Anda di halaman 1dari 48

1

MAKALAH

PATOFISIOLOGI GANGGUAN SISTEM SARAF DAN OTAK

Di susun oleh kelompok 2:

Catur Wida Noviyanti P3.73.24.1.23.109


Dian Ika Pramayanti P3.73.24.1.23.114
Inayah Husnul Khotimah P3.73.24.1.23.1
Nur Laili Hasanah P3.73.24.1.23.132

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


PROGRAM SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2024
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan kami membuat
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dan menambah pengetahuan kepada
pembaca tentang “Patofisiologi Gangguan Sistem Saraf dan Otak”.
Ucapan terima kasih atas selesainya tugas ini dan semoga bermanfaat bagi
penulis sendiri dan bagi pembaca. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada para
staf dosen selaku dosen mata kuliah Patofisiologi yang telah membimbing
penyusunan malakah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 06 Januari 2024


3

DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................5
BAB II........................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................6
2.1. Konsep Dasar Patofisiologi Sistem Saraf dan Otak.................................6
2.1.1. Definisi Sistem Saraf dan Otak.........................................................6

2.1.2. Anatomi dan Struktur Sistem Saraf.................................................6

2.1.3. Macam Jenis Sel Saraf.......................................................................8

2.1.4. Sistem Saraf Pusat..............................................................................9

2.1.5. Siistem Saraf Tepi (peripheral)...........................................................16

2.1.6. Fisiologi Normal Sistem Saraf Dan Otak.......................................23

2.1.7. Kelainan dan Penyakit pada SSO Dan SSP...................................24

2.2. Epilepsi..................................................................................................29
2.3. Multiple Sklerosis..................................................................................29
2.4. Sakit Kepala...........................................................................................29
BAB III.....................................................................................................................30
PENUTUP................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................32
4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf merupakan salah satu hal terpenting dalam tubuh manusia.
Sistem saraf sebagai sistem yang mengkoordinasi dan mengatur sistem-sistem
organ yang ada dalam tubuh manusia. Sistem ini tersusun dari milyaran neuron
yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. Menurut Feriyawati (2006),
sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke susunan
saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan. Sistem
saraf bertanggung jawab atas meregulasi dan mengatur sistem lain dalam tubuh,
serta pengetahuan dan daya ingat yang dimiliki manusia.
Kekomplekan dari sistem saraf menyebabkan sistem ini rawan gangguan.
Menurut World Federation of Neurology (WFN) yang berkolaborasi dengan
penelitian internasional menyatakan bahwa setidaknyansembilan penyakit dengan
epidemiologi tersering terjadi hampir di seluruh negara tanpa mengenal faktor
ekonomi tiap negara. Dengan kata lain, penyakit ini dapat menyerang siapa saja
dengan berbagai latar belakang ekonomi. Beberapa penyakit dengan etiologi
tersering antara lain demesia, epilepsi, nyeri kepala, nyeri yang berhubungan
dengan gangguan neurologi, stroke, cedera kepala, neuroinfeksi, multiple sklerosis,
dan parkinson’s disease.
Sistem saraf masih menjadi hal yang kurang diperhatikan oleh kebanyakan
masyarakat. Di Indonesia, penyakit saraf merupakan masalah keehatan yang sulit
untuk diatasi dan mengancam jiwa manusia. Hal ini ditandai dengan semakin
meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saraf di Indonesia.
Penyakit saraf tidak mengenal status apapun atau dapat menyerang siapa saja.
Kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan dan penyakit saraf ini merupakan salah
satu meningkatnya angka tersebut. Oleh karena itu makalah ini akan membahas
bagaimana patofisiologi gangguan pada system saraf dan otak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud konsep dasar patofisiologi sistem saraf dan otak
2. Bagaimana patofisiologi epilepsi ?
5

3. Bagaimana patofisiologi multiple sclerosis ?


4. Bagaimana patofisiologi sakit kepala ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar patofisiologi sistem saraf dan otak
2. Untuk mengetahui patofisiologi epilepsi
3. Untuk mengetahui patofisiologi multiple sklerosis
4. Untuk mengetahui patofisiologi sakit kepala
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Patofisiologi Sistem Saraf dan Otak

2.1.1. Definisi Sistem Saraf dan Otak


Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa
penghantaran impuls saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf
dan perintah untuk memerintah memberikan rangsangan (Warsah &
Daheri, 2021, hlm. 61). Sistem saraf terdiri atas dua bagian utama, yaitu
sebagai berikut.
1) Sistem saraf pusat (central nervous system)
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
Otak terdiri dari tiga bagian yaitu, otak depan, tengah dan belakang.
Sumsum tulang belakang terdiri dari dua bagian yaitu, sumsum lanjutan,
dan sumsum tulang belakang.
2) Sistem saraf tepi (peripheral)
Sistem saraf tepi terdiri dari dua bagian, yaitu: somatik dan otonom.
Sistem saraf otonom terdiri atas saraf simpatik dan parasimpatik. Sistem
saraf tepi tersusun atas penerima dan penyalur pesan sensoris dari organ
sensoris ke otak dan tulang belakang, dan penyalur pesan baik dari otak
atau tulang belakang ke otot maupun kelenjar (Warsah & Daheri, 2021,
hlm. 64).

2.1.2. Anatomi dan Struktur Sistem Saraf


Sel Saraf atau Neuron
Sel saraf atau neuron terdiri dari dendrit dan badan sel sebagai
penerima pesan, dilanjutkan oleh bagian yang berbentuk seperti tabung,
disebut dengan akson dan berakhir pada ujung yang membentuk tonjolan
kecil yang disebut dengan terminal sinaptik. Suatu sel saraf terdiri atas 3
bagian utama, yakni badan sel, dendrit, dan neurit (akson). Untuk lebih
7

jelasnya, berikut adalah berbagai elaborasi dari masing-masing bagian


utama sel saraf.

1) Badan Sel
Badan sel saraf mengandung inti sel dan sitoplasma. Di dalam sitoplasma
terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai penyedia energi untuk
membawa rangsangan.
2) Dendrit
Dendrit adalah serabut-serabut yang merupakan penjuluran sitoplasma.
Pada umumnya sebuah neuron mempunyai banyak dendrit dan ukuran
dendrit pendek. Dendrit berfungsi membawa rangsangan ke badan sel.
3) Neurit (akson)
Neurit atau akson adalah serabut-serabut yang merupakan penjuluran
sitoplasma yang panjang. Sebuah neuron memiliki satu akson. Neurit
berfungsi untuk membawa rangsangan dari badan sel ke sel saraf lain.
Neurit dibungkus oleh selubung lemak yang disebut myelin yang terdiri atas
perluasan membran sel Schwann. Selubung ini berfungsi untuk isolator dan
pemberi makan sel saraf. Antara neuron satu dengan neuron satu dengan
neuron berikutnya tidak bersambungan secara langsung tetapi membentuk
celah yang sangat sempit. Celah antara ujung neurit suatu neuron dengan
dendrit neuron lain tersebut dinamakan sinapsis. Pada bagian sinaps inilah
suatu zat kimia yang disebut neurotransmiter (misalnya asetilkolin)
menyeberang untuk membawa impuls dari ujung neurit suatu neuron ke
dendrit neuron berikutnya (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 62-63).
8

2.1.3. Macam Jenis Sel Saraf


Sel Saraf (Neuron) berdasarkan bentuk dan fungsinya neuron
dibedakan menjadi tiga macam yaitu neuron sensorik, motorik, dan koneksi
(asosiasi). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing jenis sel saraf.
1. Neuron sensorik,
adalah neuron yang membawa impuls dari reseptor (indra) ke pusat
susunan saraf (otak dan sumsum tulang belakang). Neuron sensorik ini
neuron yang peka terhadap berbagai stimulus non-saraf. Ada neuron
sensorik di kulit, otot, persendian, serta organ-organ yang
mengindikasikan adanya tekanan, temperatur, dan rasa sakit. Ada
neuron yang lebih khusus di hidung dan lidah yang peka terhadap
bentuk-bentuk molekuler yang kita pahami sebagai rasa dan bau.
Neuron-neuron pada bagian dalam telinga memberi informasi tentang
bunyi-bunyian kepada kita. Sedangkan batang dan corong retina
memungkinkan kita untuk melihat.
2. Neuron motorik,
adalah neuron yang membawa impuls dari pusat susunan saraf ke
efektor (otot dan kelenjar). Neuron motorik ini neuron yang mampu
menstimulasi sel-sel otot di seluruh tubuh, termasuk otot-otot jantung,
diafragma, usus, kandung kemih, dan kelenjar.
3. Neuron konektor (asosiasi),
adalah neuron yang membawa impuls dari neuron sensorik ke neuron
motorik. Neuron-neuron pada sistem saraf pusat, termasuk otak,
semuanya adalah neuron konektor (Warsah & Daheri, 2021, hlm.
Hlm. 62).

Sel Penunjang Saraf


Neuron hanya merupakan sebagian dari susunan saraf pusat, sebagian
lainnya adalah sel penunjang. Neuron merupakan sel dengan
metabolisme tinggi namun tidak menyimpan cadangan energi.
Berbeda dengan sel lain, sel saraf tidak dapat diganti apabila rusak
9

atau mati. Beberapa sel penunjang sistem saraf di antaranya adalah


sebagai berikut.
1. Glia
Glia terletak di tengah neuron pada susunan syaraf yang diperkirakan
perbandingan jumlahnya satu neuron sama dengan sepuluh glia, yang
jumlahnya lebih banyak daripada neuron. Yang bertugas mengikat
atau menghubungkan jaringan-jaringan neuron, juga mempunyai
fungsi akhir, memegang peranan dalam mengendalikan kegiatan
neuron. Sel ini juga melindungi neuron, memberikan zat kimia yang
diperlukan untuk meneruskan pesan dalam sel syaraf, menghancurkan
dan membersihkan sel mati di sekitarnya.
2. Sel Schwann
Sel schwann berfungsi sama dengan sel glia di susunan syaraf tepi
(SST). Pada kerusakan sel otak, sel ini mampu menghancurkan sel
mati dan pertumbuhan sel baru (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 68).

2.1.4. Sistem Saraf Pusat


Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
Otak dilindungi oleh tengkorak dan sumsum tulang belakang dilindungi
oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang
dibungkus oleh selaput meningen yang melindungi sistem saraf halus,
membawa pembuluh darah, dan dengan mensekresi sejenis cairan yang
disebut serebrospinal, selaput meningen dapat memperkecil benturan dan
guncangan. Meningen terdiri atas tiga lapisan, yaitu piamater, araknoid, dan
duramater.
SSP merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh
aktivitas tubuh dikendalikan olehnya. SSP sangat berkaitan dengan sistem
saraf manusia yang merupakan suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat
khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi sistem saraf
antara lain: mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara
individu dengan lingkungan sekitarnya.
10

A. Otak
Otak merupakan organ yang paling mengagumkan dari seluruh organ.
Kita mengetahui bahwa seluruh angan-angan, keinginan dan nafsu,
perencanaan dan ingatan merupakan hasil akhir dari aktivitas otak.

Otak manusia berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar 10
miliar neuron yang menjadi kompleks secara kesatuan fungsional.
Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai volume sekitar 1200
cc (71 in.). Ada pertimbangan variasi akan besarnya ukuran otak, yaitu
otak laki-laki lebih besar 10% dari perempuan dan tidak ada korelasi
yang berarti antara besar otak dengan tingkat intelegensi. Seseorang
dengan ukuran otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar (2100 cc)
secara fungsional adalah sama (Simon dan Schuster, 1998).

Otak lebih kompleks daripada batang otak. Otak manusia kira-kira


merupakan 2% dari berat badan orang dewasa. Otak menerima 15%
dari curah jantung, memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh
dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya.

Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam


seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan
oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme
otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Bila
aliran darah terhenti selama 10 detik saja, maka kesadaran akan dapat
hilang dan penghentian dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan
kerusakan permanen. Hipoglikemia yang berkepanjangan juga dapat
merusak otak.
Secara ringkas fisiologi otak dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Anatomi dan Fisiologi Otak


11

Dua macam jaringan pelindung utama dalam sistem saraf pusat adalah
meningen dan sistem ventrikular:
1. Jaringan pelindung di sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang)
adalah meningen yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

a. Dura Mater
Lapisan terluar yang merupakan lapisan yang tebal, keras, fleksibel
dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan periosteal luar pada durameter
melekat di permukaan dalam kranium dan berperan sebagai
periosteum dalam pada tulang tengkorak. Ruang subdural
memisahkan durameter dari araknoid pada regio kranial dan sumsum
tulang belakang, sedangkan ruang epidural adalah ruang potensial
antara peritoneal luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di
regio sumsum tulang belakang.
b. Araknoid
Terletak di bawah lapisan durameter, berongga-rongga, dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Rongga araknoid memisahkan
lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah, jaringan penghubung serta selaput
yang mempertahankan posisi araknoid terhadap
piameter di bawahnya.
c. Pia Mater
Jaringan pelindung yang terletak pada lapisan paling bawah (paling
dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan melindungi jaringan-
12

jaringan saraf lainnya). Lapisan ini mengandung pembuluh darah yang


mengalir di otak dan sumsum tulang belakang. Antara pia mater dan
membran araknoidterdapat bagian yang disebut subarachnoid space
yang dipenuhi oleh cairan serebrospinal (CSF).

2. Sistem Ventrikulus
Otak manusia dilindungi oleh cairan serebrospinal di dalam ruangan
subaraknoid. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sekaligus
mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh
gravitasi. Cairan serebrospinal ini selain mengurangi berat otak juga
melindungi otak dari goncangan yang mungkin terjadi. Cairan serebrospinal
terletak dalam ruang-ruang yang saling berhubungan satu sarna lain. Ruang-
ruang ini disebut dengan ventrikel. Ventrikel berhubungan dengan bagian
subaraknoid serta berhubungan dengan bentuk tabung pada kanal pusat dari
tulang belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama pada pasangan
ventrikel lateral. Cairan serebrospinal merupakan konsentrasi dari darah dan
plasma darah. Diproduksi oleh plexus choroideus yang terdapat dalam basal
dari ventrikel lateral dan bagian atas dari ventrikel 3: Sirkulasi CSF dimulai
dari ventrikel lateral ke ventrikel ketiga kemudian mengalir kecerebral
aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke lubang-
lubangsubaraknoidyang melindungi keseluruhan SSP. Selanjutnya
diabsorpsi ke sihus sagital superior dan mengalir ke durameter yang
kemudian akan dikeringkan oleh pembuluh jugulai di bagian leher. Volume
total CSF sekitar 125 milimeter dan waktu yang dibutuhkan oleh sebagian
CSF untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti olch cairan yang
baru sekitar 3 jam.
13

Bagian-Bagian Otak

1 Proencephalon (forebrain, otak depan),


Otak depan terdiri dari dua bagian penting: (1) otak besar
(cerebrum) yang mengisi kira-kira 70 persen batok kepala. (2)
diencephalon, yang tertanam di antara dua belah otak. Bagian
terpenting di sini adalah Talamus dan hipotalamus (Pasiak, 2008).
Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbsar dari
otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian rongga tengkorak.
Otak besar terdiri dari 2 belahan(hemisfer) yaitu hemisfer kiri dan
hemisfer kanan. Otak besar yang juga dikenal dengan otak besar
merupakan pusat dari beberapa kegiatan yang terpusat pada
beberapa lobus, yaitu lobus frontal, lobus occipital, lobus temporal,
dan lobus parietal.
14

a) Lobus frontal bertanggung jawab untuk kegiatan berpikir,


perencanaan dan penyusunan konsep. Lobus frontal yang
terletak di belakang dahi yang terlibat dalam pengendalian
otot-otot volunter, kecerdasan, dan kepribadian. Kerusakan
pada lobus frontal otaknya secara dramatis mengubah
kepribadian seseorang.
b) Lobus occipital berada di belakang kepala, merespons
terhadap rangsangan visual. Wilayah lobus occipital yang
berbeda-beda dihubungkan untuk mengolah informasi
mengenai aspek-aspek rangsangan visual, seprti warna,
bentuk, dan gerakan. Luka pada bagian lobus occipital dapat
menyebabkan kebutaan atau paling tidak kehilangan sebagian
bidang penglihatan.
c) Lobus temporal bertanggung jawab terhadap persepsi suara
dan bunyi. Bagian lobus terletak tepat di atas telinga, terlibat
dalam pendengaran, pengolahan bahasa, dan ingatan. Lobus
temporal memiliki sejumlah hubungan dengan sistem limbik.
Orang yang mengalami kerusakan lobus temporal tidak dapat
mengarsip berbagai pengalaman ke dalam ingatan jangka
panjang. Beberapa ahli penelitian berpendapat bahwa lobus
15

temporal adalah tempat kemampuan manusia untuk mengolah


informasi mengenai wajah. Lobus pengaturan memori,
bekerja sama dengan lobus occipital, ia turut mengatur kerja
penglihatan.
d) Lobus Parietal terletak pada bagian atas dan menghadap
bagian belakang kepala. Lobus parietal terlibat dalam
pencatatan lokasi ke ruangan, perhatian dan pengendalian
motorik. Misalnya, lobus parietal akan bekerja ketika kita
menilai seberapa jauh kita melempar bola agar masuk ke
keranjang dalam olahraga bola basket (Warsah & Daheri,
2021, hlm. 69).
2 Mesencephalon (midbrain, otak tengah)
Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam
sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat
pengaturan refleks pupil pada mata. Otak tengah terletak di permukaan
bawah otak besar (cerebrum) (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 71). Pada
otak tengah terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai pengatur
gerak bola mata. Pada bagian otak tengah, banyak diproduksi
neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi
kerusakan pada bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson.
Sebagai pusat relaksasi, bagian otak tengah banyak menghasilkan
neurotransmitter dopamin.
3 Rhombencephalon (hindbrain, otak belakang).
Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula
oblongata, dan pons varoli. Otak kecil berperan dalam keseimbangan
tubuh dan koordinasi gerakan otot. Otak kecil akan mengintegrasikan
impuls saraf yang diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting
dalam menjaga keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas.
Di bagian otak kecil terdapat saluran yang menghubungkan antara otak
dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan medula oblongata.
Medula oblongata berperan pula dalam mengatur pernapasan, denyut
16

jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, gerak menelan,


dan batuk.

B. Spinal Cord
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar
45 cm dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf
spinal, terdapat alur yang dangkal secara longitudinal di bagian medial
posterior berupa sulkus dan bagian yang dalam dari anterior berupa
fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan
masing masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis
vertebralis melalui foramen intervertebra (lubang pada tulang vertebra).
Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra
tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama
yang keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama.
Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal (dan
hanya tujuh vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang
saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis dan 1 pasang saraf koksigis.

2.1.5. Siistem Saraf Tepi (peripheral)


Sistem saraf tepi tersusun atas penerima dan penyalur pesan sensoris dari
organ sensoris ke otak dan tulang belakang, dan penyalur pesan baik dari
otak atau tulang belakang ke otot maupun kelenjar (Warsah & Daheri, 2021,
hlm. 64). System saraf perifer atau system saraf tepi bertujuan untuk
mengirimkan sinyal antara system saraf pusat dan seluruh tubuh. System
saraf tepi tebagi menjadi 2 yaitu :
a) System saraf sensorik
System saraf sensorik ini membawa sinyal dari organ sensorik ke
system saraf pusat. Yang berperan penting dalam proses persepsi
sensorik manusia. Saraf sensorik bertugas untuk menerima
rangsangan dari lingkungan dan mengirimkannya ke otak untuk
diinterpretasikan.
17

Terdapat beberapa jenis saraf sensorik yang berbeda, antara lain:


 Saraf Tactile: Saraf ini bertanggung jawab untuk merasakan
sentuhan dan tekanan pada kulit.
 Saraf Pendengaran: Saraf ini berperan dalam proses pendengaran
dan pemrosesan suara.
 Saraf Penglihatan: Saraf ini bertanggung jawab dalam proses
penglihatan dan menerima informasi visual.
 Saraf Olfaktori: Saraf ini berperan dalam proses penciuman dan
pengenalan bau.
Dengan adanya saraf sensorik, kita dapat merasakan berbagai
rangsangan dari lingkungan sekitar kita. Misalnya, ketika kita
menyentuh sesuatu, saraf sensorik pada kulit akan mengirimkan
sinyal ke otak bahwa kita sedang menyentuh sesuatu yang berbahan
halus atau kasar
b) System saraf motoric
System saraf motoric ini membawa sinyal dari system saraf pusat
yang mengontrol aktivitas otot dan kelenjar. System saraf motoric
terbagi menjadi dua bagian, yaitu: somatik dan otonom. Sistem saraf
otonom terdiri atas saraf simpatik dan parasimpatik.
1. System Saraf Somatik
Sistem saraf somatik menyalurkan pesan-pesan tentang
penglihatan, suara, bau, suhu, posisi tubuh dan lain-lain ke otak.
Pesan-pesan dari otak dan tulang belakang pada sistem saraf
somatik mengatur gerakan tubuh yang bertujuan, seperti
mengangkat lengan, berkedip, berjalan, bernapas dan gerakan-
gerakan halus yang menjaga postur dan keseimbangan tubuh.
Saraf sensorik dari sistem somatik mengirimkan informasi
tentang stimuli eksternal dari kulit, otot, dan sendi ke sistem
saraf pusat. Dengan demikian, seseorang bisa menyadari adanya
nyeri, tekanan, dan variasi temperatur. Saraf motorik dari sistem
somatik membawa impuls dari sistem saraf pusat ke otot-otot
tubuh dimana gerakan dimulai. Semua otot yang digunakan
18

dalam membuat gerakan volunter serta penyesuaian involunter


dalam postur dan keseimbangan tubuh dikendalikan oleh saraf
somatik.
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31
pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh
kesadaran.
a) Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut
sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan
motorik.

No Nama Jenis Fungsi


I Olfaktorius Sensori Menerima rangsang dari hidung
dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai sensasi
bau
II Optikus Sensori Menerima rangsang dari mata
dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai persepsi
visual
III Oculomotor Motori Menggerakkan sebagian besar
otot mata
IV Troklearis Motori Menggerakkan beberapa otot
mata
V Trigeminus Gabungan Sensori: Menerima rangsangan
dari wajah untuk diproses di
otak sebagai sentuhan Motorik:
Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasialis Gabungan Sensorik: Menerima rangsang
dari bagian anterior lidah untuk
19

diproses di otak sebagai sensasi


rasa Motorik: Mengendalikan
otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
VII Vestibulokoklearis Sensori Sensori sistem vestibular:
I Mengendalikan
keseimbanganSensori koklea:
Menerima rangsang untuk
diproses di otak sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang
dari bagian posterior lidah
untuk diproses di otak sebagai
sensasi rasa Motorik:
Mengendalikan organorgan
dalam
X Vagus Gabungan Sensori: Menerima rangsang
dari organ dalam Motorik:
Mengendalikan organ- D-IV
Terapi Wicara Semester 1| 16
organ dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan
kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan
Lidah
20

a) Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah
saraf gabungan motorik dan sensorik, membawa informasi
ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan melalui
eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan
regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut
(Warasah & Daheri, 2021, hlm. 75).
21

2. System saraf otonom


Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf yang
mengatur fungsi viseral tubuh. Sistem ini membantu
mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi gastro-intestinal
pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan
banyak aktivitas lainnya. Ada sebagian yang diatur penuh
oleh saraf otonom, ada pula yang hanya diatur sebagian saja.
Sistem saraf otonom diaktifkan terutama oleh pusat-pusat
yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan
hipotalamus. Bagian korteks serebri khususnya korteks
limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang
lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan
otonomik.
Sistem saraf otonomik (Autonomic nervous system) mengatur
kelenjar dan aktivitas-aktivitas involunter seperti detak
jantung, pernapasan, pencernaan serta banyak berhubungan
dengan respons emosional. Sistem saraf otonomik memiliki
dua cabang yaitu saraf simpatis dan parasimpatis.
22

1. Saraf simpatis lebih banyak terlibat dalam memberikan


respons emosional. Sistem saraf simpatik bertanggung
jawab dalam mengatur respon “fight or flight” dalam
tubuh manusia. Ketika seseorang menghadapi situasi yang
menegangkan atau stres, sistem saraf simpatik akan
mengaktifkan respons untuk membantu kita melawan atau
melarikan diri dari bahaya.
2. Sedangkan saraf parasimpatis sering kali merupakan
kebalikan dari saraf simpatis. Sistem saraf parasimpatik
bertanggung jawab dalam mengatur respon “rest and
digest” dalam tubuh manusia. Ketika seseorang
beristirahat atau sedang makan, sistem saraf parasimpatik
berperan dalam mengatur sistem pencernaan dan fungsi
tubuh lainnya yang berkaitan dengan relaksasi.
23

2.1.6. Fisiologi Normal Sistem Saraf Dan Otak


Untuk dapat berfungsi dengan baik, sistem saraf pusat bekerja
dengan cara mengirimkan sinyal listrik dari satu sel saraf ke sel saraf
lainnya. Proses ini melibatkan penggunaan neurotransmiter, yaitu zat kimia
yang bertindak sebagai pengantar sinyal listrik antar sel saraf.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, komponen sistem saraf
ini terdiri dari sel saraf (neuron), sistem saraf pusat, dan sistem saraf tepi.
Sementara itu, sel saraf memiliki beberapa bagian, seperti badan sel,
dendrit, hingga akson. Sel saraf (neuron) merupakan suatu sel yang
berfungsi untuk menerima dan menghantarkan impuls. Dalam tubuh
manusia, ada triliunan neuron. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang
di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua
macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit).
Dendrit yang dari bahasa Yunani disebut juga Dendron berarti
pohon. Dendrit ini merupakan cabang dari Neuron. Fungsi dendrit dan
akson adalah untuk menerima dan menghantarkan impuls. Dendrit
berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson
berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Setiap
neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua
serabut saraf ini berisi plasma sel.
Pada struktur sel saraf sendiri, terdapat badan sel, dendrit, akson,
selaput mielin, sel schwann, nodus ranvier, hingga sinapsis. Pada bagian
luar akson terdapat lapisan lemak disebut mielin, selaput pembungkus
neurit. Mielin merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada
akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di
seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut
neurilema. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi.
Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier,
yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls. Sementara itu, sinapsis
adalah celah yang terdapat pada pertemuan satu neuron dengan neuron
lainnya. Setiap sinapsis menyediakan koneksi antar neuron sehing
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi antar neuron tersebut.
24

Informasi ini ditukarkan dalam bentuk zat kimia yang disebut


Neurotransmiter.
sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis).
Ujung akson dari saraf sensorik berhubungan dengan saraf asosiasi
(intermediet). sel saraf motorik adalah mengirim impuls dari sistem saraf
pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap
rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya
sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan
aksonnya dapat sangat panjang. Sel saraf penghubung disebut juga sel saraf
asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi
menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat.
Sel saraf penghubung menerima impuls dari reseptor sensorik atau sel saraf
asosiasi lainnya. Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit
bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan
badan sel saraf berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.

2.1.7. Kelainan dan Penyakit pada SSO Dan SSP


Meskipun sistem saraf pusat sangat penting dalam menjaga kesehatan kita,
namun ada beberapa gangguan yang dapat terjadi pada sistem saraf pusat.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kerusakan dari sistem
saraf manusia. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri manusia itu
sendiri maupun dari luar.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan rusak atau berkurangnya
kerja sistem saraf manusia sebagai berikut.
1. Luka, sehingga sistem saraf menjadi rusak
2. Serangan virus dan bakteri pada otak
3. Kerusakan genetikal (akibat faktor genetis)
4. Penggunaan obat-obatan
5. Benturan dengan benda keras
6. Kelainan dan penyakit pada sistem saraf.
25

Berikut ini adalah beberapa gangguan umum yang berhubungan dengan


sistem saraf pusat:
1. Stroke adalah penyakit pada otak akibat dari tersumbat atau pecahnya
pembuluh darah pada otak. Penyempitan pembuluh darah adalah penyebab
dari terjadinya penyakit ini. Penderita stroke memiliki wajah yang asimetri.
2. Hilang Ingatan (Amnesia)
Para penderita amnesia, akan mengalami kesulitan mengingat dan
kebingungan. Penyakit ini dapat bersifat sementara sehingga ingatannya
menjadi pulih, atau dapat juga permanen. Kondisi penderita amnesia
tergantung dari parah atau tidaknya trauma otak. Trauma pada otak ini
biasanya disebabkan oleh benturan atau kecelakaan.
3. Epilepsi
Epilesi atau ayan adalah gangguan pada sistem saraf sehingga menyebabkan
kejang (kontaksi keras pada otot tubuh). Kejang pada penderita epilepsi
disebabkan aktivitas listrik yang tidak normal pada otak. Kejang ini akan
disertai dengan busa dan dapat terjadi secara mendadak serta berulang-
ulang. Banyak penyebab dari epilepsi, diantaranya infeksi, cedera otak, dan
juga tumor otak.
4. Neuritis
Neuritis adalah kelainan pada sistem saraf karena adanya tekanan, pukulan,
keracunan, patah tulang serta kekurangan vitamin B komplek (B1, B6,
B12).
Penderita neuritis akan lebih sering mengalami kesemutan pada sekujur
tubuhnyam terutama tangan dan kaki.
5. Parkinson
Parkinson merupakan penyakit pada sistem saraf yang disebabkan karena
kekurangan neurotransmiter dopamine pada dasar ganglion. Ciri-ciri dari
penderita Parkinson yang tampak jelas, antara lain tangan gemetaran waktu
istirahat, susah bergerak, mata sulit berkedip, otot terasa kaku. Kondisi yang
demikian menyebabkan kaki menjadi kaku saat bergerak dan berjalan.
6. Meningitis
26

Meningitis atau dikenal dengan radang selaput otak merupakan infeksi pada
selaput yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Gejala umum
dari meningitis, antara lain badan demam, sakit kepala yang berlebihan,
leher terasa kaku dan adanya ruam-ruam pada kulit. Meningitis dapat
disebabkan oleh serangan virus atau bakteri. Meningitis akibat serangan
bakteri akan jauh lebih serius, karena dapat menyebabkan kerusakan otak
bahkan kematian.
7. Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan penyakit pada otak yang terjadi akibat
penumpukan cairan di dalam otak, sehingga menyebabkan pembengkakan
di dalam otak dan kepala tampak semakin membesar. Penumpukan ini
menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak, sehingga akan menekan
jaringan otak di sekitarnya, khususnya pada pusat-pusat saraf vital.
8. Migrain
Migrain adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan rasa
nyeri kepala berdenyut yang disertai mual dan muntah. Gangguan ini dapat
terjadi akibat adanya aktivitas berlebih impuls listrik otak yang
meningkatkan aliran darah di otak. Aktivitas tersebut mengakibatkan
terjadinya pelebaran pembuluh darah otak dan juga peradangan.
9. Radang Otak
Radang otak merupakan peradangan akut pada otak yang disebabkan oleh
infeksi virus. Gejala radang otak, antara lain demam yang tinggi, sakit
kepala, merasa ngantuk, dan sering bingung. Respon sistem kekebalan
tubuh untuk melawan virus ini justru dapat menyebabkan pembengkakan di
otak. Akibatnya, semakin lama tidak ada ruang untuk berkembang dan otak
akan mendorong tengkorak kepala, sehingg otak terluka dan meradang.
10. Tumor Otak
Tumor pada otak dapat disebabkan oleh pertumbuhan tak terkendali pada
sel-sel di dalam jaringan otak. Terdapat dua jenis tumor pada otak. Tumor
yang tumbuh langsung di otak disebut tumor otak primer, sedangkan tumor
yang tumbuh di bagian lain dari tubuh dan menyebar hingga ke otak
dinamakan tumor otak sekunder (metastatik).
27

11. Polio
Polio terjadi karena adanya infeksi virus polio pada bagian sumsum tulang
belakang. Penyakit ini lebih sering menyerang pada anak-anak.. Penderita
folio dapat mengalami demam, kelumpuhan, dan sakit kepala yang berakhir
pada hilangnya refleks. Polio dapat dicegah dengan imunisasi polio.
12. Alzheimer
Alzhaimer atau kepikunan disebabkan oleh perubahan abnormal di otak,
sehingga fungsi otak sebagaian besar hilang. Penderita Alzheimer akan
mengalami kepikunan, kebingungam, perubahan suasana hati dengan cepat,
dan hilangnya kontrol terhadap kemampuan fisik dan mental.
13. Multiple Sclerosis: Merupakan penyakit autoimun yang mengganggu
pengiriman sinyal listrik antar sel saraf.

a. Gangguan yang terjadi pada Cereberum


1) Lesi-lesi di Thalamus
Lesi-lesi ini biasanya terjadi akibat thrombosis atau pendarahan salah satu
arteri yang memperdarahi thalamus. Oleh karena thalamus berkaitan dengan
penerimaan implus sensorik tubuh sisi kontralateral. Gejala yang
ditimbulkan lesi hanya terbatas pada sisi kontralateral tubuh. Terjadi
gangguan pada sebagian besar bentuk sensasi, antara lain sensasi raba
ringan, lokalisasi dan dikriminasi taktil, serta hilangnya penilaian gerakan
sendi
2) Lesi-lesi subtalamik
Lesi di subthalamik menimbulkan gerakan involunter yang kuat dan
mendadak pada ekstrimitas kontralateral. Gerakan tersebut dapat berbentuk
hentakan (koreiformis) atau kasar (balismus)
3) Lesi hypothalamus
Lesi di hypothalamus disebabkan oleh infeksi, trauma, atau kelainan
vaskuler. Tumor seperti kraniofaringioma atau adenoma kromofobe
glandulae pituitarie dan tumor pineal dapat mengganggu fungsi
hypothalamus, seperti mengendalikan emosi, regulasi metabolism lemak,
karbohidrat, dan air, genital, makan dan tidur. Kelainan yang sering
28

ditemukan antara lain hipoplasia atau atrofi genital, diabetes insipidus,


obesitas, gangguan tidur, pireksia irregular,dan kurus. Beberapa gangguan
tersebut dapat terjadi bersamaan, misalnya pada sindrom distrofi
adiposgenital.
4) Alzheimer Penyakit
Alzheimer merupakan penyakit degenerasi otak yang terjadi pada usia
pertengahan atau tua, namun saat ini telah dikenali pada bentuk
dinipenyakit ini. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi
terdapat bukti presdisposisi genetik. Telah ditemukan beberapa gen
abnormal, yang masing-masing menunjukkan sindrom klinis dan pathologis
yang sama, yang berbeda hanya pada usia mulai timbulnya dan kecepatan
progresivitasnya, yang menunjukkan adanya perbedaan dalam mekanisme
patologisnya. Beberapa kasus penyakit Alzheimer dalam satu keluarga,
misalnya ditemukan gen mutasi pada beberapa gen (App, presenilin 1
danpresenilin 2). Tanda-tanda umumnya adalah kehilangan ingatan akan hal
baru, disintegrasi kepribadian, disorientasi total.
5) Cerebral Palsy Cerebral Palsy
(CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi
saraf lainnya. CP terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering
ditemukan pada bayi prematur dan.10-15% kasus terjadi akibat cedera lahir
karena aliran darah ke otak sebelum/selama/ segera setelah bayi lahir.Bayi
prematur sangat rentan terhadap CP, kemungkinan karena pembuluh darah
ke otak belum berkembang secara sempurna dan mudah mengalami
perdarahan atau karena tidak dapat mengalirkan oksigen dalam jumlah yang
memadai ke otak.Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan
pada kasus yang berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Tetapi
kebanyakkan penyebabnya tidak diketahui.

b. Gangguan yang biasa terjadi pada Cerebellum (Otak Kecil)


Satu penyakit yang paling sering mengenai cerebellum adalah
keracunan alcohol akut. Penyakit ini terjadi akibat kerja alcohol di septor
29

GABA pada neuronneuron cerebellum. Penyakit-penyakit berikut sering


mengenai cerebellum: agenesis atau hypoplasia kongenital, trauma, infeksi,
tumor, sclerosis multiple, gangguan vaskuler, seperti trombosit arteria
cerebellaris, dan keracunan logam berat. Berbagai manifestasi penyakit
cerebellum dapat dipersempit menjadi dua kelainan dasar: hipotonia dan
hilangnya pengaruh cerebellum terhadap cortex cerebri.

2.2. Epilepsi
2.2.1 Definisi Epilepsi
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani, Epi yang berarti atas dan
Lepsia dari kata Lambanmein yang berarti serangan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa epilepsi pada mulanya memiliki arti serangan
dari atas. Epilepsi adalah salah satu kelainan neurologi kronik yang
bisa terjadi pada segala usia terutama pada usia anak. Epilepsi
merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan gejala yang
khas yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron
otak secara berlebihan dan paroksismal. Epilepsi ditandai dengan
sedikitnya 2 kali atau lebih kejang tanpa provokasi dengan interval
waktu lebih dari 24 jam.
Definisi epilepsi secara konseptual adalah gangguan di otak yang
ditandai dengan faktor predisposisi menetap untuk mengalami
kejang selanjutnya dan terdapat konsekuensi neurobiologis, kognitif,
psikologis, dan sosial dari kondisi ini. Definisi praktikal dari epilepsi
adalah:
a. Terdapat dua atau lebih kejadian kejang tanpa provokasi
yang terpisah lebih dari 24 jam.
b. Terdapat satu kejadian kejang tanpa provokasi namun
risiko kejang selanjutnya sama dengan risiko rekurensi
umum (mencapai 60%) setelah dua kejang tanpa
provokasi dalam 10 tahun mendatang. diangosis dari
sindrom epilepsi berdasarkan pemeriksaan EEG.
2.2.2 Anatomi Fisiologi Epilepsi
30

Otak merupakan salah satu organ vital pada tubuh yang berfungsi
mengatur segala aktivitas manusia. Otak memiliki struktur yang
relatif kecil dengan berat 1400 gram dan merupakan 2% dari berat
badan. Terbagi menjadi 3 subdivisi yaitu cerebrum, truncus
encephali (batang otak), dam cerebellum. Cerebrum merupakan
bagian terbesar otak yang terdiri dari 2 hemisfer, yaitu hemisfer
kanan dan kiri dipisahkan oleh fissura longitudinalis. Cerebrum
tersusun dari korteks. Satu rigi lipatan korteks disebut gyrus cerebri,
sedangkan parit yang memisahkan gyrus cerebri disebut sulcus
cerebri.
Berdasarkan gyrus cerebri dan sulcus cerebri yang konstan maka
cerebrum dibagi menjadi 4 lobus besar, yaitu lobus frontalis, lobus
temporalis, lobus parientalis, dan lobus occipitalis. Lobus frontalis
berperan sebagai pusat intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung
pusat pengontrolan gerakan volunteer di gyrus presentralis (area
motor primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara,
lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, motivasi dan
inisiatif. Lobus temporalis terletak disebelah ventral sulcus lateralis
dan pada permukaan lateralnya terdapat 3 gyrus yang membentang
miring, yaitu gyrus temporalis superior, gyrus temporalis medius,
dan gyrus temporalis inferior. Pada sisi dalam dari sulcus lateralis
terdapat beberapa lipatan pendek miring disebut gyrus temporalis
transversi dari Heschl yang merupakan cortex auditoris primer
(pusat pendengaran). Facies inferior lobus temporalis terletak pada
fossa cranii media. Pada daerah ini didapatkan gyrus temporalis
inferior, gyrus occipitotemporalis dan gyrus parahippocampalis.
Bagian rostral gyrus parahippocampalis, uncus dan stria olfactoria
lateralis membentuk lobus pyriformis yang merupakan cortex
olfactorius primer (pusat penghidu). Lobus ini berfungsi untuk
31

mengatur daya ingat verbal, pendengaran, dan penghidu. Pada lobus


temporalis terdapat hippocampus yang berfungsi sebagai pusat
memori.
Berdasar beberapa penelitian hippocampus berkaitan erat dengan
kejadian epilepsi. Hippocampal Sclerosis merupakan keadaan
patologis yang paling sering dikaitkan dengan kejadian Mesial
Temporal Lobe Epilepsy (MTLE). Lobus parietalis terdapat tiga
bagian, yaitu gyrus postcentralis, lobulus parietalis superior, dan
lobulus parietalis inferior. Sisi posterior dari sulcus sentralis dan
gyrus postcentralis merupakan area somesthetica primer, yang
merupakan daerah pusat rasa taktil dari reseptor superficial dan
profunda seluruh tubuh. Pada lobulus parietalis inferior teradapt
region untuk proses pemahaman dan interpretasi signal sensorik.
Lobus occipitalis merupakan lobus kecil yang bersandar pada
tentorium cerebelli. Pada lobus occipitalis terdapat cortex visual
primer (pusat penglihatan). Korteks visual dari setiap hemisfer
menerima impuls visual dari retina sisi temporal ipsilateral dan
retina sisi nasal kontralateral dimana menangkap persepsi separuh
lapangan pandang kontralateral.
Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mesensefalon
(otak tengah). Medulla oblongata merupakan pusat refleks organ
vital tubuh berfungsi mengatur sistem respirasi, sistem
kardiovaskular, sistem digestivus, serta fungsi refleks lainnya. Pons
berperan sebagai penghubung jaras kortikoserebralis yang
menyatukan hemisfer serebri dan cerebellum. Pada pons terdapat
nukelus dari beberapa saraf kranial serta neuron yang
menghantarkan sinyal dari korteks serebri ke serebellum. Sehingga
kerusakan/lesi pada pons dapat menimbulkan disfungsi serebellum,
gangguan sensorik dan motorik serta gangguuan pada saraf kranial
tertentu. Mesenfalon merupakan bagian pendek dari batang otak
yang berisi apendikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus refleks pendengaran
32

(menggerakkan kepala kearah datangnya suara). Terdapat pula


neuron untuk pengendalian dan koordinasi gerakan penglihatan.
Serebellum terletak di fossa cranii posterior. Secara anatomi
tersusun dari 1 vermis serebelli dan 2 hemisfer serebelli. Serebellum
bekerja dengan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap
tubuh. Sebab itu, sebellum disebut sebagai pusat koordinasi dan
keseimbangan tubuh manusia.
Otak manusia tersusun dari kurang lebih 100 milyar sel saraf otak. Antar sel
saraf berkomunikasi melalui mekanisme perantara listrik dan kimiawi.20
Otak terdiri dari 2 jenis sel yaitu neuron dan sel glia, dimana neuron
berfungsi menghantarkan sinyal listrik, sedangkan sel glia berfungsi
menunjang dan melindungi neuron. Otak menerima 17% dari cardiac output
dan menggunakan 20% total oksigen tubuh untuk metabolisme aerobik
otak. Sel saraf berfungsi untuk menerima, menginterpretasi, dan
mentransmisikan sinyal listrik. Listrik dalam digunakan untuk mengontrol
saraf, otot, dan organ. Dendrit merupakan bagian neuron yang berfungsi
menerima informasi dari rangsangan atau dari sel lain. Pada dendrit terdapat
multisensor yang kemudian akan mengubah segala rangsangan menjadi
sinyal listrik. Setelah dikelola, akson akan menghantarkan sinyal listrik dari
badan sel ke sel lain atau ke organ melalui terminal akson.
Di seluruh membran neuron terdapat beda potensial (tegangan) yang
disebabkan adanya ion negatif yang lebih didalam membran daripada di luar
membran. Keadaan ini neuron dikatakan terpolarisasi. Bagian dalam sel
biasanya mempunyai tegangan 60-90 mV lebih negatif di banding bagian
luar sel. Beda potensial ini disebut potensial istirahat neuron. Ketika ada
rangsangan, terjadi perubahan potensial sesaat yang besar pada potensial
istirahat di titik rangsangan, potensi ini di sebut potensial aksi. Potensial
aksi merupakan metode utama transmisi sinyal dalam tubuh. Stimulasi
dapat berupa rangsang listrik, fisik dan kimia seperti panas, dingin, cahaya,
suara, dan bau. Jika ada impuls, ion-ion Na+ akan masuk dari luar sel
kedalam sel. Hal ini menyebabkan dalam sel menjadi lebih positif
33

dibanding luar sel, dan potensial membrane meningkat, hal ini disebut
depolarisasi.

2.2.3 Patofisiologi Epilepsi


Kejang epilepsi timbul dari pelepasan sekelompok neuron yang
berlebihan dan berkelanjutan. Ciri tunggal dari semua bangkitan
epilepsi adalah peningkatan rangsangan neuron yang terus-menerus.
Pelepasan sel yang tidak normal dapat dikaitkan dengan berbagai
faktor penyebab seperti trauma, kekurangan oksigen, tumor, infeksi,
dan gangguan metabolisme. Namun, tidak ada faktor penyebab
spesifik yang ditemukan pada sekitar setengah dari pasien yang
menderita epilepsi. Penyebab yang mendasari dan mekanisme
patofisiologis (sebagian) telah dipahami untuk beberapa bentuk
epilepsi, misalnya epilepsi yang disebabkan oleh gangguan migrasi
neuron dan epilepsi monogenik. Untuk beberapa jenis epilepsi
lainnya, pengetahuan yang ada saat ini masih terpisah-pisah.
Epilepsi adalah pelepasan muatan listrik yang berlebihan dan tidak
teratur di otak. Aktivitas listrik normal jika terdapat keseimbangan
antara faktor yang menyebabkan inhibisi dan eksitasi dari aktivitas
listrik. Epilepsi timbul karena adanya ketidakseimbangan faktor
inhibisi dan eksitasi aktivitas listrik otak. Terdapat beberapa teori
patofisiologi epilepsi, adalah sebagai berikut:
A. Ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak
Eksitasi berlebihan mengakibatkan letupan neuronal yang cepat
saat kejang. Sinyal yang dikeluarkan dari neuron yang meletup
cepat merekrut sistem neuronal yang berhubungan melalui
34

sinap, sehingga terjadi pelepasan yang berlebihan. Sistem


inhibisi juga diaktifkan saat kejang, tetapi tidak dapat untu
mengontrol eksitasi yang berlebihan, sehingga tejadi kejang.
Excitatory Postsynaptic Potentials (EPSPs) dihasilkan oleh
ikatan molekul pada reseptor yang menyebabkan terbukanya
saluran ion Na atau ion Ca dan tertutupnya saluran ion K yang
mengakibatkan terjadinya depolarisasi. Berlawanan dengan
Inhibitory Postsynatic Potentials (IPSs) disebabkan karena
meningkatnya permeabilitas membran terhadap Cl dan K, yang
akhirnya menyebabkan hiperpolarisasi membran.
Eksitasi terjadi melalui beberapa neurotransmitter dan
neuromedulator, akan tetapi reseptor glutamate yang paling
penting dan paling banyak diteliti untuk eksitasi epilepsi.
Sedangkan inhibitor utama neurotransmitter pada susunan saraf
pusat adalah Gamma Amino Butiric Acid (GABA). Semua
struktur otak depan menggunakan aksi inhibitor dan memegang
peranan fisiopatogenesis pada kondisi neurologis tertentu,
termasuk epilepsi, kegagalan fungsi GABA dapat
mengakibatkan serangan kejang.
B. Mekanisme sinkronisasi
Epilepsi dapat diakibatkan oleh gangguan sinkronisasi sel-sel
saraf berupa hipersinkronisasi. Hipersinkronisasi terjadi akibat
keterlibatan sejumlah besar neuron yang berdekatan dan
menghasilkan cetusan elektrik yang abnormal. Potensial aksi
yang terjadi pada satu sel neuron akan disebarkan ke neuron-
neuron lain yang berdekatan dan pada akhirnya akan terjadi
bangkitan elektrik yang berlebihan dan bersifat berulang.
C. Mekanisme epileptogenesis
Trauma otak dapat mengakitbatkan epilepsi. Iskemia, trauma,
neurotoksin dan trauma lain secara selektif dapat mengenai
subpopulasi sel tertentu. Bila sel ini mati, akson-akson dari
neuron yang hidup mengadakan tunas untuk berhubungan
35

dengan neuron diferensiasi parsial. Sirkuit yang sembuh


cenderung untuk mudah terangsang.

2.2.4 Klasifikasi Epilepsi


2.2.5 Etiologi
Kategori yang ditentukan untuk etiologi epilepsi sebagai bagian dari
klasifikasi epilepsi adalah (1) struktural, (2) genetik, (3) infeksi, (4)
metabolik, (5) imun, dan (6) tidak diketahui. Seorang pasien
mungkin mempunyai lebih dari satu etiologi, dan ini bukan hierarki.
A. Struktural
Epilepsi sebagai suatu etiologi struktural memerlukan
identifikasi temuan struktural yang kemungkinan besar menjadi
penyebab epilepsinya. Seorang pasien dengan glioblastoma di
lobus frontal kiri dan kejang yang berasal dari lobus frontal kiri
akan diklasifikasikan sebagai menderita epilepsi karena suatu
penyakit. etiologi struktural. Sebaliknya, pasien dengan kejang
yang berasal dari lobus temporal kanan dan memiliki
meningioma kalsifikasi kecil di lobus oksipital tidak akan
mengalami kejang, karena meningioma kemungkinan besar
tidak relevan dengan epilepsi. Namun, jika kemudian ditemukan
bahwa pasien ini mengalami kejang yang berasal dari daerah
meningioma dan menyebar ke hipokampus, maka epilepsi
tersebut bersifat struktural.
B. Genetik
Epilepsi diklasifikasikan memiliki etiologi genetik ketika
terdapat varian penyebab penyakit tertentu pada gen atau salinan
jumlah yang menyebabkan epilepsi. Khususnya, pasien tidak
36

perlu menjalani tes genetik jika riwayat keluarga, EEG, dan


semiologi kejang sejalan dengan diagnosis epilepsi genetik.
Misalnya, seorang pasien yang memiliki kesadaran fokal
pendengaran hingga kejang tonik klonik bilateral dengan
temuan EEG kejang temporal lateral kanan serta beberapa
anggota keluarga yang juga memiliki semiologi yang sama
dapat didiagnosis berdasarkan presentasi ini dengan epilepsi
lobus temporal lateral dominan autosomal familial. (epilepsi
fokal autosomal dominan dengan ciri pendengaran). Hal ini
diketahui memiliki penetrasi sekitar 80% dan disebabkan oleh
mutasi pada glioma inactivated protein 1 (LGI-1) yang kaya
leusin pada kromosom 10q. Penting untuk disadari bahwa tidak
perlu memiliki riwayat keluarga dengan epilepsi genetik untuk
membuat diagnosis epilepsi genetik karena epilepsi genetik
dapat disebabkan oleh mutasi de novo. Selain itu, kelainan
genetik tidak selalu menjadi penyebab
C. Infeksi
Etiologi epilepsi menular terjadi ketika pasien yang
sebelumnya menderita infeksi otak kemudian berkembang
menjadi epilepsi (khususnya, diagnosis ini tidak dibuat ketika
pasien mengalami kejang akibat infeksi akut). Contoh penyebab
epilepsi yang menular termasuk neurocysticercosis, human
immunodeficiency virus, cytomegalovirus, dan toksoplasmosis
serebral. Meskipun banyak dari infeksi ini dapat menyebabkan
kelainan struktural, karena penyebab awalnya adalah infeksi,
etiologi epilepsi paling baik didefinisikan sebagai akibat infeksi.
Epilepsi menular juga didiagnosis ketika pasien dengan
meningitis atau ensefalitis akibat agen infeksi terus mengalami
kejang setelah fase akut infeksinya. Dalam banyak kasus,
struktur otak tampak normal, dan hanya terdapat riwayat
meningitis tanpa perubahan struktural sisa pada pencitraan.
D. Metabolik
37

Epilepsi dikaitkan dengan penyebab metabolik ketika


gangguan metabolik adalah sumber utama kejang. Kelainan
metabolik sementara, meskipun parah, seperti hipoglikemia,
tidak memenuhi syarat. Contoh etiologi metabolik pada epilepsi
adalah kejang yang bergantung pada piridoksin dan defisiensi
folat serebral. Dalam kasus kejang yang bergantung pada
piridoksin, mengetahui etiologinya sangatlah penting karena
menentukan pengobatan yang tepat
E. Imun
Penyebab imunologis epilepsi termasuk penyakit autoimun.
Ensefalitis limbik yang dimediasi antibodi telah menjadi
penyakit yang semakin banyak didiagnosis dan sering
menyebabkan epilepsi. Selain itu, terdapat beberapa antibodi
yang telah diidentifikasi dapat menyebabkan epilepsi, yang
paling umum adalah N-methyl-D-aspartate receptor (NMDAR),
LGI-1, antineuronalnuclear antibodi tipe 1 (ANNA-1), Ma, α -
amino-3hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid receptor
(AMPAR), γ-aminobutyric acid-B (GABA-B), dan metabotropic
glutamate receptor 5 (mGluR5).22 Mengenali penyebab
imunologis epilepsi sangatlah penting untuk penatalaksanaannya
karena kejang akibat ensefalitis limbik memberikan respons
yang sangat buruk terhadap ASD. Biasanya kejang ini tidak
akan membaik setelah diberikan agen imunologi (steroid,
imunoglobulin, plasmaferesis, rituximab).
F. Tidak diketahui
Apabila etiologi epilepsi tidak dapat ditentukan dengan jelas,
maka etiologi tersebut harus dikategorikan sebagai tidak
diketahui. Seringkali penyebab epilepsi tidak dapat ditentukan.
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis epilepsi merupakan diagnosis klinis yang ditegakkan atas
dasar anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis. Pemeriksaan
penunjang EEG untuk konfirmasi diagnosis. Pencitraan kepala yaitu
38

computed tomography scan (CT scan) atau magnetic resonance


imaging (MRI) untuk menemukan penyebabnya.
A. Anamnesa
Pada anamnesis harus dipastikan apakah kejadian itu memang
kejang atau bukan kejang. Rekaman video kejadian kejang yang
terjadi di rumah sangat membantu dokter. Jika belum jelas
sebaiknya ditunggu sampai bisa dipastikan bahwa kejang
berulang ≥ 2 kali dengan interval harus > 24 jam (Maria, 2009;
Berg dkk., 2012; Swaiman dan Ashwal, 2012). Riwayat
gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma
kepala, kelainan kongenital dan gangguan neurologik sebaiknya
ditanyakan. Kejadian kejang harus dipastikan bahwa tidak ada
pencetus yang jelas (unprovoked seizure), seperti demam,
gangguan elektrolit dan gangguan metabolik lainnya.
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan, asimetri ukuran tubuh yang dapat menunjukkan
adanya gangguan neurologi. Gambaran dismorfik pada muka,
tanda-tanda tertentu pada bagian tubuh seperti hemangioma,
nodul, dan makula untuk melihat kemungkinan sindrom epilepsi
tertentu (Kwan dkk., 2011; Hauser dan Nelson, 2013). Pada
epilepsi umum, kejang mulai pada satu area tertentu di otak,
kemudian secara serentak menyebar ke hemisfer otak kiri dan
kanan (Stafstorm, 1998). Pada epilepsi umum didapatkan kejang
umum disertai gelombang epiletiform pada seluruh hemisfer
otak. Manifestasi klinis kejang umum yaitu serangan dari awal
mengenai seluruh tubuh dan ekstremitas dan berakhir bersamaan
(Nordli, 2005; Medina dkk., 2012). Epilepsi fokal terjadi pada
satu sisi tubuh saja (Berg dkk., 2012). Epilepsi fokal dapat
menjadi umum bila terjadi hipereksitabilitas pada neuron
korteks yang menyebar ke daerah sekitarnya melalui korpus
kalosum ke hemisfer otak kontralateral atau melalui jalur
39

subkortikal (thalamus, batang otak). Manifestasi klinis kejang


fokal pada anak dapat muncul dalam bentuk aura, kepala
menengok (nonversive head turning), deviasi mulut, disfasia
pascakejang, iktal speech, automatisme unilateral. Manifestasi
klinis epilepsi fokal tergantung dari lobus mana fokus epileptik
berasal, setiap lobus akan memberikan manifestasi yang khas
(Berg dkk., 2012). Kejang yang berasal dari lobus frontalis
merupakan 30% dari seluruh pasien epilepsi fokal, dan
merupakan fokus tersering kedua setelah lobus temporalis
(Swaiman dan Ashwal, 2012).
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua penderita
epilepsi jika fasilitas tersedia. Gambaran EEG berperan dalam
konfirmasi diagnosis epilepsi, menentukan tipe kejang dan
sindrom epilepsi, pemilihan OAE dan menentukan prognosis
(Silanpaa dan Schmidt, 2011). Gambaran EEG pada rekaman
pertama hanya menunjukkan abnormalitas sekitar 37-40% kasus
epilepsi (Chabolla dan Cascino, 2005; Kwan dkk., 2011). Empat
puluh persen anak dengan kejang akan memiliki hasil EEG
normal (Stroink dkk., 2003; Smith, 2005; Khan dkk., 2013).
Sensitivitas EEG 56% dan spesifisitas 78% (Stroink dkk., 2003).
Elektroensefalografi menunjukkan gelombang paroksismal pada
32% anak normal dan sering diiterpretasikan sebagai gelombang
abnormal sehingga gelombang EEG saja tanpa memandang
informasi klinis tidak dapat menyingkirkan maupun
menegakkan diagnosis epilepsi (Gailard, 2009)
D. Pencitraan
Pemeriksaan MRI kepala merupakan pencitraan pilihan terbaik
pada epilepsi. Pada keadaan fasilitas MRI tidak tersedia,
pemeriksaan CT scan kepala tanpa atau dengan kontras dapat
dilakukan, meskipun memberikan hasil tidak sebaik MRI
kepala. Magnetic resonance imaging kepala dengan atau tanpa
40

kontras dapat menemukan etiologi epilepsi seperti neoplasma


otak, ensefalitis autoimun, dan leukomalasia serebral
2.2.7 Tatalaksana
Pemilihan OAE didasarkan atas: jenis kejang, sindrom epilepsi, efek
samping, dan interaksi antar OAE. Pengobatan dimulai dengan OAE
lini pertama, dosis ditingkatkan sampai dosis maksimal. Pemberian
dua jenis terapi (politerapi) dapat dipertimbangkan bila hasil belum
optimal setelah pemberian monoterapi (Maria dan Drayton, 2009).
Tujuan pengobatan epilepsi adalah menghentikan kejang dan
mengurangi frekuensi kejang (Mcnamara, 2011). Tujuan terpenting
dalam pengobatan adalah mempertahankan kadar obat dalam
therapeutic range tanpa menimbulkan gejala toksik, setelah
pemberian dosis tunggal OAE, kadar plasma akan tercapai dalam
waktu tertentu tergantung pada proses absorbsi (Walker, 2009).
Obat antiepilepsi dosis konvensional dengan persediaan enzim yang
cukup akan mengikuti kaidah first order enzyme kinetics yaitu
kecepatan biotransformasi bertambah secara linier dengan
konsentrasi obat. Kadar enzim yang telah jenuh akan menyebabkan
kecepatan biotransformasi akan tetap sama pada konsentrasi obat
yang berbeda (zero order). Kenaikan dosis sedikit saja akan
menyebabkan peningkatan kadar plasma yang berlebihan dan
menimbulkan gejala toksik
2.2.8 Epilepsi pada Kehamilan
1. Pengertian
Definisi epilepsi secara konseptual adalah gangguan di otak
yang ditandai dengan faktor predisposisi menetap untuk
mengalami kejang selanjutnya dan terdapat konsekuensi
neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial dari kondisi ini.4
Definisi praktikal dari epilepsi adalah: 1. Terdapat dua atau lebih
kejadian kejang tanpa provokasi yang terpisah lebih dari 24 jam.
2. Terdapat satu kejadian kejang tanpa provokasi namun risiko
kejang selanjutnya sama dengan risiko rekurensi umum
41

(mencapai 60%) setelah dua kejang tanpa provokasi dalam 10


tahun mendatang. diangosis dari sindrom epilepsi berdasarkan
pemeriksaan EEG.
2. Teratogenitas
Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada kehamilan .
Malformasi congenital mayor meningkat 2-3 kali pada bayi dari
ibu yang mendapatkan obat antiepilepsi monoterapi. Terdapat
peningkatan efek teratogenisitas yang lebih tinggi pada ibu
menggunakan asam valproat serta penggunaan politerapi. Oleh
karena itu, direkomendasikan pemberian asam folat pada
perempuan yang merencanakan kehamilan pada saat hamil
terutama pada trimester pertama dengan dosis 1-5 mg perhari
untuk mencegah defek neural tube. Pemberian asam folat
perikonsepsial juga berhubungan positif dengan IQ anak yang
lahir dari perempuan menggunakan obat antiepilepsi. Beberapa
obat antiepilepsi 58 generasi kedua yang relative kecil
menimbulkan teratogenitas adalah lamotrigin, leviteracetam,
oxcarbazepin, dan topiramat
3. Komplikasi
Kehamilan berkaitan dengan peningkatan kadar estrogen dan
progesterone yang bermakna serta perubahan metabolism
hormone dan obat antiepilepsi. Kedua hal tersebut akan
memengaruhi frekuensi bangkitan. Epilepsi pada kehamilan
dapat menyebabkan komplikasi maternal dan fetal/neonatal.
Komplikasi maternal yang dapat terjadi, yaitu : bangkitan
berulang (hipoksia), status epilepstikus, bangkitan saat
persalinan, hipertensi kehamilan, persaliunan preterm.
Sedangkan komplikasi pada fetal/neonatal yang bias terjadi
adalah : keguguran (2 kali lebih sering dari normal), kelainan
congenital (2-3 kali lebih sering dari normal), hipoksia,
kurangnya usia kehamilan dan berat badan lahir, kelahiran
premature , IQ rendah dan perilaku abnormal.
42

4. Tatalaksana Sebelum Kehamilan


a. Berikan penyuluhan kepada setiap perempuan yang
menggunakan OAE dalam masa reproduksi tentang
berbagai risiko dan keuntungan akibat pengguanaan OAE
terhadap kehamilan dan janin.
b. Terapi OAE diberikan dalam dosis optimal sebelum
konsepsi (bila memungkinkan periksa kadar obat dalam
darah sebagai basis pengukuran.)
c. Bila memungkinkan diganti OAE yang kurang teratogenik,
dan dosis efektif harus tercapai sekurang-kurangnya 6 bulan
sebelum konsepsi.
d. Hindari penggunaan OAE politerapi.
e. Apabila memungkinkan, hindari penggunaan valproat.
Apabila harus menggunakan valproat, berikan dosis terkecil
(kurang dari 750mg) dan gunakan bentuk lepas lambat.
5. Tatalaksana Saat Hamil
a. Ibu diberikan informasi bahwa bagi yang mengalami bebas
bangkitan minimal 9 bulan sebelum kehamilan,
kemungkinan besar (84-92%) akan tetap bebas bangkitan
selama kehamilannya. Demikian juga kemungkinan
terjadinya persalinan premature atau kontraksi prematur
terutama pada perempuan yang merokok.
b. Jenis OAE yang sedang digunakan jangan diganti bila
tujuannya hanya untuk mengurangi resiko teratogenik.
c. Pada pengguna asam valproat atau OAE politerapi,
dianjurkan utnuk dilakukan: Pemeriksaan kadar alfa-
fetoprotein serum (pada minggu 14-16 kehamilan).
Pemeriksaan ultrasonografi (pada minggu 16-20
kehamilan). Amnionsentesis untuk pemeriksaan kadar alfa-
fetoprotein dan antikolinesterase dalam cairan amnion)
Apabila terdapat abnormalitas pada pemeriksaan diatas,
43

merupakan bahan pertimbangan untuk meneruskan


kehamilan atau tidak.
d. Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan
terakhir kehamilan. Juga dapat dipantau bila ada indikasi
(misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu dengan ketaatan
minum obat)
e. Dosis OAE dapat dinaikkan apabila kadar OAE turun
dibawah kadar OAE sebelum kehmailan, atau sesuai
kebutuhan klinik

6. Persalinan Pada Penyandang Epilepsi


a. Harus dilakukan di klinik atau rumah sakit dengan fasilitas
untuk perawatan epilepsi dan untuk unit intensif untuk
neonatus.
b. Persalinan dapat dilakukan secara normal per vaginam.
c. Selama persalinan, OAE harus tetap diberikan.
d. Terapi kejang saat melahirkan dianjurkan sebaiknya
digunakan diazepam 10 mg i.v atau fenitoin 15-20 mg/kg
bolus i.v diikuti dosis 8mg/kg/hari diberikan 2 kali/hari
secara intravena atau oral.
e. Vitamin K 1 mg intramuscular diberikan pada neonatus saat
dilahirkan oleh ibu yang menggunakan OAE penginduksi-
enzim untuk mengurangi risiko terjadinya perdarahan.

7. Tatalaksana Setelah Persalinan


a. Bila dosis OAE dinaikkan selama lehamilan, maka turunkan
kembali secara bertahap sampai dosis sebelum kehamilan
untuk menghindari toksisitas. Kadar OAE perlu dipantau
sampai minggu ke-8 pasca persalinan.
b. Perlu diberikan penyuluhan kemungkinan kekambuhan
bangkitan akibat kurang tidur dan kelelahan karena merawat
bayi sehingga diperlukan pendampingan.
44

c. Merawat bayi sebaiknya dilakukan dilantai untuk


menghindari bayi terjatuh disaat ibu mengalami
kekambuhan.
8. Epilepsi Pada Ibu Menyusi
a. Semua OAE terdapat pada air susu ibu )ASI) walaupun
dalam proporsi yang berbeda-beda. Konsentrasi plasma OAE
pada bayi tidak hanya ditentukan oleh jumlah obat dalam
ASI, namun juga fungsi hepar yang belum sepenuhnya
berkembang dan eliminasi obat yang lebih lambat.
b. Levetiracetam kemungkinan ditransfer kedalam ASI dalam
jumlah yang cukup bermakna secar klinis. Valproat,
fenobarbital, fenitoin, dan karbamazepin kemungkinan tidak
ditransfer ke dalam ASI dalam jumlah yang bermakna secara
klinis.
c. Apabila bayi dari ibu yang menggunakan fenobarbital terlihat
mengantuk, maka dianjurkan untuk memberikan susu botol
berseling dengan ASI.
9. Penggunaan Kontrasepsi Pada Epilepsi
a. Perempuan dengan epilepsi dianjurkan menggunakan
kontrasepsi nonhormonal.
b. Penggunaan suntikan (Depo Provera) dilaporkan dapat
mengurangi bangkitan, terutama pada perempuan
dengan bangkitan katamenial. Pemberian suntikan ini
dianjurkan untuk diulangi setiap 10 minggu dari yang
biasanya setiap 12 minggu oleh karena secara teoritis
OAE tersebut di atas dapat megurangi keefektifan
depopropeva.
c. Bila menggunakan kontrasepsi oral, sebaiknya tidak
menggunakan OAE yang mengakibatkan enzim
mikrosomal.
45

2.3. Multiple Sklerosis


2.4. Sakit Kepala
46

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem saraf manusia terdiri dari jaringan saraf yang bekerja bersama-sama
untuk mengatur dan mengontrol fungsi tubuh. Struktur ini bertanggung
jawab atas pengiriman, penerimaan, dan pemrosesan sinyal-sinyal saraf yang
berperan dalam mengoordinasikan berbagai aktivitas fisik dan kognitif.
Sinyal saraf dikirimkan melalui serangkaian sel saraf yang disebut neuron.
Neuron memiliki kemampuan untuk menghantar impuls listrik dan
menghubungkan satu sama lain melalui sinapsis, yaitu sambungan antar-
neuron.
Sistem manusia dapat mengalami berbagai gangguan yang memengaruhi
fungsi dan kesehatannya.. Gangguan pada sistem saraf yang dapat terjadi
misalnya epilepsi. Kondisi ini menyebabkan kejang berulang akibat
aktivitas listrik yang tidak teratur di otak. Kejang dapat berupa gerakan
tubuh yang tiba-tiba, hilang kesadaran, atau perubahan perilaku, multiple
sclerosis (MS)
MS adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang
sel-sel pelindung mielin di sistem saraf pusat ini dapat menyebabkan
berbagai gejala, termasuk kesulitan berjalan, kelemahan otot, dan
gangguan penglihatan. Selain itu dapat terjadi juga sakit kepala.

3.2 Saran
Tidak sedikit kasus pada gangguan system saraf dan otak terjadi
baik pada pria maupun wanita. Bidan turut berperan dalam meningkatkan
status kesehatan di Indonesia dengan upaya deteksi dini, promotive dan
preventif. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang mumpuni sebagai upaya
dalam memberikan pelayanan kebidanan yang professional dan
komprehensif baik secara mandiri melalui deteksi dini komplikasi maupun
kolaborasi dan rujukan ke fasilitas pelayanan Kesehatan yang memadai.
47
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner.


Banyumas: Pena Persada.
2. Warsah, I., Daheri, M. (2021). Psikologi: suatu pengantar. Yogyakarta:
Tunas Gemilang Press.
3. Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba
4. Tjokorda G.B Mahadewa (2017).Pegangan Praktis Bedah Saraf. Jakarta :
Sagung Seto
5. Kusumastuti, Kurnia. (2014).Pedoman Tatalaksana Epilepsi.Surabaya:
Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

Anda mungkin juga menyukai