Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANATOMI DAN FISIOLOGIS SISTEM SARAF YANG BERKAITAN


DENGAN GANGGUAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns. Muhammad Pauzi, M. Kep


Mata Kuliah : keperawatan jiwa ll

OLEH
Kelompok 4 :
1. Adinda Melani Putri (211000414201001)
2. Akikah Lessi Defano Putri (211000414201005)
3. Caecelia Febriani (211000414201011)
4. Fahkurnia Afrizal (211000414201022)
5. Hayatul Husni (211000414201028)
6. Helda Yeni (211000414201029)
7. Indah Octavia (211000414201031)
8. Mela putri Chania (211000414201037)
9. M. riski (211000414201038)
10. Yogi (211000414201085)

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA
BUKITTINGGI
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-NYA terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Anatomi dan Fisiologis Sistem Saraf yang Berkaitan Dengan Gangguan Jiwa”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa Il,
selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu dan kepada teman-teman
yang berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Bukittinggi, 04 Oktober 2023

Peyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Manfaat..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem Saraf Pusat..........................................................................................


1. Anatomi Sistem Saraf Pusat.....................................................................
B. Skizofrenia.....................................................................................................
1. Defenisi Skizofrenia.................................................................................
2. Epidemiologi Skizofrenia.........................................................................
3. Etiologic Skizofrenia................................................................................
4. Klasifikasi Skizofrenia.............................................................................
5. Gejala dan Gambrann Klinis....................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sistem saraf merupakan hal terpenting bagi tubuh manusia, sistem saraf adalah
sistem organ yang dapat meregulasi dan mengatur sistem-sistem organ tubuh yang
lain. Sistem tersebut juga bertanggung jawab atas pengetahuan dan daya ingat yang
dimiliki manusia. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap terhadap
adanya perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya (Irianto, 2004).
Gangguan jiwa adalah ketidaksesuaian proses pikir, alam perasaan dan
perilaku seseorang yang mengalaminya. Gangguan jiwa yang paling banyak dialami
oleh individu meliputi gangguan depresi, gangguan kecemasan, serta gangguan
psikotik seperti skizofrenia. Salah satu gejala yang umum yang terjadi pada penderita
gangguan jiwa adalah gangguan pada kemampuan interaksi sosial atau penarikan diri
dari lingkungan sosial. Orang gangguan jiwa akan mengalami masalah penyesuaian
diri dalam kehidupannya, masalah pembangunan relasi sosial, serta permasalahan
dalam melakukan interaksi sosial sehingga dapat mengakibatkan gangguan interaksi
sosial (Simanjuntak, 2013).
Banyaknya stigma negatif dari masyarakat, kurangnya dukungan keluarga,
halusinasi serta waham yang dirasakan oleh penderita gangguan jiwa dapat
mempengaruhi kemampuan interaksi sosial pada penderita gangguan jiwa sehingga
dapat menyebabkan masalah gangguan interaksi sosial (Mida et al., 2017). Perubahan
kemampuan interaksi sosial pada orang dengan gangguan jiwa dapat menjadi salah
satu aspek yang dikaji dalam pengkajian orang dengan gangguan jiwa untuk
merumuskan masalah kesehatan pada orang dengan gangguan jiwa, seperti penurunan
kemampuan interaksi sosial pada orang dengan gangguan jiwa dapat menyebabkan
penarikan diri, penurunan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, serta ingin
menyendiri dapat menjadi indikasi terjadinya masalah keperawatan isolasi sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud system saraf pusan.
2. Apa maksud skizofrenia.
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui apa maksud system saraf pusat.
2. Untuk mengetahui apa maksud skizofrenia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Saraf Pusat


1. Anatomi Sistem Saraf Pusat
Nama sistem saraf berasal dari "saraf", yang mana merupakan bundel silinder
serat yang keluar dari otak dan central cord, dan bercabang-cabang untuk
menginervasi setiap bagian tubuh (Kandel et al, 2000). Adapun sistem saraf terdiri
dari dua macam yakni sistem saraf pusat (terdiri dari semua sel saraf, otak dan
urat saraf tulang belakang) dan sistem saraf tepi (terdiri dari semua neuron yang
menghubungkan sistem saraf pusat dengan kelenjar- kelenjar, otot-otot dan
reseptor sensorik). Sistem saraf tepi juga dibagi dua yakni sistem somatik dan
sistem otonom (Semiun, 2006).
SSP berada di dalam rongga tubuh dorsal, dengan otak ditempatkan di rongga
tengkorak dan sumsum tulang belakang di kanal tulang belakang. Pada vertebrata,
otak dilindungi oleh tengkorak, sementara sumsum tulang belakang dilindungi
oleh vertebrae. Otak dan sumsum tulang belakang keduanya ditutupi oleh
membrane protektif yang bernama meninges (Anthea et. al, 1993). SSP memiliki
fungsi untuk mengkoordinasi segala aktivitas bagian tubuh manusia. Dalam
mengkoordinasi segala aktivitas tubuh manusia, SSP dibantu oleh sistem saraf
perifer yang merupakan penghubung impuls dari SSP menuju sel organ efektor
(Nugroho, 2012).
Sistem saraf pusat dibagi atas otak dan medula spinalis. Otak terletak dalam
cavum cranii yang dikelilingi oleh suatu capsula tulang, medula spinalis terletak
pada canalis vertebralis tertutup oleh columna vertebralis (Kahle et al, 2000).
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis yang merupakan pusat-
pusat utama terjadinya korelasi dan integrasi informasi saraf. Saraf pusat terdiri
dari sel-sel saraf dengan prosesus-prosesusnya yang disebut neuron serta disokong
oleh jaringan khusus yaitu neuroglia (Snell, 2006).
Gambar struktur otak

Otak, salah satu organ terbesar yang ada pada manusia, memiliki 4 bagian
major, yaitu brainstem (batang otak), serebelum, diensefalon, dan serebrum (Gary
& Kevin, 2000). Yang termasuk bagian batang otak adalah otak tengah, pons, dan
sumsum belakang. Ini bertindak sebagai pusat relay (penghubung) yang
menghubungkan serebri dan serebelum ke sumsum tulang belakang. Ia melakukan
banyak fungsi otomatis seperti pernapasan, detak jantung, suhu tubuh, bangun dan
siklus tidur, pencernaan, bersin, batuk, muntah, dan menelan. Sepuluh dari dua
belas saraf kranial berasal dari batang otak (Mayfield Clinic). Serebelum adalah
bagian terbesar kedua pada otak setelah serebrum. Serebelum terletak di posterior
pons dan medulla dan di inferior pars posterior serebrum (Moore and Dalley,
2013). Bagian otak ini berfungsi untuk mengkoordinasikan gerakan otot,menjaga
postur tubuh, dan keseimbangan (Gary & Kevin, 2000).
Diensefalon adalah bagian yang kecil, tetapi penting. Berlokasi di antara
bawah otak tengah dan diatas serebelum. Diensefalon mengandung dua struktur
utama, yaiut hipotalamus dan thalamus. Hipotalamus berfungsi untuk mengatur
suhu tubuh, selain itu hipotalamus juga terlibat dalam mengatur keseimbangan
cairan tubuh, sirkulasi tidur, mengatur nafsu makan dan banyak emosi seperti rasa
senang, takut, amarah, gairah seksual, dan rasa sakit. Talamus berfungsi untuk
menyampaikan sensor dan sinyal motorik ke korteks otak (Gary & Kevin).
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari belahan kanan dan kiri.
Serebrum melakukan fungsi yang lebih banyak seperti menafsirkan sentuhan,
penglihatan dan pendengaran, serta ucapan, penalaran, emosi, pembelajaran, dan
kontrol pergerakan yang baik. (Mayfield Clinic).
Gambar system Limbik

Sistem limbik adalah bagian dari otak yang terletak di kedua sisi talamus dan
berada di bawah serebrum. Sistem limbik terlibat dalam mengatur fungsi emosi,
motivasi, pembelajaran dan ingatan (Schacter & Daniel, 2012). Sistem limbik
sering digolongkan sebagai "struktur serebral". Struktur ini terkait erat dengan
penciuman, emosi, dorongan, regulasi otonom, memori, dan patologis terhadap
ensefalopati, epilepsi, gejala psikotik, cacat kognitif (Adam & Victor, 2005).
Relevansi fungsional sistem limbik telah terbukti melayani berbagai fungsi seperti
pengaruh / emosi, memori, pemrosesan sensorik, persepsi waktu, perhatian,
kesadaran, naluri, control otonom / vegetative, dan tindakan / perilaku motoric.
Beberapa gangguan yang terkait dengan system limbik adalah epilepsy dan
skizofenia (Iversen, 2004).

B. Skizofrenia
1. Defenisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan berat yang mempengaruhi
bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Orang dengan
skizofrenia mungkin tampak seperti mereka telah kehilangan kontak dengan
kenyataan. Meski skizofrenia tidak begitu umum seperti gangguan mental lainnya,
gejalanya bisa sangat melumpuhkan (U.S. National Institute of health).
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi gerakan, dan perilaku aneh dan terganggu.
Skizofrenia sering disalahartikan oleh masyarakat, penyakit ini ditakuti sebagai
gangguan jiwa yang berbahaya dan tidak dapat dikontrol dan pasien yang
terdiagnosis digambarkan sebagai individu yang mengalami masalah emosional
atau psikologis yang tidak terkendali (Videbeck, 2008).
Skizofrenia adalah gangguan mental yang ditandai dengan perilaku sosial
yang abnormal dan kegagalan untuk memahami apa yang terjadi sebenarnya
(WHO, 2015). Gejala umum mencakup keyakinan yang salah, pemikiran yang
tidak jelas atau bingung, mendengar suara yang tidak didengar oleh orang lain,
mengurangi keterlibatan sosial (menutup diri) dan ekspresi emosional, dan
kurangnya motivasi (U.S. National Institute of Mental Health). Orang dengan
skizofrenia sering memiliki masalah kesehatan mental tambahan seperti gangguan
kecemasan, atau penyakit depresi berat (Buckley et. all, 2009).
Gejala biasanya muncul secara bertahap, dimulai pada masa awal dewasa, dan
bertahan lama. (U.S. National Institute of Mental Health). Gangguan jiwa berat
adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai
realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini
antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan
berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan
jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah
skizofrenia (Riskesdas, 2013).

2. Epidemiologi Skizofrenia
Menurut data WHO, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta
orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena 10
dimensia. Fakta lainnya adalah 25% penduduk diperkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Di Amerika Serikat
skizofrenia memiliki prevalensi 1% dari populasi di dunia. Pada masyarakat
perkotaan lebih sering terjadi dengan prevalensi hingga 2%. Diagnosis terbaru
skizofrenia terjadi diantara 3 sampai 6 individu per 1000 orang per tahun
(Fortinash, 2012).
Prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia berdasarkan
Riskesdas 2007 adalah 11,6 persen dan bervariasi di antara provinsi dan
kabupaten/kota. Pada Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental
emosional dinilai kembali dengan menggunakan alat ukur serta metode yang
sama. Gangguan mental emosional diharapkan tidak berkembang menjadi lebih
serius apabila orang yang mengalaminya dapat mengatasi atau melakukan
pengobatan sedini mungkin ke pusat pelayanan kesehatan atau berobat ke tenaga
kesehatan yang kompeten.

3. Etiologic Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis. Pasien secara berangsur-
angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun-tahun.
Beberapa pasien dapat mempunyai waham dengan taraf ringan dan halusinasi
yang tidak begitu jelas (Tomb, 2004). Penyebab skizofrenia telah menjadi bahan
perdebatan peneliti, dengan berbagai faktor penyebab yang telah diusulkan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa genetika, perkembangan prenatal, lingkungan
awal, neurobiologi dan proses psikologis dan sosial merupakan faktor
penyumbang penting. Penelitian psikiatris saat ini terhadap perkembangan
kelainan skizofrenia sering didasarkan pada model perkembangan saraf (Insel, 12
2010). Berikut adalah penjelasan mengenai beberpa faktor dari etiologi
skizofrenia:
a. Factor genetic
Skizofrenia mempunyai komponen yang diwariskan, 80% dari variasi
dalam sifat skizofrenia dikaitkan dengan faktor genetik (Haller et al., 2014).
Sesuai dengan penelitian hubungan darah yang menyatakan skizofrenia
merupakan gangguan familial. Semakin dekat hubungan keluarga semaki
tinggi resiko terjadinya skizofrenia (Elvira, 2013) dan mereka yang memiliki
hubungan kekerabatan lebih jauh akan memiliki tingkat kecendrungan yang
semakin rendah (Halgin and Whitbourne, 2011).
b. Factor lingkungan (psikologis)
Faktor lingkungan yang terkait dengan perkembangan skizofrenia
meliputi lingkungan hidup, penggunaan narkoba, dan stres prenatal (Van, &
Kapur, 2009). Stress maternal telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
terjadinya skizofrenia, kemungkinan berhubungan dengan reelin. Stress
maternal telah diamati dapat menyebabkan hipermetilasi, yang pada model
hewan percobaan menyebabkan 13 penurunan neuron GABAergik, temuan
umum pada skizofrenia (Negrón-Oyarzo et. all, 2016). Kekurangan gizi pada
ibu, seperti selama kelaparan, serta obesitas ibu juga telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko skizofrenia. Baik stres dan infeksi ibu telah ditunjukkan
untuk mengubah perkembangan neurologis janin melalui protein pro-inflamasi
seperti IL-8 dan TNF (Brown, 2011).
c. Factor alcohol dan obat-obatan
Sekitar setengah dari mereka dengan skizofrenia adalah orang yang
menggunakan obat-obatan terlarang atau alkohol secara berlebihan. (Greeg et.
all, 2007) Amphetamine, kokain, dan alkohol dalam jumlah sedikit, dapat
menyebabkan psikosis stimulan sementara atau psikosis terkait alkohol yang
sangat mirip dengan skizofrenia. (Larson, 2006) Meskipun pada umumnya
tidak diyakini sebagai penyebab penyakit, penderita skizofrenia menggunakan
nikotin pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada populasi umum (Sagud et.
all, 2009). 15 Penyalahgunaan alkohol kadang-kadang dapat menyebabkan
perkembangan kelainan psikotik (U.S. National Institute of Mental Health).
Penggunaan alkohol tidak dikaitkan dengan gejala awal psikosis sebelumnya.

4. Klasifikasi Skizofrenia
a. Tipe paranoid
Pada skizofrenia paranoid ada dua kriteria yaitu delusi dan halusinasi. Gejala
yang lan adalah perilaku dan cara berbicara yang tidak teratur (Fortinash &
Worret, 2004) Tipe paranoid merupakan suatu perasaan curiga terhadap segala
sesuatu yang berlebihan seperti perasaan seakan-akan dirinya diintai terus-
menerus, semua orang membecinya dan sebagainya. Keadaan ini disebut juga
sebagai gangguan psikosis yang ditandai oleh delusi yang menetap dengan
respon emosional dan tingkah laku yang sesuai dengan delusi (waham)
tersebut. Status paranoidnya terdapat delusi yang kurang logis dan kurang
sistematis (Nasir dan Muhith, 2011). Berdasarkan pendekatan psikosis pasien
dengan diagnosis skizofrenia paranoid adalah pasien dengan gangguan
psikosis kognitif, emosional, tingkat tekanan psikologis yang tinggi dan
gangguan suasana hati yang berat (Mankiewicz dan Turner, 2014).
b. Tipe tidak terotganisasi
Skizofrenia tipe tidak terorganisasi disebut juga skizofrenia hebefrenik atau
bertingkah laku seperti anak kecil, dimana gangguan berfikir dan perasaan
yang datar terjadi bersama-sama (Ikawati, 2011). Pasien dengan tipe ini
biasanya terjadi pada masa remaja ditandai dengan ucapan dan perilaku yang
tidak terorganisir (Ortiz et al, 2013). Pasien memiliki perilaku yang tidak
terorganisir, bersikap konyol, kacau, dan dapat menyebabkan gangguan
kemampuan untuk melakukan kegiatan 16 sehari-hari (mandi, berpakaian,
makan). Gangguan kinerja, tingkah laku yang aneh sangat sering ditemui. Tipe
ini pasien dianggap hebefrenik atau bertingkah laku seperti anak kecil (Tomb,
2004).
c. Tipe katonik
Gangguan yang nyata dalam aktivitas motorik dimana perilaku menjadi stupor
(diam atau hampir tidak bergerak) namun secara tiba-tiba berubah menjadi
agitasi (gelisah) (Nevid et al., 2005). Katatonik ditandai dengan imobilitas
motorik seperti kaku atau mengerasnya otot sehingga sulit bergerak, sering
pingsan dan tidak bisa berbicara secara tiba-tiba (Sasaki, 2012). Bahkan pasien
dengan diagnosis katatonik tidak mampu berbicara, latah dalam perkataan
(echolalia), meniru gerakan orang lain (echopraxia). Tipe katatonik berat perlu
perhatian yang lebih agar tidak membahayakan diri pasien atau merugikan
orang lain (Semiun, 2006).
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe katatonik didominasi paling sedikit dua
dari gejala berikut ini : (Arif, 2006)
a) Motoric immobility (tidak ada gerakan motorik) sebagaimana terbukti
dengan adanya catalepsy (termasuk waxy flexibility) atau stupor.
b) Aktivitas motor yang berlebihan yang tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal.
c) Negativism yang ekstrim, tanpa motivasi yang jelas bersikap sangat
menolak pada segala intruksi atau mempertahankan postur yang kaku
untuk menolak untuk dipindahkan atau mutism (sama sekali diam).
d) Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali.
e) Echolalia (menirukan kata-kata orang lain) atau echopraxia (menirukan
tingkah laku orang lain.
d. Tipe kabur (Undifferentiated Type)
Skizofrenia ini yang sebelumnya disebut skizofrenia hebefrenik. Gangguan ini
bercirikan tingkah laku bodoh, ketidakpaduan antara pikiran, bicara dan
tindakan, serta sifat yang kekanak-kanakan. Pasien akan menarik diri secara
ekstrim, tidak lagi tertarik pada dunia sekitarnya tetapi 17 hampir sepenuhnya
hidup dalam dirinya sendiri. Ledakan emosi seperti menangis dan tertawa
bukan akibat stimulus dari luar tetapi stimulus yang berasal dari dunia
khayalannya (Semiun, 2006).
e. Tipe residual
Pasien dalam keadaan remisi dari psikosis akut namun tidak lagi mengalami
gejala utama seperti delusi, halusinasi, ucapan yang tidak teratur, atau perilaku
yang tidak teratur (Halgin dan Whitbourne, 2011). Pasien dalam keadaan
remisi dari psikosis akut namun tidak lagi mengalami gejala utama seperti
delusi, halusinasi, ucapan yang tidak teratur, atau perilaku yang tidak teratur
(Halgin dan Whitbourne, 2011). Orang yang mengalami gangguan skizofrenia
residual adalah orang yang sekurang-kurangnya memiliki riwayat satu episode
psikosis yang jelas pada masa lampau dan sekarang memperlihatkan beberapa
tanda skizofrenia (Semiun, 2006).

5. Gejala dan Gambaran Klinis


Gejala skizofrenia menurut National Institute of Mental Healt terbagi dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Gejala positif:
Gejala "Positif" adalah perilaku psikotik yang umumnya tidak terlihat pada orang
sehat. Orang dengan gejala positif mungkin "kehilangan kontak" dengan beberapa
aspek realitas. Gejalanya meliputi:
 Halusinasi
 Delusi
 Gangguan pemikiran (cara berpikir yang tidak biasa atau disfungsional)
 Gangguan gerakan (gerakan tubuh gelisah)
2. Gejala negatif:
Gejala "Negatif" dikaitkan dengan gangguan pada emosi dan perilaku normal.
Gejalanya meliputi:
 "Dengung mempengaruhi" (mengurangi ekspresi emosi melalui ekspresi
wajah atau nada suara)
 Mengurangi perasaan senang dalam kehidupan sehari-hari
 Kesulitan memulai dan mempertahankan aktivitas
 Mengurangi bicara

3. Gejala kognitif:
Bagi beberapa pasien, gejala kognitif skizofrenia tidak kentara, tapi bagi orang lain,
mereka lebih parah dan pasien mungkin memperhatikan perubahan ingatan atau
aspek pemikiran lainnya. Gejalanya meliputi:
 Miskin "fungsi eksekutif" (kemampuan untuk memahami informasi dan
menggunakannya untuk membuat keputusan)
 Kesulitan memusatkan perhatian atau memperhatikan
 Masalah dengan "working memory" (kemampuan untuk menggunakan
informasi segera setelah mempelajarinya)
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Anatomi Sistem Saraf Pusat


Nama sistem saraf berasal dari "saraf", yang mana merupakan bundel silinder
serat yang keluar dari otak dan central cord, dan bercabang-cabang untuk
menginervasi setiap bagian tubuh (Kandel et al, 2000). Adapun sistem saraf terdiri
dari dua macam yakni sistem saraf pusat (terdiri dari semua sel saraf, otak dan
urat saraf tulang belakang) dan sistem saraf tepi (terdiri dari semua neuron yang
menghubungkan sistem saraf pusat dengan kelenjar- kelenjar, otot-otot dan
reseptor sensorik). Sistem saraf tepi juga dibagi dua yakni sistem somatik dan
sistem otonom (Semiun, 2006).
Sistem saraf pusat dibagi atas otak dan medula spinalis. Otak terletak dalam
cavum cranii yang dikelilingi oleh suatu capsula tulang, medula spinalis terletak
pada canalis vertebralis tertutup oleh columna vertebralis (Kahle et al, 2000).
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis yang merupakan pusat-
pusat utama terjadinya korelasi dan integrasi informasi saraf. Saraf pusat terdiri
dari sel-sel saraf dengan prosesus-prosesusnya yang disebut neuron serta disokong
oleh jaringan khusus yaitu neuroglia (Snell, 2006).

2. Defenisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan berat yang mempengaruhi


bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Orang dengan
skizofrenia mungkin tampak seperti mereka telah kehilangan kontak dengan
kenyataan. Meski skizofrenia tidak begitu umum seperti gangguan mental lainnya,
gejalanya bisa sangat melumpuhkan (U.S. National Institute of health).
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi gerakan, dan perilaku aneh dan terganggu.
Skizofrenia sering disalahartikan oleh masyarakat, penyakit ini ditakuti sebagai
gangguan jiwa yang berbahaya dan tidak dapat dikontrol dan pasien yang
terdiagnosis digambarkan sebagai individu yang mengalami masalah emosional
atau psikologis yang tidak terkendali (Videbeck, 2008).

B. SARAN

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga apa yang kami paparkan bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan
didalam penulisan makalah ini, oleh sebab itu mohon sekiranya kritik dan saran yang
mendukung dari para pembaca agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Nandar, Shahdevi Kurniawan. (2012). Buku Ajar Saraf Perifer. Malang :

Tim UB Press.

Sarpini, Rusbandi. (2017). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Paramedis-edisi
revisi. Bogor :

IN MEDIA.

Satyanegara, dkk. (2014). Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi V. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama.

Azizah, lilik ma,rifatul Keperawatan jiwa (aplikasi praktik klinik) edisi pertama Yogyakarta :
Graha ilmu, 2011

Ernawati ,dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Paien Gangguan Jiwa. Jakarta :

Trans Info Media

Febriana, (2008),Pedoman penanganan pada gangguan jiwa manajemen.Jakarta:

EGC.

Anda mungkin juga menyukai