Anda di halaman 1dari 45

Visi :

Pada tahun 2028, menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan


keterampilan keperawatan lansia berbasis Iptek keperawatan

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


GANGGUAN PERSARAFAN

Progam Studi : DIII Keperawatan


Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II)
Penanggung jawab : Dra.Ns.Wartonah,S.Kep,MM.
Dosen Pengajar : Dr. Pramita Iriana, S.Kp., M.Biomed.
Kelas : 2 Reguler C
Nama Anggota 2 : 1. Annisa Rahayu Wijayanti (P3.73.20.1.19.086)
2. Dede Adelia (P3.73.20.1.19.087)
3. Della Nur Anisya (P3.73.20.1.19.088)
4. Delta Nur Fauziah (P3.73.20.1.19.089)

Poltekkes Kemenkes Jakarta III


Jurusan DIII Keperawatan
Tahun 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penyusunan makalah berjudul “Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Persarafan” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawata Medikal Bedah II. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan petunjuk dari dosen pembimbing, buku referensi, dan teman-teman. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Dra.Ns.Wartonah,S.Kep,MM. sebagai penanggung jawab mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II
2. Dr. Pramita Iriana, S.Kp., M.Biomed. sebagai dosen pengajar dalam pembuatan
makalah ini;
3. Teman-teman mahasiswa kelas 2 reguler C Prodi D III Keperawatan yang telah
membantu dalam penyusuan makalah ini.
Saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan demi perbaikan
makalah selanjutnya. Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat.

Bekasi, 11 Februari 2021

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................4

A. Latar Belakang ...............................................................................................................4


B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................5
D. Sistematika Penulisan.....................................................................................................6

BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERSARAFAN


.....................................................................................................................................................7
A. Pengertian Sistem Saraf..................................................................................................7
B. Fungsi Sistem Saraf........................................................................................................7
C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan ......................................................................8
D. Jenis – Jenis Gangguan Masalah Kesehatan Pada Sistem Saraf...................................17
E. Penyebab Gangguan Saraf............................................................................................25
F. Gejala Sakit Saraf..........................................................................................................25
G. Mencegah Gangguan Saraf Sejak Dini dengan Gaya Hidup........................................26
H. Pemeriksaan Diagnostik Sistem Persarafan .................................................................28
I. Pengkajian Sistem Persarafan ......................................................................................40
J. Pemeriksaan Fisik Neurologis .....................................................................................42

BAB III PENUTUP ................................................................................................................47

A. Simpulan .....................................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................48

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sisitem Persarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel penyokong
(neuroglia dan schwann). Sekiranya ada 100 miliyar neuron yang ada di dalam tuuh
manuasia. Neuron yang terdapat dirubuh kita memiliki bentuk dan ukuran yang
berbeda-beda. Salah satu contoh tipe neuron yang terdapat didalam sistem saraf pusat
adalah tipe neuron multipolar. Sistem persarafan manusia memiliki peran penting
untuk tubuh manusia sebagai sistem koordinasi, seperti menerima rangsangan dari
luar tubuh yang kemudian akan diteruskan keseluruh tubuh dan tubuh memberikan
respon terhadap rangsangan tersebut. Alat indra manusia juga berfungsi sebagai
penerima rangsangan yang selanjutnya rangsangan tersebut akan diteruskan dan
diterima oleh sistem saraf pusat.
Sistem saraf merupakan sistem organ tubuh yang paling penting atau memiliki
fungsi yang paling berpengaruh dalam tubuh manusia. Ketika sistem saraf dalam
tubuh mengalami gangguan maka hal itu akan menggangu aktivitas/kerja orang
tersebut. hal tersebut terjadi karena tubuh manusia saling terhubung dengan jaringan
saraf/sistem saraf. Dan beberapa contoh gangguan yang dialami akibat sistem saraf
yang rusak adalah, meningitis, ensifalopati, neuritis, epilepsy, Alzheimer, kebas dan
kesemutan, kanker otak, geger otak, dan masih banyak lagi.
Menurut World Federation of Neurology (WFN) yang telah melakukan
kerjasama bersama dalam survei international dengan pembahasan gangguan
neurologi, melibatkan sebanyak 109 negara dan sebanyak 90% penduduk atau
populasi dunia mengalami kematian yang diakibatkan oleh penyakit saraf. Penyakit-
penyakit tersebut diantaranya adalah nyeri yang berhubungan dengan gangguan saraf,
demensia/pikun, nyeri kepala, epilepsi/kejan/ayan, sklerosis multiple/sklerosis ganda,
store, cedera pada kepala, neurosistiserkosis/NNS.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf?
2. Apa yang dimaksud dengan fungsi sistem saraf ?
3. Apa yang dimaksud dengan anatomi dan fisiologi?
4. Apa yang dimaksud dengan jenis-jenis gangguan masalah kesehatan pada sistem
saraf ?
5. Apa yang dimaksud dengan penyebab gangguan saraf?
6. Apa saja tanda gejala sakit saraf?
7. Apa yang dimaksud mecegah gangguan saraf sejak dini dengan gaya hidup?
8. Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan Diagnostik Sistem Persarafan?
9. Apa yang dimaksud dengan pengkajian sistem persarafan?
10. Bagaimana pemeriksaan fisik neurologis?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan Umun
Pembaca diharapkan mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan
persarafan.

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui sistem saraf
2. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi sistem saraf
3. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi
4. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis gangguan masalah kesehatan pada
sistem saraf
5. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab gangguan saraf
6. Mahasiswa dapat mengetahui gejala sakit saraf
7. Mahasiswa dapat mengetahui pencegah gangguan saraf sejak dini dengan gaya
hidup
8. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan Diagnostik Sistem Persarafan
9. Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian sistem persarafan
10. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan fisik neurologis

5
D. Sistimatika Penulisan
 BAB I Pendahuluan: Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan
 BAB II Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Persarafan: Pengertian,
Fungsi Anatomi Fisiologi, Patofisiologi, Jenis Penyakit, Penyebab, Gejala,
Gaya Hidup, Pencegahan, Jenis Pemeriksaan Diagnostik, Pengkajian
Gangguan Persarafan
 BAB III Penutup: Simpulan

6
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN


PERSARAFAN

A. Pengertian
Menurut Arif Mutaqin, 2008 sistem yang memiliki kemampuan seperti
mengontrol aktivitas seseorang dengan lingkungannya, mengkoordinasi organ/bagian
tubuh merupakan fungsi dari sistem saraf. Sistem saraf pusat dan Sistem saraf tepi
merupakan dua saraf yang menjadi bagian dari sistem persarafan. Otak dan medula
spinalis adalah bagian dari sistem sistem saraf pusat sedangkan sistem saraf
sadar/somatik dan juga sistem saraf tak sadar/otonom adalah bagian dari sistem
saraf tepi.

B. Fungsi Sistem Saraf


Sistem saraf yang terdiri dari miliyaran sel-sel neuron memiliki 3 fungsi utama, yaitu
sebagai alat komunikasi antara tubuh manusia dengan lingkuan sekitar/dunia luar. Dalam
menjalankan fungsinya yang ini sistem saraf memperlukan bantuan dari alat indra
manusia seperti mata, telinga, lidah, hidung, dan kulit. Selanjutnya fungsi sistem saraf
yang kedua sebagai alat pengendali, fungsi ini mengatur kerja alat-alat tubuh manusia
agar serasi dan sesuai dengan fungsinya. Fungsi sistem saraf yang ketiga sebagai pusat
pengendali tanggapan, fungsi ini sebagai pengendali ketika tubuh mengalami perubahan
dengan lingkungan sekitar dan tubuh akan memberikan reaksi terhadap perubahan
tersebut.

C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan


Sistem saraf dibagi menjadi 2, antara lain :
1. Sistem saraf pusat terdiri dari :
a. Otak
b. Medula Spinalis

7
2. Sistem saraf tepi (Perifer), yang dibenuk oleh beberapa saraf yang berhubungan
dengan saraf pusat secara langsung maupun tidak langsung.
a. Saraf Otonom
b. Saraf Simpatis
c. Saraf Parasimpatis

1. Sistem Saraf Pusat


Sistem saraf pusat manusia terdiri dari otak dan medula spinalis/sumsum
tulang belakang, terletak di rongga tubuh punggung/dorsal. Otak dan medula
spinalis saling berhubungan satu sama lain di foramen magnum yaitu bagian
tulang kepala belakang yang berbentuk oval. Medula spinalis memiliki fungsi
utama yaitu menghantarkan rangsangan/implus ke otak dan menjadi pusat gerak
refleks.
a. Otak
Otak adalah organ yang sangat rumit dan saling berhubungan dengan fungsi
organ yang lain. Didalam tubuh manusia mengandung sekitar 100 miliar
neuron dan prosesus neuronal dan sinapsis tak terhitung jumlahnya. Otak
terdiri dari empat komponen utama: otak besar (serebrum), otak kecil
[serebelum (cerebellum)], diensefalon, dan batang otak (brainstem).
1) Pelindung Otak
Jaringan otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan
tulang belakang, serta tiga lapisan jaringan penyambung atau meningen,
yaiu pia mater, arakhnoid, dan dura meter.

8
a) Pia Mater
Pia mater atau yang disebut juga dengan selaput otak merupakan membran
yang sangat tipis dan lembut. Pia meter merupakan lapisan paling
dalamyang mengelilingi otak dan medula spinalis. Pia meter merupakan
lapisan vaskular, tempat pembuluh-pembuluh darah berjalan menuju
struktur dalam SSP untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf.
b) Arakhnoid
Arakhnoid merupakan lapisan otak yang memiliki bentuk seperti laba-
laba. Didalam lapisan arakhnoid terdapat cairan serebrospinalis yang
seperti cairan limfa. Lapisan arakhnoid ini juga memiliki fungsi untuk
melindungi otak dan medula spinalis/sumsum tulang belakang dari resiko
secara mekanik atau fisik dan juga guncangan.
c) Dura Mater
Dura Mater mrupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan mirip kulit
sapi, yang terdiri atas dua lapisan-bagian luar yang disebut duraendosteral
dan bagian dalam yang disebut dura meningeal. Lapisan ini melekat
langsung dengan tulang tengkorak. Dura mater ini memiliki sifat yang
keras, sangat padat dan menyatu dengan tulang tengkorak kepala, dura
mater ini juga dapat melindungi jaringan halus yang terdapat di otak dan
melindungi medula spinalis.

2) Serebrum

Serebrum merupakan area atau wilayah terbesar di otak. Didalam


serebrum terdapat pusat-pusat saraf yang bekerja mengatur berbagai

9
kegiatan sensorik dan juga motorik, pusat saraf tersebut juga mengatur
berbagai proses penalaran, ingatan dan juga intelejensia. Serebrum
mempunyai dua bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang
berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kanan sedangkan otak
besar belahan kanan memiliki fungsi bebagai kegiatan organ tubuh bagian
kiri. Otak manusia memiliki 4 macam lobus, yaitu:

• Lobus Frontalis adalah bagian dari korteks serebrum yang letaknya


didasar sulkus lateralis dan didepan sulkus sentralis. Lobus frontalis
memiliki tanggung jawab untuk menentukan keputusan moral, pemikiran
yang kompleks dan perilaku bertujuan. Lobus frontalis juga dapat
memodifikasi berbagai dorongan emosional yang dihasilkan oleh refleks
vegetatif dan sistem limbik dari batang otak.
• Lobus Temporalis adalah area asosiasi primer untuk informasi
auditorik dan mencakup area wernicke tempat intrprestasi bahasa. Lobus
ini juga terlihat dalam interprestasi bau dan penyimpan ingatan.
• Lobus Oksipetalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini
adalah pusat asosiasi visual utama. Lbus ini menerima informasi yang
berasal dari retina mata.
• Lobus Parietalis adalah daerah korteks yang terletak dibelakang sulkus
sentralis, di dasar fisura, lateralis, dan meluas ke belakang menuju fisura
parieto oksipitalis. Lobus parietalis adalah daerah sensorik primer otak
yang berfungsi untuk pendengaran dan sensasi peraba.

10
3) Serebellum

Letak serebellum ini berada didalam fosa posterior dan dura mater
menutupi serebellum menyerupai atap tenda yang disebut juga dengan
tentrorium yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Vermis
dan dua hemisfer lateral merupakan bagian tengah dari serebellum.
Serebellum ini dibungkus oleh 3 serabut yang di namai pendikuli,
aktivitas serebellum semuanya berada dibawah kesadaran, serebellum
juga memiliki fungsi utama yaitu :

 Mengatur otot-otot postural tubuh. Serebellum merupakan pusat


keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot-otot saat
bergerak.
 Berperan mengendalikan gerakan pada keadaan dibawah sadar atau
sadar.

11
4) Batang Otak

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula


oblongata, pons, dan bagian jaras yang berjalan naik dan turun. Batang
otak merupakan pusat transminiter dan refleks dari SSP.

a) Mesensefalon
Mesensefalon atau disebut juga dengan otak tengah merupakan
penguhubung antara otak belakang dengan otak depan. Mesensefalon
memiliki berbagai fungsi diantaranya meningkatkan daya ingat,
sebagai pusat refleks pupil mata. Secara fisiologis mesensefalon
memiliki peran yang penting daam pengaturan renspon-respon tubuh.

b) Diensefalon
Diensafalon adalah struktur penting yag terletak bagian dalam belahan
otak dan memiliki tanggung jawab mengirimkan informasi sensorik.
Diensefalon memiliki peran yang memperoses rangsangan sensorik
dan mengelola rangsangan-rangan tersebut menjadi reaksi tubuh atau
gerakan-gerakan.

 Talamus
Talamus terletak di tengah otak, tepatnya berada di antara otak
tengah dan korteks serebral. Talamus juga memiliki fungsi utama
yaitu menyampaikan rangsangan/sinyal sensorik dan motorik.

12
 Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian otak yang memiliki peran sebagai pusat
kontrol sistem otonom. Hipotalamus ini terletak di atas batang
otak.
 Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang
penting. Fungsi subtalamus belum jelas diketahui, tetapi lesi pada
subtalamus dapat menimbulkan dramatis yang disebut
hemibalismus.
 Epitalamus
Epitalamus berhubungan dengan sistem limbik dan sedikit
berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integritas
informasi olfaktorius.

b. Medula Spinalis (Saraf Spinal)

Medula spinalis atau yang disebut juga dengan sumsum tulang


belakang adalah saraf-sarah yang berada di sepanjang tulang belakang.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan dan masing-masing
jaringan memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis
vertebrata melalui foramen intervertebrata, saraf-saraf spinal diberi
nama sesuai dengan foramen intervertebrata tempat keluarnya saraf-
saraf tersebut.

13
1. Sistem Saraf Tepi

Sistem saraf tepi pada manusia dibagi menjadi beberapa unit yang lebih
kecil. Sistem saraf tepi ini berbeda dengan sistem saraf pusat, sistem saraf tepi ini
tersusun dari saraf-saraf bercabang yang berada dari otak dan sumsum tulang
belakang/medula spinalis ke seluruh bagian tubuh manusia. Sistem saraf tepi
membawa suatu impuls yang dibentuk oleh reseptor sensorik, seperti rasa nyeri
dan suara ke sistem saraf pusat. sistem saraf tepi membawa impuls dari sistem
saraf pusat ke efektor seperti otot, kelenjar, dan jaringan adiposa. Sistem saraf
tepi juga dibagi menjadi 2 subkategori atau bekerja secara dua arah yaitu saraf
sensorik dan saraf motorik. Sistem saraf sensorik merupakan saraf yang
menerima impuls atau rangsangan dari lingkungan sekitar dan kemudian
meneruskan informasi impuls yang diterima kepada otak. Informasinya berupa
rasa, aroma dan visual. Sistem saraf motorik merupakan saraf yang menerima
perintah dari medula spinalis dan otak, kemudian perintah tersebut dihantarkan
keseluruh organ tubuh manusia. Sitem saraf tepi aferen juga dibagi lagi menjadi 2
yaitu saraf somatik dan otonom.

a) Saraf Otonom
Saraf otonom disebut juga sebagai sistem saraf campuran. Serabut
aferennya membawa input dari organ veseral (mengontrol denyut jantung,
diameter pemuluh darah, pernapasan, pencernaan, rasa lapar dan mual,
eliminasi, dan lain-lain)

14
b) Sistem Saraf Simpatik

Bagian simpatik berisikan neuron preganglion yang terdapat diantara


segmen T1 dan L2 dari saraf spinal, dan neuron ganglionik yang terdapat di
ganglia dekat kolumna vertebrata. Terdapat 2 jenis ganglia simpatis yaitu:
rantai ganglia simpatis dan ganglia kolateral. Fungsi sistem simpatik untuk

15
membantu proses kedaruratan. Jika tubuh dalam keadaan stress yang
disebabkan oleh fisik ataupun emosional dapat menyebabkan kenaikan yang
cepat pada inplus simpatik. Tubuh siap untuk "fight of flight" jika terdapag
ancaman.

c) Sistem Saraf Parasimpatik

Sistem parasimpatik berfungsi untuk mengatur homeostatis serta bagian tubuh


manusia pada saat sedang tidak melakukan kegiatan apapun dan saraf ini berperan saat
sedang beristirahat dan sistem pencernaan. Pada saat tubuh dalam posisi diam, dan stressor
tidak meningkat akan berbentuk tonjolan impuls yang berasal dari serabut parasimpatik.
Untuk pembagian lokasi serabut berada pada batang otak dan segmen spinal tepatnya di
bawah L2.

Perbandingan system saraf simpatik dengan system saraf parasimpatik

Saraf simpatis Saraf parasimpatis


Distribusi Distribusinya ke bagian Distribusinya hanya ke visera
kelenjar keringat, otot toraks, kepala, pelvis,
piliarektor yang berasal dari abdomen, serta pembuluh
folikel rambut, kulit, otot darah (hanya sebagian saja)
polos, jaringan adipose,

16
pembuluh darah.
Lokasi Letaknya pada bagian Letaknya pada batang otak
praganglion di badan sel serta lateral yang berasal dari
lateral yang berasal dari gray substansi abu-abu sumsum
mater pada sumsum tulang tulang belakang S2-S4
belakang T1-L2
Aliran Arahnya keluar dari bagian Aliran nya menuju saraf
saraf spinal (SPP), saraf kranial dan saraf splanknik
splanknik, saraf simpatis pelvis
Ganglia Ganglia rantai simpatis yang Ganglia yang berada pada
berada pada seluruh sumsum organ efektor maupun
tulang belakang (saraf spinal terminal dekat
dan saraf simpatis), ganglia
kolateral (saraf splanknik)
Neuron pasca ganglion pada Jumlahnya banyak Jumlahnya hanya sedikit
setiap neuron pra ganglion
Panjang realif yang berasal Pra ganglion tergolong Pra ganglion tergolong
dari neuron pendek panjang
Pasca ganglion tergolong Pasca ganglion tergolong
panjang pendek
Efek fisiologi yang Menghasilkan respon fight or Terdapat aktivitas rest and
dihasilkan flight digest

D. Jenis – Jenis Gangguan Masalah Kesehatan Pada Sistem Saraf

a) Inflamasi Pada Sistem Saraf Pusat


1. Meningitis
 Meningitis infeksi yang menyebabkan cairan otak ditandai dengan
peradangan di medulla spinalis biasanya terjasi akibat jamur, virus dan
bakteri..

17
 Hasil anamnesa gejala awal biasanya sakit kepala dan demam. Bisa terjadi
perubahan tingkat kesadaran, yaitu letargik, tidak responsif, dan koma.
Iritasi meningen yaitu : kaku leher, foto fobia sensitive pada cahaya,
kejang, perubahan tanda-tanda vital, denyut nadi meningkat, pernafasan
cepat dan tidak teratur, nyeri kepala, muntah dan bahkan penurunan
kesadaran.
 Pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk menegakkan diagnosa meningitis, diantaranya, adalah sebagai
berikut:
1) pemeriksaan penunjang dilakukan dengan analisis CSS dari fungsi
lumbal;
2) MRI atau CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran atau letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor; dan
3) Pemeriksaan rongen dada atau kepala atau sinus untuk indikasi adanya
sumber infeksi.
 Penatalaksanaan. Pengobatan biasanya diberikan antibiotika.

2. Encephalitis
 Masalah kesehatan pada peradangan otak karena infeksi mikroorgansme.
Encephalomyelitis adalah peradangan yang terjadi pada otak dan sumsum
tulang belakang. Meningoencephalitis adalah peradangan otak dan juga
meningen atau membran yang menutupi otak.
 Gejalanya seperti mual muntah, demam, nyeri kepala, nyeri otot.
 Penatalaksanaan pada penderita enchephalis diberikan sesuai dengan
gejala yang muncul dan penyebab penyakitnya, hal ini bertujuan untuk
meringankan gejala yang timbul, mengobati penyebab dengan sedini
mungkin, mencegah terjadinya komplikasi dan mencegah timbulnya
gejala sisa.

b) Degeneratif Sistem Saraf


1. Alzhaimer

18
 Penyakit Alzheimer menyerang sel saraf sehingga otak sulit
mentransmikan. Terjadi penurunan fungsi otak, sering juga disebut dengan
penyakit tua karena berkaitan dengan faktor usia. Gangguan otak terjadi
secara menahun dan sulit disembuhkan seperti keadaan semula kembali.
 Hasil anamnesa. Akibat dari terjadinya penurunan fungsi penderita
mengalami kemunduran intelektual yang cukup berat. Hal ini dapat
mengganggu kehidupan aktivitas sehari-hari dalam berhubungan sosial,
sehingga penderita mengalami kehilangan daya ingat, kesulitan mengingat,
berfikir secara terorientasi maupun abstrak, dan kepribadiannya mengalami
perubahan.
 Gejala-gejala awal yang muncul antara lain:
1. Mengalami hilang ingatan;
2. mengalami kebingungan serta gangguan bicara.
 Beberapa faktor penyebab Alzheimer adalah sebagai berikut.
1. Faktor genetik, apabila dalam keluarga ada salah satu anggota keluarga
yang menderita Alzheimer kemungkinan akan diturunkan pada anggota
keluarga yang lain.
2. Faktor usia, seseorang dengan lanjut usia beresiko menderita alzheimer.
3. Jenis kelamin: wanita beresiko dibandingkan pria untuk menderita
gangguan Alzheimer.

c) Gangguan Gerakan Dan Ekstrapiramidal


1. Parkinson
 Parkinson adalah suatu kondisi dimana sel saraf ini mendegenerasi sel
saraf otak bagian tengah untuk mengatur pergerakan tubuh. Terjadi
kerusakan pada sel-sel saraf penghasil dopamin. Dopamin memiliki fungsi
mengontrol dan membantu koordinasi pergerakan tubuh. Jika dopamine
berkurang akan menyebabkan pergerakan tubuh melambat dan berkurang.
 Gejala penyakit ini tremor atau gemetaran di awali daerah jari dan
tangan.. gejala yang awal terjadi pada penyakit parkinson mengalami
kelemahan otot disertai dan tremor. Setelah itu ada gejala selanjutnya
yang akan seperti:
1. Kurang keseimbangan postur tubuh agak bungkuk;

19
2. tremor atau gemetaran semakin parah dan menyebar;
3. otot- otot kaku saat berjalan langkah kaki menjadi lebih pendek,
kesulitan beranjak dari kursi; dan
4. pergerakan menjadi lambat sehingga tuga-tugas sederhana sulit
dilakukan dan membutuhkan waktu lebih lama
 Beberapa faktor resiko penderita Parkinson adalah sebagai berikut.
1. Faktor genetik: apabila dalam keluarga ada salah satu anggota keluarga
yang menderita parkinson kemungkinan akan di turunkan pada anggota
keluarga yang lain
2. Faktor usia: seseorang dengan lanjut usia beresiko menderita parkinson

d) Epilepsi
 Epilepsi adalah gangguan neurologis kronis pada jangka panjang, epilepsi
menyerang berulang kali. Biasanya tidak di ketahui penyebabnya penderita
epilepsi bisa terjadi cedera otak, stroke, kanker otak, penggunaan obat yang
sering dan mengkonsumsi alkohol. Kejang epileptik terjadi ketika sel saraf
kortikal tidak normal di dalam otak. Penyakit epilepsi belum bisa
disembuhkan, tetapi ada obatnya.
 Penatalaksanaan epilepsi ini adalah membebaskan penderita dari serangan
epilepsi tanpa mengganggu fungsi normal susunan saraf pusat agar pasien
dapat menjalani kehidupannya tanpa gangguan. Penatalaksanaan terbagi
menjadi dua yaitu pemberian terapi kausal (penyebab) dan pemberian terapi
medikamentasa (anti kejang)

e) Sindrom Guillane Bare


Gangguan fisiologi pada sel saraf perifer dapat juga menyebabkan Epilepsi yang
akan diuraikan berikut ini.
 Sindrom guillane bare (SGB) terjadi peradangan akut yang bisa menyebabkan
kerusakan sel saraf perifer yang berfungsi mengendalikan pergerakan tubuh,
gejala awalnya kesemutan, nyeri bagian otot kaki dan tangan. Selanjutnya bisa

20
terjadi melemahnya sisi otot tubuh dari kaki dan menjalar ke bagian tubuh
atas, bahkan hingga ke otot mata.
 Hasil anamnesa. Tidak semua penderita merasakan gejala nyeri bahkan ada
yang tidak merasakannya. Tetapi ada juga yang merasakan nyeri tidak
tertahankan pada bagian kaki, tangan dan pada tulang punggung. Pada
penderita yang parah bisa terjadi gejala disfagia, sulit menelan, gangguan
pencernaan, sulit bicara, kelumpuhan otot sementara pada bagian otot wajah,
kaki, tangan, bahkan otot pernapasan, penglihatan menjadi ganda atau buram,
 Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan menganalisa cairan otak dan
elektrodiagnostik untuk mengetahui adanya kenaikan sel darah putih pada
cairan otak dan pemeriksaan konduksi sel saraf.
 Penatalaksanaan pada kasus ini ditujukan untuk menangani antibodi yang
menyerang saraf perifer guna mengurangi gejala dan mempercepat
penyembuhan. Perawatan di rumah sakit biasanya akan membutuhkan waktu
lama agar dokter bisa dapat memonitor perkembangan kondisi tekanan darah,
denyut jantung, dan sistem pernapasan penderita. Bagi pasien yang mengalami
kesulitan bernapas, dapat dibantu dengan menggunakan mesin ventilator.
Pasien yang sembuh tetap menyisakan kelemahan fungsi tubuh karena sel
saraf merupakan jaringan yang tidak dapat pulih kembali dengan sendirinya
ketika mengalami kerusakan. Untuk dapat menggerakkan anggota tubuhnya
kembali, seperti berjalan, makan, berbicara, atau menulis, pasien harus
melakukan terapi dan latihan secara teratur.

f) Myastenia Grafis
Myasthenia gravis suatu penyakit yang memyerangsaraf dan otot. Berikut akan
diuraikan secara rinci mengenai gangguan ini.
 Masalah kesehatan. Myastenia gravis adalah suatu kondisi penyakit autoimun
kronis dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri, yaitu
menyerang hubungan atau komunikasi antara sistem saraf dan sistem otot. Di
tandai dengan otot yang melemah terutama pada otot bola mata, dan
melemahnya otot di daerah wajah yang menyebabkan proses mengunyah,
menelan, dan berbicara.

21
 Hasil anamnesa. Penderita awalnya akan merasakan ototnya yang melemah,
hal ini bisa menjadi parah jika otot yang sudah lemah sering digunakan karena
gejala otot yang melemah ini biasanya dapat membaik setelah otot
diistirahatkan. Kelemahan otot yang paling sering diserang adalah otot mata,
otot wajah, dan otot yang mengendalikan proses menelan. Gejala-gejala yang
dirasakan oleh penderita myasthenia gravis antara lain:
1. salah satu atau kedua kelopak mata akan turun dan susah dibuka;
2. penglihatan menjadi menjadi kabur;
3. wajah kaku yang mengakibatkan susah tersenyum;
4. perubahan suara (sengau atau pelan)
5. kesulitan menelan dan mengunyah, yang mengakibatkan mudah tersendak.

 Pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan


antara lain adalah pemeriksaan neurologi, pemeriksaan darah, elektromiografi
(EMG), MRI atau CT scan
 Penatalaksanaan untuk tiap penderita berbeda-beda tergantung usia pasien,
keparahan kondisi yang dialami, lokasi otot, dan penyakit bawaan pasien.

g) Hidrocephalus
Hydrocephalus/Hidrosefalus adalah kondisi penumpukan cairan di dalam otak
yang mengakibatkan meningkatnya tekanan pada otak. Cairan serebrospinal
(CSS) cairan yang mengalir pada bagian ventrikel dan menggenangi otak dan
tulang belakang. Bila cairan serebrospinal terlalu banyak, akan terjadi kerusakan
jaringan otak dan gangguan fungsi otak.
Cairan serebrospinal berrungsi untuk menjaga agar otak tetap terapung di dalam
tengkorak, fungsi bantalan otak itu untuk mencegah cedera, dan untuk
mempertahankan tekanan agar tetap di dalam otak, berada tepat antara rongga
otak dan tulang belakang yang berfungsi untuk mengkompensasi sebuah
perubahan tekanan darah di otak.
Bila terjadi gangguan pada otak akan sangat berpengaruh pada penderitanya.
Karena bisa menyebabkan gangguan pada perkembangan fisik serta
menfakibatkan ke intelektual. Jika penderita memiliki komplikasi penyakit lain
bisa menjadi masalah yang serius. Hidrosepalus bisa terjadi semua kalangan usia.

22
Pada penelitian mencatat 2 dari 1000 bayi akan terlahir dengan kondisi penyakit
hidrosefalus. Berikut adalah rincian mengenai hidrosefalus ini.
 Masalah kesehatan. Hidrocephalus adalah suatu kondisi patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) menumpuk di
ruang tengkorak yang disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun
gangguan gangguan absorbsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakranial
yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran
serebrospinalis. Hidrosefalus penyakit kerusakan otak. Adanya kelainan yang
menyebabkan kepala menjadi besar
 Tanda-tanda awal hidrosefalus yang terjadi pada seorang bayi adalah ubun-
ubun menggembung, lingkar kepala cepat meningkat, mata tetap menatap
kebawah, kejang, rewel, sering muntah, tidak mau makan, pergerakan otot
lemas.
 Manifestasi klinis hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua
golongan yaitu:
1. awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonates; dan
2. yang terjadi pada akhir masa kanak-kanak. Hidrosefalus/Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a) fontanel anterior yang sangat tegang;
b) sutura kranium tampak atau teraba melebar;
c) kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol; dan
d) fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Pada anak dan bayi sering terjadi gejala hipertensi intrakranial. Biasanya
gejalanya seperti : nyeri pada kepala, mengalami gangguan kesadara, muntah,
gangguan pergerakan mata, dan jika sudah terjadi lama akan terjadi gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
Penyebab penyumbatan cairan serebrospinal yang sering terjadi pada bayi dan anak
ialah:

1. kelainan bawaan (kongenital);


2. infeksi yang dapat mengakibatkan timbul perlekatan meningen, di mana
secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar
sisterna basalis dan daerah lain;

23
3. neoplasma dapat menyebabkan obstruksi mekanik yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS; dan
4. perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak sehingga
mengakibatkan penyumbatan.
 Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilaksanakan antara
lain dengan pemeriksaan USG, CT scan, dan MRI
 Penatalaksanaan. Pada dasarnya prinsip penatalaksaan dalam pengobatan
hidrosefalus adalah:
1. Mengurangi produksi CSS.
2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi.
3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial

E. Penyebab Gangguan Saraf


Penyebabnya bisa disebabkan banyak hal yaitu :
1. Trauma
2. Infeksi, seperti meningitis, encephalitis, dan lain-lain
3. Penyakit degenerasi, seperti Alzheimer, Parkinson, dan lain-lain
4. Kerusakan struktur, carpal tunner syndrome (CTS), Bell’s Palsy, dan lain-lain
5. Tumor pada otak
6. Gangguan peredaran darah, seperti stroke
7. Guillain-Barre Syndrome (GBS) kelainan system kekebalan tubuh
8. Penyakit Huntington kelainan pada genetik
9. Spina bifida yaitu kelainan bawaan sejak lahir
10. Epilepsy

F. Gejala Sakit Saraf


Tanda dan gejala yang umum yang biasa di keluhkan yaitu :
1. Sakit kepala yang terjadi tiba-tiba yang terus menerus berbeda dari biasanya
2. Kesemutan, kesemutan

24
3. Kehilangan kekuatan otot dan penyusutan otot
4. Tiba-tiba kehilangan penglihatan
5. Hilang ingatan (lupa) dan ucapan yang tidak jelas
6. Gangguan mental
7. Kurangnya koordinasi tubuh
8. Tremor (gemetar) dan kejang
9. Nyeri pada bagian punggung yang menyebar ke daerah kaki, jari kaki, dan tubuh
lainnya

G. Mencegah Terjadinya Gangguan Saraf dengan Mengubah Gaya Hidup

Ada beberapa gaya hidup yang dapat diterapkan, untuk meminimalisir terjadinya
gangguan saraf:

1. Olahraga Secara Teratur


Manfaat olahraga selain dapat menjaga tubuh tetap bugar, olahraga juga mampu
membantu tubuh kita agar terhindar dari berbagai penyakit saraf. Olahraga yang
dilakukan hanyalah olahraga ringan yang dapat dilakukan pada pagi hari atau sore
hari dengan durasi 10-15 menit, atau kita dapat mengubah kebiasaan-kebiasaan kecil
kita seperti contohnya kita sebagai mahasiswa terbiasa berangkat ke kampus
menggunakan ojek online kita bisa menggantinya dengan menggunakan transportasi
umum seperti bus atau kereta yang memerlukan gerakan seperti berjalan terlebih
dahulu sebelum menggunakan transportasi tersebut.
Pekerjaan yang menuntut gerakan berulang harus dihindari karena dapat memicu
gangguan saraf, apalagi gerakan tersebut tergolong berat atau tubuh merasa tidak
nyaman. Jika kita sebagai mahasiswa sering duduk dalam waktu yang lama untuk
mengerjakan tugas cobalah untuk beristirahat beberapa menit kemudian melakukan
gerakan peregangan.
2. Menjaga berat badan agar tetap ideal
Kelebihan berat badan dapat menyebabkan beban pada kaki menjadi meningkat,
orang dengan berat badan berlebih juga dapat beresiko terkena gangguan saraf bahkan
resikonya lebih tinggi dibanding orang yang memiliki berat badan ideal. Mulailah
menjaga berat badan agar tetap ideal dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan
rendah kalori selain itu dapat mengonsumsi vitamin B agar terhindar dari gangguan
saraf.

25
Menurut para ahli vitamin B1, B6, dan B12 dapat menjaga serta memperbaiki system
saraf. Untuk memenuhi asupan Vitamin B kita dapat mengonsumsi daging merah,
kacang-kacangan, sayuran serta buah-buahan.
3. Tidak Mengonsumsi Alkohol
Jika kita terbiasa mengonsumsi alkohol maka kita beresiko tinggi terkena gangguan
saraf, dikarenakan mengonsumsi alkohol dapat menyebabkan penyerapan vitamin B
pada tubuh kita tergangggu, dan yang seperti kita ketahui vitamin B ini sangat baik
bagi tubuh kita untuk mecegah gangguan saraf.

H. Pemeriksaan Diagnostik pada Sistem Saraf

Terdapat 5 jenis pemeriksaan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan diagnostik pada
sistem saraf yaitu Lumbal Pungsi, Angiografi, Elektro Encephalografi, Elektromiografi, CT-
Scan, otak.

1. Lumbal Pungsi
Merupakan pengambilan cairan cerebrospinal pada daerah lumbal melalui pungsi.
Adapun fungsinya yaitu untuk kepentingan pemeriksaan diagnostik atau terapi.
a) Indikasi Lumbal Pungsi
 Untuk kepentingan diagnostik
 Curiga terhadap adanya meningitis
 Mengevaluasi hasil dari pengobatan
 Untuk kepentingan terapi
 Menurunkan maupun mengurangi tekanan cairan serebrospinal
b) Persiapan Sebelum Pemeriksaan Lumbal Pungsi
 Persiapan Pasien
Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tujuan
dilakukan lumbal pungsi, prosedur lumbal pungsi, posisi ketika dilakukan
pemeriksaan lumbal pungsi, durasi yang dibutuhkan untuk pemeriksaan
lumbal pungsi, dan hal apa saja yang mungkin terjadi beserta upaya yang
dilakukan. Selain itu sebelum dilakukan tindakan terlebih dahulu perawat
meminta izin kepada pasien dan keluarga pasien dengan menandatangani form
yang berisi kesediaan pasien untuk dilakukan tindakan.
 Persiapan alat-alat
1) Bengkok

26
2) 3 buah tabung reaksi
3) Bak steril (jarum lumbal, spuit, kassa, handscoon, lidi kapas)
4) Duk bolong
5) Alas
6) Manometer
7) Plester dan gunting
8) Xilocain atau lidokain
9) Desinfektan
10) Masker
11) Penutup kepala
c) Prosedur Tindakan Lumbal Pungsi
 Posisikan pasien lateral recumbent, bagian punggung pasien berada dipinggir
tempat tidur. Posisikan lutut pasien fleksi dan menempel dengan abdomen
nya, leher pasien dalam keadaan fleksi kearah depan dan posisi dagu
menempel dengan dadanya atau knee chest.
 Terlebih dahulu tentukan lokasi pungsi, yang dapat duigunakan oleh orang
deasa adalah interspinosus vertebral dibawah L2, meskipun dianjurkan L4-L5
atau L5-S1 . Setelah menemukan lokasinya beri tanda pada celah interspinosus
tersebut
 Terlebih dahulu dokter menggunakan masker, handscoon, penutup kepala dan
gaun steril
 Gunakan desinfektan untuk desinfeksi kulit
 Gunakan lidokain atau xilokain untuk anesthesia kulit, jaringan lebih dalam
diinfiltrasi sampai periosteum dan ligament longitudinal
 Jarum spinal dengan stilet yang berada di dalam nya ditusukkan ke bagian
dalam subkutis. Bagian jarum harus masuk ke dalam rongga interspinosus dan
harus tegak lurus terhadap aksis vertebra
 Jarum ditusukkan ke dalam rongga subarachnoid sampai terasa jarum
lepas.kemudian stilet di lepaskan untuk diperiksa aliran dari cairan
serebrospinal. Ketika di periksa tidak ada cairan serebrospinal jarumnya
diputar karena kemungkinan ada penyumbatan pada bagian ujung jarum. Bila
sudah diputar namun tetap tidak keluar, stilet dimasukkan kembali dan jarum
ditusukkan lebih dalam. Stilet dicabut pada interval 2 mm kemudian periksa
kembali aliran cairan serebrospinal

27
 Jika ingin mengetahui tekanan cairan serebrospinal jarum lumbal dengan
monometer pemantau tekanan dihubungkan untuk nilai normalnya 60-180
mmHg, pasien pada posisi lateral recumbent. Luruskan terlebih dahulu bagian
kepala dan tungkai pasien kemudian ukur tekanan nya.
 Pasien dianjurkan bernafas secara normal dan tidak mengejan
 Lakukan test queckenstedt untuk mengetahui rongga subarachnoid terdapat
sumbatan atau tidak, test queckenstedt dilakukan dengan cara mengoklusi
salah satu vena jugularis dengan durasi I\10 detik. Tekanan tidak naik jika
terdapat obstruksi medulla spinalis , jika tidak terdapat obstruksi medulla
spinalis setelah kurang lebih 10 menit tekan vena jugularis, dalam waktu
kurang lebih 30 detik tekanan akan naik turun.
 Cairan CSF harus ditampung untuk diperiksa, cairan tersebut dimasukkan ke
dalam 3 tabung steril yang di dalam nya berisi reagen, pada tiap tabung nya
diisi kurang lebih 1 ml cairan CSF yang akan digunakkan untuk pemeriksaan
hitung sel dan hitung jenis, pewarnaan gram,glukosa, dan protein. Prinsip pada
pemeriksaan none apelt yaitu globulin mengendap dalam waktu sekitar
setengah jam lamanya pada larutan asam sulfat. Pemeriksaan nya dilakukan
dengan cara terlebih dahulu masukkan reagen ke dalam tabung reaksi sekitar
0,7 ml, setelah itu cairan CSF dimasukkan sekitar 0,5 ml, setelah 2-3 menit
lihat lah apakah terdapat endapan berwarna putih. Untuk menilainya dengan
cara berikut:
1) ( - ) tidak dijumpai Cincin berwarna putih
2) ( + ) Cincin berwarna putih tampak sangat tipis jika dilihat dengan
latar belakang berwarna hitam dan bila dikocok akan tetap
berwarna putih
3) ( ++ ) Cincin berwarna putih tampak sangat jelas dan bila cairan
dikocok menjadi berkabut atau opolecement.
4) ( +++ ) Cincin berwarna putih tampak jelas dan bila cairan dikocok
cairan berubah menjadi keruh
5) ( ++++ ) Cincin berwarna putih tampak sangat jelas dan bila cairan
dikocok maka cairan berubah menjadi sangat keruh

Test pandi dilakukan dengan tujuan untuk mengecek apakah albumin dan
globulin mengalami peningkatan, prinsip test pandi yaitu protein akan

28
mengalami pengendapan pada larutan fenol di dalam air.adapun cara untuk
melakukan test pandi yaitu masukkan 1 cc cairan reagen ke dalam tabung
gelas arloji, setelah itu teteskan ke dalam tabung arloji 1 tetes cairan
serebrospinal. Lihatlah apakah berubah menjadi keruh.

 Maksimal cairan liquor yang dikeluarkan yaitu 100 cc pada pasien


hydrocephalus berat
 Jika sudah selesai masukkan kembali stilet jarum lumbal (lepaskan juga
jarumnya), lepaskan manometer, jangan lupa untuk memasang balutan pada
bekas luka tusukkan
 Setelah dilakukan tindakan atur posisi pasien yaitu berbaring tanpa
menggunakan bantal dengan durasi 2-4 jam lamanya, lakukan obsrvasi apakah
keluar cairan serebrospinal, jika pasien merasakan sakit pada kepalanya
berikan kompres dingin, anjurkan pada pasien teknik relaksasi, kolaborasikan
untuk pemberian analgetik.
d) Komplikasi lumbal pungsi
 Terjadi kerusakan pada diskus intervertebralis
 Herniasi tonsiler
 Terjadi meningitis
 Empyema epidural
 Mengalami sakit pada bagian pinggang
 Terjadi infeksi
 Terjadi kista epidermoid intraspinal
2. Angiografi
Dilakukan dengan cara dilihat langsung system pembuluh darah yang ada pada otak.
Biasanya zat kontras dimasukkan ke dalam melalui arteri (vertebra, karotis, femoralis,
dan brachialis). Adapun yang dapat di deteksi yaitu pembulh darah yang tersumbat,
pergeseran pembuluh darah(Space Ocupaying Lession).
a) Pemeriksaan sebelum dilakukan angiografi
 Membuat pasien merasa aman dan nyaman
 Sebelum melakukan tindakan perawat harus menjelaskan prosedur secara
singkat, efek yang akan terjadi (terasa terbakar saat dilakukan penyuntikan zat
kontras)
 Hal-hal yang harus dilakukan pasien setelah dilakukannya tindakan

29
 Inform consent
b) Komplikasi angiografi
 Pasien bias keracunan zat kontras, cara pencegahannya yaitu pasien diberi
obat anti alergi
 Pada daerah suntikan bias menimbulkan hematom , cara pencegahannya yaitu
dilakukan balut tekan
c) Setelah dilakukan angiografi
 Melakukan observasi TTV pada pasien setelah tindakan, hal ini dilakukan
sampai pasien stabil
 Berikan kompres dingin pada daerah yang disuntikkan, hal ini bertujuan agar
rasa nyeri berkurang
 Posiskan pasien berbaring tanpa menggunakan bantal dengan durasi 24 jam
 Pastikan tungkai dalam keadaan lurus (6-8 jam) jika daerah femoralis yang
dilakukan penyuntikan
 Perubahan neurologi yang terjadi perlu dicatat
3. Elektro Encephalografi (EEG)
Dilakukan dengan cara aktifitas listrik otak direkam melalui tengkorak namun yang
masih utuh,
a) Prinsip kerja dari EEG
Permukaan bagian otak direkam dengan cara menempelkan elektroda di seluruh
daerah tengkorak selama beberapa menit. 16 elektroda yang terpasang di
tengkorak dapat ditekan seluruh aktifitas otak selain itu dapat juga diselidiki.
Diperkuat sebanyak 1 juta kali untuk dapat merekam tegangan otak yang besarnya
sekitar 50 mikrovolt. Aliran listrik yang terdapat pada gerakan otot juga dapat
tercatat.
Pada ujung-ujung dendrit memproduksi medan listrik seluruh korteks serebri.
Potensial dendrit dapat berubah-ubah dikarenakan tegangan potensial neuron
berbeda disetiap waktunya.
b) Macam-macam EEG
 EEG dapat dibedakan menurut frekuensinya dan gelombangnya ada 4 yaitu :
 Gelombang Alfa yang memiliki siklus 8-13/detik
 Gelombang Beta yang memiliki siklus > 13/detik
 Gelombang Teta yang memiliki siklus 4-7/detik

30
 Gelombang Delta yang memiliki siklus < 4/detik
 Fluktasi potensial otak berdasarkan pola gelombangnya:
 Gelombang lamda, merupakan gelombang yang muncul dekat lobus
oksipitalis dan termasuk gelombang positif, gelombang ini muncul saat
kedua mata sedang menatap dengan perhatian penuh
 Gelombang tidur, gelombang ini memiliki frekuensi sekitar 10-15/detik
dan akan hilang saat durasi tidur pendek, gelombang ini berbentuk spindle
 Kompleks K, gelombang ini bisa terdiri dari sekelompok gelombang atau
satu gelombang lambat yang bergabung dengan gelombang yang memiliki
frekuensi cepat, komples k timbul pada saat tidur pendek
 Gelombang vertex, gelombang ini memiliki pola yang berbentuk seperti
jam pada daerah sagital, sering timbul bersama dengan kompleks k saat
tidur pendek
 Gelombang patologis:
 Gelombang runcing atau spike, merupakan gelombang yang berlalu
dengan cepat serta memiliki bentuk runcing. Gelombang ini sering muncul
secara folifasik (dengan defleksi kea rah atas dank e arah bawah dengan
berselingan)
 Gelombang tajam atau sharp wave, bentuk gelombang ini yaitu meruncing
dan lebih lama durasinya yaitu >60 milidetik, dan merupakan gelombang
yang tajam dan mncul secara polifasik
 Gelombang runcing atau spike wave, gelombang ini merupakan
gelombang runcing tetapi disusul juga oleh gelombang lambat yang
muncul beraturan dengan frekuensi 3 spd, gelombang ini dapat hilang dan
muncul secara mendadak dan merupakan sikron bilateral
 Gelombang runcing multiple, kumpulan gelombang runcing yan meledak
kemudian dapat bangkit sekali atau bahkan berkali-kali tetapi disusul oleh
gelombang lambat
 Hypsarithmia,merupakan kumpulan gelombang yang di dalamnya terdapat
gelombang yang bervoltase tinggi dan memiliki irama tidak beraturan dan
di dalamnya bercampur antara gelombang runcing dengan gelombang
tajam.
c) Indikasi EEG

31
 Di duga penderita memiliki epilepsy
 Untuk membedakan kelainan pada otak organic
 Untuk mengidentifikasi infark pada pembuluh darah atau mengecek
adanya tumor, hematom, dan juga abses
 Over dosis terhadap obat-obatan
 Dapat juga mengecek kematian yang terjadi pada jaringan di otak
d) Penatalaksanaan EEG
 Persiapan pasien
Dilakukan penyuluhan kesehatan
1) Sebelum dilakukan tindakan terlebih dahulu perawat memberi tahukan
kepada pasien dan keluarga mengenai prosedur secara singkat. Saat
pasien sudah berada diruangan pasien akan dipasang elektroda sekitar
16-24 , elektroda nantinya akan dihubungkan dengan mesin EEG dapat
ditunjukkan melalui video.
2) Menyarankan kepada pasien untuk tidak merasa gelisah selama kurang
lebih 45-60 menit
3) Terlebih dahulu perawat mengurangi tingkat stress pada pasien dengan
cara pendekatan
4) Perawat memberi tahu pasien bahwa pasien harus dalam keadaan rileks
dan tidak melakukan gerakan apapun yang dapat mempengaruhi hasil
5) Diharapkan pasien dapat mengikuti perintah selama tindakan, yaitu
dengan cara hiperventilasi 3-5 menit, pasien dianjurkan untuk selalu
menutup mata
 Persiapan fisik pasien
1) Jangan memberikan obat-obatan anti depresan atau stimulant selama
kurang lebih 24 jam sebelum dilakukan tindakan karena hal tersebut
dapat mempengaruhi aktivitas listrik pada otak. Biasanya dokter
memberikan anti konvulsi selama 24-48 jam sebelum dilakukannya
tindakan
2) Selama 24 jam sebelum dilakukannya tindakan pasien dianjurkan
untuk tidak mengonsumsi kafein seperti cokelat ataupun the
3) Tidak menggunakan hair spray pada rambut

32
4) Pasien dianjurkan untuk sarapan sebelum dilakukan tindakan, agar
tidak menimbulkan hipoglikemia yang dapat menyebabkan potensial
listrik tidak normal.
 Pelaksanaan EEG
1) Pasien harus dalam keadaan terlentang berikan suasana yang nyaman
untuk pasien
2) Pasien ditempelkan EEG sebanyak 14-16 elektroda dibagian kulit
kepala pasien dan menghubungkannya satu dengan lainnya
menggunakan kawat untuk menghubungkan ke mesin EEG
3) Pada gambar dasar dapat dihasilkan berdasarkan 3 urutan
(hiperventilasi, photic stimulasi, dan tidur)
 Hiperventilasi : pasien diminta untuk mengambil nafas melalui
mulutnya sekitar 30-40 nafas/menit dengan durasi 3-5 menit
lamanya. Akan terjadi serangan aktivitas oleh penderita
epilepsy ketika PH serum meningkat sekitar 7,8
 Photic stimulasi : pasien harus menutup matanya dikarenakan
pancaran cahaya diarahkan ke pasien. Pada pasien yang
cenderung kena serangan stimulasi ini dapat menyebabkan
aktivitas bwerupa serangan
 Tidur : pasien diminta untuk tidur, dapat diberikan hipnotik
pada pasien yang tidak dapat tertidur. Hasil dari rekaman
aktfitas listrik diinterpretasikan melalui neurologi
 Setelah Tindakan EEG
1) Bagian rambut pasien dicuci sampai bersih
2) Kondisikan lingkungan senyaman mungkin agar pasien beristirahat
secara tenang
3) Posisikan tidur pasien dengan baik dan observasi selalu pernafasan
pasien
4) Identifikasi apakah pasien terdapat aktivitas kejang khususnya pada
pasien yang cenderung mengalami kejang

33
4. Elektromyegrafi (EMG)
Merupakan cara mendeteksi atau mengukur adanya aliran listrik yang berasal dari
otot-otot pada skeletal. Ketika sedang beristirahat listrik tidak dilepaskan oleh otot,
tetapi volunteer potensial aksi bisa saja terekam saat otot berkontraksi.
a) Tujuan EMG
 Untuk membedakan otot primer yang terjadi gangguan seperti contohnya
distrofi otot dengan gangguan sekunder
 Untuk mendeteksi penyakit degeneratif pada saraf sentral
 Untuk mendiagnosa neuromuscular yang mengalami gangguan contohnya
myestania grafis
b) Penatalaksanaan EEG
 Persiapan pasien
1) Memberikan penjelasan secara singkat kepada pasienn dan keluarga
bahwa tindakan EEG ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman namun
bersifat sementara, jika diberi rangsangan listrik kepada pasien
2) 24 jam sebelum dilakukan tindakan pasien tidak dianjurkan
mengonsumsi obat-obatan sedative atau depresan
3) Perawat harus mencegah syok listrik pada pasien
 Prosedur EEG
1) Tindakan EEG dilakukan diruang tindakan atau disebelah tempat tidur
pasien
2) Syaraf-syaraf yang akan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu di
pasang elektroda
3) Untuk tahap awal hanya menggunakan dosis rendah rangsangan listrik
kemudian menuju saraf dan otot dapat melalui elektroda, otot
secepatnya berkontraksi jika konduksi dibagian saraf berakhir
4) Jarum elektroda yang digunakan untuk mendeteksi potensial otot
berbeda-beda yaitu dimulai dari nomor 1,3-7,7 cm
5) Agar potensial otot dapat diukur saat kontraksi minimal dan maksimal
pasien terlebih dahulu akan diminta untuk melakukan suatu aktifitas,
6) Osiloskop dapat digunakan untuk merekam derajat dari aktifitas otot
dan juga saraf kemudian hasilnya dapat berupa gambaran yang
menunjukkan grafik

34
7) Untuk mencegah hematoma hal yang harus dilakukan perawat yaitu
menciptakan rasa nyaman pasien dan selalu mengobservasi daerah
yang dilakukan penusukkan
 Setelah tindakan EEG
1) Pasien diberikan kompres dingin untuk meminimalisir rasa nyeri
dibagian hematoma
2) Jaga lingkungan pasien agar tetap aman dan dengan begitu pasien
mudah untuk beristirahat
5. Computerized Axial Tomografi (CT Scan)
Merupakan tindakan yang bertujuan untuk mendeteksi bagian sudut-sudut terkecil
tengkorak ataupun bagian otak.
a) CT Scan dapat mendeteksi
 Adanya tumor maupun lesi
 Adanya abses ataupun hematoma
 Apakah vaskularisasi dan infark mengalami peningkatan atau penurunan
 Adanya hydrocephalus
 Adanya Brain atrofi
 Adanya Brain contusion
 Adanya inflamasi
b) Hal yang perlu diperhatikan sebelum tindakan CT Scan
 Mempertimbangkan tingkat kekuatan scanner. Mengukur terlebih dahulu
apakah pasien memiliki berat badan di bawah 145 kg
 Klien dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas selama 20-45 menit atau
sesuai dengan durasi pemeriksaan
 Pasien akan disuntikkan zat iodine based contras material sekitar kurang
lebih 30 ml ,maka dari itu perlu dilakukan pengecekan apakah pasien
alergi iodine.
c) Prinsip kerja CT Scan
Alat detector merupakan pengganti dari proyeksi sinar, alat detector ini mampu
mendeteksi sinar yang timbul dengan cara berdipensiasi. Untuk dilakukan
pencatatan dilakukan dengan menggabungkan pesawat detector sebanyak 3 buah.
1 buah pesawat detector digunakan untuk detector aferen yang memiliki fungsi
untuk mengukur intensitas dari sinar rontgen, dan dua pesawat detector digunakan
untuk menerima sinar dan sinar ini dapat menembus tubuh. Untuk penyinarannya

35
berdasarkan proteksi yang berasal dari 3 titik, jika dilihat menurut posisinya
adalah jam 12, jam 10 dan 02 dengan membutuhkan durasi 4,5 menit lamanya.
d) Penatalaksanaan CT Scan
 Persiapan pasien sebelum CT Scan
Sebelumnya pasien diberikan penjelasan mengneai prosedur secara
singkat, kemudian diberi penjelasan mengenai alat-alat yang akan
digunakan, jika memungkinkan perawat dapat memberikan gambaran
melalui video dengan tujuan untuk mengurangi tingkat stress pada pasien
sebelum dilakukan tindakan. Pasien akan diberikan test ketahanan untuk
berdiam diri dan tidak melakukan gerakan (pada saat dimeja scanner)
durasi yang dibutuhkan yaitu sekitar 45 detik, pasien juga diminta untuk
melakukan pernafasan sesuai dengan intruksi perawat saat tindakan
dimulai, pasien diharapkan untuk mentaati aturan agar saat dilakukan
injeksi zat kontras menjadi mudah.
Pasien sebelum dilakukan tindakan diberikan penjelasan bahwa badan
akan terasa panas serta wajah memerah setelah disuntikkan zat kontras,
kedua reaksi tersebut tergolong normal. Pasien terlebih dahulu dicek
apakah alergi terhadap iodine. Jika pasien merasakan cemas yang berlebih
perawat bisa mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian minor
transqualizer, dan jika pasien merasakan adanya nyeri dapat diberikan
analgetik. Rambut pasien harus dalam keadaan bersih dan tidak memakai
aksesoris.
 Prosedur tindakan CT Scan
1) Pasien dianjurkan untuk berbaring dan tangan dalam keadaan relaks
2) Selanjutnya meja elektronik masuk ke meja scanner
3) Saat meja elektronik sudah berada di dalam petugas bisa memantau
melalui layar monitor dan pada bagian yang terdapat gangguan akan
dilakukan pengambilan gambar
4) Saat tindakan CT Scan berlangsung pasien dianjurkan untuk tidak
melakukan gerakan atau aktifitas apapun selama kurang kebih 20-45
menit
5) Dari berbagai sudut dipantau melalui layar monitor dan dilakukan
pengambilan gambar

36
6) Perawat menemani pasien menggunakan alat proteksi yaitu protektif
lead approan
7) Setelah tindakan dilakukan rapihkan alat dan bantu pasien keluar dari
alat
 Hal yang harus diperhatikan setelah tindakan CT Scan
1) Lakukan identifikasi kemungkinan adanya alergi setelah dilakukan
penyuntikkan zat kontras. Jika muncul tanda-tanda alergi terhadap zat
kontras perawat bisa melakukan kolaborasi dengan dokter untk
pemberiam obat Benadryl dengan dosis 50 mg.
2) Pasien dipastikan akan merasa lelah setelah dilakukan tindakan dan
sebaiknya perawat melakukan mobilisasi
3) Observasi intake dan output cairan pasien selama 24 jam setelah
dilakukan tindakan CT Scan. Observasi apakah terdapat gejala
gangguan ginjal atau oliguria
4) Lakukan evaluasi tindakan oleh perawat dan dokter.
I. Pengkajian Sistem Persarafan
Pengkajian keperawatan sistem persarafan merupakan suatu komponen proses
keperawatan yang dilakukan perawat untuk mendapatkan permasalahan dari pasien
seperti pengumpulan data status kesehatan klien untuk membuktikan kesehatannya.
Pada saat Pengkajian riwayat dan fisik rutin perawat mengkaji fungsi neurologis klien
seperti mengkaji cara bicara, status mental, cara berjalan, cara berdiri, kekuatan motorik,
dan koordinasi tubuh. Pemeriksaan fisik neurologis dilakukan juga dengan serangkaian
pertanyaan logis dan diikuti dari tingkat yang lebih tinggi pada fungsi kortikal ke arah
sebuah penentuan integritas saraf-saraf perifer.
 Komponen pengkajian:
1. Anamnesis pada klien, keluarga dan perawat lainnya
2. Pemeriksaan kesehatan yaitu catatan status klien untuk melihat pemeriksaan
diagnostik
3. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain
4. Meninjau literatur yang terkait dengan keadaan klien
 Pemeriksaan neurologis di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Pengkajian umum, berfokus dari wawancara klien
2. Pengkajian fisik neurologis yang berperan dalam menggali masalah keperawataan
yang dikeluhkan klien.

37
Pengkajian neurologis ini dimulai saat pertemuan pertama. Sumber penting dari data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi secara keseluruhan didapatkan dari
pembicaraan dengan klien dan keluarga. Pemahaman tentang neuroanatomi,
keterampilan, pengalaman sangat penting dimiliki oleh perawat agar dapat
membantu perawat dalam melakukan pengkajian yang komperhensif.

1. Identitas Klien
Isi dari identitas klien yaitu nama klien, usia (usia tua lebih sering terjadi
masalah difungsi neurologis), jenis kelamin (perempuan/laki-laki), pendidikan,
agama, bangsa, suku yang dianut klien, tanggal dan jam klien masuk rumah
sakit, diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering terjadi pada gangguan sistem saraf seperti kelemahan
anggota gerak sebagian/ hanya sebelah badan, bicara pelo, tidak bisa
berkomunikasi dengan orang lain, kejang, sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri
otot, sakit pinggung, tingkat kesadaran menurun (GCS ≤ 15), ekstremitas klien
dingin, dan rasa takut.
3. Riwayat Penyakit
Pengkajian ini dilakukan dengan anamnesis / wawancara untuk mendapakan
masalah keperawatan lainnya. Wawancara klien meliputi gambaran umum status
kesehatan klien. keluhan utama perlu dikaji perawat lebih dalam agar lebih
komprehensif mendukung terhadap keluhan yang paling aktual yang dirasakan
klien.
4. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pada klien dengan gangguan neurologis riwayat penyakit sekrang dapat
didapatkan dari riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh pada
saat melakukan aktifitas, keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah,
riwayat kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan setengah badan atau gangguan
fungsi otak yang lain seperti gelisah, lelah, apatis, latergi, perubahan pukil,
memakai obat-obatan (sedatif, antipsikotik, perangsang saraf).
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian ini sangat penting dilakukan karena untuk mendapatkan informasi
mendalam yang mendukung klien dengan defisit neurologisnya.Sebaiknya

38
pertanyaan diarahlan pada penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang
kemungkinan memiliki hubungan dengan masalah klien sekarang.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga yang memiliki hipertensi, diabetes melitus memiliki hubungan
dengan beberapa masalah difungsi neurologis seperti neuropati perifer dan stroke
hemoragik
7. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Dalam pengkajian ini mengkaji presepsi klien seperti emosi, kognitif dan
perilaku klien.
8. Kemampuan Koping Normal
Mengetahui mekanisme koping yang digunakan klien sangat penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari.
9. Pengkajian Sosial-Ekonomi-Spiritual
Karena biaya pengobatan dan perawatan yang memerlukan dana yang tidak
sedikit apakah memberikan dampak pada status ekonomi klien. perawat juga
mengkaji fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan
terjadi pada gaya hidup individu klien.

J. Pemeriksaan Fisik Neurologis


Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan sama seperti pemeriksaan medikal
bedah lainnya seperti B1 (Breathing), B2 (Bleeding), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5
(Bowel), dan B6 (Bone). Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengevaluasi dan menilai
keadaan fisik klien secara umum apakah ada indikasi kelainan neurologis atau
penyakit lainnya.

Pengetahuan tentang anatomi, fisiologi, dan patofisiologi dari sistem persarafan


sangat diperlukan oleh perawat saat melakukan pemeriksaan fisik sistem persarafan.
Untuk menegakkan diagnosis kalainan pada sistem persarafan sangat diperlukan
pengalaman dan keterampilan perawat dalam melakukan pengkajian dasar
kemampuan fungsional sampai pemeriksaan diagnostik.

39
Untuk mengetahui tanda-tanda kelainan saraf bergantung pada lokalisasi anatomi dari
setiap lesi yang ada. Pada pelaksanaannya pemeriksaan sistem persarafan lebih rumit
daripada pemeriksaan sistem lainnya jadi penting sekali untuk mengingat kembali
neuroanatomi.

Pemeriksaan fisik sistem persarafan secara umum ditujukan untuk area fungsi mayor
meliputi:

1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi serebri (otak)
3. Saraf 12 kranial
4. Sistem motorik
5. Respons refleks
6. Sistem sensorik

1. Tingkat Kesadaran
Responsitivitas tingkat kesadaran:

Tingkat Responsivitas Klinis


Terjaga Normal
Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya atau
sedikit bingung saat pertama kali
terbangun, tetapi sadar sempurna ketika
bangun
Letargi Mengantuk tetapi mampu mengikuti
perintah sederhana ketika dirangsang
Stupor Sangat sulit unutk dibangunkan, tidak
konsisten saat mengikuti perintah
sederhana atau berbicara satu kata atau
frase pendek.
Semi komatosa Gerak bertujuan ketika dirangsang, tidak
mengikuti perintah atau berbicara
koheren
Koma Dapat merespons dengan posturn secara
refleks ketika distimulasi / dapat tidak
berespons pada setiap stimulus
(Sumber: Carolyn M.Hundak dan Barbara M.Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik, Jakarta:EGC,1996.)
40
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat menggunakan skala koma glasgow (GCS) )
karena dapat mempercepat waktu. Pemeriksa membuat peringkat 3 respons utama klien
terhadap lingkungan yaitu respons membuka mata, verbal, dan motorik. Dari setiap
kategori respon yang terbaik mendapat nilai. Nilai maksimum skala koma glasgow
(GCS) )atau sadar penuh adalah 15. Nilai minumum skala koma glasgow (GCS) adalah 3
klien tidak respons. Nilai total 8 atau kurang artinya koma dan jika bertahan pada waktu
lama dapat menjadi satu pertanda buruknya pemulihan fungsi. Sistem GCS dibuat untuk
pendoman mengevaluasi dengan cepat klien yang sakit kritis atau cidera sangat berat
yang status kesehatannya dapat berubah dengan cepat.

Tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS:

Respons Motorik Respons Verbbal yang Membuka Mata


yang Terbaik Terbaik
Menurut 6 Orientasi 5 Spontan 4
Terlokalisir 5 Bingung 4 Terhadap 3
panggilan
Menghindar 4 Kata tidak 3 Terhadap nyeri 2
dimengerti
Fleksi 3 Hanya 2 Tidak dapat 1
abnormal Suara
Ekstensi 2 Tidak ada 1
Tidak ada 1
(Sumber: J.M. Black et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing: A Nursing
Process Approach, 4 th ed, Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1995).

2. Pemeriksaan Fungsi Serebri


Gangguan dalam komunikasi, fungsi intelektual, dan dalam pola tingkah laku
emosional merupakan gangguan yang dapat terjadi jika fungsi serebri tidak normal.
Pemeriksaan fungsi serebri meliputi status metal dan emosional,, fungsi intelektual,
daya pikir, dan kemampuan berbahasa.
 Status mental
1. amati penampilan klien dan tingkah laku dengan cara melihat berpakaian,
kerapihan, dan kebersihan diri
2. amati postur tubuh, sikap, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan aktifitas motorik

41
3. Amati gaya bicara (jelas atau tidak) dan tingkat kesadaran klien (sadar dan
berespons atau mengantuk dan stupor)

 Fungsi intelektual
Penilaian ini akan memberikan banyak informasi tentang adanya kerusakan otak
mencakup kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan memanfaatkan
pengalaman.

 Daya Pikir
1. Apakah pikiran klien bersifat spontan, jernih, relavan, dan masuk akal?
2. Apakah klien memiliki kesulitan berpikir, berkhayal, dan asyik sendiri?
3. apa yang menjadi beban pikiran klien?
4. apakah klien asyik sendiri dengan hal kematian, kejadian tidak masuk akal,
halusinasi, paranoid/takut?

 Status Emosional
Status emosional dinilai dari reaksi klien dari setiap pertanyaan yang diberikan
perawat, orang-orang disekelilingnya, keadaan dan perasaan fisik diri sendiri.
Pengkajian status emosional klien meliputi:
1. Apakah tingkah laku klien alamiah dan satar, sensitif/mudah tersinggung dan
pemarah, cemas,apatis, atau euforia (gembira)
2. Apakah perasaan klien berubah-ubah secara normal atau tidak dapat diduga
seperti gembira tiba-tiba sedih saat wawancara?
3. apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-katanya atau isi pikirannya?
4. apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan non verbalnya?

 Kemampuan Bahasa
Biasanya pada pengkajian kemampuan bahasa perawat menemukan suatu
gangguan seperti disartia (kesulitan berbicara), dystonia (otot berkontraksi secara

42
berulang-ulang tanpa sadar), disfasia/afasia (gangguan perkembangan bahasa
yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan anak yang seharusnya).

3. Pemeriksaan Saraf Kranial

Pada pemeriksaan saraf kranial pertama dimulai dengan mengatur posisi pasien untuk
duduk di tepi tempat tidur, perhatikan bagian kepala, wajah dan leher pasien.
dokumentasikan apakah terdapat hidrosefalus (penumpukan cairan dirongga otak)
sehingga mengakibatkan meningkatnya tekanan pada otak (kepala membesar seperti
bentuk segitiga) atau akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan / growth hormone).

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

43
Sistem saraf merupakan salah satu komponen pada tubuh manusia yang memiliki
banyak sekali fungsi dan jika manusia kehilangan salah satu saja fungsinya itu akan
menyebabkan kerusakan pada organ tubuh manusia. Sistem saraf pada manusia dapat
dibagi menjadi 2 sistem saraf, pertama sistem saraf pusat dan kedua sistem saraf tepi.
Sistem saraf dibagi menjadi 2 yaitu Sistem saraf pusat (Otak, Medula Spinalis ), Sistem
saraf tepi atau Perifer (Saraf Otonom, Saraf Simpatis, Saraf Parasimpatis).
Fungsi sistem saraf sebagai alat komunikasi, alat pengendali, sebagai pusat
pengendali tanggapan. Gangguan pada saraf disebabkan oleh banyak hal seperti trauma,
infeksi, seperti meningitis, encephalitis, dan lain-lain, penyakit degenerasi, seperti
alzheimer, parkinson, dan lain-lain. tanda gejala sakit persarafan yaitu sakit kepala yang
terus-menerus atau tiba-tiba, sakit kepala yang berubah atau berbeda dari biasanya,
kehilangan indra perasa (kebas) atau kesemutan.
Pemeriksaan fisik pada sistem persarafan secara umum difokuskan pada area
mayor, pemeriksaan yang dilakukan seperti tingkat kesadaran, sistem motorik, fungsi
serebri, respon refleks dan sistem sensorik. Glasgow Coma Scale (GCS), respon motorik,
dan respon verbal. Dimana masing-masing pemeriksaan mempunyai “scoring” tertentu
mulai dari yang paling baik atau normal sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring”
paling jelek adalah 3 sedangkan paling baik adalah 15.
Cara mencegah gangguan saraf sejak dini dengan gaya hidup sehat seperti
olahraga terarut, mengkonsumsi vitamin yang cukup, dan hindari alkohol. adapun cara
pemeriksaan diagnostik sistem persarafan yaitu: lumbal pungsi, angiografi, elektro
encephalografi (EEG), elektromyegrafi (EMG), computerized axial tomografi (ct scan).

DAFTAR ISI

Chalik,Raimundus. 2016. Modul Anatomi Fisiologi Manusia.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Anatomi-
dan-Fisiologi-Manusia-Komprehensif.pdf (diakses tanggal 14 februari 2021).

44
Irmawati,Elise Garmelia. 2018. Klasifikasi dan Kodefikasi Penyakit Masalah Terkait
Kesehatan Serta Tindakan II. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Klasifikasi-dan-Kodefikasi-Penyakit-Masalah-Terkait-
Kesehatan_SC.pdf (diakses tanggal 14 februari 2021)

Dokter, Klik. 2018. Sakit Saraf. https://www.klikdokter.com/penyakit/sakit-saraf (diakses


tanggal 14 februari 2021)

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta:Salemba Medika. https://books.google.co.id/books?i
d=8UIIJRjz95AC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false.( diakses tanggal
15 Febuari 2021).

Carolyn M.Hundak dan Barbara M.Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik,


Jakarta:EGC,1996.

J.M. Black et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing: A Nursing Process Approach, 4
th
ed, Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1995.

45

Anda mungkin juga menyukai