Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patologi Klinik
Disusun oleh :
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii
BAB 1..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................3
A. KONSEP DASAR SISTEM SARAF..........................................................................3
1. Pengertian system saraf................................................................................................3
2. Fungsi Sistem Saraf......................................................................................................3
3. Penggolongan Sistem Saraf..........................................................................................4
4. Penyusun Sistem Saraf.................................................................................................7
5. Mekanisme Penghantar Impuls.....................................................................................9
B. KONSEP PATOLOGI/PENYAKIT-PENYAKIT PADA SISTEM SARAF...........10
1. Meningitis...................................................................................................................10
2. POLIOMIELITIS.......................................................................................................12
3. SKIZOFRENIA..........................................................................................................12
4. NEURITIS OPTIK.....................................................................................................12
5. STROKE.....................................................................................................................14
6. MIGRAIN...................................................................................................................17
BAB III......................................................................................................................................21
PENUTUP.................................................................................................................................21
A. Kesimpulan.....................................................................................................................21
B. Saran...............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................22
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, karena berkat dan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah “Patofisiologi saraf/Neurologi” dengan lancar dan
dalam kondisi yang baik.
Dalam penyusuna makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membanun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. A. Latar Belakang
Penyakit saraf termasuk salah satu jenis penyakit yang menyerang sistem saraf
manusia. Terutama pusat sistem saraf manusia yang berada di otak. Penyakit saraf dapat
menyerang segala usia, mulai dari usia bayi hingga orang tua. Gangguan atau kelainan sistem
saraf pada manusia dapat menimbulkan efek yang sangat kritikal sekali.
Terganggunya sistem saraf pada tubuh manusia, berakibat fatal bagi kesehatan. Jika
sudah begitu, manusia tidak akan bisa menjalankan rutinitas kehidupannya secara normal.
Biasanya, gejala awal suatupenyakit saraf menyerang saraf manusia ditandai dengan gejala-
gejala tertentu yang muncul dalam skala yang sering.
Alternatif yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil diagnosis yang lebih baik
adalah pemeriksaan laboratorium, akan tetapi cara ini relatif mahal dan butuh waktu lama
untuk mengetahui hasilnya, selain itu tidak semua daerah di Indonesia memiliki laboratorium
diagnosis dengan fasilitas yang memadai.
Oleh karena itu, guna mengurangi kesalahan diagnosa dan untuk mempermudah
mayarakat atau penderita mengetahui sejak dini penyakit yang diderita sehingga tidak
terlambat mendapatkan pengobatan dikarenakan seorang dokter atau pakar memiliki
keterbatasan waktu. Maka dibangun suatu sistem yang dapat membantu menyelesaikan
masalah tersebut berupa sistem pakar penyakit saraf.
Sistem pakar adalah suatu program komputer yang berisi pengetahuan dari satu atau
lebih pakar mengenai suatu bidang yang spesifik, menurut (Staugaard, 1987) sistem pakar
disusun oleh:
iv
Pada saat sistem berada pada posisi memberikan jawaban atas permasalahan yang
diajukan oleh user, sistem akan berada dalam modul konsultasi. Pada modul ini user
berinteraksi dengan sistem dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan
oleh sistem.
3. Modul Penjelasan (Explanation Mode).
Modul ini menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh sistem (bagaimana suatu
keputusan dapat diperoleh).
Komputer diakui lebih memiliki kecepatan, ketelitian, dan keakuratan dibandingkan
dengan manusia (Durkin, 1994), hal ini yang mendorong lahirnya teknologi seperti
sistem pakar diagnosa awal penyakit saraf pada manusia menggunakan metode
dempster shafer.
Sistem pakar dapat melakukan proses pelacakan kesimpulan untuk memperoleh suatu
keputusan namun terkadang mengalami faktor penghambat. Hal ini disebabkan karena adanya
perubahan terhadap pengetahuan yang menyebabkan proses penentuan kesimpulan juga
mengalami perubahan, peristiwa ini didalam sistem pakar disebut sebagai faktor
ketidakpastian. Untuk mengatasi hal ini dapat menggunakan metode dempster shafer, metode
ini merupakan metode non monotonis yang dapat digunakan untuk mencari
ketidakkonsistenan akibat adanya penambahan atau pengurangan fakta baru yang dapat
merubah aturan yang ada, sehingga metode dempster shafer ini memungkinkan digunakan
untuk memudahkan seorang yang masih awam dalam melakukan pekerjaan seorang pakar
sekaligus dapat mengetahui probabilitas atau presentase dari penyakit yang mungkin diderita.
B. B. Rumusan Masalah
C. C. Tujuan
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
F. Penggolongan Sistem Saraf
3.1 Sistem saraf pusat
Sistem saraf dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama yaitu system
saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sumsum tulang belakang )medulla spinalis).
Keduanya merupakan organ yan sangat lunak dengan fungsi yang sangat penting
sehingga perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak
juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Ketiga lapisan membrane meninges dari
luar ke dalam adalah sebagai berikut :
a. Durameter: merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan tengkorak.
b. Arachnoid: disebut demikian karena bentknya seperti saran laba-laba. Didalamnya
terdapat cairan serebrospinalis, semacam cairan limfa yang mengisi sela-sela
membrane arachnoid. Fungsi selaput arachnoid adalah sebagai bantalan unuk
melindungi otakdari bahaya kerusakan mekanik.
c. Piameter. Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan
permukaan otak. Lapisan iniberfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisai serta
mengangkut bahan sisa metabolisme.
a. Badan sel yang membentuk bagian materikelabu atau grey matter (substansi
grissea)
b. Serabut saraf yang membentuk bagian materiputih atau white matter (substansi
alba)
c. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antaraa sel-sel saraf di
dalamsistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi
susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak dibagian luar atau kulitnya
(korteks) dan bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih.
1) Otak
vii
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350
cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab
terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat
kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf di dalamnya diyakini dapat
mempengaruhi tingkat kesadaran seseorang. Pengetahuan mengenai otak
mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif.
Otak mengatur dan mengkoordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh
homoestasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan
suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi lain seperti pengenalan, emosi,
ingatan, pembelajaran motoris dan segala bentuk pembelajaran lainnya.
Otak terbentuk dari dua jenis sel yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk impuls listrik yang dikenal sebagai potensial aksi. Kedua jenis sel otak tersebut
berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan
berbagai macam bahan kimia yang di sebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini
dikirimkan pada celah yang dikenal sebagai sinapsis. Avertebrata seperti serangga
mungkin mempunyai jutaan neuron pada otaknya, sedangkan vertabrata besar dapat
mempunyai hingga seratus miliar neutron.
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(msensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan
jembatan varol.
viii
konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan
menghantarkannya ke saraf motor
Pada bagian puutih terdapat serabut saraf asosiasi. Kumpulan serabut saraf
membentuk saraf (urat saraf). Urat saraf yang membawa impuls ke otak merupakan
saluran aseden dan yang membawa impuls yang berupa perintah dari otak merupakan
saluran desenden.
Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali saraf vagus yang
melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Saraf vagus
membentuk bagian saraf autonomy. Oleh karena, daerah jangkauannya sangat luas
maka saraf vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang
paling penting.
ix
saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang
saraf ekor.
Beberapa urat saraf bersatu memebentuk jaringan urat saraf yang disebut
plekus. Ada 3 buah plekus yaitu :
x
Jika dilihat dari penampang medulla spinalis, neuron akan berada di bagian
berbentuk kupu-kupu yang merupakan substansi grisea. Jika di otak akan
terletak pada korteks cerebral yang merupakan substasia grisea.
b) Neuroglia
Sel-sel yang menyokong sel saraf (neuron)
c) Serat saraf
Serat sarat ini merupakan akson tanpa myelin dan sangat panjang. Seratsaraf
ini akan membentuk ikatan yang disebut traktus.
d) Struktur tambahan
Struktur tambahan ini akan melindungi system saraf pusat yang antara lain
adalah cairan serebrospinal, meningen, pembuluh darah, dan lain sebagainya.
Berikut penjelasan secara histologi dari masing-masing struktur yang ada pada
system saraf pusat :
a. Medulla spinalis
- Bagian luar disusun oleh substansia alba dan bagian dalam disusun
oleh substansia grisea
- Ditengah substansia grisea terdapat canalis centralis
- Substansi alba ini akan disusun oleh akson yang memiliki fungsi
motoric maupun sensorik dan struktur tersebut akan disebut funikulus
(ada tiga yaitu dorsal,ventral, dan lateral)
b. Otak
Dalam pembahasan otak, akan dibagi menjadi otak besar, otak kecil, dan
batang otak.
xi
a. Saraf simpatis
- Neuron preganglionnya dimulai dari thoraks 1 menuju ke lumbal 3
- Serat preganglionnya ber myelin dan meninggalkan medulla spinalis
melalui rediks ventral nervus spinalis
- Selanjutnya serat saraf tadi akan bersinaps ke neuron postganglionic
ini akan dibedakan menjadi 3 macam, antara lain: ganglion
parevartebata, ganglio preverbata, ganglio terminal.
- Sampai akhirnya serat postganglion menuju ke organ efektor.
- Intinya semua saraf postganglion merupakan serat saraf tidak ber
myelin.
b. Saraf parasimpatis
Ada beberapa aspek yang berbeda dengan system saraf simpatis, antara
lain:
- Saraf preganglion berjalan dari SSP melalui nervus kranialis II,VII,IX
dan X yang keluar dari otak tengah dan batang otak bersama dengan
nervus sacralis 2,3, dan 4 sehingga saraf simpatis disebut divisi
kraniosakralis.
- Memiliki serat preganglion panjang ( terjulur dari otak atau saraf
spinal sakralis menuju ganglion terminal yang dekat ke organ
efektor).
- Ganglion parasimpatis tidak tersusun atas trunkus karena hanya
disusun oleh kumpulan sel saraf yang bergabung serta tersebar
bersama kapsul atau simpai di antara jaringan dari suatu organ.
xii
Polarisasi terjadi jika tidak ada rangsangan dengan kondisi ion Cl– dan Na+ lebih
banyak di luar sel (ekstraseluler) sehingga membran luar bermuatan positif. Sedang
Ion A– dan K+ lebih banyak di dalam sel (intraseluler) sehingga membran dalam sel
saraf bermuatan negatif. Untuk depolarisasi terjadi jika ada stimulus yang diterima
panca indra (reseptor), akibatnya terjadi potensial aksi (depolarisasi) dikarenakan ion
Na+ dan Cl– bergerak masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan membran dalam
bermuatan positif dan membran luar bermuatan negatif, setelah itu impuls dihantarkan
neurotransmiter ke neuron sensoris lalu ke neuron konektor kemudian ke neuron
motorik, lalu ke efektor berupa otot dan kelenjar. Sedang repolarisasi/refraktori terjadi
bila impuls telah lewat, membran sel neuron akan kembali ke keadaan semula, di luar
sel bermuatan positif dan di dalam bermuatan negatif. Ketika impuls mencapai ujung
akson. Impuls tersebut harus melewati sinapsis menuju otot, kelenjar, atau saraf
lainnya (Pujiyanto, 2008: 205-211) Berdasarkan uraian materi di atas, mekanisme
penghantaran impuls saraf akan divisualisasikan melalui jembatan asadisco sehingga
akan dihasilkan pemahaman yang utuh dan bermakna, akhirnya dapat meningkatkan
kompetensi holistik peserta didik,
Solichin (2012:87) mengatakan bahwa kompetensi sikap terkait aspek emosional
seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, mencakup
penerimaan (receiving/attending), tanggapan (responding), tata nilai (valuing),
pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization). Kompetensi
ketrampilan terkait aspek yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan berfungsi psikis. Sedang kompetensi pengetahuan
berupa kemampuan berfikir meliputi faktual terkait mengingat, konseptual terkait
memahami, procedural
Kelainan pada fungsi organ-organ dalam system saraf dapat terjadi karena adanya
kerusakan mekanis seperti guncangan yang hebat pada kepala atau infeksi oleh
mikroorganisme seperti virus dan bakteri. Berkut dipaparkan beberapa jenis gangguan atau
penyakit penting yang terjadi pada system saraf.
1. Meningitis
xiii
Secara umum penyakit meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, jamur maupun virus.
Penyakit meningokokus adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
meningitidis. Penyakit meningokokus terdiri dari dua bentuk klinis yaitu meningitis
meningokokus dan septikemia meningokokus. Meningitis meningokokus merupakan tipe
infeksi pada lapisan otak dan sumsung tulang belakang, yang seringkali terjadi selama
epidemi dan mudah disembuhkan jika ditangani dengan tepat. Sebaliknya, septikemia
meningokokus merupakan tipe infeksi bakteri pada aliran darah, kasus ini jarang terjadi
namun tingkat kematian tinggi bahkan setelah diobati.
1) Epidemiologi
Meningitis meningokokus secara epidemiologis masih merupakan masalah
kesehatan dunia khususnya di wilayah benua Afrika, namun dengan era globalisasi
dimana orang dapat dengan mudah dan cepat berpindah dari satu negara ke negara
lain, maka penyebaran penyakit ini menjadi sesuatu yang harus kita tangani bersama.
Terlebih lagi dengan adanya pelaksanaan ibadah haji tiap tahunnya, sehingga
seringkali penyakit meningokokus ini dikaitkan dengan hal tersebut.
Meningitis meningokokus ditemukan di seluruh dunia namun jumlah kasus
paling tinggi terdapat di daerah yang disebut “The Meningitis Belt” (Gambar 2.2),
mulai dari Senegal di sebelah barat sampai ke Ethiopia di sebelah timur yang meliputi
26 negara, dimana dilaporkan sekitar 30.000 kasus tiap tahunnya.
Pada saat epidemi, insiden meningitis meningokokus di sebagian besar dunia
sebanyak 0,2-14 kasus per 100.000 orang, sedangkan di Sub-Sahara Afrika lebih tinggi
sebanyak 1.000 kasus per 100.000 orang. Pada Meningitis Belt Afrika, WHO
mendefinisikan epidemi meningitis meningokokus sebagai >100 kasus per 100.000
penduduk per tahun. Sementara di negara endemis, dikelompokkan endemis tinggi bila
>10 kasus, endemis sedang 2–10 kasus, dan endemis rendah.
2) Factor resiko
Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya meningitis
meningokokus antara lain kontak erat dengan orang terinfeksi, pemukiman padat
penduduk, paparan asap rokok (aktif dan pasif), tingkat sosial ekonomi rendah,
perubahan iklim, dan riwayat infeksi saluran napas atas. Berdasarkan hasil penelitian
ada hubungan antara infeksi saluran pernapasan akut dan meningitis meningokokus
baik di daerah beriklim sedang dan beriklim tropis. Di sub-Sahara Afrika, penyebaran
infeksi mungkin karena peningkatan kondisi iklim khusus (kekeringan dan badai
debu). Epidemi meningokokus umumnya berhenti dengan turunnya hujan.
3) Etiologi dan penularan
a) Etiologi
Meningitis meningokokus disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis yang
merupakan gram negatif, diplokokus dan non motil. N. meningitidis
xiv
merupakan satu-satunya patogen yang dihubungkan dengan epidemi
meningitis. Berdasarkan kapsul polisakarida, bakteri N. meningitidis dibedakan
13 serogroup (A, B, C, D, H, I, K, L, X, W, Z, 29E, W135) dimana 6
diantaranya (A, B, C, W, X dan Y) dapat menyebabkan epidemi dengan
prevalensi serogrup berbeda-beda tergantung lokasi geografis. Identifikasi
serogroup penting untuk tujuan surveilans dan respon kesehatan masyarakat.
b) Penularan
Bakteri ini hanya menginfeksi manusia, tidak ada reservoir pada hewan. Cara
penularan dari manusia ke manusia melalui droplet pernapasan atau sekresi
tenggorokan (saliva) dari pembawa (carrier), seperti merokok, kontak dekat
dan kontak berkepanjangan (berciuman, bersin, batuk atau tinggal di dekat
dengan pembawa). Sebesar 1-10% populasi membawa N. meningitidis di
tenggorokan dan tidak menimbulkan gejala. Pada situasi epidemi angka
tersebut bisa mencapai 10-25%. Penyakit ini sangat mudah menular pada saat
berkumpul orang banyak /mass gathering (ibadah haji, jambore, dll).
B. POLIOMIELITIS
Poliomyelitis atau poli adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai
penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antar manusia. Virus masuk
kedalam tubuh melaluii mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman
yang terkontamnasi feses. Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga
strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang system system saraf dan
kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia ,
lima puluh persen kasus terjadi pada anak bersia 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi
polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Polio dapat menyebar luas diang-diam karena sebagian besar penderita yang
terinfeksi polio virus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri
terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan pada saat
itulah dapat terjadi penularan virus.
C. SKIZOFRENIA
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan
pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Penyakit ini termasuk gangguan
jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan efektif atau respons
emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi secara normal. Sering kali
diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada
rangsang pancaindra).
Gejala awal penyakit ini antara lain ketidakmampuan seseorang
mengekspresikan emosi seperti: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh,
penyimpangan komunikasi, pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang
menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumtantial), gangguan atensi,
xv
penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi,
gangguan perilaku,menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa
menikmati rasa senang, menantang tanpa alas an jelas, mengganggu dan tak disiplin.
D. NEURITIS OPTIK
Neuritis optik merupakan inflamasi dari nervus optikus berupa demyelinasi
n.optikus disertai penurunan penglihatan. Penyakit ini dapat mengenai pada satu atau
kedua mata. Penurunan penglihatan pada penyakit ini yang dapat menyebabkan
penurunan penglihatan sementara, bahkan sampai permanen jika tidak di mananage
dengan baik. Biasanya mengenai usia 16-55 tahun degan rasio perempuan dan pria 2:1.
Pada anak cendrung sering terkena bilateral sedangkan dewasa cenderung unilateral.
Insidennya 1 dan 5 per 100.000. clinical Definite Multiple Sclerosis tampak pada onset
neuritis optik 15-20%.
1) Manifestasi Klinis Neuritis Optik
a) Gejala Penurunan Tajam penglihatan
Kehilangan penglihatan pada pasien neuritis optik merupakan gejala utam,
terutama kehilangan penglihatan sentral,dimana lebih 90% pasien, dan yang lain
nya dapat berupa kehilangan penglihatan perifer daerah sperior atau inferior.
Penuruna tajam penglihatan biasanya memburuk setelah beberapa jam, hari,
bahkan menit dari 20/20 hingga persepsi cahaya. Derajat penurunan visus tidak
berhubungan dengan hasil akhir. Puncak penurunan visus biasanya beberapa hari
hingga minggu. Perbaikan maksimal dalam 2-3 minggu dan membutuhkan waktu
sampai 6 bulan.
xvi
penyait. Defek biru kuning terjadi di fase akut, sedangkan merah hijau terjadi
setelah enam bulan. Berdasarkan ONTT, tidak ada tipe khusus defek penglihatan
warna yang berhubungan dengan neuritis optik.
d) Abnormalitas pupil
RAPD selalu terjadi pada neuritis retrobulbar atau anterior (edem diskus). Jika
tidak ada, pertimbangkan masalah seperti neuropati optik yang sudah lama pada
mata sebelah atau penyebab penurunan visus lain yang tidak berhubungan dengan
neuropati optik.
e) Temuan fundus
Temuan fundus berupa lesi di dekat papil nervus optik menyebabkan papilitis
dengan pelebaran pembuluh darah minimal dan perdarahan peripapil. Vitritis
dapat terjadi di neuritis optik anterior karena infeksi atau inflamasi dan dikaitkan
dengan multiple sklerosis sebagai bagian dari uveitis intermediate. Lesiposterior
(neuritis optik retrobulbar) tidak menyebabkan papilitis. Pada neuritis optic
retrobulbar, diskus optik normal. Pada pasien M, 75% pasien menujukkan optik
disc yang pucat di temporal atau difus dan atrofi nerve fiber layer.
2) Pengobatan
Pengobatan : semua pasien kita terapi sesuai dengan prtokol ONTT
E. STROKE
Sroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral fokal atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan disabilitas atau
kematian yang disebabkan oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak
adekuat pada jaringan otak. Sementara itu, stroke iskemik merupakan disfungsi
neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal maupun retinal. Stroke
iskemik ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah secara tiba-tiba pada suatu area
otak, dan secara klinis menyebabkan hilangnya fungsi neurologis dari area tersebut.
Stroke iskemik akut disebabkan oleh thrombosis atau emboli pada arteri cerebral dan
stroke iskemik lebih sering terjadi daripada stroke hemoragik.
xvii
d. Disarthria
e. Kelemahan otot wajah unilateral
f. Ataksia
g. Vertigo (sangat jarang muncul sebagai gejala tunggal)
h. Nystagmus
i. Afasia
j. Penurunan kesadaran mendadak
2) Diagnosis
Pencitraan radiologi otak adalah hal darurat dan esensial untuk evaluasi stroke
iskemik akut. Computed Tomography (CT) scan non-kontras merupakan
modalitas pencitraan yang sering digunakan karena sangat efektif pada kondisi
akut dan kedaruratan pasien yang dicurigai mengalami stroke iskemik akut.
Beberapa teknik pencitraan neurologis otak yang juga digunakan dalam kondisi
darurat stroke:
a. CT angiography dan CT perfusion scanning
b. Magnetic resonance imaging (MRI) modalitas Diffusion Weighted Imaging
(DWI)
c. Carotid duplex scanning
d. Digital subtraction angiography
Pungsi lumbal, umumnya dilakukan untuk rule-out meningitis ataupun
perdarahan subarachnoid (Gambar 1.2b) apabila hasil CT scan negatif, namun
kondisi klinis pasien masih mengalami defisit neurologis, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran.
xviii
Pemeriksaan laboratorium yang untuk diagnosis dan evaluasi stroke
iskemik akut meliputi:
a. Hitung darah lengkap: Studi baseline dapat menunjukan penyebab stroke
(misal: polisitemia, trombositosis, leukemia), memperlihatkan penyakit lain
yang menyertai sindroma stroke, dan memastikan tidak adanya
trombositopenia ketika hendak mempertimbangkan terapi fibrinolitik
b. Pemeriksaan biokimia: Studi baseline dapat memperlihatkan stroke mimic
(misal: hipoglikemia, hyponatremia), atau memperlihatkan penyakit lain
yang menyertai sindroma stroke (misal: diabetes, insufisiensi renal)
c. Studi koagulasi: Dapat memperlihatkan koagulopati dan bermanfaat ketika
hendak melakukan terapi fibrinolitik atau antikoagulan
d. Biomarker jantung: Penting karena hubungan antara penyakit vascular otak
dengan penyakit arteri koroner
e. Skrining toksikologi: Dapat membantu mengidentifikasi pasien intoksikasi
dengan gejala menyerupai sindroma stroke atau penyalahgunaan
simpatomimetik, yang berisiko tinggi menyebabkan stroke iskemik maupun
hemoragik
f. Tes kehamilan: Tes urin kehamilan dilakukan untuk semua perempuan hamil
dengan sindroma stroke, menurut FDA Pregnancy Categories recombinant
tissue-type plasminogen activator (rt-PA) merupakan obat kategori C pada
pasien hamil.
3) Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana darurat pasien suspek stroke iskemik akut dalam 60 menit
pertama sejak tiba di fasilitas kesehatan atau instalasi gawat darurat adalah
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Menilai Airway, Breathing, dan Circulation (ABC) dan stabilisasi pasien jika
perlu
b. Melakukan hingga tuntas penilaian dan evaluasi awal, meliputi pencitraan
radiologi otak dan pemeriksaan laboratorium
c. Memulai terapi reperfusi, jika sesuai
xix
Tatalaksana kondisi komorbid meliputi:
a. Menurunkan demam
b. Koreksi hipotensi atau hipertensi signifikan
c. Koreksi hipoksia
d. Koreksi hipoglikemia
e. Tatalaksana aritmia jantung
f. Tatalaksana iskemik miokard
Pencegahan stroke primer merupakan upaya pencegahan pada individu yang
belum memiliki riwayat stroke. Tindakan pencegahan tersebut mencakup penggunaan
hal-hal berikut:
a. Antiplatelet
b. Statin
c. Olahraga
d. Intervensi atau pola hidup sehat (tidak merokok, tidak minum alkohol)
Pencegahan stroke sekunder merupakan tatalaksana pada pasien yang sudah
mengalami stroke. Tindakan pencegahannya meliputi penggunaan:
a. Antiplatelet
b. Antihipertensi
c. Statin
d. Intervensi atau pola hidup sehat
F. MIGRAIN
1) DEFINISI
Migrain adalah penyakit neurologis kronis paroksismal yang ditandai dengan serangan
nyeri kepala sedang atau berat disertai dengan gejala neurologis dan sistemik reversibel.
Gejala yang sering tampak pada migrain antara lain fotofobia, fonofobia, dan gejala
gastrointestinal seperti mual dan muntah. Istilah migrain refrakter digunakan untuk
mendefinisikan nyeri kepala persisten yang sulit ditangani atau tidak berespon dengan
pemberian terapi standar dan/atau agresif.
2) Etiologi Dan Faktor Resiko
Pada penderita migrain, terjadi peningkatan sensitivitas otak yang berlebihan,
yaitu peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, suara, Gerakan, penciuman, atau
stimuli sensori lainnya selama periode tanpa nyeri. Hipersensitivitas ini dipercaya
diinduksi oleh respon korteks dan brainstem, menyebabkan terjadinya habituasi
defektif .
Migrain dapat dipicu oleh beberapa factor: stres emosional (80%), hormon pada
perempuan (65%), tidak makan (57%), cuaca (53%), gangguan tidur (50%), bau-
bauan (44%), nyeri leher (38%), cahaya (38%), alkohol (38%), asap rokok (36%),
tidur larut (32%), panas (30%), makanan (27%), olahraga (22%), aktivitas
xx
seksual (5%). Penderita dengan aura mengalami lebih banyak pemicu
dibandingkan dengan penderita tanpa aura. Menstruasi merupakan penyebab
utama terjadinya migrain berulang dan persisten.
3) FATOFISIOLOGI
Migrain disebabkan oleh gangguan jaringan otak yang kompleks dengan riwayat
genetik yang kuat melibatkan bagian korteks, subkorteks, dan brainstem yang
mempengaruhi terjadinya nyeri dan gejala lainnya. Organ otak umumnya tidak
dapat merasakan sensasi, namun terdapat beberapa struktur otak yang sangat
sensitive terhadap nyeri, seperti duramater, bagian intracranial trigeminal, saraf
vagus dan glossofaringeal, dan bagian proksimal dari pembuluh intracranial yaitu
cabang basilar, vertebral, dan carotid. Pada Sebagian besar kasus, migrain terjadi
diawali pada bagian sentral otak pada area otak yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala prodromal neurologis klasik dan aura, kemudian nyeri kepala
akan terjadi setelah aktivasi dari nosiseptor meningeal pada sistem
trigeminofaskular.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai patofisiologi migrain. Hipotesis vaskular
oleh Harold Wolff merupakan hipotesis yang berkembang dan mendominasi
hingga tahun 1980an. Teori ini mengasumsikan bahwa aura pada migrain terjadi
akibat hipoksemia yang diinduksi vasokonstriksi yang bersifat transien, dan nyeri
kepala disebabkan oleh rebound vasodilasi yang memicu terjadinya depolarisasi
mekanik neuron nosiseptif primer pada dinding vascular intra dan ekstraserebral.
Teori ini kemudian dibantah setelah Olesen dkk menemukan bahwa nyeri pada
migrain dengan aura terjadi pada kondisi hipoperfusi setelah terjadinya
hyperperfusi pada aura. Angiografi menunjukkan adanya vasodilatasi pada arteri
intra dan ekstraserebral selama serangan, spesifik pada sisi yang mengalami nyeri
kepala. Tatalaksana dengan sumatriptan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
pada pembuluh ekstraserebral. Patofisiologi migrain diduga melibatkan sistem
kompleks trigeminovaskular (TCC). TCC merupakan organ utama yang berperan
dalam memicu terhadinya nyeri kepala pada migrain. Sistem ini terdiri nucleus
caudalis trigeminal, radiks posterior segmen C1-C2 dari saraf spinal. Patofisiologi
migrain diperkirakan melibatkan aktivasi sistem TCC melalui depolarisasi neuron
pseudounipolar yang menjalar dari ganglion trigeminal yang menginervasi
struktur meningeal dan vascular serebral, menyebabkan aktivasi dari neuron
second-order pada nucleus caudalis trigeminal (TNC) di medulla brainstem dan
radiks posterior segmen saraf spinal servikal bagian atas. Stimulasi dari neuron
first-order nosiseptif trigeminal menyebabkan terjadinya aktivasi pola
somatotopic pada aksis rostrocaudal brainstem. Neuron second-order pada TNC
dan radiks posterior servikal diregulasi oleh nucleus raphe magnus,
periaqueductal gray (PAG), trigeminal nuclei rostral, dan sistem inhibitor cortical
descending, meluas hingga nuclei dorsomedial dan ventroposteromedial
thalamus. Nyeri trigeminal juga dikaitkan dengan aktivasi beberapa area kortikal,
yaitu area insular korteks, korteks cingulatum anterior, dan korteks
somatosensory.
xxi
4) MANIFESTASI KLINIS
Migrain merupakan penyakit siklik dengan sekuens gejala yang kompleks
sepanjang serangan nyeri kepala. Pada migrain episodic, migrain terjadi dalam
beberapa fase gejala: fase premonitori, fase gejala neurologis transien, fase nyeri
kepala intense, dan fase postdrome. Di antara episode migrain, terdapat fase
interictal, di mana penderita tidak mengalami gejala. Akan tetapi, pada fase ini
penderita tetap berisiko tinggi terpengaruh oleh factor pemicu . Pada fase
premonitori, serangan migrain umumnya diawali dengan adanya gejala
prodromal. Pada migrain, gejala prodromal merupakan gejala yang mendahului
nyeri kepala beberapa jam sebelum onset nyeri. Gejala-gejala ini timbul diduga
disebabkan oleh keterlibatan hypothalamus, brainstem, dan korteks. Gejala yang
dapat muncul antara lain gejala keterlibatan hipotalamus (kelelahan, depresi,
iritabel, ngidam makanan, dan menguap), gejala keterlibatan brainstem (kaku otot
leher dan nyeri otot), gejala keterlibatan korteks (sensitivitas abnormal terhadap
cahaya, suara, dan baubauan), dan gejala keterlibatan sistem limbik (depresi dan
anhedonia). Gejala aura terjadi pada fase gejala neurologis transien.
5) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada migrain tidak rutin dilakukan, kecuali penderita
mengalami gejala yang tidak spesifik atau mengalami nyeri kepala mendadak,
memberat kurang dari semenit (thunderclap migrain) untuk menyingkirkan
diagnosis banding apabila terdapat gejala yang tidak khas. CT scan atau MRI
tidak diindikasikan pada penderita migrain yang memenuhi kriteria HIS, atau
untuk membedakan antara migrain dengan nyeri kepala lainnya. CT scan atau
MRI direkomendasikan pada penderita yang menderita serangan pertama pada
usia 50 tahun ke atas, penderita yang mengalami aura atipikal: onset mendadak,
berlangsung lebih dari 1 jam, terjadi pada sisi yang sama berulang kali, dan/atau
tanpa gejala visual, serta pada penderita dengan hasil pemeriksaan klinis
abnormal. Pemeriksaan CT scan maupun MRI sebaiknya tidak dilakukan
menggunakan kontras apabila terjadi nyeri kepala abnormal. Pemeriksaan EEG
tidak perlu dilakukan untuk menyingkirkan nyeri kepala sekunder, pemeriksaan
radiologi jauh lebih direkomendasikan
6) Diagnosis
Diagnosis migrain ditentukan berdasarkan trias gejala:
1) nyeri kepala berulang tiap serangan,
2) karakteristik tipikal,
3) pemeriksaan klinis normal.
Mnemonic POUND digunakan untuk membantu diagnosis migrain: Pulsatile
(berdenyut), One-day duration (durasi 1 hari, 4-72 jam), Unilateral, Nausea atau
vomiting (mual muntah), Disabling intensity (intensitas sedang-berat
mengganggu aktivitas)
Berdasarkan kriteria International Classification of Headache Disorders (ICHD),
aura didefinisikan sebagai gejala visual, sensori, atau gejala sistem saraf pusat
lain yang bersifat reversibel, dan berkembang secara bertahap pada serangan
xxii
migrain. Aura dapat berupa gangguan visual, sensori, wicara dan/atau Bahasa,
motor, brainstem, dan retinal. Aura tipikal berupa aura visual, sensori, wicara
dan/atau Bahasa.
7) Komplikasi migraine
Komplikasi pada migrain meliputi status migrainosus, persistent aura without
infarction, migrainous infarction, and migrain aura-triggered seizure Menurut
ICHD-II Migrain triggered seizures (Migralepsi) ''menunjukkan kejang epilepsi
yang terjadi selama atau dalam satu jam setelah migrain dengan aura”. Migralepsi
merupakan gabungan dari gejala yang ditemui pada epilepsi dan migrain. Kasus
ini lebih sering pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa (12). Gejala
mirip migrain muncul pada awal dengan ciri-ciri migrain oftalmikus disertai mual
dan muntah, diikuti dengan gejala-karakteristik epilepsi, yaitu gangguan atau
kehilangan kesadaran dan diikuti (12).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
System saraf adalah system organ pada manusia yang terdiri atas sel neuron yang
mengkoodinasikan aktifitas otot, memonitor organ, membentuk atau menghentikan
masukan dari indra dan mengaktifkan aksi. Komponen utama dalam system saraf
adalah neuron yang diikat oleh sel-sel neurologia, neuron memainkan peran penting
dalam koordinasi. System saraf pada manusia secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
system saraf pusat dan system saraf tepi. System saraf sangat berperan dalam
iritabilitas tubuh. Iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang bisa penulis berikan dapat
meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam memahami patofisiologi
penyakit system persarafan.
xxiii
DAFTAR PUSTAKA
Sonhaji, Aang. 2008. Mengenal Sistem Saraf. Bandung: Wahana Iptek Bandung
Hariadi, 2019. Panduan deteksi dan respon penyakit Meningitis meningkokus. Jakarta:
kementrian kesehatan RI2019.
Hidayat, M. (2018). Clinical profile of bilateral optic neuritis. Jurnal Kesehatan Andalas, 7,
29-33.
xxiv
xxv