OLEH :
MAIMUNAH
NIM : 152112007
ENDANG PUJI RIANTI
NIM : 152112018
YOSEP EKY DICKY PURWANTO
NIM:152112019
DOSEN PENGASUH :
WASIS PUJIATI, S.Kep,Ns.,M.Kep
JURUSAN KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul Upaya Pencegahan Primer,
Sekunder dan Tersier yaitu Pemeriksaan Reflek, Observasi Cairan Vagina dan
Observasi Edema . Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Keperawatan Maternitas di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Tanjungpinang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Maternitas yang telah memberikan tugas kepada kami dan juga kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan,
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Tanjungpinang, Juni 2022
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Simpulan ............................................................................................. 18
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah keadaan kesehatan yang sempurna baik
secara fisik, mental, dan sosial. Bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan
dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya
(Rohan dan Siyoto, 2013). Kesehatan reproduksi menjadi cukup misterius sepanjang hidup,
terutama bagi perempuan, selain karena rawan terpapar penyakit, juga berhubungan dengan
kehidupan soaialnya, misalnya kekurangan pendidikan yang cukup, kawin muda, kematian
ibu, masalah kesehatan reproduksi perempuan, masalah kesehatan kerja, menopause dan
masalah gizi (Manuaba,2005).
Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi pria dan wanita,
tetapi lebih dititik beratkan pada wanita. Keadaan penyakit pada wanita lebih banyak
dihubungkan dengan fungsi dan kemampuan bereproduksi serta tekanan sosial pada wanita
karena masalah gender.
Kesehatan bagi wanita adalah lebih dari kesehatan reproduksi. Wanita memiliki
kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi seksual dan reproduksi.
Wanita mempunyai sistem reproduksi yang sensitive terhadap kerusakan yang dapat terjadi
disfungsi atau penyakit. Wanita adalah subjek dari beberapa penyakit terhadap fungsi tubuh
oleh karena pengaruh laki-laki, pola penyakit pun berbeda dengan laki-laki karena adanya
perbedaan bntuk genetik, hormonal, ataupun perilaku gaya hidup. Penyakit pada sistem tubuh
ataupun pengobatan dapat berinteraksi dengan keadaan sistem reproduksi ataupun fungsinya.
Kebutuhan kesehatan bagi wanita dapat dikelompokan dalam dalam empat kategori.
Pertama, wanita memiliki kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi
seksual dan reproduksi. Kedua, wanita memiliki sistem reproduksi yang mudah cedera untuk
menjadi tidak berfungsi atau sakit, apakah terjadi sebelum sistem preproduksi tersebut
berfungsi atau sesudah berfungsi. Ketiga, wanita dapat terkena penyakit pada organ
reproduksi yang sama seperti pada pria, tetapi pola penyakit akan berbeda dari pria karena
struktur genetik wanita, lingkungan hormonal, serta perilaku gaya hidup yang berhubungan
dengan gender. Keempat, karena wanita sebagai subjek dari disfungsi sosial.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Pemeriksaan Reflek dan bagaimana persiapan
sebelum Pemeriksaan Reflek ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Observasi Cairan Vagina dan bagaimana persiapan
sebelum Observasi Cairan Vagina?
3. Apakah yang dimaksud dengan Observasi Edema dan bagaimana persiapan sebelum
melakukan Observasi Edema?
C. TUJUAN MASALAH
1. Mendeskripsikan persiapan sebelum melakukan Pemeriksaan Reflek
2. Mendeskripsikan persiapan sebelum melakukan Observasi Cairan Vagina
3. Mendeskripsikan persiapan sebelum melakukan Observasi Edema
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. PEMERIKSAAN REFLEK
A. Definisi
Serabut saraf motorik (sel tanduk anterior dan akson motoriknya yang melalui akar
ventral dan saraf tepi) disebut sebagai LMN yang dapat memberi hasil penurunan refleks.
Sementara itu, lengkung motorik yang menurun dari korteks serebral dan batang otak disebut
sebagai UMN yang menghasilkan adanya peningkatan refleks di sumsum tulang belakang
dengan mengurangi hambatan tonik pada segmen sumsum tulang belakang.
Hasil interpretasi refleks fisiologis dapat ditemukan adanya suatu patologi, seperti:
Hiperrefleks menandakan adanya lesi pada UMN, beberapa penyakit yang berkaitan adalah
multiple sclerosis, tumor kepala, stroke, defisiensi vitamin B12, amyotrophic lateral sclerosis
Hiporefleks menandakan adanya lesi pada LMN, beberapa penyakit yang berkaitan adalah
neuropati perifer, poliomielitis, amyotrophic lateral sclerosis
Pada pemeriksaan refleks superfisial, perangsangan dilakukan pada area kulit atau
membran mukosa dengan rangsangan sentuhan. Dengan pengecualian pada pemeriksaan
3
refleks cahaya pupil, dimana stimulasi menggunakan cahaya yang disinarkan ke pupil mata.
Refleks superfisial yang dimediasi oleh saraf kranial memiliki karakteristik konsensual,
dengan respon bilateral terhadap stimulus unilateral.
Pemeriksaan refleks fisiologis terbagi menjadi refleks dalam, disebut juga sebagai
refleks regang otot, refleks tendon, refleks periostal, refleks miotatik dan refleks fisiologis,
serta refleks superfisial. Untuk melakukan pemeriksaan refleks diperlukan alat pemeriksaan
khusus yaitu palu refleks, yang akan digunakan untuk mengetuk tendon dari tiap refleks yang
akan diperiksa.
B. Teknik
Persiapan Pasien
4
Sebelum melakukan pemeriksaan refleks fisiologis, pemeriksa perlu melakukan
anamnesis baik secara umum maupun secara khusus yang akan mengarahkan kepada
diagnosis. Selanjutnya pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, dan
juga apabila ada kecenderungan yang mengarah pada gangguan saraf perlu dilakukan
pemeriksaan saraf. Secara umum pemeriksaan saraf meliputi pemeriksaan saraf kranial,
pemeriksaan sistem motorik dan koordinasi (juga meliputi pemeriksaan refleks fisiologis dan
patologis), pemeriksaan sensasi, kemampuan kognitif dan memori, serta pemeriksaan sistem
saraf vegetatif (otonom) yang meliputi denyut nadi, pernapasan dan regulasi suhu tubuh serta
pencernaan.
Pemeriksa dapat meminta pasien untuk mengikuti arahan pada saat akan melakukan
pemeriksaan refleks fisiologis karena untuk menguji beberapa refleks tertentu dibutuhkan
posisi tubuh duduk, berbaring, atau menekuk area sendi tertentu. Serta pastikan area tubuh
yang akan dilakukan pemeriksaan refleks tidak tertutup dengan pakaian, sehingga pemeriksa
dapat menilai respon refleks dengan lebih jelas.
Peralatan
Untuk melakukan pemeriksaan refleks dalam diperlukan alat khusus berupa palu
refleks (hammer reflex) yang akan digunakan untuk mengetuk tendon. Sementara untuk
melakukan pemeriksaan refleks superfisial dapat menggunakan ujung dari palu refleks pada
bagian yang tajam ataupun menggunakan benda lain yang agak runcing seperti kayu geretan
atau kunci. Sementara untuk menguji refleks kornea diperlukan sepotong kapas yang
ujungnya dibuat runcing.
Posisi Pasien
Anggota gerak yang akan diperiksa refleks nya harus rileks dan tidak boleh tegang.
Posisi terbaik untuk pasien adalah berbaring atau duduk pada tempat tidur pemeriksaan.
5
Posisikan kedua sisi anggota gerak simetrik agar dapat dibandingkan kedua hasil
pemeriksaan pada kedua sisi anggota tubuh.[8,9]
Prosedural
Pada saat melakukan pemeriksaan refleks dalam, pemeriksa perlu memastikan posisi
dan teknik pengetukan palu refleks benar dan diketuk pada tendon yang tepat.
1. Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras, pemeriksa dapat memegang gagang
palu refleks dengan ibu jari dan jari telunjuk dan ayunkan secara terarah ke tendon
atau periosteum
2. Gerakan pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan tangan pemeriksa dan bukan
pada lengan pemeriksa, sehingga dapat bergerak secara leluasa
3. Pemeriksa juga harus memastikan letak anatomis pengetukan yaitu tendon
4. Pengetukan dilakukan secara tak langsung yaitu pengetukan dilakukan diatas tendon
pasien pada jari pemeriksa
5. Metode perkusi indirek ini dilakukan apabila tendon yang bersangkutan tidak
berlandasan pada bangunan yang cukup keras sehingga menyebabkan respon refleks
menjadi lemah atau kurang nyata. Metode tersebut dapat dilakukan untuk
membangkitkan refleks tendon bisep brachialis dan bisep femoris
Berikut adalah beberapa pemeriksaan refleks dalam yang lazim diperiksa pada
pemeriksaan rutin:
Refleks Glabela:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan pukulan singkat pada glabela atau
sekitar daerah supraorbitalis, yang akan mengakibatkan kontraksi singkat kedua m.
orbicularis oculi. Pusat refleks ini terletak di pons.
Pada lesi perifer n. facialis, refleks ini akan menurun ataupun negatif, sedangkan
pada sindrom parkinson refleks ini meningkat.
6
Pemeriksa dapat mengarahkan pasien untuk membuka mulut sedikit dan posisikan jari
telunjuk pemeriksa melintang di dagu lalu ketuk dengan palu refleks pada jari telunjuk
pemeriksa, yang akan memberikan respon berupa berkontraksinya m.masseter sehingga
mulut merapat. Pusat refleks ini terletak di pons.
Posisikan lengan pasien pada posisi semi fleksi sambil menempatkan ibu jari
pemeriksa di atas tendon otot biseps lalu ketukkan palu refleks pada ibu jari pemeriksa, yang
akan memberikan respon berupa fleksi lengan siku. Pusat refleks ini terletak pada C5-C6,
yang dipersarafi oleh n.musculocutaneus.
Refleks Triseps:
Posisikan lengan bawah pasien di sendi siku pada posisi semi fleksi dan sedikit
pronasi. Pemeriksa dapat mengetuk pada tendon insersio m.triceps yang berada sedikit di atas
olekranon, yang akan memberikan respons berupa gerakan ekstensi lengan bawah di sendi
siku. Pusat refleks ini terletak pada C6-C8, yang dipersarafi oleh n.radialis.
Refleks Brakhioradialis:
Posisikan lengan bawah pasien fleksi serta sedikit dipronasikan lalu pemeriksa
mengetuk pada tendon brachioradialis, yang berada di dasar dari processus styloideus radii.
Hal ini akan memberikan respon berupa lengan bawah fleksi dan supinasi. Pusat refleks ini
terletak pada C5-C6, dengan lengkung refleks ini melalui n.radialis.
Refleks Ulna:
Posisikan lengan bawah pasien semifleksi dan semi pronasi lalu ketukkan palu refleks
pada periosteum prosesus styloideus. Hal ini akan memberikan respon berupa pronasi tangan
karena adanya kontraksi m.pronator quadratus. Pusat refleks ini terletak pada C8, T1, yang
dipersarafi oleh n.ulnaris.
7
Posisikan tangan pasien pada posisi supinasi dan ditumpukan pada alas yang keras.
Posisikan jari telunjuk pemeriksa menyilang pada permukaan volar falang jari-jari pasien
kemudian ketuk jari telunjuk pemeriksa menggunakan palu refleks.
Pada kondisi normal, jari-jari pasien akan berfleksi pada bagian terminal falang,
demikian juga pada falang akhir ibu jari.
Apabila terdapat lesi piramidal, hasil menunjukan fleksi jari-jari lebih kuat. Pusat refleks ini
terletak pada C6-T1, dengan lengkung refleks ini melalui n.medianus.
Pada pemeriksaan refleks ini, posisi pasien dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu
pasien duduk dengan kedua kaki digantung, pasien duduk dengan kedua kaki menapak pada
lantai, dan posisi pasien berbaring terlentang dengan tungkai difleksikan pada sendi lutut.
Pemeriksa dapat memberikan stimulus dengan mengetuk pada tendon achilles, yang
akan mengakibatkan berkontraksinya m. triceps surae dan memberikan gerak plantar fleksi
pada kaki. Pusat refleks ini terletak pada S1-2, dengan lengkung refleks ini melalui n.tibialis.
8
Refleks Dalam Dinding Perut:
Posisikan pasien berbaring terlentang dengan kedua lengan lurus di samping tubuh.
Pemeriksa meletakkan jari atau kayu penekan lidah pada dinding perut dan mengetuk
menggunakan palu refleks diatasnya. Hal ini akan mengakibatkan otot dinding perut yang
bersangkutan berkontraksi. Pusat refleks ini terletak pada T6-T12.
Reaksi dinding perut ini memiliki nilai yang penting apabila dilakukan bersama
dengan refleks superfisial dinding perut. Apabila refleks dalam dinding perut meningkat,
sementara refleks superfisialis nya negatif maka hal ini menunjukan adanya lesi piramidal
pada tempat yang lebih atas dari T6.
Refleks superfisial terjadi karena terangsangnya kulit atau mukosa sehingga mengakibatkan
berkontraksinya otot di bawahnya atau di sekitarnya.
Refleks Kornea:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyentuh kornea mata pasien dengan sepotong
kapas yang ujungnya dibuat runcing, yang akan mengakibatkan dipejamkannya mata
(m.orbicularis oculi). Perlu dipastikan pasien tidak melihat arah datangnya kapas ke mata.
Sensibilitas kornea dipengaruhi oleh N.V sensorik cabang oftalmik.
Refleks kornea tampak berkurang atau justru tidak terjadi pada kondisi adanya
gangguan pada N.V sensorik, ataupun pada kondisi terjadinya kelumpuhan m.orbicularis
oculi yang dipersarafi oleh n.facialis (N.VII).
9
yang akan memberikan respon berupa otot (m. rectus abdominis) berkontraksi dan pusar
bergerak ke arah otot yang berkontraksi.
Pada beberapa kondisi dimana dinding perut kendur seperti pada kondisi multipara,
dan pada lanjut usia, ataupun pada kondisi dinding perut terlalu tegang seperti pada kondisi
hamil, asites, “defense muscular”, maka otot dinding perut tidak menunjukan refleks
berkontraksi. Refleks dinding perut superfisialis umumnya akan menghilang setelah beberapa
kali dilakukan. Pada lesi piramidalis, refleks ini akan menghilang.
Refleks Kremaster:
Pada kondisi adanya lesi di traktus piramidalis, akan memberi respon berupa
dorsofleksi ibu jari kaki dan gerakan mekar jari-jari kaki lainnya, yang
disebutrefleks Babinski (refleks patologis).
Follow Up
10
Setelah melakukan pemeriksaan refleks fisiologi bersamaan dengan pemeriksaan
neurologi lainnya hasil interpretasi akan menentukan lokasi gangguan saraf. Pemeriksaan
lanjutan membutuhkan alat bantu penunjang lainnya seperti radiologi maupun lumbal pungsi.
Interpretasi Hasil
Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan tegas antara tingkat refleks. Pada pasien
dengan refleks yang lemah, pemeriksa perlu melakukan palpasi otot pasien untuk mengetahui
apakah ada kontraksi.
Hasil refleks yang meningkat tidak selalu berarti ada gangguan patologis namun
apabila refleks pada sisi kanan tubuh dan sisi kiri berbeda maka kemungkinan besar hal ini
disebabkan oleh karena suatu kondisi patologis. Sehingga perlu diingat untuk selalu
membandingkan hasil refleks pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri)
C. Indikasi
11
pemeriksaan menunjukan perbedaan refleks pada kedua sisi tubuh atau asimetris, hal ini bisa
diartikan adanya kondisi patologis. Sehingga perlu diingat untuk membandingkan hasil
pemeriksaan pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri) pada saat melakukan pemeriksaan refleks
fisiologis.
Hasil refleks yang abnormal dapat mengindikasikan adanya gangguan pada tingkatan
sistem saraf. Apabila pada pemeriksaan refleks dalam menunjukan hasil refleks dalam
meningkat (hiperrefleks) dan refleks superfisial menurun (hiporefleks), maka hal ini dapat
menunjukan adanya gangguan pada upper motor neuron (UMN) seperti pada penyakit
berikut:
Multiple sclerosis
Pemeriksaan refleks (myotatic refleks) dalam juga dapat menunjukan hasil yaitu tidak
adanya refleks pada beberapa kondisi berikut:
12
Hasil pemeriksaan refleks superfisial yang menurun atau tidak ada ditemukan refleks
fisiologis menunjukan adanya gangguan pada jalur antara susunan saraf pusat dan sumsum
tulang belakang, sebagai contoh pada kondisi dengan kerusakan sumsum tulang belakang.
Contoh pemeriksaan refleks superfisial adalah refleks kremaster dan refleks abdomen.
Salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kelainan pada refleks superfisial adalah
cedera medula spinalis.
Refleks abdomen dipengaruhi oleh prosedur operasi terutama pada area inguinal dan
abdomen
Refleks kremaster dapat menghilang pada lesi di segmen Lumbal 1-2, usia lanjut, penderita
hidrokel atau varikokel, dan jika ada epididimitis.
Refleks anal, yang ditandai dengan kontraksi sphincter anal external ketika adanya goresan
pada kulit dekat anus, seringkali memberi hasil menurun ketika ada spinal cord injury
(cedera medula spinalis) (bersama dengan refleks superfisial lainnya)
Keluarnya cairan vagina tidak normal bisa menjadi tanda adanya gangguan pada
organ intim atau kesehatan tubuh Anda. Oleh karena itu, setiap wanita perlu mengetahui ciri-
ciri cairan vagina yang tidak normal agar bisa langsung mengantisipasinya ketika ini terjadi.
Cairan vagina dapat dikatakan normal bila memiliki warna yang bening atau putih,
bertekstur kental dan tidak lengket, serta tidak berbau. Sementara itu, cairan vagina yang
tidak normal biasanya memiliki aroma yang tidak sedap, berwarna tidak normal, dan
terkadang disertai beragam gejala lainnya, seperti gatal atau nyeri.
Di bawah ini adalah beberapa tanda cairan vagina tidak normal yang penting untuk Anda
ketahui:
Terjadi perubahan pada warna cairan vagina, misalnya dari yang biasanya putih
menjadi kuning kehijauan
13
Cairan vagina menjadi berbau tidak sedap atau tajam
Cairan vagina disertai adanya luka pada vagina
Volume cairan vagina mendadak meningkat atau cairan tampak menggumpal seperti
keju atau susu
Keluarnya cairan vagina disertai rasa gatal atau nyeri pada bagian kemaluan
Cairan vagina disertai perdarahan yang di luar masa menstruasi
Infeksi merupakan faktor paling umum yang menyebabkan perubahan cairan vagina menjadi
tidak normal. Contohnya adalah infeksi jamur, vaginosis bakterial, atau penyakit menular
seksual, seperti trikomoniasis, klamidia, herpes genital, atau gonorea.
Selain disebabkan oleh infeksi, cairan vagina yang tidak normal juga dapat terjadi akibat
penggunaan sabun pembersih vagina yang berlebih, konsumsi obat-obatan seperti
kortikosteroid, antibiotik, atau pil KB, serta komplikasi dari penyakit lain, seperti radang
pinggul, vaginitis, diabetes, dan kanker serviks.
Anda mungkin bingung ketika menghadapi cairan vagina yang berbeda dari biasanya.
Namun, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan saat mengalami cairan vagina tidak normal
berdasarkan tanda-tandanya, di antaranya:
Keluarnya cairan warna putih atau abu-abu dengan aroma amis bisa jadi pertanda
Anda mengalami bacterial vaginosis (BV). Infeksi ini tergolong umum terjadi dan kadang
menyebabkan iritasi atau gatal.
Jika mengalami ini, Anda disarankan untuk lebih sering mengganti pakaian dalam
ketika mulai lembap. Selain itu, bersihkan vagina dengan cara yang benar setiap kali buang
air kecil atau buang air besar. Pastikan area kemaluan kering sebelum memakai pakaian
dalam.
14
Keluarnya cairan tebal atau berwarna putih yang diiringi rasa gatal umumnya
disebabkan infeksi jamur. Infeksi ini juga tergolong umum terjadi pada sebagian besar
wanita.
Saat Anda mengalami kondisi seperti ini, langkah awal yang bisa dilakukan adalah
dengan menghindari mengenakan pakaian dalam yang ketat dan menghentikan penggunaan
sabun pembersih vagina.
Cairan warna kuning, hijau, atau berbusa biasanya disebabkan oleh infeksi menular
seksual, seperti trikomoniasis, klamidia, dan gonore. Selain cairan vagina yang tidak normal,
infeksi ini terkadang menimbulkan gatal dan nyeri, terutama saat buang air kecil atau
penetrasi seksual.
Karena cairan vagina berwarna kuning atau hijau kebanyakan disebabkan oleh infeksi
menular seksual, Anda sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual dalam bentuk apa pun,
baik itu seks penetrasi maupun seks oral.
Cairan vagina yang disertai luka pada organ kelamin dapat disebabkan oleh banyak
faktor, mulai dari virus herpes, sifilis, atau chancroid. Jika mengalami kondisi semacam ini,
jangan menyentuh luka atau segera cuci tangan setelah menyentuh luka. Selain itu, Anda juga
disarankan untuk menghentikan hubungan seksual.
Keluarnya cairan vagina abnormal yang disertai darah bisa disebabkan oleh banyak
faktor, mulai dari vaginitis, sindrom polikistik ovarium (PCOS), atau atrofi vagina. Tak
hanya itu, kondisi ini juga bisa menandakan adanya kanker rahim, kanker serviks, atau
kanker ovarium.
15
Untuk melihat apakah gejala ini benar-benar disebabkan oleh masalah kesehatan,
Anda bisa tunggu selama beberapa hari. Bila memang Anda tidak mengalami menstruasi,
segera periksakan diri ke dokter.
Perlu dipahami bahwa langkah di atas hanya merupakan langkah awal ketika
mendapati cairan vagina yang tidak normal. Langkah-langkah di atas tidak dapat mengobati
keluhan, sehingga Anda juga perlu segera berkonsultasi dengan dokter.
3. OBSERVASI EDEMA
A. Definisi Edema
Edema adalah penumpukan cairan dalam jaringan tubuh. Edema paling sering terjadi di
kaki atau lengan. Namun, kondisi ini juga dapat terjadi di bagian tubuh lainnya, seperti perut dan
wajah.
Edema pada kasus ringan sering terjadi dan biasanya tidak berbahaya. Akan tetapi,
edema juga dapat menjadi tanda penyakit serius, seperti gagal jantung, serta gangguan pada
hati, ginjal, atau otak. Oleh karena itu, pemeriksaan ke dokter saat terjadi edema sangat
penting dilakukan untuk mencari tahu penyebab yang mendasarinya.
B. Penyebab Edema
16
Perubahan hormon pada masa pramenstruasi
Kehamilan, karena tubuh lebih banyak menahan garam dan air dari biasanya
Selain akibat kondisi-kondisi di atas, edema juga dapat terjadi karena kondisi yang serius,
yaitu:
2. Reaksi alergi
Reaksi alergi, misalnya akibat gigitan serangga atau bulu hewan, dapat menyebabkan
edema. Hal ini terjadi karena respons tubuh terhadap alergen membuat cairan di dalam
pembuluh darah keluar ke area tersebut.
4. Gagal jantung
Saat jantung mulai gagal berfungsi, salah satu atau kedua bilik jantung akan
kehilangan kemampuan memompa darah secara efektif. Akibatnya, cairan akan menumpuk
secara perlahan dan menimbulkan edema di kaki, paru-paru, atau perut.
5. Penyakit ginjal
17
Edema dapat terjadi akibat penyakit ginjal, khususnya sindrom nefrotik dan gagal
ginjal kronis. Hal tersebut terjadi karena cairan dalam tubuh tidak dapat dibuang melalui
ginjal yang rusak sehingga terjadi penumpukan. Edema yang disebabkan oleh penyakit ginjal,
dapat terjadi di kaki atau area sekitar mata.
6. Luka bakar
Luka bakar berat juga dapat menyebabkan edema. Hal ini terjadi karena luka bakar
bisa mengakibatkan kebocoran cairan ke jaringan di seluruh tubuh.
7. Infeksi
Sama halnya dengan luka bakar, infeksi berat, seperti selulitis atau COVID-19, juga
dapat menyebabkan kebocoran cairan ke jaringan pada bagian tubuh yang terinfeksi.
Sistem aliran getah bening berfungsi untuk membersihkan cairan berlebih dari
jaringan. Kerusakan pada sistem ini dapat menyebabkan kelenjar getah bening di suatu area
tubuh tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi penumpukan cairan.
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek samping berupa edema. Contohnya
adalah obat antihipertensi, kortikosteroid, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), hormon
estrogen, dan obat diabetes.
Selain penyebab di atas, edema juga dapat terjadi akibat gangguan pada otak, seperti
cedera kepala, tumor otak, infeksi otak, dan penyumbatan cairan di otak. Edema yang
disebabkan oleh gangguan pada otak hanya menimbulkan edema di bagian otak saja.
Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya edema, yaitu:
18
Memiliki berat badan berlebih
Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat antihipertensi, obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS), atau obat diabetes
Menderita penyakit kronis, seperti gagal jantung dan penyakit ginjal
Baru menjalani operasi
Gejala Edema
Gejala yang dapat timbul akibat edema tergantung dari kondisi dan lokasi jaringan
yang bengkak. Keluhan yang muncul dan dapat dirasakan oleh penderitanya berupa:
Pembengkakan pada anggota tubuh yang terkena, seperti lengan atau kaki
Kulit pada area yang terkena edema menjadi kencang dan mengkilap
Timbul lubang seperti lesung pipit selama beberapa detik jika kulit pada area edema
ditekan
Ukuran perut membesar
Sesak napas dan batuk bila terjadi edema di paru-paru
Sulit berjalan karena kaki terasa lebih berat akibat pembengkakan
Selain keluhan di atas, gejala lain juga dapat muncul akibat edema yang disebabkan
oleh peradangan. Beberapa gejalanya adalah demam, serta kulit kemerahan, nyeri, atau
keterbatasan gerak pada bagian yang mengalami edema.
Selain itu, Anda perlu segera ke dokter jika mengalami gejala edema, seperti:
19
Gejala di atas dapat menjadi tanda edema paru dan dapat berakibat fatal jika tidak
segera ditanga ni.
Anda juga disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter bila perut membesar,
mengalami edema kaki yang parah sehingga sulit berjalan, atau mengalami edema di seluruh
tubuh (edema anasarka).
E. Diagnosis Edema
Untuk mendiagnosis edema, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai keluhan
yang dialami, riwayat kesehatan, dan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada area yang mengalami
pembengkakan, dilanjutkan dengan memeriksa kondisi hati, ginjal, dan jantung.
Tes darah, untuk memeriksa fungsi ginjal, hati, dan kadar albumin
Tes urine, untuk memeriksa adanya kadar protein dan darah pada urine
Pemindaian dengan foto Rontgen, USG, MRI, untuk mendeteksi penyebab yang
mendasari terjadinya edema, seperti kerusakan pembuluh darah vena
Ekokardiografi, untuk mendeteksi apakah edema terkait dengan gangguan pada
jantung, seperti gagal jantung
F. Pengobatan Edema
Pada kasus yang ringan, edema akan pulih dengan sendirinya dengan beristirahat.
Akan tetapi, pada kasus yang parah, dokter akan memberikan obat-obatan yang jenisnya
disesuaikan dengan penyebab, seperti:
Obat antialergi, untuk mengatasi edema yang disebabkan oleh reaksi alergi
Obat pengencer darah, untuk menangani edema akibat kerusakan pembuluh darah
Obat diuretik, untuk mengatasi edema yang terkait dengan gagal jantung atau
penyakit hati
20
Pada edema yang terjadi akibat efek samping obat, dokter dapat menyesuaikan jenis
dan dosis obat agar tidak menimbulkan edema pada penderita.
Selain metode pengobatan di atas, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
meredakan gejala dan membantu proses penyembuhan, yaitu:
Tidak merokok
Menurunkan berat badan jika memiliki berat badan berlebih
Mengurangi konsumsi minuman beralkohol
Tidak duduk atau berdiri terlalu lama
Mengganjal kaki ketika sedang berbaring
Berolahraga secara teratur, seperti berjalan atau berenang
Mengurangi asupan garam dalam makanan
Menggunakan stoking khusus untuk mencegah kaki bertambah bengkak
G. Komplikasi Edema
Sulit berjalan
Nyeri yang bertambah parah
Kaku
Kulit meregang sehingga timbul gatal, rasa tidak nyaman, dan luka terbuka
Infeksi di bagian yang mengalami pembengkakan
Bekas luka di antara lapisan jaringan
Penurunan elastisitas pembuluh darah, sendi, dan otot
H. Pencegahan Edema
21
Selain melakukan hal-hal di atas, Anda juga dianjurkan untuk melakukan kontrol
secara rutin jika menderita penyakit yang dapat menyebabkan edema, seperti diabetes, gagal
jantung atau penyakit ginjal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga
diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang
dengan faktor risiko.
22
Pencegahan sekunder berfokus pada individu yang mengalami masalah kesehatan
atau penyakit, dan individu yang beresiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih
buruk. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada
tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara menghindarkan atau menunda akibat
yang timbul dari perkembangan penyakit.
Pencegahan tersier dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang
permanen dan tidak dapat disembuhkan. Kegiatan ini ditujukan untuk melaksanakan
tindakan rehabilitasi yang bertujuan membantu klien mencapai tingkat fungsi setinggi
mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA
Admin Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, 2020. Mengenal Radioterapi Sebagai
Salah Satu Layanan Unggulan Rumah Sakit Bali Mandara, https://rsbm.baliprov.go.id/?
p=753, diakses pada 17 Juni 2022
23
dr. Pittara, 2022. Radioterapi, Ini yang Harus Anda Ketahui,
https://www.alodokter.com/radioterapi-ini-yang-harus-anda-ketahui, diakses pada 17 Juni
2022
M, Fadhli Rizal. 2022. Apa yang Perlu Disiapkan sebelum Menjalani Kemoterapi?,
https://www.halodoc.com/artikel/apa-yang-perlu-disiapkan-sebelum-menjalani-kemoterapi,
diakses pada 16 Juni 2022
24