Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

UPAYA PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER


“PEMERIKSAAN REFLEK,OBSERVASI CAIRAN VAGINA,OBSERVASI
EDEMA”

OLEH :
MAIMUNAH
NIM : 152112007
ENDANG PUJI RIANTI
NIM : 152112018
YOSEP EKY DICKY PURWANTO
NIM:152112019
DOSEN PENGASUH :
WASIS PUJIATI, S.Kep,Ns.,M.Kep
JURUSAN KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul Upaya Pencegahan Primer,
Sekunder dan Tersier yaitu Pemeriksaan Reflek, Observasi Cairan Vagina dan
Observasi Edema . Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Keperawatan Maternitas di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Tanjungpinang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Maternitas yang telah memberikan tugas kepada kami dan juga kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
            Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan,
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tanjungpinang,  Juni 2022

                                                                                                          
     Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP PEMERIKSAAN REFLEK ........................................................ 3


2. O B S E R V A S I C A I R A N
V A G I N A . . . . .................................................................................... 8
3. O B S E R V A S I
E D E M A . . ................................................................................. 12
BAB III PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................


19

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah keadaan kesehatan yang sempurna baik
secara fisik, mental, dan sosial. Bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan
dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya
(Rohan dan Siyoto, 2013). Kesehatan reproduksi menjadi cukup misterius sepanjang hidup,
terutama bagi perempuan, selain karena rawan terpapar penyakit, juga berhubungan dengan
kehidupan soaialnya, misalnya kekurangan pendidikan yang cukup, kawin muda, kematian
ibu, masalah kesehatan reproduksi perempuan, masalah kesehatan kerja, menopause dan
masalah gizi (Manuaba,2005).

Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi pria dan wanita,
tetapi lebih dititik beratkan pada wanita. Keadaan penyakit pada wanita lebih banyak
dihubungkan dengan fungsi dan kemampuan bereproduksi serta tekanan sosial pada wanita
karena masalah gender.

Kesehatan bagi wanita adalah lebih dari kesehatan reproduksi. Wanita memiliki
kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi seksual dan reproduksi.
Wanita mempunyai sistem reproduksi yang sensitive terhadap kerusakan yang dapat terjadi
disfungsi atau penyakit. Wanita adalah subjek dari beberapa penyakit terhadap fungsi tubuh
oleh karena pengaruh laki-laki, pola penyakit pun berbeda dengan laki-laki karena adanya
perbedaan bntuk genetik, hormonal, ataupun perilaku gaya hidup. Penyakit pada sistem tubuh
ataupun pengobatan dapat berinteraksi dengan keadaan sistem reproduksi ataupun fungsinya.

Kebutuhan kesehatan bagi wanita dapat dikelompokan dalam dalam empat kategori.
Pertama, wanita memiliki kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi
seksual dan reproduksi. Kedua, wanita memiliki sistem reproduksi yang mudah cedera untuk
menjadi tidak berfungsi atau sakit, apakah terjadi sebelum sistem preproduksi tersebut
berfungsi atau sesudah berfungsi. Ketiga, wanita dapat terkena penyakit pada organ
reproduksi yang sama seperti pada pria, tetapi pola penyakit akan berbeda dari pria karena
struktur genetik wanita, lingkungan hormonal, serta perilaku gaya hidup yang berhubungan
dengan gender. Keempat, karena wanita sebagai subjek dari disfungsi sosial.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Pemeriksaan Reflek dan bagaimana persiapan
sebelum Pemeriksaan Reflek ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Observasi Cairan Vagina dan bagaimana persiapan
sebelum Observasi Cairan Vagina?
3. Apakah yang dimaksud dengan Observasi Edema dan bagaimana persiapan sebelum
melakukan Observasi Edema?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mendeskripsikan persiapan sebelum melakukan Pemeriksaan Reflek
2. Mendeskripsikan persiapan sebelum melakukan Observasi Cairan Vagina
3. Mendeskripsikan persiapan sebelum melakukan Observasi Edema

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. PEMERIKSAAN REFLEK
A. Definisi

Pemeriksaan refleks fisiologis merupakan suatu prosedur diagnostik yang rutin


dilakukan untuk menilai mengevaluasi fungsi sensorimotor pada tubuh. Pemeriksaan ini
tergabung pada pemeriksaan neurologi lengkap. Pemeriksaan yang dilakukan untuk
menemukan lesi pada lower motor neuron (LMN) seperti cauda equina
syndrome atau Guillain-Barre syndrome. Maupun lesi pada Upper motor neuron (UMN)
seperti traumatic brain injury maupun stroke.

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang sederhana, namun dapat memberikan


informasi untuk membantu menegakkan diagnosa adanya gangguan pada sistem saraf.Pada
gangguan saraf, hasil pemeriksaan refleks dapat memberikan hasil normal, meningkat
(hiperrefleks), menurun (hiporefleks) atau tidak ada refleks sama sekali. Jika hasil 
pemeriksaan menunjukan refleks menurun, perlu dicurigai bahwa terjadi gangguan pada
lengkung refleks (serabut saraf sensorik, materi abu-abu pada sumsum tulang belakang,
maupun serabut saraf motorik).

Serabut saraf motorik (sel tanduk anterior dan akson motoriknya yang melalui akar
ventral dan saraf tepi) disebut sebagai LMN yang dapat memberi hasil penurunan refleks.
Sementara itu, lengkung motorik yang menurun dari korteks serebral dan batang otak disebut
sebagai UMN yang menghasilkan adanya peningkatan refleks di sumsum tulang belakang
dengan mengurangi hambatan tonik pada segmen sumsum tulang belakang.

Hasil interpretasi refleks fisiologis dapat ditemukan adanya suatu patologi, seperti:

 Hiperrefleks menandakan adanya lesi pada UMN, beberapa penyakit yang berkaitan adalah
multiple sclerosis, tumor kepala, stroke, defisiensi vitamin B12, amyotrophic lateral sclerosis
 Hiporefleks menandakan adanya lesi pada LMN, beberapa penyakit yang berkaitan adalah
neuropati perifer, poliomielitis, amyotrophic lateral sclerosis

Pada pemeriksaan refleks superfisial, perangsangan dilakukan pada area kulit atau
membran mukosa dengan rangsangan sentuhan. Dengan pengecualian pada pemeriksaan

3
refleks cahaya pupil, dimana stimulasi menggunakan cahaya yang disinarkan ke pupil mata.
Refleks superfisial yang dimediasi oleh saraf kranial memiliki karakteristik konsensual,
dengan respon bilateral terhadap stimulus unilateral.

Bila dibandingkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan lain, seperti misalnya pada


pemeriksaan sensibilitas, pemeriksaan refleks kurang bergantung pada kerjasama pasien,
karena dapat dilakukan pula pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran, bayi, anak,
pasien yang memiliki intelegensi rendah dan pada pasien yang gelisah. Hal ini menunjukan
bahwa pemeriksaan refleks penting nilainya dan bersifat objektif.

Pemeriksaan refleks turut berkontribusi dalam menegakkan diagnosis berbagai kasus


gangguan neuromuskular, dengan memberikan informasi diagnostik yang terlokalisir
sehingga membantu memutuskan apakah memerlukan rujukan kepada spesialis saraf, bedah
saraf, dan ortopedi.

Pemeriksaan refleks fisiologis terbagi menjadi refleks dalam, disebut juga sebagai
refleks regang otot, refleks tendon, refleks periostal, refleks miotatik dan refleks fisiologis,
serta refleks superfisial. Untuk melakukan pemeriksaan refleks diperlukan alat pemeriksaan
khusus yaitu palu refleks, yang akan digunakan untuk mengetuk tendon dari tiap refleks yang
akan diperiksa.

B. Teknik

Teknik pemeriksaan refleks fisiologis dapat dilakukan kurang lebih dengan


pemeriksaan fisik lainnya yaitu diawali dengan melakukan anamnesis, dan dilanjutkan
dengan melakukan pemeriksaan fisik termasuk didalamnya pemeriksaan saraf, apabila
dicurigai adanya gangguan pada sistem saraf. Pemeriksaan refleks fisiologis rutin dilakukan
pada pasien yang dicurigai menderita gangguan pada sistem saraf, terutama untuk
menentukan tingkat kerusakan pada sistem saraf. Pemeriksaan ini juga sering dilakukan
bersama dengan pemeriksaan neurologi lainnya seperti pemeriksaan saraf kranial dan refleks
patologis.

Persiapan Pasien

4
Sebelum melakukan pemeriksaan refleks fisiologis, pemeriksa perlu melakukan
anamnesis baik secara umum maupun secara khusus yang akan mengarahkan kepada
diagnosis. Selanjutnya pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, dan
juga apabila ada kecenderungan yang mengarah pada gangguan saraf perlu dilakukan
pemeriksaan saraf. Secara umum pemeriksaan saraf meliputi pemeriksaan saraf kranial,
pemeriksaan sistem motorik dan koordinasi (juga meliputi pemeriksaan refleks fisiologis dan
patologis), pemeriksaan sensasi, kemampuan kognitif dan memori, serta pemeriksaan sistem
saraf vegetatif (otonom) yang meliputi denyut nadi, pernapasan dan regulasi suhu tubuh serta
pencernaan.

Sebelum memulai pemeriksaan fisik, pemeriksa harus meminta informed


consent terlebih dahulu kepada pasien maupun keluarga pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan, serta meminta agar pasien dalam kondisi rileks dan tidak menegangkan otot
karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Pemeriksa dapat meminta pasien untuk mengikuti arahan pada saat akan melakukan
pemeriksaan refleks fisiologis karena untuk menguji beberapa refleks tertentu dibutuhkan
posisi tubuh duduk, berbaring, atau menekuk area sendi tertentu. Serta pastikan area tubuh
yang akan dilakukan pemeriksaan refleks tidak tertutup dengan pakaian, sehingga pemeriksa
dapat menilai respon refleks dengan lebih jelas.

Peralatan

Untuk melakukan pemeriksaan refleks dalam diperlukan alat khusus berupa palu
refleks (hammer reflex)  yang akan digunakan untuk mengetuk tendon. Sementara untuk
melakukan pemeriksaan refleks superfisial dapat menggunakan ujung dari palu refleks pada
bagian yang tajam ataupun menggunakan benda lain yang agak runcing seperti kayu geretan
atau kunci. Sementara untuk menguji refleks kornea diperlukan sepotong kapas yang
ujungnya dibuat runcing.

Posisi Pasien

Anggota gerak yang akan diperiksa refleks nya harus rileks dan tidak boleh tegang.
Posisi terbaik untuk pasien adalah berbaring atau duduk pada tempat tidur pemeriksaan.

5
Posisikan kedua sisi anggota gerak simetrik agar dapat dibandingkan kedua hasil
pemeriksaan pada kedua sisi anggota tubuh.[8,9]

Prosedural

Pada saat melakukan pemeriksaan refleks dalam, pemeriksa perlu memastikan posisi
dan teknik pengetukan palu refleks benar dan diketuk pada tendon yang tepat.

1. Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras, pemeriksa dapat memegang gagang
palu refleks dengan ibu jari dan jari telunjuk dan ayunkan secara terarah ke tendon
atau periosteum
2. Gerakan pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan tangan pemeriksa dan bukan
pada lengan pemeriksa, sehingga dapat bergerak secara leluasa
3. Pemeriksa juga harus memastikan letak anatomis pengetukan yaitu tendon
4. Pengetukan dilakukan secara tak langsung yaitu pengetukan dilakukan diatas tendon
pasien pada jari pemeriksa
5. Metode perkusi indirek ini dilakukan apabila tendon yang bersangkutan tidak
berlandasan pada bangunan yang cukup keras sehingga menyebabkan respon refleks
menjadi lemah atau kurang nyata. Metode tersebut dapat dilakukan untuk
membangkitkan refleks tendon bisep brachialis dan bisep femoris

Pemeriksaan Refleks Dalam

Berikut adalah beberapa pemeriksaan refleks dalam yang lazim diperiksa pada
pemeriksaan rutin:

Refleks Glabela:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan pukulan singkat pada glabela atau
sekitar daerah supraorbitalis, yang akan mengakibatkan kontraksi singkat kedua m.
orbicularis oculi. Pusat refleks ini terletak di pons.

Pada lesi perifer n. facialis, refleks ini akan menurun ataupun negatif, sedangkan
pada sindrom parkinson refleks ini meningkat.

Refleks Rahang Bawah (Jaw Reflex):

6
Pemeriksa dapat mengarahkan pasien untuk membuka mulut sedikit dan posisikan jari
telunjuk pemeriksa melintang di dagu lalu ketuk dengan palu refleks pada jari telunjuk
pemeriksa, yang akan memberikan respon berupa berkontraksinya m.masseter sehingga
mulut merapat. Pusat refleks ini terletak di pons.

Refleks Tendon Biceps Brachialis:

Posisikan lengan pasien pada posisi semi fleksi sambil menempatkan ibu jari
pemeriksa di atas tendon otot biseps lalu ketukkan palu refleks pada ibu jari pemeriksa, yang
akan memberikan respon berupa fleksi lengan siku. Pusat refleks ini terletak pada C5-C6,
yang dipersarafi oleh n.musculocutaneus.

Refleks Triseps:

Posisikan lengan bawah pasien di sendi siku pada posisi semi fleksi dan sedikit
pronasi. Pemeriksa dapat mengetuk pada tendon insersio m.triceps yang berada sedikit di atas
olekranon, yang akan memberikan respons berupa gerakan ekstensi lengan bawah di sendi
siku. Pusat refleks ini terletak pada C6-C8, yang dipersarafi oleh n.radialis.

Refleks Brakhioradialis:

Posisikan lengan bawah pasien fleksi serta sedikit dipronasikan lalu pemeriksa
mengetuk pada tendon brachioradialis, yang berada di dasar dari processus styloideus radii.
Hal ini akan memberikan respon berupa lengan bawah fleksi dan supinasi. Pusat refleks ini
terletak pada C5-C6, dengan lengkung refleks ini melalui n.radialis.

Refleks Ulna:

Posisikan lengan bawah pasien semifleksi dan semi pronasi lalu ketukkan palu refleks
pada periosteum prosesus styloideus. Hal ini akan memberikan respon berupa pronasi tangan
karena adanya kontraksi m.pronator quadratus. Pusat refleks ini terletak pada C8, T1, yang
dipersarafi oleh n.ulnaris.

Refleks Fleksor Jari-Jari:

7
Posisikan tangan pasien pada posisi supinasi dan ditumpukan pada alas yang keras.
Posisikan jari telunjuk pemeriksa menyilang pada permukaan volar falang jari-jari pasien
kemudian ketuk jari telunjuk pemeriksa menggunakan palu refleks.

Pada kondisi normal, jari-jari pasien akan berfleksi pada bagian terminal falang,
demikian juga pada falang akhir ibu jari.

Apabila terdapat lesi piramidal, hasil menunjukan fleksi jari-jari lebih kuat. Pusat refleks ini
terletak pada C6-T1, dengan lengkung refleks ini melalui n.medianus.

Refleks Patella (Refleks Tendon Lutut):

Pemeriksaan ini disebut juga kniepeesreflex (KPR) yang berasal dari bahasa Belanda,


yang artinya refleks tendon lutut.

Pada pemeriksaan refleks ini, posisi pasien dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu
pasien duduk dengan kedua kaki digantung, pasien duduk dengan kedua kaki menapak pada
lantai, dan posisi pasien berbaring terlentang dengan tungkai difleksikan pada sendi lutut.

Pemeriksa dapat melakukan stimulasi dengan mengetuk pada tendon m.quadriceps


femoris (tendon patella). Hal ini akan memberikan respon berupa kontraksi m.quadriceps
femoris dan menyebabkan ekstensi tungkai bawah. Pusat refleks ini terletak pada L2, L3, L.4,
dengan lengkung refleks ini melalui n.femoralis.

Refleks Tendon Achilles (Refleks Triseps Sure):

Dalam bahasa Belanda pemeriksaan ini disebut sebagai achillespees reflex (APR).


Pada pemeriksaan ini pasien dapat diposisikan dengan tiga cara, yaitu pasien berbaring
dengan tungkai ditekuk pada sendi lutut dan kaki di dorsofleksikan, posisi pasien berlutut
diatas tempat periksa dengan ujung pergelangan kaki bebas di tepi tempat pemeriksaan, dan
posisi terakhir yaitu pasien duduk.

Pemeriksa dapat memberikan stimulus dengan mengetuk pada tendon achilles, yang
akan mengakibatkan berkontraksinya m. triceps surae dan memberikan gerak plantar fleksi
pada kaki. Pusat refleks ini terletak pada S1-2, dengan lengkung refleks ini melalui n.tibialis.

8
Refleks Dalam Dinding Perut:

Posisikan pasien berbaring terlentang dengan kedua lengan lurus di samping tubuh.
Pemeriksa meletakkan jari atau kayu penekan lidah pada dinding perut dan mengetuk
menggunakan palu refleks diatasnya. Hal ini akan mengakibatkan otot dinding perut yang
bersangkutan berkontraksi. Pusat refleks ini terletak pada T6-T12.

Reaksi dinding perut ini memiliki nilai yang penting apabila dilakukan bersama
dengan refleks superfisial dinding perut. Apabila refleks dalam dinding perut meningkat,
sementara refleks superfisialis nya negatif maka hal ini menunjukan adanya lesi piramidal
pada tempat yang lebih atas dari T6.

Pemeriksaan Refleks Superfisial

Refleks superfisial terjadi karena terangsangnya kulit atau mukosa sehingga mengakibatkan
berkontraksinya otot di bawahnya atau di sekitarnya.

Berikut adalah beberapa pemeriksaan refleks superfisial yang lazim dilakukan:

Refleks Kornea:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyentuh kornea mata pasien dengan sepotong
kapas yang ujungnya dibuat runcing, yang akan mengakibatkan dipejamkannya mata
(m.orbicularis oculi). Perlu dipastikan pasien tidak melihat arah datangnya kapas ke mata.
Sensibilitas kornea dipengaruhi oleh N.V sensorik cabang oftalmik.

Refleks kornea tampak berkurang atau justru tidak terjadi pada kondisi adanya
gangguan pada N.V sensorik, ataupun pada kondisi terjadinya kelumpuhan m.orbicularis
oculi yang dipersarafi oleh n.facialis (N.VII).

Refleks Dinding Perut Superfisialis:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggores dinding perut menggunakan benda


yang agak runcing seperti kunci, maupun kayu pemeriksaan pada berbagai lapangan dinding
perut yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi oleh T.6, T.7), perut bagian atas
(T.7, T9), perut bagian tengah (T.9, T.11), perut bagian bawah (T.11, T.12 dan lumbal atas),

9
yang akan memberikan respon berupa otot (m. rectus abdominis) berkontraksi dan pusar
bergerak ke arah otot yang berkontraksi.

Pada beberapa kondisi dimana dinding perut kendur seperti pada kondisi multipara,
dan pada lanjut usia, ataupun pada kondisi dinding perut terlalu tegang seperti pada kondisi
hamil, asites, “defense muscular”, maka otot dinding perut tidak menunjukan refleks
berkontraksi. Refleks dinding perut superfisialis umumnya akan menghilang setelah beberapa
kali dilakukan. Pada lesi piramidalis, refleks ini akan menghilang.

Refleks Kremaster:

Pemeriksaan refleks ini dilakukan dengan menggores medial pangkal paha


menggunakan benda yang agak runcing seperti pensil atau ujung gagang palu refleks maupun
ujung kunci, yang akan memberikan refleks berupa kontraksinya skrotum. Lengkung refleks
ini melalui L.1-2, dan akan memberikan hasil negatif pada kondisi adanya lesi traktus
piramidalis, dan juga pada orang lanjut usia, penderita hidrokel, varikokel, orkitis, atau
epididimitis.

Refleks Anus Superfisial:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan merangsang kulit di sekitar anus dengan


menggunakan tusukan ringan ataupun goresan, yang akan mengakibatkan otot sfingter
eksternus berkontraksi. Lengkung refleks ini melalui S.2-4, S.5.

Refleks Telapak Kaki (Plantar Reflex):

Pemeriksa perlu menginformasikan pasien untuk melemaskan kaki, dan kemudian


menggoreskan telapak kaki dengan menggunakan benda yang agak runcing yang akan
menimbulkan respon berupa fleksi plantar kaki dan fleksi semua jari kaki.

Pada kondisi adanya lesi di traktus piramidalis, akan memberi respon berupa
dorsofleksi ibu jari kaki dan gerakan mekar jari-jari kaki lainnya, yang
disebutrefleks Babinski (refleks patologis).

Follow Up

10
Setelah melakukan pemeriksaan refleks fisiologi bersamaan dengan pemeriksaan
neurologi lainnya hasil interpretasi akan  menentukan lokasi gangguan saraf. Pemeriksaan
lanjutan membutuhkan alat bantu penunjang lainnya seperti radiologi maupun lumbal pungsi.

Pemeriksaan penunjang lainnya seperti CT scan dan MRI, pemeriksaan EEG untuk


menilai aktivitas elektrik di otak, pemeriksaan electromyography (EMG) untuk menilai
aktivitas otot, maupun pemeriksaan electroneurography (EnoG) untuk menilai konduktivitas
saraf. Terkadang pemeriksaan lumbal pungsi juga diperlukan untuk mengambil sampel cairan
serebrospinal.

Interpretasi Hasil

Setelah melakukan pemeriksaan refleks, pemeriksa dapat menentukan jawaban refleks


yang dibagi atas beberapa tingkat yaitu:

Negatif    : tidak ada refleks sama sekali.

+              : refleks lemah

+              : refleks normal

++            : refleks berlebihan atau meningkat

Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan tegas antara tingkat refleks. Pada pasien
dengan refleks yang lemah, pemeriksa perlu melakukan palpasi otot pasien untuk mengetahui
apakah ada kontraksi.

Hasil refleks yang meningkat tidak selalu berarti ada gangguan patologis namun
apabila refleks pada sisi kanan tubuh dan sisi kiri berbeda maka kemungkinan besar hal ini
disebabkan oleh karena suatu kondisi patologis. Sehingga perlu diingat untuk selalu
membandingkan hasil refleks pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri)

C. Indikasi

Indikasi pemeriksaan refleks fisiologis adalah untuk melakukan penilaian dan


membantu menegakkan diagnosa adanya gangguan pada sistem saraf. Hasil pemeriksaan
hiperrefleks, tidak selalu menunjukan adanya gangguan patologis. Akan tetapi , apabila hasil

11
pemeriksaan menunjukan perbedaan refleks pada kedua sisi tubuh atau asimetris, hal ini bisa
diartikan adanya kondisi patologis. Sehingga perlu diingat untuk membandingkan hasil
pemeriksaan pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri) pada saat melakukan pemeriksaan refleks
fisiologis.

Hasil Pemeriksaan Fisiologis Hiperrefleks

Hasil refleks yang abnormal dapat mengindikasikan adanya gangguan pada tingkatan
sistem saraf. Apabila pada pemeriksaan refleks dalam menunjukan hasil refleks dalam
meningkat (hiperrefleks) dan refleks superfisial menurun (hiporefleks), maka hal ini dapat
menunjukan adanya gangguan pada upper motor neuron (UMN) seperti pada penyakit
berikut:

 Multiple sclerosis

Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)

 Primary lateral sclerosis


 Stroke
 Brown-sequard syndrome
 Defisiensi vitamin B12

Hasil Pemeriksaan Fisiologis Hiporefleks

Sementara apabila ketika dilakukan pemeriksaan refleks dalam, menunjukan hasil


refleks menurun (hiporefleks), maka hal ini menunjukan adanya gangguan pada lower motor
neuron (LMN), neuro-muscular junction, ataupun adanya gangguan pada otot sebagai contoh
yaitu pada kondisi poliomyelitis dan spinal muscular atrophy.

Pemeriksaan refleks (myotatic refleks) dalam juga dapat menunjukan hasil yaitu tidak
adanya refleks pada beberapa kondisi berikut:

 Neuropati perifer : termasuk diantaranya disebabkan oleh penyakit diabetes melitus, alcohol


use disorder, amiloidosis, uremia, kekurangan vitamin B (pellagra, beriberi, anemia
pernisiosa), kanker, dan toksin (arsenik, isoniazid, vincristine, diphenylhydantoin)
 Penyakit otot : polymyositis dan muscular dystrophy

Hasil Pemeriksaan Refleks Fisiologis pada Refleks Superfisial

12
Hasil pemeriksaan refleks superfisial yang menurun atau tidak ada ditemukan refleks
fisiologis menunjukan adanya gangguan pada jalur antara susunan saraf pusat dan sumsum
tulang belakang, sebagai contoh pada kondisi dengan kerusakan sumsum tulang belakang.
Contoh pemeriksaan refleks superfisial adalah refleks kremaster dan refleks abdomen.

Salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kelainan pada refleks superfisial adalah
cedera medula spinalis.

Refleks superfisial dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti:

 Refleks abdomen dipengaruhi oleh prosedur operasi terutama pada area inguinal dan
abdomen
 Refleks kremaster dapat menghilang pada lesi di segmen Lumbal 1-2, usia lanjut, penderita
hidrokel atau varikokel, dan jika ada epididimitis.
 Refleks anal, yang ditandai dengan kontraksi sphincter anal external ketika adanya goresan
pada kulit dekat anus, seringkali memberi hasil menurun ketika ada spinal cord injury 
(cedera medula spinalis) (bersama dengan refleks superfisial lainnya)

2. OBSERVASI CAIRAN VAGINA


A. Definisi Cairan Vagina

Keluarnya cairan vagina tidak normal bisa menjadi tanda adanya gangguan pada
organ intim atau kesehatan tubuh Anda. Oleh karena itu, setiap wanita perlu mengetahui ciri-
ciri cairan vagina yang tidak normal agar bisa langsung mengantisipasinya ketika ini terjadi.

Cairan vagina dapat dikatakan normal bila memiliki warna yang bening atau putih,
bertekstur kental dan tidak lengket, serta tidak berbau. Sementara itu, cairan vagina yang
tidak normal biasanya memiliki aroma yang tidak sedap, berwarna tidak normal, dan
terkadang disertai beragam gejala lainnya, seperti gatal atau nyeri.

Tanda-Tanda Cairan Vagina yang Tidak Normal

Di bawah ini adalah beberapa tanda cairan vagina tidak normal yang penting untuk Anda
ketahui:

 Terjadi perubahan pada warna cairan vagina, misalnya dari yang biasanya putih
menjadi kuning kehijauan

13
 Cairan vagina menjadi berbau tidak sedap atau tajam
 Cairan vagina disertai adanya luka pada vagina
 Volume cairan vagina mendadak meningkat atau cairan tampak menggumpal seperti
keju atau susu
 Keluarnya cairan vagina disertai rasa gatal atau nyeri pada bagian kemaluan
 Cairan vagina disertai perdarahan yang di luar masa menstruasi

Infeksi merupakan faktor paling umum yang menyebabkan perubahan cairan vagina menjadi
tidak normal. Contohnya adalah infeksi jamur, vaginosis bakterial, atau penyakit menular
seksual, seperti trikomoniasis, klamidia, herpes genital, atau gonorea.

Selain disebabkan oleh infeksi, cairan vagina yang tidak normal juga dapat terjadi akibat
penggunaan sabun pembersih vagina yang berlebih, konsumsi obat-obatan seperti
kortikosteroid, antibiotik, atau pil KB, serta komplikasi dari penyakit lain, seperti radang
pinggul, vaginitis, diabetes, dan kanker serviks.

B. Apa yang Harus dilakukuan?

Anda mungkin bingung ketika menghadapi cairan vagina yang berbeda dari biasanya.
Namun, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan saat mengalami cairan vagina tidak normal
berdasarkan tanda-tandanya, di antaranya:

1. Cairan berwarna putih atau abu-abu dengan aroma amis

Keluarnya cairan warna putih atau abu-abu dengan aroma amis bisa jadi pertanda
Anda mengalami bacterial vaginosis (BV). Infeksi ini tergolong umum terjadi dan kadang
menyebabkan iritasi atau gatal.

Jika mengalami ini, Anda disarankan untuk lebih sering mengganti pakaian dalam
ketika mulai lembap. Selain itu, bersihkan vagina dengan cara yang benar setiap kali buang
air kecil atau buang air besar. Pastikan area kemaluan kering sebelum memakai pakaian
dalam.

2. Cairan tebal atau berwarna putih yang diiringi rasa gatal

14
Keluarnya cairan tebal atau berwarna putih yang diiringi rasa gatal umumnya
disebabkan infeksi jamur. Infeksi ini juga tergolong umum terjadi pada sebagian besar
wanita.

Saat Anda mengalami kondisi seperti ini, langkah awal yang bisa dilakukan adalah
dengan menghindari mengenakan pakaian dalam yang ketat dan menghentikan penggunaan
sabun pembersih vagina.

3. Cairan berwarna kuning, hijau, atau berbusa

Cairan warna kuning, hijau, atau berbusa biasanya disebabkan oleh infeksi menular
seksual, seperti trikomoniasis, klamidia, dan gonore. Selain cairan vagina yang tidak normal,
infeksi ini terkadang menimbulkan gatal dan nyeri, terutama saat buang air kecil atau
penetrasi seksual.

Karena cairan vagina berwarna kuning atau hijau kebanyakan disebabkan oleh infeksi
menular seksual, Anda sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual dalam bentuk apa pun,
baik itu seks penetrasi maupun seks oral.

4. Cairan berbau amis yang disertai luka pada organ kelamin

Cairan vagina yang disertai luka pada organ kelamin dapat disebabkan oleh banyak
faktor, mulai dari virus herpes, sifilis, atau chancroid. Jika mengalami kondisi semacam ini,
jangan menyentuh luka atau segera cuci tangan setelah menyentuh luka. Selain itu, Anda juga
disarankan untuk menghentikan hubungan seksual.

5. Cairan disertai darah

Keluarnya cairan vagina abnormal yang disertai darah bisa disebabkan oleh banyak
faktor, mulai dari vaginitis, sindrom polikistik ovarium (PCOS), atau atrofi vagina. Tak
hanya itu, kondisi ini juga bisa menandakan adanya kanker rahim, kanker serviks, atau
kanker ovarium.

15
Untuk melihat apakah gejala ini benar-benar disebabkan oleh masalah kesehatan,
Anda bisa tunggu selama beberapa hari. Bila memang Anda tidak mengalami menstruasi,
segera periksakan diri ke dokter.

Perlu dipahami bahwa langkah di atas hanya merupakan langkah awal ketika
mendapati cairan vagina yang tidak normal. Langkah-langkah di atas tidak dapat mengobati
keluhan, sehingga Anda juga perlu segera berkonsultasi dengan dokter.

Pengobatan yang diberikan akan disesuaikan dengan penyebab keluarnya cairan


vagina yang tidak normal. Oleh karena itu, sebelum memberikan obat, dokter mungkin perlu
melakukan beberapa pemeriksaan terlebih dahulu untuk mencari tahu penyebabnya.

3. OBSERVASI EDEMA
A. Definisi Edema

Edema adalah penumpukan cairan dalam jaringan tubuh. Edema paling sering terjadi di
kaki atau lengan. Namun, kondisi ini juga dapat terjadi di bagian tubuh lainnya, seperti perut dan
wajah.

Edema pada kasus ringan sering terjadi dan biasanya tidak berbahaya. Akan tetapi,
edema juga dapat menjadi tanda penyakit serius, seperti gagal jantung, serta gangguan pada
hati, ginjal, atau otak. Oleh karena itu, pemeriksaan ke dokter saat terjadi edema sangat
penting dilakukan untuk mencari tahu penyebab yang mendasarinya.

B. Penyebab Edema

Edema terjadi ketika cairan di pembuluh darah keluar ke jaringan di sekitarnya.


Cairan tersebut kemudian menumpuk dan membuat jaringan tubuh menjadi bengkak.

Edema pada kasus yang ringan dapat terjadi akibat:

 Berdiri atau duduk yang terlalu lama


 Konsumsi makanan dengan kadar garam tinggi secara berlebihan

16
 Perubahan hormon pada masa pramenstruasi
 Kehamilan, karena tubuh lebih banyak menahan garam dan air dari biasanya

Selain akibat kondisi-kondisi di atas, edema juga dapat terjadi karena kondisi yang serius,
yaitu:

1. Kekurangan protein albumin

Protein, termasuk albumin, berperan menjaga cairan tetap berada dalam pembuluh


darah. Kekurangan protein dalam darah dapat menyebabkan cairan di dalam pembuluh darah
keluar dan menumpuk sehingga menyebabkan edema.

Kondisi yang dapat menyebabkan kekurangan albumin antara lain malnutrisi dan sirosis.

2. Reaksi alergi

Reaksi alergi, misalnya akibat gigitan serangga atau bulu hewan, dapat menyebabkan
edema. Hal ini terjadi karena respons tubuh terhadap alergen membuat cairan di dalam
pembuluh darah keluar ke area tersebut.

3. Kerusakan pembuluh darah vena pada kaki

Kondisi ini terjadi pada penyakit chronic venous insufficiency. Penyakit ini


menimbulkan gangguan pada pembuluh darah vena di kaki. Akibatnya, cairan di dalam aliran
darah menumpuk di pembuluh darah dan keluar ke jaringan sekitarnya.

4. Gagal jantung

Saat jantung mulai gagal berfungsi, salah satu atau kedua bilik jantung akan
kehilangan kemampuan memompa darah secara efektif. Akibatnya, cairan akan menumpuk
secara perlahan dan menimbulkan edema di kaki, paru-paru, atau perut.

5. Penyakit ginjal

17
Edema dapat terjadi akibat penyakit ginjal, khususnya sindrom nefrotik dan gagal
ginjal kronis. Hal tersebut terjadi karena cairan dalam tubuh tidak dapat dibuang melalui
ginjal yang rusak sehingga terjadi penumpukan. Edema yang disebabkan oleh penyakit ginjal,
dapat terjadi di kaki atau area sekitar mata.

6. Luka bakar

Luka bakar berat juga dapat menyebabkan edema. Hal ini terjadi karena luka bakar
bisa mengakibatkan kebocoran cairan ke jaringan di seluruh tubuh.

7. Infeksi

Sama halnya dengan luka bakar, infeksi berat, seperti selulitis atau COVID-19, juga
dapat menyebabkan kebocoran cairan ke jaringan pada bagian tubuh yang terinfeksi.

8. Gangguan sistem aliran getah bening

Sistem aliran getah bening berfungsi untuk membersihkan cairan berlebih dari
jaringan. Kerusakan pada sistem ini dapat menyebabkan kelenjar getah bening di suatu area
tubuh tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi penumpukan cairan.

9. Efek samping obat

Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek samping berupa edema. Contohnya
adalah obat antihipertensi, kortikosteroid, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), hormon
estrogen, dan obat diabetes.

Selain penyebab di atas, edema juga dapat terjadi akibat gangguan pada otak, seperti
cedera kepala, tumor otak, infeksi otak, dan penyumbatan cairan di otak. Edema yang
disebabkan oleh gangguan pada otak hanya menimbulkan edema di bagian otak saja.

C. Faktor risiko edema

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya edema, yaitu:

 Berjenis kelamin wanita


 Berusia lanjut (lansia)

18
 Memiliki berat badan berlebih
 Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat antihipertensi, obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS), atau obat diabetes
 Menderita penyakit kronis, seperti gagal jantung dan penyakit ginjal
 Baru menjalani operasi

Gejala Edema

Gejala yang dapat timbul akibat edema tergantung dari kondisi dan lokasi jaringan
yang bengkak. Keluhan yang muncul dan dapat dirasakan oleh penderitanya berupa:

 Pembengkakan pada anggota tubuh yang terkena, seperti lengan atau kaki
 Kulit pada area yang terkena edema menjadi kencang dan mengkilap
 Timbul lubang seperti lesung pipit selama beberapa detik jika kulit pada area edema
ditekan
 Ukuran perut membesar
 Sesak napas dan batuk bila terjadi edema di paru-paru
 Sulit berjalan karena kaki terasa lebih berat akibat pembengkakan

Selain keluhan di atas, gejala lain juga dapat muncul akibat edema yang disebabkan
oleh peradangan. Beberapa gejalanya adalah demam, serta kulit kemerahan, nyeri, atau
keterbatasan gerak pada bagian yang mengalami edema.

D. Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala yang telah disebutkan di atas,


terutama jika gejala muncul setelah melakukan kegiatan yang membuat Anda duduk atau
berdiri dalam waktu lama, seperti melakukan perjalanan panjang.

Selain itu, Anda perlu segera ke dokter jika mengalami gejala edema, seperti:

 Sesak atau sulit bernapas


 Nyeri dada
 Batuk

19
Gejala di atas dapat menjadi tanda edema paru dan dapat berakibat fatal jika tidak
segera ditanga ni.

Anda juga disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter bila perut membesar,
mengalami edema kaki yang parah sehingga sulit berjalan, atau mengalami edema di seluruh
tubuh (edema anasarka).

E. Diagnosis Edema

Untuk mendiagnosis edema, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai keluhan
yang dialami, riwayat kesehatan, dan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.

Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada area yang mengalami
pembengkakan, dilanjutkan dengan memeriksa kondisi hati, ginjal, dan jantung.

Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan penyebab


edema, antara lain:

 Tes darah, untuk memeriksa fungsi ginjal, hati, dan kadar albumin
 Tes urine, untuk memeriksa adanya kadar protein dan darah pada urine
 Pemindaian dengan foto Rontgen, USG, MRI, untuk mendeteksi penyebab yang
mendasari terjadinya edema, seperti kerusakan pembuluh darah vena
 Ekokardiografi, untuk mendeteksi apakah edema terkait dengan gangguan pada
jantung, seperti gagal jantung

F. Pengobatan Edema

Pada kasus yang ringan, edema akan pulih dengan sendirinya dengan beristirahat.
Akan tetapi, pada kasus yang parah, dokter akan memberikan obat-obatan yang jenisnya
disesuaikan dengan penyebab, seperti:

 Obat antialergi, untuk mengatasi edema yang disebabkan oleh reaksi alergi
 Obat pengencer darah, untuk menangani edema akibat kerusakan pembuluh darah
 Obat diuretik, untuk mengatasi edema yang terkait dengan gagal jantung atau
penyakit hati

20
Pada edema yang terjadi akibat efek samping obat, dokter dapat menyesuaikan jenis
dan dosis obat agar tidak menimbulkan edema pada penderita.

Selain metode pengobatan di atas, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
meredakan gejala dan membantu proses penyembuhan, yaitu:

 Tidak merokok
 Menurunkan berat badan jika memiliki berat badan berlebih
 Mengurangi konsumsi minuman beralkohol
 Tidak duduk atau berdiri terlalu lama
 Mengganjal kaki ketika sedang berbaring
 Berolahraga secara teratur, seperti berjalan atau berenang
 Mengurangi asupan garam dalam makanan
 Menggunakan stoking khusus untuk mencegah kaki bertambah bengkak

G. Komplikasi Edema

Jika tidak ditangani, edema dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:

 Sulit berjalan
 Nyeri yang bertambah parah
 Kaku
 Kulit meregang sehingga timbul gatal, rasa tidak nyaman, dan luka terbuka
 Infeksi di bagian yang mengalami pembengkakan
 Bekas luka di antara lapisan jaringan
 Penurunan elastisitas pembuluh darah, sendi, dan otot

H. Pencegahan Edema

Pencegahan edema tergantung pada penyebabnya. Umumnya, edema dapat dicegah


dengan menjalani gaya hidup sehat, seperti:

 Berolahraga secara rutin


 Mengonsumsi makanan dengan gizi yang lengkap dan seimbang
 Membatasi konsumsi garam
 Menjaga berat badan agar tetap ideal

21
Selain melakukan hal-hal di atas, Anda juga dianjurkan untuk melakukan kontrol
secara rutin jika menderita penyakit yang dapat menyebabkan edema, seperti diabetes, gagal
jantung atau penyakit ginjal.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga
diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang
dengan faktor risiko.

22
Pencegahan sekunder berfokus pada individu yang mengalami masalah kesehatan
atau penyakit, dan individu yang beresiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih
buruk. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada
tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara menghindarkan atau menunda akibat
yang timbul dari perkembangan penyakit.
Pencegahan tersier dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang
permanen dan tidak dapat disembuhkan. Kegiatan ini ditujukan untuk melaksanakan
tindakan rehabilitasi yang bertujuan membantu klien mencapai tingkat fungsi setinggi
mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan.

DAFTAR PUSTAKA

Admin Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, 2020. Mengenal Radioterapi Sebagai
Salah Satu Layanan Unggulan Rumah Sakit Bali Mandara, https://rsbm.baliprov.go.id/?
p=753, diakses pada 17 Juni 2022

dr. Marianti, 2017. Kemoterapi, Ini yang Harus Anda Ketahui


https://www.alodokter.com/kemoterapi-ini-yang-harus-anda-ketahui diakses pada 16 Juni
2022

23
dr. Pittara, 2022. Radioterapi, Ini yang Harus Anda Ketahui,
https://www.alodokter.com/radioterapi-ini-yang-harus-anda-ketahui, diakses pada 17 Juni
2022

F, Levina. 2020. Kemoterapi, https://www.sehatq.com/tindakan-medis/kemoterapi diakses


pada 16 Juni 2022

M, Fadhli Rizal. 2022. Apa yang Perlu Disiapkan sebelum Menjalani Kemoterapi?,
https://www.halodoc.com/artikel/apa-yang-perlu-disiapkan-sebelum-menjalani-kemoterapi,
diakses pada 16 Juni 2022

R, Nurul. 2020. Radioterapi , https://www.sehatq.com/tindakan-medis/radioterapi, diakses


pada 17 Juni 2022

24

Anda mungkin juga menyukai