Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH DASAR BIOMEDIK II

PATOLOGI PADA ORGAN TELINGA, MATA, SISTEM ENDOKRIN I DAN II,


MUSCULAR, SISTEM SKELETAL

Oleh :

Kelompok 4

Aidha Safitri 2111212039

Fadrisa Rahma Putri 2111212009

Fathiya Aulia Ramadhan 2111212049

Inessilvia Pramudiya Wardani 2111217007

Rahmi Syahriza 2111212061

Trimanda Mart Firgusty 2111212020

Dosen Pengampu :

Suci Maisyarah Nasution, S.ST., MKM.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas izin-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Patologi Pada Organ Telinga, Mata, Sistem Endokrin I
dan II, Muscular, Sistem Skeletal” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa sholawat serta salam
kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Suci Maisyarah Nasution, S.ST., MKM..
selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Biomedik II yang sudah memberi tugas ini sehingga
kami dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang studi ini. Terima kasih juga
kami ucapkan untuk seluruh anggota kelompok 4 yang sudah bekerja sama dengan baik dan
saling memberi semangat satu sama lain dalam menyelesaikan tugas ini.

Kami selaku penyusun makalah ini berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
digunakan sebagai referensi untuk mempelajari patologi pada organ telinga, mata, sistem
endokrin I dan II, muscular, sistem skeletal. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami akan sangat menghargai setiap kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari pembaca sehingga dapat menyempurnakan makalah ini.

Padang, 16 Mei 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................ii

BAB I ............................................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 2

BAB II ........................................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................................................ 3

2.1 Definisi Patologi ............................................................................................................................ 3

2.2 Pengertian Sistem Saraf Pusat pada (SSP) pada Tubuh Manusia .................................................. 3

2.3 Pengertian Sistem Saraf Tepi (SST) pada Tubuh Manusia ........................................................... 5

2.4 Gangguan dan Penyakit pada Organ Mata .................................................................................... 6

2.5 Gangguan Pendengaran ................................................................................................................. 9

2.6 Gangguan Sistem Endokrin ......................................................................................................... 16

2.7 Gangguan Pada Sistem Muskular dan Skeletal ........................................................................... 19

BAB III ........................................................................................................................................................ 23

PENUTUP ................................................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tubuh manusia merupakan sistem yang kompleks dan saling berhubungan satu
sama lain untuk mendukung kehidupannya. Menurunnya kesehatan salah satu anggota
tubuh manusia dapat menurunkan fungsi keseluruhan organ tubuh manusia. Menurunnya
fungsi organ ini diketahui berdasarkan ilmu patologi. Patologi adalah ilmu yang
mempelajari penyakit dan proses terjadinya suatu penyakit, analisis, dan pengambilan
sampel jaringan, sel, dan cairan tubuh. Ada banyak jenis patologi, yaitu patologi pada alat
indra, sistem muskulerskeletal, sistem endokrin, patologi pada hormone, dan bagian
tubuh lainnya.

Organ tubuh manusia dapat mengalami gangguan dan kerusakan pada salah satu
bagian mau pun fungsi sel bada organ tersebut. Gangguan yang terjadi pada organ tubuh
manusia itu selain dapat menurunkan fungsi keseluruhan organ tubuh juga dapat
menurunkan kualitas hidup manusia itu sendiri, oleh karena itu kesehatan organ tubuh
tersebut harus dijaga dan kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia.

Kesehatan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009,


merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara merata dilakukan
melalui kegiatan yang terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan olch pemerintah dan
atau masyarakat. Upaya kesehatan tersebut meliputi pendekatan promotif (pemeliharaan
kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (penyembuhan penyakit), dan
rehabilitatif (pemulihan keschatan). Penyelenggaraan upaya kesehatan dapat
dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, salah satunya adalah pelayanan kesehatan yang
dapat diterapkan. Maka dari itu mempelajari ilmu patologi sangat penting untuk kita
pelajari pada saat ini karena adanya tuntutan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi patologi?
2. Apa pengertian sistem saraf pusat pada (ssp) pada tubuh manusia?
3. Apa pengertian sistem saraf tepi (sst) pada tubuh manusia?
4. Apa saja gangguan dan penyakit pada organ mata?
5. Apa saja gangguan pada pendengaran?
6. Apa saja gangguan sistem endokrin?
7. Apa saja gangguan pada sistem muskular dan skeletal?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi patologi
2. Untuk mengetahui pengertian sistem saraf pusat pada (ssp) pada tubuh manusia
3. Untuk mengetahui pengertian sistem saraf tepi (sst) pada tubuh manusia
4. Untuk mengetahui gangguan dan penyakit pada organ mata
5. Untuk mengetahui gangguan pada pendengaran
6. Untuk mengetahui gangguan sistem endokrin
7. Untuk mengetahui gangguan pada sistem muskular dan skeletal

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Patologi


Patologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit dan proses terjadinya suatu
penyakit. Patologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang berperan penting
dalam mendiagnosa penyakit, terutama kanker. Secara umum, patologi adalah ilmu
yang mempelajari penyakit, analisis, dan pengambilan sampel jaringan, sel, dan cairan
tubuh.

Bidang Patologi

Terdapat 3 bidang patologi, yaitu:

1. Patologi klinik – Patologi klinik menangani analisis urin, sampel jaringan, dan
darah, serta memberikan banyak informasi penting mengenai masing-masing
sampel, seperti elektrolit urin, analisa darah, dan sebagainya.
2. Patologi anatomi – Cabang patologi anatomi bisa memeriksa seluruh tubuh dalam
suatu proses otopsi, atau spesimen jaringan tubuh yang diambil melalui
pembedahan. Bidang patologi ini digunakan untuk menentukan perubahan susunan
anatomi, jejak kimiawi sel, dan penampilan sel.
3. Patologi umum – Patologi umum adalah ilmu yang mempelajari cara suatu
penyakit dalam mempengaruhi atau menyebabkan kelainan pada fungsi dan
struktur setiap bagian tubuh. Cabang ini menentukan penyebab, mekanisme, dan
kemungkinan perkembangan penyakit. Bidang ini juga menganalisis kelainan
klinis sebagai tanda khas penyakit tertentu. Ilmu ini juga melibatkan berbagai
cabang ilmu lainnya seperti kimia, mikrobiologi, dan hematologi

2.2 Pengertian Sistem Saraf Pusat pada (SSP) pada Tubuh Manusia
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada
3
susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi elektrik
antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan
metabolik (Bahrudin, 2013).

A. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sa ngat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tengkorak.
Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil (cereblum) dan otak
tengah (Khanifuddin, 2012).
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari.
Otak besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap
belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan
temporal. Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari
talamus, hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012). Otak belakang/ kecil
terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan mielensefalon.
Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan 7
mielensefalon akan menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013). Otak tengah/
sistem limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan amigdala (Khafinuddin,
2012).

Gambar 2.3 Bagian-bagian Otak (Nugroho, 2013)

Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan


serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid
disekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak. Cairan
ini menyerupai plasma darah dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus

4
koroid dan sekresi oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi pembuluh darah
serebral dan melapisi kanal sentral medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah
sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medula spinalis, juga
berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan otak
serta medula spinalis (Nugroho, 2013).

B. Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)


Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang
yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar
berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area)
(Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam
mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf
sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai
penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks
(Khafinuddin, 2012).

Gambar 2.4 Bagian Area Medula Spinalis

2.3 Pengertian Sistem Saraf Tepi (SST) pada Tubuh Manusia


Susunan saraf tepi (SST) yaitu bagian dari sistem saraf yang di dalam sarafnya
terdiri dari sel-sel yang membawa informasi ke (sel saraf sensorik) dan dari (sel saraf
motorik) sistem saraf pusat (SSP), yang terletak di luar otak dan sumsum tulang
belakang.

5
Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu:

A. Sistem Saraf Somatik (SSS) Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf
kranial dan 31 pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh
kesadaran.
a. Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi
sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan motorik.
b. Saraf spinal
Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik dan sensorik, membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan melalui eferen.

B. Sistem Saraf Otonom (SSO)


Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah
pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik

2.4 Gangguan dan Penyakit pada Organ Mata


1. Definisi Gangguan pada Organ Mata
Mata merupakan salah satu panca indera yang membantu untuk melihat. Mata
merupakan organ yang cukup rentan terkontaminasi penyakit yang disebabkan oleh
banyak faktor. Gangguan penglihatan adalah adanya kelainan yang menyebabkan
gangguan pada penglihatan normal. Berbagai jenis gangguan penglihatan dapat
disebabkan oleh beberapa kondisi medis dan kelainan tertentu. Beberapa penyebab
gangguan penglihatan bersifat sementara dan dapat diatasi dengan pengobatan.
Namun, beberapa penyebab bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang permanen.

2. Gangguan & Penyakit pada Organ Mata


a. Mata miopi (rabun dekat)

6
Mata miopi adalah mata dengan lensa terlalu cembung atau bola mata
terlalu panjang. Dengan demikian,objek yang dekat akan terlihat jelas karena
bayangan jatuh pada retina, sedangkan objek yang jauh akan terlihat kabur karena
bayangan didepan retina. Kelainan mata jenis ini dikoreksi dengan mata jenis
cekung.
b. Hipermetropi (rabun jauh)
Mata hipermetropi adalah mata dengan lensa terlalu pipih atau bola mata
terlalu pendek. Objek yang dekat akanterlihat kabur karena bayangan jatuh
didepan retina, sedangkan objek yang jauh akan terlihat jelas karena bayangan
jatuh di retina. Kelainan mata jenis ini dikoreksi dengan lensa cembung.
c. Mata astigmatisma
Mata astigmatisma adalah mata dengan lengkungan permukaan kornea
atau lensa yang tidak rata. Misalnya lengkung kornea yang vertikal kurang
melengkung dibandingkan yang horizontal. Bila seseorang melihat suatu kotak,
garis vertikal terlihat kabur dan garis horizontal terlihat jelas.Mata orang tersebut
menderita kelainan astigmatis reguler. Astigmatis reguler dapat dikoreksi dengan
mata silindris. Bila lengkung kornea tidak teratur disebut astigmatis irregular dan
dapat dikoreksi dengan lensa kotak.
d. Mata presbiopi
Mata presbiopi adalah suatu keadaan dimana lensa kehilangan
elastisitasnya karena betambahnya usia. Dengan demikian lensa mata tidak dapat
berakomodasi lagi dengan baik. Umumnya penderita akan melihat jelas bila
objeknya jauh, tetapi perlu kacamata cembung untuk melihat objek dekat.
e. Hemeralopi (rabun senja)
Hemeralopi adalah gangguan mata yang disebabkan kekurangan vitamin
A. Penderita rabun senja tidak dapat melihat dengan jelas pada waktu senja hari.
Keadaan seperti itu apabila dibiarkan berlanjut terus mengakibatkan kornea mata
bisa rusak dan dapat menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, pemberian vitamin
A yang cukup sangat perlu dilakukan.
f. Katarak

7
Katarak adalah cacat mata yang disebabkan pengapuran pada lensa mata
sehingga penglihatan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang. Umumnya
katarak terjadi pada orang yang telah lanjut usia.
g. Buta Warna
Buta warna merupakan gangguan penglihatan mata yang bersifat
menurun. Penderita buta warna tidak mampu membedakan warna-warna tertentu,
misalnya warna merah, hijau, atau biru.Buta warna tidak dapat diperbaiki atau
disembuhkan.
h. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak dan bola mata.
i. Keratitits
Keratitits merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang
padakornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh.
j. Glaukoma
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang
lengkapditandai oleh peninggian tekanan intraokuler.
k. Blefaritis
Blefaritis merupakan peradangan kelopak mata dan margo palpebra.
l. Retinopati diabetes
Retinopati diabetes adalah kelainan retina yang ditemukan pada penderita
penyakit diabetes mellitus.
m. Retinopati hipertensi
Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina
akibat tekanan darah tinggi.
n. Kalazion
Kalazion adalah suatu peradangan lipogranuloma menahun.
o. Hordeolum
Hordeolum adalah suatu peradangan supuratif kelenjar Zeis atau kelenjar
Moll.

8
2.5 Gangguan Pendengaran
1. Definisi Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran merupakan keadaan seseorang tidak dapat
mendengar lebih baik dibandingkan dengan orang normal (ambang dengar 25dB
atau yang memiliki pendengaran baik pada telinga kanan dan kiri). Gangguan
pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu gangguan
pendengaran tipe konduktif dan tipe sensorineural kedua tipe gangguan
pendengaran ini bergantung pada bagian mekanisme pendengaran yang tidak
dapat berfungsi adekuat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif adalah gangguan pendengaran yang
disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah.
Gangguan pendengaran tipe sensorineural adalah gangguan pendengaran yang
disebabkan oleh kelainan pada koklea, dan nervus VIII.
2. Klasifikasi Gangguan Pendengaran
a. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan Pendengaran tipe konduktif terjadi akibat adanya gangguan
hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar,
membran timpani, telinga tengah, tulang-tulang pendengaran dan tuba
eustachian.
Gangguan pendengaran tipe konduktif dapat terjadi oleh karena beberapa
penyebab seperti:
1) Kelainan Anatomi Telinga
Abnormalitas kraniofacial merupakan suatu faktor risiko dari
gangguan pendengaran pada anak. Kelainan craniofacial yang dimaksud
seperti kelainan anatotomi dari pinna, kanalis auditorius eksterna, lobulus,
adanya fistula preaurikula dan abnormalitas tulang temporal. Kelainan
anatomi telinga ini biasanya terjadi pada sindroma down, penyakit
crouzon, sindroma Klippel Feil dan sindroma goldenhar.
2) Serumen
Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, seruminosa, epitel
kulit yang terlepas dan partikel debu. Serumen dipengaruhi oleh faktor

9
keturunan, iklim, usia dan keadaan lingkungan. Akumulasi serumen yang
menumpuk di liang telinga dapat menimbulkan gangguan pendengaran
berupa tuli konduktif.
3) Otitis eksterna
Otitis eksterna merupakan penyakit inflamasi di kulit telinga luar
yang dialami oleh sebagian besar orang dewasa. Faktor risiko dari otitis
eksterna adalah kerusakan kulit akibat kelembaban, pembersihan telinga
yang tidak benar, gangguan ventilasi dan drainase telinga.
Mikroorganisme pemicu yang dominan adalah bakteri gram negatif dan
jamur.
4) Benda asing
Benda asing yang ditemukan di liang telinga sangat bervariasi.
Benda asing dapat berupa benda mati, binatang, komponen tumbuh-
tumbuhan dan mineral. Pengeluaran benda asing yang kurang hati-hati
dapat berisiko trauma yang akan merusak membran timpani dan
komponen telinga tengah.
5) Otitis Media
Otitis Media Akut: Faktor penyebab utama dari otitis media akut
adalah adanya disfungsi tuba eustachii sehingga tidak dapat mencegah
invasi bakteri kedalam telinga tengah. Otitis media akut juga dapat
didahului dengan adanya infeksi saluran pernapasan akut.
a) Otitis Media Efusi: Otitis media efusi adalah gangguan pada telinga
tengah yang disebabkan oleh proses inflamasi dan ditandai dengan
adanya akumulasi cairan pada telinga tengah tanpa gejala infeksi.
Produk metabolik dapat melintas dari telinga tengah sampai koklea
atau vestibulum melewati fenestra ovalis dan rotundum.Etiologi otitis
media efusi antara lain rinitis alergi, hipertrofi adenoid, kelainan
anatomi hidung (septum deviasi, hipertropi konka) dan tumor
nasofaring.
b) Otitis Media Supuratif Kronik: Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
dapat menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif dan tipe

10
sensorineural. OMSK ditandai dengan adanya perforasi membran
timpani, yang dapat menghambat konduksi suara ke telinga bagian
dalam. Ganguan fungsi pendengaran disebabkan karena adanya
kerusakan pada struktur telinga tengah. Dalam beberapa kasus OMSK,
dapat terjadi gangguan pendengaran permanen dikarenakan adanya
perubahan jaringan yang bersifat ireversibel dalam pendengaran.
c) Otitis Media Kronik: Otitis media kronik terdiri dari tipe tenang atau
in aktif dan tipe aktif yang disebabkan oleh otitis media supuratif
kronik. Kedua tipe ini mengakibatkan gangguan pendengaran tipe
konduktif.
6) Kolesteatoma
Kolesteatoma dalah suatu kista epiteleal yang berisi deskuamasi
epitel (keratin). Kolesteatoma dibagi menjadi dua jenis yaitu kolesteatoma
kongenital yang terbentuk pada masa embrionik, dan kolesteatoma
akuisital yang terbentuk setelah anak lahir. Kolesteatoma akuisital dibagi
menjadi kolesteatoma primer yaitu kolesteatoma yang terbentuk tanpa
didahului oleh adanya perforasi membran timpani dan kolesteatoma
akuisita sekunder yaitu kolesteatoma yang didahului oleh adanya perforasi
membran timpani
7) Otosklerosis
Otosklerosis merupakan kelainan kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis pada kaki tulang stapes, sehingga stapes menjadi
kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik.
Faktor risiko otosklerosis antara lain faktor keturunan dan gangguan
pendarahan pada stapes.
8) Barotrauma
Barotrauma merupakan keadaan dengan terjadinya perubahan
tekanan melebihi 90cmHg secara tiba-tiba diluar telinga tengah sehingga
menyebabkan adanya tekanan negatif di rongga telinga tengah dan
membuat cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa.

11
b. Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural
Gangguan Pendengaran tipe sensorineural terjadi karena adanya keadaan
gelombang suara di transmisikan ke telinga dalam, tetapi tidak diterjemahkan
menjadi sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi
suara.
Kerusakannya dapat terletak di organ corti, saraf auditorius, atau yang
lebih jarang dijalur auditorius asendens atau korteks auditorius. Gangguan
pendengaran tipe sensorineural merupakan gangguan pendengaran yang
bersifat permanen.
Kerusakan ini dapat terjadi karena beberapa penyebab seperti:
1) Herediter
Gangguan pendengaran tipe sensorineural dapat diturunkan secara
autosomal dominan, autosomal resesif, atau x-linked resesif. Gen yang
terlibat pada gangguan pendengaran tipe sensorineural adalah GJB2 dan
GJB6.
2) Infeksi Rubella Intrauterin
Infeksi rubella pada masa kehamilan terutama pada trimester
pertama dapat menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS) yang
terdiri dari gangguan pendengaran ( gangguan pendengaran tipe
sensorineural), kelainan pada mata (katarak, glaukoma kongenital), dan
kelainan pada jantung (patent ductus arteriosus). Pemeriksan patologi
anatomi telinga memperlihatkan adanya aplasia organ corti dan sakulus
(pars inferior), pars superior umumnya normal.
3) Hipoksia pada masa perinatal
Hipoksia sistemik yang terjadi terus menerus akan menyebabkan
kerusakan koklea dan kerusakan sistem saraf pusat. Kerusakan ini dapat
bersifat reversibel jika koklea segera mendapat oksigenasi.
4) Trauma
i. Trauma akustik: trauma akustik mengakibatkan edema pada stria
vaskularis sehingga dapat menyebabkan hipoksia, pembentukan ROS

12
dan stress oksidatif. Stress oksidatif menginisiasi adanya apoptosis
sel sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel rambut.
ii. Trauma gelombang tekanan: ledakan atau pukulan yang mengenai
telinga dapat menyebabkan perforasi membran timpani.
iii. Cedera kepala: Cedera kepala dapat mengakibatkan terjadinya fraktur
tulang temporal. Fraktur tulang temporal dibedakan menjadi fraktur
longitudinal dan fraktur transversal. Pada fraktur longitudinal berawal
dari foramen magnum dan berjalan keluar menuju liang telinga,
telinga biasanya berdarah dan menyebabkan gangguan pendengaran
tipe konduktif. Fraktur transversal sering menyebabkan cedera labirin
dan saraf fasialis, cedera labirin mengakibatkan suatu fenomena
kontusi dengan pemulihan keseimbangan dan pendengaran dengan
ketulian total.
iv. Trauma iatrogenik (pasca operasi): tulang-tulang pendengaran dan
telinga dalam berisiko tinggi mengalami cedera karena strukturnya
yang halus.
v. Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran
yang disebabkan karena pajanan bising yang lama. Gangguan
pendengaran ini ditandai dengan gangguan pendengaran tipe
sensorineural, bilateral, bersifat ireversibel dan progresif. Pada
gangguan pendengaran ini terjadi penurunan frekuensi dari 3, 4, dan
6 kHz. 28,29 Penurunan frekuensi ini disebabkan adanya kerusakan
pada sel rambut.
5) Otitis Media Supuratif Kronik
Proses inflamasi yang berlangsunng kronis akan melepaskan
berbagai mediator-mediator inflamasi.. Keadaan ini menyebabkan
disfungsi mukosilier dapat terjadi pada telinga tengah, sehingga terjadi
akumulasi mukus di telinga tengah. Akumulasi pus, sekret, mediator
inflamasi dan toksin bakteri atau lipopolisakarida (LPS) ini akan
meningkatkan permeabilitas membran tingkap bundar. Hal ini akan
meningkatkan absorpsi bahan-bahan tersebut ke dalam koklea dan terjadi

13
kontaminasi bahan-bahan kimia atau toksin di dalam perilimfe. Toksin
tersebut juga merusak sel rambut luar maupun sel rambut dalam koklea,
sehingga menyebabkan tuli sensorineural.
6) Meningitis
Infeksi meningeal menyebar secara langsung dari cairan
serebrospinal ke perilimfe dan menyebabkan labirintis berat, dengan
vertigo berkepanjangan dan gangguan pendengaran. Infeksi meningeal
menunjukan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran.
Kerusakan ini dapat terjadi unilateral maupun bilateral.
7) Presbikusis
Presbikusis Age Related Hearing Impairment (Presbikusis) adalah
gangguan pendengaran pada usia tua.32 Gangguan pendengaran ini
ditandai dengan menurunnya sensitifitas pendengaran, menurunnya
kemampuan memahami pembicaraan di lingkungan yang bising,
melambatnya pusat pengolahan stimulasi akustik dan gangguan lokalisasi
suara.
Gangguan pendengaran ini dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan
ekstrinsik. Faktor instrinsik karena adanya kelainan pada DNA
mitokondria, hipertensi, diabetes melitus, penyakit metabolik dan
penyakit sistemik. Faktor ekstrinsik berupa paparan kebisingan, obat
ototoksik, dan diet dapat menyebabkan presbikusis.
Perubahan histologis yang terkait dengan penuaan terjadi seluruh
sistem pendengaran mulai dari sel-sel rambut, koklea, dan korteks
pendengaran di lobus temporal otak. Gacek dan Schuknecht membagi
presbikusis menjadi 4 jenis yaitu presbikusis sensori, neural, metabolik,
dan mekanik.
8) Obat Ototoksik
Obat ototoksik merupakan obat yang mempunyai potensi
menimbulkan reaksi toksik pada struktur-struktur di telinga dalam seperti
koklea, vestibulum, kanalis semisirkularis, dan otolith. Penggunaan obat
seperti aminoglikosida yang digunakan untuk pengobatan pneumonia,

14
diare, dan tuberkulosis paru memiliki ototksisitas yang tinggi. Efek
ototoksisitas dapat bersifat permanen karena disebabkan karena adanya
kematian sel-sel rambut luar pada organ Corti dan sel sensorik tipe I pada
organ vestibular.
Paparan awal obat ototoksik mempengaruhi daerah basal koklea.
Paparan lanjutan menyebabkan penyebaran kerusakan ke arah apeks.
Seiring meningkatnya kerusakan pada sel rambut luar, perubahan
degeneratif juga ikut terlibat dan dapat memengaruhi sel rambut dalam.
9) Neuroma akustik
Neuroma akustik merupakan neoplasma tersering pada fossa cranii
posterior dan berasal dari sel schwann saraf vestibulokoklearis (90%).
Bentuk Schwannoma vestibularis dibedakan menurut lokasinya, yaitu
1. Antara bentuk medial yang terletak di dalam fossa cranii
2. Bentuk lateral yang terletak di kanalis audirotis internus.

15
2.6 Gangguan Sistem Endokrin
Sistem endokrin adalah sistem yang bekerja dengan perantara zat-zat kimia (hormon)
yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Hormon ini berperan penting untuk mengatur
fungsi internal tubuhseperti pertumbuhan dan perkembangan, proses metabolisme, proses
reproduksi, suasana hati, dan waktu tidur.

Gangguan endokrin dikelompokkan menjadi dua kategori:

1. Kelenjar menghasilkan terlalu banyak atau terlalu sedikit hormon endokrin yang
disebut ketidakseimbangan hormon.
2. Akibat perkembangan lesi seperti nodul atau tumor dalam sistem endokrin yang dapat
mempengaruhi kadar hormon.

Faktor risiko seseorang mengalami gangguan endokrin:

1. Kadar kolesterol yang meningkat

16
2. Riwayat keluarga atau keturunan yang menderita gangguan endokrin
3. Riwayat penyakit terhadap gangguan autoimun
4. Pola makan yang tidak baik
5. Kehamilan (pada kasus hipotiroid)
6. Operasi, trauma, infeksi atau cedera serius

Berikut ini penyakit-penyakit akibat sistem endokrin:

1. Diabetes Mellitus
Diabetes atau istilah orang awam disebut “Penyakit Gula” atau “Kencing Manis”
adalah suatu kondisi dimana kadar gula dalam darah meleibihi nilai normal karena
pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup. Gejala Klasik Diabetes ditandai
dengan 3P:
a) Polidipsi : sering haus
b) Polifagia : sering lapar
c) Poliuria : sering buang air kecil

Gejala tambahan berupa penurunan Berat badan tanpa penyebab yang jelas, rasa
kesemutan, gatal di seluruh atau sebagian tubuh, bisul yang hilang timbul, cepat lelah,
mudah mengantuk, luka yang sulit sembuh.

Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus :

1) Menerapkan pola makan sehat


2) Melakukan olahraga secara rutin
3) Menjaga berat badan Ideal
4) Rutin melakukan pengecekan kadar gula darah.
2. Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah penyakit yang ditandai dengan kelenjar tiroid terlalu
banyak memproduksi hormon atau biasa disebut hipertiroid.
Tanda dan Gejalanya meliputi:
1) Bola mata menonjol (eksoftalmus)
2) Pembesaran kelenjar tiroid (gondok)
3) Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

17
4) Jantung berdebar-debar
5) Sering merasa cemas, cepat lelah, lemas dan tidak bertenaga
6) Tremor (gemetar) pada tangan atau jari tangan.
3. Tiroiditis Hashimoto
Merupakan penyebab tersering dari kondisi hipotiroidisme atau kelainan akibat
kekurangan hormon tiroid.
Tanda dan Gejalanya meliputi:
1) Pembesaran kelenjar tiroid
2) Sensitif terhadap dingin
3) Konstipasi
4) Suara serak
5) Kulit pucat dan kering
6) Berat badan meningkat tanpa sebab
7) Nyeri dan kaku pada persendian
4. Prolaktinoma
Adalah tumor jinak yang berada di kelenjar hipofisis. Kondisi ini menyebabkan
kelenjar memproduksi banyak hormon prolaktin. Oleh karena peningkatan hormon
prolaktin sehingga dapat mengganggu sistem reproduksi.
Gejala umum yang bisa terjadi meliputi :
1) Sakit kepala
2) Mual dan muntah
3) Penglihatan terganggu
4) Penciuman terganggu
5) Tulang menjadi rapuh.

Terdapat Tanda dan Gejala Prolaktinoma spesifik pada wanita dan pria.
Gejala pada Wanita :

1) Menstruasi tidak teratur


2) Keluar cairan putih dari payudara tetapi tidak dalam keadaan hamil atau
menyusui
3) Muncul jerawat dan pertumbuhan rambut di tubuh dan wajah yang berlebihan

18
Gejala pada Pria :

1) Disfungsi Ereksi
2) Pertumbuhan rambut di tubuh dan wajah berkurang
3) Pembesaran payudara (ginekomastia)
5. Gejala PCOS
Masalah sistem endokrin ini hanya menyerang wanita dan bisa menimbulkan
tanda-tanda seperti siklus menstruasi berantakan, pertumbuhan rambut yang
berlebihan, rentan berjerawat, dan sulit hamil.
6. Gejala Akromegali
Kondisi ini cukup langka dan bisa menyebabkan seseorang mengalami
pembesaran pada kaki dan tangan. Biasanya juga disertai dengan perubahan pada
wajah, kelelahan, dan mati rasa pada anggota tubuh.

2.7 Gangguan Pada Sistem Muskular dan Skeletal


A. Pengertian Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala atau gangguan
yang berkaitan dengan jaringa otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem syaraf,
struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit,
nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa
terbakar (OSHA, 2000).
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan gangguan yang disebabkan ketika
seseorang melakukan aktivitas kerja dan pekerjaan yang signifikan sehingga
mempengaruhi adanya fungsi normal jaringan halus pada sistem Musculoskeletal
yang mencakup saraf, tendon, otot (WHO, 2003)

B. Gangguan Pada sistem Muscular


a) Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka,
2004) yaitu: Keluhan sementara (reversible)yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan

19
b) Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih
terus berlanjut

Macam-macam gangguan pada sistem muskular :

1) Sakit leher
Penggaambaran umum terhadap gejala yang mengenai leher, peningkatan
tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher.
2) Nyeri Punggung
Istilah yang digunakan untuk gejala nyeri punggung yang spesifik seperti
herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme otot. Nyeri punggung juga dapat
disebabkan oleh tegangan otot dan postur yang buruk saat bekerja.
3) Carpal Tunnel Syndrom
Kumpulan gelaja yang mengenai tangan dan pergelangan tangan
diakibatkan iritasi dan penekanan pada nervus medianus akibat aktivitas
berulang.
4) Thoracic Outlet Syndrom
Keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan ditandai rasa
nyeri, kelemahan dan mati rasa. Trjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang
meninggalkan leher tertekan. Disebabkan oleh gerakan berulang.
5) Tennis Elbow
Keadaan inflamasi tendon ekstensor, yang berasal dari siku lengan bawah
dan berjalan keluar ke pergelangan tangan.
6) Low Back Pain
Terjadi apabila ada tekanan pada daerah lumbal yaitu L4 dan L5. Terjadi
jika pelaksanaan kerja dalam posisi membungkuk ke depan maka dapat terjadi
penekanan pada discus.

C. Gangguan Pada Sistem Skeletal


1. Fraktur Tertutup

20
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tertutup adalah
suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar sehingga pada
fraktur tertutup tidak terdapat luka luar.
2. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga ada kemungkinan terjadi kontaminasi
bakteri yang dapat menimbul komplikasi berupa infeksi.
3. Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan dimana terdapat reduksi atau penurunan
massa total tulang. Kecepatan resorbsi tulang lebih cepat dari pembentukan
tulang.
4. Osteoartritis
Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi Pasien sering datang berobat pada saat sudah ada deformitas sendi yang
bersifat permanen. Secara simtomatis penyakit sendi degeneratif terjadi pada
usia 50-70, diantara yang menderita termuda ialah pada usia 20 tahun
(Kementrian Kesehatan, 2014).
5. Osteomielitis
Osteomielitis adalah suatu bentuk infeksi tulang yang menyebabkan
kerusakan dan pembentukan tulang baru.
6. Polimialgia Reumatik
Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah suatu sindrom klinis dengan
etiologi yang tidak diketahui yang mempengaruhi individu usia lanjut.
Polymyalgia biasanya terjadi pada orang orang lanjut usia dan lebih sering
terjadi pada wanita
7. Artritis Gout
Gout atau arthritis gout adalah suatu kelainan metabolik yang mana
lakilaki delapan sampai sembilan kali lebih sering terkena daripada wanita.
Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, usia yang sering terkena adalah
sekitar 50 tahunan.

21
8. Artritis Reumatoid
Penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif
simetrik terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan
organ tubuh lainnya.
9. Dislokasi Sendi
Dislokasi sendi terjadi ketika permukaan tulang sendi tidak sesuai dengan
posisi anatomi. Dislokasi merupakan keadaan emergensi karena berhubungan
dengan kerusakan aliran darah dan persarafan disekitarnya. Diskolasi umumnya
terjadi pada jari dan bahu.
10. Tetanus
Tetanus merupakan infeksi yang tergolong serius dan disebabkan oleh
bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini umumnya terdapat dalam debu, tanah,
serta kotoran hewan dan manusia. Bakteri tetanus sering kali masuk ke tubuh
melalui luka terbuka akibat cidera atau luka bakar. Saat berhasil memasuki
tubuh bakteri tetanus akan berkembang biak dan melepaskan neurotoksin.
Neurotoksin adalah racun yang menyerang sistem saraf. Racun tersebut dapat
mengacaukan kinerja saraf dan dapat menyebabkan kejang dan kekakuan otot
yang merupakan gejala utama tetanus (Kementrian Kesehatan, 2014).
11. Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular
dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah,
dapat menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan, dan pada sebagian kasus
menyebabkan kematian. Penyakit polio disebabkan oleh virus yang umumnya
masuk melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan tinja dan
virus polio.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Patologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit dan proses terjadinya suatu
penyakit. Patologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang berperan penting
dalam mendiagnosis penyakit. Patologi dibagi menjadi tiga yaitu patologi klinik, patologi
anatomi, dan patologi umum.
Sistem saraf pusat (SSP) yaitu otak dan medula spinalis merupakan pusat
integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Sedangkan sistem saraf tepi (SST) adalah
bagian dari sistem saraf yang di dalam sarafnya terdapat sel-sel yang membawa informasi
ke sel saraf sensorik dan dari sel saraf motorik sistem saraf pusat (SSP), yang terletak di
luar otak dan sumsum tulang belakang. Berdasarkan fungsinya SST dibagi menjadi dua
bagian yaitu: sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom.
Gangguan pengelihatan adalah adanya kelainan yang menyebabkan gangguan
pada pengelihatan normal. Berbagai jenis gangguan pada organ mata diantaranya yaitu
mata miopi (rabun dekat), hipermetropi (rabun jauh), mata astigmatisma, mata presbiopi,
hemeralopi, katarak, buta warna, konjungtivitas, kralitis, dan glaukoma. Gangguan
pendengaran adalah keadaan seseorang tidak dapat mendengar lebih baik dibandingkan
dengan orang normal (ambang dengar 25 dB). Gangguan pendengaran dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu gangguan pendengaran tipe konduktif dan tipe
sensorineural.
Gangguan pada sistem muskular skeletal (Musculoskeletal Disorder) merupakan
sekumpulan gejala atau gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen,
kartilago, sistem syaraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. Gangguan pada sistem
muskular dan skeletal dibagi menjadi dua yaitu keluhan sementara dan keluhan menetap.
Macam-macam gangguan pada sistem muskular diantaranya yaitu sakit leher, nyeri

23
punggung, carpal tunel syndrom, tennis elbow, dan low back pain. Sedangkan gangguan
pada sistem skeletal adalahfraktur tertutup, fraktur terbuka, osteoporosis, osteoartritis,
dislokasi sendi, tetanus, dan polio. Selanjutnya yaitu gangguan pada sistem endokrin.
Ganggan endokrin deikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kelenjar terlalu banyak
atau terlalu sedikit menghasilkan hormon endokrin atau disebut dengan
ketidakseimbangan hormon dan akibat perkembangan lesi seperti nodul atau tumor dalam
sistem endokrin yang dapat mempengaruhi kadar hormon. Penyakit-penyakit akibat
sistem andokrin diantaranya yaitu diabetes mellitus, penyakit graves, tiroditis hashimoto,
prolaktinoma, gejala PCOS, dan gejala akromegali.

3.2 Saran

Demikianlah pokok bahasan dalam makalah ini yang dapat kami paparkan. Kami
sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi kami. Oleh karena itu kami sangat terbuka atas
saran dan kritik yang diberikan, guna membangun agar makalah ini dapat disusun
menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang. Dengan adanya makalah ini, semoga
dapat bermanfaat dan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya bagi para pembaca.

24
BAB IV

Rekapan pertanyaan dan jawaban

1. Saya Firmanita nim 2111217011 izin bertanya, darah didalam bola mata yg terjadi
akibat kecelakaan apakah dapat mempengaruhi penglihatan? Dan bagaimana cara
mengatasinya?
Jawaban:
Bercak darah di dalam bola mata atau yang disebut dengan perdarahan subkonjungtiva
merupakan pendarahan yang terjadi akibat pecahnya Konjungtiva yang merupakan
lapisan tipis dan transparan yang menutupi bagian putih mata (sklera) dan kelopak
mata yang mana terdapat banyak saraf dan pembuluh darah kecil. Pembuluh darah di
dalam konjungtiva mata sangat rapuh dan mudah pecah. Bila pecah, inilah yang disebut
perdarahan subkonjungtiva.
Walaupun sering kali tidak menimbulkan keluhan selain bercak merah pada mata,
perdarahan subkonjungtiva kadang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganjal
pada mata. Namun biasanya, kondisi ini tidak disertai dengan gangguan penglihatan
karena pendarahan terjadi di daerah mata yang berwarna putih dan tidak mengenai titik
pada mata yang berwarna hitam untuk penglihatan.
Untuk cara mengatasinya, biasanya bercak merah pada mata akibat perdarahan
subkonjungtiva dapat hilang sendiri dalam waktu 7-14 hari, setelah konjungtiva
berhasil menyerap semua darah yang merembes keluar. Untuk mempercepat proses
pemulihannya, bisa dengan mengompres mata yang mengalami perdarahan
menggunakan kompres hangat.

Dijawab oleh : (Fadrisa Rahma Putri)

25
2. Saya Syakira Barara Fauzal (2111213023) izin bertanya kepada kelompok 4, jadi saya
pernah mendengar bahwa seseorang yang mengalami kerusakan tulang ekor akan
mengalami kelumpuhan setelahnya. Pertanyaannya apakah ada pengobatan/penanganan
yang dapat dilakukan agar seseorang tersebut dapat sembuh seperti semula?
Jawaban:
Jadi, sebelumnya mengapa seseorang yang mengalami kerusakan tulang ekor
berpeluang besar mengalami kelumpuan? Hal ini karena tulang ekor merupakan
pangkal dari tulang belakang (medula spinalis). Jika terjadi cedera pada medula
spinalis akan mengakibatkan seseorag mengalami lumpuh otot misalnya kesulitan
berjalan, kesemutan dalam waktu lama, gangguan buang air besar maupun kecil, dan
kesulitan berhubungan intim. Upaya yang dokter lakukan kepada pasien yang
mengalami kerusakan/cedera tulang otot adalah sebagai berikut:
• Pemasangan traksi
Pasien akan diberikan penyangga leher dan punggung atau tempat tidur khusus, agar
kepala, leher, dan punggung tidak dapat bergerak sama sekali. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah kondisi pasiem makin parah dan untuk mengembalikan susunan
tulang belakang ke posisi normal.
• Pembedahan
Dokter akan melakukan pembedahan guna menstabilkan posisi tulang ekor yang patah,
benda asing, atau retakan tulang ekor yang menekan saraf tulang belakang penyebab
kelumpuhan.

Dijawab oleh : (Inessilvia Pramudiya Wardani)

3. Saya Afifah Hanum Harahap 21112111017 izin bertanya, Bagaimana ciri ciri awal
bahwa seseorang itu terkena gangguan sistem endokrin dan bagaimana cara
pencegahannya dari gangguan sistem endokrin tersebut?
Jawaban :
Gangguan endokrin terjadi ketika kelenjar adrenal melepas terlalu sedikit hormon
kortisol. Gejala umum dari kelainan endokrin ialah seperti kelelahan, sakit perut,
26
dehidrasi, dan perubahan kulit. Untuk gejala beberapa gejala yang muncul dari contoh
kelainan endokrin seperti diabetes dengan gejala sering haus, sering buang air kecil,
dan berat badan menurun tanpa penyebab yang jelas. Untuk penyakit hipertiroid dan
hipotiroid dengan gejala kelelahan, nyeri otot, rambut menipis, denyut jantung
melambat. Untuk kelainanPCOS memiliki gejala seperti menstruasi yang berantakan
pada wanita, pertumbuhan rambut yang berlebihan, rentan berjerawat, dan sulit untuk
hamil.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan, seperti :
• Tetap menjaga berat badan ideal
• Konsumsi makanan bergizi seimbang atau menerapkan diet sehat
• Rutin berolah raga
• Sertakan yodium dalam diet

Dijawab oleh : (Fathiya Aulia Ramadhan)

4. Pertanyaan dari Hanifah Zahra (2111211047). Apa yang menjadi faktor minus mata
terus bertambah dan jarang mengalami penurunan?
Jawaban :
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam bertambahnya minus mata ialah:
• Memakai lensa kacamata yang tak sesuai
Salah satu penyebab minus mata bertambah adalah pemakaian kacamata yang kurang
tepat. Ketika perhitungan lensa sedikit saja meleset satu-dua derajat, itu akan
menyebabkan kacamata yang kita memiliki akan berlensa buram sehingga justru
menyebabkan penglihatan semakin kabur. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, mata kita
yang sudah minus harus bekerja lebih keras untuk menyesuaikan penglihatan dengan
minus pada lensa yang tak sesuai. Akibatnya, minus pada mata Anda berisiko semakin
parah.
• Bertambahnya usia
Bertambahnya minus mata adalah kondisi yang umum terjadi, terutama pada anak-
anak. Jika anak-anak mengalami miopi sejak kecil, struktur mata akan mengalami
perkembangan hingga usia 20 tahun sehingga minus mata bisa saja bertambah.

27
• Tidak memperbaiki kebiasaan membaca atau memakai gadget
Memakai kacamata memang dapat membantu penglihatan mata yang sudah minus.
Namun, kondisi mata bisa saja memburuk jika pemakaian kacamata tidak dibarengi
dengan kebiasaan membaca atau pemakaian gadget yang sehat. Salah satu penyebab
mata minus cepat bertambah adalah cara membaca atau memakai gadget yang kurang
tepat. Bila sudah terkena mata minus, satu-satunya cara yang bbisa dilakukan adalah
menjaga kesehatan mata untuk mencegah minus bertambah parah. Bertambahnya ciri-
ciri minus pada mata tidak bisa dicegah sepenuhnya. Namun, kita bisa melakukan
beberapa cara untuk mencegah dan memperlambat minus pada mata semakin
bertambah, yaitu dengan tetap memakai kacamata kita, terutama yang memiliki lensa
yang sesuai, dan bisa juga dengan pemakaian obat tetes atropine, pemberian atropine
dengan dosis harian tertentu dapat mengurangi risiko perkembangan mata minus
sebanyak 50 persen, tetapi obat ini masih memiliki efek samping yang cukup kuat
sehingga penggunaannya dalam jangka panjang masih menjadi perdebatan. Selain itu,
tentunya tidak disarankan memakai obat ini tanpa resep dan aturan dari dokter.

Dijawab oleh : (Aidha Safitri)

5. Saya Resa Triani (2111212031) izin bertanya pada kelompok penyaji, pertanyaannya,
Gangguan Pendengaran tipe sensorineural, yaitu Infeksi Rubella Intrauterin, apakah
penyakit ini hanya terjadi pada ibu hamil? Apakah selain ibu hamil dapat menderita
penyakit ini? Serta kenapa penyakit ini banyak terjadi pada ibu hamil trimester
pertama, apa penyebabnya?
Jawaban :
Infeksi rubella intrauterin adalah infeksi pada ibu hamil yang disebabkan oleh virus
rubella. Virus ini biasanya akan menyerang ibu hamil pada trimester 1, 2,3 dst. Akan
tetapi jika ibu hamil terinfeksi virus ini pada trimester pertama,dampak bahaya yang
ditimbulkan akan sangat parah bahkan sampai keguguran. Infeksi ini akan
menyebabkan terjadinya penyakit CRS.
Congenital Rubella Syndrome (CRS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan infeksi virus rubella. Infeksi ini terjadi pada bayi dikarenakan terinfeksi

28
selama kehamilan ibu. Infeksi ini dapat menginfeksi janin dikarenakan dapat
menembus sawar plasenta dan akhirnya menginfeksi janin. Bayi dengan CRS
umumnya memiliki satu atau lebih gejala berupa gangguan pendengaran, kelainan
mata, kelainan jantung, retardasi mental, dan kecacatan lainnya. Namun, dari semua
gejala yang ada, Gangguan pendengaran adalah Gangguan yang paling sering ditemui
pada CRS.
Dijawab oleh : (Trimanda Mart Firgusty)

29
DAFTAR PUSTAKA

Amaliah, N. (2021). Mengenal Gangguan Sisten Endokrin. Diakses melalui


http://www.pramita.co.id/id/inspirasi/health-info/mengenal-gangguan-sistem-endokrin .
pada Minggu, 15 Mei 2022 pukul 20.22

Ariska, D. K. (2018). Pengaruh Latihan Peregangan Terhadap Penurunan Keluhan


Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Batik di Sokaraja. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Diakses pada 15 Mei dari
http://repository.ump.ac.id/8017/3/Dwi%20Kuat%20Ariska%20BAB%20II.pdf .

Goldberg S. Nervous System Anatomy. Phys Med Rehabil Secrets. 2008;25–37.

Haris Qamaruzzaman, M, and Sam ’ Ani. “Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Mata
pada Manusia Menggunakan Teorema Bayes.” ijns.org Indonesian Journal on Networking
and Security 5, no. 4 (2016): 2302–5700.

Ningsih,Dian Lestari. 2018. "Laporan KTI Bab 2, Anatomi Telinga Luar". Diakses pada 15 Mei
dari http://eprints.undip.ac.id

Ramadhani, Z. A. (2020). Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada
Pekerja Pembuatan Genteng di Dusun Klaci Margoluwih Seyegan Sleman. Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta. Diakses pada 15 Mei dari
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3329/5/CHAPTER%202.pdf .

30

Anda mungkin juga menyukai