Disusun oleh:
Kelompok 2 :
1. Aulia fitrinisa(P05140320009)
2. tyas alya melindra(P0514032041)
3. Yunita(P05140230048)
4.Raisa khalida A.R(P05140320034)
5.Yulisa Adelia permata S(P05140320046)
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan
dasar dalam praktik kebidanan dengan judul”PEMERIKSAAN NEUROLOGIS DAN
REFLEK PADA IBU HAMIL”
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak ,untuk itu dalam kesempatan ini
penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karena itu, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.Terima kasih
disampaikan kepada dosen yang telah membimbing dan memberikan materi demi lancarnya
tugas ini. Demikianlah tugas ini saya disusun semoga bermanfaat.
Bengkulu,15, Maret,2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………
a.Latar belakang…………………………………………………………
b.Rumusan masalah……………………………………………………..
c.Tujuan…………………………………………………………………..
BAB 11 PEMBAHASAN……………………………………………………….
BAB 11 PENUTUP………………………………………………………………
a.Kesimpulan………………………………………………………………
b.Saran……………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Refleks pada manusia dibedakan menjadi tiga terdiri dari refleks fisiologis, patologis
dan primitif. Pemeriksaan refleks fisiologis rutin dilakukan untuk mengevaluasi fungsi
sensorimotor pada tubuh. Hasil pemeriksaan dapat memberikan hasil normal, meningkat
(hiperefleks), menurun (hiporefleks) atau tidak ada refleks.
Pemeriksaan fisik neurologis yang dilakukan dengan teknik yang benar akan
memberikan hasil yang benar dan sangat membantu dalam penegakan diagnosis.
Sebaliknya, pemeriksaan fisik neurologis yang dilakukan dengan teknik yang salah akan
memberikan hasil yang salah pula sehingga diagnosis yang ditegakkan menjadi kurang tepat.
Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa kedokteran untuk dapat menguasai ketrampilan
pemeriksaan fisik neurologis dengan teknik yang benar sebagai bekal dan sarana untuk
latihan sebelum menjalani tahap profesi dokter umum.
Salah satu pemeriksaan yang penting dalam bidang neurologi adalah penilaian tingkat
kesadaran. Pemeriksaan tingkat kesadaran berguna dalam menegakkan diagnosis maupun
menentukan prognosis penderita.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1.Faktor pranatal
Termasuk dalam golongan ini adalah faktor genetik yaitu defek gen atau defek kromosom,
misalnya trisomi 21 pada sindrom Down. Banyak sekali defek kromosom yang dapat
menyebabkan gangguan perkembangan neurologis. Penyimpangan ini sudah ada sejak dini
dan dalam bermacam-macam fase, menyebabkan malformasi serebral, tergantung gen yang
bersangkutan1
Kesehatan ibu selama hamil, keadaan gizi dan emosi yang baik ikut mempengaruhi keadaan
bayi sebelum lahir. Faktor pranatal lain yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
perkembangan neurologis adalah penyakit menahun pada ibu hamil seperti: tuberkulosis,
hipertensi, diabetes mellitus, anemia, penggunaan narkotik, alkohol serta rokok yang
berlebihan. Usaha untuk menggugurkan kandungan sering pula berakibat cacatnya bayi
yang lahir yang seringkali dapat disertai gangguan perkembangan neurologis. Infeksi virus
pada ibu hamil seperti rubella, citomegalovirus (CMV) dan toksoplasmosis dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang potensial sehingga otak berkembang secara abnormal.
Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dalam kehamilan, abruptio placenta,
plasenta previa juga dapat mempengaruhi timbulnya gangguan perkembangan
neurologis.1,17
2. Faktor perinatal
a.Asfiksia
Bila keadaan ini berat dapat menyebabkan kematian atau kerusakan permanen pada otak
(Hypoxic-Ischemic Encephalopathy/HIE), sehingga bayi dapat mengalami gangguan
perkembangan neurologis bahkan menderita cacat seumur hidup.4,8
b.Trauma lahir
Trauma lahir merupakan salah satu faktor potensial terjadinya gangguan perkembangan
neurologis karena terdapat risiko terjadinya kerusakan otak terutama akibat perdarahan.
c.Hipoglikemia
Dikatakan hipoglikemia bila kadar glukosa darah <45mg/dL (2,6 mmol/L). Keadaan ini bila
tidak ditanggulangi dengan segera dapat menyebabkan kerusakan otak berat bahkan
kematian.1,18
Prognosis pada tumbuh-kembang termasuk perkembangan neurologis pada bayi kecil masa
kehamilan (KMK) lebih kurang baik daripada bayi prematur, karena pada KMK telah terjadi
retardasi pertumbuhan sejak didalam kandungan, lebih-lebih jika tidak mendapat nutrisi
yang baik sejak lahir.1
e.Infeksi.
Infeksi berat dapat memberi dampak gejala sisa neurologis yang jelas seperti : hidrosefalus,
buta, tuli, cara bicara yang tidak jelas dan retardasi mental. Gejala sisa yang ringan seperti
gangguan penglihatan, kesukaran belajar dan kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.1,19
f.Hiperbilirubinemia
. Hiperbilirubinemia akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
otak, sehingga terjadi ensefalopati biliaris (Kern icterus) yang dapat mengakibatkan
gangguan perkembangan neurologis dikemudian hari.20
3.Faktor Pascanatal
Banyak sekali faktor pasca-natal yang dapat menimbulkan kerusakan otak dan
mengakibatkan terjadinya gangguan perkembangan neurologis. Termasuk diantaranya
adalah infeksi intra kranial, trauma kapitis, tumor otak, gangguan pembuluh darah otak,
kelainan tulang tengkorak (misalnya kraniosinostosis), kelainan endokrin dan metabolik,
keracunan otak, malnutrisi. Otak anak dengan.
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum merupakan salah satu penyebab dari gangguan perkembangan
neurologis.4,8
.1 Definisi
Asfiksia Neonatorum ialah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera atau
beberapa saat sesudah lahir.4 Keadaan ini akan selalu diikuti dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosis.4,12
2. Etiologi
Bila terjadi keadaan hipoksia yang terjadi baik intrauterin, pada saat persalinan maupun
pasca persalinan maka akan terjadi keadaan asfiksia.4,24Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya Asfiksia :
Faktor ibu :
Keadaan Ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat Janin dan
akan berlanjut sebagai Asfiksia, a.l:
Preeklampsia dan eklampsia Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau
solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam sebelum dan selama persalinan
Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV) Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu
kehamilan )Faktor plasenta dan tali pusat Keadaan plasenta atau talipusat yang dapat
mengakibatkan asfiksia bayi baru lahir akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui
talipusat bayi
Infark plasenta
- Hematom plasenta
Faktor bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang-kadang
tanpa didahului tanda gawat janin:
Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan) Air ketuban bercampur
mekonium Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi 4,16,17
Patofisiologi dan gambaran klinis Pada saat awal proses kelahirannya setiap janin akan
mengalami keadaan hipoksia relatif dan akan menyesuaikan diri melalui proses adaptasi
sehingga bisa menangis atau bernafas. Bila terjadi gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan
Ensefalopati hipoksik iskemik. Sarnat dan Sarnat membagi HIE menjadi 3 stadium. Stadium 1
(ringan) ditandai gelisah, iritabel, tonus otot masih normal, hiperrefleksi, takikardi, sekresi
saluran nafas berkurang, motilitas gastrointestinal menurun, pupil dilatasi, belum terjadi
kejang. Stadium 2 (sedang) ditandai letargik, hipotoni, kelemahan otot proksimal, refleks
melemah, bradikardi, sekresi saluran nafas berlebihan, motilitas gastrointestinal meningkat,
pupil miosis, kejang. Pada stadium 3 (berat) ditandai stupor dan flaksid, hiporefleksi, tidak
dapat mengenyut, refleks moro menghilang, pupil anisokor, refleks pupil menurun, suhu
tidak stabil, dan kejang berulang. Ensefalopati hipoksik iskemik bisa terjadi pada 12 jam
sampai 3 hari pertama kehidupan.3,27,28,29
B. Kelainan neurologik yang sering dijumpai pada wanita usia reproduktif, dapat
pula dijumpai pada wanita hamil.Gejala yang ditemukan sangat kompleks, dapat melibatkan
kelainan fungsi luhur maupun kelainan fungsi neuromuskuler, oleh karena itu harus dapat
dibedakan dari penyakit psikiatrik.Diagnosis dan penanganan penyakit neurologik selama
kehamilan seringkali sangat sulit karena keluhan yang dialami dapat saling tumpang-tindih
dengan keluhan yang umum ditemukan pada kehamilan, di samping itu juga karena adanya
konsekuensi yang berbahaya dari penyakit ini, serta efek pengobatan terhadap ibu terhadap
janin.2 Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama akan memberikan dasar untuk
menegakkan diagnosis yang akurat untuk penanganan lebih lanjut.Prosedur pencitraan
(imaging) harus dipertimbangkan bila diduga ada lesi padasistem saraf pusat. Keterpaparan
sinar X terhadap janin bila kurang dari 1 rad masih dianggap aman. CT otak yang memakai
sinar X dan arteriografi bukan merupakan suatu kontraindikasi mutlak untuk mengevaluasi
penyakit ibu. Perut dapat dilindungi dariketerpaparan sinar X selama prosedur
neuroradiologik. Bahan kontras intravena dapatdigunakan tanpa efek nyeri. MRI yang tanpa
melibatkan radiasi ionisasi sangat bermanfaat untuk membantu pemeriksaan selama
kehamilan, sebab diketahui tidak berisiko terhadap janin. Penggunaan myelografi yang
melibatkan radiasi dosis tinggi sebagian telah digantikan oleh CT dan MRI, risiko terbesar
dari myelografi terutama pada awal kehamilan. C.NYERI KEPALA (HEADAACHE)
Nyeri kepala cukup sering ditemukan pada kehamilan, umumnya jinak tapikadang-kadang
serius bilamana nyeri kepala tersebut baru timbul sewaktu hamil, untuk itu perlu
dipertimbangkan keadaan serius yang mengakibatkan nyeri kepala tersebut antara lain
preeklampsia, eklampsia, hipertensi tak terkontrol, pheochromocytoma, perdarahan
subarakhnoid, pseudotumor serebri, tumor serebri, thrombosis vena serebral, infeksi otak
antara lain ensefaliti dan meningitis.4 Nyeri kepala yang paling sering ditemukan pada
kehamilan adalah nyeri kepala tipe tegang / NKTT (Tension type headache) yaitu nyeri
kepala kronik yang dirasakan seperti diikat, ditindih barang berat atau kadang kadang
berwujud rasa tidak enak dikepala, umumnya bilateral, ntensitasnya dari ringan sampai
sedang. NKTT sering merupakan bagian dari gejala depresi dan stres situasional, selain itu
dapat sebagai tanda depresi postpartum. Sebaliknya migren merupakan nyeri kepala
unilateral, berdenyut denyut dengan intensitas sedang sampai berat disertai mual, fotofobia
atau fonofobia,nyeri kepala diperberat dengan aktifitas fisik, gejala tambahan meliputi nyeri
kepala saat menstruasi. Insidens migren 3 – 5 % dari populasi umum namun pada 80 %
kasus membaik saat penderita hamil
Diperkirakan 25 % ibu hamil mengalami kram otot setiap pagi saat memulaiaktivitas selama
trimester akhir kehamilan. Kekurangan natrium (garam), kalium dan kondisi metabolik
lainnya dapat menyebabkan kram. Tablet magnesium laktat danmagnesium sitrat (122 mg
pada pagi hari dan 244 mg pada malam hari) dapat memberi perbaikan pada ± 80 %
penderita. Kalsium carbonat atau glukonat oral, 500 mg diberikan 3 –4 kali sehari juga dapat
memeberi perbaikan namun placebo tampaknya efektif pada 40 % penderita.4
E.RESTLESS LEGS
Keluhan penderita restless legs bukan nyeri melainkan perasaan tidak nyaman yang terus
menerus bilamana tungkai diam oleh karena itu penderita menggerak-gerakan atau
menggoyang-goyangkan tungkainya terus menerus sehingga tampak penderita seperti
gelisah.
F.MIASTENIA GRAVIS
Miastenia gravis adalah suatu penyakit autoimmun yang ditandai oleh kelemahanatau
kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannyasetelah
istirahat beberapa saat yaitu beberapa menit sampai beberapa jam, akibatpenurunan
jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction. Gambaran klinik MG sangat jelas
yaitu dari kelemahan lokal yang ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeleruh yang
fatal. Kira-kira 33 % hanya terdapat kelainan okular disertai kelemahan otot lainnya.
Kelemahan ekstremitas tanpa disertai kelainan okular jarang dijumpai, yang lainnya kira-kira
20 % ditemukan kesulitan mengunyah dan menelan.Selama kehamilan mempunyai
pengaruh yang bervariasi terhadap MG, 1/3 dapat memburuk, 1/3 menetap atau 1/3
membaik. Dari semua penderita MG yang eksaserbasi, penelitian terakhir melaporkan 41 %
terjadi selama kehamilan dan 30 % terjadi pada waktu nifas. MG meningkatkan risiko
abortus spontan dan 3 – 10 % menyebabkan kematian ibu. Timbulnya MG pada suatu
kehamilan bukan merupakan prediksi bahwa akan timbul pada kehamilan berikutnya. Aborsi
tidak menyebabkan remisi, kurang lebih setengahnya memburuk pada saat puerperium.
Minimal 12 - 19 % bayi yang lahir dari ibu MG menderita MG neonatal transitory dan harus
dimonitoor secara ketat paling kurang selama 4 hari dapat berlangsung 10 sampai dengan
15 minggu, gejala yang timbul antara lain gangguan menelan (87 %), kelemahan (69 %),
kesulitan pernapasan (65 %), feeble cry (60 %)dan parese facialis (54 %).
G. MYOPATI
Miopati merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan terdapatnya fungsiabnormal otot
(merupakan perubahan patologik primer) tanpa adanya bukti denervasi
I.MYOPATI INFLAMATORIK
Kehamilan memicu terjadinya polymyositis yaitu peradangan otot sebagai akibat proses
imunologik. Diperkirakan lebih dari setengah kehamilan pada ibu yang menderita miopati
inflamasi berakhir dengan aborsi, lahir mati atau kematian neonatal. Banyak obat-obat
immunosupresif menyebabkan gangguan yang berbahaya pada janin , namunbayi dapat
hidup dengan baik setelah persalinan.
Palsy atau prosoplegia adalah Parese facialis tipe perifer terjadi secara akutdan
penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan
lesi nervus fasialis.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur namun demikian lebih sering terjadi pada umur
20 – 50 tahun. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya penyakit ini ditemukan 4 kali lebih banyak. Penyakit ini biasanya
sembuh dengan sendirinya namun terapi kortikosteroid jangka pendek tampaknya
memperbaiki prognosis pasien dengan parese facialis yang komplit.Pemeriksaan
elektromiografi dapat membentu untuk menilai prognosis, jikadenervasi melebihi 10 hari
maka penyembuhan lebih lama bahkan mungkin sembuh tidak sempurna
Carpal tunnel syndrome terjadi akibat kompresi atau terjebaknya nervus medianuspada
carpal tunnel dipergelangan tangan. Diperkirakan kurang lebih 1/5 ibu hamil mengalami CTS
sewaktu hamil utamanya pada akhir trimester ketiga, gejalanyaberuparasa baal / parestesia
pada jari ketiga dan keempat tangan pada malam hari saat ingin tidur. Faktor predisposisi
terhadap keadaan ini adalah peningkatan berat badan yang berlebihan dan retensi cairan.
Oleh karena ibu hamil dengan sindroma carpal Tunnel dapat diharapkan gejalanya membaik
setelah persalinan maka terapi konsevatif M merupakan pilihan berupa istirahat dan
membebat pergelangan tangal
L.MERALGIA PARESTHETICA
Parastesia unilateral atau bilateral pada distribusi nervus cutaneus femoralisateralis akibat
kompresi saraf itu di bawah ligamentun inguinale. Keluhan ini dapattimbul pada usia
kehamilan sekitar minggu ke 13 sesuai dengan meningkatnyapembesaranabdominal berupa
rasa baal, tidak enak, rasa terbakar atau nyeri pada paha bagian lateral dan tidak ditemukan
defisit neurologik lainnya, keluhan ini diperburukpada posisiberdiri atau berjalan. Obesitas,
lordosis dan partus lama dapat memicu timbulnya penyakit tersebut.Selama kehamilan
dapat diatasi dengan duduk. Parestesia umumnya membaik dalam 3 bulan setelah
persalinan. Pemberian carbamazepine, amitriptilin atau injeksisteroid – lidokain dapat
berguna.
Guillian Barre Syndrome (GBS) suatu kelainan immunobiologik baik secaraprimary immune
response maupun immune mediated process yang ditandai olehkelemahan / kelumpuhan
otot ekstremitas yang akut dan progresif biasanya munculsetelah infeksi. Penyebab infeksi
umumnya virus dari kelompok herpes namun dapat pula didahului oleh infeksi bakteri,
vaksinasi, gangguan endokrin, tindakan operasi anaestesi dan sebagainya.GBS yang timbul
bersamaan dengan kehamilan merupakan suatu koinsidental.GBS sendiri secara umum tidak
dipengaruhi oleh kehamilan demikian pula sebaliknyakehamilan dan persalinan tidak
dipengaruhi oleh GBS. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita GBS umumnya tidak
terpengaruh. Pemberian plasmapheresis cukup aman selama kehamilan meskipun ibu hamil
khususnya dengan disfungsi autonomik dapat menjadi sensitif terhadap perubahan dalam
volume plasma.
Kepala bayi, pemakaian forcep dan posisi yang tidak sesuai pada sandaran tungkai dapat
menyebabkan jebakan saraf perifer (entrapment of peripheral nerve)intrapartum.
Disproporsi sefalopelvik dan dystosia sering mendahului penyakit ini.Umumnya ibu hamil
yang terkena adalah primipara dengan keluhan nyeri tajam atau terbakar.Parese obstetrik
maternal yang tersering adalah iritasi / kompresi unilateral pada pleksus lumbosacral (radiks
L4 dan L5) oleh kening janin saat melewati tepi posterior pelvis. Perbaikan biasanya terjadi
dalam waktu 6 minggu.
KORIOKARSINOMA
Manifestasi serebral sering merupakan gejala dari tumor ini. Metastasis pertamake paru dan
kemudian ke otak yang dapat terjadi berbulan-bulan setelah kehamilan molaatau abortus,
tetapi kira-kira 15 % dari tumor ini timbul setelah kehamilan normal.Gambaran awal adalah
kejang, perdarahan, infark, defisit neurologis yang progreasifcepat. Tumor dapat menginvasi
pleksus sakralis, cauda equina atau canalis spinalis.Pengobatan dengan kemoterapi, radiasi
dan operasi dapat berhasil jika diagnosisditegakkan sedini mungkin.
EPILEPSI
Insidens kejang pada kehamilan adalah 0,3 – 0,6 %. Kira-kira 1/3 kasusfrekuensi serangan
meningkat, 1/3 tidak berubah dan 1/3 membaik pada saat kehamilan.Meningkatnya
frekuensi serangan terutama terjadi dalam trimester terakhir dan terutama pada penderta
epilepsi berat. Perubahan farmakokinetik antikonvulsan selama kehamilan dianggap
sebagaipenyebab meningkatnya frekuensi kejang selama kehamilan. Metabolisme hepar
yang meningkat, absorpsi gastrointestinal yang menurun serta peningkatan
konsentrasiestrogen dan progesteron mempercepat metabolisme enzim. Peningkatan
klirens ginjal dan volume distribusi menurunkan konsentrasi obat dalam serum, perubahan
inidiimbangi dengan penurunan protein-binding site yang disebabkan oleh penurunan
albumin plasma oleh karena itu Kadar konsentrasi obat antiepileptik serum seharusnya
dimonitor paling kurang 1 kali tiap trimester, dalam bulan terakhir kehamilan dan dalam8
minggu postpartum. Pemantauan kadar konsentrasi obat anti epileptik harus dilakukan lebih
sering pada frekuensi kejang yang tinggi, terdapat tanda dan gejala toksisitas, adanya
kecurigaan penderita tidak patuh, riwayat peningkatan frekuensi kejang atau status
epileptik sebelum hamil. Pengaturan pengobatan harus dibuat untuk mengontrolkejang dan
mempertahankan konsentrasi serum pada rentang terapeutik saat mendekati aterm. Untuk
menghindari toksistas dosis obat sebaiknya diturunkan setelah 1 bulanpostpartum.7Selama
kehamilan konsentrasi Carbamazepin, fenitoin, valproic acid dan fenobarbital menurun.
Hanya konssentrasi fenobarbital bebas menurun, dan konsentrasi valproic acid bebas jelas
meningkat. Penanganan Epilepsi Pada Kehamilan Protokol yang disetujui bersama dalam
penanganan wanita dengan epilepsi selama kehamilan adalah :
1. Gunakan obat pilihan pertama yang sesuai jenis kejang dan sindromepilepsi.
2. Gunakan prinsip monoterapi dengan dosis dan kadar dalam plasma yangpaling rendah
dan efektif untuk melindungi terhadap kejang tonik-klonik.
3. Hindari penggunaan valproate atau carbamazepine apabila ada riwayat keluarga tentang
defek neural tube.
6. Pemakaian suplemen asam folat setiap hari dan pastikan kadar plasma normal dan kadar
folat sel darah merah selama periode organogenesis pada trimester pertama.
7. Apabila diberikan valproat, hindarilah kadar dalam plasma yang tinggi. Bagilah obat tadi 3
– 4 kali pemberian setiap harinya.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Refleks pada manusia dibedakan menjadi tiga terdiri dari refleks fisiologis,
patologis dan primitif. Pemeriksaan refleks fisiologis rutin dilakukan untuk
mengevaluasi fungsi sensorimotor pada tubuh. Hasil pemeriksaan dapat memberikan
hasil normal, meningkat (hiperefleks), menurun (hiporefleks) atau tidak ada refleks.
Untuk dapat menegakkan diagnosis kasus neurologis, diperlukan anamnesis yang
cermat serta ketrampilan pemeriksaan fisik neurologis yang baik.
Pemeriksaan fisik neurologis yang dilakukan dengan teknik yang benar akan
memberikan hasil yang benar dan sangat membantu dalam penegakan diagnosis.
Sebaliknya, pemeriksaan fisik neurologis yang dilakukan dengan teknik yang salah
akan memberikan hasil yang salah pula sehingga diagnosis yang ditegakkan menjadi
kurang tepat.
B. SARAN
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi semua kalangan.
Pada makalah ini memang masih banyak terdapat kekurangan sehingga diharapkan
supaya dilanjutkan dengan penelitian – penelitian yang serupa pada kasus ini yang
jauh lebih sempurna.