Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“PEMERIKSAAN SENSORIK MOTORIK, REFLEKS”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. Febi Sagitaria 1611315001


2. Utari Cintya Dewi 1711311007
3. Putri Rahmadhani 1711311011
4. Amelia Jamirus 1711311013
5. Mutiara Yerivanda 1711311017
6. Weriska Oktrivani 1711311023
7. Lilian Meutia 1711311027

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG/ 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami kirmkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat membuat dan menyelesaikan laporan
pendahuluan kami yang berjudul “PEMERIKSAAN SENSORIK MOTORIK,
REFLEKS”. Pada laporan pendahuluan ini kami tampilkan hasil diskusi kami, kami
juga mengambil beberapa kesimpulan dari hasil diskusi yang kami lakukan.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan maupun proses penyelesaian laporan pendahuluan ini. Laporan
pendahuluan ini kami harapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi
para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses
pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun pembahasan dalam makalah ini, sehingga belum begitu sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut sehingga laporan pendahuluan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 24 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................


DAFTAR ISI ..........................................................................................
BAB I : PEMBAHASAN .......................................................................
1.1 Hubungan&perasaan system sensorik morotorik&refleks ........... …
1.2 Manifestasi dari gangguan system motoric,sensoris&refleks .........
1.3 Metode pemeriksaan ........................................................................
1.4 Anamnesa .........................................................................................

BAB II : PEMERIKSAAN SITEM MOTORIK ...................................


2.1 Pemeriksaan fisik .............................................................................

2.1.1 Upper motor neuron ( UMN ) ..................................................

2.1.2 Susunan Pyramidal ..................................................................

2.1.3 Susunan Ektrapyramidal ........................................................

2.1.4 Lower Motor neuron ( LMN ) ................................................

2.1.5 Perbedaan UMN & LMN .......................................................

2.2 Pemeriksaan fisik ..............................................................................

2.2.1 Tes khusus pada pemeriksaan motorik ...................................

BAB III : PEMERIKSAAN SITEM SENSORIS ..................................


3.1 Pemeriksaan sensibilitas eksteroseptik ............................................

BAB IV : REFLEKS ..............................................................................


4.1 Refleks dalam (reflex regang otot) ..................................................

4.2 Pemeriksaan refleks .........................................................................


4.3 Pemeriksaan reflex dalam ................................................................

4.4 Pemeriksaan Refleks patologik ........................................................

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

Umur harapan hidup diberbagai kawasan dunia bertambah karena turunnya


angka kematian. Hal ini ditunjang oleh majunya teknologi dibidang kedokteran
yang dalam beberapa dasawarsa ini telah banyak berperan penting dalam
penyediaan alat dan fasilitas kedokteran yang sangat bermanfaat dalam
mendiagnosa suatu penyakit. Alat-alat tersebut sangat membantu para dokter untuk
mendiagnosa secara tepat adanya pendarahan otak dan keganasan otak melalui
pemeriksaan pencitraan.

Dibidang praktek klinik, terjadi perkembangan hubungan antara ilmu


dangan pelayanan kesehatan dan adanya tendensi dibidang pelayanan kesehatan
akibat globalisasi ekonomi. Hingga kini kita masih tetap dan harus memupuk
kemampuan kita untuk melihat, mendengar serta mengobservasi pasien. Dengan
pemeriksaan anamnesis fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan
diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

Fungsi penting sistem saraf adalah mengatur berbagai aktivitas tubuh.


Semua hal ini merupakan gabungan dari system motorik, sonsorik, dan reflek baik
dari susunannya, fungsi, maupun pemeriksaan adalah suatu yang paling vital dan
mendasar untuk mendiagnosa suatu kelainan atau penyakit dalam neurologi.

1.1 Hubungan Dan Peranan Sistem Sensorik, Motorik Dan Reflek

Sistem motorik, sensorik dan reflek merupakan suatu sistem kompleks yang
saling berhubungan. Sistem motorik bermanifestasi dalam gerakan otot,sistem
sensoris menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya (sensasi).
Sedangkan refleks merupakan jawaban involuntar dari rangsangan. Untuk
menggerakkan otot yang tidak hanya melibatkan sistem motorik saja tetapi juga
sistem sensorik dan reflek, misal ketika seseorang menginjak batu yang runcing
atau perasaan yang tidak nyaman lainnya seperti memegang atau mengangkat
secangkir kopi yang sangat panas. Maka informasi tersebut dikirim ke otak,
kemudian otak mengirim pesan ke otot tentang bagaimana otot tersebut merespon.
Perpindahan / pertukaran infomasi semacam ini melibatkan terutama dua jalur
syaraf yang kompleks yaitu jalur sensoris ke otak dan jalur motorik ke otot, selain
itu suatu gerakan reflek juga dapat terjadi. Dengan kata lain dapat di katakan bahwa
masukan dari sistem sensorik memainkan peranan dalam mengontrol fungsi
motorik melalui koneksi-koneksi didalam korteks sensori motoris atau jaras-jaras
serebelum, sebaliknya impuls dari korteks sensoris motorik melaui jaras descenden
mempengaruhi fungsi neuron sensorik dalam sumsum tulang, batang otak,
thalamus.

1.2 Manifestasi Dari Gangguan Sistem Motorik, Sensoris Dan Refleks


Manifestasi klinis dari ganguan sistem motorik, sensoris & refleks cukup
banyak ditemukan di masyarakat. Suatu kelemahan ataupun kelumpuhan otot dapat
mengindikasi adanya kerusakan pada saraf motorik, sedangkan jika timbul sensasi
abnormal atau berkurangnya kepekaan rasa atau sensasi dapat mengindikasi adanya
kerusakan pada syaraf sensoris. Adapun refleks sangat penting artinya dalam
mendiagnosa dan melokalisasi lesi neurologi. Oleh karena itu penguasaan tentang
sistem sensoris, motorik, dan refleks baik susunan, fungsi maupun pemeriksaan
untuk mendiagnosa merupakan suatu hal yang paling vital dan mendasar.

1.3 Anamnesa

LANGKAH-LANGKAH PENTING PADA ANAMNESA

 Beri salam pasien, memperkenalkan diri

 Membuat pasien tidak canggung dengan menanyai hal-hal yang ringan

 Identifikasi pasien, dengan cara yang sesuai

 Menanyakan keluhan pasien yang membawa ke dokter, berapa lama keluhan


tersebut Menanyakan bagaimana riwayat sakit

 Menanyakan sakit sebelumnya, riwayat keluarga, pekerjaan, kebiasaan yang


mungkin terkait dengan sakit sekarang
 Memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan, yang akurat telah
diperoleh semua

1.4 Metode Pemeriksaan

Pemeriksaan sebetulnya sudah dimulai saat pemeriksa / perawat bertemu


pasien pertama kali, selama observasi atau saat-saat tertentu, perawat dapat
memeriksa pasien, memperhatikan penampilan, cara bicara, sikap, keadaan
fisiologis atau psikologis; sesuai tujuan pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik :

 inspeksi

 palpasi perkusi

 Auskultasi
a. INSPEKSI

Inspeksi memakai indera mata. Bagian yang diperiksa harus terbuka;


diusahakan pasien sendiri yang membuka pakaiannya untuk pemeriksaan. Pakaian
sebaiknya tidak dibuka sekaligus, dibuka sebagian demi sebagian. Diperlukan
selimut untuk menutup bagian tubuh sementara (misalnya kaki, perut).
Pada inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak
abnormal yang tidak dapat dikendalikan.
- Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh.
Bagaimana sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak
dan berjalan.

- Bentuk
Perhatikan adanya deformitas.
- Ukuran
Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan
yang kanan. Orang dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa
kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh lebih pendek
daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur
(bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi. Perhatikan kontur
(bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya
berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau
atrofi.
- Gerakan abnormal yangtidak terkendali
Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita ialah:
tremor, khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, fasikulasi, dan
miokloni.
- Tremor
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan
getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang
berlawanan secara bergantian. la dapat melibatkan satu atau lebih
bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah: tremor
normal atau fisiologis; tremor halus (disebut juga tremor toksik)
dan tremor kasar.
- Khorea
Pada khorea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong,
aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh
badan atau seluruh badan.

- Atetose

Berlainan dari khorea yang gerakannya berlangsung cepat,


mendadak, dan terutama melibatkan bagian distal, maka atetose
ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan
melibatkan otot bagian distal.
- Balismus
Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyong-
konyong, kasar dan cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet
yang letaknya proksimal.
- Spasme
Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena
kontraksi otot-otot yang biasanya disarafi oleh satu saraf
- Tik (tic)
Tik merupakan suatu gerakan yang terkoordinir, berulang, dan
melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.
- Fasikulasi
Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu
berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik.
- Miokloni
Miokloni ialah gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara
cepat, sekonyong-konyong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak
terkendali. Otot yang berkontraksi dapat meliputi sebagian dari satu
otot, seluruh otot atau sekelompok otot-otot tanpa memandang
asosiasi fungsional otot tersebut..

b. PALPASI

Palpasi adalah melakukan tindakan meraba dengan satu atau dua tangan atau
jari tangan. Palpasi merupakan usaha untuk menegaskan apa yang dilihat, disamping
untuk menemukan yang tidak terlihat
Palpasi membedakan :

 tekstur : dengan ujung jari (satu atau lebih), kasar, lembut, nodul

 dimensi : ukuran dengan penggaris


 konsistensi : dilakukan dengan ujung jari, tergantung
densitas/ketegangan jaringan : lunak, kenyal (seperti karet), keras
(seperti batu)
 suhu : perkiraan, memakai punggung ujung jari (bagian tersebut kulit
tipis, banyak saraf), hangat, dingin
 apabila ditemukan benjolan, maka perlu diketahui apakah benjolan
bergerak atau tidak
 lembab, kering

 Ballotment : adalah mendeteksi benda yang bergerak dalam cairan

 Palpasi dapat juga menemukan getaran (thrill) misalnya pada

pemeriksaan struma yang hipertiroid. Juga pada atau pemeriksaan

fremitus suara paru.

Palpasi pada Extremitas Inferior


Sebelum anda menyentuh bagian-bagian ekstremitas inferior mintalah kepada
penderita untuk memberi tahukan nada bila terasa sakit. Raba untuk:
 nyeri tekan
 panas
 pembengkakan
 fluktuasi (efusi)
 krepitasi (sensasi gemeretak/suara gesekan antara tulang dengan tulang).
Krepitasi biasanya berhubungan dengan fraktur atau osteoarthritis.
Tes ruang gerak sendi secara pasif dan aktif, (harus dilakukan dengan
lembut), apakah gerakan secara pasif sama jauhnya seperti gerakan aktif.
Keterbatasan ruang gerak sendi mungkin diakibatkan oleh :
 nyeri

 kaku otot
 kontraktur

 inflamasi

 penebalan struktur partikuler

 efusi kedalam rongga sendi

 pertumbuhan tulang / kartilago

 keadaan nyeri yang tidak berhubungan dengan sendi (mungkin otot /

tulang)

Bandingkan temperatur kulit kaki, tungkai bawah dan paha. Rasakanlah


pulsasi arteria femoralis, poplitea, tibialis posterior, dan dorsalis pedis.
 Arteria femoralis dipalpasi pada pertengahan antara spina illiaca anterior
superior dan sympisis pubis tepat dibawah ligamentum inguinale.
 Arteri poplitea yang paling baik dipalpasi secara dalam pada fossa
poplitea sedikit ke sisi lateral antara tendon-tendon paha; penderita
dalam posisi mukanya menghadap ke bawah dengan lutut di fleksikan
90 derajad. Pulsus poplitea terletak dalam fossa poplitea dapat diraba
dengan sedikit memfleksikan lutut.
 Posisi penderita untuk palpasi arteri poplitea. Pemeriksa menyangga
tungkai bawah penderita dalam keadaan fleksi hampir 90 derajat dengan
satu lengan dan mengadakan palpasi pada fossa poplitea dengan tangan
lainnya. Pulsus poplitea dapat hanya terasa hanya pada posisi ini
 Arteri tibialis posterior dapat diraba pada pertengahan antara tendon
asiles dan maleolus medialis. Pulsus tibialis posterior terletak postero
inferior dari maleolus medialis tibia

 Arteri dorsalis pedis terasa pada pertengahan antara mata kaki dan basis
jari-jari. Ini tepat sebelah lateral tendon muskulus ekstensor hallucis
longus yang terlihat apabila penderita mengadakan dorso fleksi ibu jari
kakinya. Kadang- kadang arteri dorsalis pedis dibentuk oleh ramus
perforate arteri peronea, jika demikian akan didapati pada posisi yang
lebih ke lateral. Pulsus dorsalis pedis terletak menyilang arkus dorsum
pedis.
 Arteri tibialis anterior dapat terasa pada bagian lateral tendo muskuli
extensor halucis longus pertengahan antara maleoli. Mintalah penderita
agar menggerakkan ekstrimitasnya dalam jangkauan yang normal.

Palpasi pada Ekstremitas Superior

Rasakan pulsus radialis, ulnaris, brakialis dan aksilaris. Arteri radialis dan
ulnaris dapat diraba sebelah medial prosesus stiroideus radii et ulnae, masing –
masing pada permukaan volar pergelangan tangan. Palpasi arteri radialis dapat
dipalpasi untuk mengetahui kesimetrisan pulsasi. Jika keduanya teraba dan normal,
tidak perlu dinilai arteri brakialis kecuali untuk menentukan letak stetoskop untuk
sfigmomanometer.
Arteri brakialis terasa pada sebelah medial bagian sepertiga tengah lengan
atas dan pada bagian tengah fossa ante cubiti.Arteri aksilaris terasa paling baik pada

apeks aksila dengan lengan abduksi 900 pada bahu. Rasakanlah telapak tangan dan
perhatikan suhu serta kelembapannya. Mintalah pada penderita untuk menggerakkan
lengannya dalam jangkauan yang normal termasuk pergelangan tangan, sendi siku
dan sendi bahu.
BAB II

PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK

Sistem motorik adalah suatu system yang mengontrol atau yang mengatur
hal ikhwal yang berkaitan dengan otot skeletal yang terdiri dari unsur saraf dan
muscular.

2.1 PEMERIKSAAN FISIK/ FISIK DIAGNOSIS

Pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat penting


artinya dalam klinis. Pada saat palpasi pasien diminta mengistirahatkan ototnya
kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan konsistensi dan
adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun lebih
lembek pada palpasi. Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas
otot, keletihan karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama
dalam keadaan spasmus reflektorik,dll.
Sistem motorik meliputi beberapa komponen :

 Neuron Sentral : merupakan neuron neuron dari korteks motorik ke inti


inti saraf di batang otak dan medulla spinalis. Neuron sentral ini disebut
UMN (Upper Motor Neuron).
 Neuron Perifer : merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak
dan medulla spinalis ke otot. Neuron Perifer ini disebut LMN (Lower
Motor Neuron).
 Motoric End Plate merupakan penghubung antara neuron dan otot.

 Otot
SUSUNAN SOMATO MOTORIK

UNSUR SARAF UNSUR MUSKULER

UMN LMN MOTORIC END PLATE OTOT


SKELETAL

SUS. PIRAMIDAL SUS. EKSTRA PIRAMIDAL

2.1.1 UPPER MOTOR NEURON (UMN)

Rangsangan saraf yang disalurkan melalui saraf disebut Impuls. Impuls ini
disampaikan ke otot untuk menghasilkan gerakan gerakan otot disebut impuls
motorik. Semua neuron di korteks serebri yang menyalurkan impuls motorik ke inti
motorik di LMN tergolong dalam UMN.
 UMN ini disusun oleh

 Susunan pyramidal

 Susunan ekstra pyramidal


2.1.2 SUSUNAN PYRAMIDAL
Dimulai dari sel sel neuron di lapisan ke 5 korteks presentralis (area 4
Broadman) dan akson aksonnya menyusun system pyramidalis. Neuron neuron
tersebut tertata didaerah gyrus presentralis yang mengatur gerakan otot tubuh
tertentu dinamakan Penataan Somatotropik. Akson akson neuron di gyrus
presentralis menuju ke neuron neuron yang menyusun inti saraf otak motorik dan
neuron neuron yang terletak di kornu anterior seluruh medulla spnalis . hubungan
akson tersebut bersifat monosinaptik dan kontralateral.
Akson ini membentuk suatu berkas yang disebut TRAKTUS PYRAMIDALIS
yang terdiri dari:
 Serabut kortikobulbaris (ke inti motorik saraf otak)

 Serabut kortikospinalis (ke kornu anterior medulla spinalis)


Gerakan yang dibangkitkan oleh impuls pyramidalis menimbulkan gerakan yang
bersifat :
 Halus, luwes, tepat dan khusus.

 Melibatkan otot otot distal lebih sering dari pada otot proksimal

 Lebih banyak mempengaruhi fungsi anggota gerak atas dari pada anggota
gerak bawah.
 Terutama mengelola motor unit yang kecil secara kontralateral.
2.1.3 SUSUNAN EKSTRAPYRAMIDAL

Impuls-impuls ekstrapyramidal sebelum tiba di motoneuron terlebih dahulu


mengalami berbagai pengolaha & perubahan di inti-inti yang dalam.
 Inti inti yang menyusun ekstrapyramidal :

Korteks motorik tambahan (area 4, 6, 8 )

 Ganglia basalis : nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus,


substansia nigra, korpus subtalamikum (Luysii), nucleus
ventrolateralis Talami
 Nucleus Ruber & substansia retikularis atang otak.
 Serebellum

System ekstrapiramidalis ini dibagi atas 3 lintasan :

a. Lintasan Sirkuit Pertama

Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti melewati
korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis, korteks
serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami,
korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis.
Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks pyramidalis
& ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks serebellum.
Gangguan feedback lintasan ini timbul :

 Ataksia

 Dismetria

 Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung.

b. Lintasan Sirkuit Kedua

Menghubungkan korteks area 4S & area 6 dengan korteks motorik piramidalis


& ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus
ventrolateralis talami.

Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk mengadakan


INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis, agar gerakan volunteer
yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai.
Gangguan pada substansia nigra menimbulkan :

 Tremor sewaktu istrahat

 Gejala-gejala motorik lain : sering ditemukan pada sindroma


Parkinson
c. Lintasan Sirkuit Ketiga

Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk
diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus
ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh
nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis &
ekstrapiramidalis (area 6).

Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI . sebagian impuls ini


disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.

Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka :

- Timbul gerakan involunter ( gerakan spontan yang tidak dapat


dikendalikan)

o Khorea

o Atetosis

Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus

o Balismus akibat lesi di Nukleus Luysii

Peranan / aktivitas susunan ekstrapiramidal :

- Mengurus regulasi & integrasi gerakan sekutu / mengurus komponen


tonik dari gerakan volunteer.
- Mengintegrasikan aktivitas serebellum dalam perencanaan untuk
mencetuskan impuls motorik involunter & volunter.

Gangguan pergerakan UMN memberikan gejala gejala berupa :

- Parese / paralysis
- Spastis, tonus meninggi & clonus (kaki & lutut)

- Hyper-refleksia

- Reflex patologi (+)

- Tidak ada atropi tapi bisa terdapat disuse atropi

2.1.4 LOWER MOTOR NEURON (LMN)


Merupakan neuron susunan neuromuskulus yang langsung berhubungan
dengan otot. LMN dapat dijumpai pada batang otak sebagai sel-sel motorik dari inti
saraf dan pada medulla spinalis sebagai sel-sel motorik di cornu anterior.
Gangguan pergerakan LMN terjadi apabila lesi paralysis terdapat pada
Motoneuron, Neuroaxis (axon), Motor end plate & Otot.
Gejala-gejala berupa :

- Parese/ paralysis yang sifatnya flaccid (lemas)

- Arefleksia

- Tidak ada refleks patologis

- Timbul atropi otot

2.1.5 Perbedaan UMN & LMN

UMN LMN
Kekuatan Parese - Paralisis Parese – Paralisis
Tonus Meningkat /Spastik Menurun Flaccid
Clonus (+)
Refleks Fisiologis Menigkat Menurun – hilang
Refleks Patologi + -
Atropi Disuse Atropi (+)
2.2 PEMERIKSAAN FISIK / FISIK DIAGNOSTIK

Baik dalam pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat


penting artinya dalam klinis. Pada saat palpasi, Pasien diminta mengistirahatkan
ototnya kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan: Konsistensi
dan adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun lebih
lembek pada palpasi. Adapun arti klinisnya antara lain:
Konsistensi keras pada :

 spasmus otot

 perubahan patologik pada otot sendiri seperti miotonia,


penyakit McArdle,dll.
 kelumpuhan UMN

 gangguan gerakan akibat lesi UMN pada susunan


ekstrapiramidalis yang diikuti rigiditas.

 kontraktur otot.

Konsistensi lembek pada :

 kelumpuhan LMN akibat denervasi otot .

 kelumpuhan LMN akibat lesi di motor end plate

Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas otot, keletihan
karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama dalam keadaan
spasmus reflektorik, dll.
Nilai tonus otot pada berbagai posisi anggota gerak

2.2.1 TES-TES KHUSUS PADA PEMERIKSAAN MOTORIK

 Pemeriksaan kekuatan otot.

Penderajatan tenaga otot antara yang normal dan subnormal adalah yang
paling sukar. Sedangkan penderajatan antara lumpuh total dan normal adalah yang
paling mudah. Dalam melakukan penderajatan dapat digunakan 4 metode yang
sedikit berbeda:
 Pasien disuruh menahan usaha si pemeriksa untuk menggerakan salah
satu anggota geraknya.
 Pasien diminta untuk menggerakan bagian anggota geraknya dan si
pemeriksa menahan gerakan yang akan dilaksanakan pasien itu.
 Pasien diminta untuk melakukan gerakan kearah yang melawan gaya
tarik bumi (gravitasi bumi).

Gerakan-gerakan voluntary yang harus dinilai secara umum adalah sebagai berikut:

 Pada extremitas tubuh bagian atas:

 Ekstensi dan fleksi di sendi siku:

 Penggerak utama pada gerakan eksentasi sendi siku adalah otot


triseps (C6,7,8).
 Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi siku adalah otot biseps
(C5,6).
Gambar 1 : pemeriksaan ekstensi dan fleksi sendi siku

 Ekstensi dan fleksi di pergelangan tangan.

 Penggerak utama pada gerakan eksentasi pergelangan tangan adalah


otot ekstensor karpi radialis dan otot ekstensor karpi ulnaris yang
diinervasi oleh N.radialis.

Gambar 2: pemeriksaan ekstensi sendi pergelangan


tangan

 Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi pergelangan tangan


adalah otot fleksor karpi radialis (C6-7, N.medianus) dan otot
fleksor karpi ulnaris.
Gambar 3 : pemeriksaan fleksi sendi pergelangan tangan

 Abduksi dan aduksi pada jari-jari tangan

 Penggerak utama pada gerakan abduksi jari-jari tangan adalah otot-


otot interossei dorsalis yang diinervasi oleh N.ulnaris.

Gambar 4: pemeriksaan abduksi jari-jari tangan

 Penggerak utama pada gerakan adduksi jari-jari tangan adalah otot-


otot interossei palmaris yang diinervasi oleh N.ulnaris.
Gambar 5: pemeriksaan adduksi jari-jari tangan

 Ekstensi dan fleksi jari-jari tangan.

 Penggerak utama pada gerakan ekstensi jari-jari tangan adalah otot-


otot ekstensordigitorum diinervasi oleh N.radialis
 Penggerak utama pada gerakan fleksi jari-jari tangan adalah otot-
otot flexsor digitorum profundus yang diinervasi oleh N.ulnaris dan
N.medianus.

 Gambar 6: pemeriksaan ekstensi dan fleksi jari-jari tangan.


 Pada ekstremitas tubuh bagian bawah.

 Ekstensi dan fleksi pada sendi panggul.

 Penggerak utama pada ekstensi sendi panggul adalah otot gluteus


maksimus diinervasi oleh N.gluteus inferior.

Gambar 7: pemeriksaan ekstensi pada sendi panggul

 Penggerak utama pada fleksi sendi panggul adalah otot-otot


illiopsoas yang diinervasi oleh N.femoralis.

Gambar 8: pemeriksaan fleksi pada sendi panggul

 Ekstensi dan fleksi pada sendi lutut

 Penggerak utama pada gerakan ekstensi sendi lutut adalah otot


quadriceps femoris yang diinervasi oleh N.femoralis.
.

Gambar 9 : pemeriksaan ekstensi pada lutut

 Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi lutut adalah Hamstring


muscle yang diinervasi oleh N.ischiadicus.

Gambar 10 : pemeriksaan fleksi pada lutut

 Abduksi dan adduksi pada kaki

 Penggerak utama pada gerakan abduksi kaki adalah otot-otot


abductor paha (otot gluteus maksimus,gluteus medius,dan gluteus
minimus) yang diinervasi oleh N.gluteus superior.
Gambar 11 : pemeriksaan abduksi pada kaki

 Penggerak utama pada gerakan adduksi adalah otot-otot adductor


(otot pektineus,adductor longus,adductor
brevis,adductor
magnus,grasilis,obturator eksternus) yang di inervasi oleh
N.obturatorius.

Gambar 12 : pemeriksaan adduksi pada sendi panggul

 Dorsofleksi dan plantarfleksi pada kaki.

 Penggerak utama pada gerakan dorsofleksi pada kaki adalah otot


tibialis anterior yang diinervasi oleh N.peroneus profundus.
Gambar 13: pemeriksaan dorsofleksi kaki

 Penggerak utama pada gerakan plantarfleksi pada kaki adalah otot


gastroknemius dan soleus yang di inervasi oleh N.tibialis.

Gambar 14 : pemeriksaan plantarfleksi kaki

Pada pemeriksaan kekuatan otot selalu pemeriksa memberikan penahanan


yang berlawanan terhadap gerakan yang di lakukan oleh pasien.
 Pemeriksaan tonus

 Test kepala jatuh

 Kepala pasien yang berbaring terlentang di angkat dengan tangan kanan


pemeriksa
 Kepala dilepaskan dan di tangkap oleh tangan kiri pemeriksa.Pada
adanya spastisitas dan rigiditas kepala tidak langsung jatuh,akan

 tetapi jika tonus otot rendah,kepala langsung jatuh di tangan pemeriksa


yang telah di siapkan.

 Test lenggang lengan

 Pasien di periksa sambil berdiri.

 Kedua tangan pemeriksa di tempatkan di kedua bahu pasien atau kedua


samping pinggang pasien.

 Kemudian badan pasien digelengkan kekanan dan kiri berselingan


berulang kali.
 Jika terdapat hipotoni kedua lengan pasien akan berlenggang secara
pasif dan mudah.
 Jika hipertoni maka lengan tampak kaku dan sudut ayunan lengan kecil.

 Test menggoyang-goyangkan tangan.

 Lengan pasien di pegang oleh tangan pemeriksa di pertengahan lengan


bawah.
 Tangan berikut jari-jari pasien di goyang-goyangkan secara pasif
dengan menggerak-gerakkanlengan bawah pasien.
 Jika terdapat hipotoni tangan pasien akan jatuh lunglai secara pasif
searah dengan arah gerakan lengan bawah.
 Jika hipertoni garakan tangan di persendian tidak berjalan dengan lancer
dan jari-jarinya tidak mengikuti gerakan tangan,melainkan akan tetap
lurus.
 Test lengan jatuh.

 Lengan pasien di angkat secara pasif oleh pemeriksa

 Lalu di lepaskan secara tiba-tiba

 Jika hipotonia lengan pasien akan jatuh lunglai,tetapi jika tunus otot
meningkat maka lengan tidak langsung jatuh
 Pada adanya paresis UMN ringan,lengan yang diangkat secara pasif
keatas bahu dan kemudian dijatuhkan,akan jatuh dalam posisi pronasi
 Test tungkai bergoyang-goyang menurut wartenberg

 Pasien di periksa sambil duduk dengan kedua tungkainya di gantung


 Kemudian pemeriksa meluruskan salah satu tungkai pasien dan secara
tiba- tiba tungkai itu di lepaskan Jika terdapat hipotonia maka tungkai
bawah pasien akan bergoyang kesana kemari seperti bandul lonceng
 Jika terdapat hipertonia maka tungkai bawah pasien hanya bergoyang
dua tiga kali saja lalu dengan jangkauan gerakan pendularnya tidak
jauh.

 Test tungkai jatuh

 Pasien diperiksa dalam sikap telentang.

 Salah satu tungkai pasien dalam sikap lurus di angkat secara pasif
dengan tangan kanan pemeriksa
 Tungkai tersebut di lepaskan dan tangan kiri pemeriksa siap untuk
menangkap tersebut secara pasif.
 Jika terdapat hipotonia tungkai bawah langsung jatuh yang di susul
kemudian oleh tungkai atas.
 Jika terdapat hipertonia,maka jatuhnya tungkai berlangsung lambat dan
sewaktu tungkai jatuh masih dalam keadaan lurus.

 Pemeriksaan tambahan khusus

Pada umumnya kelumpuhan yang ringan sekali nampak pada pasien sebagai
gangguan ketangkasan,misalnya kesukaran menutup dan membuka kancing
baju,kesukaran menggantungkan pakaian,kesukaran memakai atau melepaskan
sandal,dll.Oleh karena itu sangat penting melakukan pemeriksaan tambahan
sebagai berikut:
Test pronasi ringan

Lengan yang paretic UMN cenderung selalu berpronasi.Kecenderungan ini


tampak dengan jelas pada para penderita khorea-atetosis dan hemiparesis
akibat lesi di traktus piramidalis.
Tanda pronasi menurut strumpell

 Gerakan fleksi lengan bawah di sendi siku secara volunteer akan


disusul dengan berpronasinyalengan bawah
 Pada paresis UMN, telapak tangan tidak menghadap ke bahu,
melainkan dorsum manus yang menghadap ke bahu.
Test sikap tangan sembahyang
 Sebagai posisi awal, kedua tangan di angkat dalam sikap
sembahyang cara islam
 Lalu kedua lengannya di angkat dengan posisi yang tidak diubah.
 Setelah kedua tangan berada di atas kepala,jari-jari kedua tangannya
harus menyentuh satu dengan yang lain
 Pada orang yang hemiparetik UMN tidak dapat berbuat demikian
oleh karena tangan yang paretic UMN akan berpronasi sehingga
jari-jari kedua tangan tidak dapat bersentuhan secara sepadan

Test menggoyang-goyangkan lengan

 Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka keatas

 Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas

 Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali


digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari
sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi.
Test deviasi lengan

Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal


ke depan.
Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut

Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang


dalam mempertahankan sikap tersebut.
Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan

Tanda tungkai Barre

 Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya


harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi
lutut.
 Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh,
tetapi jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur.
 Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk
hingga membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan.
 Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa,
yang mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai
yang paretic ringan akan segera jatuh.

Test lutut jatuh menurut wartenberg

 Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai diluruskan.

 Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien


sebagai landasan yang licin.
 Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya.

 Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi


tungkai yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya
lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan
tersebut.

Test menggoyang-goyangkan lengan

 Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka keatas

 Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas

 Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali


digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari
sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi.
Test deviasi lengan

Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal


ke depan.
Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut
Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang
dalam mempertahankan sikap tersebut.
Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan

Tanda tungkai Barre

 Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya


harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi
lutut.
 Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh,
tetapi jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur.

 Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk
hingga membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan.
 Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa,
yang mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai
yang paretic ringan akan segera jatuh.
Test lutut jatuh menurut wartenberg

 Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai diluruskan.

 Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien


sebagai landasan yang licin.
 Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya.

 Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi


tungkai yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya
lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan
tersebut.
 Tes tumit-lutut-ibu jari kaki (heel toknee to toe test )

- Pasien diminta menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut tungkai


lainnya.
- lalu tumit tersebut harus melunjur dari lutut ke pergelangan kaki
melalui tulang tibia dan akhirnya memanjat dorsum pedis untuk
menyentuh ibu jari.
- Tes ini dilakukan kedua tungkai secara bergiliran.

- Pada gangguan serebral tumit jatuh di paha ataupun disamping lutut dan
akhirnya tumit dijatuhkan diatas jari-jari kaki bukan diatas ibu jari
 Tes ibu jari kaki-jari telunjuk

Pasien diminta untuk menyentuh ibu jari telunjuk pemeriksa dengan ibu jari
kakinya secara berulang-ulang.
Test untuk mengungkapkan Disdiadokhokinesia

Diadhokhokinesia adalah kemampuan untuk untuk melakukan gerakan secara


berselingan .
Pasien diminta untuk mempronasi-supinasikan tangan, menepuk-nepuk paha
atau membolak-balikan tangan diatas paha secara berulang-ulang.

Kecanggungan melakukan gerakan tersebut menandakan adanya gangguan


diadokhokinesia yang disebut disdiadokhokinesia.
Test Rebound

Pasien diminta untuk mengaduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi
lengan bawah.
Siku difiksasi atau diletakkan pada meja periksa.

Kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan pasien diminta


untuk menahannya.
Lalu dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut sehingga
lengan bawah pasien terlanjur berfleksi.
Pada orang dengan gangguan serebral ia akan terlanjur memukul pipinya
sendiri setelah pemeriksamelepaskan tarikan secara mendadak
BAB III
PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS

Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya.


Sistem sensorik merupakan suatu system yang terdiri atas somesesia (perasaan
yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal dari somato pleura) :kulit, tulang,
periosteum, tendon, otot, kecuali: panca indra (penghirupan, penglihatan,
pengecapan, pendengaran, keseimbangan) dan viseroestesia yang mencakup
visceropleura (usus, paru, limpa, dan sebagainya)
Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada
waktu- waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin, dan juga faktor-faktor yang
dapat mencetuskan kelainan ini. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal
yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin, panas, semutan, ditusuk-
tusuk, rasa berat, rasa ditekan atau rasa gatal.

3.1 Pemeriksaan Sensibilitas Eksteroseptik meliputi Rasa Raba, Rasa Nyeri


dan Rasa Suhu
1. Pemeriksaan rasa raba

Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain dan


ujungnya diusahakan sekecil mungkin.Thigmestesia berarti rasa raba halus.Bila
rasa raba ini hilang disebut thigmanesthesia

Gambar 15 : pemeriksaan raba


2. Pemeriksaan Nyeri
Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-tumpul,atau rasa
nyeri cepat dan rasa nyeri lamban.Bila kulit ditusuk dengan jarum kita rasakan
nyeri yang mempunyai sifattajam,cepat timbulnya dan cepat hilangnya.Nyeri
serupa ini disebut nyeri-tusuk.Rasa nyeri yang timbul bila testis
dipijit,timbulnya tidak segeradan lenyapnya lama sesudah dipijit.Ini disebut
nyeri lamban.

Gambar 16 : pemeriksaan nyeri

2. Pemeriksaan rasa
getar
Pemeriksaan rasa getar biasanya dilakukan dengan jalan menempatkan
garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki,maleolus lateral dan medial
kaki,tibia,spina iliaka anteriorsuperior,sacrum,prosesus spinosus
vertebra,sternum,clavikula,prosesus stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.
Gambar 17:pemeriksaan getar

3. Temperatur/suhu
Pemeriksaan temperatur lebih banyak menghabiskan waktu dan sulit.Oleh
sebab itu tidak merupakan pemeriksaan yang rutin seperti halnya modalitas
yang lain.Serat- serat untuk rasa temperature bersama-sama atau mengikuti
serat-serat untuk nyeri.Perubahan yang sedikit (lesi ringan) akan sulit
diketahui.Diperiksa dengan 2 gelas/botol berisi air panas dan dingin
(temperature bisa diubah- ubah/bervariasi).Dengan mata tertutup pasien diminta
membedakan botol /gelas tersebut setelah disentuh di bagian badannya.

Gambar 18: pemeriksaan suhu


4. Pemeriksaan sensorik kortikal/diskriminatif

Menentukan lokasi rangsangan (topografi),gradiasi kehalusan dari rasa


raba,berat badan,semuanya ini perlu fungsi kortikal.
Syarat pemeriksaan sensorik kortikal ini adalah fungsi sensorik primer
(raba,posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat kesadaran ,kadang-
kadang ditambah dengan syarat harus mampu memanipulir objek atau tidak
ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes barognosis).
Semua defek dari integrasi sensorik dianggap atau disebut agnosia.

Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal adalah :


 GANGGUAN 2 (two) POINT TACTILE DICRIMINATION.

Memeriksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak
secara serentak, bias memakai kompas atau calibrated dua point esthesiometer.
Pada anggota gerak atau biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa
membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan pada
ujung jari tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua
rangsangan tersebut sangat tergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang
terpenting adalah membandingkan kedua sisi.

Gambar 19: pemeriksaan two point of discrimination

 GANGGUAN GRAPESTHESIA = GRAPHANESTHESIA

Melakukan pemeriksaan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian


tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Meminta pasien mengenal angka
yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut, sementara itu mata sebaiknya
ditutup. Besar tulisan tergantung pada area yang diperiksa. Alat yang digunakan
adalah pensil atau jarum tumpul. Pemeriksaan ini sangat tergantung pada
banyak faktor yaitu derajat tekanan, kecepatan, dan besar huruf, sehingga
kadang-kadang sulit membuat kesimpulan. Tetapi sekali lagi yang terpenting
adalah membandingkan antara kanan dan kiri.
Gambar 20: pemeriksaan grapesthesia

 GANGGUAN STEREOGNOSIS = ASTEREOGNOSIS

Memeriksa pada tangan, pasien mengenal sebuah benda yang ditempatkan pada
masing-masing tangan dan diminta merasakan dengan jari-jarinya.
Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan dan mata ditutup disebut
sebagai tactile agnosia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan sensasi
protopatik dan proprioseptik harus baik

Gambar 21:
pemeriksaan
stereognosis

 GANGGUAN BAROGNOSIS = ABAROGNOSIS

Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar
benda kurang lebih sama dengan berat benda. Syarat pemeriksaan adalah rasa
gerak dan posisi sendi harus baik.

 GANGGUAN TOPOGRAFI/TOPETHESIA = TOPOGNOSIA

Kemampuan pasien melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu.


Syarat pemeriksaannya, rasa raba harus baik

ANOSOGNOSIA = SINDROMA ANTON-BABINSKY

Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya kesadaran terhadap bagian


tubuh yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya
kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakka bagian-bagian
tubuh yang lumpuh dan penderita sering menelantarkan anggota tubuh yang
lumpuh tersebut. Ada yang menduga bahwa penolakan dan penelantaran bagian
yang lumpuh atau sakit tersebut adalah akibat gangguan spasial yang berat atau
gangguan atensi yang berat.

 SENSORY INATTENTION = EXTINCTION PHENOMENON

Memeriksa dengan rangsangan secara serentak pada kedua titik di anggota


gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata tertutup.
Mula-mula diraba punggung tangan dan pasien diminta untuk mengenali
tempat yang diraba. Kemudian meraba pada titik yang setangkup pada sisi
tubuh yang berlawanan dan mengulangi pertanyaan tersebut. Setelah pasien
dapat merasakan rabaan pada masing- masing sisi yang setangkup tersebut
dengan baik, maka kita raba pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang
sama besar secara serentak. Bila ada extinction phenomenon maka pasien akan
merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja. Rangsangan bisa
memakai ujung jari, kapas atau kepala jarum.
Gambar 22 : pemeriksaan sensory inattention
BAB IV
REFLEKS

Dalam praktek sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam refleks, yaitu


refleks dalam dan refleks superficial.

4.1 Refleks Dalam (Refleks Regang Otot)

Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan,
dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga dinamai
refleks regang otot (muscle stretch reflex).

4.2 Pemeriksaan refleks

 Refleks patologik (abnormal)

 Refleks tendo dalam (miotatik)

 Refleks superfisialis (kulit,dan selaput lender)

 Refleks (organik)

4.3 Pemeriksaan Refleks Dalam

Refleks triseps (C6,7-8 N.radialis)

Refleks tendon biseps brakhialis (C5-6,N.muskulocutaneus)

Refleks tenton lutut (L2-3-4,N.femoralis)

Refleks tendon archilles (L5,S1-2,N.tibialis)

Refleks biseps femoralis (L4-5,S1-2,N.ischiadicus)

Refleks maseter
Refleks periosteum radialis (C5-6,N.radialis)

Refleks periosteum ulnaris (C8,T.1,N.pektoralis medialis et lateralis)

Refleks otot dinding perut (bagian atas :T8-9,bagian tengah:T9-


10,bagian bawah :T11-12)

4.4 Pemeriksaan Refleks Patologik

Extensor plantar response (Babinski sign)

Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.

Pergelangan kaki pasien dipegang dengan tujuan supaya kaki tetap pada
tempatnya.
Untuk menstimulasi digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing.
Goresan harus dilakukan perlahan agar tidak menimbulkan nyeri karena
dapat menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex).
Goresan dilakukan pada bagian lateral dari telapak kaki, mulai tumit menuju
pangkal jari.
Refleks babinski positif jika terjadi gerakan dorsofleksi ibu jari serta
pengembangan jari-jari kaki.

normal
Gambar 25 : Babinski
sign

Gerakan reflektorik sebagaimana yang tersebut di atas dapat dibangkitkan


dengan cara-cara lain. Metode –metode perangsangan yang berbeda-beda
itu antara lain:

Refleks Chaddock

 Pemberian stimuli/ rangsangan dengan penggoresan terhadap kulit


dorsum pedis bagian lateral atau penggoresan di sekitar maleolus
eksterna.
Gambar 26 : Chaddock reflex

Refleks Oppenheim

 Pengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari


telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia,
atau,
 Pengurutan dilakukan dengan menggunakan sendi interfalangeal jari
telunjuk dan jari tangan yang mengepal.

Gambar 27 : Oppemheim reflex

Refleks Gordon
 Stimulasi dengan memencet betis secara keras

Gambar 28 : Gordon reflex

Refleks Schaeffer
 Stimulasi dengan memencet tendon Achilles secara keras.

Gambar 29 : Schaeffer reflex

Refleks Gonda

Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian


melepaskannya.
Gambar 30 : Gonda
reflex

Refleks Bing

 Dibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang


menutupi metatarsal kelima.

Gambar 31: Bing reflex


Refleks
Rossolimo
Mengetuk –ketuk kaki bagian terdepan maka akan timbul fleksi jari-jari kaki
di sendi –sendi interphalangeal.
Gambar 32 : Rossolimo reflex

Refleks Mendel-Becheterew

Mengetuk –ketuk kulit dorsum pedis yang menutupi os kuboid maka akan
timbul fleksi jari-jari kaki di sendi–sendi interphalangeal.

Gambar 33 : Mendel-Bechterew reflex

Refleks patologik di tangan

Refleks Hoffmann

 Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar berikut

 Stimulus: goresan pada kuku jari tengah pasien dengan ujung kuku ibu
jari si pemeriksa.
 Respons: jari telunjuk terutama ibu jari dan jari-jari lainnya berfleksi
sejenak tiap kali kuku jari tengah pasien digores.
Gambar 34 :
Hoffmann reflex

Refleks Wartenberg

 Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar berikut

Gambar 35 : wartenberg reflex

 Stimulus: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada phalangs


kedua dan distal jari-jari pasien.
 Respons: fleksi jari-jari pasien yang dapat dilihat/ dirasakan oleh
pemeriksa
Refleks Mayer

 Sikap lengan pasien dipegang oleh si pemeriksa menekukkan jari tengah


pasien secara maksimal ke arah telapak tangan.
 Respons: pada orang sehat ibu jari akan beroposisi, jika ada kerusakan
pada susunan piramidal maka ibu jari tidak beroposisi.

Refleks Leri

 Sikap lengan diluruskan dengan bagian ventralnya menghadap ke atas


Stimulus: tangan pasien ditekuk secara maksimal di pergelangan tangan
oleh si pemeriksa
 Respons: pada orang sehat lengan bawah akan menekuk di sendi siku,
jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka gerakan fleksi di siku
tidak timbul.

Refleks Grewel pronasi-abduksi

 Sikap lengan pasien setengah difleksikan di siku dengan lengan


bawahnya dalam posisi antara pronasi dan supinasi.
 Stimulus: tangan pasien secara maksimal dan mendadak dipronasikan
oleh si pemeriksamencolek-colek ujung jari tengah
 Respons: pada orang sehat timbul gerakan reflektorik yang terdiri
abduksi lengan atas, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka
gerakan reflektorik tersebut tidak timbul.

Refleks patologik pertanda regresi

Gerakan reflektorik yang bangkit secara fisiologik pada bayi dan tidak
didapatkan pada anak-anak yang besar maupun orang dewasa. Fenomena ini
menandakan kemunduran fungsi susunan saraf pusat. Adapun refleks-refleks
yang menandakan proses regresi antara lain

Snout reflex

 Stimulus: perkusi pada bibir atas.

 Respons: bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot –otot di
sekitar bibir atau di bawah hidung.

Gambar 36 : Snout reflex

Refleks memegang

 Stimulus: penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak


tangan pasien.
 Respons: tangan pasien mengepal.
Gambar 37 :
graspping reflex

Refleks palmometal

 Stimulus: goresan dengan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks
terhadap kulit telapak tangan bagian tenar.
 Respons: kontraksi M.mentalis dan orbikularis oris ipsilateral.

Reflek leher tonik

 Stimulus: kepala diputar ke samping.

 Respons: lengan dan tungkai yang dihadapi menjadi hipertonik dan


dalam posisi ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai di balik wajah
menjadi hipertonik dalam sikap fleksi.
 Refleks ini dapat dijumpai pada orang-orang dengan demnsia, proses
desak ruang intrakranial, paralisis pseudobulbaris dan sebagian
penderita sindroma post stroke.

Pemeriksaan Refleks Tendon Dalam

Hasil pemeriksaan refleks dalam merupakan informasi penting yang sangat


menentukan. Maka dari itu pembangkitan refleks tendon dan penilaiannya harus
tepat. Hal- hal yang perlu diperhatikan ialah sebagai berikut:
Tekhnik pengetukan dan sasaran ketukan harus tepat.

Sikap anggota gerak yang simetrik, santai dan tidak boleh tegang.

Pengetukan dilakukan dengan intensitas yang berbeda-beda pada refleks


tendon yang sepadan.
Penilaian / penderajatan refleks sesuai dengan tabel di atas.

Adapun pemeriksaan refleks –refleks dalam yang akan dilakukan antara lain:

Refleks tendon biseps brakhialis (C.5-6, N.muskulokutaneus)

Sikap lengan pasien setengah ditekuk di sendi siku.

Menempatkan ibu jari di atas tendon otot biseps.


Gambar 38 : biceps reflex
Kemudian ibu jari
diketuk .
Responnya berupa fleksi lengan di siku.

Refleks triseps ( C6,7-8, N.radialis)

Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan sedikit
dipronasikan.
Tendon otot triseps diketuk.
Gambar 39 : triceps
reflex

Responnya berupa ekstensi lengan bawah di sendi siku.

Refleks tendon lutut ( L2-3-4, N.femoralis)

Pemeriksaan refleks tendon lutut dapat dilakukan dalam 3 posisi yaitu:

 Pasien duduk dengan kedua kakinya digantung.

 Pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan di atas lantai.

 Pasien berbaring telentang dengan tungkai yang difleksikan di sendi


lutut.

Gambar 40 : patellar
reflex
Stimulasi berupa ketukan tepat pada tendon patela yang mana respon dari
pasien berupa tungkai bawah berekstensi.
Untuk mempermudah timbulnya refleksi tendon patela dan untuk
mengalihkan perhatian pasien , maka pasien disuruh untuk menarik kedua
tangan yang saling berkaitan pada jari-jarinya. Hal ini dikenal sebagai
jendrasic maneuver.

Refleks biseps femoris( L.4-5,S.1-2, N.ischiadicus)

Pasien diminta untuk berbaring terlentang dengan tungkai sedikit ditekuk


di sendi lutut.
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon M.biseps femoris lalu diketuk,
maka responnya berupa kontraksi otot biseps femoris.

Refleks tendon achilles( L.5,S.1-2, N.tibialis)

Pemeriksaan refleks ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu;

Kemudian mengetuk tendon Achilles.

Gambar 41 : Achilles
reflex

Responnya berupa plantarfleksi kaki.

Refleks maseter
Pasien diminta untuk sedikit membuka mulutnya dan selama membuka
mulut diminta untuk mengeluarkan suara 'aaaaaa'
Pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu
dan dengan palu refleks dilakukan pengetukan dengan tangan kanan pada
jari telunjuk tangan kiri.
Jawaban yang diperoleh adalah kontraksi otot maseter dan temporalis
bagian depan yang menghasilkan penutupan mulut secara tiba-tiba.
Refleks ini hilang pada paralisis nuklearis dan infranuklearis N.trigeminus
dan meninggi pada lesi supranuklear N.trigeminus, terutama bila lesinya
bilateral.

Refleks periosteum radialis (C5-6, N.radialis)

Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan tangan
sedikit dipronasikan.
Periosteum ujung distal os radii diketuk

Responnya berupa fleksi lengan bawah di siku dan supinasi lengan /


tangan.

Refleks periosteum ulnaris ( C.8, T.1, N.ulnaris)


Sikap lengan bawah pasien setengah ditekuk di sendi siku dan sikap tangan
antara pronasi dan supinasi.
Periosteum prosesus stiloideus diketuk sehingga menimbulkan respon
pronasi tangan karena kontraksi otot pronator kwadratus.

Refleks pektoralis( C.5, T.1,N. pektoralis medialis et lateralis)

Pasien diminta untuk berbaring telentang dengan kedua lengan lurus di


samping badan.
Kemudian jari pemeriksa ditempatkan pada tepi lateral otot pektoralis dan
diketuk.
Responnya berupa kontraksi otot pektoralis.

Refleks otot dinding perut ( bagian atas: T8-9, bagian tengah : T9-10, bagian
bawah : T11-12).
Pasien diminta berbaring telentang dengan kedua lengan lurus disamping
badan.

Memberi stimulasi berupa ketukan pada jari atau kayu penekan lidah yang
ditempatkan pada bagian atas, tengah, dan bawah dinding perut.
Responnya berupa otot dinding perut yang bersangkutan mengganjal.

Pemeriksaan Refleks Superfisialis

Refleks kornea

Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping, lalu di goreskan pada satu
sisi seutas kapas pada korneanya yang mana goresan tersebut
membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara bilateral.

Gambar 42 : refleks kornea


Reflek kornea ini negatif pada paralisi nervus fasialis perifer

Refleks bersin

Timbulnya bangkis reflektorik atas perangsangan mukosa hidung dengan


cara mengitik-itiknya (sehingga timbul kontraksi otot-otot fasialis ipsilateral
= refleks nasal Bechterew).

Refleks kulit dinding perut

Kulit dinding perut di gores dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau
ujung kunci
Penggoresan dilakukan dari samping menuju ke garis tengah perut pada
setiap segmen, yaitu segmen epigastrik, supraumbilik, umbilik dan infra
umbilik.
Refleks kulit dinding perut hilang pada lesi piramidalis.

Refleks kremaster

Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci
pada kulit paha bagian medial.
Responnya berupa elevasi testis ipsilateral.

Refleks ini menghilang pada lesi di segmen L.1-2, pada lansia, jika ada
hidrosel, varikosel, ataupun arkhitis dan epididimitis

Refleks gluteal

Dengan penggoresan atau penusukan pantat (bokong) dengan jarum atau


gagang palu refleks.
Responnya berupa gerakan reflektorik otot gluteus ipsilateral

Refleks ini menghilang jika terdapat lesi di segmen L.4-S.1.


Refleks anal eksterna

Dengan cara penggoresan atau ketukan pada kulit atau mukosa daerah
perianal.

Responnya berupa gerakan reflektorik dari kontraksi otot sphingter ani


eksterna.

Refleks plantaris (strumpell)

Dengan cara penggoresan pada kulit telapak kaki yang mana responnya
pada orang sehat berupa plantarfleksi dan fleksi semua jari kaki .
Dikatakan responnya abnormal jika terjadi ekstensi serta pengembangan
jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.
Respon patologik ini merupakan salah satu tanda lesi di sistem piramidal.
DAFTAR PUSTAKA

Hall and Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Lumbangtobing, S.M. Prof. DR. Dr. 2004. NEUROLOGI Klinik Pemeriksaan Fisik Dan
Mental. Hal 88-145. Jakarta : FKUI

Sidharta, Priguana M.D, Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Hal 393-
408. Jakarta : DIAN RAKYAT

Anda mungkin juga menyukai