanbat (Arg dkk., 2016).
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA menampakkan
gejala akibat infeksi oportunistik (penurunan berat badan demam lama, pembesaran
kelenjar getah bening, diare, tuberkulos infeksi jamur, herpes, dan lain-lain. (Sudoyo,
2006). Pada fase ini disebut dengan imunodefisiensi, dalam serum pasien yang
terinfeksi HIV ditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap proliferasi
se T. Adanya supresif pada proliferasi sel T tersebut dapat menekan sintes dan sekresi
limfokin. Sel T tidak mampu memberikan respons terhadap mitogen, terjadi disfungsi
imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4+, sitokin (IFNX, IL-2: IL-6);
antibodi down regulation (gp12 anti-p-24); TNF a; anti-nef (Albrecht dkk, 2007).
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba. Lamanya
penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumon dan tuberkulosis.
Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV membel lebih cepat. Selain itu, dapat
mengakibatkan reaktivasi virus di dalam limfosit T sehingga perjalanan penyakit bisa

6
lebih progresif (Sudoyo dkk. 2009). World Health Organization (2017) membagi
stadium HIV menjadi empat. Pembagian ini didasarkan pada gejala klinik. WOC
3. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara Istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan
mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral,
yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui
mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit
atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening, HIV dapat menginfeksi jenis
sel selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak
menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai
reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ,
terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam
nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan
astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak,
hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit
untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau
komplikasi infeksi lain atau autoimun.
TerInfeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
"priode inkubasi" atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum
lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa.

7
Selama fase ini gangguan regulasi imun sering tampak saat tes terutama
berkenaan dengan fungsi sel B hipergameglobulinemia dengan produksi
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk
merespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan
keparahan infeks bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik.
Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungki tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik
mungkin memiliki Risiko limfosit CD4 terhadap CDS yang normal Panjamu yang
berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan
dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi
relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
4. Manifestasi Klinis.
Menurut Maya Foundation for Medical Education and Research (MFMER) 2008:
a. Fase awal
Tidak ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi Kadang-kadang ditemukan
gejala mirip flu seperti: demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan
pembengkakan kelenjar getah bening. Dapat menularkan virus kepada orang
lain.
b. Fase lanjut
Penderita bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun lebih Penderita mulai
memperlihatkan gejala yg kronis, seperti: pembesaran kelenjar getah bening
(gejala khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan
pendek.
c. Fase akhir
Terjadi sekitar 10 tahun atau lebih Gejala yang lebih berat mulai timbul
Berakhir pada penyakit AIDS.

8
5. Penatalaksanaan
a. Melakukan abstinensi sex, melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang
tidak terinfeksi.
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
HIVnya.
d. Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya.
e. Mencegah infeksi ke janin/bayi baru lahir.
6. Pemeriksaan penunjang.
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV:
1. ELISA (positif, hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
2. Western blot (positif)
3. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas
4. Kultur HIV (positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
1. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
2. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
3. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
4. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
5. Kadar immunoglobulin (meningkat)

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Data.
a. Lakukan pengkajian fisik
b. Dapatkan riwayat imunisasi
c. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor Risiko terhadap AIDS pada anak-
anak: exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah,
khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku Risiko tinggi
d. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
e. Infeksi bakteri berulang
f. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter
interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru)
g. Diare kronis
h. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai
sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal.
i. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.
B. Diagnosa Potensial
Tegakan diagnosa kemungkinan yang akan terjadi jika keadaan pasien ini tidak segera
ditangani, diantaranya :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat ekspansi
paru.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ( mis, infeksi, kanker)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan paktor psikologis( misalnya, stres, keengganan untuk
makan)
4. Diare b.d inflamasi gastrointestinal
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

10
C. Intervensi
No DX Kriteria hasil dan tujuan Intervensi

1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi


efektif berhubungan perawatan/intervesi (1.01014)
dengan posisi tubuh diharapkan pola napas (L.  Monitor pola napas.
yang menghambat 01004) membaik, dengan  Monitor nilai AGD.
ekspansi paru. kriteria hasil:  Jelaskan tujuan dan
(D.0005)  Kedalaman napas prosedur
membaik. pemantauan.
 Penggunaan otot bantu
napas menurun.
2. Hipertermia Setelah dilakukan Menejeman hipertermia
berhubungan dengan perawatan/intervensi (1.15506).
proses penyakit diharapkan termoregulasi (  Monitor haluan urine
( mis, infeksi, L.14134) membaik,  Identifikasi
kanker) dengan kriteria hasil: penyebab
( D.0130)  Kulit merah menurun hipertermia.
 Kutis memorata  Berikan cairan oral
menurun

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Menejemen nutrisi


berhubungan dengan perawatan/intervensi (1.03119).
paktor diharapkan Status nutrisi  Identifikasi status
psikologis( misalnya (L.03030) membaik, nutrisi.
, stres, keengganan dengan kriteria hasil  Monitor berat badan.
untuk makan).  Porsi makanan yang  Lakukan oral hygine
( D.0019) dihabiskan meningkat sebelum makan,jika
 Sikap terhadap perlu.
makanan dan

11
No DX Kriteria hasil dan tujuan Intervensi

minuman sesuai
dengan tujuan
kesehatan.

4. Diare b.d inflamasi Setelah dilakukan Manajemen diare


gastrointestinal perawatan/intervensi (1.03101)
(D.0020) diharapakan eliminasi  Identifikasi
fekal(L.04033)membaik, penyebab diare.
dengan kriteria hasil  Monitor keamanan
 Nyeri abdomen penyiapan makanan.
menurun.  Ambil sampel darah
 Peristaltik usus untik pemeriksaan
membaik. darah lengkap dan
elektrolit
5. Nyeri akut Setelah dilakukan Manejemen nyeri
berhubungan dengan perawatan/ intervensi (1.08238)
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi skala
fisiologis (L.08066) menurun, nyeri.
(D.0077) dengan kriteria hasil  Identifikasi faktor
 Keluhan nyeri yang memperberat
menurun. dan memperingan
 Gelisa menurun. nyeri.
 Sikap prostektif
menurun.

12
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
HIV (Human Immuno Deficiency Virus). HIV adalah virus penyebab AIDS yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga tidak mampu melindungi dari
serangan penyakit lain.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) AIDS adalah kumpulan dan
beberapa gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh HIV. Saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan HIV dan AIDS. Yang
sudah ditemukan adalah obat ARV (Anti Retro Viral yaitu obat untuk mengendalikan
jumlah virus HIV dan meningkatkan kualitas hidup Odha (Orang dengan HIV dan
AIDS).
TerInfeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
"priode inkubasi" atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih
singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami masalah tentang penyakit HIV serta asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit HIV, tentang penyakit HIV.

13
DAFTAR PUSTAKA
M.nurs,Nursalam., dan Kurniawati Dian ninuk (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Salemba Medika.
Ardiyanti Yulrina., Lusiana Nopita.,Megasari Kiki.,(2015). Bahan Ajar AIDS pada Asuhan
Kebidanan. CV Budi Utama.
Informasi umum HIV dan AIDS.
Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nursalam., Dian ninuk., Misutarno., & Kurniasari Fitriana. 2018.Asuhan Keperawatan pada
Pasien Terinfeksi HIV/AIDS edisi2.Salemba Medika.
Widoyono.2018. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Erlangga.

14

Anda mungkin juga menyukai