Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PATOLOGI PADA SISTEM SYARAF

MATA KULIAH (KKPMT III (P-TM))

“Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KKPMT III (P-TM)”

Disusun oleh :

Ajeng Try Aulia (E711811033)

Andreo Gaferoh (E711811034)

Dwi Novita Sari (E711811038)

Novi Irawati (E711811051)

Tasya Dwi Kurnia (E711811061)

Vica Vijayanti (E711811062)

KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI
REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
POLITEKNIK TEDC BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatulahi Wabarokaatuh,

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izin-nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Patologi Pada System Syaraf ini.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
semesta alam Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis


menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini. Untuk
itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan
penulisan yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah
dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Cimahi, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Pengertian Sistem Syaraf.................................................................................................3
B. Fungsi Sistem Syaraf........................................................................................................4
C. Patologi pada Sistem Syaraf.............................................................................................4
1. Cerebral Palsy.................................................................................................................4
2. Imflamasi Meningen (Meningitis)..................................................................................8
3. Myastenia gravis...........................................................................................................12
4. Polyneuropathy.............................................................................................................15
5. Gangguan Neurotik.......................................................................................................18
6. Stress.............................................................................................................................22
7. Gangguan Samotaform.................................................................................................26
8. Skizofrenia....................................................................................................................28
BAB III....................................................................................................................................29
PENUTUP...............................................................................................................................29
A. Kesimpulan......................................................................................................................29
B. Saran................................................................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh manusia merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ. Suatu
sistem organ terdiri dari berbabagai organ tubuh atau alat-alat tubuh. Dalam
melaksanakan kegiatan fisiologisnya diperlukan adanya hubungan atau kerjasama
anatara alat-alat tubuh yang satu dengan yang lainnya. Agar kegiatan sistem-sistem
organ yang tersusun atas banyak alat itu berjalan dengan harmonis (serasi), maka
diperlukan adanya sistem pengendalian atau pengatur. Sistem pengendali itu disebut
sebagai sitem koordinasi.
Tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf, sistem indera, dan sistem
endokrin. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap terhadap adanya
perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya. Semua kegiatan tubuh
manusia dikendalikan dan diatur oleh sistem saraf. Sebagai alat pengendali dan
pengatur kegiatan alat-alat tubuh, susunan saraf mempunyai kemampuan menerima
rangsang dan mengirimkan pesan-pesan rangsang atau impuls saraf ke pusat susunan
saraf, dan selanjutnya memberikan tanggapan atau reaksi terhadap rangsang
tersebut. Impuls saraf tersebut dibawa oleh serabut-serabut saraf. (Kus Irianto. 2004)
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan
aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin
komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi
sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah berasal sagala fenomena kesadaran,
pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat
memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil
kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan
tingkah laku individu.
Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas
memungkinkan makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah
kemampuan menanggapi rangsangan.
Tubuh manusia terdiri atas organ-organ tubuh yang masing-masing
mempunyai fungsi tertentu. Agar organ-organ tubuh dapat bekerja sama dengan
baik, diperlukan adanya koordinasi (pengaturan). Pada manusia dan sebagian besar
hewan, koordinasi dilakukan oleh sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormon.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang sistem saraf.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Cerebral Palsy?


2. Apa itu Meningitis?
3. Apa itu Myastenia Gravis?
4. Apa itu Polyneuropathy?
5. Apa itu Gangguan Neurotik?
6. Apa itu Stress?
7. Apa itu Somatoform?
8. Apa itu Schizofrenia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa itu Cerebral Palsy


2. Untuk mengetahui apa pa itu Meningitis
3. Untuk mengetahui apa pa itu Myastenia Gravis
4. Untuk mengetahui apa pa itu Polyneuropathy
5. Untuk mengetahui apa pa itu Gangguan Neurotik
6. Untuk mengetahui apa pa itu Stress
7. Untuk mengetahui apa pa itu Somatoform
8. Untuk mengetahui apa pa itu Schizofrenia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Syaraf

Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Sistem tubuh yang pentng ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system
tubuh lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara
berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis. Dalam system inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan,
bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan
memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari
system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel penyokong) serta
Neuron (sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan
terintegrasi satu sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.

3
4

B. Fungsi Sistem Syaraf

Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf
mempunyai 3 fungsi utama yaitu :
1. Sebagai Alat Komunikasi
Sebagai alat komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan
oleh alat indera, yang meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Dengan
adanya alat-alat ini, maka kita akan dengan mudah mengetahui adanya
perubahan yang terjadi disekitar tubuh kita.

2. Sebagai Alat Pengendali


Sebagai pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat
bekerja serasi sesuai dengan fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf, semua
organ tubuh akan bekerja dengan kecepatan dan ritme kerja yang akurat.

3. Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan


Saraf merupakan pusat pengendali atau reaksi tubuh terhadap perubahan
atau reaksi tubuh terhadap perubahan keadaan sekitar. Karena saraf sebagai
pengendali atau pengatur kerja seluruh alat tubuh, maka jaringan saraf terdapat
pada seluruh pada seluruh alat-alat tubuh kita.

C. Patologi pada Sistem Syaraf

1. Cerebral Palsy

a. Definisi

Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan


sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan
epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari
cacat atau lesi otak yang sedang berkembang. ( Behrman : 1999, hal 67 – 70 )
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramida ( motor kortek, basal ganglia dan otak
kecil ) yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan
awal. ( Suriadi Skep : 2006, hal 23 – 27 ).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan ) serta merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama
hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai
kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan
sebelum juga kelainan mental. ( Ngastiyah : 2000, hal 54 – 56 ).
Jadi, Cerebral (otak) cpacry ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan otak
yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam
5

bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya
akibat kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi / anak dapat
terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering
disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, kecerdasan
kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan
fungsi saraf lainnya.

b. Derajat Keparahan Cerebral Palsy

(Gross Motor Function Classification System/GMFCS)


Derajat I : berjalan tanpa hambatan, keterbatasan terjadi pada gerakan
motorik kasar yang lebih rumit.
Derajat II : berjalan tanpa alat bantu, keterbatasan dalam ber-jalan di luar
rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat III : berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam berjalan
di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat IV : kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat bantu
gerak yang cukup canggih untuk berada di luar rumah dan di
lingkungan masyarakat.
Derajat V : kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun sudah
menggunakan alat bantu yang canggih

c. Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP
semakin besar antara lain adalah :

1) Letak sungsang.
2) Proses persalinan sulit
6

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan


tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak
bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat
menyebabkan kerusakan otak permaanen.
3) Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4) BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir 
5) Kehamilan ganda.
6) Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan
malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal
(mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada
saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.

7) Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir


kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan
peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya CP pada bayi.
8) Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9) Kejang pada bayi baru lahir.

d. Patofisiologi

Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi,


hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower
gry, saluran sulci dan berat otak rendah. Anoxia merupakan penyebab yang
berarti dengan kerusakan otak, atau sekunder dari penyebab mekanisme yang
lain. CP (Cerebral Palsy) dapat dikaitkan dengan premature yaitu spastic
displegia yang disebabkan oleh hypoxic infarction atau hemorrhage dalam
ventrikel.
Type athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia
dan beberapa saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal
banglia mengalami injury yang ditandai dengan idak terkontrol; pergerakan
yang tidak dosadari dan lambat. Type CP himepharetic,karena trauma pada
kortek atau CVA pada arteri cerebral tengah. Cerebral hypoplasia;
hipoglicemia neonatal dihubungkan dengan ataxia CP.
Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor
korteks yang paling ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif.
Refleks tendon yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat
menyebabkan pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua
7

ektermitas. Ataxic CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur


koordinasi, keseimbangan dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak
terkoordinasi pada ekstremitas aras bila anak memegang / menggapai benda.
Ada pergerakan berulang dan cepat namun minimal. Rigid / tremor / atonic
CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan ekstensor. Type ini
mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multiple yang terkait
dengan kurangnya pergerakan aktif. Secara umum cortical dan antropy
cerebral menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan retardasi mental dan
microcephaly.

e. Gejala

Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus
yang berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
Gejalanya bervariasi,mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata
sampai kekakuan yang berat,yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai
sehingga anak harus memakai kursi roda. Gejalanya selalu mengiringi tipe dari
cerebral palsy. Gejala lain yang mungkin muncul adalah :
1) Kecerdasan dibawah normal
2) Keterbelakangan mental
3) Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)
4)  Gangguan menghisap atau makan
5) Pernafasan yang tidak teratur
6) Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai
sesuatu, duduk , berguling ,merangkak , berjalan)
7) Gangguan berbicara (disatria)
8) Gangguan penglihatan
9) Gangguan pendengaran
10) Kontraktur persendian
11) Gerakan menjadi terbatas

f. Pencegahan

Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan


jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa
prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan,
tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. “Prenatal dan perinatal
care” yang baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan
“haemolytic disease of the new born” dapat dicegah dengan transfusi tukar
yang dini, “rhesus incompatibility” dapat dicegah dengan pemberian
“hyperimmun anti D immunoglobulin” pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus
negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada
keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.
8

2. Imflamasi Meningen (Meningitis)

a. Definisi

Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai


lapisan piamater dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk
cairan serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada meningens, yaitu
membran atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat
disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang
menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak
(Wordpress, 2009).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meningens, biasanya


ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme yaitu pneumococcus,
Meningococcus, Stafilococcus, Streptococcus, Haemophilus influenzae dan
bahan aseptis (virus) (Long Barbara C, 1996). Efek peradangan dapat
mengenai jaringan otak yang disebut dengan meningoensefalitis (Wordpress,
2009).

b. Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi


kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti
fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.
Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan
bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis
purulenta dan meningitis serosa.macam-macam penyebab meningitis:
1) Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2) lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
9

3) Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan


dengan wanita.
4) Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan.
5) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6) Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

c. Patofisiologi Meningitis

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit


diorgan atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri penyebar secara
hamatogen sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit faringgitis,
tongsinlitis,peneumonia,bronchoveumonia dan endokarditis. Penyebaran
bakteri atau virus dapat pula secara perkonti nuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoitditis,trombosis sinus karvernosus dan sinusitis.penyebaran kuman bisa
juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi
bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan
reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS( cairan serebrospinal) dan sistem
ventrikulus.

d. Gejala Klinis Meningitis

Meningitis di tandai dengan adanya gejala seperti panas


mendadak,letargi,muntah dan kejang.diagnosis pasti di tegagakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CCS) melalui fungsi lumbal.
Meningitis karena virus di tandai dengan cairan serebrospinal yang
jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat.pada umumnya ,meningitis
yang di sebabkan oleh mumpsvirus di tandai dengan gejala anoreksia dan
malaise,kemudian di ikuti oleh pembesaran kelenjar parotid sebelum invasi
kuman kesusunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh
echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah,sakit
tenggorokan,nyeri otot,demam,dan di sertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,leher,dada,badan,dan
ekstermitas. Gejala yang tampak pada meningitis coxsackie virus yaitu tampak
lesi vasikuler pada palatum, uvula ,tonsil,dan lidah dan pada tahap lanjut
timbul keluha rasa sakit kepala,muntah ,demam,kaku leher,dan nyeri leher.
Meningitis bakteri biasanya di dahului oleh gejala ganguan alat
pernafasan dan gastrointestinal.meningitis pada bakteri neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi ,mual,muntah,gangguan
pernapasan ,kejang,nafsu makan berkurang ,dehidrasi dan konstipasi,biasanya
selalu di tandai dengan pontanella yang mencebung.kejang di alami lebih
kurang dari 44% anak dengan penyebab haemopehilus influenzae, 25% oelh
10

stretococcus pneumoniae, 21% oleh streptococcus, dan 10% oleh infeksi


miningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan
gangguan sluran oernafasan bagian atas, penyakitjuga bersifat akut dengan
gejala panas tinggi, nyeri kepla hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung.
Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Miningitis tuberkulosa terdiri dari tiga stadium , yaitu stadium 1 atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak
seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak permulaan penyakit bersifat
subakut, serig tampak demam , muntah-muntah, nafsu makan berkurang ,
murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur
terganggu, dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat
panas yang ilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu
makan,fotopobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisa.
Stadium II atau stadium transisi berlanggsung selama 1-3 minggu
dengan gejala penyakit yang lebih berat dimana pederita mengalami nyeri
kepala yang hebat dan kadang disertai kejag terutama pada bayi dan anak-
anak. Tanda tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku terdapat tanda tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat
meninggal dunia dalam waktu 3minggu bila tidak mendapat pengobatan
sebagaimana mestinya.

e. Pencegahan Meningitis

1) Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor


resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko
dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi
meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin
yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type
b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal
polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine
(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).10 Imunisasi Hib Conjugate
vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat
digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio
dan MMR.20 Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan
terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib
yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak
3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis
dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu
11

dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah
2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau
hidup serumah dengan penderita.
Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C,
W135 dan Y.35meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan
pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat
kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang),
ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi
kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan
di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah,
tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara
meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih
sebelum makan dan setelah dari toilet.

2) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak


awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal
dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini
juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta
keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium
yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota
keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya
untuk menemukan penderita secara dini.10 Penderita juga diberikan
pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
penyebab meningitis yaitu : 
a) Meningitis Purulenta
(1) Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol,
setofaksim, seftriakson.
(2) Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim,
penisilin, seftriakson.
(3)Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim
dan seftriakson.
12

b) Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)


Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada
kasus yang berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin.
Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi
yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema
otak.
3) Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah
kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti.
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan
dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk
melakukan penyesuaian terhadap kondisi- kondisi yang tidak diobati
lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan
mengurangi cacat.

3. Myastenia gravis

a. Definisi

Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung saraf


motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot
pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah dan ampuh.
Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang
bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor Acethylcholaline (ACH) pada
Neuromuscular junction. Hipotesis yang dibuat oleh para sarjana untuk
menerangkan peristiwa ini ada beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan
sebagai mediator kimiawi rangsang dari saraf ke otot, kurang
pembentukannya. Hipotesis lainnya mengatakan pelepasan asetilkolin,
terganggu. Yang banyak dianut ialah asetilkolin lekas terurai oleh enzim
kolinesterase. Pada permulaan penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini dapat
pulih kembali sesudah istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot
kelopak mata, otot-otot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan
menelan. Otot-otot tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini.
Miastenias gravis berakhir dengan kematian bila otot-otot pernapasan menjadi
lumpuh sama sekali.
13

b. Etiologi

Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut penelitian


menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari sirkulasi antibodi
ke reseptor Ach. Menurut hipotesis bahwa sel-sel myoid (sel-sel thymus yang
menyerupai sel-sel otot sketel) sebagai tempat yang paling terjangkit penyakit.
Virus bertanggung jawab terhadap cidera sel-sel ini, yang mana menyebabkan
pembentukan antibodi. Penelitian lain mengemukakan bahwa lymphocytic
thymic dari orang yang mengidap MG (Miastenia Gravis) dapat mensintesa
Ach Reseptor Antibody (Achrab) ke dalam vitro dan vivo yang menimbulkan
perbedaan mode thymic yang dipengaruhi.

c. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi :


1) Kelelahan
2) Wajah tanpa ekspresi
3) Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan,
tangan dan atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat pergerakan.
4) Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan jari.
5) Kesulitan mengunyah
6) Kelemahan, nada tinggi, suara lembut
7) Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata
8) Kelumpuhan okular
9) Diplopia
10) Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan dengan jari
kaki
11) Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan
12) Inkontinensia stress
13) Kelemahan pada sphincter anal
14) Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.

d. Patofisiologi
14

Pada keadaan normal, neurotransmiter Ach dilepaskan neuromuscular


junction, menyebar melalui celap sinap dan bergabung dengan reseptor Ach
pada membran pasca sinap dari serabut otot. Hal ini merubah permeabilitas
membran terhadap kalium dan natrium, sehingga terjadi depolarisasi. Bila
sudah mencapai depolarisasi maka potensial aksi anak terjadi bersamaan
dengan terpencarnya sarkolema yang menimbulkan kontraksi serabut otot.
ACH dihancurkan oleh enzim Acethylcolinesterease setelah terjadi pengiriman
menuju neuromuscular junction.
Patologi utama kelainan miastenia gravis adalah ketidakmampuan
menyebarkan rangsang saraf ke otot sketel pada neuromuscular junction,
kelainan terlihat akibat kekurangan Ach yang dilepaskan dari terminal
membran sebelum sinap atau karena adanya penurunan jumlah normal reseptor
Ach. Kemungkinan diakibatkan adanya cidera pada autoimmune. Pada sekitar
60-90 % orang menderita MG dan bayi dengan neonatal myasthenia pada
protein reseptor Ach terdapat antibodi. Antibodi ini tidak bertambah dengan
reseptor Ach pada membran pasca sinap.
Tidak ada petunjuk yang jelas apakah MG termasuk dalam penyakit
saraf pusat atau perifer. Penampilan otot secara mikroskopis biasa tanpa
adanya atropi. Secara mikroskopis infiltrasi limposit dapat terlihat dalam otot-
otot dan organ lain dengan menggunakan mikroskop, tetapi penemuan ini tidak
tetap.
Kelenjar timus sering abnormal. Tumor kelenjar timus atau timoma,
diperkirakan telah terajdi sekitar 15% kasus dan yang menunjukkan
hiperplasia pada timus sekitar 80 % kasus. Belum diketahui secara pasti apa
yang sebenarnya peranan thymus. Tetapi diperkirakan sebagai stimulus
sntigenik yang memproduksi Anti Ach reseptor antibosi, dan ada juga
hubungan yang sangat erat antara MG dengan hipertiroidism.

4. Polyneuropathy
a. Definisi
Sistem saraf perifer terdiri dari bermacam-macam tipe sel dan elemen
yang membentuk saraf motor, saraf sensor, dan saraf autonom. Polineuropati
adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sindroma yang terjadi dari
lesi yang mengenai saraf-saraf, dimana dimanifestasikan sebagai kelemahan,
kehilangan kemampuan sensor, dan disfungsi autonom (lipincott c103.p462)

Menurut Mattle et all, polineuropati adalah kondisi yang mengenai saraf-


saraf perifer. Gambaran klinis dari polineuropati biasa nya terdistribusi
secara simetris dan lambat progresif. Gejala awalan dari polineuropati dalam
praktek klinis sering dimulai dari kedua kaki. Penyebab dari polineuropati
15

bermacam-macam. Dalam penelitian secara Consensus-based principles,


polineuropati harus bermula dari kaki dan simetris pada kedua sisi tubuh.
Polineuropati dapat muncul pada umur berapapun, meski ada beberapa
sindroma yang menyerang pada anggota umur tertentu. (199-207.p7)

b. Etiologi

Berikut adalah beberapa penyebab polineuropati yang sering terjadi

1) Polineuropati Herediter
a) Hereditary motor and sensory neuropathies
b) Neuropathy with tendency to pressure palsy
c) Prophyria
d) Primary amyloidosis
2) Polineuropati karena kelainan metabolik
a) Diabetic neuropathy
b) Uremia
c) Cirrhosis
d) Gout
e) Hypothyroidism
3) Polineuropati karena penyakit infeksi
a) Leprosy
b) Mumps
c) Typhus
d) HIV infection
4) Polineuropati karena penyakit arteri
a) Polyarteritis nodosa
b) Atherosclerosis
16

5) Polineuropati karena kurang gizi


6) Polineuropati karena malabsorbsi vitamin B12
7) Polineuropati karena disproteinemia atau paraproteinemia
8) Polineuropati karena zat-zat toksik eksogen

c. Patofisiologi

Berbagai macam pencetus dan kondisi dapat mengakibatkan


polineuropati dengan caranya masing-masing. Kerusakan pada neuronal
nuclei seperti pada diabetes melitus, mengakibatkan ke degenerasi tipe
axonal retrogade sekunder distal. Di lain pihak kerusakan langsung pada
segmen axon mengakibatkan degenerasi tipe Wallerian pada segmen axon
bagian distal. Berbeda pula pada polineuropati karena zat toksik, sel schwann
menjadi target serangan, sehingga menyebabkan demyelinisasi. Lebih
jelasnya diperlihatkan pada gambar dibawah ini

d. Tanda dan gejala klinis

Gejala dari polineuropati meliputi nyeri didaerah distal, parastesi,


kelemahan, dan gangguan fungsi sensoris. Nyeri mungkin bisa tiba-tiba saja
timbul atau mungkin dicetus oleh stimulasi pada daerah kulit dan nyerinya
tajam atau terbakar. Parastesi biasanya digambarkan dengan rasa tebal,
gringgingen, terbakar, atau kesemutan. Hilangnya persepsi rasa nyeri
mengakibatkan trauma berulang dengan degenerasi dari sendi-sendi.
Kelemahan dirasakan paling hebat pada otot-otot kaki pada kebanyakan
polineuropati, memungkinkan juga paralisa dari otot-otot intrinsik pada kaki
dan tangan yang mengakibatkan footdrop atau wristdrop. Refleks tendon
biasanya hilang, terutama pada neuropati demyelinisasi. Pada kasus
polineuropati yang berat, pasien bisa quadriplegi atau mengalami
kelumpuhan pada ke semua alat gerak dan mengalami respirator-dependent.
Saraf-saraf kranialis juga bisa terkena, biasanya pada SGB dan difteri.
Kemampuan sensor kutan hilang pada distribusi kasus stocking-and-glove.
Segala macam mode sensor perasa tersebut akan bermasalah.
Kerusakan pada sistem saraf-saraf autonom dapat menyebabkan miosis
(mengecilnya pupil), anhidrosis (tidak bisa berkeringat), hipotensi ortostatik,
impotensi, dan keabnormalan vasomotor. Gejala-gejala tersebut dapat
muncul tanpa gejala lain yang sering menyertai polineuropati, tapi gangguan
pada sistem autonom tersebut sering menyertai polineuropati distal yang
simetris. Di negara Amerika Serikat, penyebab tersering gangguan saraf-saraf
autonom tersebut adalah penyakit diabetes melitus. Penyebab lainnya adalah
amyloidosis. Takikardi, perubahan tekanan darah yang cepat, kulit kemerah-
merahan dan berkeringat, dan gangguan pada sistem gastrointestinal biasanya
disebabkan karena keracunan thallium, prophyria, atau SGB (Lipincott).
17

Saraf-saraf kutan superfisial bisa menjadi tebal dan terlihat karena


kolagen berproliferasi dan dideposisi pada sel schwann karena pengulangan
episode demyelinisasi dan remyelinisasi atau deposisi dari amyloid atau
polisakarida pada saraf-saraf tersebut. Fasikulasi atau kontraksi spontan dari
unit motor dapat terlihat berkejut-kejut dibawah kulit dan bisa juga terlihat di
lidah pasien. Gejala tersebut merupakan karakteristik dari penyakit yang
menyerang cornu anterior tapi juga bisa terlihat pada neuropati motoric
dengan multifokal blok pada konduksi motoricnya dan juga pada neuropati
kronis yang menyertai kerusakan dari axon. (Lipincott c103)
Tanda dan gejala klinis dari polineuropati merupakan refleksi dari saraf
apa yang terkena. Gangguan dari tiap tipe saraf menghasilkan tanda dan
gejala yang “positif” atau “negatif”.

Mumenthaler dan Mattle menjelaskan tanda dan gejala klinis polineuropati


sebagai berikut:

1) Tanda awal biasanya bermula dari distal, kedua kaki


2) Parastesi di jempol kaki atau di telapak kaki, terutama pada malam hari
3) Kesemutan
4) Perasaan tebal dikaki, seperti memakai kaos kaki
5) Hilangnya refleks Achiles
6) Menurun dan hilangnya sense getaran, dimulai didistal
7) Seiring berjalannya progres dari penyakit, timbul paresis pada muskulus
ekstensor halocist brevis dan juga muskulus interossei
8) Kemudian, paresis pada muskulus ekstensor halocist longus dan
ekstensor kaki
9) Menghasilkan bilateral footdrop
10) Pada akhirnya, gangguan sensorik dan kelemahan motorik menyebar
hingga eksterimitas bagian atas juga.

e. Terapi

Terapi pasien dengan polineuropati dapat dibagi menjadi tiga cara: terapi
spesifik dilakukan bergantung kepada etiologi penyebab dari pasien tersebut,
terapi simptomatis, dan meningkatkan kemampuan pasien self-care. Terapi
simptomatis dari polineuropati terdiri dari mengurangi atau menghilangkan
dari nyeri yang diderita dan fisioterapi. Intubasi trakhea dan suport
pernafasan mungkin dibutuhkan untuk pasien SGB. Proteksi kornea
diberikan apabila terdapat kelemahan untuk menutup mata. Kasur tidur
tempat pasien selalu dibersihkan dan penutupnya dibuat halus untuk
mencegah cedera kulit pada kasus anesthetic skin. Fisioterapi termasuk pijat
untuk otot yang lemah dan melakukan pergerakan pasif terhadap semua
sendi. Ketika pasien sudah bisa untuk bergerak lagi, latihan otot dapat
18

dilakukan setiap hari. Pasien mungkin tidak diperbolehkan untuk jalan


terlebih dahulu sebelum tes otot mengindikasikan bahwa otot-otot tersebut
sudah siap untuk digunakan. Pada kasus polineuropati dengan footdrop,
sebuah orthosis untuk kaki dapat digunakan untuk membantu pasien berjalan.
Pasien-pasien dengan hipotensi postural, disuruh untuk bangun secara
bertahap. (lipincott103.1)

Terapi spesifik sebagai contoh pada kasus SGB, pemberian intravenous


immunoglobulins (IVIG) 0,4g/kg untuk 5 hari diketahui memiliki output
yang bagus. Pada kasus CIDP, terapi bergantung pada tingkat keparahan
yang diderita pasien. Pada pasien dengan diabetes, mengkontrol kadar gula
darah sangat penting.

5. Gangguan Neurotik

a. Definsi
Gangguan neurotik adalah gangguan di mana gejalanya membuat distres
yang tidak dapat diterima oleh penderitanya. Hubungan sosial mungkin akan
sangat terpengaruh tetapi biasanya tetap dalam batas yang dapat diterima.
Gangguan ini relatif bertahan lama atau berulang tanpa pengobatan.
Neurotik merupakan suatu penyakit mental yang lunak, dicirikan dengan
tanda-tanda: wawasan yang tidak lengkap mengenai sifat – sifat kesukarannya,
konflik-konflik batin, reaksi-reaksi kecemasan, kerusakan parsial atau sebagian
pada struktur kepribadiannya, seringkali, tetapi tidak selalu ada, disertai pobia,
gangguan pencernaan, dan tingkah laku obsesif kompulsif (Chaplin, 2002).
19

b. Macam – macam Gangguan Neurotik

1) Gangguan fobik
2) Gangguan panik
3) Gangguan ansietas menyeluruh
4) Gangguan campuran ansietas dan depresi
5) Gangguan Obsesif kompulsif
6) Gangguan penyesuaian
7) Gangguan somatoform

c. Gejala-Gejala Neurotik

Walaupun penderita neurotik menujukkan berbagai gejala, namun


pada umumnya ditunjukkan oleh adanya gambaran diri yang negatif,
cenderung merasa kurang mampu dan merasa rendah diri. Gejala utamanya
adalah kecemasan, selain itu perasaan depresi juga dapat ditemui pada
penderita neurotik, pada umumnya sering terlihat murung. Gejala lain dari
neurotik adalah individu menjadi sangat perasa, penyesuaian diri yang
salah, kesulitan konsentrasi atau dalam mengambil keputusan.

Orang yang mengalami gangguan neurotik ditandai oleh:


1. Anxiety, sebagai simbol rasa takut, gelisah, rasa tidak aman, tidak
mampu, mudah lelah, dan kurang sehat.
2. Depressive Fluctuations, tanda mudah tertekan, susah, suasana hati
muram, mudah kecewa.
3. Emosional Sensitivity, sangat perasa, tidak mampu menyesuaikan
secara baik emosi dan sosialnya, labil. Mudah tersinggung dan banyak
melakukan mekanisme pertahanan diri.

a. Gejala Utama:
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
b. Gejala Tambahan:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan/perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
20

7) Nafsu makan terganggu

d. Penyebab Neurotik

Sebab-sebab timbulnya gangguan neurotik, adalah:


1) Tekanan-tekanan menyebabkan ketakutan yang disertai dengan
kecemasan dan ketegangan-ketegangan dalam batin sendiri yang kronis
berat sifatnya. Sehingga orang yang bersangkutan mengalami
mental breakdown.
2) Individu mengalami banyak frustrasi, konflik-konflik emosionil dan
konflik internal yang serius, yang sudah dimulai sejak kanak-kanak.
3) Individu sering tidak rasionil sebab sering memakai defence
mechanism yang negatif dan lemahnya pertahanan diri secara fisik dan
mental.
4) Pribadinya sangat labil tidak imbang dan kemauannya sangat lemah
sosial dan tekanan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab


gangguan neurotik bisa berasal dari individu itu sendiri, seperti keterbatasan
individu dalam menghadapi masalahnya, gagalnya individu untuk
memecahkan persoalan yang dihadapi. Penyebab lainnya berasal dari luar
individu, seperti adanya tekanan-tekanan sosial dan tekanan kultural yang
sangat kuat, adanya pengaruh lingkungan yang buruk. Semua itu bisa
menyebabkan ketakutan yang disertai dengan kecemasan, ketegangan batin,
frustrasi, konflik-konflik emosional, individu menggunakan mekanisme
pertahanan diri yang negatif, yang bisa mengakibatkan gangguan mental.
Gangguan mental itu adalah perilaku individu yang neurotik.

e. Perawatan pada Klien dengan Gangguan Neurotik

Tujuan dari perawatan pada klien dengan gangguan neurotik antara lain :
1) Menurunkan atau menghilangkan gejala gangguan neurotik
2) Mengembalikan fungsi utama tubuh
3) Meminimalkan resiko relaps atau rekurens

1) Terapi Non-Farmakologi
a) Olahraga Teratur
b) Asupan Diet Berimbang
c) Hindari minum alcohol atau menggunakan narkoba dan pengobatan
yang tidak dianjurkan
d) Tidur yang cukup
21

e) Bersabar dan bersikap baik pada diri sendiri


f) Curhat
g) Lakukan rutinitas
h) Hindari kerja ekstra atau lembur
i) Melakukan psikoterapi

2) Terapi Farmakologi
Jenis Obat lini Dosis Obat Lini Kedua Alternatif
Gangguan pertama
Gangguan Venlafaxin 75mg/hari Benzodiazepin Hidroksizin
kecemasan Paroksetin 20mg/hari Imipramin
umum Escitalopram 10mg/hari Buspiron
Gangguan Fluoksamin 20mg/hari Imipramin Fenelzin
kepanikan Fluoksetin 20mg/hari Klomipramin
Alprazolam
Klonazepam
Gangguan Paroksetin 20mg/hari Citalopram Busipron
kecemasan Sertralin 50mg/hari Escitalopram Gabapentin
social Venlafaxin XR 37,5/75mg/hari Fluvoxamin Fenelzin
Klonazepam

6. Stress

a. Definisi

Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang


bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang
mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat
mengatasi tugas yangdibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan
tidak mampu terhadap tugastersebut, sehingga orang tersebut dapat
mengalami stress. Respons atau tindakanini termasuk respons fisiologis dan
psikologis. Stress dapat menyebabkan perasaan negative atau yang
berlawanandengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan
emosional. Stress dapat menggangu cara seseorang dalam menyerap
realitas, menyelesaikan masalah, berfikir secara umum dan hubungan seseorang dan
22

rasa memiliki. Terjadinya stress dapat disebabkan oleh sesuatu yang


dinamakan stressor,stressor ialah stimuli yang mengawali atau mencetuskan
perubahan. Stressor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor
internal atau eksternal.Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang (mis.
Kondisi sakit,menopause, dll ). Stressor eksternal berasal dari luar diri
seseorang atau lingkuangan (mis. Kematian anggota keluarga, masalah di tempat
kerja, dll ).

b. Gejala
Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat
merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity.
Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk
setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-
perubahan yang terjadi,

Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala stres dapat


berupa tanda-tanda berikut ini :
1) Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering, tangan
lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaanterganggu, sembelit,
letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2) Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham,
tidak berdaya, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, susah
konsentrasi, dan sebagainya.
3) Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati yang berlebihan, menjadi
lekas panik, kurang percaya diri, penjengkel.

Menurut Braham, gejala stres dapat berupa tanda-tanda,sebagai


berikut :
23

1) Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak dapat tidur teratur, sakit kepala, sulit
buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-
gatal.
2) Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung, terlalu
sensitif,gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih,
mudah menangis.
3) Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun,
sulit berkonsentrasi, suka melamun, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran
saja.
4) Interpersonal, yaitu acuh, kurang percaya kepada orang lain, sering
mengingkari janji, suka mencari kesalahan orang lain, menutup diri,
mudah menyalahkan orang lain.

c. Koping / Cara Mengatasi stress.

Koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh indifidu unyuk


menghadapi situasi yang menekan.Oleh karena itu meskipun koping
menjadi bagian dari penyesuaian diri,namun koping merupakan istilah yang
khusus digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika menghadapi
tekanan/stress.
Ada berbagai macam koping.Pendapat berbagai tokoh pun
beragam.Ada yang menyebutkan istilah koping hanya untuk cara-cara
mengatasi persoalan yang sifatnya positif.Namun ada juga yang melihat
koping sebagai istilah yang netral.
Koping yang negatif menimbulkan berbagai persoalan baru di
kemudian hari,bahkan sangat mungkin memunculkan berbagai gangguan
pada diri individu yang bersangkutan.Sebaliknya koping yang positif
menjadikan individu semakin matang,dewasa dan bahagia dalam menjalani
kehidupannya.
Ada berbagai cara untuk mengatasi stress.kalau akibat stres telah
mempengaruhi fisik,dan bahkan menimbulkan penyakit tertentu,peranan
obat/medikasi biasanya diperlukan.namun obat itu sendiri kurang efektif
untuk mengatasi stress dalam jangka panjang.Ada efek negatif bila
menggunakan obat terus menerus.Disamping obat-obat tertentu
membutuhkan biaya yang mahal,obat juga bias mengakibatkan
ketergantungan dan bahkan membuat orang tertentu kebal terhadap obat
tertentu.Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap
yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :

1) Istirahat dan Tidur


Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi
stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan
24

keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam


hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.

2) Olah Raga atau Latihan Teratur


Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk
meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah
raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali
seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan
keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan
kebugaran.

3) Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres
karena dapat meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan
ketahanan dan kekebalan tubuh.

4) Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras


Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat
mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman
keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala
penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung
alkohol.

5) Pengaturan Berat Badan


Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan
tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan
meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.

6) Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi
dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan
yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan
waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif
dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti
menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan
waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

7) Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami
stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko
neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak
mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat
25

mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan


biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.

8) Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat
stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem
tubuh yang lain.

9) Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang
disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi
psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana psikoterapi
suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami
percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan
memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi
rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.

10) Terapi Psikoreligius


Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam
mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi
permasalahn psikologis mengingat dalam mengatasi atau
mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis,
sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.

11) Homeostatis
Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses
homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada
sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan mekanisme pertahanan
diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan
bahwa homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus
untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi terhadap kondisi
lingkungan sekitarnya.

Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan


oleh suatu sistemendokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses
homeostatis dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara
tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat melalui empat cara di
antaranya:
1) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang
yang sehat sepertidalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh
manusia.
2) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak
normalan dalam tubuh.
26

3) Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan


penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki
dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan
secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk
menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
4) Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan
fisiologis.

Pencegahan terhadap stres bisa dilakukan dengan mengubah sikap


hidup.Orang yang terlibat lebih aktif dengan pekerjaan dan kehidupan
masyarakat,lebih berorientasi pada tantangan dan perubahan ,dan merasa
dapat menguasai kejadian-kejadian dalam hidupnya adalah orang yang
tidak akan mudah terkena efek negatif stress.

7. Gangguan Samotaform

a. Definisi
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang
memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana
tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.
Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang
mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik
yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik
menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien
untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan
somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan
buatan.
27

b. Etiologi

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar


yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor
genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan
adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di
lobus frontalis dan hemisfer non dominan.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai
berikut:
1) Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis
(biasanya pada gangguan somatisasi).

2) Faktor Psikososial
Penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu
tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban,
mengekspresikan emosi atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan
atau keyakinan (contoh: nyeri pada usus seseorang).

c. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala


fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun
sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan
dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.
Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-
masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari
cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan
kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang
lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak
konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat
ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa
mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas
fisik yang dapat ditemukan.
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari
perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil
membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit
fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.
Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa
mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik
yang dapat ditemukan.
28

8. Skizofrenia

a. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan terhadap fungsi otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan dopamine ( salah satu sel kimia dalam otak , dan juga
disebabkan oleh tekanan yang dialami oleh individu. Merupakan gangguan
jiwa psikotik  paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau
respons emosional dan menarik diri dari hubungan sosial. Sering kali diikuti
dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada
rangsang pancaindra). Skizofrenia paranoid adalah yang terbanyak dialami
oleh penderita skizofrenia. Terapi pada pasien ini bertujuan untuk
mengembalikan fungsi sosial sehingga dapat memiliki peran sosial di
masyarakat. Adapun jenis farmakoterapi yang diberikan harus melalui
beberapa pertimbangan tertentu.Seperti pada kasus di bawah pada pasien
skizofrenia paranoid diberikan Risperidone sebagaiutamapengobatannya.

b. Etiologi
1) Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi
saudara tiri 0,9-1,8 %,  bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak
dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %,
kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998;
215 ).
2)  Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium
dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3) Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat,
tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan
29

berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik


konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian
dengan pemberian obat halusinogenik.
4)  Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan
mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan
artefakt pada waktu membuat sediaan.
5) Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau
fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu
suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia
merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut
menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
6)  Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena
penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan
sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu
regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk
pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7) Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit
ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni
antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala
Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses
pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan
psikomotorik yang lain).
8) Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak,
arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
9) Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia.
Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor
yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus
(presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis,
biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa
terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat
disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
30

c. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala menurut (bleuler)

1) Gejala Primer
a) Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi
pikiran). Yang  paling  menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi
inkoherensi
b) Gangguan afek emosi
(1) Terjadi kedangkalan afek-emosi
(2) Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)
(3) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
(4) Emosi berlebihan
(5) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi
yang    baik
c) Gangguan kemauan
(1) Terjadi kelemahan kemauan
(2) Perilaku Negativisme atas permintaan
(3) Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh
orang lain
2) Gejala Psikomotor
a) Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
b) Stereotipi
c) Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
d) Echolalia dan Echopraxia
3) Gejala sekunder
a) Delusi
b) Halusinasi
c) Cara bicara/berfikir yang tidak teratur
d) Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotifasi, muram,
perhatian menurun.

d. Patofisiologi
1) Peningkatan ukuran ventrikular, penurunan ukuran otak, dan asimetri
otak telah dilaporkan. Penurunan ukuran hipokampus mungkin
berhubungan dengan penurunan uji neuropsikologi dan respon yang
lebih buruk terhadap antipsikotik generasi pertama (FGAs).
2) Hipotesa dopaminergik ; Psikosis dapat berasal dari hiper- atau
hipoaktivitas dari proses dopaminergik pada daerah otak tertentu.
3) Disfungsi glutamatergik ; Saluran glutamatergic berinteraksi dengan
saluran dopaminergik. Kekurangan aktivitas glutamatergic menghasilkan
gejala-gejala mirip dengan hiperaktif dopaminergik dan mungkin yang
terlihat pada skizofrenia.
31

4) Abnormalitas Serotonin (5-HT) ; pasien skizofrenia dengan scan otak


yang abnormal memiliki konsentrasi 5-HT darah yang lebih tinggi.
5) Kelainan primer dapat terjadi dalam satu neurotransmitter dengan
perubahan sekunder dalam neurotransmitter lainnya.
6) Penelitian molekuler yang melibatkan perubahan halus dalam protein-G,
metabolism protein, dan proses subselular lainnya mungkin
mengidentifikasi gangguan biologis dalam skizofrenia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Sistem tubuh yang pentng ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system
tubuh lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara
berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis. Dalam system inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan,
bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan
memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari
system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Terlepas dari itu semua, sistem saraf mempunyai banyak sekali gangguan.
Beberapa diantaranya adalah yang dibahas dimakalah ini yaitu : Cerebral Palsy,
Meningitis, Myastenia Gravis, Polyneuropathy, Gangguan Neurotik, Stress,
Somatoform, dan Schizofrenia.

B. Saran

Melalui makalah ini diharapkan kita dapat mengetahui tentang penyakit-


penyakit yang ada pada sistem saraf. Mulai dari definisinya, penyebabnya,
gejalanya, sampai dengan cara mencegahnya. Terutama pada penyakit Cerebral
Palsy, Meningitis, Myastenia Gravis, Polyneuropathy, Gangguan Neurotik, Stress,
Somatoform, dan Schizofrenia.

29

Anda mungkin juga menyukai