Anda di halaman 1dari 55

KONSEP PENYAKIT PADA GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
dosen pengampu Angga Wilandika, S.Kep.,Ners.,M.Kep.

Disusun oleh
Kelompok 3
Nia Kurnia 302017049
Nur Ranti Luthfiani 302017052
Reina Febrianti S 302017060
Rika Meliasari 302017061
Salma Salsabila 302017068
Sophie Amalia 302017069
Utami Maharani S 302017075
Virna Darmayanthy E 302017078
Wafa Wafiah 302017079
Zainab Zakiyah Z F 302017086

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan
sayangnya kepada kita semua khususnya kepada penulis serta selalu memberikan
hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapat membuat makalah ini dengan
penuh suka cita dan dapat mengumpulkan makalah ini tepat pada waktunya.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada nabi besar kita,
nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III. Dalam penyusunannya pun penulis mendapatkan
bantuan dari dosen mata kuliah yang bersangkutan, dari teman-teman dan dari
referensi buku serta artikel media massa.
Penyusunan makalah ini belum mencapai kata sempurna, sehingga penulis
dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun sehingga di kemudian hari penulis dapat membuat makalah jauh
lebih baik dari makalah ini. Penulis berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat
menambah pengetahuan pembaca serta menjadi inspirasi bagi pembaca.

Bandung, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan ........................................................... 3
B. Pengkajian System Persyarafan ................................................................. 12
C. Modalitas Penatalaksanaan Sistem Persyarafan......................................... 21
D. Gangguan Pada Sistem Persarafan ............................................................. 21
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 49
A. Kesimpulan ................................................................................................ 49
B. Saran ........................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem tubuh
lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara
berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran,
ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan.

Sistem Saraf Pusat (SSP) memiliki kriteria yang sama dengan organ tubuh
lainnya yaitu kerjanya sangat bergantung pada aliran darah yang memadai untuk
nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah ke otak
merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah
yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua arteria, yaitu a.carotis
interna dan a.vertebralis yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk
sirkulus arteriosus willisi (Price & Wilson, 2006).

Penyakit saraf termasuk salah satu jenis penyakit yang menyerang sistem
saraf manusia. Terutama pusat sistem saraf manusia yang berada di otak.
Penyakit saraf dapat menyerang segala usia, mulai dari usia bayi hingga orang
tua. Gangguan atau kelainan sistem saraf pada manusia dapat menimbulkan efek
yang sangat kritikal sekali. Terganggunya sistem saraf pada tubuh manusia,
berakibat fatal bagi kesehatan. Jika sudah begitu, manusia tidak akan bisa
menjalankan rutinitas kehidupannya secara normal. Biasanya, gejala awal suatu
penyakit saraf menyerang saraf manusia ditandai dengan gejala-gejala tertentu
yang muncul dalam skala yang sering.

1
2

B. Rumusan Masalah

Menurut Pariata Westra (1981: 263). Rumusan masalah adalah suatu


masalah yang terjadi apabila seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau
percobaannya yang pertama untuk mencapai tujuan itu hingga berhasil. Dalam
makalah ini rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem persyarafan ?
2. Bagaimana pengkajian sistem persyarafan ?
3. Bagaimana modalitas penatalaksanaan pada sistem persyarafan ?
4. Apa aja gangguan pada sistem persyarafan ?

C. Tujuan Masalah

Menurut Satjipoto Rahardjo dalam Selltiz, 2017. Tujuan adalah


mendapatkan pengetahuan tentang suatu gejala, sehingga dapat merumuskan
masalah secara tepat. Dalam makalah ini tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem persyarafan.
2. Untuk mengetahui pengkajian sistem persyarafan.
3. Untuk mengetahui modalitas penatalaksanaan pada sistem persyarafan.
4. Untuk mengetahui gangguan pada sistem persyarafan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan

Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem tubuh
lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara
berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran,
ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan.

1. Neuron

3
4

Bagian-bagian Saraf (Neuron)


a. Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nucleus yang di
dalamnya terdapat nuklelous. Di sekelilingnya terdapat perikarion yang berisi
neurofilamen yang berkelompok yang disebut neurofibril. Di luarnya
terhubungkan dengan dendrit dan akson yang memberikan dukugan terhadap
proses. Berfungsi untuk mengintegrasikan informasi sinaptik dan
mengirimkan informasi ini ke sel lain melalui akson.
b. Dendrit
Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi terhadap badan sel.
Merupakan bagian yang menjulur kelur dari badan sel dan menjalar ke segala
arah. Khususnya di korteks serebri dan serebellum, dendrit mempunyai
tonjolan kecil bulat, yang disebut tonjolan dendrit.
c. Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari
badan sel disebut akson. Berfungsi untuk meneruskan impuls yang berasal
dari badan sel saraf ke neuron lainnya. Dendrit dan akon, secara kolektif
sering disebut sebagai serabut saraf atau tonjolan saraf. Kemampuan untuk
menerima, menyampaikan, dan menueruskan pesan neural disebabkan sifat
khusus membrane sel neuron yang mudah dirangsang dan dapat
menghantarkan pesan elektrokimia.
d. Selubung mielin, berfungsi untuk memfasilitas konduksi impuls listrik
melalui sel-sel saraf
e. Nodus Ranvier, berfungsi untuk mempercepat pengiriman impuls saraf
f. Sel schwan, berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi akson dan
membantu regenerasi akson

2. Sistem Saraf Pusat


Sistem saraf pusat merupakan pusat dari semua kendali dan regulasi pada
tubuh dengan dua penggerak utamanya yakni otak dan sumsum tulang belakang.
Peran otak dan sumsum yang sangat penting ini pada lapisan luarnya akan
5

dilindungi oleh tengkorak (pada otak) dan ruas-ruas tulang belakang (pada
sumsum).

Gambar. Letak area kelabu (grey matter) dan area putih (white matter) pada
sistem saraf (Sumber: classes.midlandstech.edu)

Ada dua struktur khas yang terdapat pada saraf pusat yakni area kelabu (grey
matter) dan area putih (white matter). Pada area kelabu terdiri dari kumpulan
akson yang dibungkus oleh selubung mielin sedangkan pada area putih terdiri dari
kumpulan badan sel dan dendrit yang dilingkupi oleh banyak sinapsis. Selain itu
ada juga kumpulan sel-sel neuroglia yang merupakan jaringan ikat yang terletak
diantara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat.

Pada sistem saraf pusat ini juga dilindungi oleh jaringan ikat yang menjaga
dan mendukung aktivitas sistem saraf pusat yang disebut selaput
meningia atau meningens. Selaput ini terdiri atas tiga bagian yakni:
a. Piamater merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf pusat
dimana terdapat banyak sekali pembuluh darah. Lapisan ini berfungsi untuk
memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.
b. Arakhnoid merupakan lapisan yang berupa selaput tipis yang berada di antara
piamater dan duramater. Lapisan ini mampu melindungi otak dari goncangan
mekanik.
6

c. Duramater merupakan lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak.


Duramater merupakan lapisan yang sangat kuat. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada gambar berikut.

Gambar. Pelindung sistem saraf pusat

Diantara daerah arakhnoid dan piamater pada gambar di atas terdapat cairan
yang dinamakan sebagai cairan serebrospinal. Cairan ini dapat melindungi otak
dari benturan dan goncangan.

3. Impuls Saraf
Tubuh kita dapat melakukan gerakan karena adanya hantaran impuls oleh sel
sel saraf. Impuls saraf adalah rangsangan/pesan yang diterima oleh reseptor dari
lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron atau serangkaian pulsa elektrik
yang menjalari serabut saraf. Contoh impuls, yaitu perubahan suhu, tekanan, bau,
aroma, suara, benda yang menarik perhatian, dan berbagai rasa (asin, manis,
asam, dan pahit). Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor,
akan menyebabkan terjadinya gerakan. Gerak dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu gerak sadar (gerak biasa) dan gerak refleks.
a. Gerak sadar (gerak biasa)
Merupakan gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari. Contohnya
gerakan memegang buku saat ingin belajar, atau mengambil pensil saat ingin
menulis. Penjalaran impuls pada gerak sadar relative lama, melewati jalur
pajang melalui otak. Hantaran impuls pada gerak biasa dimulai daari reseptor
sebagai penerima rangsang. Impuls tersebut kemudian dihantarkan menuju
7

neuron sensorik untuk kemudian diolah di otak. Respons dari otak kemudian
oleh saraf motorik dihantarkan ke efektor sehingga terjadilah gerakan. Urutan
perjalanan impuls pada gerak biasa secara skematis sebagai berikut.

Skema perjalanan impuls gerak sadar


b. Gerak Refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari.
Penjalaran impuls pada gerak refleks berlangsung cepat, melewati jalur
pendek dan tidak melalui otak, tetapi melalui sumsum tulang belakang.
Contohnya terangkatnya kaki saat menginjak paku, menutupnya kelopak mata
ketika benda asing masuk ke mata, dan gerakan tangan saat memegang benda
panas. Hantaran impuls pada gerak refleks mirip seperti pada gerak biasa.
Bedanya, impuls pada gerak refleks tidak melalui pengolahan oleh pusat saraf.
Neuron di otak hanya berperan sebagai konektor saja. Ada dua macam neuron
konektor di otak dan di sumsum tulang belakang. Urutan perjalanan impuls
pada gerak refleks secara skematis sebagai berikut.

Skema perjalanan impuls gerak reflex

4. Otak
Otak merupakan organ tubuh yang sangat kompleks. Pada usia dewasa, otak
manusia bisa memiliki berat 2% dari berat tubuh yakni sekitar 1,5 kilogram
dengan 12 miliar neutron di dalamnya. Disinilah informasi-informasi berkumpul
yang kemudian diolah oleh bagian-bagian khusus sesuai dengan area
penerjemahan neuron sensorik. Adapun permukaan otak tidaklah rata melainkan
ada bagian yang menonjol (gunungan) dan ada bagian yang menjorok ke dalam
(lembah). Pada bagian gunungan dinamakan girus sedangkan pada bagian
lembah dinamakan sulkus.
8

a. Otak Besar
Otak manusia merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak yang
memiliki fungsi mengatur semua aktivitas mental yang berkaitan dengan
kepandaian (intelegensia), ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan.
Nah, otak besar ini memiliki tiga bagian yakni Lobus Oksipitalis sebagai pusat
penglihatan, Lobus temporalis sebagai pusat pendengaran dan Lobus frontalis
sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.
Bagian otak besar yang menonjol ke depan dinamakan sebagai serebrum.
Bagian ini terdapat dua bagian yakni sebalah kanan dan kiri. Pada otak sebelah
kanan akan mengatur dan mengkoordinasikan bagian tubuh sebelah kiri
sedangkan otak sebelah kiri akan mengatur dan mengkoordinasikan bagian
tubuh sebelah kanan.
1) Korteks Serebri
Korteks merupakan bagian terluar dari serebrum dan bertanggung jawab
untuk mengindra lingkungan. Korteks Serebri menentukan perilaku yang
bertujuan dan beralasan. Bagian ini terbuat dari bahan abu-abu, yaitu
massa badan sel. Keadaan korteks memiliki permukaan yang berlipat-lipat
sehingga dapat memperluas permukaannya.
2) Lapisan Dalam
Pada lapisan ini terdapat serabut saraf bermielin yang disusun dari bahan
putih. Pada otak besar terdapat talamus yang merupakan pintu gerbang
dari korteks serebrum, hipotalamus berfungsi sebagai pusat koordinasi
organ dalam, mengatur suhu dan kandungan air di dalam darah serta
penghasil hormon oksitosin, ADH (antideuretik hormon), TSH (hormon
perangsang tiroid) dan LH (Luteinizing hormon).
Adapun bagian-bagian penting dalam otak besar antara lain:
a) Lobus Osksipitalis berperan mengolah impuls cahaya dari penglihatan.
b) Lobus Temporalis berperan dalam mengolah informasi suara.
c) Lobus Frontalis berperan dalam proses ingatan dan perencanaan
kegiatan manusia
9

d) Lobus Parientalis berperan mengatur impuls dari kulit serta


berhubungan dengan pengenalan posisi tubuh.4
b. Otak Tengah (disensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol yang berfungsi
untuk menjaga keseimbangan dan memberikan impuls antara otak depan
dengan otak belakang dan otak dengan mata. Pada bagian ini banyak
diproduksi neurotransmitter dopamin yang mengontrol pergerakan lembut.
Apabila terjadi kerusakan pada bagian ini, maka si penderita akan mengalami
penyakit parkinson.
c. Otak Belakang atau Otak Kecil
Pada otak belakang terdapat dua bagian yakni medula oblongata (sumsum
lanjutan), serebelum (otak kecil) dan pons varoli. Serebelum berperan penting
dalam menjaga keseimbangan tubuh pada saat melakukan aktivitas. Informasi
dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh yang diolah di bagian otak besar
akan diterima oleh otak kecil melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli.
Medula oblongata (sumsum lanjutan) merupakan saluran yang
menghubungkan antara otak dengan sumsum tulang belakang. Pons varoli dan
medula oblongata berperan sebagai pengatur sistem sirkulasi, kecepatan detak
jantung dan pencernaan. Selain itu juga berperan dalam pengaturan
pernapasan.
5. Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis)
Sumsum tulang belakang merupakan penghubung dari sistem saraf tepi dan
sistem saraf pusat di otak dan ikut berperan andil dalam gerak refleks. Pada laki-
laki, panjang sumsum tulang belakang bisa mencapai panjang 45 cm sedangkan
pada wanita bisa mencapai panjang 43 cm. Sumsum tulang belakang dilindungi
oleh bagian-bagian tulang belakang yakni tulang serviks, toraks, lumbar dan
sakral.
a. Sistem Saraf Perifer
Sistem saraf terdiri dari dua bagian utama yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf perifer. Sedangkan sistem saraf pusat memungkinkan kita untuk
berpikir, alasan, belajar dan menjaga keseimbangan Sistem Saraf Perifer
10

membantu kita untuk melaksanakan tindakan sengaja dan tidak sengaja, dan
juga merasakan melalui indera kita.
Sistem saraf adalah sistem master yang mengontrol fungsi semua sistem
yang berbeda dari tubuh manusia. Hal ini terdiri dari sel yang disebut neuron
yang menghasilkan dan melakukan impuls (pesan) antara berbagai bagian
tubuh. Ini terdiri dari otak, sumsum tulang belakang dan saraf. Sementara
otak dan sumsum tulang belakang membentuk sistem saraf pusat (SSP),
sistem saraf perifer mencakup semua saraf di luar SSP.
b. Berdasarkan lokasi saraf, sistem saraf perifer terdiri dari saraf berikut:
1) 31 pasang saraf spinal yang menghubungkan sumsum tulang belakang
dengan seluruh tubuh.
11

2) 12 pasang saraf kranial yang menghubungkan otak dengan organ-organ


vital tubuh.

c. Fungsi
Saraf sistem saraf perifer menghubungkan SSP ke otot, kelenjar,
pembuluh darah dan semua organ tubuh termasuk organ-organ indera. Fungsi
dari sistem saraf adalah untuk membawa pesan dari otak ke seluruh bagian
tubuh yang lain, dan kembali dari bagian-bagian ini ke otak dan sumsum
tulang belakang.
Sistem saraf perifer dibagi menjadi sistem saraf somatik dan sistem saraf
otonom.
1) Sistem Saraf Somatik
Sistem saraf somatik mengontrol gerakan sengaja tubuh kita dan
membantu kita merasa melalui semua indera kita. Saraf dari sistem saraf
somatik menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang, otot-otot
12

rangka dan reseptor eksternal. Oleh karena itu, sistem ini membantu kita
untuk menggerakkan tubuh kita sekitar, dan merasakan sentuhan, bau,
penglihatan, rasa dan suara.
2) Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom juga dikenal sebagai sistem saraf tak sadar, karena
mengontrol semua tindakan paksa tubuh. Saraf ini menghubungkan SSP ke
otot-otot jantung, organ internal dan kelenjar. Sistem saraf otonom terbagi
menjadi :
a) Sistem Saraf Simpatik: Sistem saraf simpatik juga disebut sebagai lari
atau melawan sistem, yang sedang mempersiapkan tubuh kita untuk
keadaan darurat. Ini mengakibatkan peningkatan detak jantung,
tekanan darah tinggi dan membawa perubahan lain dengan pelepasan
adrenalin, yang mempersiapkan kita untuk menghadapi bahaya atau
stres.
b) Sistem saraf parasimpatis: ini Sistem Saraf parasimpatik di sisi lain
hanya memiliki efek sebaliknya. Ia membantu dalam menenangkan
dan santai tubuh dan memastikan berfungsinya sistem pencernaan.

B. Pengkajian System Persyarafan

1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang utama
dialami klien. Memperoleh informasi tentang perkembangan, tanda-tanda
dan gejala-gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya. Perlu
menentukan kapan mulainya gejala tersebut serta perkembangannya.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit infeksi
yang dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal,
tumbuh kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola hidup.
Penyakit saraf sering mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh.
13

Perawat perlu menanyakan perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala,


kejang-kejang, pusing, vertigo, gerakan dan postur tubuh.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan
gangguan persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang
ada. Misalnya epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi mental dan gangguan
psikiatri.
d. Riwayat psikososial dan pola hidup
Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien
seperti yang berhubungan dengan latar belakang pendidikan, tingkat
penampilan dan perubahan kepribadian. Perawat memperoleh informasi
tentang aktifitas klien sehari-hari. Juga menanyakan adanya perubahan
pola tidur, aktifitas olahraga, hobi dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang
dialami dan perhatian terhadap kebutuhan seksual.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada sistem persyarafan adalah
sebagai berikut:
a. Tingkat Kesadaran
Alert : Composmentis / kesadaran penuh. Pasien berespon secara tepat
terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar
terhadap diri dan lingkungan.
b. Lethargic
Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan
bicara.
c. Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat
memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat
membingungkan.
d. Stuporus
Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
14

e. Koma
Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal,
tanda vital mungkin tidak stabil.

3. Glasgow Coma Scale (GCS)

RESPON SCORING

1. Membuka Mata = Eye open (E)


 Spontan membuka mata 4
 Terhadap suara membuka mata
3
 Terhadap nyeri membuka mata
2
 Tidak ada respon
1

2. Motorik = Motoric response (M)


 Menurut perintah 6
 Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit
5
(raba)
4
 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
3
 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi
abnormal)/postur dekortikasi 2

 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi 1


 Tidak ada respon
3. Verbal = Verbal response (V)
 Berorientasi baik 5
 Bingung
4
 Kata-kata respon tidak tepat
3
 Respon suara tidak bermakna
2
 Tidak ada respon
1
15

4. Test Fungsi Saraf Kranial


a. Test nervus I (Olfactory)
1) Fungsi penciuman
2) Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b. Test nervus II ( Optikus)
1) Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
2) Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca
dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
c. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
d. Test nervus V (Trigeminus)
1) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
2) Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e. Test nervus VII (Facialis)
1) Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
2) Otonom, lakrimasi dan salivasi
e. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris : Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga
klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
f. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
1) N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah,
tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M.
Salivarius inferior.
16

2) N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula,


palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
g. Test nervus XI (Accessorius)
1) Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya.
2) Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan
test otot trapezius.
h. Nervus XII (Hypoglosus)
1) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
2) Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)

5. Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan
pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan
baik).
Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
a. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
b. Kapas untuk rasa raba.
c. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
d. Garpu tala, untuk rasa getar.
e. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
1) Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
2) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya),
untuk pemeriksaan stereognosis
3) Ballpoint.
17

6. Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
a. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
b. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga
yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan
tonus otot.

7. Pemeriksaan Khusus Sistem Persyarafan


Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
a. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada kaku kuduk positif (+).
b. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain
didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien
difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai
bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
c. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.
18

d. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas.
e. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.

8. Mengkaji Abnormal Postur


a. Decorticate Posturing terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Decerebrate Posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.

9. Prosedur Diagnostik
Prosedur Pencitraan
a. Computed Tomography (CT)
Computed tomography membuat penggunaan sinar sempit dari sinar-x
untuk memindai kepala dalam lapisan yang berurutan. Bayangan yang
dihasilkan memberi gambaran potongan melintang dari otak, dengan
membandingkan perbedaan jaringan padat pada tulang kepala, korteks,
struktur subkorikal dan ventrikel.
Prosedur ini dilakukan untuk melihat adanya jaringan abnormal pada otak
seperti adanya tumor, lesi-lesi, infark otak, perpindahan ventrikel dan atrofi
kortikal.
b. Positron Emission Tomography (PET)
Positron Emission Tomography (PET) adalah tekhnik pencitraan nuklir
berdasrkan computer yang dapat menghasilkan bayangan fungsi organ secara
aktual. Pasien menghirup gas radioaktif atau diinjeksi dengan zat radioaktif
yang memberikan partikel bermuatan positif. Dalam alat=alat pemindai,
19

detector tersusun dalam sebuah cincin dan seri-seri yang dihasilkan berupa
gambar dua dimensi pada berbagai tingkatan otak.
Uji ini dilakukan untuk mengetahui perubahan metabolic otak (penyakit
Alzheimer), melokasikan lesi (tumor otak, lesi epileptogenic),
mengidentifikasi aliran darah dan metabolism oksigen pada pasien stroke,
mengidentifikasi aliran darah dan metabolism oksigen pada pasien stroke,
mengevaluasi terapi untuk tumor otak dan menyatakan keadaan abnormal dari
biokimia yang dihubungkan dengan penyakit mental.
c. Single Photon Emission Computed Tomography
SPECT digunakan dalam mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak,
yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum tampak
oleh pemindaian CT), lokasi yang berfokus pada kejang epilepsy, dan
mengevaluasi perfusi sesudah dan sebelum prosedur.
d. Resonans Magnetik
Resonans Magnetik (MRI) menggunkan magnetic untuk mendapatkan
gambaran daerah yang berbeda dari tubuh. MRI dapat memberikan informasi
yang tentang perubahan kimia dalam sel, juga memberikan informasi kepada
dokter yang mantau respons tumor terhadap pengobatan.
e. Angiografi Serebral
Angiografi Serebral adalah proses penyelidikan menggunakan sinar-x
terhadap sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke dalam arteri yang
dipilih. Angiografi serebral adalah alat untuk menyelidiki penyakit vascular,
aneurisma dan malformasi arteriovenal.
f. Mielografi
Mielogram adalah sinar-x terhadap melihat ruang subarachnoid spinal
dengan menyuntikan zat kontras atau udara keruang subarachnoid spinal
melalui pungsi spinal.
g. Venografi Epidural Lumbal
Sebuah kateter dimasukkan melalui perkutan menuju vena femoralis dan
dipandu menuju vena lumbal asenden atau vena iliaka internal. Zat kontras
20

disuntikkan masuk vena epidural menyebar di seluruh ruang bagian ini dan
menuju pleksus vena epidural.
h. Ekoensefalografi
Teknik yang merekam refleksi gelombang suara yang dihasilkan oleh
struktur otak dalam berespons terhadap sinyal ultra-suara yang diciptakan oleh
sebuah posisi transduser kepala.

10. Uji Elektrofisiologik


a. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak,
dengan meletakkan elektroda-elektroda pada daerah kulit kepala atau dengan
menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak.
EEG adalah uji yang bermanfaat untuk mendiagnosis gangguan kejang
seperti epilepsy dan adalah prosedur pemindaian untuk koma atau sindrom
organic. EEG juga bertindak sebagai sebagai indicator kematian otak, bekuan
darah dan infeksi dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal
irama dan kecepatan..
b. Elektromiografi
Elektromiografi (EMG) dihasilkan dengan memasukkan elektroda-
elektroda jarum kedalam otot rangka utuk mengukur perubahan potensial
listrik pada otot dan saraf-saraf yang ditunjukkan. Potensial listrik terlihat
pada oskiloskop dan pengeras suara sehingga kedua suara dan gambaran
gelombang dapat dianalisis dan dibandingkan secara serempak. EMG
digunakan dalam menentukan ada tidaknya gangguan neuromuscular dan
miopatis
c. Pemeriksaan Konduksi Saraf
Pemeriksaan konduksi saraf dapat dilakukan dengan menstimulasi saraf
perifer pada titik-titik yang luas, sepanjang jalan saraf perifer dan merekam
potensial aksi otot atau potensial aksi sensori yang dihasilkan.
21

C. Modalitas Penatalaksanaan Sistem Persyarafan

Obat yang bekerja terhadap SSP dapat di bagi dalam beberapa golongan besar,
yaitu:
1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi psikoleptika (menekan atau
menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa,
tranquilizers, dan antipsikotika); psiko-analeptika (menstimulasi seluruh
SSP, yakni antidepresiva dan psikotimulansia)
2. Untuk gangguan neurologis seperti antiepileptika, MS (multiple selerosis)
dan penyakit parkinson
3. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetik, anestetika umum, dan
lokal
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain umumnya semua obat yang bekerja
pada SSP menimbulkan efeknya dengan mengubah sejumlah tahapan
kimia sinap (terganggunya kerja transmitter)

D. Gangguan Pada Sistem Persarafan

1. Meningitis
a. Definisi
Meningitis adalah infeksi/ radang selaput otak (meningers). Tepatnya,
infeksi pia-arzchnoid dan cairan serebrospinal di ruang subaraknoid,
meningitis viral adalah infeksi ruang subaroknoid yang disebabkan oleh virus.
Meningitis bakterial adalah infeksi selaput otak yang disebabkan bakteri.
(Atmodjo L Wahyuni,2006)
Meningitis merupakan peradangan akibat infeksi selaput otak, infeksi yang
terjadi pada selaput pembungkus otak ini dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, atau jamur. Infeksi yang berasal dari organ tubuh lain akan
dijalarkan melalui pembuluh darah sampai ke otak maupun infeksi yang
terletak dekat dengan selaput otak itu sendiri.(Anurogo D, 2014) ada
beberapa jenis meningitis Menurut Brunner& Suddarth,2002 yaitu:
22

1) Meningitis bakteri
Spesies bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah
Haemophilus influenza, Streptococcus penumoniae ( juga disebut juga
pneumococus), dan Neisseria meningitidis ( disebut juga Meningoccus).
Resiko terhadap penyebab bakteri berbeda-beda sesuai kelompok usia.
Kebanyakan pada bayi usia kurang dari 2 tahun disebabkan oleh H.
Influenza, sedangkan pada , S. Penumoniae paling sering terjadi di
antara orang dewasa, dan meningitis meningokokus paling sering pada
dewasa muda.
2) Meningitis Aseptik
Meningitis aseptik adalah gejala meningitis yang tidak
teridentifikasi organisme penyebabnya dan jumlah sel darah putih CSS
tidak menunjukan penyebab bakterial. Penyebabnya biasanya virus,
tetapi dapat juga karena tuberkulosis. Virus ditularkan melalui jalur
fekal oral. Gejala meningitis sering berkaitan dengan gastrointestinal
dengan mual, muntah.
3) Meningitis Kriptokokus
Meningitis Kriptokokus adalah suatu penyebab infeksi opurtunistik
yang berhubungan dengan HIV. Gejala berasal dari peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan aliran otak. Pasien biasanya
mengalami sakit kepala yang di ikuti mual dan muntah. S.penemonis
sering berperam terhadap perubahan status mental; sekitar 50% pasien
meningitis menigokokus mengalami ruam yang cepat, sakit kepala, dan
perubahan kepribadan relatif yang tidak kentara.
Pada orang dewasa, bakteri yang sering menyebabkan meningitis,
Streptococcus Pneumonia, Nisseria Meningitides, Listeria Monocytogenes,
Mycobacterium TB. Sedangkan pada anak-anak meningitis lebih sering
disebabkan oleh, Escheria Coli, Beta-hemplytic Streptoccous.
23

b. Etiologi
Sekitar sepertiga kasus meningitis disebabkan oleh virus (aseptik) dan dua
pertiga disebabkan oleh bakteri (septik). Virus adalah peyebab tersering
meningitis aseptik, istilah umum untuk berbagai kasus meningitis di mana
bakteri tidak dapat diisolasi dari cairan serebrospinal.
Sekitar 80-90% meningitis viral disebabkan oleh enterovirus dan sisanya (
5-20%) disebabkan oleh Arbovirus, Herpesvirus, HIV. Penularanya paling
sering melalui rute oral-fekal, yang kemudian mencapai cairan sumsum tulang
belakang melalui aliran darah.

Sekitar 50% kasus meningitis bakterial disebabkan oleh streptococcus


pneumoniae (dewasa), neisserisa meningitides (anak-anak dan remaja),
listeria monocytogenesis (janin). Penularannya biasanya melalui
kerongkongan (nasofaring), mengikuti aliran darah, mencapai sawar darah
otak unuk memasuki cairan sumsum tulang belakang, dan kemudian
menyebabkan meningitis.

c. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orfaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian
atas.Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen,
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.
24

Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis


bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri
dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier
oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan
endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
d. Tanda dan gejala
1) Sakit dan nyeri kepala berputar dengan istensi berat, berlangsung berjam-
jam atau berhari-hari
2) Leher terasa kaku
3) Demam akut
4) Gangguan kesdaran
5) Kejang
6) Mual
7) Kaku kuduk
b. Komplikasi

Komplikasi meningitis antara lain cerebral palsy, edema dan heniasi


serebral, efusi subdural, gangguan belajar, ganguan mental. Anak dengan
meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe
sensorineural permanen, sekitar 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada
anak yang telah sakit lama 24jam. Penyebabnya seperti meningokokus,
Ineisseria meningitidis, streotococus pneumonia, h. Influenzae type b.

c. Penularan
Meningitis dapat menular. Bahkan beberapa diantaranya dinyatakan sangat
menular. Cara penularan dari penderita dapat melalui percikan ludah atau
lewat udara. Pada meningitis yang disebabkan jamur juga bisa didapatkan dari
kotoran burung. Karenannya Penting untuk menjaga kebersihan lingkungan
25

hidup. Gunakan masker ketika membersihkan kandang burung, terutama saat


membersihkan kotoranya.

d. Penatalaksanaan Meningitis
1) Terapi Antibiotik yang spesifik dengan jenis bakterinya.
2) pemberian obat-obatan untuk menurunkan tekanan intrakranial.
3) pembelian obat-obatan anti kejang.

2. Head Injury
a. Definisi
Cedera yang mengenai kepala/otakyang terjadi baik secara langsung
maupun tidak langsung, salah satunya akibat insiden atau kecelakaan. Cedera
kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang dapat
menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis pada
tulang tengkorak dan disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
b. Etiologi
Pada anak, cedera kepala dapat disebabkan oleh pukulan dikepala atau
guncangan keras ditubuh bagian atas yang menyebabkan kerusakan otak dan
retardasi mental. Cedera kepala dapat berasal dari berbagai sumber yaitu
kekerasan tumpul; kasus paling sering dalam etiologi ini ialah karena
kecelakaan, pembunuhan, atau dapat juga bunuh diri. Selain itu kekerasan
tajam merupakan jenis kekerasan yang cukup banyak terjadi. Benda penyebab
tersering ialah batang besi atu kayu runcing, pecahan kaca, atau bendabenda
lain yang tajam. Cedera akibat tembakan juga dapat menyebabkan kematian
dimana dilihat dari kerusakan yang ditimbulkan, kaliber peluru dan jenis
peluru yang digunakan, jarak tembakan, deformitas yang terjadi pada tulang
dan peluru, jalannya peuru yang masuk pada otak. Cedera kepala akibat
gerakan mendadak juga dapat dimasukan kedalam etiologi yang dapat
meyebabkan kematian meskipun tidak terdapat kekerasan yang nampak
langsung pada kepala cedera dapat terjadi oleh karena gerakan yang mendadak
26

misalnya suatu percepatan, perlambatan, atau perputaran. Kerusakan yang


terjadi terutama pada pembuluh darah otak dan jaringan sekitarnya.
c. Manifestasi klinis
Pada cedera kepala, kerusakan terbesar terjadi di otak bagian lobus
frontalis dan temporalis. Keduanya adalah pusat emosi, memori, mental,
kepribadian, kemampuan, merespon. Bila terganggu, maka penderita mudah
lupa, bingung, emosi labil.
Secara umum, penderita cedera kepala merasakan sakit/nyeri kepala yang
hebat/berat, leher terasa kaku, muntah, tidak mampumenggerakkan anggota
gerak badan, penglihatan kabur hingga kebutaan, penurunan pendengaran
hingga tuli, tidak mampu membau atau merasakan (makanan).

Cedera kepala dapat disertai mengantuk, tidak ada respon perubahan


kepribadian, mudah tersinggung atau marah, perilaku yang ganjil atau tak
biasa, hilangnya koordinasi fungsi pergerakkan tubuh.

Sekitar 40% penderita cedera kepala berkembang menjadi sindrom post-


concussion. Sering kali terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu
setelah cedera kepala, terkadang tidak dikenali oleh penderita atau
lingkungannya sendiri. Gejalanya meliputi pusing/nyeri kepala, vertigo,
gangguan memori, gangguan konsentrasi, gangguan penglihatan, gangguan
perhatian, gangguan daya ingat, gangguan tidur, kejang, gelisah, resah, mudah
marah/tersinggung, cemas, dan perubahan mood. Sindrom post-concussion
dapat disertai mual, gangguan penciuman, sensitive terhadap suara dan sinar,
bingung dan keterlambatan berpikir.

Pada kejadian cedera kepala ringan, penderita mengalami hilang


kesadaran, hilang ingatan setelah kejadian traumatis, gangguan kesadaran.
Tanda-gejala lainnya seperti vertigo, mual, muntah, sakit kepala, bingung.
Penderita dapat juga merasakan nyeri kepala, mudah lupa, mudah Lelah,
lamban, gangguan keseimbangan, amat peka terhadap rangsangan sinar dan
suara.
27

Pada cedera kepala sedang, tanda-gejalanya tidak selalu bisa dikenali,


misalnya gangguan konsentrasi, nyeri kepala, pening, mudah lupa, mengantuk.
Pada cedera kepala berat, terjadi kontusio otak (sel-sel otak mati, lalu terjadi
perdarahan) dan peningkatan tekanan intracranial, yang mengakibatkan
terganggunya pusat-pusat pengaturan organ vitas, gangguan pernapasan,
hemodinamik, kardiovaskuler, dan kesadaran. Pada cedera kepala berat juga
terjadi DAI, iskemia, dan perdarahan.DAI (diffuse axonal injury) adalah
penyebab utama penurunan kesadaran. Iskemia terjadi akibat menurunnya
pengiriman oksigen ke jaringan otak. Perdarahan menekan jaringan otak dan
mengakibatkan suplai oksigen menurun.

d. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan
benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.
Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan
diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga
sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
28

karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa 21
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera.

Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra
kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya
bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang
terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi
arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.

Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan


dan terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas.

e. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai
status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang baru diperhitungkan
pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaam ini dapat
dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang
mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih
renadah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat
29

dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang


mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi
endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis.
Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien yang koma untuk
mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi, prinsip ABC dan ventilasi yang
teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial. Penatalaksanaan
Konservatif meliputi:
1) Bedrest total.
2) Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3) Pemberian obat-obatan.
a) Dexamethasone/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu mannitol
20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
d) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penicillin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
4) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-ap, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
5) Pada trauma berat. Karena hari-hati pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5%
8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan
melalui nasogastric tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung
dari nilai urenitrogennya.
30

3. Stroke
a. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer &
Bare, 2002). Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah
setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan
sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara
mendadak. Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1) Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu
stroke embolik dan stroke trombotik.
2) Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang
terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala
fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.

b. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu empat kejadian yaitu:
1) Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
31

3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak.


4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibat dari
keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak,
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
c. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan
gejala penyakit stroke:
1) Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
2) Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
3) Penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata
4) Pusing dan pingsan
5) Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas
6) Bicara tidak jelas (pelo)
7) Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
8) Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
9) Ketidakseimbangan dan terjatuh
10) Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

d. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan
arteri karotis Interna. Adanya gangguan peredaran darah otak dapat
menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1) Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan
sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
32

2) Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke


kejaringan (hemorrhage).
3) Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4) Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan


pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri
otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal
sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu
suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang
terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna
darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta
arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.

e. Penatalaksaan
1) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
a) Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b) Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
c) Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
33

2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan
kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya
tidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
b) Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
c) Jangan memberikan apapun melalui mulut.
d) Pemeriksaan EKG
3) Pemeriksaan rontgen toraks.
4) Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia
darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin
Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)

f. Diet khusus bagi klien dengan Stroke


Diet khusus penyakit stroke bertujuan untuk memberikan makanan
secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan
keadaan dan komplikasi penyakit. Tujuan kedua dari diet ini ialah untuk
memperbaiki keadaan stroke, seperti kesulitan dalam menelan (disfagia),
pnemonia, kelainan ginjal dan dekubitus (luka karena terlalu lama berbaring).
Selain kedua tujuan tersebut, diet khusus penyakit stroke diharapkan dapat
mempertahankan keseimbangan cairan dan eletrolit.
Menurut Almatsier (2004) dalam Farida (2009), Diet khusus pasien stroke
memiliki beberapa syarat, diantaranya:
1) Energi yang cukup, yaitu 24-45 kkal/kgBB. Pada fase akut, diberikan 1500
kkal/hari.
2) Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB. Jika pasien berada dalam kondisi gizi
kurang, berikan protein sebanyak 1,2-5 g/kgBB.
3) Lemak cukup, sebesar 20%-25% dari kebutuhan energi total. Upayakan
untuk mengonsumsi lemak tidak jenuh, dengan membatasi konsumsi
lemak jenuh, yaitu kurang dari 10% dari kebutuhan energi total.
Sedangkan, batas kolestrol kurang dari 300 mg.
4) Karbohidrat cukup, yaitu 60%-70% dari kebutuhan energi total.
34

5) Cukup akan vitamin, terutama vitamin A, riboflamin, vitamin B6, asam


folat, 0itamin B12, serta vitamin C dan E.
6) Mineral yang cukup, seperti kalsium, magnesium dan kalium.
7) Konsumsi serat yang cukup untuk membantu menurunkan kadar kolesterol
dan pencegahan terhadap sembelit.
8) Cairan cukup, sebanyak enam sampai delapan gelas sehari, kecuali pada
pasien dengan keadaan edema (pembengkakan) harus dibatasi asupan
cairannya.
9) Makanan diberikan dalam porsi kecil (sedikit) dan sering (pada jeda waktu
yang tidak terlalu lama).
4. Tumor Otak
a. Definisi
Neoplasma (keganasan berupa benjolan padat) di dalam rongga kepala,
yang merupakan suatu pertumbuhan abnormal sel-sel di dalam otak atau sum-
sum tulang belakang.
b. Klasifikasi tumor otak :
1) Neoplasma primer
a) Astrositoma
Tumor ini dapat dijumpai didalam medula spinalis walaupun jaraang,
tumor ini tumbuh ganda yang berasal dari salah satu sel glia, yaitu astrosit.
Secara patologi anatomis ada empat derajat :
I : terdiri atas sel-sel yang menyerupai astrosit normal
II : sel-sel lebih padat, pembuluh darah berproliferasi
III: tampak keganasan yang jelas yaitu pleiositosis, poliferasi pembuluh
darah disertai perdarahan
IV : sudah terdapat tanda keganasan
b) Meningeoma
Tumor ini berasal dari sel-sel araknoidea. Lokasi tumor ini sering
dijumpai sebelah kanan atau kiri sutura sagitalis, daerah krista sfenoidea,
sekitar sella turiska dan daerah nervus, olkaktorius dan didalam kanalis
vertebralis. Tumor ini hanya menyebabkan tekanan terhadap jaringan
35

disekitarnya. Klasifikasi meningeoma yang ganas bisa menyerang


jaringan otak dan tulang yang disebut meningeosarkoma.
c) Neurinoma dan neurilenoma
Tumor ini berasal dari sel-sel sampai schwann yang melingkupi saraf
perifer. Didalam rongga otak biasanya tumor ini tumbuh pada nervus
VIII, nervus kokleovestibularis, disudut medula oblongata, pons, dan
serebelum.
d) Oligodendroglioma
Tumoir ini berasal dari sel-sel oligodendroglia. Tumor ini sering
dijumpai pada anak berumur belasan tahun.
e) Meduloblastoma
Tumor ini terdapat pada serebelum di sekitar ventrikel IV. Sering
dijumpai pada anak-anak. Tumor ini termasuk tumor ganas
f) Ependimoma
Tumor ini terdapat di dalam ventrikel otak dan dan di dalam medula
spinalis.
g) Hemangioma
Terdapat tumor di pembuluh darah didalam jaringan otak
2) Neoplasma sekunder
Karsinoma anaplastik rinofaring
Tumor ini berbentuk kecil tetapi cepat menyebar ke kelenjar getah bening
dibawah rahang bawah dan leher sebelah atas. Tumor ini sering tumbuh
menembus dasar tengkorak, masuk kedalam dan menimbulkan kerusakan
pada dasar otak. gejalanya adalah timbul kerusakan pada saraf kranial.
3) Tumor radang
a) Tuberkuloma
Terjadi didalam jaringan otak, tepatnya di serebelum.
b) Absesus serebri
Biasanya abses timbul sebagai komplikasi otitis media, radang
bernanah dalam paru atau pada trauma yang menembus otak.
36

c. Etiologi
Tumor otak terjadi akibat pembelahan sel yang abnormal dan tidak
terkendali, biasanya di dalam otak berupa neuron, sel-sel glial, jaringan
limfatik, pembuluh darah, dan kelenjar merupakan bagian yang bisa terkena
tumor otak.
Faktor genetik juga menjadi penyebab dari tumor otak. Tumor suppressor
genes mengalami mutasi gen yang berperan dalam pembentukan tumor otak,
yang disebut glioblastoma multiforme. Trauma/cedera juga menjadi salah satu
penyebab lain dari tumor otak, meskipun trauma/cedera jarang.

d. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif. Gangguan
neurologis biasanya disebabkan oleh dua faktor; gangguan fokal disebabkan
oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan
ilfiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Disfungsi yang paling sering terjadi pada tumor otak (misalnya;
glioblastoma multiforme).
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuhan menyebabkan nekrosis jaringan otak. Serangan kejang sebagai
manifestasi perubahan kepekaan neuron dengan kompresi, invasi, dan
perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista
yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor;
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan
perubahansirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa, tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak
sekitarnya. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti tetapi dapat disebabkan
oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Beebrapa
tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang
37

disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan


kenaikan volume intrakranial dan meningkatnya tekanan pada intrakranial.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan
subaraknoid dapat menyebabkan hidrosefalus.
Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan tekanan
intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik
(pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.

e. Manifestasi klinis
1) Nyeri kepala
Gejala ini merupakan gejala umum yang paling dijumpai pada penderita
tumor otak. Nyeri dapat dapat terjadi terus-menerus, hilang timbul dan
terkadang nyeri yang sangat hebat. Nyeri yang hebat dirasakan pada waktu
pagi hari dan bertambah nyeri oleh aktivitas yang biasanya meningkatkan
tekanan intrakranial, seperti membungkuk, batuk, atau mengejan sewaktu
buang air besar. Nyeri kepala akan sedikit berkurang jika diberi aspirin
daan kompres dingin pada tempat area yang terasa sakit. Nyeri kepala
disebabkan oleh traksi dan pergeseran struktur peka-nyeri dalam rongga
intrakranial. Struktur peka nyeri ini seperti; arteri, vena, serta sinus-sinus
vena dan saraf otak.
Lokasi nyeri biasanya terdapat dalam sepertiga dari nyeri kepala yang
terjadi di tempat terjadinya tumor, sedangkan sepertiga lainnya terjadi di
dekat atau diatas tumor.
2) Nausea dan muntah
Terjadi akibat rangsangan pusat muntah pada medula oblongata. Muntah
paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial dan batang otak. muntah dapat terjadi tanpa diawali
nausea.
38

3) Papiledema
Disebabkan oleh statis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf
optikus. Dapat terjadi gangguan penglihatan, termasuk pembesaran bintik
buta dan amaurosis fugaks (saat dimana penglihatan berkurang).
4) Serangan kejang pada anggota badan
5) Kelumpuhan

f. Penatalaksaan medis
1) Non farmakologi
Yang sering direkomendasikan oleh dokter sesuai keadaan penderita.
Dilakukan operasi apabila memang tumor otak telah menyebar,maka
ddokter akan melakukan terapi dengan teknik stereotactic radiosurgery
(SRS) atau bahkan whole brain teknik therapy (WBRT). Caranya adalah
dengan menmbakan sinar radiasi tepat ke sel target di otak untuk mecegah
sel-sel tumor otak itu tumbuh dan berkembang biak.
2) Farmakologi
Bila terdapat pembengkakan otak yang menyertai tumor ganas, maka
dokter akan merekomendasikan kortikosteroid (terutama deksametason).
Penggunaan obat golongan steroid Selain itu teknik farmakologi dan non
farmakologi dokter akan merekomendasikan kemoterapi. Selama
kemoterapi, otak akan dimonitor dengan MRI untuk mengamati adanya
perbaikan pada otak. penggunaan kemoterapi harus sesuai indikasi dan
rekomendasi dokter, mengingat banyak efek sampingnya. Radioterapi
dapat digunakan sesuai rekomendasi dalam jangka waktu dari operasi
hingga dimulainya radioterapi idealnya 4 minggu

g. Pemeriksaan penunjang
1) Dilakukan pemeriksaan rontgen tengkorak kepala
2) EEG
3) Bila perlu lakukan pemeriksaan arteriografi
4) CT scan otak biasanya diikuti dengan pemeriksaan MRI
39

5) Pemeriksaan radiologi mampu memperkirakan stadium tumor otak


dengan keakuratan 70%
6) Pemeriksaan patologi anatomi diperlukan hanya pada tumor otak yang
dioperasi

5. Parkinson
a. Definisi
Penyakit parkonson adalah gangguan neurologik progresif yang mengenai
pusat otak yang bertanggung jawab untuk mengontrol dan mengatur gerakan.
karakteristik yang muncul berupa bradikinesia (perlambatan gerakan), tremor
daan kekuatan otot. (Brunner&Suddarth 2002)
Parkinsonisme merupakan istilah dari suatu sindrom yang ditandai dengan
tremor ritmik, bradikinesia, kekakuan otot,dan hilangnya refleks-refleks
postural. Kelainan pergerakan diakibatkan oleh defek jalur dopaminergik
(produksi dopamin) yang menghubungkan substansia nigra dengan korpus
striatum.
b. Etiologi
Menurut (Suddarth,2002) Sebagian besar penyebab kasus ini dianggap
tidak diketahui atau idiopatik. Merupakan penyakit progresif lambat yang
menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengtan awitan (onset) khas pada
usia 50 -60 tahunan. Tidak ditemukan sebab genetik yang jelas dan tidak ada
pengobatan yang dapat disembuhkan.
Menurut (Anugroho) kerusakan sel sel saraf di bagian otak yang
mengendalikan pergerakan. Kerusakan otak terutama terjadi di bagian inti
otak atau nukleous ekstrapitramidal otak (corpus striatum, globus pollidus,
substantia nigra). Sel-sel didaerah ini memproduksi hormon dopamin.
Sebagian besar penderita parkinson, kehilangan 60-80% yang memproduksi
dopamin di substantia nigra pada saat pertama kali gejala muncul. Jadi,
defisiensi dopamin adalah penyebab parkinson. Akibatnya, sel sel otak tidak
dapat menjalankan fungsinya dengan normal, yakni inhibisi,di dalam sistem
saraf pusat.
40

c. Klasifikasi
1) Penyakit Parkinson tahap dini
Penyakit Parkinson tahap dini penderita masih dapat melakukan tugas
sehari-hari tanpa merasa terganggu oleh penyakitnya. Gejala-gejala
pertama biasanya berupa perasaan lemas pada otot-otot yang cenderung
untuk gemetar, terutama pada lengan dan jari-jari tangan. Kelemahan dan
gemetaran ini berkembang secara sedikit demi sedikit dan lambat sehingga
penderitanya jarang mendapat menceritakan sejak kapan iya mulai
merasakan tangan dan kakinya tidak lagi mengikuti perintahnya.Kegesitan,
ketangkasan, dan kemantapan gerakan makin lama makin didesak oleh
kelambanan, kecanggungan dan kekakuan gerakan. Kepada penderita
umumnya hanya diberikan psikoterapi suportif, fisioterapi, dan obat-obat
penunjang yang sesuai dengan gejala klinis.
2) Penyakit Parkinson tahap ringan-sedang
Penyakit Parkinson tahap ringan-sedang penderita sudah merasa terganggu
oleh penyakitnya dan sukar melakukan aktivitas sehari-hari akibat tremor
dan bradikinesia yang ditimbulkan. Sewaktu makan, tangan yang
memegang sendok suka mengambil makanan dan sukar pula
mengampaikannya ke mulut. Tulisan menjadi kecil-kecil, sehingga
akhirnya tulisan maupun tanda tangan menjadi berubah dan tidak bisa
dibaca.
3) Pada penyakit Parkinson tahap berat
Pada penyakit Parkinson tahap berat penderita sudah sangat terganggu
oleh penyakitnya dan ketergantungan penuh terhadap perawatan. Penderita
mengalami kesulitan untuk berbalik kanan-kiri. Perawatan tubuh sehari-
hari serta makan minum memerlukan bantuan orang lain. Tidak ada
gerakan otot wajah yang mencerminkan suka-duka atau sedih-senang.
Kesukaran bergerak yang mengenai otot rahang bawah serta otot wajah
akan membuat penderita sukar bicara, bicaranya pelan, serta air liur dapat
mengalir dari mulut. (Harsono, 2007)
41

Untuk kondisi Parkinson orang amerika membaginya dalam empat stadium,


yaitu :
a) Stadium I : sedikit unilateral mengalami gangguan keseimbangan dan
perasa, tetapi seluruh ADL setiap hari dapat di lakukan dengan baik.
b) Stadium II : bilateral gangguan keseimbangan dan perasa terutama
pada badan sehingga mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-
hari terutama dalam menyelesaikan aktivitas tersebut masih dapat
dilakukan.
c) Stadium III : semua gejala Parkinson muncul, sehingga pasien
mengalami kesulitan dalam aktivitas sehari-hari terutama dalam
berjalan.
d) Stadium IV : pasien tidak bisa lagi berjalan namun masih dapat duduk
dan berdiri sehinggga semua semua ADL harus di bantu.
e) Stadium V : Pasien tinggal tidur di tempat tidur

d. Manifestasi klinis
Menurut (Suddarth,2001) manifestasi klinis pada penderita parkinson adalah
sebagai berikut.
1) Tremor
Gejala parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai
suatu hal yang terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari parkinson
adalah tangan tremor jika sedang beristirahat. Namun jika melakukan
sesuatu tremor tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor,
yang hilang juga sewaktu tidur. Tremor terjadi di tangan atau kaki,
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan dan terjadi saat
istirahat/ tidak sadar.
2) Regiditas/kekakuan
Jika kepalan tangan yang tremor di gerakkan oleh orang lain perlahan ke
atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti
melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-
patah. Gerakan kaku membuat penderita berjalan membungkuk untuk
42

mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi


cepat tetapi pendek-pendek.
3) Akinesia/Bradikinesia
Gerakan menjadi serba lambat. Tulisan atau tanda tangan semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan
gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan
mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut.
4) Pergerakan kontrateral yang berulang
Misalnya pada ketukan jari tangan kiri, maka jari tangan kanan menjadi
lebih kaku. Kekakuan otot otot lumbal menyebabkan nyeri punggung
bawah.
5) Gangguan keseimbangan
Ditunjukan dengan gaya berjalan tidak normal, terseok-seok atau seolah
olah akan jatuh. Postur tubuh membungkuk dan menjadi tambah bungkuk
bila penyakit bertambah berat.
6) Mudah lelah saat melakukan aktivitas harian
Oculogyric crises (mata melihat ke atas, bergerak diluar kehendak),
Blepharosposm (kelopak Mata tertutup), sulit menelan dan mengunyah.
7) Gangguan kemampuan berbicara
Bicara terlalu perlahan/cepat , drooling (keluar air liur berlebihan),kulit
berminyak atau kering, berkeringat banyak, insomnia di malam hari,
perubaahan mood, ukuran tulisan tangan semakin mengecil.
8) Gejala motorik
Gejala motorik yang dapat di alami penderita parkinson adalah gangguan
saraf otonom, gangguan tidur, gangguan kejiwaaan (cemas,
depresi),gangguan lambung dan saluranpencernaan , gangguan memori
kognitif , Demensia (pikun), dan halusinasi.
43

e. Patofisiologi
Lesi utama tampak menyebabkan hilangnya neuron pigmen , terutama
neuron di dalam substansia nigra pada otak. substansia nigra merupakan
kumpulan otak tengah yang memproyeksikan serabut-serabut korpus striatu.
Salah satu neurotransmiter mayor di daerah otak ini dan bagian lain pada sistem
saraf pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam
menghambat gerakan pada pusat kontrol gerakan . walaupun dopamin
normalnya ada dalam konsentrasi tinggi di bagian bagian otak tertentu, pada
penyakit parkinson dopamin menipis dalam substansia nigra dan korpus
striatum. Penipisan kadar dopamin dalam gangglia berhubungan dengan adanya
bradikinesia, kekakuan dan tremor.
Aliran darah serebral regional menurun pada pasien dengan penyakit
parkinson, dan ada kejadian dimensia yang tinggi. Data patologik dan kimia
menunjukan bahwa pasien demensia dengan penyakit parkinson mengalami
penyakit penyerta alzheimer (Brunner & Suddarth, 2001)

f. Pemeriksaan penunjang
1) urinalis dilakukan untuk mengetahui penurunan kadar dopamin.
2) CT scan atau MRI dapat dilakukan untuki menyingkirkan kemungkinan
tumor otak.
3) teknik pencitraan modern yaitu, Fluoro-dopa, PET, dapat mengetahui
perubahan kaudatus dan putamen di otak.
g. Penatalaksanaan
Terapi farmakologi
1) Antihistamin, mempunyai efek sedatif dan antikolinergikpusat ringan,
dapat membantu m,enghilangkan tremor
2) Terapi antikolinergik, efektif untuk mengontrol tremor dan kekakuan
parkinson.
3) Amantadinhidroklorida, agens agens virus yang digunakan pada awal
pengobatan penyakit parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor
dan bradikinesia.
44

4) Terapi Levodopa, Merupakan preparat yang paling efektif untuk


menghilangkan gejala.
5) Obat-obat antidepresan

6. Alzheimer
a. Definisi
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak diketahui mempengaruhi memori, kognitif, dan
kemampuan untuk merawat diri dan menimbulkan kelumpuhan yang terutama
menyerang orang berusia 65 tahun (suddart, & Brunner).

b. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Akan tetapi usia dan riwayat
keluarga adalah faktor resiko yang mudah terbukti. Dasar kelainan patologi
penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik
jaringan otak yang mengakibatkan gangguan kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor tumbuhan atau asam amino
dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Beberapa faktor yang lain
menyebabkan Alzheimer :
1) Faktor genetic
2) Faktor infeksi
3) Faktor lingkungan
4) Faktor imunologis
5) Faktor trauma
6) Faktor neurotransmitter

c. Manifestasi klinis
Pada stadium awal Alzheimer, terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan
ingatan ringan. Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan dan social.
Depresi dapat terjadi pada saat ini. Pasien dapat kehilangan kemampuannya
mengenali wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya. Pasien juga
45

sering mengulang-ulang cerita yang sama karena lupa telah menceritakannya.


Kemapuan berbicara memburuk sampai pembentukan suku kata yang tidak
masuk akal, agitasi, dan peningkatan aktivitas fisik. Nafsu makan pun
bertambah secara berlebihan. Terjadi pula disfagia dan inkontensia. Pasien
dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, dan kasar (perubahan kepribadian).
1) Gejala ringan (perubahan ringan 1-3 tahun )
a) Lebih sering bingung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.
b) Mengalami oerubahan dalam kepribadian dan penilaian, misalnya
mudah tersinggung, mudah menuduh ada yang ngambil barangnya,
bahkan menuduh pasangannya selingkuh.
c) Disorientasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.
d) Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
2) Gejala sedang (lama penyakitnya 3-10 tahun)
a) Kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari seperti
makan dan mandi. Serta perubahan tingkah laku, misalnya sedih dan
emosi
b) Mengalami gangguan tidur dan sering keluyuran.
c) Kesulitan mengenali keluarga dan teman (pertama-tama yang akan
sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang
ditemuinya, mulai dari nama ingat tidak mengenali wajah sama sekali,
kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang
ditemui).berat (lama penyakitnya 8-12 tahun
3) Gejala berat (lama penyakitnya 8-12 tahun)
a) Sulit atau kehilangan kemampuan bicara
b) Sangat tergantung pada careiger (pengasuh).
c) Perubahan perilaku : misalnya mudah curiga, depresi, atau mudah
mengamuk.
d. Patofisiologi
Penyakit alzhaimer ditandai oleh kerusakan korteks neuron yang awalnya
pada lobus temporal, kemudian mengenai daerah korteks neuron lainnya dan
area sekitarnya. Kerusakan korteks neuron terjadi di dalam dan luar neuron.
46

Penyakit Alzheimer ditemukan karakteristrik neuropatologikal seperti


hilangnya neuronal selektif dan sinap, adanya pihak neuritis yang mengandung
peptida AB dan neurofibrillary tangles (NFTs) yang membentuk
hiferfosfolirasi dari protein. Plak neuritik yang terjadi merupakan lesi
ekstraseluler yang tersusun atas inti sentral dari agresi AB peptida yang
dikelilingi oleh neurit distropi, mikrogial yang teraktivitasi, dan atrosit reaktif.
Sementara itu, NFTs merupakan buntala filamen di dalam sitoplasma sel saraf
yang mengelilingi sel.

e. Pemeriksaan penunjang
1) CT Scan, MRI EEG
2) PET (positron Emission Tomography) Pada penderita alzhaaimer, hasil
PET ditemukan, penuan aliran darah, metabolisme O2, glukosa, didaerah
serebral.
3) SPECT (single Photon Emission Computed Tomography) kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
4) Uji skala depresi dan fungsi kognitif seperti MMSE (mini-mental State
Examination).

f. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit alzhaimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pemberi obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
menguntungkan. Beberapa pengobatan yang dapat dilakukan antara lain :
1) Inhibitor kolinestrase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak penelitian menggunakan inhibitor
untuk pengobatak simptomik penyakit alzhaimer, dimana penderita
alzhaimer didapatkan penurunan kadr asetikolin. Untuk mencegah
penurunan asetikolin dapat diganti anti kolinestrase yang bekerja secara
sentral seperti fisostegmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberi obat
47

ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian


berlangsug. Beberapa penelitian akan memperburuk penmpilan intelektual
pada orang normal dan penderita alzhaimer.
2) Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzhaimer didapatkan
penurunn thiamin pyrophostase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate
(75%) dan transketolase (45%). Hal ini disebabkan kerusakan
neuronalpada nucleus basalis. Pemberian thiamin hydroclorodia dengan
dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna
terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3) Nootropik
Nootropic merupakan obat psikoyropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang.
Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzhaimer tidak menunjukan
perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzhaimer dapat disebabkan
kerusakan noradregenik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang
merupakan noradregenik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2
mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan
untuk memperbaiki fungsi kognitif.

5) Haloperidol
Pada penderita Alzhaimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tinggah laku. Pemberian oral haloperidol 1-5 mg/hari
selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita
alzhaimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricylic anti depressant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
48

6) Acepty L-carnitine (ALC)


Merupakan suatu endogen yang didalam miktokomdria dengan bantuan
enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinerase, kolin asetiltransferase. Pada
pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,
disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kekurangan fungsi kognitif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat
khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Syaraf (neuron) terdiri
dari sel syaraf dan processusnya (dendrit) yang berfungsi untuk metabolisme,
penghasil energi guna transmisi impuls, juga merendam adanya aliran impuls
yang menuju ke dendrit. Serabut syaraf (axon), berfungsi untuk transmisi atau
konduksi impuls. Ujung syaraf (telodendron) tempat produksi transmiter
(acetylcholin, norepinephrin).

Mekanisme penghantaran impuls dalam neuron terjadi secara konduksi yang


melibatkan peran pompa ion Na+ dan K+ sebagai berikut, tahap istirahat
(polarisasi), tahap depolarisasi & tahap polarisasi. Sistem syaraf dibagi atas
beberapa bagian antara lain, sistem syaraf pusat terdiri dari : otak, medulla
spinalis (sumsum tulang belakang dan sistem syaraf tepi (perifer), yang dibentuk
oleh beberapa syaraf yang berhubungan dengan syaraf pusat secara langsung
maupun tidak langsung.

Pengkajian system persyarafan meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,


tingkat kesadaran, Glasgow Coma Scale (GCS), Fungsi Sensorik, Fungsi
Motorik, Pemeriksaan Khusus Sistem Persyarafan, Mengkaji Abnormal Postur,
Prosedur Diagnostik, Prosedur Pencitraan, Uji Elektrofisiologik,
Elektroensefalografi, Elektromiografi, Pemeriksaan Konduksi Saraf.

Gangguan otak dan sistem saraf adalah kerusakan yang terjadi di otak atau
saraf pendukung otak, ataupun keduanya, sehingga memengaruhi fungsi saraf dan
otak.Gangguan pada sistem persyarafan antara lain meningitis, head injury,
stroke, tumor otak, penyakit parkinson, dan penyakit alzheimer.

49
50

B. Saran

Pada banyak kasus, kerusakan saraf tidak bisa disembuhkan secara total. Tapi
ada beberapa penanganan untuk mengurangi gejalanya. Tujuan pertama
pengobatan sakit saraf adalah untuk menangani kondisi medis yang menjadi
penyebabnya serta mencegah kerusakan saraf lebih lanjut. Penyusun
mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah keilmuan bagi
yang membacanya. Akan tetapi, makalah yang kami buat ini belum sempurna
sepenuhnya sehingga kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun agar dikemudian hari dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi dari sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo D. 2014. 45 Penyakit Dan Gangguan Saraf Defekasi Dini & Atasi 45
Penyakit Dan Gangguan Saraf. Yogyakarta: rapha publishing
Ariani A Tutu. 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta Selatan : Salemba Medika
Astrid, Nola. 2016. Gambaran cedera kepala yang menyebabkan kematian di
Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr. R. D. Kandou [online].
Tersedia: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/14369 (20
September 2019)
Atmodjo L Wahyuni, dkk. 2016. 20 Penyakit Saraf: Waspadai!. Jakarta : Penerbit
Buku Kompas
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 3. Jakarta : EGC.
Farida, Ida. 2009. Mengantisipasi Stroke. Yogyakarta: Buku Biru
Harsono, 2007. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jogjakarta: Gadjah Mada University
Press
Markam, Soemarmo.2000. NEUROLOGI Praktis. Jakarta : Penerbit Widya
Medika
Muttaqin, Arief. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, A.2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nurrarif Huda amin dkk, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:Mediaction Publishing.
Ristanto, Riki. 2016. Akurasi Revised Trauma Score sebagai Prediktor Mortality
Pasien Cedera Kepala [online]. Tersedia: https://jurnal.poltekkes-
soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article/view/144 (20 September 2019)
Satjipoto Rahardjo dalam Selltiz, 2017. Pengertian Dan Tujuan Penelitian
(Ilmiah) Pada Umumnya Menurut Ahli Tersedia
[online]:https://meaningaccordingtoexperts.com/2017/04/pengertian-dan-
tujuan-penelitian-ilmiah.html
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
52

Pariata Westra.1981. Dalam penelitian kualitatif. Tersedia


[online]:https://www.coursehero.com/file/p1g58il/Dalam-penelitian-kualitatif-
kasus-adalah-suatu-kesatuan-kasus-atau-fenomena/
Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. C.2006. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.

Anda mungkin juga menyukai