Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


“ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
KASUS SISTEM PERSYARAFAN”

Dosen : Suryagustina, Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Aprila 2018.C.10a.0958
Dantini 2018.C.10a.0963
Fitrialiyani 2018.C.10a.0967
Fredrick I. 2018.C.10a.0968
Igo Gunawan 2018.C.10a.0969
Melatia Paska 2018.C.10a.0977
Rivaldo Setyo P. 2018.C.10a.0982
Sarpika Yena A 2018.C.10a.0985
Tri Harianto 2018.C.10a.0989
Yuni Elia Kartika 2018.C.10a.0993

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga kami mampu untuk menyelesaikan makalah
dari mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Sistem Persyarafan”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Palangka Raya, 18 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................
2.1 Pengertian Persyarafan ……...............................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan ………………………………………...
…….
2.2.1 Asuhan Keperawatan Kejang Demam
………………………………………...
2.2.2 Asuhan Keperawatan Epilepsi
………………………………………………..
2.2.3 Asuhan Keperawatan Stroke ……………………………………………...
…..
BAB III PENUTUP .................................................................................................
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................
3.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh
milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan
(Carlsson dkk,2000). Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan
neuroglia. Neuron merupakan stuktur dasar dan unit fungsional pada sistem saraf
(Fox, 2004). Sel neuroglia merupakan sel penunjang tambahan neuron yang
berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani mitosis yang mendukung
proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).
Angka kematian akibat penyakit saraf menurut World Federation of
Neurology (WFN) baru-baru ini yang telah berkolaborasi dalam survei
internasional mengenai gangguan neurologi yang melibatkan 109 negara dan
mencakup lebih dari 90% dari populasi dunia. Terdapat setidaknya 9 penyakit
dengan epidemiologi tersering hampir di seluruh negara tanpa mengenal faktor
kekuatan ekonomi tiap negara. Adapun penyakit dengan etiologi tersering yakni
demensia, epilepsi, nyeri kepala, multiple sklerosis, nyeri yang berhubungan
dengan gangguan neurologi, parkinson’s disease, stroke, cedera kepala dan
neuroinfeksi.
Di Indonesia Penyakit saraf dengan komplikasinya merupakan masalah
kesehatan yang masih sulit diatasi di Indonesia dan mengancam jiwa manusia. Hal
itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit saraf di Indonesia. Dari hasil penelitian di Banda Aceh lebih kurang 3
bulan terdapat 406 pasien yang dirawat di ruang saraf Geulima I RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh, terdiri atas 227 pria (55,9%) dan 179 wanita
(44,1%). Terdapat 5 macam penyakit yang merupakan penyakit-penyakit yang
dominan yang menyebabkan pasien dirawat di ruang saraf secara berurutan yaitu
stroke iskemik, cedera kepala ringan, cedera kepala sedang, cedera kepala berat,

4
dan stroke hemoragik. Pasien yang meninggal dunia sebanyak 21 orang (5,2%)
terdiri atas 7 pasien stroke iskemik (1,7%), 6 pasien stroke hemoragik (1,5%), 3
pasien cedera kepala berat (0,7%) dan masing-masing 1 pasien meningitis,
sefalgia, hidrosefalus, dan ensefalitis (0,2%) (Imran, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Persyarafan ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kejang Demam ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Epilepsi ?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Stroke ?
1.3 Tujuan

5
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sistem Persyarafan
Sistem syaraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-
sel khusus yang disebut neuron yang mengkoordinasikan tindakan binatang dan
mengirimkan sinyal antara berbagai bagian tubuhnya. Pada kebanyakan hewan
sistem syaraf terdiri dari dua bagian, pusat dan perifer. Sistem syaraf pusat terdiri
dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem syaraf perifer terdiri dari neuron
sensorik, kelompok neuron yang disebut ganglia, dan syaraf menghubungkan
mereka satu sama lain dan sistem syaraf pusat. Daerah ini semua saling
berhubungan melalui jalur syaraf yang kompleks.
Di sistem syaraf enterik, suatu subsistem dari sistem syaraf perifer,
memiliki kapasitas, bahkan ketika dipisahkan dari sisa dari sistem syaraf melalui
sambungan primer oleh syaraf vagus, untuk berfungsi dengan mandiri dalam
mengendalikan sistem gastrointestinal.
Neuron mengirimkan sinyal ke sel lain sebagai gelombang elektrokimia
perjalanan sepanjang serat tipis yang disebut akson, yang menyebabkan zat kimia
yang disebut neurotransmitter yang akan dirilis di persimpangan yang disebut
sinapsis. Sebuah sel yang menerima sinyal sinaptik mungkin bersemangat,
terhambat, atau sebaliknya dimodulasi.

6
Sensorik neuron diaktifkan oleh rangsangan fisik menimpa mereka, dan
mengirim sinyal yang menginformasikan sistem syaraf pusat negara bagian tubuh
dan lingkungan eksternal. Motor neuron, terletak baik dalam sistem syaraf pusat
atau di perifer ganglia, menghubungkan sistem syaraf otot atau organ-organ
efektor lain. Sentral neuron, yang pada vertebrata sangat lebih banyak daripada
jenis lain, membuat semua input dan output mereka koneksi dengan neuron lain.

2.1.1 Anatomi Fisiologi Syaraf


1. Sel Syaraf (Neuron)
Sistem syaraf terdiri atas sel-sel syaraf yang disebut neuron. Neuron
bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsangan).
Satu sel syaraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.
a. Badan sel

Badan sel syaraf merupakan bagian yang paling besar dari sel syaraf.
Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya
ke akson. Pada badan sel syaraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria,
sentrosom, badan golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan
kumpulan retikulum endoplasma tempat transportasi sintesis protein.

b. Dendrit

Dendrit adalah serabut sel syaraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
mengantarkan rangsangan ke badan sel.

c. Akson

Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel syaraf panjang yang
merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-
benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis
selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk
mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-
selsachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan
makanan untuk neurit dan membantu pembentukan neurit.

7
Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma yang melindungi akson
dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin.
Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya
rangsangan.
Ada tiga macam sel syaraf yang dikelompokkan berdasarkan struktur dan
fungsinya, yaitu:

a. Sel syaraf sensorik, adalah sel syaraf yang berfungsi menerima rangsangan
dari reseptor yaitu alat indera.

b. Sel syaraf motorik, adalah sel syaraf yang berfungsi mengantarkan rangsangan
ke efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan yang diantarkan berasal atau
diterima dari otak dan sumsum tulang belakang.

c. Sel syaraf penghubung, adalah sel syaraf yang berfungsi menghubungkan sel
syaraf satu dengan sel syaraf lainnya. Sel syaraf ini banyak ditemukan di otak dan
sumsum tulang belakang. Sel syaraf yang dihubungkan adalah sel syaraf sensorik
dan sel syaraf motorik. Syaraf yang satu dengan syaraf lainnya saling
berhubungan. Hubungan antara syaraf tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini
terletak antara dendrit dan neurit. Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan
kantung-kantung yang berisi zat kimia seperti asetilkolin (Ach) dan enzim
kolinesterase. Zat-zat tersebut berperan dalam mentransfer impuls pada sinapsis.

2. Impuls

Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari
lingkungan luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat juga dikatakan
sebagai serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut syaraf.

Contoh rangsangan adalah sebagai berikut :

a. Perubahan dari dingin menjadi panas.

b. Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.

c. Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.


d. Suatu benda yang menarik perhatian.

e. Suara bising.

8
f. Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.

Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan


menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor.
Gerakan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Gerak sadar

Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau
disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang
panjang.

Bagannya adalah sebagai berikut:

b. Gerak refleks

Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls
yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan sangat singkat dan
tidak melewati otak. Bagannya sebagai berikut:
Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut :
1). Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu
2). Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang masuk
ke mata.
3). Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
4). Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
5). Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi
2.1.2 Susunan Sistem Syaraf
Susunan sistem syaraf manusia tersusun dari sistem syaraf pusat dan sistem
syaraf tepi. Sistem syaraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
Sedangkan sistem syaraf tepi terdiri atas sistem syaraf somatis dan sistem syaraf
otonom.
a.Sistem Syaraf Pusat:
1). Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur
dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga tengkorak, beratnya
lebih kurang 1/50 dari berat badan. Bagian utama otak adalah otak besar

9
(Cerebrum), otak kecil (Cerebellum), dan batang otak. Otak besar merupakan
pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari.
Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan
kiri. Masing-masing belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak besar
belahan kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri,
sedangkan otak belahan kiri mengatur dan mengendalikan bagian tubuh sebelah
kanan.
Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah otak
besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan
lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu
belahan kiri dan belahan kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil
berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja
otot ketika seseorang akan melakukan kegiatan.
Batang otak tersusun dari medula oblangata, pons, dan otak tengah. Batang
otak terletak di depan otak kecil, di bawah otak besar, dan menjadi penghubung
antara otak besar dan otak kecil. Batang otak disebut dengan sumsum lanjutan
atau sumsum penghubung. Batang otak terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan
dalam dan luar berwarna kelabu karena banyak mengandung neuron. Lapisan luar
berwarna putih, berisi neurit dan dendrit. Fungsi dari batang otak adalah mengatur
refleks fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung, suhu tubuh, tekanan,
darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari.
2). Sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar
berwana putih dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung
serabut syaraf dan lapisan dalam mengandung badan syaraf.
Di dalam sumsum tulang belakang terdapat syaraf sensorik, syaraf motorik,
dan syaraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak
dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.
b.Sistem Syaraf Tepi

10
Sistem syaraf tepi tersusun dari semua syaraf yang membawa pesan dari dan
ke sistem syaraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem syaraf tepi
membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon rangsangan dari
lingkunganmu. Sistem syaraf ini dibedakan menjadi sistem syaraf somatis dan
sistem syaraf otonom.
1). Sistem syaraf somatis
Sistem syaraf somatis terdiri dari 12 pasang syaraf kranial dan 31 pasang
syaraf sumsum tulang belakang. Kedua belas pasang syaraf otak akan menuju ke
organ tertentu, misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Syaraf sumsum tulang
belakang keluar melalui sela-sela ruas tulang belakang dan berhubungan dengan
bagian-bagian tubuh, antara lain kaki, tangan, dan otot lurik.
Syaraf-syaraf dari sistem somatis menghantarkan informasi antara kulit,
sistem syaraf pusat, dan otot-otot rangka. Proses ini dipengaruhi syaraf sadar,
berarti kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan
bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini.
Contoh dari sistem syaraf somatis adalah sebagai berikut:
   a). Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga akan sampai ke
otak. Otak menterjemah- kan pesan tersebut dan mengirimkan isyarat ke kaki
untuk berjalan mendekati pintu dan meng- isyaratkan ke tangan untuk
membukakan pintu.
b). Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas, kulit akan menyampaikan
informasi tersebut ke otak. Kemudian otak mengisyaratkan pada tangan untuk
menghidupkan kipas angin.
c). Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan menyampaikan informasi
tersebut ke otak, otak akan menterjemahkan informasi tersebut dan
mengisyaratkan tangan dan kaki untuk bergerak membersihkan kamar.
2). Sistem syaraf otonom
Sistem syaraf otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh
diatur oleh sistem syaraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem
syaraf otonom terdiri atas sistem syaraf simpatik dan sistem syaraf parasimpatik.

11
Sistem syaraf simpatik disebut juga sistem syaraf torakolumbar, karena
syaraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12.
Sistem syaraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul syaraf yang terdapat di
sumsum tulang belakang.  Fungsi dari sistem syaraf simpatik adalah sebagai
berikut :
a). Mempercepat denyut jantung
b). Memperlebar pembuluh darah
c). Memperlebar bronkus
d). Mempertinggi tekanan darah
e). Memperlambat gerak peristaltis
f). Memperlebar pupil
g). Menghambat sekresi empedu
h). Menurunkan sekresi ludah
i). Meningkatkan sekresi adrenalin.
Sistem syaraf parasimpatik disebut juga dengan sistem syaraf kraniosakral,
karena syaraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral. Susunan
syaraf parasimpatik berupa jaring- jaring yang berhubung-hubungan dengan
ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat syarafnya menuju ke organ tubuh
yang dikuasai oleh susunan syaraf simpatik.
Sistem syaraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan
fungsi sistem syaraf simpatik. Misalnya pada sistem syaraf simpatik berfungsi
mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem syaraf parasimpatik akan
memperlambat denyut jantung.
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Asuhan Keperawatan Kejang Demam
2.2.1.1 Pengkajian
a.Riwayat kesehatan.
Riwayat demam disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
b.Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan fisik biasanya didapatkan:

12
Fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan cepat/ menurun, peningkatan
sekresi mucus, peningkatan nadi, sedangkan post iktal dapat ditemukan apnea.
Akibat kejang dapat terjadi fraktur, kerusakan jaringan lunak/gigi cedera
selama kejang. Pada aktivitas dan kekuatan otot terjadi keletihan, kelemahan
umum, perubahan tonus otot/ kekuatan otot. Mual, muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang.
Di intergumen ditemukan : Akral hangat, kulit kemerahan, demam
Diagnosa dan Nursing care Plan (NCP)
a.Diagnosa: Resiko injuri berhubungan dengan kejang/psikomotor,
disorientasi/penurunan status mental NOC (Nursing Outcomes Classification):
Safety status : (Anak terbebas dari injuri) Kriteria Evaluasi: Tidak terjadi kejang,
lidah tidak tergigit, tidak terjadi fraktur NIC (Nursing Interventions
Classification): 1.Seizure management
a)Baringkan ditempat yang rata
b)Bimbing pergerakan untuk mencegah injury
c)Pertahankan jalan nafas: miringkan kepala
d)Pasang sudip lidah/ tong spatel yang telah dibungkus dengan kasa diantara gigi
untuk mencegah lidah tergigit
e)Buka pakaian yang ketat
f)Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien
g)Temani klien saat kejang
h)Hindari penggunaann restrain
i)Monitor vital sign
2. Seizure precaution
a.Atur tempat tidur yang rendah
b.Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur
c.Sediakan suction disamping tempat tidur
d.Sediakan ambubag disamping tempat tidur
e.Beritahu pasien/keluarga tentang faktor pencetus kejang & factor resiko yang
meningkatkan injuri dan bagaimana cara menguranginya.
f.Instruksikan pada keluarga untuk sedia obat antipiretik & antikonvulsan sesuai
resep dokter

13
b.Diagnosa: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas, peningkatan produksi mukus NOC (Nursing Outcomes Classification) :
Respiratory status (Airway Patency): Klien/anak dapat mempertahankan jalan
nafas efektif Kriteria hasil; Sputum/sekret dapat keluar, tidak ada cyanosis &
dypsnoe, RR dalam rentang normal, suara nafas bersih NIC (Nursing
Interventions Classification):
1.Airway management
a) Buka jalan nafas: miringkan kepala
b)Monitor respirasi dan status oksigenasi
c)Perhatikan tipe dan jumlah sekresi
d)Auskultasi suara paru
e)Pasang endotrackeal sesuai kebutuhan
f)Ajarkan tehnik nafas dalam dan batuk efektif bila kondisi memungkinkan
2.Aiway suction
a)Tentukan kebutuhan untuk suction
b)Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
c)Monitor status oksigenasi klien d)Lakukan suction secara hati-hati dan lembut
bila perlu
c.Diagnosa: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakitnya, dehidrasi NOC :
ipertermi teratasi, terjadi keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas Kriteria hasil: Suhu tubuh dalam rentang: 36,5-37C, kulit tidak kemerahan
NIC (Nursing Interventions Classification):
1.Monitoring vital sign
a)Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan
b)Pertahankan secara berkesi nambungan monitoring suhu tubuh
c)Monitoring warna kulit, suhu dan kelembutan
d)Monitoring adanya sianosis perifer
e)Identifikasi dari penyebeb perubhan vital sign
2.Penanganan demam
a) Berikan antipiretik jika diperlukan
b) Buka pakaian sampai hanya tinggal celana dalamnya saja. Pastikan ia
memperoleh banyak udara segar tanpa menjadi kedinginan

14
c)Berikan tapid sponge bed dengan air hangat
d)Berikan intake cairan yang adekuat
e)Pasang IV Line untuk memenuhi kebutuhan cairan
f)Berikan sirkulasi udara yang baik
g)Berikan oksigen jika diperlukan
d.Diagnosa: Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi dan
pemahaman tentang proses penyakit dan perawatan NOC : Mengerti proses
perawatan sakit NIC (Nursing Interventions Classification):
1.Ajarkan tentang proses penyakit :
a)Kaji tingkat pengetahuan klien tentang proses penyakitnya
b)Gambarkan tanda dan gejala umum dari penyakit
c)Identifikasi etiologi/penyebab yang mungkin
d)Berikan informasi pada pasien tentang kondisinya
2. Ajarkan tentang perawatan dan prosedur tidakan penyakit
a)Diskusikan tentang pilihan terapi dan pengobatan
b)Diskusikan management kejang
c)Diskusikan perubahan gaya hidup pada klien untuk mencegah komplikasi dan
mengontrol proses penyakit
d)Instruksikan pada klien mengenai tanda dan gejala yang harus segera dilaporkan
pada pemberi pelayanan kesehatan
e)Bila anak demam segera diberi antipiretik, kompres f)Instruksikan sedia
antipiretik dan antikonvulsan dirumah
2.2.2 Asuhan Keperawatan Epilepsi
2.2.2.1 Pengkajian
1) Anamnesa
 Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan
stress dapat memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcoho (alcoholic)

15
 Keluhan utama : Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya
ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami
penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-
kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan
sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau
anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
 Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan
diri.
 Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum, cedera kepala, infeksi system
saraf, gangguan metabolik, tumor otak, dll.
2) Pemeriksaan Fisik (ROS)
1. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi
apnea, aspirasi

2. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis

3. B3 (brain): penurunan kesadaran

4. B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine. Pada


pemeriksaan sistem kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume
output urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.

5. B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia


alfi. Pemenuhan nutrisi pada pasien epilepsi menurun karena anoreksia
dan adanya kejang.

6. B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan


anggota tubuh, mengeluh meriang. Pada fase akut saat kejang sering
didapatkan adanya penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.

2.2.2.2 Diagnosa Keperawatan

16
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder
respons pascakejang (postikal).
3. Resiko Cedera berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme
perlindungan diri.
2.2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Gangguan Neurologis Kejang
Tujuan (Kriteria Intervensi
Hasil )

Tujuan : Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas
keperawatan 1x7 jam (frekuensi,kedalaman,usaha napas)
diharapkan inspirasi dan/atau 2. Monitor bunyi napas tambahan
(mis. gurgling, mengi, wheezing,
ekspirasi yang memberikan
ronkhi kering)
ventilasi adekuat. Terapeutik :
Kriteria hasil : 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
1. Dipsnea menurun (5) dengan head-tilt dan chin-lift
2. penggunaan bantu napas 2. Posisikan semi fowler atau fowler
menurun (5) 3. lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
3. pemanjangan fase ekspirasi 4. keluarkan sumbatan benda padat
menurun (5) dengan forsep McGill
5. Berikan oksigen
4. Frekuensi napas membaik. Edukasi :
(5) 1. anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
5. kedalaman napas membaik Kolaborasi :
(5) Kolaborasi pemberian bronkodilator

2. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons pasca
kejang (postikal).
Tujuan (Kriteria Intervensi
Hasil )

Tujuan : Observasi :
Setelah dilakukan 1. Identifikasi

17
tindakan keperawatan lokasi,karakteristik,durasi
1x7 jam diharapkan nyeri frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
menurun dan kontrol 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri meningkat 3. Identifikasi respon nyeri secara
non verbal
Kriteria hasil : 4. Identifikasi faktor yang
1. Keluhan nyeri pasien men memperberat dan memperingan
nyeri
nurun.
5. Identifikasi pengetahuan dan
2. Meringis pasien menurun. keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
3. Skala nyeri berkurang 0-3. terhadap respon nyeri
4. Kegelisahan pasien menurun. 7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
5. Ketegangan otot pasien. diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan
6. Kesulitan tidur pasien analgesic
menurun. Terapeutik :
7. Kemampuan menuntaskan 1. Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri.
aktivitas pasien meningkat.
2. Kontrol lingkungan yang
8. TTV dalam batas normal. memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
3. Jelaskan penyebab,periode,dan
pemicu nyeri
4. Jelaskan strategi meredakan nyeri
5. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
6. Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
7. Anjurkan teknik nonfamakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgesic
3. Resiko Cedera berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Tujuan (Kriteria Hasil ) Intervensi

Tujuan : Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 6. Monitor terjadinya kejang
keperawatan 1x7 jam diharapkan berulang
tidak ada risiko cedera dan 7. Monitor kareteristik kejang
(mis.aktivitas motoric, dan
keparahan yang terjadi.
progresi kejang).
Kriteria hasil : 8. Monitor status neurologis
Terapeutik :

18
1. Baringkan pasien agar tidak
1. Kejadian cedera menurun terjatuh
2. Luka atau lecet menurun 2. berikan alas empuk dibawah
3. Tekanan darah membaik kepala
4. frekuensi nadi membaik 3. pertahankan kepatenan jalan napas
5. frekuensi napas membaik 4. Longgarkan pakaian, terutama
dibagian leher
5. Dampingi selama periode kejang
6. jauhkan benda-benda terutama
benda tajam
7. Reorientasikan setelah periode
kejang
8. Berikan oksigen
Edukasi :
1. anjurkan keluarga menghindari
memasukkan apapun kedalam
mulut pasien saat periode kejang
2. anjurkan keluarga tidak
menggunakan kekerasan untuk
menahan gerakan pasien
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian antikonsulvan

2.2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005).

2.2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang pada asuhan keperawatan. (Budianna Keliat, 2010).

19
2.2.3 Asuhan Keperawatan Stroke
2.2.3.1 Pengkajian Keperawatan (Pemeriksaan Fisik B1-B6)
2.2.1.1 Pengumpulan Data
2.2.1.2 Biodata identitas klien dan penanggung jawab
2.2.1.3 Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan lain-lain.
Identitas penanggung jawab Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan
klien.
2.2.1.4 Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
2.2.1.5 Riwayat keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
2.2.1.6 Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.
Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
2.2.1.7 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit

20
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya
2..2.1.8 Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
2.2.1.9 Riwayat psikososial
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelasmengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
2.2.1.10 Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. B1 ( Breathing )
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasitoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya

21
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6. B6 ( Bone )
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.

22
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji
tanda- tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2.2.1.11 Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan. Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini
meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan
hemisfer.
2.2.1.12 Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
- Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
- Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
- Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.

23
- Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi
otot pterigoideus internus dan eksternus.
- Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
- Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
- Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan o2 otak menurun
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrient
3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor resiko lembab
5. Gangguang komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular, kerusakan sentral bicara.

24
2.2.3 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Gangguan perfusi Kriteria Hasil : 1. Pantau TTV tiap
jaringan serebral b.d O2 Gangguan perfusi jam dan catat 1. Peningkatan tekanan darah
otak menurun jaringan dapat hasilnya sistemik yang diikuti dengan
tercapai secara optimal penurunan tekanan
2. Kaji respon
Kriteria hasil : darah diastolik merupakan tanda
motorik terhadap
a) Mampu peningkatan TIK. Napas tidak
perintah sederhana
mempertahankan tingkat teratur menunjukkan adanya
3. Pantau status
kesadaran peningkatan TIK
neurologis secara
b) Fungsi sensori dan 2. Mampu mengetahui tingkat
teratur
motorik membaik respon motorik pasien
4. Dorong latihan
3. Mencegah/menurunkan
kaki aktif/ pasif
atelektasis
5. Kolaborasi
4. Menurunkan statis vena
pemberian obat
5. Menurunkan resiko terjadinya
sesuai indikasi
komplikasi
2 Ketidakseimbangan Tujuan 1. Pengelolaan 1. Motivasi klien mempengaruhi
nutrisi : kurang dari 1. Status gizi gangguan makanan dalam perubahan nutrisi

25
kebutuhan tubuh b.d 2. Asupan makanan 2. Pengelulaan nutrisi 2. Makanan kesukaan klien untuk
ketidakmampuan untuk 3. Cairan dan zat gizi Kritria 3. Bantuan menaikkan mempermudah pemberian
mengabsorpsi evaluasi: BB nutrisi
Nutrien a) Menjelaskan komponen 3. Merujuk kedokter untuk
kedekatan diet Aktivitas keperawatan : mengetahui perubahan klien
b) Nilai laboratorium 1. Tentukan motivasi serta untuk proses
c) mis,trnsferin,albumin,dan klien untuk penyembuhan
eletrolit) mengubah 4. Membantu makan untuk
d) Melaporkan keadekuatan kebiasaan makan mengetahui perubahan nutrisi
tingkat gizi 2. Ketahui makanan serta untuk pengkajian
e) Nilai laboratorium (mis : kesukaan klien 5. Menciptakan lingkungan untuk
trasferin,albomen 3. Rujuk kedokter kenyamanan istirahat klien
dan eletrolit untuk menentukan serta untuk ketenangan dalam
f) Toleransi terhadap gizi penyebab ruangan/kamar.
yang dianjurkan. perubahan nutrisi
4. Bantu makan
sesuai dengan
kebutuhan klien
5. Ciptakan

26
lingkungan yang
menyenangkan
untuk makan
3 Hambatan mobilitas Klien diminta menunjukkan Intevensi 1. Mengajarkan klien tentang dan
fisik b.d penurunan tingkat mobilitas, ditandai 1. Terapi aktivitas, pantau penggunaan alat bantu
kekuatan otot dengan indikator berikut ambulasi mobilitas klien lebih mudah.
(sebutkan nilainya 1 – 5) 2. Terapi aktivitas, 2. Membantu klien dalam proses
ketergantungan (tidak mobilitas perpindahan akan membantu klien
berpartisipasi) membutuhkan sendi. latihan dengan cara tersebut.
bantuan orang lain atau alat 3. Perubahan 3. Pemberian penguatan positif
membutuhkan bantuan orang posisi selama aktivitas akan mem-bantu
lain,mandiri dengan pertolongan Aktivitas klien semangat dalam latihan.
alat bantu atau mandiri penuh). Keperawatan : 4. Mempercepat klien dalam
mobilisasi dan mengkendorkan
4. Ajarkan klien otot-otot
tentang dan pantau 5. Mengetahui perkembngan
penggunaan alat mobilisasi klien sesudah latihan
5. Bantu mobilitas. ROM
6. Ajarkan dan bantu 6. Kolaborasi dengan tim medis dapat

27
klien dalam proses membatu peningkatkan mobilitas
perpindahan. pasien seperti kolaborasi dengan
7. Berikan penguatan fisioterapis
positif selama
beraktivitas.
8. Dukung teknik
latihan ROM
9. Kolaborasi dengan
tim medis tentang
mobilitas klien
4 Risiko kerusakan 1. Tujuan 1. Anjurkan pasien 1. Kulit bisa lembap dan mungkin
integritas kulit b.d factor 2. Tissue Integrity : Skin untuk merasa tidak dapat beristirahat
risiko : lembap and Mucous menggunakan atau perlu untuk bergerak
Membranes pakaian yang 2. Menurunkan terjadinya risiko
3. Kriteria Hasil : longgar infeksi pada bagian kulit
4. Integritas kulit yang 2. Hindari kerutan 3. Cara pertama untuk mencegah
baik bisa dipertahankan pada tempat tidur terjadinya infeksi
(sensasi, elastisitas, 3. Jaga kebersihan 4. Mencegah terjadinya
temperatur, hidrasi, kulit agar tetap komplikasi selanjutnya

28
pigmentasi) bersih dan kering 5. Mengetahui perkembangan
5. Tidak ada luka/lesi pada 4. Mobilisasi pasien terhadap terjadinya infeksi kulit
kulit (ubah posisi pasien) 6. Menurunkan pemajanan
6. Menunjukkan setiap dua jam terhadap kuman infeksi pada
pemahaman dalam sekali kulit
proses perbaikan kulit 5. Monitor kulit akan
dan mencegah adanya kemerahan
terjadinya sedera 6. Oleskan lotion atau
berulang minyak/baby oil
7. Mampu melindungi pada derah yang
kulit dan tertekan
mempertahankan
kelembapan kulit dan
perawatan alami
5 Gangguan komunikasi Tujuan 1. Lakukan 1. Mencek komunikasi klien
verbal b.d. kerusakan Komunikasi dapat berjalan komunikasi apakah benar-benar tidak bisa
neuromuscular, dengan baik dengan wajar, melakukan komunikasi
kerusakan sentral bicara Kriteria hasil : bahasa jelas, 2. Mengetahui bagaimana
a) Klien sederhana dan bila kemampuan komunikasi klien

29
dapat perlu diulang tsb
mengekspresikan perasaan 2. Dengarkan dengan 3. Mengetahui derajat /tingkatan
b) Memahami maksud tekun jika pasien kemampuan berkomunikasi
dan pembicaraan orang mulai berbicara klien
lain 3. Berdiri di dalam 4. Menurunkan terjadinya
c) Pembicaraan pasien dapat lapang pandang komplikasi lanjutan
dipahami pasien pada saat 5. Keluarga mengetahui & mampu
bicara mendemonstrasikan cara
4. Latih otot bicara melatih komunikasi verbal pd
secara optimal klien tanpa bantuan perawat
5. Libatkan keluarga 6. Mengetahui perkembangan
dalam melatih komunikasi verbal klien
komunikasi verbal

30
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang pada asuhan keperawatan. (Budianna Keliat, 2010).

31
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem syaraf perifer terdiri dari neuron sensorik, kelompok neuron yang
disebut ganglia, dan syaraf menghubungkan mereka satu sama lain dan sistem
syaraf pusat.
Di sistem syaraf enterik, suatu subsistem dari sistem syaraf perifer, memiliki
kapasitas, bahkan ketika dipisahkan dari sisa dari sistem syaraf melalui
sambungan primer oleh syaraf vagus, untuk berfungsi dengan mandiri dalam
mengendalikan sistem gastrointestinal.
Kejang pada anak yang dapat disebabkan oleh lonjakan suhu tubuh (demam).
Kejang demam paling sering terjadi pada hari pertama demam. Kejang bisa
berlangsung selama beberapa menit namun biasanya tidak berbahaya. Gejalanya
mungkin termasuk terbelalak, gemetar parah, atau otot mengencang. Seorang anak
dapat kehilangan kesadaran. Anak-anak harus dievaluasi jika ini adalah kejang
pertama. Perawatan medis darurat diperlukan untuk kejang berulang atau yang
berlangsung lebih dari 10 menit. Obat untuk mengobati demam dan kejang yang
lama dapat digunakan.
Stroke merupakan keadaan darurat medis. Gejala stroke yaitu sulit berjalan,
berbicara, dan memahami, serta kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan,
atau tungkai.Penanganan dini dengan obat-obatan seperti tPA (penghancur
gumpalan darah) dapat meminimalkan kerusakan otak. Pengobatan lain berfokus
dalam membatasi komplikasi dan mencegah stroke lainnya.
3.2 Saran

32
DAFTAR PUSTAKA

Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula: Jakarta. EGC

Wade, Carole dan Travis carol. 2001. Psikologi edisi 9: Jakarta. Erlangga

Dewanto, George & Budi, Riyanto dkk. 2007. Diagnosis & Tata laksana penyakit
saraf: Jakarta. EGC

Harsono. 2007. Neurologi Edisi ke 2: Yogyakarta. Gadjah Mada University Press

Markam, Soemarmo. 2009. Penuntun Neurologi: Tangerang. Binarupa Aksara

Battica, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan System


Persarafan: Jakarta. Salemba Medika

33
Lynda Juall C. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
EGC.

Marilyn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 3.
Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC.
Doengoes, M. E.,  Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. 2000. Rencana asuhan
keperawatan.  (Edisi 3). Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

34

Anda mungkin juga menyukai