Anda di halaman 1dari 48

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTRITIS HIP

JOINT

DISUSUN OLEH:

NURUL MUFLIHAH (PO714241171067)


UMMI WARFIAH (PO714241171077)

SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuas a karena dengan

rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah tentang

“MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA OSTEROARTHRITIS HIP” Harapan kami,

makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kepada

pembaca dan yang terpenting yaitu kepada saya sendiri mengenai “MANAJEMEN

FISIOTERAPI PADA OSTEROARTHRITIS HIP ”.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari

kata yang sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan dan saran

serta usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada

sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang

membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat

kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritikan dan saran yang

membangun.

Makassar, 10 April 2020

Kelompok XV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi ................................................................................................. 3

B. Patologi Osteoarthritis Knee ................................................................................. 6

1. Pengertian ....................................................................................................... 7

2. Etiologi ........................................................................................................... 7

3. Proses Patologi ………………………………………………………………..8

4. Gambaran Klinis .............................................................................................. 9

C. Intervensi Fisioterapi............................................................................................. 11

BAB III PROSES FISIOTERAPI

A. Proses Asesmen Fisioterapi .................................................................................. 18

1. Identitas Umum Pasien ................................................................................... 18

2. History Taking ................................................................................................ 18

3. Inspeksi/Observasi .......................................................................................... 19

4. Pemeriksaan Fungsi Dasar ............................................................................... 19

5. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi ......................................... 20

6. Diagnosa Fisioterapi ....................................................................................... 26

7. Problematik Fisioterapi (ICF Concept) .......................................................... 26

B. Prosedur Intervensi Fisioterapi.............................................................................. 27

1. Tujuan Intervensi Fisioterapi .......................................................................... 27

2. Program Intervensi Fisioterapi ....................................................................... 27


3. Prosedur Pelaksanaan.......................................................................................28

C. Evaluasi Fisioterapi............................................................................................... 41

BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 43


BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit degeneratif yang biasanya sering terjadi pada proses penuaan salah

satunya yaitu Osteoarthritis. Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak.

Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif, tidak meradang, dan ditandai oleh

adanya pengikisan rawan sendi dan pembentukan tulang baru pada permukaan sendi.

Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki terutama

ditemukan pada orang-orang berusia lebih dari 45 tahun. Penyakit ini pernah dianggap

sebagai suatu proses penuaan normal, sebab insidens bertambah dengan meningkatnya

usia (Price and Wilson, 2006).

Hip joint termasuk ball and socket-type joint yang umumnya dipengaruhi oleh

perubahan degeneratif menyebabkan osteoarthritis. Hip Osteoartritis adalah

noninflamasi arthrosis akibat hilangnya tulang rawan secara progresif pada permukaan

femoralis kepala dan acetabulu atau OA Hip merupakan jenis peradangan sendi yang

disebabkan karena memburuknya tulang rawan artikular yang melindungi bagian ujung

tulang sendi, sehingga menyebabkan rasa sakit dan rasa kaku. Jika bertambah parah,

penyakit ini dapat mempengaruhi banyak sekali aktifitas rutin, seperti berpakaian,

mengikat sepatu, naik-turun tangga, dan juga tidur.

Berdasarkan survey World Health Organization (WHO) pada tahun 2011,

penderita osteoarthritis di dunia mencapai angka 151 juta dan 24 juta jiwa pada kawasan

Asia Tenggara. Sedangkan National Centers for Health Statistics, memperkirakan

terdapat 15,8 juta (12%) orang dewasa antara rentang usia 25-74tahun memiliki keluhan

osteoarthritis (Kauret al, 2018).Prevalensi OA di dunia termasuk dalam kategori tinggi

berkisar antara 2.3%hingga 11.3%, selain itu OA merupakan penyakit muskuloskeletal

1
yang sering terjadi yaitu pada urutan ke 12 di antara seluruh penyakit yang ada. Hal

tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi OA pada lansia usia > 60 tahun diestimasikan

sebesar 10 -15% dengan angka kejadian 18.0% pada perempuan dan 9.6% pada laki -

laki, dari angka tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi OA pada perempuan lebih tinggi

dibandingkan dengan laki - laki (Ireneu et al, 2017).

Salah satu pelayanan kesehatan yang ikut berperan dalam rehabilitasi penyakit

ini adalah fisioterapi. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan,memelihara dan memulihkan

gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan

secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, electroterapeutis dan mekanis)

pelatihan fungsi,komunikasi (Kepmenkes Pasal 1 Nomor 80, 2013). Tujuan fisioterapi

ini adalah untuk meningkatkan aktivitas fungsional pada otot sekitar hip dan membantu

mengembalikan gerak dan fungsional pasien. Untuk mengatasi problematik pada

modalitas fisioterapi yang digunakan antara lain TENS, MWD, stretching,strengthening

dan Intervensi lainnya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

1. Pelvic

Dalam suatu gerak fungsional, pelvic girdle memiliki hubungan

fungsional dengan hip joint dimana pelvic girdle akan mengalami tilting dan

rotasi selama gerakan femur. Hubungan tersebut hampir sama dengan hubu-ngan

scapula dengan shoulder joint, perbedaannya adalah scapula kiri dan kanan

dapat bergerak bebas sedangkan pelvic hanya dapat bergerak sebagai satu unit

fungsional.

Pelvic merupakan suatu tulang yang kaku, berperan sebagai rangkaian

hubungan yang besar antara trunk dan extremitas inferior. Setiap tulang pelvic

dibentuk oleh 3 tulang yaitu os ilium, ischium dan pubis. Kedua tulang pelvic

(kiri dan kanan) bersambung membentuk pelvic girdle. Kedua tulang pelvic

pada bagian posterior secara kuat melekat pada sacrum melalui sacroiliaca joint

dan melekat pada bagian anterior diantara kedua tulang pubis membentuk

symphisis ossis pubis.

3
Gambar 2.2. Struktur pelvic, SIJ dan symphisis pubis

Sacrum diikat dengan kuat oleh 2 tulang iliaca dan ligamen sacroiliaca

anterior, posterior dan ligamen sacroiliaca interosseus yang memperkuat

sacroiliaca joint.Sacroiliaca joint juga diperkuat oleh ligamen iliolumbal,

ligamen sacrotuberous, dan ligamen sacrospinous serta bagian bawah oleh otot

erector spine.Karena perlekatannya, maka sacrum dianggap sebagai bagian dari

pelvic girdle.

2. Hip Joint

Hip joint juga merupakan hubungan proksimal dari extremitas

inferior.Dibandingkan dengan shoulder joint yang konstruksinya untuk

mobilitas, hip joint sangat stabil yang konstruksinya untuk menumpuh berat

badan.Selama berjalan, gaya dari extremitas inferior ditransmisikan ke atas

melalui hip ke pelvis dan trunk, dan aktivitas extremitas inferior lainnya.Hip

joint merupakan triaxial joint, karena memiliki 3 bidang gerak. Hip joint

dibentuk oleh caput femur yang konveks bersendi dengan acetabulum yang

konkaf, dan berbentuk ball and socket (spheroidal) triaxial joint.

Acetabulum terbentuk dari penyatuan os ilium, ischium, dan

pubis.Seluruh acetabulum dilapisi oleh cartilago hyaline, dan pusat acetabulum

terisi oleh suatu massa jaringan lemak yang tertutup oleh membran

synovial.Jaringan fibrokartilago yang melingkar datar di acetabulum disebut

dengan labrum acetabular, dimana jaringan tersebut melekat disekeliling margo

acetabulum.Labrum acetabular menutup cartilago hyaline dan sangat tebal pada

4
sekeliling acetabulum daripada pusatnya. Hal ini yang menambah kedalaman

acetabulum.

Caput femur secara sempurna ditutup oleh cartilago hyaline.Pada pusat

caput femur terdapat lubang kecil yang dinamakan dengan fovea capitis yang

tidak ditutup oleh cartilago hyaline.Caput femur membentuk sekitar 2/3 dari

suatu bola.Caput femur berbentuk spherical dan menghadap kearah anterior,

medial dan superior, sedangkan acetabulum terletak di bagian lateral pelvis,

menghadap ke lateral, anterior dan inferior.

Hip joint diperkuat oleh kapsul sendi yang kuat, ligamen iliofemoral,

pubofemoral, dan ischiofemoral.Hip joint juga diperkuat oleh ligamen transverse

acetabular yang kuat dan bersambung dengan labrum acetabular.Ligamen capitis

femoris merupakan ligamen triangular yang kecil, melekat pada apex fovea

capitis dekat pusat caput femur ke tepi ligamen acetabular.Ligamen capitis

(teres) femoris berfungsi sebagai pengikat caput femur ke bagian bawah

acetabulum dan memberikan stabilisator yang kuat didalam sendi

(intraartikular).Stabilisator bagian luar dihasilkan oleh 3 ligamen yang melekat

pada collum/neck femur yaitu ligamen iliofemoral, pubofemoral dan

ischiofemoral.Ligamen iliofemoral disebut juga ligamen “Y”, karena arah

serabut mirip huruf Y terbalik.

Ligamen iliofemoral memperkuat kapsul sendi bagian anterior.Ligamen

pubofemoral terdiri dari ikatan serabut yang kecil pada kapsul sendi bagian

medial anterior dan bawah. Ligamen ischiofemoral merupakan ligamen

triangular yang kuat pada bagian belakang kapsul.

5
Gambar 2.3. Struktur hip joint beserta ligamen-ligamennya

B. Patologi Osteoartritis Hip

1. Pengertian

Penyakit degeneratif yang biasanya sering terjadi pada proses penuaan

salah satunya yaitu Osteoarthritis. Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi

yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif, tidak meradang,

dan ditandai oleh adanya pengikisan rawan sendi dan pembentukan tulang baru

pada permukaan sendi. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan

daripada laki-laki terutama ditemukan pada orang-orang berusia lebih dari 45

tahun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu proses penuaan normal, sebab

insidens bertambah dengan meningkatnya usia (Price and Wilson, 2006).

Hip joint termasuk ball and socket-type joint yang umumnya dipengaruhi

oleh perubahan degeneratif menyebabkan osteoarthritis. Osteoartritis Hip adalah

sendi besar yang menanggung banyak berat tubuh dan memungkinkan kegiatan

seperti berjalan, berlari, dan duduk.Pada osteoartritis pinggul, tulang rawan yang

6
melapisi acetabulum, atau soket pinggul, dan menutupi kepala femoral

berbentuk bola menjadi meradang.Tulang rawan yang meradang merosot seiring

waktu, mempersempit ruang yang biasanya ada di antara dua tulang ini. Tulang

rawan baru mungkin tumbuh kembali, tetapi tulang rawan baru biasanya

bergelombang dan tidak teratur, menciptakan gesekan sendi. Akhirnya, tulang

rawan mungkin hilang sepenuhnya, menyebabkan gesekan lebih lanjut dari

acetabulum dan kepala femoral selama gerakan. Gesekan tulang-ke-tulang ini

juga dapat menyebabkan perkembangan osteofit yang menyakitkan, atau taji

tulang, di sendi pinggul.Pasien dengan osteoartritis pinggul mungkin merasakan

sensasi kisi-kisi saat berjalan ketika tulang-tulang sendi pinggul saling

bertabrakan. Nyeri pegal akibat osteoartritis pinggul sering terasa di pangkal

paha dan di bagian depan paha. Jenis rasa sakit ini juga dapat dirasakan di pantat

atau punggung bagian bawah, dan mungkin konstan atau intermiten.Osteoartritis

pinggul juga dapat menyebabkan episode singkat dari rasa sakit yang tajam dan

menusuk di pinggul.

2. Etiologi

Osteoartritis mengakibatkan hilangnya tulang rawan, remodeling

tulangyang mendasari dan osteofit (tulang perkembangan) pembentukan di

margin bersama, dengan konsekuensi pertumbuhan dari bentuk sendi. (NCC,

2008). Osteoartritis biasanya terjadi pada seseorang yang berumur 50 tahun

danyang berumur lebih tua. Dalam bentuk penyakit, tulang rawan artikular

(bantalan tulang pinggul) menipis. Tulang kemudian bergesekan sehingga terjadi

nyeri dan kekakuan.

7
3. Proses patologi
Osteoarthritis adalah penyakit akibat degeneratif tulang rawan sendi

dengan disertai terbentuknya bibir dipinggiran tulangnya, sehingga terjadi

penyempitan ruang sendi, dan mengakibatkan timbulnya rasa sakit. Sering

terjadi pada sendi coxae dan sendi lutut karena sendi-sendi tersebut sendi yang

bertugas menopang badan. Osteoarthritis bisa dipicu karena cedera masa lalu

dan abnormalitas bawaan pada susunan tulang, juga dapat dikarenakan

kegemukan atau obesitas.

Penyakit ini bukan merupakan suatu gejala gangguan peradangan,

namun seringkali perubahan-perubahan didalamnya disertai sinovitis yang

menyebabkan nyeri dan rasa tidak nyaman. Osteoarthritis dibagi dalam dua

kategori yaitu primer, yang dihasilkan dengan umur, dan sekunder, terjadi pada

orang muda dimana diawali dengan kerusakan tulang rawan sendi akibat trauma,

infeksi, atau kelainan congenital.

Terdapat dua perubahan anatomis pada osteoarthritis yaitu kerusakan

fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada

dasar lesi tulang rawan sendi dan tipe sendi ( osteofit). Pada osteoarthritis

perubahan anatomis yang paling utama adalah terbentuknya tulang rawan baru

karena proses degeneratif, sedangkan artritis ditandai peradangang pada

membran sinovial.

Proses degeneratif tampak pada terbentuknya fisura-fisura dengan

permukaan tulang rawan yang tidak rata, diikuti kemudian dengan pembentukan

celah dengan arah vertikaldi dalam tulang rawan, dimana akan mencapai daerah

8
subkondral (cartilage fibrillation). Terdapat penurunan metakromasi pada

pewarnaan tulang rawan diakibatkan dari berkurangnya proteoglikan.

Membran sinovial menunjukkan sedikit tanda-tanda radang pada saat penyakit

itu secara klinis ada. Dengan rusaknya tulang rawan, maka akan tampak jaringan

tulang yang mendasarinya. Daerah tulang itu akan menjadi tebal karena

kompresi atau karena proses pembentukan tulang baru yang reaktif. Yang khas

pada osteoarthritis adalah terbentuknya ”Taji” tulang (bony spur) yang menonjol

dari tulang yang reaktif pada tepi ruang sendi.

Gambar 2.1. Osteoarthritis pada sendi panggul (hip joint)

Walaupun sudah jelas bahwa degenerasi matriks tulang rawan

merupakan patogenesis utama dari osteoarthritis, akan tetapi penyebab dari

proses ini masih tetap belum jelas. Selain perubahan degeneratif yang

berhubungan dengan proses menua, kerusakan jaringan karena proses

imunologis dan penyakit yang berkaitan dengan faktor genetik juga berperan

dalam degradasi tulang rawan.

Kekakuan sub kondral bersamaan dengan perubahan pada tulang rawan

menyebabkan berkurangnya kapasitas meredam goncangan (Shock absorbsing

9
capacity) dan mempengaruhi terjadinya stess yang berlebihan pada lapisan

tulang rawan. Perubahan sklerotik didaerah sub kondral dianggap sebagai akibat

dari mikrofaktur, yang disebabkan oleh trauma berulang pada tulang penyangga

tubuh selama bertahun-tahun.

Klinis dari osteoarthritis adalah berupa nyeri sendi, terutama apabila

sendi bergerak atau menanggung beban. Nyeri akan berkurang jika sendi

beristirahat. Dapat juga terjadi kekakuan sendi apabila sendi tidak bergerak pada

waktu yang lama atau biasanya terjadi pada pagi hari dan terjadi hanya beberapa

menit. Keterbatasan sendi dalam bergerak terutama tidak dapat berekstensi

penuh. nyeri tekan loncat, pembesaran tulang di sekitar sendi, sedikit efusi sendi

dan krepitasi.

4. Gambaran Klinis

Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003) penyakit

osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya menyulitkan bagi

kehidupan penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain:

a. Nyeri pada sendi

b. Nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan kegiatan fisik yang

bertumpu pada lutut

c. Nyeri saat bangun tidur

d. Kekakuan dan keterbatasan gerak

e. Biasanya akan berlangsung 15-30 menit dan timbul setelah istirahat atau

saat memulai kegiatan fisikk

f. Peradangan

g. Deformitas

10
h. Adanya krepitasi

C. Intervensi fisioterapi

1. Microwave Diathermy (MWD)

a. Definisi

Microwave Diathermy adalah suatu aplikasi terapeutik dengan

menggunakan gelombang mikro dalam bentuk radiasi elektromagnetik yg

akan dikonversi dalam bentuk dengan frekuansi 2456 MHz dan 915 MHz

dengan panjang gelombang 12,25 arus yang dipakai adalah arus rumah 50

HZ, penentrasi hanya 3 cm, salah satu modalitas fisioterapi yang bermanfaat

untuk mengurangi nyeri

b. Fisika Dasar

MWD menggunakan gelombang mikro dlm bentuk radiasi

elektromagnetik yg akan dikonversi dalam bentuk dengan frekuansi 2456

MHz dan 915 MHz dengan panjang gelombang 12,25 arus yang dipakai

adalah arus rumah 50 HZ, penentrasi hanya 3 cm, efektif pada otot

c. Efek Terapeutik

1) Nyeri, hipertonus dan gangguan vascularisasi

Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif, serta

perbaikan metabolisme.

2) Gangguan konduktivitas dan treshold jaringan syaraf

Apabila elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin membaik, maka

konduktivitas jaringan. Ini dimaksudkan sebagai persiapan sebelum

pemberiam latihan

11
3) Kontraktur jaringan lemak

Dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi

proses kontraktur jaringan. Ini dimaksudkan sebagian persiapan sebelum

pemberian latihan.

d. Indikasi

Selektif pemanasan otot (jaringan kolagen), spasme otot (efektif untuk sendi

Inter Phalangeal, Metacarpal Phalangeal dan pergelangan tangan,

Rheumathoid Arthritis dan Osteoarthrosis), kelainan saraf perifer (neuralgia

neuritis)

e. Kontra Indikasi

Adanya logam, gangguan pembuluh darah, pakaian yang menyerap

keringat, jaringan yang banyak cairan, gangguan sensibilitas, neuropathi

(timbul gangguan sensibilitas dan diabetes melitus), infeksi akut,

transqualizer (alat pada pasien dengan gangguan kesadaran), sesudah rontgen

(konsentrasi EM berkelebihan), kehamilan, saat menstruasi.

2. Transcutaneuous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

a. Definisi

TENS adalah sebuah modalitas yang bertenaga listrik rendah yang

dialirikan kekulit melewati elektrodra yang di letakkan di atas area yang

mengalami nyeri. Arus listrik yang dapat diberikan TENS dapat merangsang sel

neuron sensory yang berdiameter besar untuk masuk lebih dahulu ke gate di

substansia gelatinosa dan menghambat sel nosiceptor yang berdiameter kecil

12
untuk memberikan informasi ke otak, sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke

otak dan membuat nyeri berkurang.

Modalitas fisioterapi berupa Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

(TENS) dimana menggunakan energi listrik untuk merangsang sistem saraf

melalui permukaan kulit dalam hubungannya dengan modulasi nyeri.

Pemberian TENS pada kasus post ruptur anterior carciatum ligament ini

bertujuan untuk mengurangi nyeri melalui mekanisme segmental. TENS akan

menghasilkan efek analgesia dengan jalan mengaktivasi serabut A beta yang

akan menginhibisi neuron nosiseptif di cornu dorsalis medula spinalis. Teori ini

mengacu pada teori gerbang control (Gate Control Theory) bahwa gerbang

terdiri dari sel internunsia yang bersifat inhibisi yang dikenal sebagai substansia

gelatinosa dan yang terletak di cornu posterior dan sel T yang merelai informasi

dari pusat yang lebih tinggi. Impuls dari serabut aferen berdiameter besar akan

menutup gerbang dan membloking transmisi impuls dari serabut aferen

nosiseptor sehingga nyeri berkurang (Parjoto, 2006).

b. Tujuan

Tujuan pemberian TENS memelihara fisiologis otot dan mencegah atrofi

otot, re-edukasi fungsi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik, spinal dan

supraspinal, menambah Range Of Motion (ROM) / mengulur tendon,

memperlancar peredaran darah dan memperlancar resorbsi oedema.

c. Efek Fisiologis

Transcutaneous Electrical Nerves Stimulation (TENS) memberikan efek

fisiologis antara lain efek pada jaringan tubuh, stimulasi saraf sensorik,

13
stimulasi saraf motorik, efek pada kontraksi otot, stimulasi pada saraf

denervated, dan efek kimia dari stimulasi (Singh, 2005)

d. Indikasi

1) Trauma musculoskeletal baik akut maupun krinik,

2) Nyeri pasca oprasi

3) Nyeri pasca elahirkan

4) Nyeri miofacial

5) Nyeri fisceral

6) Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi sensorik seperti

neuralgia, kausalgia dan nyeri phantom,

7) Syndroma mpresi neurovasklar

e. Kontra indikasi

1) Penyakit vaskuler baik arteri maupun vena

2) adanya kecenderungan pendarahan pada area yang akan diterapi,

3) pasien beralat pacu jantung (meski penelitian terbatas menunjukkan bahwa

stimulasi listrik tidak mempengaruhi alat pacu jantung),

4) kehamilan (bila terapi diberikan pada area abdomen atau panggul),

5) luka bakar yang sangat lebar

3. Exercise Terapy

a. Resisted Exercise Hip

14
Resisted active exercise merupakan bagian dari active exercise di mana

terjadi kontraksi otot secara statik maupun dinamik dengan diberikan tahanan

dari luar, dengan tujuan meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan daya

tahan otot. Tahanan dari luar bisa manual atau mekanik.

Tahanan manual adalah tahanan yang kekuatannya berasal dari terapis

dengan besarnya tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien dan besarnya

beban tahanan yang diberikan tidak dapat diukur secara kuantitatif, sedangkan

tahanan mekanik adalah tahanan dengan besar beban menggunakan peralatan

mekanik, dimana jumlah besarnya tahanan dapat diukur secara kuantitatif.

b. Stretching Exercise

1. Defnisi

Stretching merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan

dengan tujuan mengulur otot agar dapat lebih rileks(Carolyn, Kisner &

Colby, 1990). Stretching adalah teknik penguluran pada jaringan lunak

dengan teknik tertentu, untuk menurunkan ketegangan otot secara fisiologis

sehingga otot menjadi rileks dan meningkatkan luas gerak sendi. Prinsip

fisiologi stretching terdiri atas respon mekanik dan respon neurofusuilogi.

Respon mekanik : Respon mekanikal otot terhadap peregangan bergantung

pada myofibril dan sarkomer otot.

Setiap serabut otot tersusun dari beberapa serabut otot.Satu

serabut otot terdiri atas beberara myofibril. Myofibril tersusun dari beberapa

sarkomer yang terletak sejajar dengan serabut otot. Dan respon

neurofisiologi : Tergantung pada muscle spindel dan golgi tendon. Muscle

spindelmerupakan organ sensorik utama dan tersusun dari organ intrafusal

15
yg terletak paralel dgn serabut extrafusal. Musclespindel berfungsi untuk

memonitor kecepatan dan durasi regangan serta rasa terhadap perubahan

panjang otot Dalam pengaplikasiannya, stretching exercise terbagi atas

active stretching, passive stretching, Hold rilex dan contrac rilex.

tanpa bantuan dari luar. Manfaatnya adalah Mempertahankan ROM,

Meningkatkanfleksibilitas jaringan dan Mencegah atau meminimalkan

faktor resiko injury2.

2. Indikasi

a. Keterbatasan ROM akibat kontraktur, adhesive & terbentuknya

jaringan parut yang mimicu pemendekan otot,connective tissue & Kulit

b. Kontraktur yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan perawatan diri

c. Kelemahan otot yang menimbulkan ketegangan otot

3. Kontra Indikasi

a. Tulang menghalangi gerakan (tulang sukar digerakkan)

b. Terjadi rasa sakit yang akut & menyulitkan pergerakan sendi &

pemanjangan otot

c. Terdapat pengurangan atau penurunan fungsi pada daerah pergerakan

d. Mengalami cidera, dislokasi dan ketegangan otot yang akut

c. Stabilisasi Exercise

Stability Exercise menggambarkan kemampuan untuk mengontrol atau

mengendalikan posisi dan gerakan central pada tubuh diantaranya head and

neck alignmentt, alignment of vetebral column thorax and pelvic stability /

mobility, dan ankle hip strategies. Aktifitas core stability akan memelihara

postur tubuh dalam melakukan gerakan, serta menjadi dasar untuk semua

16
gerakan lengan dan tungkai. Selain itu core stability juga berpengaruh terhadap

stabilitas (Karren, 2008).

stability exercise prinsipnya yaitu mengkontraksikan otot stabilisator

trunk yaitu multifidus, transversus abdominis, internal oblique. Serta diikuti

dengan kontraksi otot-otot perut dalam mempertahankan posisi panggul yang

optimal, dengan memelihara vertebra netral dan stabil. Secara lebih rinci,

stabilitas inti adalah interaksi koordinasi dan kekuatan antara otot perut, trunk,

diafragma dan otot pantat selama aktifitas untuk memastikan vertebra agar tetap

stabil dan kuat dalam pergerakannya sehari-hari.

17
BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Proses Assessmen Fisioterapi


1. Identitas Umum Pasien
Nama : Ny. M

Usia : 46 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat : Komp.Perikanan Bontojolong

Vital Sign

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Denyut Nadi : 60 x/menit

Frekuensi Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36,50C

2. History Taking

Keluhan Utama : Nyeri pada pangkal paha dan keterbatasan gerak tungkai

sisi kanan

Faktor yang memperberat : saat pasien berdiri lama, saat pasien duduk ke

berdiri dan jalan jauh.

Faktor yang memperingan : saat pasien istirahat

18
Riwayat Perjalanan Penyakit :

Mulai merasakan nyeri di area selangkangan sejak setelah melahirkan anak

keduanya, kemudian mulai memeriksakan ke dokter pada tahun 2012 dan

dirujuk ke fisioterapi untuk diterapi setelah terapi beberapa kali, nyerinya mulai

menghilang, beberapa tahun kemudian nyerinya muncul kembali, saat itu dokter

hanya memberi obat anti nyeri. Dan pada tahun 2020 pasien datang ke

Fisioterapi di dengan keluhan nyeri yang tak tertahankan pada pangkal paha dan

keterbatasan gerak saat melakukan ADL, pasien telah menjalani fisioterapi

sebanyak 5x dan akan melanjutkan terapi dengan keluhan pasien.

3. Inspeksi / Observasi
Statis :

a. Pemendekan pada kaki yang mengalami nyeri pada otot tungkai kanan

b. Crista Iliaca tidak simetris

c. Crista Iliaca ikut bergerak ke atas

Dinamis :

a. Jalan pincang

b. Sulit melakukan gerakan jongkok ke berdiri dan sebaliknya

4. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

1. Tes gerak aktif

a. Fleksi : Nyeri, ROM terbatas

b. Ekstensi : Tidak nyeri, full ROM

c. Abduksi : Nyeri, ROM terbataas

d. Adduksi : Nyeri, ROM terbatas

e. Endorotasi : Nyeri, ROM sangat terbatas

19
f. Eksorotasi : Nyeri, ROM terbatas

2. Tes gerak pasif

a. Fleksi : Nyeri, ROM terbatas, firm end feel

b. Ekstensi :Nyeri, ROM terbatas, firm end feel

c. Abduksi : Nyeri, ROM terbatas ,firm end feel

d. Adduksi : Nyeri, ROM terbatas, firm end feel

e. Endorotasi : Nyeri, ROM sangat terbatas, firm end feel

f. Eksorotasi : Nyeri, ROM terbatas, firm end feel

3. TIMT

a. Fleksi : Normal

b. Ekstensi : Normal

c. Abduksi : Normal

d. Adduksi : Normal

e. Endorotasi : Normal

f. Eksorotasi : Normal

5. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

a. Palpasi

1) Kelemahan M. Adductor

2) Spasme erector spine

3) Nyeri tekan pada M.Gluteus medius dan M.Illiopsoas

20
b. Tes Spesifik

1) Patrick test

 Teknik : Posisi terlentang,pemeriksa berada di samping tungkai

pasien yang akan di test,silangkan tungkai pasien yang di tes ke

tungkai yang satunya,yepat di atas proximal knee.Selanjutnya satu

tangan anda akan memfikasis iliumdisebelahnya,dan tangan yang

satunya ditempatkan pada ipsilateral knee dari tungkai yang di test.

Lalu secara perlahan tekan knee ke bawah.

 Hasil : (+) Nyeri

 Interpretasi : tes positif jika nyeri terprovokasi selama test.

2) Anterior Labral Test

21
 Teknik : Posisi pasie terlentang denga kedua tungkai lurus.

Tempatkan satu tangan di atas ankle pasien sisi posterior,dan tangan

satunya pada knee pasien sisi lateral.selanjutnya,posisikan tungkai

pasien full fleksi hip.abduksi,dan eksorotasi. Lalu,secara pasif

gerakan tungkai pasien ke arah ekstensi hip disertai adduksi dan

endorotasi hip.

 Hasil : (+) Nyeri

 Interpretasi: Test positif jika nyeri terprovokasi degan atau tanpa

bunyi “klick”

c. Pemeriksaan Panjang Otot

1) M. Iliopsoas

Pada pemeriksaan panjang otot M. Iliopsoas dapat memakain Thomas

Test

22
Teknik : Posisi pasien terlentang dengan kedua tungkai

lurus,mintalah pasien untuk memfleksikan salah satu knee dan

menariknya ke dada sedekat mungkin menggunakan kedua

tangannya.Tungkai yang satunya tetap dalam posisi ekstensi dan

tetap kontak penuh dengan bed. Pastikan bahwa lumbar spine tetap

rata dan bersentuhan dengan bed selama test.

2) M.Rectus Femoris

Pada pemeriksaan panjang otot M. Rectus Femoris dapat memakain

Ely’s Test.

Teknik : Posisi pasien Prone lying dengan posisi kedua tungkai

lurus,tempatkan satu tangan pada lower back pasien,dantangan

satunya menggenggam ankle pasien pada tungkai yang di test.

Selanjutnya,secara pasif fleksikan knee pasien,pastikan tumit pasien

menyentuh pantat. Bandingkan dengan tungkai yang satunya.

3) Tensor Facia Lateae ( Hip abduksi)

Pada pemeriksaan panjang otot M. Rectus Femoris dapat memakain

Ober’s Test

23
Teknik : Posisi pasien tidur menyamping. Posisi tunkai yang tidak

dilibatkan rapat di bed dengan hip dan knee difleksikan sekitar 90

derajat,secara pasif abduksikan tungkai atas pasien dengan satu

tangan dan bawa ke dalam sedikit ekstensi, tangan yang satunya

memfiksasi pelvis pasien. Selanjutnya, secara perlahan rendahkan

tungkai atas pasien hingga tungkai rapat di atas bed.

4) Adductor Contracure Test

Teknik : Posisi pasien supine lying kedua lutut di tekuk sampai 90

derajat dan minta pasien untuk mengangkat gluteus dan hamstring

sampai sejajar dengan trunk, setelah tungkai dalam posisi normal liat

kesejajaran sias,selanjutnya beri gerakan abduksi dan lihat apakah salah

satu sias pasien tidak sejajar.

5) Tes JPM

24
 Traksi Primer

 Compression Hip

 Traksi Lateral

d. Pengukuran

1) VAS

Pengukuran intensitas nyeri menggunakan alat visual analog scale

(VAS).

Nyeri diam :0
Nyeri tekan : 5,5
Nyeri gerak : 7

2) Muscle Manual Testing

 M. Quadriceps : nilai 4

 M. Adductor : nilai 4

 M. Illiopsoas : nilai 4

 M. Gluteus Medius : nilai 3+

Hasil :

 Nilai 4 (Kontraksi otot dengan sendi penuh, mampu melawan

gravitasi dengan tahanan minimal)

 Nilai 3 (Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full ROM

dan mampu melawan gravitasi)

3) Range Of Motion (ROM)

GERAKAN HIP NILAI NORMAL

25
Ekstensi/Fleksi o o o S = 10o – 0o – 120o
S = 10 – 0 – 90
Abduksi/Adduksi o o o F = 40o – 0o – 10o
F = 40 – 10 – 30
Eksorotasi/Endorotasi o o o R = 50o – 0o – 45o
R = 20 – 10 – 45

6. Diagnosa Fisioterapi
Penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan aktifitas fungsional Hip joint pain

with hypomobile e.c Osteoarthritis Hip Joint”

7. Problematik Fisioterapi (ICF Concept)

Diagnosis fisioterapi dituliskan berdasarkan International Classification of

Functioning, Disability and Health (ICF) atau berkaitan dengan masalah

kesehatan sebagaimana tertuang pada International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problem (ICD-10).

 ICF : Nyeri gerak dan keterbatasan gerak akibat Osteoarthritis Hip

 ICD :Akibat Osteoartritis Hip

Diagnosis fisioterapi terdiri atas:

a. Body Function and Structure Impairment

 Nyeri pada lipatan paha

 Terjadinya pemendekan M.Iliopsoas,Rectus Femoris dan Adductor

 Kelemahan pada M.Gluteus Medius

 Keterbatasan ROM dan Pola Capsular

b. Activity Limitation

26
Gangguan aktivitas fungsional berjalan

c. Participation Restriction

 Kesulitan melakukan pekerjaan

 Hambatan beribadah

B. Prosedur Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Intervensi Fisioterapi

a. Tujuan Jangka Panjang

Meningkatkan ADL dan Meningkatkan kemampuan fungsional berjalan

b. Tujuan Jangka Pendek

• Mengurangi Nyeri,spasme dan ekstensibilitas jaringan otot

• Mengembalikan ROM

2. Program Intervensi Fisioterapi

n
Problematic Fisioterapi Tujuan intervensi Jenis Intervensi
o
1 Impairment

a) Terdapat nyeri pada  Menguragi rasa nyeri TENS


pangkal paha.
 MWD

b) Terdapatnya pemendekan  Penguluran otot yang Hip streching Exercise


pada M.illiopsoas, rectus mengalami
Femoris dan Adductor kontraktur

27
c) Kelemahan pada  Memberi kekuatan  Strengthening pada
M.Gluteus Medius pada otot M.Gluteus
otot M.Gluteus
Medius
Medius

 Stretcing Exercise
d) Keterbatasan ROM  Untuk memperbaiki
ekstensibilitasi otot

2 Activity Limitation

Gangguang fungsional  Untuk memperbaiki  strengthening


aktivitas berjalan
berjalan
 stabilisasi exercise
3 Participation Resticion

Kesulitan melakukan
pekerjaan
Hambatan saat beribadah

3. Prosedur pelaksanaan
1. MWD ( Micro Wave Diatermy)

a. Tujuan

 Merelaksasi otot dan meningkatkan ekstensibilitas jaringan otot

 Membantu meningkatkan sirkulasi limpatik dan sirkulasi darah local.

b. Teknik pelaksanaan

28
 Persiapan alat : Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik. Dan

pastikan alat tersambung arus lisrtik.

 Persiapan pasien : posisi pasien prone lying, bebaskan dari pakaian dan

logam, posisikan pasien senyaman mungkin, tes sensibilitas, jarak 5-10 cm.

 Tekan tombo ON pada alat

 Posisikan SWD tepat gluteus pasien

 Tentukan (dosis, frequensi, dan waktu )

 Intensitas : 100 W/Cm2

 Time : 10 menit

 Naikka intensias secara bertahap

 Setelah waktu habis,tekan tombol OFF

 Lepaska kabel dari arus listrik

2. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

a Tujuan : Untuk mengurangi nyeri

a. Persiapan pasien : posisi pasien tengkurap senyaman dan merasa

serileks mungkin, area yang diterapi terbebas dari kain dan lotion,

terapis menjelaskan efek yang akan dirasakan pasien saat penggunaan

TENS

b. Persiapan alat : pastikan pad dibasahi terlebih dahulu sebelum

digunakan, colok kabel kemudian ON kan alat lalu tempatkan pad pada

area nyeri dan setel dosis pada alat.

c. Dosis :

 F : 50-150 Hz

 I : durasi pulsed 60-100 ms

29
 T : menggunakan low frekuensi tens

 T : 10-15 menit

3. Strengthening

a. Teknik Strengthening M. Adductor

 Side Leg Rises

Teknik Pelaksanaan

 Posisi side lying,gunakan tangan atau bantal untung menopang

kepala

 Perlahan angkat kaki kiri setinggi mungkin.Tahan posisi ini

selama beberapa detik sebelum menurunkan kaki Anda kembali.

 Lakukan 2–3 set 8-16 pengulangan di setiap sisi.

 Standing side leg raises

Teknik Pelaksanaan:

 Letakkan tangan Anda di dinding atau kursi untuk menopang

tubuh

30
 Pertahankan pinggul Anda agar lurus saat Anda menggunakan

paha bagian dalam untuk mengangkat kaki kiri setinggi mungkin.

 Berhentilah di sini selama beberapa saat sebelum perlahan-lahan

mengembalikan kaki Anda ke bawah

 Lakukan 2–3 set 8 pengulangan di setiap sisi

 Wide leg squat

Teknik pelaksanaan :

 Berdiri dengan kaki lebih lebar dari pada pinggul

 Turunkan pinggul sejauh mungkin dan tahan beberapa saat

 Kembali ke posisi awal

 Lakuka 2-3 set pengulangan di setiap sisi

b. Strengthening M. Gluteus Medius

 Weight Dead Lift

31
Teknik pelaksanaan :

 Berdiri dengan kedua kaki sejajar dengan panggul

 Jika merasa nyaman,anda bias memegang dumbbell ringan

 Jaga agar tulang belakang Andasejajar dan pandangan ke depan

 Donkey Kick Exercise

Teknik Pelaksanaan :

 Mulailah merangkak dengan lutut langsung di bawah pinggul dan

tangan di bawah bahu

 Pertahankan perut Anda tetap tegak, bahu ke belakang dan ke

bawah, dan tulang belakang Anda dalam garis panjang

 Lenturkan kaki Anda dan angkat lutut sedikit lebih tinggi dari

32
pinggul Anda.

4. Stretching

a. Untuk stretching m.illiopsoas bias dilakukan dengan :

 Runner”s Lunge

Teknik Pelaksanaa :

Mulailah berlutut dengan kedua lutut di tanah, lalu bawa kaki kanan ke

depan sehingga lutut kanan tepat di atas pergelangan kaki kanan. Secara

bersamaan rentangkan kaki kiri di belakang sehingga lutut kiri berada di

belakang pinggul kiri dan bagian atas telapak kaki menyentuh tanah.

Letakkan tangan Anda di paha kanan. Untuk peregangan yang lebih dalam,

arahkan bagian atas telapak kaki ke tanah. Tahan selama satu hingga dua

menit, lalu ulangi gerakan di sisi yang berlawanan. Itu satu rep.

 Lying Psoas Stratch

33
Teknik Pelaksanaan :

Posisi pasien supine Lying, kaki sejajar dengann matras lalu fleksikan satu

tungkain maksimal mendekati trunk, dan kaki satunya tetap posisi normal.

 Half Frog Exercise

Teknik pelaksanaan :

Mulailah berbaring tengkurap dengan kaki terbentang di belakang,

letakkan dahi di punggung tangan. Tekuk lutut kanan Anda sehingga

sejajar dengan pinggul kanan Anda, dan tekuk kaki kanan Anda. Shin

34
kanan Anda harus sejajar dengan kaki kiri Anda. Tekan lutut kanan Anda

ke tanah untuk mendekatkan paha kanan sedalam mungkin ke matras.

Tahan selama satu hingga dua menit sebelum mengulangi sisi yang

berlawanan. Itu satu repetisi.

b. Stretching M. Lattisumus Dorsi

Teknik Pelaksanaan:

 Berdirilah dengan kaki selebar bahu

 Raihlah sejauh lebih dari kepala dan ambil pergelangan tangan kiri

anda dengan tangan kanan

 Tekuk disisi kanan anda sampai anda merasakan regangan di

sepanjang batang kiri anda. Letakkan sebagian besar berat badan

anda di kaki kanan.

 Tahan selama 5 hingga 10 detik, lalu kembali ke posisi awal dengan

mendorong dari kaki kanan anda. Coba latihan ini di sisi yang

berlawanan.

5. Stabilisasi Exercise

 planking

35
Teknik Pelaksanaan :

Dalam posisi merangkak, pertahankan kepala lurus dengan lutut

membungkuk ke 90 derajat. Libatkan core Anda untuk menjaga

punggung tetap lurus selama seluruh latihan dan gunakan hamstring,

glutes, dan low back Anda untuk mengangkat kaki lurus sambil

mengangkat lengan yang berlawanan

 Marching on the ball

36
Teknik pelaksanaan:

 Duduk di bola olahraga dengan kaki di buka selebar bahu serta

sejajar dengan tanah

 Angkat satu tumit sambil menjaga jari-jari Anda di tanah. Untuk

tantangan yang lebih besar, angkat seluruh kaki Anda dari tanah.

 Tahan posisi itu selama beberapa detik lalu letakkan kaki itu

kembali ke tanah dan beralih ke sisi yang lain.

 Hindari membungkukkan bahu dan fokus pada menstabilkan

tubuh Anda dengan otot-otot inti Anda.

 Bridge

Teknik pelaksanaan :

 Berbaring telentang di lantai, dengan lutut ditekuk dan lengan di

samping tubuh

 Tangan tetap sejajar di lantai/karpet,selanjutnya angkat pinggul

sampai sejajar dengan trunk

 Tahan posisi selama 8 hingga 10 detik, lalu perlahan-lahan turun

ke posisi awal

 Lying march

37
Teknik Pelaksanaan :

 Berbaring telentang di lantai, dengan lutut ditekuk dan lengankan

sisi tubuh Anda.

 Kencangkan otot perut dan perlahan-lahan angkat kaki kiri 3

hingga 4 inci dari lantai. Tahan selama beberapa detik, lalu

perlahan-lahan turunkan ke lantai.

 Lakukan hal yang sama dengan kaki kanan, dan lanjutkan

bergantian kaki, "berbaris" selama 30 detik.

6. Resisted Exercise Hip

 Hip flexion

38
Teknik Pelaksanaan :

Posisi pasien supine lying, fleksikan satu tungkai pasien sekitar enam

puluh derajat mendukung kaki bagian bawah dan memberikan

perlawanan ke ekstensi.

 Hip Extension

Teknik Pelaksanaan :

Posisi pasien supine lying tekut satu tungkai ke putaran sekitar tiga puluh

derajat Fleksi dan selanjutnya memberikan perlawanan ke Arah fleksi

 Hip adduction

39
Teknik Pelaksanaan :

Posisi pasien supine lying, terapis berdiri di samping tungkain

pasien,angkat satu kaki lalu letakkan satu tangan distal di lutut dan satu

tangandi proksimal ke lutut dan minta pasien untuk menyatukan kaki

saat terapis memberikan perlawanan.

 Hip Abduction

Teknik Pelaksanaan :

Posisi pasien supine lying,terapis berdiri di samping tungkai ,angka satu

kaki angkat kaki kemudian letakkan satu tangan distal lutut satu tangan

proksimal lutut dan minta pasien untuk menggerakkan kaki kearah luar

 Hip Internal Rotation

40
Teknik Pelaksanaan :

Posisi pasien supine lying, terapis berdiri di samping tungkain pasien

berikan fleksi hip sampai 90 derajat dan beri arahan pasien untuk

membawa pergelangan kaki ke luar saat terapis memberi perlawanan

 Hip External

Teknik pelaksanaan :

Posisi pasien supine lying dengan terapis berada di samping tungkain

pasien berikan fleksi 90 derajat dan kemudian minta pasien untuk

menggerakkan pergelangan kaki ke dalam saat terapis memberikan

perlawanan.

41
C. Evaluasi

Evaluasi Sebelum Sesudah


Nyeri pada Nyeri Nyeri mulai erkurang
lipatah paha setelah melakukan
intervensi
Kekuatan otot Lemah Ada peningkatan dengan
melakukan
Strengthening pada hip
ROM terbatas Mulai membaik
Spasme Ada berkurang

BAB IV

PENUTUP

42
A. Kesimpulan

Osteoarthritis (OA) adalah suatu proses degenerasi pada tulang rawan sendi

yang banyak di derita pada orang tua yang jumlah kejadiannya cenderung meningkat

seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup penduduk dan penyakit ini sering

menyerang sendi lutut (knee joint). Orang yang mengalami osteoarthritis biasanya sulit

untuk menggerakkan persendiannya sehingga pergerakannya terbatas.

Hip Osteoartritis adalah noninflamasi arthrosis akibat hilangnya tulang rawan

secara progresif pada permukaan femoralis kepala dan acetabulu atau OA Hip

merupakan jenis peradangan sendi yang disebabkan karena memburuknya tulang rawan

artikular yang melindungi bagian ujung tulang sendi, sehingga menyebabkan rasa sakit

dan rasa kaku. Jika bertambah parah, penyakit ini dapat mempengaruhi banyak sekali

aktifitas rutin, seperti berpakaian, mengikat sepatu, naik-turun tangga, dan juga tidur.

Pada kasus Osteoartristis Hip join interensi fisiotrapi tang dapat diberikan seprti Infra

Red, TENS, sterching dan Stengthening.

B. Saran

1. Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang pemeriksaan penatalaksanaan

kasus Osteoarthritis Hip dengan benar untuk menegakkan diagnosis.

2. Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang intervensi yang tepat yang

diberikan pada kasus Osteoarthritis hip.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinsons K, PT in Orthodaedic, WB Saunders and co, 1999

43
Dvorak, J and Dvorak, V, Medical checklists Manual Medicine, Gerg Thieme Verlag
Stuttgart, New York, 1991.

Goodman, c.c. and Boissonault, W.G., Pathology, implication for the hpysical therapist,
WB Saunders Co, Philadelphia, 1998.

Hertling D, Management of Musculosceletal disorder, PT principlrs and method, WB


Saunders and co, 2006

Kapanji, IA. Physiology of joint Vol II Lower extremity, Churchill Livingstone,


Eidinburgh, 1986.

Magee DJ, Orthopaedic physical assessment, WB Saunders and co, 2000.

Mink, AJF, Extremiteiten, Bohn, Scheltema-Holkema, Utrecht, 1999.

44

Anda mungkin juga menyukai