Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MANAJEMEN UNIT KESEHATAN I

“KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI


RUMAH SAKIT”

“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Manajemen Unit Kesehatan-I”

Disusun Oleh :

ANDREO GAFEROH (E711811034)

Kelas : RMIK 3B

PRODI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


POLITEKNIK TEDC BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
Penulis panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-NyA kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ilmiah
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

Makalah ini sudah penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk penulis
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, Penulis sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
penulis dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Cimahi, Desember 2019

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................1
A.   Latar Belakang............................................................................................................1
B.   Rumusan Masalah.......................................................................................................2
C.   Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja...........................................................4
B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan......................5
D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan
Peran Dinas Kesehatan.....................................................................................................10
BAB III................................................................................................................................14
PENUTUP...........................................................................................................................14
A. Kesimpulan...............................................................................................................14
B.   Saran..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing rumah sakit Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan rumah sakit sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada rumah sakit. Nuansanya
harus bersifat manusiawi atau bermartabat.                   

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan yang akan semakin meningkatkan
kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia;
telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 dan visi indonesia mencapai MDGS 2014 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,

1
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

2
2

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses penyembuhan dan
pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam
penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja
akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan di rumah sakit dalam
menangani korban dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.
3

C.   Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dan
peran dari sisi rumah sakit tersebut dalam menangani pasien/orang yang sakit dan
mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan
kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat
Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-
undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja
akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal

4
23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan
di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,

5
6

mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika
memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi
juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola
RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya
lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada
di lingkungan RS.

B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-


bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik
maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit
atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1.    Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat– obatan).
2.    Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3.    Bahaya radiasi .
4.    Luka bakar .
5.    Syok akibat aliran listrik .
6.    Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7.    Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan,
antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan
7

ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit /
instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar,
dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi
pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts,
laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%;
scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813
perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera
musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya
kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data
penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun
diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan
bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita
petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan
saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang
belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita
petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan
parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit
kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,
penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut,
maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin
meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan
K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di
RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.
8

C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan


mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen


tesebut menjadi :

1. /Planning /(perencanaan)

2. /Organizing/ (organisasi)

3. /Actuating /(pelaksanaan)

4. /Controlling /(pengawasan)

a. Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan


dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal
ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi
kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa
perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta
masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan
meliputi:

1) Hal apa yang dikerjakan


2) Bagaiman cara mengerjakannya
3) Mengapa mengerjakan
4) Siapa yang mengerjakan
5) Kapan harus dikerjakan
6) Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
7) hubungan timbal balik ( sebab akibat)
9

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi


hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang
pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya.
Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi
kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah
sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

b. Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan


dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi
kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan
pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat
diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di
tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan
Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat
(nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan
wewenangnya dapat berupa :

1) Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan
2) Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan .
3) Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
4) Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit /
instansi kesehatan.
5) Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit /
instansi kesehatan.
6) Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia


Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi
(PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota
organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi
10

kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun
tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut
dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat
atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi
Kesehatan.

c. Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat


kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi
aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.
Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi
kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat
menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan
atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

d. Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-


pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip
pokok, yaitu :

1) Adanya rencana
2) Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang


perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah
sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha
11

pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit /
instansi kesehatan yang tugasnya antara lain :

1) Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi
kesehatan yang baik, benar dan aman.
2) Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3) Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4) Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan .
5) Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah
meluasnya bahaya tersebut.
6) Dan lain-lain.

D. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan
Peran Dinas Kesehatan

1. Peraturan Kesehatan Kerja

UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja


menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga
mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau
lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen
K3 (Bab III Pasal 3).

Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan


sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga,
serta pekerja. Jika tidak dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana,
atau dampak buruk pada kesehatan.

Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus
bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.

K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan


itu, paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali
12

peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki
semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas kesehatan
bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada tim khusus
K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam bentuk
peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun 2000
tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka pemerintah
daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan ini barang
kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah melaksanakan apa
yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula,
regulasi K3RS ini lemah.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumahsakit

Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan tolok ukur
bahwa rumahsakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS. Seluruh rumahsakit
menyediakan sejumlah dana untuk keperluan K3RS. Seperti terlihat dalam tabel di
bawah ini, 6 dari 7 rumahsakit belum memiliki sistem keamanan dan tenaga khusus
bidang K3RS. Lima rumahsakit belum memiliki sarana IPAL dan sistem pengawasan
yang memadai. Selain itu, observasi di lapangan, rumahsakit-rumahsakit ini tidak
memiliki sistem pelaporan tentang kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.

Tabel 1. Komitmen rumahsakit dengan kebijakan Regulasi K3RS

Jenis komitmen yang Jumla


No RS1 RS2 RS3 RS4 RS5 RS6 RS7 %
ditunjukkan h
1 Dana P P P P P P P 7 100.0
2 Kebijakan P P P . . . . 3 42.9
3 Pengawasan P P . . . . . 2 28.6
4 Penghargaan dan Sanksi P . . . . . . 1 14.3
5 Organisasi P P P . P . . 4 57.1
6 Ketenagaan P . . . . . . 1 14.3
7 Pengadaan APD P P P P P P P 7 100.0
8 Pengadan IPAL P P . . . . . 2 28.6
9 Membangun sistim P . . . . . . 1 14.3
13

keamanan
. JUMLAH 9 6 4 2 3 2 2 . .
. PERSENTASE (%) 100 67 44 22 33 22 22 44,4 .

Tabel 2. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS

TAHUN REGULASI JENIS


1970 Keselamatan Kerja Undang-undang
1975 Keselamatan kerja terhadap radiasi Peraturan Pemerintah
1975 Izin pemakaian zat radioaktif Peraturan Pemerintah
1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam Peraturan Menteri
penyelenggaraan K3
1980 Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan Peraturan Menteri
alat pemadam api ringan
1981 Kewajiban melapor penyakit akibat kerja Peraturan Menteri
1983 Pelayanan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri
1989 Ketentuan KK terhadap radiasi Keputusan Dirjen
1992 Kesehatan Undang-undang
1992 Persyaratan Kesling RS Peraturan Menteri
1993 Penyakit yang timbul karena hubungan kerja Keputusan Presiden
1993 Komite K3 Keputusan Menteri
1993  Persyaratan kesehatan lingkungan ruang Keputusan Dirjen
& Bangunan serta fasilitas sanitasi rumah sakit
 Persyaratan kesehatan konstruksi ruang
di rumah sakit.
 Persyaratan & petunjuk teknis tata cara
penye hatan lingkungan RS

1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri


1996 Pengamanan bahan berbahaya bagi Kesehatan Peraturan Menteri
1997 Pelaksanaan Audit system manajemen K3 Peraturan Menteri
14

1997 Penyelenggaraan pelayanan radiology Peraturan Menteri


1997 Pembentukan Panitia K3 Rumah Sakit Surat Edaran
1997 Inspeksi K3 Keputusan Menteri
1998 Persyaratan kesling kerja Keputusan Menteri
1999 Perubahan PP18 /1999 terhadap pemgelolaan PP
limbah B3
2003 Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keputusan Menteri

Tekait dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa dijadikan sebagai
persyaratan pendirian atau operasi rumahsakit.

Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan dinas
kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah
berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan
membuat pedoman pelaksanaan.

Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Satu


rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh karena mereka
telah secara sadar menerapkan standar lebih internasional. Rumahsakit swasta yang
berorientasi internasional menganggap K3RS adalah strategis bagi pelanggan yang sudah
makin kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi rumahsakit pemerintah dan swasta lokal
bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan mau tidak mau perlu
membuat tekanan dari luar agar kesehatan dan keselamatan kerja betul-betul terjaga.

Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan membuat


peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan bisa mengawasi
pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak menerapkannya. Lebih
tegas, perlindungan publik dan pekerja seperti ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam
pemberian izin pendirian suatu rumahsakit.
15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja

Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari
zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan
kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat
gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

B.   Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja
yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Nuansanya harus lebih bersifat manusiawi dan bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

16
17
DAFTAR PUSTAKA

Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan latihan ,
alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC

Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit,
Jakarta.:Depkes RI

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996

18

Anda mungkin juga menyukai