Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASKEP HIV / AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIS (GEK)

Diajukan Untuk Bahan Seminar


Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS

Disusun oleh :
Kelompok X
1. Gusnawati Latif
2. Reni Anggraeni
3. Tohiroh

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLOTEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Askep Pada Klien HIV / AIDS
dengan Infeksi Oportunistis (GEK)” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan HIV/AIDS.
Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu kami, hingga tersusunnya makalah ini
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
yang harus diperbaiki, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan pengetahuan,
pengalaman serta sumber-sumber yang penyusun miliki. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari setiap pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaanmakalah ini
Akhirnya kami berharap mudah- mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi penyusun khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Samarinda, Oktober 2020

Penyusun
Kelompok X

i
DAFTAR ISI

Judul................................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum ........................................................................ 2
2. Tujuan Khusus ....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian HIV/AIDS.................................................................. 3
B. Infeksi Oportunistik...................................................................... 5
C. Konsep Gastrointestinal................................................................ 9
D. Patofisiologi ................................................................................. 10
E. Respon Infeksi Sistem Pncernaan Penderita HIV/AIDS ............. 11
F. Penatalaksanaan ........................................................................... 12
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ........................................... 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................... 32
B. Saran............................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan yang terus berkembang dan menjadi masalah yang
mendunia adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah virus
golongan retrovirus pada famili Retroviridae, genus Lentivirus yang
menyerang sel darah putih yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh
pada manusia. Data dari badan World Health Organisation (WHO) pada
tahun 2017 menyebutkan jumlah kasus HIV di dunia mencapai 36.900.000
penduduk. Epidemiologi kasus HIV di Indonesia berdasarkan data WHO
pada tahun 2017 mencapai 630.000 penduduk.(Asis et al., 2018)

Epidemi yang pertama ialah penyebaran HIV (Human


Immunodeficiency Virus). Penularan terjadi melalui hubungan seksual (homo
dan heteroseksual), dari ibu Ice bayi dan melalui darah yang tercemar
(transfusi, produk darah, pemakaian jarum suntik, dan sebagainya). Epidemi
ini berlangsung secara diam-diam dan mungkin sekali telah dimulai dalam
tahun 1950-an. Darah tertua yang tercemar HIV berasal dari Zaire dalam
tahun 1959. Jumlah orang yang terinfeksi kini telah mencapai sekitar 10 juta.
Epidemi yang ke dua adalah berjangkitnya AIDS yang mulai dikenal
sejak tahun 1981 dan kini sudah mencapai lebih dari setengah juta penderita.
Epidemi yang ke tiga bersifat sosial, yakni stigmatisasi, prasangka dan
diskriminasi yang timbul akibat AIDS. Epidemi ke tiga ini menimbulkan
berbagai dilema dalam masyarakat yang mempersulit penanggulangan AIDS
secara rasional. Langkah-langkah klasik yang umum diambil untuk
menanggulangi penyakit menular antara lain : penemuan penderita, pelaporan
dan pencatatan penderita dan isolasi serta pengobatan penderita.
Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler.
Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat
keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan (Nursalam &

1
Kurniawati, 2007). Salah satunya penyakit tersebut adalah Gastroenteristinal
yang akan dibahas di makalah kleompok kami.
Maka pada laporan kelompok ini, kami akan menjelaskan secara
keseluruhan mengenai asuhan kperawatan pada klien dengan AIDS dengan
Infeksi Oportunistik Gastroenteristinal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1.  Bagaimana konsep penyakit AIDS secara umum...?
2. Apa yang dimaksud dengan infeksi oportunitis ?
3. Bagaimana patofisiolgi penyakit AIDS dengan GEK itu tejadi .. ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien AIDS
dengan GEK ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa/i dapat
mengetahui dan memahami tentang Tindakan Keperawatan pada Penderita
HIV / AIDS dengan Infeksi Oportunistik GEK
1. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i dapat mengetahui Tindakan Keperawatan pada
Penderita HIV / AIDS dengan Infeksi Opoprtunistik GEK
b. Mahasiswa/i dapat mengetahui standar Asuhan Keperawatan
ada penderita HIV / AIDS dengan Infeksi Oportunistik GEK

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV/AIDS
1. Pengertian
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus golongan
retrovirus pada famili Retroviridae, genus Lentivirus yang menyerang sel
darah putih yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada
manusia. Stadium HIV menurut WHO memiliki 4 stadium yang dibagi
berdasarkan jumlah dari kadar Cluster of Differentiation 4 (CD4). CD4
merupakan salah satu bagian penting dalam sistem kekebalan tubuh dari
sel darah putih yang berfungsi untuk melawan patogen yang masuk ke
dalam tubuh yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. (Asis et al.,
2018)
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan
sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang mengakibatkan penurunan sistem
kekebalan tubuh (Kemenkes, 2016) dalam jurnal (Zulfiana, 2020)

2. Etiologi
HIV adalah suatu retrovirus anggota sub familia lentivirinae
penyebab nya adalah virus RNA familia Retrovirus, sub familia
lentiviridae sampai sekarang baru dikenal 2 setrotipe HIV yaitu HIV-1
sebagai penyebab sindrom defesiensi imun (AIDS) dan HIV-2 yang
dikenal sebagai lymphadenopathy associted virus type-2 (LAV-2) . AIDS
disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II,
LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus
yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit
T. (Elvina, 2015)

3
3. Perjalanan Penyakit

Perjalanan klinis pasien tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan
dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan
menunjukkan gambaran sakit kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya
peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit
keganasan. Dari semua orang dengan infeksi HIV, sebagian berkembang hingga
AIDS pada tiga tahun pertama, 50% jadi AIDS setelah 13 tahun, serta hampir
100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun.

Tanda serta gejala dari sindrom retroviral akut ini meliputi : panas, nyeri
otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan
berat badan, hingga timbul ruam. Tanda serta gejala tersebut biasanya pada 2-4
minggu setelah terinfeksi. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas
infeksi seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, atau batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi.

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai


menampakkan gejala akibat infeksi oportunistik seperti penurunan berat badan,
demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi
jamur, herpes. Infeksi oleh kuman lain membuat HIV membelah lebih cepat.
Selain itu dapat mengakibatkan reaktivasi virus didalam limfosit T sehingga
perjalanan penyakit bisa lebih progresif (Nursalam, 2009).

4. Tanda Gejala

Ada beberapa gejala serta tanda mayor (menurut WHO), antara lain :

a. Kehilangan berat badan (BB) >10%

b. Diare kronik >1 bulan

c. Demam >1 bulan

Sedangkan tanda minornya adalah :

a. Batuk menetap >1 bulan

b. Dermatitis priritis (gatal)

c. Herpes zoster berulang

4
d. Kandidiasis orofaring

e. Herpes simpleks yang meluas dan berat

f. Limfadenopati yang meluas

g. Ibu menderita AIDS (kriteria tambahan untuk AIDS anak (Soedarto, 2009)

B. Infeksi Oportunistik
1. Pengertian
Infeksi oportunistik adalah infeksi oleh patogen yang biasanya tidak
bersifat invasif namun dapat menyerang tubuh saat kekebalan tubuh
menurun, seperti pada orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Infeksi ini dapat
ditimbulkan oleh patogen yang berasal dari luar tubuh (seperti bakteri,
jamur, virus atau protozoa), maupun oleh mikrobiota sudah ada dalam
tubuh manusia namun dalam keadaan normal terkendali oleh sistem imun
(seperti flora normal usus). Penurunan sistem imun berperan sebagai
“oportuniti” atau kesempatan bagi patogen tersebut untuk menimbulkan
manifestasi penyakit (Elvina, 2015). Infeksi oportunistik (IO) adalah
infeksi mikroorganisme akibat adanya kesempatan untuk timbul pada
kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan, pengidap HIV di Indonesia
cenderung mudah masuk ke stadium AIDS karena mengalami IO. Infeksi
oportunistik merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien HIV
sejak epidemik HIV terjadi, IO terjadi karena defisiensi imun pada HIV
sangat rendah sehingga rentan terkena infeksi oportunistik. (Ladyani &
Kiristianingsih, 2019)

2. Jenis – jenis Infeksi Oportunistik


Ada beberapa jenis Infeksi Oportunistik yang paling umum, yaitu :
a. Kandidiasis (Thrush)
Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut
kandida. Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan
orang. Sistim kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur
ini. Jamur ini biasa menyebabkan penyakit pada mulut, tenggorokan

5
dan vagina. Infeksi oportunistik ini dapat terjadi beberapa bulan atau
tahun sebelum infeksi oportunistik lain yang lebih berat. Pada mulut,
penyakit ini disebut thrush.

b. Infeksi paru (pneumocystis)

Infeksi pneumocystis (pneumonia) termasuk infeksi oportunistik


yang paling serius untuk penderita HIV/AIDS. Infeksi ini dapat
disebabkan oleh banyak jenis patogen berbeda, seperti
jamur Coccidioidomycosis, Cryptococus neoformans, Histoplasmosis,
Pneumocystis jirovecii; beberapa bakteri seperti Pneumococcus; dan
beberapa virus seperti cytomegalovirus atau herpes simplex.

Gejala dari infeksi paru oportunis dapat meliputi batuk, demam,


dan kesulitan bernapas. Namun, infeksi dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lain. Infeksi oportunistik oleh jamur crytococcus
neoformans, misalnya, dapat menyebar ke kulit, tulang, atau saluran
kemih. Terkadang pneumonia dapat menyebar ke otak, dan
menyebabkan pembengkakan otak (meningitis).

Kabar baiknya, infeksi ini dapat dicegah dengan vaksin dan diobati
dengan antibiotik. Semua ODHA yang berisiko mengalami infeksi
oprtunistik terkait peradangan paru-paru harus divaksinasi sebelm
terlambat. Pasalnya, komplikasi berupa pneumonia (PCP) adalah
penyebab kematian utama di antara pasien HIV stadium lanjut. Saat ini
terdapat vaksin yang efektif mencegah infeksi oportunistik dari
bakteri Streptococcus pneumoniae.  Pengobatan untuk infeksi paru
harus cepat dimulai cepat agar memberikan pasien peluang terbaik
untuk pulih.

c. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB/TBC) adalah infeksi paru oportunis yang


disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium. Gejala TB dapat

6
meliputi batuk, kelelahan, penurunan berat badan, demam, dan
berkeringat di malam hari.

Pada kenyataannya, hampir semua penderita HIV sudah memiliki


bakteri TB dalam tubuhnya meski belum tentu aktif. TBC dapat
menjadi komplikasi serius pada pengidap HIV/AIDS karena bakteri TB
dapat lebih cepat menjadi aktif dan sulit diobati pada ODHA dibanding
pada orang sehat.

Infeksi oportunis berupa tuberkulosis juga dapat memengaruhi


bagian tubuh lainnya, seringkali kelenjar getah bening, otak, ginjal,
atau tulang. Itu kenapa setiap ODHA harus menjalani tes TB sedini
mungkin untuk mengetahui berapa besar risikonya.

d. Herpes simplex

Herpes simplex virus (HSV) merupakan virus penyebab


penyakit kelamin herpes. Herpes ditandai dengan munculnya kutil
kelamin dan sariawan di daerah mulut dan bibir.

Setiap orang memang bisa terkena herpes, namun penderita


HIV berpeluang lebih besar untuk mengalami infeksi herpes oportunis
dengan gejala yang lebih parah. Pada orang dengan HIV/AIDS,
komplikasi herpes tidak hanya berupa pembentukan kutil kelamin tapi
juga risiko pneumonia dan kanker serviks.

e. Salmonella septicaemia
Salmonella adalah infeksi yang bisa didapat lewat konsumsi
makanan yang terkontaminasi bakteri Salmonella typhii (Salmonella
tp). Infeksi salmonella dapat menyebabkan gejala seperti mual,
muntah-muntah, dan diare.
Pada pengidap HIV/AIDS, bahaya dari infeksi ini dapat
berkembang menjadi septikemia. Septikemia adalah kondisi darah
yang keracunan bakteri dalam jumlah besar. Ketika sudah sangat
parah, bakteri salmonella dalam darah dapat menginfeksi seluruh

7
tubuh dalam satu waktu. Syok akibat salmonella septikemia dapat
berakibat fatal.

f. Toxoplasmosis

Toxoplasmosis adalah komplikasi HIV/AIDS yang disebabkan


oleh parasit bernama Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis bahaya bagi
pengidap HIV dan AIDS karena sangat mudah berkembang di dalam
tubuh yang sistem kekebalannya lemah. Parasit tersebut dapat
menginfeksi tidak hanya mata dan paru pengidap HIV, tapi juga bahaya
bagi jantung, hati, hingga otak. Ketika infeksi parasit toxoplasma sudah
mencapai otak, toksoplasmosis dapat menyebabkan kejang. Selain dari
kotoran hewan, infeksi oportunistik ini juga bisa berasal dari makan
daging kurang matang yang terkontaminasi parasit toxoplasma.

g. Infeksi sistem pencernaan

Seiring melemahnya sistem imun, sistem pencernaan juga dapat


terinfeksi. Beberapa contoh infeksi parasit yang dapat menjadi bahaya
bagi pengidap HIV/AIDS adalah cryptosporidiosis dan isosporiasis.
Dua jenis infeksi ini disebabkan oleh konsumsi makanan dan/atau
minuman yang terkontaminasi parasit. Cryptosporidiosis disebabkan
oleh parasit  Cryptosporidium yang menyerang usus, sementara
isosporiasis disebabkan oleh protozoa Isospora belli.

Baik cryptosporidiosis dan isosporiasis sama-sama menyebabkan


demam, muntah, dan diare parah. Pada pengidap HIV/AIDS,
komplikasi penyakit ini dapat sampai menyebabkan berat badan turun
drastis. Pasalnya, organisme tersebut menginfeksi sel-sel yang melapisi
usus kecil dapat menyebabkan tubuh tidak mampu menyerap nutrisi
dengan baik.

8
C. KONSEP GASTROENTERISTINAL
1. Pengertian

Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya


muntah dan diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi, tidak toleran
terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin (Tucker, dkk, 1998: 958).

Pendapat lain dikemukakan oleh Daldiyono (1997: 21) bahwa diare


diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih
banyak dari biasanya. Dalam keadaan biasa kandungan air berjumlah
sebanyak 100 ml-200 ml per jam tinja.

Pendapat senada dikemukakan oleh Soeparman, dkk (2001: 91) bahwa


diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar, konsistensi faeces
menjadi cair, dan perut terasa mules ingin buang air besar.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat dikemukakan bahwa diare atau


gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan atau
tanpa darah dan atau lendir dalam tinja yang diakibatkan oleh infeksi,
alergi tidak toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin
sehingga menyebabkan hiperperistaltik yang mengakibatkan resorbsi air
dalam usus besar terganggu dan akhirnya menyebabkan frekuensi buang
air besar melebih normal.

Kapita selekta kedokteran, 2000 menyatakan bahwa :

a. Diare berlanjut / berkepanjangan adalah episode diare akut yang


melanjut hingga berlangsung selama 7-14 hari.
b. Diare persisten / kronik adalah episode diare yang mula-mula bersifat
akut namun berlangsung selama 14 hari atau lebih.
Ada dua kategori diare kronik :

a. Diare yang berhenti jika pemberian makanan atau obat – obatan


dihentikan disebut diare osmotik.

9
b.  Sedangkan diare yang menetap walaupun penderita dipuasakan
disebat diare sekretorik. (samih wahab, 2000) Disentri adalah diare
yang disertai darah dalam tinja.

2. Etiologi

Menurut Ngastiyah (2005), penyebab terjadinya diare adalah :

a.       Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab


utama diare
       Infeksi bakteria : vibrio, E. coli, salmonella campilo baster.
       Infeksi virus : Rotavirus, calcivilus, Enterovirus, Adenovirus,
Astrovirus.
     Infeksi parasit : cacing (ascaris, oxyuris), protozoa (entamoba histolica,
giardia lambia), jamur (candida aibicans).
b.  Infeksi Parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti Tonsilitis,
broncopneumonia, Ensefalitis, meliputi :
        Faktor Malabsobsi : karbohidrat, lemak, protein
        Faktor makanan : basi, racun, alergi.
        Faktor psikologis : rasa takut dan cemas.

3. Tanda Gejala
a) Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b) Terdapat luka tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas
kulit menurun) ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering.
c) Kram abdominal.
d) Demam.
e) Mual dan muntah.
f) Anoreksia.
g) Lemah.
h) Pucat.
i) Perubahan TTV, nadi dan pernafasan cepat
j) Menurun atau tidak ada pengeluaran urin.

10
D. Patofisiologi HIV/AIDS Dengan IO GEK
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun )
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu
antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler
makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-
tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000
sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah,
2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun
akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.
Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap
AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau
apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

E. Respon Infeksi Sekunder Sistem Pencernaan Penderita HIV/AIDS


Data Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 memperlihatkan proporsi
infeksi oportunistik pada penderita AIDS di Indonesia adalah Tuberkulosis
(41%), diare kronik (25%), kandidiasis orofaringeal (24,6%), dermatitis

11
generalisata (6,1%), dan limfadenopati (2,75%). (Mirna Widiyanti, 2016). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Zulkhairi (2013) ditemukan bahwa masalah yang
banyak dialami penderita HIV/AIDS adalah Kandidiasis oral (97,1%), diikuti
oleh diare kronis (23,2%), kandidiasis oral dengan diare kronis (20,3%),
dispepsia (6,9%), diare akut (2,5%), disfagia (1,9%), perdarahan saluran cerna
(0,9%).

Beberapa infeksi oportunistik yang terjadi pada sistem pencernaan.

1. Diare

Diare adalah peningkatan volume feses atau frekuensi defekasi. Faktor-


faktor yang mempengaruhi volume serta konsistensi feses meliputi kandungan
air didalam kolon serta keberadaan makanan yang tidak terserap, bahan yang
tidak terserap dan sekresi intestinal. Diare ditandai dengan keadaan frekuensi
buang air besar lebih dari 4 kali dalam sehari, konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
(Kowalak, 2011). Diare yang terjadi pada pasien yang diduga terinfeksi
http://repository.unimus.ac.id HIV/AIDS, diare terjadi terus-menerus atau
intermiten yang lebih dari satu bulan (Depkes RI, 2007).

2. Kandidiasis orofaringeal

Kandidiasis orofaringeal adalah infeksi oportunistik mukosa yang


umumnya disebabkan oleh jamur candidia albicans, tetapi bisa disebabkan
spesies lain candidia glabrata, candidia tropicalis, dan candidia krusei (Sofro,
2013). Tampak sebagai membran putih atau kuning yang melekat. Keadaan ini
dapat mengenai mukosa dimana saja, tetapi lidah dan palatum lunak adalah
daerah yang paling sering terkena. Kondisi ini biasanya akut, tetapi pada
penderita HIV bisa bertahan beberapa bulan (Ramayanti, 2013).

3. Dispepsia

Dispepsia adalah gangguan perut sebelah atas tengah (bukan kanan atau
kiri), ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa dengan mual-
mual, perut keras, bahkan sampai muntah. Ada dua macam dispepsia yaitu:

12
a. Ulcus like dyspepsia (nyeri timbul bila tidak makan/ tak ada
makanan)
b. Dismotility like dyspepsia (rasa cepat penuh/ kenyang, nyeri setelah
makan walau tidak makan banyak) (Puspitasari, 2010).
4. Disfagia

Disfagia adalah kesulitan atau ketidakmampuan menelan. Penyebab


disfagia bisa bermacam-macam. Penting untuk mengetahui perbedaan
disfagia karena gangguan pada orofaring atau esofagus, bila tidak diamati
dengan seksama, maka gejala pada keduanya sangat mirip. Pada gangguan
orofaring, disfagia biasanya tidak bisa makan ataupun minum, keluarnya
makan dari mulut biasanya bersifat segera setelah makan dan makanan yang
dikeluarkan belum tercerna, sedangkan pada gangguan esofagus, disfagia
kadang terjadi bila adanya esofagitis atau obstruksi esofagus. Gejala lain
yang berhubungan pada gangguan esofagus adalah dispnea dan batuk
(Muttaqin, 2011).

5. Perdarahan saluran cerna

Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi


dimana saja disepanjang saluran pencernaan mulai dari mulut sampai anus.
(Monsjoer, 2005). Tanda gejala yang ditimbulkan dari perdarhan saluran
cerna ini bisa berupa, melena atau mengeluarkan tinja yang kehitaman, dan
pirosis atau nyeri uluhati (Grace & Barley, 2007).

F. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan
pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah
terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan
dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.

13
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak
jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka


penatalaksanannya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <
>3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
 Didanosine
 Ribavirin
 Diedoxycytidine
 Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

14
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi
imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang
sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia,
atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi
imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa
penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap
sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien.
Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang
berhubungan dengan kelainan hospes :
 Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
 Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia
congenital, protein – liosing enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
 Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan
pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas (Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan).

15
 Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama
pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
 Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
 Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau
tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare
pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
 Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
 Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
 Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks
tidak normal, tremor, kejang, hemiparesis, kejang.
 Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada
pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan
rentan gerak, pincang.

16
 Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
 Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat
malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
tekanan umum.
 Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan, herpes genetalia
 Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi,
kesepian, adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
 Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi,
penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan
untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi
Human Immunodeficiency Virus (HIV)

17
a) Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor
pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 (Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus
(HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi
progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi
sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV
mungkin positif
b) Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan
spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi
adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.

18
c) Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
d) Tes Lainnya
1) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
2) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
3) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
4) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
5) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan
kerusakan paru-paru
2) Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu
setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan
hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan
mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi
lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
a) Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

19
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan
kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA
tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan
bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
disebut seropositif.
b) Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
c) Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.
d) Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
3) Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit
dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24,
pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV
– 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter
p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi
AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk
mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human
Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan
viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban
virus (viral burden)
AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu
sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus

20
HIV, dengan runtuhnya/ hancurnya sel-sel limfosit T karena
kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi
dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk orang normal
tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan
kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan
orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung
dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada
wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut
rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika
pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus
berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV
juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah,
seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi
darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan.
Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti
berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk
atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya
tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama
masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun
jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn.
Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan
tubuh. Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan
parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai
menampakkan gejala-gejala AIDS.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Diare (D.0020)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan Makanan
b. Hipovolemia ( D.0023)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan
c. Hipertermia ( D.0130)

21
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi

d. Nyeri Akut (D. 0077)


Kategori : psikologis
Subkategori: nyeri dan kenyamanan
e. Gangguan Integritas Kulit / Jaringan (D.0129)

Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi

3. Intervensi

SDKI SLKI SIKI


Diare Eliminasi Fekal Manajemen Diare
Definisi: Setelah dilakukan Tindakan
Pengeluaran fese yang tindakan keperawatan Observasi:
sering, lunak dan tidak selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab diare
berbentuk maka Eliminasi Fekal (mis. inflamasi
Penyebab: pasien dapat gastrointestinal, iritasi
Fisiologis membaik dengan gastrointestinal, proses
1. Inflamasi Kriteria Hasil: infeksi, malabsorbsi,
gastrointestinal 1. Control ansietas, stress, efek obat
2. Iritasi gastrointestinal pengeluaran feses obatan, pemberian botol
3. Proses infeksi meningkat susu)
4. Malabsorbsi 2. Keluhan defekasi 2. Identifikasi riwayat
Psikologis lama dan sulit pemberian makanan
1. Kecemasan menurun 3. Monitor warna, volume,
2. Tingkat stress tinggo 3. Mengejan saat frekuensi, dan konsistensi
Situasional defekasi menurun tinja
1. Terpapar kontaminan 4. Urgensi menurun 4. Monitor tanda dan gejala
2. Terpapar toksin 5. Nyeri abdomen hipovolemia (mis.
3. Penyalahgunaan menurun takikardia, nadi teraba
laksatif 6. Kram abdomen lemah, tekanan darah

22
4. Penyalahgunaan zat menurun turun, turgor kulit turun,
5. Program pengobatan 7. Konsistensi feses mukosa mulut kering, CRT
6. Perubahan air dan membaik melambat, BB turun)
makanan 8. Frekuensi BAB 5. Monitor jumlah
7. Bakteri pada air membaik pengeluaran diare
Gejala dan Tanda 9. Peristaltic usus 6. Monitor keamanan
Mayor membaik penyiapan makanan
Subjektif Terapeutik
- 1. Berikan asupan cairan oral
Objektif (mis. garam gula, oralit,
1. Defekasi lebih dari pedialyte, renalyte)
tiga kali dalam 24 jam 2. Pasang jalur intravena
2. Feses lembek atau cair (mis. ringer laktat, ringer
Gejala dan Tanda asetat jika perlu)
Minor 3. Ambil sampel darah dan
Subjektif pemeriksaan darah lengkap
1. Urgency dan elektrolit
2. Nyeri/kram abdomen 4. Ambil sampel fesef dan
Objektif kultur, jika perlu
1. Frekuensi peristaltic Edukasi
meningkat 1. Anjurkan makan porsi
2. Bising usus hiperaktif kecil dan secara bertahap
Kondisi klinis terkait 2. Anjurkan menghindari
1. Iritasi usus makanan pembentuk gas ,
Gastritis pedas dan mengandung
laktosa
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antimolitas (mis.
loperamide, difenoksilat)
2. Kolaborasi pemberian obat
antispasmodic/spasmolitik

23
(mis. paverine, ekstak
belladonna, mebeverine)
Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses (mis. atapulgit,
smeklit, kaolin-pektin)
Hipovolemia ( D.0023) Status Cairan Manajemen Hipovolemia
Definisi (L.03030) (I.03116)
Penurunan volume cairan Setelah dilakukan Observasi
intravaskular, interstisial tindakan keperawatan 1. Periksa tanda dan
dan/atau intraseluler selama 3x24 jam gejala hipovolemia
masalah status cairan (mis. Frekuensi nadi
Penyebab teratasi dengan meningkat, nadi terasa
1. Kehilangan cairan krirteria hasil : lemah, tekanan darah
aktif 1. Kekuatan nadi menurun, tekanan nadi
2. Kegagalan membaik dari menyempit, turgor kulit
mekanisme yang menurun, membran
regulasi sebelumnya mukosa kering, volume
3. Peningkatan skala 2 (cukup urin menurun,
permeabilitas menurun) hematokrit meningkat,
kapiler menjadi skala haus, lemah)
4. Kekurangan intake 4 (cukup 2. Monitor intake dan
cairan meningkat) output cairan
2. Output urine Terapeutik
Gejala dan tanda mayor membaik dari 3. Hitung kebutuhan
Subjektif : (tidak yang cairan
tersedia) sebelumnya Edukasi
Objektif skala 2 (cukup 4. Anjurkan
1. Frekuensi nadi menurun) memperbanyak
meningkat menjadi skala asupan cairan oral
2. Nadi teraba lemah 4 (cukup Kolaborasi
3. Tekanan darah meningkat) 5. Kolaborasi
menurun Membran mukosa pemberian cairan IV
lembab membaik dari
4. Tekanan nadi isotonis (mis. Nacl,
yang sebelumnya

24
menyempit skala 3 (sedang) RL)
menjadi skala 4
5. Turgor kulit 6. Kolaborasi
(cukup meningkat)
menurun pemberian cairan IV
6. Membran mukosa hipotonis (mis.
kering Glukosa 2,5%, Nacl
7. Volume urin 0,4%)
menurun
8. Hematokrit
meningkat

Gejala dan tanda minor


Subjektif :
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
Objektif
1. Pengisian vena
menurun
2. Status mental
berubah
3. Suhu tubuh
meningkat
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. Berat badan turun
tiba – tiba
Hipertermia ( D.0130) Termoregulasi Manajemen Hipertermia
Kategori : Lingkungan (L.14134) (I.15506)
Subkategori : Keamanan Definisi Definisi
dan Proteksi Pengaturan suhu Mengidentifikasi dan
Definisi tubuh agar tetap mengelola peningkatan suhu
Suhu tubuh meningkat berada pada rentang tubuh akibat disfungsi
di atas rentang normal normal. termoregulasi.
tubuh. Setelah dilakukan Tindakan

25
Penyebab tindakan keperawatan Observasi
1. Dehidrasi selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab
2. Terpapar lingkungan masalah hipertermia hipertermia (mis.
panas diharapkan dehidrasi, terpapar
3. Proses penyakit membaik dengan lingkungan panas,
(mis. infeksi, kriteria hasil : penggunaan inkubator)
kanker) 1. Menggigil 2. Monitor suhu tubuh
4. Ketidaksesuaian menurun 3. Monitor komplikasi
pakaian dengan suhu 2. Kejang akibat hipertermia
lingkungan menurun
Terapeutik
5. Peningkatan laju 3. Suhu tubuh
1. Sediakan lingkungan
metabolisme membaik
yang dingin
6. Respon trauma Suhu kulit membaik
2. Longgarkan atau lepaskan
7. Aktivitas berlebihan
pakaian
8. Penggunaan
3. Berikan cairan oral
inkubator
4. Ganti linen setiap hari
Gejala dan Tanda atau lebih sering jika
Mayor mengalami
Subjektif hiperhidrosis(keringat
(tidak tersedia) berlebihan)
Objektif 5. Lakukan pendinginan
1. Suhu tubuh diatas eksternal (mis. selimut
nilai normal hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
Gejala dan Tanda Minor
dada, abdomen, aksila)
Subjektif
(tidak tersedia)
Edukasi
Objektif
1. Anjurkan tirah baring
1. Kulit merah
2. Kejang Kolaborasi
3. Takikardi Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena jika
4. Takipnea
perlu

26
5. Kulit terasa hangan

Kondisi Klinis Terkait


1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
prematuritas

Nyeri Akut (D. 0077) Tingkat Nyeri Manajemen nyeri


Kategori : psikologis (l.08066) Definisi :
Subkategori: nyeri dan Kriteria Hasil Mengidentifikasi dan
kenyamanan Setelah dilakukantind mengelola pengalaman sensori
Definisi : pengalaman akan keperawatan atau emosional yang berkaitan
sensorik atau emosional selama 3x24 jam dengan kerusakan jaringan
yang berkaitan dengan masalah Nyeri akut atau fungsional dengan onset
kerusasakan jaringan diharapakan menurun mendadak atau lambat dan
aktual atau fungsional, dan teratasi dengan berintensitas ringan hingga
dengan onset mendadak indikator: berat dan konstan
atau lambat dan 1. Keluhan nyeri Tindakan
berintensitas ringan menurun dari Observasi :
hingga berat yang skala 2 (cukup 1. identifikasi lokasi,
berlangsung kurang dari 3 meningkat) karakteristik, durasi,
bulan. menjadi skala frekuensi, kualitas,
Penyebab : 4 (cukup intensitas nyeri.
1. Agen pencedera menurun). 2. Identifikasi skala nyeri
fisiologis(mis, 2. Meringis 3. Identifikasi respon
inflamasi, menurun dari nyeri dan non verbal
iskemia,neoplasma) skala 2 (cukup 4. Identifikasi faktor yang
2. Agen pencedera meningkat) memperberat dan
kimiawi(mis, menjadi skala memperingan nyeri
terbakar, bahan kimia 5 (menurun) 5. Identifikasi

27
iritan) 3. Sikap pengetahuan dan
3. Agen pencedera protektif keyakinan tentang
fisik(mis. Abses, menurun dari nyeri
amputasi, terbakar, skala 2 (cukup 6. Identifikasi pengaruh
terpotong, meningkat) budaya terhadap respon
mengangkat berat, menjadi skala nyeri
prosedur operasi, 5 (menurun). 7. Identifikasi pengaruh
trauma, latihan fisik 4. Kesulitan nyeri pada kualitas
berlebihan) Tidur hidup
Gejala dan tanda mayor menurun dari 8. Monitor keberhasilan
Subjektif : skala 2 (cukup terapi komplementer
1. Mengeluh nyeri meningkat) yang sudah diberikan
Objektif : menjadi skala 9. Monitor efek samping
1. Tampak meringis 5 (menurun) penggunaan analgetik
2. Bersikap protektif 5. TTV Terapeutik :
(misalnya . (Tekanan 1. Berikan tehnik non
waspada, posisi darah, farmakologis untuk
menghindari nyeri) frekuensi mengurangi rasa
3. Gelisah nadi, pola nyeri( mis, TENS,
4. Frekuensi nadi nafas) hipnosis, akupresure,
meningkat menurun dari terapi musik,
5. Sulit tidur skala 2 (cukup biofeedback, terapi
Gejala dan tanda minor memburuk) pijat, aroma terapi,
Subjektif (tidak menjadi skala tehnik imajinasi
tersedia) 5 (membaik) terbimbing, kompres
Objektif : 6. Fokus hangat/dingin, terapi
1. Tekanan darah menurun dari bermain)
meningkat skala 2 (cukup 2. Kontrol lingkungan
2. Pola nafas berubah memburuk) yang memperberat rasa
3. Nafsu makan menjadi skala nyeri (mis. Suhu
berubah 5 (membaik) ruangan, pencahayaan ,
4. Proses berfikir Nafsu makan kebisingan)
menurun dari skala 2

28
terganggu (cukup memburuk) 3. Fasilitasi istrahat dan
menjadi skala 4
5. Menarik diri tidur
(cukup membaik)
6. Berfokus pada diri 4. Pertimbangkan jenis
sendiri dan sumber nyeri
7. Diaforesis dalam pemilihan
Kondisi klinis terkait strategi meredakan
1. Kondisi nyeri
pembedahan Edukasi :
2. Cedera traumatis 1. Jelaskan penyebab,
3. Infeksi periode, dan pemicu
4. Syndrom koroner nyeri
akut 2. Jelaskan strategi
5. glaukoma meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
mengguanakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesik,jika perlu
Gangguan Integritas Integritas Kulit / Perawatan Integritas Kulit
Kulit / Jaringan Jaringan (L.14125) (I.11353)
(D.0129)
Setelah melakukan Definisi :
Definisi : pengkajian selama 3 Mengidentifkasi dan merawat
Kerusakan kulit (dermis × 24 jam integritas kulit untuk menjaga keutuhan,
dan / atau epidermis) atau kulit / jaringan kelembaban dan mencegah
jaringan (membrane meningkat, dengan perkembangan mikrogranisme.
mukosa, kornea, fasia, kriteria hasil :
otot, tendon, tulang, Tindakan :
kartilago, kapsul sendi 1. Elastisitas Observasi :
dan/atau ligament). cukup 1. Identifkasi penyebab

29
Penyebab: meningkat gangguan integritas
1. Perubahan 2. Hidrasi cukup kulit (mis. Perubahan
sirkulasi meningkat sirkulasi, perubahan
2. Perubahan status 3. Perfusi statu nutrisi, penurunan
nutrisi (kelebihan jaringan kelembaban, suhu
atau kekurangan) cukup lingkungan ektrem,
3. Kekurangan/kelebi meningkat penurunan mobilitas)
han volume cairan 4. Kerusakan Terapeutik :
4. Penurunan jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam
mobilitas cukup jika tirah baring
5. Bahan kimia menurun 2. Lakukan pemijatan
iritatif 5. Kerusakan pada area penonjolan
6. Suhu lingkungan lapisan kulit tulang , jika perlu
yang ekstrim cukup 3. Bersihkan perineal
7. Faktor mekanisme menurun dengan air hangat,
(mis. penekanan 6. Nyeri cukup terutama selama
pada tonjolan menurun periode diare
tulang, gesekan) 7. Perdarahan 4. Gunakan produk
atau faktor elektris cukup berbahan petrolium
(elektrodiatermi, menurun atau minyak pada kulit
energi listrik 8. Kemerahan kering
bertegangan cukup 5. Gunakan produk
tinggi) menurun berbahan ringan/alami
8. Efek samping 9. Hematoma dan hipoalergik pada
terapi radiasi cukup kulit sensitif
9. Kelembaban menurun 6. Hindari produk
10. Proses penuaan 10. Pigmentasi berbahan dasar alkohol
11. Neuropati perifer abnormal pada kulit kering
12. Perubahan cukup Edukasi :
pigmentasi menurun 1. Anjurkan
13. Perubahan 11. Jaringan parut menggunakan
hormonal cukup pelembab (mis. Lotion,
14. Kurang terpapar menurun serum)
informasi tentang 12. Nekrosis 2. Anjurkan minum air
upaya cukup yang cukup
mempertahankan/ menurun 3. Anjurkan
melindungi 13. Abrasi kornea meningkatkan asupan
integritas kulit. cukup nutrisi
menurun 4. Anjurkan
Gejala dan Tanda 14. Suhu kulit meningkatkan asupan
Mayor cukup buah dan sayur
Subjektif : membaik 5. Anjurkan menghindari
15. Sensasi cukup terpapar suhu ekstrem
(tidak tersedia)
membaik 6. Anjurkan
Objektif : 16. Tekstur cukup menggunakan tabir
1. Kerusakan membaik surya SPF minimal 30
jaringan dan / atau 17. Pertumbuhan berada di luar rumah
lapisan kulit. rambut cukup 7. Anjurkan mandi dan

30
membaik menggunakan sabun
secukupnya
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Nyeri
2. Perderahan
3. Kemerahan
Hematoma

4. Implementasi

Implementasi secara umum pada penderita HIV?AIDS yaitu : istirahat,

dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan mikronutrien untuk

penderita HIV&AIDS, konseling termasuk pendekatan psikologis dan

psikososial, membiasakan gaya hidup sehat, sedangkan implementasi secara

khusus yaitu dengan Pemberian antiretroviral terapi (ART) kombinasi, terapi

infeksi sekunder sesuai jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignans.

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus golongan retrovirus
pada famili Retroviridae, genus Lentivirus yang menyerang sel darah putih
yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia.
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan
gejala yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh (Kemenkes,
2016)
Infeksi oportunistik adalah infeksi oleh patogen yang biasanya tidak
bersifat invasif namun dapat menyerang tubuh saat kekebalan tubuh menurun,
seperti pada orang yang terinfeksi HIV/AIDS.

B. Saran
Tindakan pencegahan di bawah ini memerlukan waktu dan
perencanaan, namun akan menjadi kebiasaan pada akhirnya. Ingatlah bahwa
tindakan pencegahan tidak perlu terlalu berlebihan sehingga penderita merasa
terisolasi.
Perawat harus bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak pasien
atas privasinya dengan menjaga kerahasiaan informasi yang konfidensial.
Perawat dianjurkan untuk membicarakan persoalan konfidensialitas dengan
administrator perawat dan dokter untuk mengidentifikasi rangkaian tindakan
yang lebih tepat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Asis, N. P., Tilaqza, A., Airlangga, H. (2018). Pengaruh Stadium HIV terhadap
Infeksi Oportunistik , Penggunaan Antiretroviral dan Antibiotik pada Pasien
HIV di Rumah Sakit X Kota Malang The Effect of HIV Stadium on
Opportunistic Infection , Antiretroviral and Antibiotic Use in HIV Patients at
X Hospit. 0341, 8–18.
Elvina, P. A. (2015). Gambaran Hasil Limfosit T Cluster Diferensiasi 4 Pada
Penderita HIV/AIDS Di Unit Pelayanan Teknisi Daerah Laboratorium
Kesehatan Padang. 4–8.
Ladyani, F., & Kiristianingsih, A. (2019). Hubungan antara Jumlah CD4 pada
pasien yang terinfeksi HIV / AIDS dengan Infeksi Oportunistik di Rumah
Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016. JK Unila, 3(1),
34–41.
Nursalam, & Kurniawati, N. D. (2007). Model Asuhan Keperawatan pada Pasien
HIV/AIDS. In Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Zulfiana, R. (2020). Pengaruh Pemberian Terapi Dzikir Terhadap Tingkat
Depresi Pasien Dengan HIV/AIDS. 50(2).
PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : Tim Pokja SDKI DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Tim Pokja SIKI DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil, Edisi 1. Jakarta: Tim Pokja SLKI DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai