Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN FRAKTUR TERBUKA

A. KONSEP KLINIS

1. DEFINISI

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without
(dari luar).

Fraktur Compound (terbuka) adalah fraktur yang menyebabkan robeknya kulit


(Corwin,2001).

Fraktur terbuka karena itegritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit ( Reeves,2001).

2. ETIOLOGI

Penyebab fraktur adalah: trauma, karena kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olahraga dan
sekunder dari penyakit; osteogenis imperfekta dan kanker (Suriadi, 2001).

Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormone pada menopause (Reeves, 2001)

3. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur adalah Nyeri(pain), hilangnya nyeri (Fungsiolesa), deformitas,


pemendekan ekstermitas, kripitasi, pembengkakan local, dan perubahan warna
(Smeltzer,2002)

Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk ( Reeves,2001).

4. PATOFISIOLOGI

Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung dan tak langsung serta kondisi patologis, setelah
terjadi fraktur dapat mengakibatkan diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang.
Pergeseran fragmen tulang otomatis menimbulkan adanya nyeri. Diskontinuitas tulang dapat
berakibat perubahan jaringan sekitar lalu terjadi pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi
deformitas dan gangguan fungsi yang berujung gangguan imobilitas fisik. Perubahan jaringan
sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit dimana terjadi kerusakan integritas kulit jika
sampai menyebabkan putus vena/arteri akan terjadi perdarahan lalu kehilangan volume cairan
yang berujung syok hipovolemik. Selain laserasi kulit juga berakibat ke spasme otot yang
meningkatkan tekanan kapiler terjadi pelepasan histamin, protein plasma hilang maka terjadi
edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah dan dapat terjadi penurunan perfusi
jaringan. Diskotinuitas akibat terjadinya fraktur dapat mengakibatkan terjadi kerusakan
fragmen tulang yang selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan sesama tulang lebih tinggi
daripada kapiler kemudian terjadi reaksi stres pasien dimana terjadi pelepasan katekolamin
yang memobilisasi asam lemak bergabung dengan trombosit maka terjadilah emboli yang
akan menyumbat pembuluh darah.

5. PATHWAY
6. KLASIFIKASI FRAKTUR TERBUKA

Pada fraktur terbuka terdapat klasifikasi berdasarkan derajat luka antara lain :

Derajat I:

 Luka < 1 cm

 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

 Fraktur sederhana, tranversal, atau kominutif ringan

 Kontaminasi minimal

Derajat II :

 Luka > 1 cm

 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

 Fraktur kominutif sedang

 Kontaminasi sedang

Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :

A. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat ukuran luka.

B. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar kontaminasi masif.

C. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Doenges (2000), pemeriksaan diagnostik untuk fraktur terbuka, yaitu:

1) Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi/luasnya fraktur trauma

2) Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI :memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan


untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

3) Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.


4) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun,
pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ respon stress normal setelah
trauma.

5) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliners ginjal.

6) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple,
atau cedera hati.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut mansjoer (2000), fraktur biasanya menyertai trauma. Itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation) apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya
kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, meningkat
golden, period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap, kemudian lakukan foto
radiologi. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Tindakan pada foto fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi infeksi, waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam
(golden period). Berikan antibiotic untuk kuman gram positif dan negative dengan dosis
tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka.

Teknik debrimen adalah sebagai berikut:

a) Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan atau kecil.

b) Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau esmard)

c) Cuci seluruh esktremitas selama 5-10 menit, kemudian lakukan pencukuran, lalu
diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih.

d) Lakukan tidakan desinfeksi dan pemasangan dulu.


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1.1. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi


faktor presipitasi nyeri.

2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk


pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,


yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi


petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan


salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan


peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan


pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan


sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk


kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.

6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.


Karena klien harus menjalani rawat inap.

7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).

8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur.

9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah


dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk


mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.

2.1) Gambaran Umum

Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,


seperti:

a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis


tergantung pada keadaan klien.

b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan


pada kasus fraktur biasanya akut.

c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi


maupun bentuk.

2.2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,


oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada


penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek


menelan ada.

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi


maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak


terjadi perdarahan)

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa


mulut tidak pucat.

i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j) Paru

1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada


riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung

1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

l) Abdomen

1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

3) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

3) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama


mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).

(b) Cape au lait spot (birth mark).

(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang


tidak biasa (abnormal).

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki


mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema


terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3


proksimal,tengah, atau distal).

(d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.

(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan


ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum
dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau


biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan


pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena


ruda paksa.

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara


transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan


kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),


Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan


fraktur.

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

1. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:


a. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring dan Meningkatkan stabilitas, meminimalkan


imobilisasi sesuai indikasi. gangguan akibat perubahan posisi.

2. Bila terpasang gips/bebat, sokong Mencegah gerakan yang tak perlu akibat
fraktur dengan bantal atau gulungan perubahan posisi.
selimut untuk mempertahankan posisi
yang netral.

3. Evaluasi pembebat terhadap resolusi


Penilaian kembali pembebat perlu
edema.
dilakukan seiring dengan berkurangnya
edema

4. Bila terpasang traksi, pertahankan Traksi memungkinkan tarikan pada aksis


posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson, panjang fraktur tulang dan mengatasi
tegangan otot untuk mempercepat
Russel)
reunifikasi fragmen tulang

Menghindari iterupsi penyambungan


5. Yakinkan semua klem, katrol dan tali fraktur.
berfungsi baik.

Keketatan kurang atau berlebihan dari


6. Pertahankan integritas fiksasi traksi eksternal (Hoffman) mengubah
eksternal. tegangan traksi dan mengakibatkan
kesalahan posisi.

Menilai proses penyembuhan tulang.

7. Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto.

b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang Mengurangi nyeri dan mencegah


sakit dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,


terkena. mengurangi edema/nyeri.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan
pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakanuntuk Meningkatkan sirkulasi umum,


meningkatkan kenyamanan (masase, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
perubahan posisi)

5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,


meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
manajemen nyeri (latihan napas
mungkin berlangsung lama.
dalam, imajinasi visual, aktivitas
dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama fase Menurunkan edema dan mengurangi rasa
nyeri.
akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Menurunkan nyeri melalui mekanisme


indikasi. penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.

Menilai erkembangan masalah klien.


8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)

c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera


vaskuler, edema, pembentukan trombus)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan


melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk
tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. perlunya penyesuaian keketatan
bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas Meningkatkan drainase vena dan


menurunkan edema kecuali pada adanya
yang cedera kecuali ada kontraindikasi
keadaan hambatan aliran arteri yang
adanya sindroma kompartemen. menyebabkan penurunan perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya


4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) profilaktik untuk menurunkan trombus
vena.
bila diperlukan.

Mengevaluasi perkembangan masalah


klien dan perlunya intervensi sesuai
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran keadaan klien.
kapiler, warna kulit dan kehangatan
kulit distal cedera, bandingkan dengan
sisi yang normal.

d. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan


membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Instruksikan/bantu latihannapas Meningkatkan ventilasi alveolar dan
dalam dan latihan batuk efektif. perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi Reposisi meningkatkan drainase sekret dan
yang aman sesuai keadaan klien. menurunkan kongesti paru.

3. Kolaborasi pemberian obat Mencegah terjadinya pembekuan darah


antikoagulan (warvarin, heparin) dan pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan
kortikosteroid sesuai indikasi.
keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2


menunjukkan gangguan pertukaran gas;
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb,
anemia, hipokalsemia, peningkatan LED
kalsium, LED, lemak dan trombosit dan kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering berhubungan
dengan emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan perubahan


mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan, mungkin menunjukkan
terjadinya emboli paru tahap awal.
5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan
upaya bernapas, perhatikan adanya
stridor, penggunaan otot aksesori
pernapasan, retraksi sela iga dan
sianosis sentral.

e. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan
aktivitas Memfokuskan perhatian, meningkatakan
rekreasi terapeutik (radio, koran, rasa kontrol diri/harga diri, membantu
menurunkan isolasi sosial.
kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif Meningkatkan sirkulasi darah


pada ekstremitas yang sakit maupun muskuloskeletal, mempertahankan tonus
otot, mempertahakan gerak sendi,
yang sehat sesuai keadaan klien.
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah
reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional


ekstremitas.
3. Berikan papan penyangga kaki,
gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.

Meningkatkan kemandirian klien dalam


4. Bantu dan dorong perawatan diri perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien.
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan
klien.
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan
pernapasan (dekubitus, atelektasis,
5. Ubah posisi secara periodik sesuai
penumonia)
keadaan klien.

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-


cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
6. Dorong/pertahankan asupan cairan
2000-3000 ml/hari.
Kalori dan protein yang cukup diperlukan
untuk proses penyembuhan dan mem-
7. Berikan diet TKTP. pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk
menyusun program aktivitas fisik secara
individual.
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi
sesuai indikasi.
Menilai perkembangan masalah klien.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien


dan program imobilisasi.

f. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur


yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit
nyaman dan aman (kering, bersih, alat yang lebih luas.
tenun kencang, bantalan bawah siku,
tumit).

2. Masase kulit terutama daerah


Meningkatkan sirkulasi perifer dan
penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan otot
bebat/gips. terhadap tekanan yang relatif konstan pada
imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit dan
jaringan akibat kontaminasi fekal.
perianal

4. Observasi keadaan kulit, penekanan Menilai perkembangan masalah klien.


gips/bebat terhadap kulit, insersi
pen/traksi.

g. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,


taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan Meminimalkan kontaminasi.


sterilitas insersi pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan


Antibiotika spektrum luas atau spesifik
toksoid tetanus sesuai indikasi. dapat digunakan secara profilaksis,
mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid
tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada proses


4. Analisa hasil pemeriksaan
infeksi, anemia dan peningkatan LED
laboratorium (Hitung darah lengkap, dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur
LED, Kultur dan sensitivitas untuk mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
luka/serum/tulang)

Mengevaluasi perkembangan masalah


klien.
Observasi tanda-tanda vital dan tanda-
tanda peradangan lokal pada luka.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji kesiapan klien mengikuti program Efektivitas proses pemeblajaran


pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental
klien untuk mengikuti program
pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian


Diskusikan metode mobilitas dan klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
ambulasi sesuai program terapi fisik. program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk


mengenali tanda/gejala dini yang
Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerulukan intervensi lebih lanjut.
memerluka evaluasi medik (nyeri berat,
demam, perubahan sensasi kulit distal
cedera)

Upaya pembedahan mungkin diperlukan


Persiapkan klien untuk mengikuti terapi untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
pembedahan bila diperlukan. klien.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin. Elizabeth j, 2000, Buku Saku Patofiologi, Jakarta: EGC,


Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges. Marliyn E, 2000. Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, ed.3, Jakarta: EGC,

Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal,
Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Judith M. Wilkinson, 2007, Buku saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7, Jakarta : EGC

Lukman, Nurna Ningsih, 2009, Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
Muskuloskeletal, edisi 1 Jakarta : Salemba Medika,

Mansjoer. Arif, 2000, kapita selekta kedokteran, ed.3, jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius,

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

Suriadi, rita yuliani, 2000, Asuhan keperawatan pada anak, ed. 1, Jakarta: PT Fajar Inter
Pratama,

http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_fraktur.html

http://www.scribd.com/doc/47708188/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-KLIEN-
DENGAN-FRAKTUR-CRURIS

http://argitauchiha.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur.html
C. KONSEP PROSES KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 55 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Buruh tani

Alamat : Dsn. Dawung, Desa Karangrejo

Diagnosa medik : Fraktur Terbuka Colles Dextra 1/3 medial Derajat II

Tgl masuk : 15 Oktober 2011

Tgl pengkajian : 16 Oktober 2011

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Keluhan utama : Tn.S mengatakan tangan kanan saya


sangat sakit dan

terasa panas karena luka akibat kecelakaan motor yang

berakibat patah tulang dan klien mengeluh susah

untuk beraktifitas menggunakan tangan kanan.

b. Riwayat penyakit saat ini :

Fraktur terbuka pada tangan kanan, luka robek di atas fraktur pj. 5 cm kedalaman:
sedalam tulang

c. Riwayat kesehatan masa lalu :

Klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya


d. Riwayat kesehatan keluarga :

Menurut keterangan dari keluarga klien dan dari klien, tidak ada dari anggota
keluarganya yang pernah di rawat di rumah sakit dan tidak ada dari keluarganya yang
menderita penyakit menular.

3. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum:

 Kesadaran : Compos mentis

 Keadaan umum : Baik

 Tinggi badan : 170 cm

 Berat badan : 55 kg

2. Tanda-tanda vital:

 TD : 110/80 mmHg

 Nadi/PR : 84 x/menit

 Pernafasan/RR : 22 x/menit

 Suhu tubuh : 36 c

3. Head to Toe

1) Kepala

 Bentuk Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam dan banyak uban, tidak ada

ketombe, tidak nyeri tekan.

 Mata : Bentuk simetris,bulat dan kecil, konjungtiva merah muda,

sclera putih, reaksi pupil simetris.

 Telinga : bentuk normal dan simetris tidak dijumpai peradangan dan

perdarahan sera fungsi pendengaran baik

 Hidung : Bentuk simetris, tidak dijumpai peradangan, polip/sumbatan

tidak ada, fungsi penciuman baik.


 Mulut : Mukosa lembab, sariawan tidak ada, reflex menelan dan

menguyah baik dan tidak ada pembesaran tonsil.

 Leher : bentuk simetris, tidak terdapat kelainan dan pembengkakan

serta semua dalam keadaan normal.

2) Thorax

 Dada : bentuk simetris, mamae simetris

 Paru-paru : pernafasan 22 x /menit

 Bunyi nafas normal dan irama pernafasan normal

 Jantung : bunyi jantung teratur tidak ada S3 dan S4

3) Abdomen

Bentuk datar, tidak adanya benjolan dan tidak adanya nyeri tekan.

4) Genetalia

Tidak dilakukan pengkajian

5) Ekstermitas atas

Bentuk tidak simetris, terjadi pemendekan tangan kanan, sensasi halus ada,
sensasi tajam ada gerakan rom terjadi gangguan, reflex bisep ada, dan terdapat
pembengkakan di tangan kanan. Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm,
kedalaman sedalam tulang

Dilakukan pembidaian pada tangan kanan.

Ekstermitas bawah

Bentuk simetris, sensasi halus ada, pergerakan normal, reflek patella (+), tidak ada

pembengkakan

Skala nyeri = 7

ROM
2 5

5 5
6) Kulit

Kulit normal sedikit keriput, turgor baik, adanya edema lesi.

Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm, kedalaman sedalam tulang, warna
sekitar luka sedikit kemerahan

4. KEBUTUHAN DASAR

1) Pola Aktivitas dan istirahat

Sebelum MRS Selama MRS

Tidur siang tidak pernah tidur ( selama 3 jam)

Tidur malam Ya ( selama 6 jam) Ya ( selama 6 Jam)

Suka terbangun tangah malam Ya Ya dan sering terjaga

Aktivitas Kerja selama 8 jam Cepat lelah dan terasa

kaku, pergerakan terbatas

2) Personal Hygiene

Dalam personal hygiene klien mengalami perubahan selama MRS. Klien tidak
bisa mandi, sikat gigi, Penampilan umum kusam.

3) Pola Nutrisi

Nafsu makan sedikit menurun, setiap makan yang di sediakan oleh RS selalu tidak
di habiskan. Jumlah frekuensi makan 3 X sehari

Makanan tambahan yang disediakan RS tidak pernah di makan.

Klien tidak pernah minum susu, hanya mengkonsumsi minuman air putih 2-3 liter
sehari.

4) Eliminasi

Sebelum MRS Selama MRS

Eliminasi Alvi 1 x sehari 2 hari sekali

Konsistensi Normal Agak keras

Warna Kuning Kuning

Bau Normal Normal

Eliminasi Uri 8 – 10 x sehari 8 x sehari


Lancar teratur Teratur

Warna Kuning Kuning

Bau Normal Normal

5) Seksualitas

Sebelum MRS Selama MRS

Aktifitas seksual Normal tidak

6) Psikososial

Hubungan dengan keluarga baik, suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar,


sering mengikuti acara di tempat tinggalnya.

7) Spiritual

Ketaatan dalam menjalankan ibadah berkurang, menjalankan shalat tehambat,


tidak suka membaca buku, tidak dapat menjalankan kegiatan keagamaan berupa
pengajian.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Sudah di lakukan pengambilan, dan hasil masih dalam proses

X Ray :

Open Fraktur Colles Dextara 1/3 medial, Derajat II

6. TERAPI

 Bed rest

 Infus RL : D5 = 2 : 3

 Inj. Cefataxim 2 X 1 gr

 Inj. Pronalgin 3 x 1 amp

 Reposisi fraktur

 Debridement

 Bidai

 Rencana operasi
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN

No Hari/Tgl Data Fokus Etiologi Masalah TTD

1. 16/10/2011 DS: Klien mengatakan “tangan Spasme otot, Nyeri


saya sangat sakit dan terasa panas” gerakan fragmen
Jam 16.00 tulang, edema,
DO: cedera jaringan
- Adanya luka dan patah tulang lunak.
pada tangan kanan.

- Wajah meringis kesakitan

- Skala nyeri = 7

- Menunjukkan tempat yang sakit

- TTV:

TD: 110/80 mmHg

S : 36 c

N : 84 x/menit

RR : 22 x/menit

2. 16/10/2011 DS : Klien mengatakan “saya takut Ketidakadekuatan Resti Infeksi


tangan saya lama sembuhnya” pertahanan
Jam 16.00 primer
DO: (kerusakan kulit,
- Luka terbuka pada tangan kanan cidera jaringan
lunak)
- Panjang luka lebih kurang 5 cm

- Kedalam luka sedalam tulang

- Bengkak pada tangan yang luka

- Kulit kemerahan di sekitar luka


kerusakan kulit infeksi.
3. 16/10/2011 DS: Klien mengatakan “saya tidak Kerusakan Gangguan mobilitas
bisa menggunakan tangan kanan rangka fisik
Jam 16.00 untuk melakukan aktivitas” neuromuskuler,
nyeri, terapi
DO: restriktif
- Keterbatasan rentang gerak (imobilisasi)

- Pemakaian Bidai

- ROM
2 5

5 5

- Tidak mau untuk menggerakkan


tangan kanan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak.

2. Risiko tinggi infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, cidera
jaringan lunak)

3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Hari/tgl Tujuan Intervensi Rasional TTD


.Dx

1. 16/10/2 Setelah dilakukan 9. Pertahankan imobilIsasi Mengurangi nyeri


011 tindakan keperawatan bagian yang sakit dengan dan mencegah
selama 2 x 24 jam tirah baring, bidai. malformasi.
Jam
16.00 Klien mengatakan Meningkatkan aliran
10. Tinggikan posisi
nyeri berkurang atau balik vena,
ekstremitas yang terkena.
hilang KH : mengurangi
edema/nyeri.
- Menunjukkan
tindakan santai, Mempertahankan
mampu 11. Lakukan dan awasi kekuatan otot dan
berpartisipasi latihan gerak pasif/aktif. meningkatkan
dalam sirkulasi vaskuler.
beraktivitas,
Meningkatkan
tidur,istirahat
dengan tepat, 12. Lakukan tindakan sirkulasi umum,
untuk meningkatkan menurunakan area
- Menunjukkan kenyamanan (masase, tekanan lokal dan
penggunaan perubahan posisi) kelelahan otot.
keterampilan
relaksasi dan
aktivitas trapeutik Mengalihkan
sesuai indikasi 13. Ajarkan penggunaan perhatian terhadap
untuk situasi teknik manajemen nyeri nyeri, meningkatkan
individual (latihan napas dalam,
kontrol terhadap
imajinasi visual, aktivitas
dipersional) nyeri yang mungkin
- Skala Nyeri = 0
berlangsung lama.

14. Lakukan kompres


dingin selama fase akut Menurunkan edema
(24-48 jam pertama) dan mengurangi rasa
sesuai keperluan. nyeri.

Menilai
15. Evaluasi keluhan perkembangan
nyeri (skala, petunjuk masalah klien
verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda
vital)
Menurunkan nyeri
melalui mekanisme
16. Kolaborasi medis penghambatan
dengan pemberian rangsang nyeri baik
analgetik secara sentral
maupun perifer.

2. 16/10/2 Setelah dilakukan 1. Lakukan perawatan pen Mencegah infeksi


011 tindakan keperawatan steril dan perawatan luka sekunderdan
selama 2 x 24 jam sesuai protokol mempercepat
Jam penyembuhan luka.
16.00 Klien mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu, bebas
2. Ajarkan klien untuk Meminimalkan
drainase purulen atau mempertahankan sterilitas kontaminasi.
eritema dan demam insersi pen.

3. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya


laboratorium (Hitung terjadi pada proses
darah lengkap, LED, infeksi, anemia dan
Kultur dan sensitivitas peningkatan LED
luka/serum/tulang)
dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk
mengidentifikasi
organisme penyebab
infeksi.
4. Observasi tanda-tanda Mengevaluasi
vital dan tanda-tanda perkembangan
peradangan lokal pada
masalah klien.
luka.

5. Kolaborasi medis dengan Antibiotika spektrum


pemberian antibiotika dan luas atau spesifik
toksoid tetanus sesuai
dapat digunakan
indikasi.
secara profilaksis,
mencegah atau
mengatasi infeksi.
Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi
tetanus.

3. 16/10/2 Setelah dilakukan 1. Pertahankan pelaksanaan Memfokuskan


011 tindakan keperawatan aktivitas rekreasi perhatian,
selama 2 x 24 jam terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa
Jam kunjungan
kontrol diri/harga
16.00 Klien dapat teman/keluarga) sesuai
keadaan klien. diri, membantu
meningkatkan/memp menurunkan isolasi
ertahankan mobilitas sosial.
pada tingkat paling
tinggi yang mungkin Meningkatkan
dapat 2. Bantu latihan rentang sirkulasi darah
mempertahankan gerak pasif aktif pada muskuloskeletal,
posisi fungsional ekstremitas yang sakit mempertahankan
meningkatkan maupun yang sehat sesuai tonus otot,
keadaan klien.
kekuatan/fungsi yang mempertahakan
sakit dan gerak sendi,
mengkompensasi mencegah
bagian tubuh kontraktur/atrofi dan
menunjukkan tekhnik mencegah reabsorbsi
yang memampukan kalsium karena
melakukan aktivitas imobilisasi.
3. Berikan papan penyangga Mempertahankan
kaki, gulungan
posis fungsional
trokanter/tangan sesuai
indikasi. ekstremitas.

4. Bantu dan dorong Meningkatkan


perawatan diri
kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi)
sesuai keadaan klien. dalam perawatan diri
sesuai kondisi
keterbatasan klien.

5. Evaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan Menilai
program imobilisasi. perkembangan
masalah klien.
6. Ubah posisi secara Menurunkan insiden
periodik sesuai keadaan komplikasi kulit dan
klien.
pernapasan
(dekubitus,
atelektasis,
penumonia)
7. Dorong/pertahankan
asupan cairan 2000-3000 Mempertahankan
ml/hari. hidrasi adekuat, men-
cegah komplikasi
urinarius dan
konstipasi.
8. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein
yang cukup
diperlukan untuk
proses penyembuhan
dan mem-
pertahankan fungsi
fisiologis tubuh.

9. Kolaborasi pelaksanaan Kerjasama dengan


fisioterapi sesuai indikasi. fisioterapis perlu
untuk menyusun
program aktivitas
fisik secara
10. Kolaborasi medis dengan individual.
pemberian cairan infus
sesuai indikasi. Cairan infus dapat
mempertahankan
volume cairan dalam
tubuh
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Hari/tgl Jam Implementasi Respon TTD

1. 16/10/20 18.00 1. Mempertahankan imobilisasi bagian Klien Bedrest


11 yang sakit dengan memasang bidai
tangan, dan memberikan Bedrest.
2. Memberikan posisi tangan kanan
lebih tinggi dari jantung dengan Klien merasa nyeri
menggunakan bantal berkurang dan
nyaman
3. Melakukan dan awasi latihan gerak
pasif, pada jam 17.00 Latihan ROM pasif
sebanyak 4-5 X

4. Melakukan tindakan untuk


meningkatkan kenyamanan
(masase, perubahan posisi) Posisi di ubah setiap
1 jam

5. Mengajarkan penggunaan teknik


manajemen nyeri (latihan napas Klien mencoba nafas
dalam, imajinasi visual, aktivitas dalam
dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama Menggunakan
fase akut (24-48 jam pertama) waslap dan
sesuai keperluan. tempatkan di lengan
atas
7. Evaluasi keluhan nyeri (skala,
Skala nyeri = 6
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)

8. Kolaborasi medis dengan Dilakukan jam 17.00


pemberian analgetik
- Pemberian Pronalgin 3 X 1 Amp Secara IntraVena,
sebanyak 1 amp

2 16/10/20 18.00 1. Melakukan perawatan luka sesuai Klien komunikatif


11 protokol dalam perawatan luka

Hecting situasi

2. Mengajarkan klien untuk


mempertahankan sterilitas luka.
3. Menganalisa hasil pemeriksaan
laboratorium (Hitung darah Sudah dilakukan
lengkap, LED, Kultur dan pengambilan sampel
sensitivitas luka/serum/tulang) darah jam 9.00

4. Mengobservasi tanda-tanda vital TTV jam 16.00


dan tanda-tanda peradangan lokal
pada luka. TD: 110/80 mmHg

N : 76 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,5 C

Tanda radang (+)

Dilakukan jam 17.00


5. Kolaborasi medis dengan
pemberian antibiotika dan toksoid Secara IntraVena
tetanus sesuai indikasi. sebanyak 1 Gr
Pemberian Inj. Cefataxim 2 X 1 gr

1. Mempertahankan pelaksanaan Membatasi


aktivitas rekreasi terapeutik (radio, kunjungan keluarga
koran, kunjungan teman/keluarga) secara bersamaan
sesuai keadaan klien.

2. Membantu latihan rentang gerak


pasif aktif pada ekstremitas yang Melakukan ROM
sakit maupun yang sehat sesuai pasif jari jari tangan
keadaan klien. 4-5 X jam 17.00

Tangan
3. Memberikan papan penyangga
menggunakan bidai
kaki, gulungan trokanter/tangan
sesuai indikasi.

4. Mengevaluasi kemampuan
mobilisasi klien dan program
imobilisasi.
Tidak mampu
melaksanakan
5. Membantu dan dorong perawatan
personal hygiene
diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien. secara mandiri
6. Mengubah posisi secara periodik Merubah posisi setiap
sesuai keadaan klien. 1 jam

7. Mendorong asupan cairan 2000-


3000 ml/hari. Klien minum 2 – 3 ltr
/ hari.
8. Memberikan diet TKTP. Makan diet tidak
pernah di habiskan
9. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi
sesuai indikasi.

10. Kolaborasi medis dengan Infus terpasang D5 %


pemberian cairan infus sesuai jam 14.00
indikasi.
Pemberian Infus RL : D5 = 2 : 3
V. EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/tgl EVALUASI TTD

1 16/Pebr/2011 S - Klien mengatakan tangan kanan masih nyeri

Jam 20.00

O - Adanya luka dan patah tulang pada tangan kanan.

- Wajah meringis kesakitan

- Skala nyeri = 6

- Menunjukkan tempat yang sakit

- Tidak mau menggerakkan tangan

A Masalah pasien/ Tujuan sudah teratasi sebagian

P Teruskan rencana/ ulangi tindakan.

2. 16/Pebr/2011 S Klien mengatakan saya takut tangan saya lama sembuhnya

Jam 20.00

O - Luka tangan kanan (+)

- Panjang luka lebih kurang 5 cm

- Bengkak pada tangan yang luka

- Kulit kemerahan di sekitar luka kerusakan kulit infeksi.

A Masalah pasien/ Tujuan sudah teratasi sebagian

P Teruskan rencana/ ulangi tindakan.

3. 16/Pebr/2011 S Klien mengatakan “saya tidak bisa menggunakan tangan kanan


untuk melakukan aktivitas”
Jam 20.00
O - Keterbatasan rentang gerak

- Pemakaian Bidai

- ROM
2 5

5 5

- Klien tidak mampu untuk menggerakkan tangan kanan

A Masalah pasien/ Tujuan sudah teratasi sebagian

P Teruskan rencana/ ulangi tindakan.

Anda mungkin juga menyukai