DOSEN PENGAMPUH:
Ns. Egidius Umbu Ndeta, S.Kep., M.Kes
DI SUSUN OLEH
TINGKAT 3A
KELOMPOK 5 :
ARJO JONATHAN QIANTIGO 2111010
ELDA FIKRI SANTRIANI 211101028
NURAINI FITRIAH 211101054
RILENDA 211101070
MISI
Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul Asuhan keperawatan sistem imunologi HIV dan SLE yang
bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh ibu bapak Ns.
Suhariyanto selaku dosen pengampu mata kuliah keperawatan medikal
bedah 2
Penyusun
Kelompok 9
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI JURUSAN ………………………………………………i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Umum .......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI….. ................................................................ 4
A. Definisi………......................................................................................... 4
B. Etiologi ……………................................................................................5
C. Manifestasi klinis......................................................................................5
D. Patofisiologi............................................................................................. 8
E. Pemeriksaan penunjang …….................................................................. 9
F. Penatalaksanaan medis …........................................................................10
BAB III PEMBAHASAN…………………………................................. 11
A. Kasus ......................................................................................................11
B. Pengkajian .............................................................................................. 12
C. Analisis Data .......................................................................................... 13
D. Diagnosa Keperawatan……………………………............................... 14
E. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 15
F. Implementasi dan Evaluasi ..................................................................... 15
BAB IV PENUTUP ................................................................................... 16
A. Kesimpulan ............................................................................................ 16
B. Saran ....................................................................................................... 16
Daftar pustaka …………………...………………………………………...17
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO, sehat adalah keadaan utuh fisik, jasmani, mental,
dan sosial dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit,
cacat dan kelemahan. Sedangkan kesehatan adalah suatu keadaan
sehat jasmani, mental dan sosial. Undang-undang Nomor 36 tahun
2009 mendefinisikan kesehatan adalah keadaan sehat baik secara
fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Konsep
sakit adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan
dengan pengalaman yang langsung dialaminya (bersifat subyektif).
Penyakit adalah bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme
benda asing atau luka (bersifat objektif). Seseorang yang menderita
penyakit belum tentu merasa sakit dan sebaliknya orang mengeluh
sakit padahal tidak ditemukan penyakit.
Sehat fisik dimana tidak ada rasa sakit dan kondisi tubuh dan organ
dalam kondisi yang normal dapat berfungsi dengan baik. Pendapat
lain mengatakan bahwa sehat fisik adalah suatu keadaan bentuk fisik
dan faalnya tidak mengalami gangguan sehingga memungkinkan
berkembang-nya mental dan sosial untuk dapat melaksanakan
kegiatan sehari-hari dengan optimal.
Sehat mental adalah suatu kondisi memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang. Pengertian
lain bahwa sehat mental adalah keadaan dimana jiwa dan pikiran kita
dapat berpikir secara logis dan dimengerti orang lain.
Sehat spiritual adalah saat keadaan seseorang dapat memperlihatkan
kehidupannya yang mengakui adanya Tuhan dan beribadah sesuai
dengan norma yang ada dalam masyarakat, cerminan sehat spiritual
ini adalah adanya rasa syukur, memaafkan, pengendalian diri,
menyayangi, dan ajaran baik pada agamanya.
Sedangkan sehat sosial adalah disaat sesorang dapat hidup
berdampingan dengan orang lain, mematuhi norma yang ada
dimasyarakat, dan diterima hidup Bersama masyarakat. Pengertian
lainnya adalah dimana perikehidupan dalam masyarakat setiap
warga negara mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara
memajukan kehidupan sendiri dan keluarganya dalam masyarakat
yang memungkinkannya bekerja, beristirahat, serta menikmati
hiburan pada waktunya. ( sanjiwani, 2021 )
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit hasil dari
regulasi sistem imun yang terganggu, yang menyebabkan
autoantibodi diproduksi berlebihan, yang pada kondisi normal di
produksi dan digunakan untuk melindungi tubuh dari benda asing
(virus, bakteri, alergen, dan lain - lain) namun pada kondisi Systemic
Lupus Erythematosus, antibodi tersebut kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri
(Fatmawati, 2018). Systemic Lupus Erythematosus merupakan suatu
penyakit yang terjadi karena adanya penurunan sistem kekebalan
tubuh dan menyerang seluruh organ tubuh manusia mulai dari ujung
kaki hingga ujung rambut. Keluhan yang disampaikan oleh pasien
dapat berupa kelelahan, penurunan berat badan, demam, manifestasi
muskuloskeletal, kulit, paru, jantung, ginjal, gastrointestinal,
neuropsikiatri, dan hemilimfatik. Demam sebagai gejala yang dapat
merujuk adanya infeksi pada tubuh, suhu tubuh dapat lebih dari
400C (Alamanda, 2018).
World Health Organization (WHO) mencatat jumlah penderita
Systemic Lupus Erythematosus di dunia hingga saat ini mencapai
lima juta orang, dan setiap tahunnnya ditemukan lebih dari 100 ribu
kasus baru. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
online, pada tahun 2016 terdapat 858 rumah sakit yang melaporkan
datanya diketahui terdapat 2.166 pasien rawat inap yang di diagnosis
penyakit Systemic Lupus Erythematosus dengan 550 (25%) pasien
diantaranya meninggal dunia. Penyakit Systemic Lupus
Erythematosus pada pasien rawat inap rumah sakit meningkat sejak
tahun 2014-2016. Jumlah kasus tahun 2016 meningkat hampir dua
kali lipat sejak tahun 2014, yaitu sebanyak 1.169 kasus. Sebagian
penderita Systemic Lupus Erythematosus adalah perempuan dari
kelompok usia produktif (15-50 tahun), meski begitu penyakit ini
juga dapat menyerang laki-laki, anak-anak dan remaja. Pada tahun
2016, Perhimpunan Systemic Lupus Erythematosus Indonesia
(PESLI) mendapatkan rata-rata insiden Systemic Lupus
Erythematosus dari data 8 rumah sakit adalah sebesar 10,5%
(Kemenkes RI, 2017).
Insidens Systemic Lupus Erythematosus pada anak secara umum
mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit ini jarang terjadi
pada usia di bawah 5 tahun, perempuan lebih sering terkena
dibandingkan laki-laki. Kasus ini paling sering didapatkan pada anak
perempuan usia antara 9 sampai 15 tahun. Rasio perempuan dan
laki-laki adalah 2:1 sebelum pubertas dan setelah pubertas menjadi
9:1. Penyakit Systemic Lupus Erythematosus mengalami
peningkatan di Yogyakarta dengan rata-rata 5-6 pasien per tahun
dengan survival pada tahun kelima sebesar 65% (Evalina, 2012).
Menurut penelitian Sari (2021) bahwa Systemic Lupus
Erythematosus dapat menyerang siapa saja, tetapi 15% sampai 20%
dari semua kasus melibatkan anak-anak dan remaja, terutama anak
perempuan antara usia 12 sampai 16 tahun. Jumlah kejadian kasus
ini pada anakanak dilaporkan 0,3-0,9 per 100.000 dengan prevalensi
3,3 hingga 24 per 100.000 anak tergantung pada wilayah demografi
dan etnis. Data klinik penyakit dalam dan rematik di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta menunjukkan saat ini jumlah penderita penyakit
Systemic Lupus Erythematosus yang terdeteksi di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta mencapai 2.000 orang. Dalam tiga bulan
terakhir, rumah sakit tersebut merawat sekitar 15-20 penderita rawat
inap dan mayoritas lainnya rawat jalan. Sebanyak 85% menyerang
perempuan usia 10-18 tahun (Wardhana, 2015). Berdasarkan catatan
registrasi di bangsal Padmanaba Timur RSUP Dr. Sardjito terdapat
48 pasien anak dengan penderita Systemic Lupus Erythematosus
sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 9 Mei 2022. Berbagai efek
dapat timbul pada pasien Systemic Lupus Erythematosus, baik efek
secara fisik maupun efek secara psikologis. Pada penderita jaringan
di dalam tubuh dianggap benda asing. Rangsangan dari jaringan
tersebut akan bereaksi dengan sistem imunitas dan akan membentuk
antibodi yang berlebihan, dimana antibodi yang berfungsi sebagai
pertahanan tubuh terhadap penyakit, masuk kedalam tubuh justru
akan menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat dan
berbagai jaringan organ tubuh seperti jaringan kulit, otot, tulang,
ginjal, sistem saraf, kardiovaskular, paru-paru dan hati (Fatmawati,
2018). Berbagai upaya dilakukan untuk pengobatan Systemic Lupus
Erythematosus tetapi pengobatan ini hanya memiliki tujuan adalah
untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah terjadinya inflamasi,
kerusakan jaringan, memperbaiki kualitas hidup pasien, memonitor
tanda dan gejala penyakit, menghindari penyebaran penyakit,
memberikan edukasi kepada pasien tentang tanda dan gejala serta
efek samping dari terapi obat yang diberikan. Banyaknya variasi
dalam manifestasi klinik setiap individu maka pengobatan yang
dilakukan juga sangat individual tergantung dari manifestasi klinik
yang muncul (Alamanda, 2018).
Peran perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus
antara lain memberikan informasi mengenai penyakit Systemic
Lupus Erythematosus, menganjurkan melakukan aktivitas fisik yang
cukup, cara mengurangi atau mencegah kekambuhan dengan
melindungi kulit dari paparan sinar matahari, memakai tabir surya,
payung dan topi. Selain itu, perawat juga membantu pasien melewati
kondisi stress dengan cara mengembangkan mekanisme koping yang
efektif, menganjurkan istirahat yang cukup, mengkonsumsi nutrisi
yang menandung kalsium dan vitamin D. Pasien harus rutin kontrol
sesuai jadwal dan mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter
sehingga pasien dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal
(Anggraini, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok tertarik untuk
membahas judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Systemic Lupus Erythematosus “
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mengetahui mengenai “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus”
C. TUJUAN
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang ‘’Bagaimana asuhan keperawatan
medikal bedah systematika lupus erthematosus (SLE)’’
b. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan
medikal bedah 2 pada SLE
b) Mahasiswa mampu melakukan diagnosis asuhan
keperawatan medikal bedah 2 pada SLE
c) Mahasiswa mampu melakukan perencanaan asuhan
keperawatan medikal bedah 2 pada SLE
d) Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan
keperawatan medikal bedah 2 pada SLE
e) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan
medikal bedah 2 pada SLE
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit hasil
dari regulasi sistem imun yang terganggu, yang menyebabkan
autoantibodi diproduksi berlebihan, yang pada kondisi normal di
produksi dan digunakan untuk melindungi tubuh dari benda asing
(virus, bakteri, alergen, dan lain - lain) namun pada kondisi ini
antibodi tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
benda asing dan jaringan tubuh sendiri (besta fabio 2020).
Menurut Postal, mariana (2020) Systemic Lupus
Erythematosus merupakan penyakit autoimun yang bukan
disebabkan oleh virus, kuman atau bakteri. Faktor hormon,
lingkungan dan genetik adalah sebagai pemicu penyakit lupus.
Keterbatasan fisik yang mudah lelah, sensitif terhadap perubahan
suhu, kekakuan sendi, nyeri tulang belakang dan pembuluh darah
yang mudah pecah sering dialami oleh penderita lupus. Penderita
dapat mengalami rasa letih yang berlebihan, penampilan fisik yang
berubah karena efek dan pengobatan yang bisa menyebabkan
kebotakan, muncul ruam pada wajah dan pembengkakan pada kaki.
B. ETIOLOGI
Menurut (Hikmah, 2018) penyebab Systemic Lupus Erythematosus
dibagi menjadi 2 faktor, yaitu :
a. Faktor Genetik Jumlah, usia, dan usia anggota keluarga yang
menderita penyakit autoimun menentukan frekuensi autoimun
pada keluarga tersebut. Pengaruh riwayat keluarga terhadap
terjadinya penyakit ini pada individu tergolong rendah, yaitu 3-
18%. Faktor genetik dapat mempengaruhi keparahan penyakit
dan hubungan familial ini ditemukan lebih besar pada kelaurga
dengan kondisi sosial ekonomi yang tinggi.
b. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang dapat
memicu terjadinya Systemic Lupus Erythematosus antara lain:
1) Hormon Hormon estrogen dapat merangsang sistem imun
tubuh dan penyakit ini sering terjadi pada perempuan
terutama saat usia reproduktif dimana terdapat kadar
estrogen yang tinggi.
2) Obat-obatan Beberapa obat dapat menyebabkan
terjadinya gangguan sistem imun melalui mekanisme
molecular mimicry, yaitu molekul obat memiliki struktur
yang sama dengan molekul di dalam tubuh sehingga
menyebabkan gangguan toleransi imun.
3) Infeksi Infeksi dapat memicu respon imun dan pelepasan
isi sel yang rusak akibat infeksi dan dapat meningkatkan
respon imun sehingga menyebabkan penyakit autoimun.
4) Paparan sinar ultraviolet Adanya paparan sinar ultraviolet
dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel kulit
serta berkaitan dengan fotosensitivitas pada penderita
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut (Postal mariana , 2018). sebagai
berikut: Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam dan
seringkali pada keadaan awal tidak dikenali sebagai Systemic Lupus
Erythematosus. Hal ini dapat terjadi karena manifestasi klinis
penyakit ini seringkali tidak terjadi secara bersamaan. Seseorang
dapat saja selama beberapa lama mengeluhkan nyeri sendi yang
berpindah-pindah tanpa adanya keluhan lain. Kemudian diikuti oleh
manifestasi klinis lainnya seperti fotosensitivitas dan sebagainya
yang pada akhirnya akan memenuhi kriteria penyakit ini.
a. Manifestasi Konstitusional
Pada kelainan autoimun yang bersifat sistemik biasanya dijumpai
kelainan konstitusional seperti cepat lelah, nafsu makan
menurun, demam dan menurunnya berat badan. Hal ini
merupakan gejala 0awal atau bahkan merupakan komplikasi dari
penyakitnya. Kelelahan merupakan keluhan yang umum
dijumpai pada penderita dan biasanya mendahului berbagai
manifestasi klinis lainnya. Kelelahan ini agak sulit dinilai karena
banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan kelelahan seperti
adanya anemia, meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan
serta pemakaian obat seperti prednison. Kelelahan akibat
penyakit ini memberikan respon terhadap pemberian steroid atau
latihan (Evalina, 2012).
Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian penderita
Systemic Lupus Erythematosus dan terjadi dalam beberapa bulan
sebelum diagnosis ditegakkan. Demam sebagai salah satu gejala
konstitusional sulit dibedakan dari sebab lain seperti infeksi
karena suhu tubuh dapat lebih dari 400C tanpa adanya bukti
infeksi lain seperti leukositosis. Demam akibat penyakit ini
biasanya tidak disertai menggigil. Gejala-gejala lain yang sering
dijumpai pada penderita dapat terjadi sebelum ataupun seiring
dengan aktivitas penyakitnya seperti rambut rontok, hilangnya
nafsu makan, bengkak, sakit kepala, mual dan muntah (Isbagio
dkk, 2016).
b. Manifestasi pada kulit
Manifestasi pada kulit merupakan yang paling umum pada
kelainan Systemic Lupus Erythematosus, kejadiannya berkisar
antara 80-90% dari kasus. Dari kriteria diagnosis terdapat empat
diantaranya merupakan kelainan pada kulit seperti
fotosensitivitas, ruam malar, lesi diskoid serta lesi mukokutan
(lesi pada mulut). Kelainan pada kulit dapat dibagi menjadi
kelainan yang bersifat spesifik dan non spesifik, sedangkan
spesifik lesi dibagi menjadi tiga bagian yang pertama kelainan
yang bersifat akut, kedua kelainan yang bersifat sub-akut dan
terakhir skelainan yang bersifat kronik (Ghrahani, 2016). Ruam
“kupu-kupu” atau malar klasik sering menjadi gejala awal lupus
dan terjadi kekambuhan setelah pajanan matahari. Eritema yang
menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung
tidak melibatkan lipat nasolabial. Pada kelainan yang bersifat
akut timbul rash atau ruam setelah terpapar sinar matahari dan
rash akan berkurang sampai menghilang setelah paparan sinar
matahari dihindari. Kelainan kulit yang paling ringan berupa
fotosensitivitas dimana dapat dirasakan pada kulit yang terpapar
sinar matahari secara langsung dirasakan oleh penderita sendiri
seperti rasa “terbakar”(Ghrahani, 2017).
Pada lesi yang bersifat sub akut atau sering dikenal juga dengan
istilah SCLE (Sub acute Cutaneous Lupus Erythematosus)
biasanya lesi bersifat simetrik, superfisial dan tidak mengalami
jaringan parut dan umumnya yang terkena pada daerah bahu,
bagian ekstensor ektremitas atas (lengan bawah), leher, dada
sebelah atas dan punggung belakang. Lesi ini umumnya
bentuknya kecil, kemerahan dan berbentuk papula atau plak yang
sedikit menebal kadang-kadang berbentuk papula squamosa atau
bentuk cincin polisiklik dan menjadi besar berkelompok dengan
hiperpigmentasi. Hal yang membedakan antara lesi sub akut dan
kronik pada lesi sub akut tidak terjadi jaringan parut (scarring)
(Suntoko, 2016).
Pada lesi yang bersifat kronik lesinya mempunyai ciri-ciri
khusus yaitu, plak yang sering kali berwarna kemerahan, seolah-
olah kulit menebal dan disertai dilatasi folikel rambut. Kelainan
pada kulit yang kronik ini umumnya terjadi di daerah yang
terpapar dengan sinar matahari secara langsung seperti pada
muka, leher, kulit kepala dan belakang telinga dan punggung atas
(Suntoko, 2016).
c. Manifestasi pada muskuloskeletal
Terlibatnya sendi baik atralgia atau artritis, keduanya sering
timbul pada awal penyakit dan merupakan gejala klinik yang
tersering pada penderita dengan Systemic Lupus Erythematosus
aktif. Artritis sendi pada penderita umumnya poli artritis mirip
dengan artritis reumatoid yang mana daerah yang sering terkena
pada sendi-sendi kecil pada tangan dan lutut. Sendi yang terkena
dapat mengalami pembengkakan atau sinovitis. Artritis pada
penyakit ini walaupun sudah berlangsung cukup lama tidak
mengalami erosi dan destruksi sendi. Seringkali pada penderita
Systemic Lupus Erythematosus berat yang mengenai sendi
tangan dikenal sebagai Jaccoud artropati dengan gambaran
kliniknya mirip dengan artritis reumatoid seperti adanya swan
neck-deformity, hal ini terjadi bukan karena kerusakan sendi
tetapi karena peradangan pada kapsul sendi dan tendon serta liga
men sendi yang mengalami kekenduran jaringan ikat sendi
(laxity) akibatnya kedudukan sendi menjadi tidak stabil, bila
prosesnya masih awal dapat pulih kembali bila penyakit ini
mendapat pengobatan yang adekuat, sedangkan bila terlambat
pengobatannya seringkali sudah terjadi fibrosis maka akan
menimbulkan kecacatan yang menetap (Nugraha, 2021). Rasa
sakit pada otot pada penderita ini dikenal sebagai mialgia bila
pada pemeriksaan enzim creatine phosphokinase dalam batas
normal, sedangkan miositis bila terjadi kenaikan enzim, hal ini
seringkali sulit dibedakan dengan kelainan otot karena
fibromialgia yang disebabkan karena depresi, yang mana perlu
kita ketahui seringkali penderita juga menderita kelainan itu pada
22% kasus. Pada fibromialgia kelainan nyeri pada daerah-daerah
tertentu yang bersifat simetrik (Nugraha, 2021).
d. Manifestasi pada ginjal
Nefritis lupus atau komplikasi pada ginjal merupakan salah satu
komplikasi yang serius pada penderita Systemic Lupus
Erythematosus sebab akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas penderita. Pada saat ini harapan hidup selama 15
tahun penderita Systemic Lupus Erythematosus dengan nefritis
berkisar 80%, sedangkan di tahun 60an harapan hidupnya selama
5 tahun hanya 50%, walaupun kita sudah mengalami kemajuan
yang berarti dalam memberikan terapi akan tetapi insidensi
terjadinya progresifitas gagal ginjal masih cukup tinggi hal ini
karena seringkali kita mengalami kesulitan mengidentifikasi
penderita Systemic Lupus Erythematosus yang mengenai ginjal
secara klinik, karena seringkali komplikasi nefritis lupus terjadi
secara diam-diam dan gejala dini sering tidak terdeteksi. Hal
paling mencolok keterlibatan ginjal pada penderita yakni berupa
adanya protein uria atau silinder eritrosit atau granular pada
pemeriksaan sedimen urin, bahkan pada keadaan yang lebih
ringan dijumpai hematuri-piuria tanpa gejala, sedangkan pada
keadaan yang lanjut dapat terjadi kenaikan serum ureum-
kreatinin dan hipertensi (Judha,2015).
e. Manifestasi pada neuro psikiatrik
Diagnosis neuro-psikiatrik pada Systemic Lupus Erythematosus
tidaklah mudah komite adhoc The American Collage of
Rheumatology menyatakan sindrom ini meliputi 50% langsung
berhubungan dengan penyakitnya sedangkan sisanya
berhubungan atau memiliki asosiasi dengan penyakit ini.
Manifestasi yang tersering ialah sakit kepala, gangguan
psikiatrik dan gangguan kognitif. Sindrom ini bisa berdiri sendiri
atau bersamaan dengan manifestasi neuro psikiatrik yang lain
(Azizah, 2017). Kelainan neurologik pada Systemic Lupus
Erythematosu dibagi menjadi 2 bagian, pertama kelainan pada
susunan saraf pusat, kedua kelainan pada susunan saraf perifer.
Kelainan pada susunan saraf pusat dapat berupa nyeri kepala
yang tidak mau hilang-hilang dan tidak responsif dengan
analgesia narkotik, kejang-kejang fokal atau general, biasanya
berhubungan dengan penyakitnya yang dalam keadaan aktif,
gejala yang lain yang jarang misalnya cerebrovaskular accident,
meningitis dan aseptik. Sedangkan, kelainan pada susunan saraf
perifer terutama terlibatnya saraf kranial baik motorik atau
sensorik pada mata dan nervus trigeminal misalnya pasien
dengan keluhan gangguan penglihatan, buta, oedema papil,
nisgtagmus, hilang pendengaran, vertigo atau facial palsy serta
paralisis mirip dengan sindrom guilain-barre atau miastenia
garvis. Adapun gangguan psikiatrik pada penderita dapat berupa
perubahan prilaku, psikosis, insomnia, delirum dan depresi
(Azizah, 2017).
f. Manifestasi pada gastrointestinal
Komplikasi gastrointestinal bisa berupa kelainan pada esofagus,
vaskulitis mesenterika, radang pada usus, pankreatitis, hepatitis
dan peritonitis. Kelainan disfagia termasuk komplikasi yang
jarang. Kelainan yang sering didapat berupa nyeri abdomen
karena vaskulitis dari pembuluh darah usus, begitu pula lupus
enteritis yang melibatkan pembuluh darah mesenterika yang
berupa vaskulitis atau trombosis. Diagnosis ditegakkan pada
pemeriksaan arteriografi akan didapatkan kelainan berupa
vaskulitis, sehingga selain keluhan nyeri abdomen juga dapat
berupa perdarahan prerektum baik pada usus besar maupun usus
halus dan bila ini terjadi diperlukan investigasi yang lebih
seksama untuk mencegah terjadinya perforasi (Evalina, 2018).
g. Manifestasi pada hepar
Manifestasi pada hati relatif lebih sering terjadi dibandingkan
pada gastrointestinal, manifestasi pada hati berupa hepatitis
kronik aktif, hepatitis granulomatosa, hepatitis kronik persisten
dan steatosis. Biasanya diperlihatkan dengan meningkatnya
enzim hati seperti Serum Glutamic OxaloaceticTransaminase
(SGOT), Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) dan
alkali-fosfatase. Keterlibatan hati ini dihubungkan dengan anti
fosfolipid antibodi yang menyebabkan trombosis arteri atau vena
hepatika yang akhirnya menyebabkan infark, untuk membedakan
kelainan hati karena Systemic Lupus Erythematosus atau
kelainan autoimun yang lain tidaklah mudah ataupun keduanya
sangat sulit, biopsi hati dan adanya antibodi anti P ribosom
mungkin akan terlihat pada hepatitis karena autoimun
dibandingkan dengan hepatitis karena Systemic Lupus
Erythematosus (Judha, 2016).
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Barber dan megan (2021) patogenesis Systemic Lupus
Erythematosus bersifat multifaktorial yang merupakan interaksi dari
faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor hormonal yang
menghasilkan respon imun yang abnormal. Pada pasien ini
cenderung terjadi gangguan sistem imun. Abnormalitas pada sel T
meliputirespon abnormal pada autoantigen, gangguan toleransi
sistem imun dan gangguan transduksi signal pada T cell receptor.
Gangguan pada fungsi sel B berupa terbentuknya autoantibodi dan
modulasi sel T untuk mensekresi sitokin. Autoantibodi yang paling
penting antara lain anti-dsDNA, anti-Ro, anti-Sm, antibodi
antifosfolipid dan antibodi antinuklear. Pada pasien Systemic Lupus
Erythematosus juga terjadi peningkatan produksi sitokin
proinflamasi, antara lain Interleukin-2 (IL-2), Interferon gamma
(IFN-γ), Interferon alpha (IFN-α), Interleukin-4 (IL-4), Interleukin-6
(IL-6), Interleukin-10 (IL-10), Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-
α), dan Transforming Growth Factor Beta (TGF-β) dimana semua
sitokin proinflamasi ini semua disekresi oleh sel T Helper-1 (TH1).
Pada pasien Systemic Lupus Erythematosus juga terjadi gangguan
aktivitas fagositosis, gangguan fiksasi komplemen, peningkatan
apoptosis yang dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi jaringan
dan kerusakan organ. Pada orang yang sehat, kompleks imun
dibersihkan oleh Fragmen crystallizable (Fc) dan Complement
Receptor (CR). Kegagalan pembersihan kompleks imun
menyebabkan deposisi. Kerusakan jaringan dimulai dengan adanya
sel inflamasi, intermediet oksigen reaktif, produksi sitokin
proinflamasi dan modulasi kaskade koagulasi.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
menurut Roviati (2016):
a. Pemeriksaan Darah :
1) Leukopenia/limfopeni
2) Anemia
3) Trombositopenia
4) Laju Endap Darah (LED) meningkat
b. Imunologi :
1) Antibodi Anti Nuclear (ANA)
2) Antibodi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) untai ganda
(dsDNA) meningkat
3) Tes C-reactive Protein (CRP) positif
c. Fungsi Ginjal :
1) Kreatinin serum meningkat
2) Penurunan Gromerular Filtration Rate (GFR)
3) Protein uri (>0,5 gram per 24 jam) 4) Ditemukan sel darah
merah dan atau sedimen granular
d. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulasi
lupus:
Activated Partial Thromboplastin Time (APPT) memanjang
yang tidak memperbaiki pada pemberian plasma normal
e. Tes Vital :
Adanya Imunoglobulin (Ig M) pada persambungan
dermoepidermal pada kulit yang terlibat dan yang tidak terlibat.
G. KOMPLIKASI
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Hockenberry dalam Azizah (2017) Systemic Lupus
Erythematosus adalah penyakit seumur hidup, karenanya
pemantauan harus dilakukan selamanya. Tujuan pengobatan pada
penderita adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak
dapat memiliki kualitas hidup yang baiktanpa eksaserbasi berat,
sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat
menyebabkan kematian. Tatalaksana primer meliputi:
a. Mengurangi inflamasi dan meminimalisir komplikasi. Adapun
obatobatan yang dibutuhkan seperti:
1) Antiinflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati
simptomatik artralgia nyeri sendi.
2) Antimalaria, diberikan untuk penderita. Pemakaian
jangka panjang memerlukan evaluasi retina setiap 6
bulan
3) Obat imunosupresan/sitostatika, imunosupresan
diberikan pada Systemic Lupus Erythematosus dengan
keterlibatan sistem saraf pusat, nefritis difus dan
membranosa, anemia hemolitik akut dan kasus yang
resisten terhadap pemberian kortikosteroid.
4) Obat antihipertensi, cara mengatasi hipertensi pada
nefritis lupus dengan agresif
5) Kalsium, semua pasien Systemic Lupus Erythematosus
yang mengalami artritis serta mendapat terapi prednison
berisiko untuk mengalami mosteopenia, karenanya
memerlukan suplementasi kalsium.
6) Kortikosteroid, dosis rendah untuk mengatasi gejala
klinis seperti demam, dermatitis, efusi pleura.
Kortikosteroid diberikan selama 4 minggu minimal
sebelum dilakukan penyapihan, dosis tinggi untuk
mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, sistem saraf pusat
dan anemia hemolitik.
b. Dialisis atau transplantasi ginjal Pasien dengan stadium akhir
lupus nefropati, dapat dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal
c. Penatalaksanaan infeksi Pengobatan segera bila ada infeksi
terutama infeksi bakteri. Setiap kelainan urin harus dipikirkan
kemungkinan pielonefritis.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
e) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada
kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu
obat
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Edukasi
7. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermi (l.15506)
keperawatan selama 3x24 Observasi
berhubungan dengan
jam maka Termoregulasi 1. Identifikasi penyebab
Proses penyakit (mis. membaik dengan kriteria hipertermia (mis.
hasil: dehidrasi, terpapar
infeksi, kanker)
1. Menggigil lingkungan panas,
menurun panggunaan, inkubator)
2. Kulit merah 2. Monitor suhu tubuh
menurun 3. Monitor kadar elektrolit
3. Konsumsi oksigen Terapeutik
menurun 4. Sediakan lingkungan
4. Pecat menurun yang dingin
5. Suhu tubuh 5. Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
6. Tekanan darah 6. Basahi dan kipasi
membaik permukaan tubuh
7. Berikan cairan oral
Edukasi
8. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
keperawatan selama 3x24 (l.11353)
kulit berhubungan
jam maka integritas Observasi
dengan Bahan kimia kulit/jaringan 1. Identifikasi penyebab
meningkat. gangguan integritas kulit
iritatif
dengan kriteria hasil: (mis: perubahan sirkulasi,
1. Elastistitas perubahan status nutrisi,
meningkat penurunan kelembaban,
2. Perfusi jaringan suhu lingkungan ekstrim,
menurun penurunan mobilitas)
3. Kerusakan jaringan Terapeutik
menurun 2. Ubah posisi setiap 2 jam
4. Kerusakan lapisan jika tirah baring
kulit menurun 3. Gunakan produk
5. Kemerahan berbahan ringan/alami
menurun dan hipoalergik pada kulit
6. Jaringan parut sensitive
menurun 4. Hindari produk berbahan
7. Suhu kulit dasar alkohol pada kulit
membaik kering
Edukasi
5. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis: lotion,
serum)
6. Anjurkan minum air yang
cukup
7. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
8. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
9. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
10. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah
BAB III
PEMBAHASAN
RiwayatPenyakitDahulu:
RiwayatKesehatanKeluargadanGenogram :
x x x x
Ny.w
RiwayatKesehatanlainnya :
- Gigi palsu : ( - ) ya
(√) tidak
- Kacamata : ( - ) ya
(√) tidak
- Pendengaran : ( - ) ya
( √) tidak
- Lainnya (sebutkan) : Tidak ada
II. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
Tingkat Ketergantungan :( - ) ringan( √ ) sebagian ( - ) total
HR : 96 x/mnt
( √ ) teratur
( ) tidakteratur
Lainnya (sebutkan) : -
5555 5555
KekuatanOtot: ( ki ) ( ka )
5555 5555
SISTEM TUBUH:
Pernapasan( B1 : Breathing )
SuaraTambah :
( - ) wheezing : lokasi -
( - ) ronchi : lokasi -
( - ) rales : lokasi -
( - ) crackles : lokasi -
( - ) stridor : lokasi -
Benduk dada :
Suarajantung :
( - ) kelainan: S3 ( - ), S4 ( - ), Mur-mur ( - ),
Gallop ( - ),
Edema :
( - ) ascites ( √ ) tidakada
( ) lainnya (sebutkan ) :
Persyrafan( B3 : Brain )
( √ ) composmentis ( - ) apatis ( - ) somnolent ( - ) sopor
( - ) koma ( - ) gelisah
E: 4 V: 5 M: 6 Nilai total : 15
Kepala wajah
( √ ) t.a.k ( √ ) t.a.k
( - ) mesosepal ( - ) asimetris
Mata :
Achiles( + )
RefleksTidak Normal:
Pendengaran :
Alat Bantu :-
Lainnya( sebutkan) --
menelan ( - )
Rectum :
( - ) kesulitan
( √ ) tidakadamasalah
Lainnya( sebutkan ) :
Diet :
Tulang-Otot-Integumen( B6 : Bone )
Kemampuanpergerakansendi ( ) bebas ( )
terbatas
- Parese : ( ) ya ( ) tidak
- Paralise : ( ) ya ( ) tidak
- Hemiparese : ( ) ya ( ) tidak
- Lainnya( Sebutkan ) –
Extremitas :
( ) perlukaan
Lokasinya ………………..
( ) perlukaan
Lokasinya ………………..
Kulit :
( ) pigmentasi
SistemEndokrin
Terapihormon : …
( ) Kekeringankulitataurambut
( ) Exopthalmus
( ) Goiter
( ) Hipoglikemia
( ) Tidaktoleranterhadappanas
( ) Tidaktoleranterhadapdingin
( ) Polidipsi
( ) Poliphagi
( ) Poliuria
( ) Postural hipotensi
( ) Kelemahan
( ) lainnya( sebutkan ) :
System Reproduksi
Laki-laki:
Minum :
Kebersihandiri :
Mandi : 3 x/hari.
Keramas : 4 x/minggu.
Sikatgigi : 3 x/hari.
GantiPakaian : 3 x/hari.
Aktivitassehari-hari : Bekerja
IV. PSIKOSOSIAL.
Sosial/Interaksi :
Dukungankeluarga :
DukunganKelompok/teman/masyarakat :
Reaksisaatinteraksi :
Spiritual :
Konseptentangpenguasakehidupan :
Sumberkekuatan/harapansaatsakit :
( ) Tuhan ( √ ) Allah ( ) Dewa ( )lainnya (sebutkan)
…………
Keyakinan/
kepercayaanbahwaTuhanakanmenolongdalammenghadapisituasisakits
aatini :
( √ ) Ya ( ) Tidak
Keyakinan/kepercayaanbahwapenyakitdapatdisembuhkan :
( √ ) Ya ( ) Tidak
Persepsiterhadappenyebabpenyakit :
KebutuhanPembelajaran :
Pengetahuantentangpenyebabpenyakit :
( ) Ya ( ) Tidak ( √ ) keliru
Alasan :
Pengetahuantentang proses perjalananpenyakit/proses penularan :
( √ ) Ya ( ) Tidak ( ) keliru
( ) lainnya (sebutkan)
Pengetahuantentangupayapenyembuhanpenyakit :
( √ ) pengobatan ( ) PembedahanPerawatan (
) nutrisi
( ) lainnya (sebutkan)
Pengetahuantentangpemeriksaandiagnostik (jelaskan) :
Laboratorium :
Radiologi :
Lainnya :
Gejala/tandakekambuhan :
( ) Ya ( ) sebagian ( ) Kelirulainnya(sebutkan)
……………….
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Lupus Eritematosus Sistemik dengan nefrisit dan
Hipertensi
- Darah :
- Urin :
- Sputum :
- X Ray :
- CD4 :
Lain-lain (sebutkan)
C. ANALISA DATA
DO:
- Kulit terasa hangat
- Kulit wajah pasien tampak
kemerahan
- TTV
TD: 120/100 Mmhg
N: 110x/mnt
S: 38
RR: 25x/mnt
2. DS : Agen pencedera Nyeri akut ( D. 0077 )
- Pasien mengeluh nyeri sendi kimiawi
- Pasien mengeluh kulit wajah
melepuh, gatal dan panas
DO:
- Pasien tampak meringis
- Wajah tampak melepuh
- Terdepat vesikel dan bula
pada pipi dan leher
- Pasien tampak gelisah
- Ttv
- TD : 120/100 mmgh
- N: 96x/menit
- S: 37,2
- RR: 25x/mnt
3. DS: Perubahan Gangguan citra tubuh
- Pasien mengatakan wajah struktur/bentuk ( D.0083 )
melepuh tubuh
- Pasien mengeluh kulit wajah
melepuh, gatal dan panas
setelah mengunakan bedak
racikan kecantikan yang
diberikan oleh tetanggannya
DO:
- Kulit wajah pasien tampak
melepuh
- Kulit wajah pasien tampak
kemerahan
- TTV
TD: 120/100 Mmhg
N: 110x/mnt
S: 38
RR: 25x/mnt
DO:
- Tampak ada bengkak pada
bagian tubuh pasien
- Pasien tampak meringis
- Ttv
- TD : 120/100 mmgh
- N: 110x/menit
- S: 38
- RR: 25x/mnt
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
MUNCUL TERATASI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
SLE adalah singkatan dari Systemic Lupus Erythematosus,
sebuah penyakit autoimun yang dapat memengaruhi berbagai sistem
dalam tubuh. Kesimpulan mengenai SLE biasanya tergantung pada
situasi klinis individu. Ini bisa termasuk diagnosis, gejala, tingkat
keparahan, dan respons terhadap pengobatan. Untuk kesimpulan
yang lebih spesifik, informasi tambahan tentang kasus tertentu
mungkin diperlukan.
Systemic Erithematosus Lupus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan
istilah lupus merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan
inflamasi kronik Penyakit ini terjadi dalam tubuh akibat sistem
kekebalan tubuh salah menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga
merupakan penyakit multi sistem dimana banyak manifestasi klinik
yang didapat penderita, sehingga setiap penderita akan mengalami
gejala yang berbeda dengan penderita lainnya tergantung dari organ
apa yang diserang oleh antibody tubuhnya sendiri. Manifestasi klinik
yang paling sering dijumpai adalah skin rash, arthritis, dan lemah.
Pada kasus yang berat, SLE bisa menyebabkan nefritis, masalah
neurologi, anemia, dan trobositopenia.
B. SARAN
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi
mahasiswa keperawatan khusus pada mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 2.
DAFTAR PUSTAKA
Basta, Fabio, et al. "Systemic lupus erythematosus (SLE) therapy: the old
and the new." Rheumatology and Therapy 7.3 (2020): 433-446.
Barber, Megan RW, et al. "Global epidemiology of systemic lupus
erythematosus." Nature Reviews Rheumatology 17.9 (2021): 515-
532.