D
i
s
u
s
u
n
Oleh : Kelompok 4
1. Naisya Puspa Sari
2. Nensi Sonya Ompusunggu
1
KATA PENGANTAR
puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan baik.
Tidak lupa kami ucapkan kepada ibu dosen mata kuliah Pemeriksaan fisik ibu dan bayi yaitu ibu
Melva Simatupang SST, M.Kes, yang telah memberikan tugas makalah ini serta kepada teman-
teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan Laporan praktikum ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna, baik dalam penulisan maupun dalam penyajiannya. Mengingat isinya
sangat penting sebagai bahan pembelajaran agar tercapainya tujuan dalam menghadapi dan
memecahkan masalah, baik masalah individu ataupun masalah kelompok.
Sebagai penulis dan penyusun makalah, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun. Bila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, saya mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Dan saya berharap mudah-mudahan makalah ini besar manfaatnya bagi
para pembaca dan khususnya saya sebagai penulis, sehingga dapat menjadi amal yang dapat
menghantarkan kesuksesan dalam belajar.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................................5
C.Tujuan Penulisan.................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
A.Neurologis...........................................................................................................................................6
1.Defenisi Neurologi...........................................................................................................................6
2.Prinsip Pemeriksaan Neurologi.......................................................................................................6
3.Macam-Macam Pemeriksaan Neurologis........................................................................................6
B.Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................................32
BAB III........................................................................................................................................................33
PENUTUP...................................................................................................................................................33
B.SARAN................................................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................34
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Neurologi merupakan cabang dari ilmu kedokteran yang menangani penyimpangan
pada sistem saraf. Dokter yang mengkhususkan dirinya pada bidang neurologi dikata
neurolog dan memiliki kemampuan untuk mendiagnosis, merawat, dan memanejemen pasien
dan penyimpangan saraf. Kebanyakan para neurolog dilatih untuk menangani pasien dewasa.
Untuk anak-anak diterapkan oleh neurolog pediatrik, yang merupakan cabang dari pediatri
atau ilmu kesehatan anak.
Diagnosis neurologi merupakan proses sintesis deduktif berdasarkan data ananmnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (seperti pemeriksaan laboratorium dan
imajing pasien).Diagnosis neurologi sangat berkaitan dengan diagnosis topik suatu kelainan
neurologis (klinis).Prosedur pemeriksaan klinis neurologi yang baik merupakan aplikasi
langsung berdasarkan ilmu dasar neurologi (neuroscience), dan dapat diterapkan guna
memeriksa individu dengan kondisi sehat maupun sakit.
Perkembangan pesat teknologi kedokteran memunculkan berbagai pemeriksaan baru
yang lebih fokus dan praktis. Beberapa prosedur pemeriksaan klinis telah tidak dipergunakan
lagi karena minimnya korelasi klinis. Sebagian prosedur pemeriksaan telah digantikan
dengan teknologi diagnostik yang baru, salah satu contohnya berupa upaya menerapkan
teleneurologi (telemedicine) utamanya di masa pandemi ini. Berbagai keuntungan dapat
diperoleh bagi klinisi yang mampu menyediakan layanan virtual teleneurologi bagi
pasiennya. Penggunaanplatform telemedicine pada pelayanan kesehatan termasuk
teleneurologi dapat meningkatkan akses antara dokter dan pasien.Aplikasi teleneurologi
dalam praktik klinis dirasa efektif, meskipun pemeriksaan fisik secara langsung masih
merupakan metode terbaik guna mendiagnosis suatu penyakit.Metode pemeriksaan virtual
diera pandemi COVID-19 sangat diperlukan terutama oleh para dokter garis terdepan guna
mengurangi beban kerja, mengoptimalkan waktu perawatan pasien dan, mengurangi risiko
paparaninfeksi.
Untuk kepentingan diagnosis, beberapapemeriksaan penunjang diperlukan,
baikpemeriksaan laboratorium maupunpemeriksaan pencitraan. Namun,pemeriksaan tersebut
diperlukan terutama pada kasus berat. untuk mempertegas diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding, makapada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan CT-Scan leher. Dengan
pemeriksasan penunjang ini, kita dapat lebih jelas mendeteksi penyebab obstruksi pada
pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis menyampaikan beberapa
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1.Apa itu neurologis ?
Bagaimana prinsip pemeriksaan neurologis ?
Apa saja pembagian pemeriksaan neurologis?
Bagaimana gangguan perkembangan neurologis?
C.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui apa itu neurologis, prinsip pemerikasaan neurologis,macam-macam
pemeriksaan neurologis dan gangguan perkembangan neurologis
2.Untuk mengetahui mengenai pemeriksaan penunjang
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Neurologis
1. Defenisi Neurologi
Neurologi berasal dari neuro yang berarti syaraf dan logi (logos) yang berarti ilmu.
Jadi neurlogi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang syaraf dan berbagai
kelainan yang terjadi . Dokter yang memiliki spesialisasi pada diagnosis dan pengobatan
dari gangguan otak dan sistem saraf yang dikenal sebagai neurologis . Gangguan
neurologi sangat beragam bentuk, banyak dari pasien yang menderita gangguan memori
dan tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari secara normal. penyakit-penyakit
neurologi paling memiliki efek kehidupan pasien, sehingga memberikan pengobatan
neurologi sangat penting bagi kehidupan pasien.
6
a. Saraf pusat
Dua belas pasang nervi cranialis menghubungkan end organ dengan pusat
sistem saraf. Sistem saraf ini menerima informasi dari dunia luar termasuk dari
viscera. Fungsi motorik yang diatur oleh nervi cranialis ditujukan pada pengaturan
fungsi organ-organ khusus, yaitu vokalisasi, mastikasi, gerakan menelan makanan dan
kontrol reflek pernafasan dan visceral.
Implikasi fisiologis dan anatomis dari gangguan fungsi nervi cranialis sangat penting
dalam diagnosis klinik. Beberapa teknik pemeriksaan khusus digunakan untuk
memeriksa fungsi nervus ini. Berikut ini teknik pemeriksaan 12 nervi cranialis.
7
Sensasi bau timbul akibat hantaran impuls oleh serabut-serabut saraf yang
keluar dari badan sel mitral ke korteks lobus piriformis dan amigdala, sedangkan
sel berjambul menghantarkan impuls olfaktorik ke hipotalamus untuk
membangkitkan reflek olfaktorik kinetik, yaitu timbulnya salivasi akibat mencium
bau tertentu.
8
Prosedur pemeriksaan nervus Olfaktorius (N I)
o Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya akan diperiksa.
Syarat Pemeriksaan :
- Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit.
- Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita.
- Bahan yang dipakai bersifat non iritating.
9
Axon saraf yang berasal dari sel-sel saraf pada corpus geniculatum lateralis,
pulvinar dan collilus superior membawa impuls ke pusat visual di korteks yang
terletak pada cuneus. Perjalanan serabut saraf yang membentuk nervus optikus
dapat dilihat pada skema berikut ini.
10
3. Pemeriksa berada pada jarak 1- 6 meter dari penderita.
4. Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk memeriksa mata
sebelah kanan.
6. Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar, maka
pemeriksa menggunakan lambaian tangan dan meminta penderita
menentukan arah gerakan tangan pemeriksa.
7. Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan, maka pemeriksa
menggunakan cahaya lampu senter dan meminta penderita untuk menunjuk
asal cahaya yang disorotkan ke arahnya.
Dalam latihan pemeriksaan nervus cranialis ini jenis test pertama yang akan
dilatihkan, sedangkan test kedua dan ketiga akan dilatihkan pada topik
ophtalmologi. Prosedur pemeriksaan lapangan pandang (test konfrontasi dengan
tangan)
1. Meminta penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 meter.
11
2. Meminta penderita menutup mata kirinya dengan tangan untuk memeriksa
mata kanan.
4. Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan ke kiri dan dari
atas ke bawah.
12
o Motor viseral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus konstriktor
pupil dan muskulus siliaris. Komponen ini bertanggungjawab dalam refleks
akomodasi pupil sebagai respon terhadap cahaya.
13
Prosedur pemeriksaan kelopak mata :
o Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap kedepan
selama satu menit.
14
Prosedur pemeriksaan pupil :
o Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm).
o Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau anisokor).
15
- Mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil penderita
(pada keadaan normal kedua mata akan bergerak ke medial dan pupil
menyempit).
16
c. Meminta penderita untuk membuka mulut.
d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan gigi seri
atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan terdorong ke arah
lesi)
17
4. Melakukan pemeriksaan refleks masseter :
a. Meminta penderita untuk sedikit membuka mulutnya.
b. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu penderita.
c. Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah tangan kanan
pemeriksa atau dengan palu refleks.
d. Mengamati respon yang muncul : kontraksi muskulus masseter dan mulut
akan menutup.
c. Sensorik khusus (special afferent), yaitu memberikan sensasi rasa pada 2/3
anterior lidah dan inervasi palatum durum dan mole.
18
Pemeriksaan fungsi nervus V II meliputi:
a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis
b. Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus intermedius.
19
b. Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis)
- Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau kering
- Memeriksa kelenjar sublingualis
- Memeriksa mukosa hidung dan mulut.
c. Pemeriksaan sensorik
- Meminta pemeriksa menjulurkan lidah.
- Meletakkan gula, asam garam, atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri dan
kanan dari 2/3 bagian depan lidah.
- Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada secarik
kertas.
20
6. Pemeriksaan Nervus Akustikus (NVIII)
Nervus akustikus (N VIII) terdiri dari dua berkas syaraf, yaitu:
o Nervus kokhlearis yang bertanggungjawab menghantarkan impuls
pendengaran.
o Nervus vestibularis yang bertanggung jawab menghantarkan impuls
keseimbangan.
(Meidiary, 2020)
21
o Bila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri, misal oleh karena otitis media,
pada tes Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli persepsi di
sebelah kiri, maka tes Weber terdengar lebih keras di kanan.
2. Pemeriksaan Rinne :
o Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara
dari penderita.Pada telinga sehat, pendengaran melalui udara di dengar
lebih lama daripada melalui tulang.
22
gangguan keseimbangan, maka perubahan temperatur air dingin dan hangat
ini tidak menimbulkan reaksi.
- Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan bergerak ke atas.
Lengkung langit-langit di sisi yang sakit tidak akan bergerak ke atas.
23
- Viseral motor (eferent viseral umum) yang bertanggung jawab terhadap
inervasi parasimpatik otot-otot dan kelenjar faring, laring, dan viseral thoraks
dan abdomen.
- Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita suara itu akan
berada di garis tengah dan tidak bergerak sama sekali sehingga akan timbul
afoni dan stridor inspiratorik
24
- Branchial motor (komponen kranial) yang bertanggung jawab memberikan
inervasi otot-otot laring dan faring.
- Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser ke daerah sehat
karena tonus di sini menurun.
25
b.Pemeriksaan Syaraf Tepi
1.Pemeriksaan Fungsi Motorik
Pemeriksaan fungsi motorik meliputi :
a.Observasi
Setiap gangguan somatomotorik yang ringan dapat diketahui dari observasi
terhadap gerakan menutup/ membuka kancing baju, menggantungkan pakaian,
melepaskan sandal, menaiki tempat periksa, merebahkan diri dan sebagainya.
Bilamana pasien sudah berbaring di atas tempat periksa, simetri tubuh pasien harus
diperhatikan.
b.penilaian terhadap ketangkasan vulunter
Gerakan volunter yang dimaksud ialah gerakan pasien atas permintaan
pemeriksa. Penilaian ini bersifat umum, yaitu untuk mengetahui apakah pasien
masih dapat menekukkan lengannya di sendi siku, mengangkat lengan di sendi
bahu, mengepal dan meluruskan jari-jari tangan, menekukkan di sendi lutut dan
panggul serta menggerakkan jari-jari kakinya.
c.penilaian tonus otot
Pada waktu lengan bawah digerakkan pada sendi siku secara pasif, otot-otot
ekstensor dan fleksor lengan membiarkan dirinya ditarik dengan sedikit tahanan
yang wajar. Tahanan ini dikenal sebagai tonus otot. Jika tonus otot meningkat,
maka pemeriksa mendapat kesulitan untuk menekukkan dan meluruskan lengan.
Jika tonus otot hilang, maka pemeriksa tidak merasakan tahanan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat hasil pemeriksaan yang
baik meliputi :
- Pasien harus tenang dan santai.
- Ruang periksa harus nyaman dan tenang.
26
1. Inspeksi :
- Perhatikan bentuk dan ukuran otot, baik masing-masing atau sekelompok
otot, adanya gerakan abnormal, adanya kontraktur dan deformitas.
2. Pengukuran :
Bila terdapat asimetri, maka pengukuran kelompok otot yang sama harus
dilakukan, meliputi panjang otot dan lingkaran otot. Patokan untuk mengukur
lingkaran anggota gerak kedua sisi harus diambil menurut bangunan anggota
gerak yang sama, misalnya 10 cm diatas olekranon.
3. Palpasi :
Otot yang normal akan terasa kenyal pada palpasi, otot yang mengalami
kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan lembek, kendor dan konturnya
hilang.Periksalah bentuk otot pada otot bahu, lengan atas, lengan bawah,
tangan, pinggul, paha, betis dan kaki.
27
2. Otot lengan :
Meminta pasien untuk melakukan fleksi pada sendi siku kemudian tangan
pemeriksa menahannya. Pemeriksaan ini terutama menilai kekuatan otot
bisep danbrachioradialis.
3. Otot tangan :
Meminta pasien untuk menekuk jari-jari tangan (fleksi pada sendi
interphalang), kemudian tangan pemeriksa menahannya.
4. Otot panggul :
Meminta pasien untuk melakukan fleksi pada sendi panggul, kemudian
tangan pemeriksa menahannya.
5. Otot paha :
Meminta pasien untuk melakukan fleksi pada sendi lutut, kemudian tangan
pemeriksa menahannya. Pemeriksaan ini untuk menilai kekuatan m. biseps
femoris.
6. Otot kaki :
28
Meminta pasien untuk melakukan dorsofleksi pada kaki, kemudian tangan
pemeriksa menahannya.
Meminta pasien untuk melakukan plantar fleksi kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
2.Pemeriksaan sensibilitas
Pemeriksaan sensibilitas merupakan pemeriksaan neurologis yang bertujuan
untuk mengetahui fungsi sensorik sistem saraf. Gangguan di otak, medula spinalis,
dan saraf perifer bisa menyebabkan gangguan fungsi sensorik. Gangguan semacam
ini tidak sejelas kelainan motorik atau atrofi otot. Ganguan sensorik bisa
bermanifestasi sebagai parestesi, atau yang jika menjadi lebih sensitif, dinamakan
hiperestesi. Kelainan canalis centralis medulla spinalis bisa memperlihatkan
gambaran disosiasi seperti : analgesik terhadap sensasi panas atau nyeri saja,
sedangkan sensasi yang lain masih terasa normal. Seorang yang neurosis sering
mengeluh mengenai perasaan “seperti ada serangga yang menggerayangi” seluruh
permukaan kulitnya.
29
6. Pemeriksaan sensasi tekan
30
d. Refleks Oppenheim
e. Refleks Gordon
f. Refleks Schaefer
g. Refleks Rossolimo dan Mendel-Bechterew
Selain tanda-tanda yang sudah dideskripsikan di atas masih ada beberapa tanda
meningeal yang lain namun ada satu tanda lagi yang cukup penting yaitu kaku kuduk.
Pada pasien meningitis akan didapatkan kekakuan atau tahanan pada kuduk bila
difleksikan dan diekstensikan.
6.PEMERIKSAAN KLONUS
31
Kelainan motoris akibat lesi di Upper Motor Neuron selain ditandai dengan
adanya refleks patologis juga dapat ditandai dengan hiperrefleksia dari refleks-refleks
fisiologis. Hiperrefleksia seringkali diiringi dengan klonus yaitu kontraksi otot yang
berulang-ulang setelah dilakukan perangsangan tertentu.
a.Klonus Kaki
Tungkai pasien dalam keadaan santai. Tangan kiri pemeriksa diletakkan di
bawah lutut pasien, kemudian kaki pasien diangkat sedikit. Tungkai bawah pasien
sedikit fleksi pada lutut. Tangan kanan pemeriksa secara tiba-tiba melakukan
dorsofleksi pada kaki penderita. Posisi dorsofleksi ini dipertahankan untuk
beberapa saat. Klonus kaki positif jika timbul kontraksi secara berulang-ulang dari
m. gastrocnemius.
b.Klonus Paha
Tungkai pasien dalan kedudukan lurus dan santai. Patella pasien dipegang
oleh pemeriksa di antara jempol dan telunjuk tangan kiri. Kemudian secara tiba-tiba
ditekan patella ke arah distal. Klonus paha positif jika timbul kontraksi secara
berulang-ulang dari m. quadriseps femoris.
a. Tes Valsava
32
Tes Valsava mengakibatkan naiknya tekanan intratekal. Jika terdapat proses
desak ruang di kanalis vertebralis bagian servikal, maka dengan naiknya tekanan
intratekal maka akan mengakibatkan nyeri radikuler
b. Tes Naffziger
Tes Naffziger juga mengakibatkan naiknya tekanan intratekal. Kenaikan
tekanan intratekal yang dicetuskan dengan tes Naffziger ini diteruskan sepanjang
rongga arachnoid medula spinalis. Jika terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis (misalnya karena tumor atau Hernia Nucleus Pulposus) maka radiks
yang teregang saat dilakukan tes Naffziger akan timbul nyeri radikuler sesuai
dengan dermatomnya.
c. Tes Laseque
Tes LasequeUntuk menegakkan diagnosis HNP, tes ini harus dikombinasikan
dengan pemeriksaan lain, misalnya tes Naffziger.
d. Tes O’Connel
Tes O’Connel (tes Laseque silang) Sama dengan tes Laseque. Tes O’Connel
positif apabila timbul nyeri pada pangkal n. ischiadikus yang sakit bila tungkai yang
sehat diangkat
e. Tes Patrick
Tindakan pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di sendi
panggul yang terkena penyakit.
f. Tes Kontra-Patrick
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membangkitkan nyeri di sendi sakroiliaka.
Tes kontra-Patrick biasanya dilakukan untuk menentukan lokasi patologik yang
tepat apabila terdapat keluhan nyeri di daerah bokong, baik yang menjalar
sepanjang tungkai maupun yang terbatas pada daerah gluteal dan sakral saja.
33
4. Gangguan perkembangan neurologis
Gangguan perkembangan neurologis (GPN) adalah kegagalan kemampuan
fungsineurologis yang seharusnya dimiliki, yangdisebabkan adanya defek otak
padaperiode awal pertumbuhan otak. Penyebab gangguanini dapat terjadi pada masa
pranatal, perinatal atau pasca natal.
Jumlah kasus GPN saat ini meningkat dengan makin baiknya perawatan di bidang
Neonatologi danmakin canggihnya alat-alat diagnostik. Ditemukan20%-30% kasus di
Bagian Anak dengan gangguanneurologis. Salah satu penyebab GPN pada masaperinatal
yang sering adalah hiperbilirubinemia.Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin total
serum(BTS) >5 mg/dL (86 μmol/L). Hiperbilirubinemiadapat menimbulkan keracunan otak
yang menyebabkan kerusakan neuron permanen. Peran bilirubinindirek serum (BIS)
penting karena bersifat neurotoksik. Gomella menetapkan hiperbilirubinemiaindirek bila
kadar BIS >12,9 mg/dL pada bayi atermdan >15 mg/dL pada bayi preterm. Secara
umumseorang bayi dianggap bermasalah bila kadar BIS>10mg/dL. Secara invitro dan
invivo, BIS dalamkonsentrasi tinggi dapat berdifusi melewati sawar darahotak (SDO).
Sawar darah otak (SDO) mengatur masuknyabilirubin ke otak dan mencegah difusi
zat-zat tertentudari pembuluh darah ke jaringan otak.10 KerusakanSDO meningkatkan
permeabilitas otak terhadapbilirubin. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkankerusakan SDO, yang selanjutnya meningkatkan risikoGPN bayi, antara lain
asfiksia, hipoksia, asidosis,hipoperfusi, hipoosmolaritas, infeksi/sepsis, hipoglikemia,
trauma kepala, prematuritas, dan sebagainya.(Meidiary, 2020)
B. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu dilema bagi dokter ialah menentukan pemeriksaan apa yang harus dilakukan
atau pemeriksaan apa yang tidak perlu dilakukan. Secara umum tujuan dari pemeriksaan
penunjang adalah untuk memastikan diagnosis dan untuk menyingkirkan diferensial
diagnosis. Beberapa pemeriksaan penunjang yang biasanya digunakan pada neurogeriatri
adalah:
34
Foto toraks, EKG
Tes Activity of daily living (ADL) dan Instrument activity of daily living (IADL)
Ct scan kepala/ MRI kepala : untuk mengeluarkan kemungkinan reversible atau organic
demensia yang gejalanya menyerupai demensia primer
EEG mempunyai peranan yang terbatas tetapi penting pada penderita usia lanjut dengan
dugaan adanya bangkitan(Hutahaean et al., 2016)
35
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Neurlogi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang syaraf dan berbagai
kelainan yang terjadi . Pemeriksaan neurologi terdiri atas pemeriksaan status mental, saraf
kranialis, motorik, sensorik, refleks, fungsi serebelum, koordinasi, gaya jalan,dan tanda
lainnya. Pendekatan pemeriksaan neurologi secara umum dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu secara regional (penilaian sesuai area tertentu) dan secara sistem (misalnyapenilaian
terhadap sistem motorik, dsb).Pemeriksaan neurologi ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu
Pemeriksaan Saraf Pusat, yaitu serabut serabut saraf mulai dari kortek sampai motor neuron,
dan Pemeriksaan Saraf Tepi, yaitu serabut serabut saraf mulai dari motor neuron sampai
dengan otot.
Salah satu dilema bagi dokter ialah menentukan pemeriksaan apa yang harus dilakukan
atau pemeriksaan apa yang tidak perlu dilakukan. Secara umum tujuan dari pemeriksaan
penunjang adalah untuk memastikan diagnosis dan untuk menyingkirkan diferensial
diagnosis.
• Test Neuropsikologik: ada 2 tingkat pemeriksaan neuropsikologik. Pertama dengan
skala elementer baku, contoh mini mental state examination (MMSE) dan Ischemic score
(Hachinski) , Montreal Cognitive Assesment dan MiniCog. Kedua dengan pemeriksaan
neuropsikologik yang lebih komplek yang dilakukan oleh tenaga yang mempunyai
kompetensi.
B.SARAN
Kami sadar makalah ini tidak sempurna dan penuh kekurangan, maka dari itu kami
sebagai penulis sangat mengharapkan keritik dan saran yang membangun dari para pembaca
semuanya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Hutahaean, B., Putranti, A. H., Rahardjani, K. B., & Sidhartani, M. (2016). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Gangguan Perkembangan Neurologis pada Bayi dengan Riwayat
Hiperbilirubinemia. Sari Pediatri, 9(3), 201. https://doi.org/10.14238/sp9.3.2007.201-6
Meidiary, A. (2020). Penegakan Diagnosis Gangguan Neurologi Pada Usia Lanjut. Pokdi
Neurogeriatri Perdossi Cabang Denpasar.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/dff70bfb8713683ab2754571422c
318d.pdf.
Susilawathi, N. M., Tini, K., Wijayanti, I. A. S., Rahmawati, P. L., Sudira, P. G., Wardhana, D. P.
W., & Samatra, D. P. G. P. (2020). Tata Laksana Pemeriksaan Neurologis Virtual Di Era
Pandemi Corona Virus Disease 2019. Callosum Neurology, 3(3), 106–117.
https://doi.org/10.29342/cnj.v3i3.119
Wahidiyat, I., & Sastroasmoro, S. (2014). Pemeriksaan Neurologis. Pemeriksaan Klinis Pada Bayi
Dan Anak, 138–139.
37
38