A. KONSEP KLINIS
1. DEFINISI
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without
(dari luar).
Fraktur terbuka karena itegritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit ( Reeves,2001).
2. ETIOLOGI
Penyebab fraktur adalah: trauma, karena kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olahraga dan
sekunder dari penyakit; osteogenis imperfekta dan kanker (Suriadi, 2001).
Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormone pada menopause (Reeves, 2001)
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk ( Reeves,2001).
4. PATOFISIOLOGI
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung dan tak langsung serta kondisi patologis, setelah
terjadi fraktur dapat mengakibatkan diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang.
Pergeseran fragmen tulang otomatis menimbulkan adanya nyeri. Diskontinuitas tulang dapat
berakibat perubahan jaringan sekitar lalu terjadi pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi
deformitas dan gangguan fungsi yang berujung gangguan imobilitas fisik. Perubahan jaringan
sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit dimana terjadi kerusakan integritas kulit jika
sampai menyebabkan putus vena/arteri akan terjadi perdarahan lalu kehilangan volume cairan
yang berujung syok hipovolemik. Selain laserasi kulit juga berakibat ke spasme otot yang
meningkatkan tekanan kapiler terjadi pelepasan histamin, protein plasma hilang maka terjadi
edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah dan dapat terjadi penurunan perfusi
jaringan. Diskotinuitas akibat terjadinya fraktur dapat mengakibatkan terjadi kerusakan
fragmen tulang yang selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan sesama tulang lebih tinggi
daripada kapiler kemudian terjadi reaksi stres pasien dimana terjadi pelepasan katekolamin
yang memobilisasi asam lemak bergabung dengan trombosit maka terjadilah emboli yang
akan menyumbat pembuluh darah.
5. PATHWAY
6. KLASIFIKASI FRAKTUR TERBUKA
Pada fraktur terbuka terdapat klasifikasi berdasarkan derajat luka antara lain :
Derajat I:
Luka < 1 cm
Kontaminasi minimal
Derajat II :
Luka > 1 cm
Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
A. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat ukuran luka.
B. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar kontaminasi masif.
C. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
6) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple,
atau cedera hati.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut mansjoer (2000), fraktur biasanya menyertai trauma. Itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation) apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya
kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, meningkat
golden, period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap, kemudian lakukan foto
radiologi. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Tindakan pada foto fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi infeksi, waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam
(golden period). Berikan antibiotic untuk kuman gram positif dan negative dengan dosis
tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka.
a) Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan atau kecil.
b) Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau esmard)
c) Cuci seluruh esktremitas selama 5-10 menit, kemudian lakukan pencukuran, lalu
diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
f) Riwayat Psikososial
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur.
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Integumen
b) Kepala
d) Muka
e) Mata
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
g) Hidung
i) Thoraks
j) Paru
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Auskultasi
l) Abdomen
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Perkusi
4) Auskultasi
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
3) Keadaan Lokal
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
2. Bila terpasang gips/bebat, sokong Mencegah gerakan yang tak perlu akibat
fraktur dengan bantal atau gulungan perubahan posisi.
selimut untuk mempertahankan posisi
yang netral.
b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
6. Lakukan kompres dingin selama fase Menurunkan edema dan mengurangi rasa
nyeri.
akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk
tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. perlunya penyesuaian keketatan
bebat/spalk.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi Reposisi meningkatkan drainase sekret dan
yang aman sesuai keadaan klien. menurunkan kongesti paru.
1. Pertahankan pelaksanaan
aktivitas Memfokuskan perhatian, meningkatakan
rekreasi terapeutik (radio, koran, rasa kontrol diri/harga diri, membantu
menurunkan isolasi sosial.
kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.
f. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit dan
jaringan akibat kontaminasi fekal.
perianal
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. Marliyn E, 2000. Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, ed.3, Jakarta: EGC,
Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.
Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal,
Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
Judith M. Wilkinson, 2007, Buku saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7, Jakarta : EGC
Lukman, Nurna Ningsih, 2009, Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
Muskuloskeletal, edisi 1 Jakarta : Salemba Medika,
Mansjoer. Arif, 2000, kapita selekta kedokteran, ed.3, jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius,
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta
Suriadi, rita yuliani, 2000, Asuhan keperawatan pada anak, ed. 1, Jakarta: PT Fajar Inter
Pratama,
http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_fraktur.html
http://www.scribd.com/doc/47708188/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-KLIEN-
DENGAN-FRAKTUR-CRURIS
http://argitauchiha.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur.html
C. KONSEP PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 55 thn
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SLTP
2. RIWAYAT KESEHATAN
Fraktur terbuka pada tangan kanan, luka robek di atas fraktur pj. 5 cm kedalaman:
sedalam tulang
Menurut keterangan dari keluarga klien dan dari klien, tidak ada dari anggota
keluarganya yang pernah di rawat di rumah sakit dan tidak ada dari keluarganya yang
menderita penyakit menular.
3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum:
Berat badan : 55 kg
2. Tanda-tanda vital:
TD : 110/80 mmHg
Nadi/PR : 84 x/menit
Pernafasan/RR : 22 x/menit
Suhu tubuh : 36 c
3. Head to Toe
1) Kepala
Bentuk Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam dan banyak uban, tidak ada
2) Thorax
3) Abdomen
Bentuk datar, tidak adanya benjolan dan tidak adanya nyeri tekan.
4) Genetalia
5) Ekstermitas atas
Bentuk tidak simetris, terjadi pemendekan tangan kanan, sensasi halus ada,
sensasi tajam ada gerakan rom terjadi gangguan, reflex bisep ada, dan terdapat
pembengkakan di tangan kanan. Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm,
kedalaman sedalam tulang
Ekstermitas bawah
Bentuk simetris, sensasi halus ada, pergerakan normal, reflek patella (+), tidak ada
pembengkakan
Skala nyeri = 7
ROM
2 5
5 5
6) Kulit
Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm, kedalaman sedalam tulang, warna
sekitar luka sedikit kemerahan
4. KEBUTUHAN DASAR
2) Personal Hygiene
Dalam personal hygiene klien mengalami perubahan selama MRS. Klien tidak
bisa mandi, sikat gigi, Penampilan umum kusam.
3) Pola Nutrisi
Nafsu makan sedikit menurun, setiap makan yang di sediakan oleh RS selalu tidak
di habiskan. Jumlah frekuensi makan 3 X sehari
Klien tidak pernah minum susu, hanya mengkonsumsi minuman air putih 2-3 liter
sehari.
4) Eliminasi
5) Seksualitas
6) Psikososial
7) Spiritual
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
X Ray :
6. TERAPI
Bed rest
Infus RL : D5 = 2 : 3
Inj. Cefataxim 2 X 1 gr
Reposisi fraktur
Debridement
Bidai
Rencana operasi
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
- Skala nyeri = 7
- TTV:
S : 36 c
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
- Pemakaian Bidai
- ROM
2 5
5 5
1. Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak.
2. Risiko tinggi infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, cidera
jaringan lunak)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menilai
15. Evaluasi keluhan perkembangan
nyeri (skala, petunjuk masalah klien
verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda
vital)
Menurunkan nyeri
melalui mekanisme
16. Kolaborasi medis penghambatan
dengan pemberian rangsang nyeri baik
analgetik secara sentral
maupun perifer.
5. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan Menilai
program imobilisasi. perkembangan
masalah klien.
6. Ubah posisi secara Menurunkan insiden
periodik sesuai keadaan komplikasi kulit dan
klien.
pernapasan
(dekubitus,
atelektasis,
penumonia)
7. Dorong/pertahankan
asupan cairan 2000-3000 Mempertahankan
ml/hari. hidrasi adekuat, men-
cegah komplikasi
urinarius dan
konstipasi.
8. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein
yang cukup
diperlukan untuk
proses penyembuhan
dan mem-
pertahankan fungsi
fisiologis tubuh.
Hecting situasi
N : 76 x/m
RR: 20 x/m
S: 36,5 C
Tangan
3. Memberikan papan penyangga
menggunakan bidai
kaki, gulungan trokanter/tangan
sesuai indikasi.
4. Mengevaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan program
imobilisasi.
Tidak mampu
melaksanakan
5. Membantu dan dorong perawatan
personal hygiene
diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien. secara mandiri
6. Mengubah posisi secara periodik Merubah posisi setiap
sesuai keadaan klien. 1 jam
Jam 20.00
- Skala nyeri = 6
Jam 20.00
- Pemakaian Bidai
- ROM
2 5
5 5