Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Cervical Root Syndrome atau Cervical Disc Syndrome adalah kumpulan

gejala karena penekanan pada saraf spinal yang sering diakibatkan oleh proses

degenerasi pada vertebrae dan discus intervertebralis pada daerah leher. Kondisi

ini sering diakibatkan oleh spondylosis cervicalis atau osteoartritis yang terjadi

pada vertebrae Cervical. Spondylosis cervicalis sering didapatkan pada pasien

yang berusia lanjut dan merupakan penyebab terbanyak disfungsi medula

spinalis pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun (Agung susilo, 2010).

Terdapat 2 gejala utama cervical root syndrome, yaitu: 1. Nyeri cervical

tanpa adanya nyeri radikuler dan defisit neurologis, 2. Nyeri cervical yang diikuti

dengan nyeri radikuler dan defisit neurologis. Untuk gejala utama dan kedua

sangatlah besar kemungkinan ditemukan adanya kelainan organik di cervical.

Pada nyeri cervical tanpa adanya nyeri radikuler atau defisit neurologis kadang

tidak jelas adanya keterlibatan radiks cervical dan tidak jelas batasan kriteria

diagnostik yang akan dilakukan (Karsa adi nugraha, 2015).

B. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah

sebagai berikut :

 Mampu memahami pengertian cervical root Syndrome

 Mampu memahami penyebab cervical root Syndrome

 Mampu memahami tanda dan gejala dari cervical root Syndrome

 Mengetahui macam-macam pemeriksaan yang dilakukan pada klien

dengan cervical root Syndrome

1
 Mengetahui pemberian SWD dan US dapat mengurangi nyeri pada

penderita cervical root Syndrome

 Mengetahui pemberian terapi latihan Dapat meningkatkan kekuatan otot

dan melatih control otot, menjaga serta meningkatkan LGS pada penderita

cervical root Syndrome

 Mengetahui pemberian terapi latihan dapat mengembalikan ADL pada

penderita cervical root Syndrome

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,

mengidentifikasi masalah-masalah, menganalisa dan mengambil suatu kesimpulan

tentang kondisi cervical syndrome.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh modalitas SWD, US dan terapi latihan

dalam mengurangi nyeri akibat cervical root syndrome.

b. Untuk mengetahui pengaruh SWD, US dan terapi latihan dalam

meningkatkan luas gerak sendi akibat cervical root syndrome.

c. Untuk mengetahui pengaruh SWD, US dan terapi latihan dalam

mengurangi spasme otot leher akibat cervical root syndrome.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI

1. Anatomi dan Fisiologi Leher

a. Vertebrae Cervical

Anatomi vertebrae Cervical berbeda dengan vertebrae thoracal dan

juga lumbal. Ini semua berkaitan dengan fungsinya yang memang berbeda.

Vertebrae cervical relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan vertebrae lumbal,

begitu juga dengan discus intervertebralenya yang memiliki ukuran lebih kecil.

1). Segmental Cervical

Gerakan pada cervical lebih luas serta sudut facet sendinya lebih kearah

transversal dibandingkan dengan thoracal atau lumbal.

a. Atlanto axialis (C1 – C2)

Merupakan sendi sinovial jenis sendi putar, dibentuk oleh

atlas arc dengan dens dimana gerak utamanya rotasi kanan-kiri,

sehingga dikenal sebagai “no joint”.

b.    Intervertebral joint (C2 – C7)

Gerakan ke segala arah, dengan gerakan dominan seperti

c. Facets dan Uncovertebral joint

Mulai dari C2 ke bawah membentuk intervertebral joint atau

facets dimana terletak lebih pada bidang transversal.

b. Kinesiologi

Saraf yang keluar dari vertebrae Cervical berjumlah 8, dimulai dari C1

sampai dengan C8. Pada daerah cervical sendiri terdapat dua plexus yakni plexus

3
cervicalis (C1-C4) dan plexus brachialis (C4-T1). Masing-masing memiliki

miotom dan dermatom berbeda antara lain :

Tabel 1. Dermatom dan Miotom Plexus Brachialis

Saraf Dermatom Miotom

C3 Supraclavicular, suboccipital, posterio Auricular Trapezius, levator scapula,

sternocleidomastoideus, diafrgma

C4 Infraclavicula, posterior cervical, posterior Trapezius, rhomboidei, levator

Bahu scapula, diafragma

C5 Superolateral tangan Pectoralis mayor, supraspinatus,

infraspinatus, deltoid, biceps, brachialis,

brachioradialis, diafragma

C6 Bagian samping lengan atas dan lengan bawah, Biceps, brachialis, brachoradialis,

ibu jari, jari telunjuk extensor carpi radialis longus, supinator,

pronator teres, flexor carpi radialis,

triceps

C7 Posterolateral lengan atas dan lengan bawah, Triceps, latissimus dorsi, pronator teres,
flexor carpi radialis, extensor carpi
jari tengah
ulnaris, extensor digitorum, abductor
pollicis longus, extensor pollicis brevis
and longus, extensor indicis
C8 Medial lengan atas dan lengan bawah, jari Flexor digitorum superficialis,

manis, kelingking pronator quadratus, flexor

digitorum profundus, flexor pollicis

longus, flexor carpi

ulnaris, lumbricals 3 and 4

4
T1 Axilla dan pectoral, medial lengan atas, Adductor pollicis, abductor pollicis

proximal medial lengan bawah brevis, opponens

pollicis, flexor pollicis brevis, interossei,

c. Biomekanik leher

Vertebrae cervical mempunyai fungsi sebagai penopang kepala dan

mempertahankan posisi kepala dan untuk stabilitas dan mobilitas. Gerakan fleksi

ekstensi terjadi pada articulatio atlantooccipitalis, juga bisa terjadi di antara C1

dan C2. Semua itu dikendalikan oleh otot-otot suboccipital dan ligamentum

atlantooccipital. Gerakan fleksi-ekstensi dan pembatasan lateral fleksi disebabkan

oleh uncovertebral. Bentuk dari corpus yang lebih lebar pada arah lateral

memungkinkan pergerakan fleksi-ekstensi dibanding dengan lateral-fleksi (Agung

susilo, 2010).

Range of Motion (R.O.M.) adalah luas gerak yang bisa dilakukan oleh

suatu sendi dengan seluruh kekuatan. Tiap sendi memiliki R.O.M. yang berbeda-

beda yang diukur menggunakan goniometer. Pada bagian cervical R.O.M normal

pada fleksi adalah 70°. Pada ekstensi 40°. Pada lateral bending 60°. Dan

pada rotasi 90° (Agung susilo, 2010).

d. Otot-otot Regio Cervical

Otot-otot regio cervical terdiri atas kelompok otot bagian anterior,

posterior dan bagian lateral.

1.    Bagian Anterior

Pada bagian anterior, terdapat otot prevertebralis cervical dan otot

hyoid.

5
a.    Otot Prevertebralis Cervical

Otot prevertebralis terdiri atas otot longus colli dan longus capitis, serta

otot rectus capitis anterior dan otot rectus capitis lateralis. Otot longus colli dan

longus capitis berjalan vertikal ke atas di depan vertebra, longus colli berasal dari

3 thoracal bagian atas sampai pada C1 (atlas) dan longus capitis berasal dari

b.    Otot Hyoid

Otot ini di kenal juga sebagai otot yang berbentuk tali. Otot hyoid  adalah

otot-otot bagian anterior yang kecil pada regio cervical. Otot ini terdiri atas otot

suprahydois dan 4 otot infrahyidois.

Otot Hyoid berperan di dalam gerak fleksi kepala dan leher. Otot tersebut

merupakan otot-otot utama dalam fase-fase menelan, tetapi berkontraksi pada

fleksi cervical melawan tahanan.

2.    Bagian Posterior

Pada bagian posterior cervical terdapat otot splenius capitis dan

cervicis, group otot suboccipitalis, erector spine, serta otot semispinalis cervicis

dan capitis.

a.    Otot Splenius Capitis dan Cervicis

Kedua otot ini terdiri atas ikatan serabut paralel, berjalan keluar dan keatas

dari perlekatannya di bawah kearah sentral/medial sampai perlekatannya di atas

lebih kearah lateral. Otot splenius capitis jauh lebih besar daripada splenius

cervicis.

b.    Group Otot Suboccipitalis

Group otot ini terdiri dari 4 otot yang pendek yang terletak pada bagian

belakang bawah dari tengkorak (os occipital) dan 2 vertebra bagian atas. Group

otot ini mencakup obliques capitis superior dan inferior, serta rectus capitis

6
posterior major dan minor.

c.    Erector Spine

Otot ini dikenal sebagai massa otot yang besar dan terbagi ke dalam 3

cabang yaitu otot iliocostalis, longissimus, dan otot spinalis. Khusus regio cervical

hanya terdapat otot iliocostalis dan otot longissimus. Otot iliocostalis terdiri dari

bagian lumbal, thoracal dan cervical. Pada regio cervical, otot iliocostalis cervicis

melekat pada processus transversus C4 kemudian bersambung pada regio thoracal

dengan nama iliocostalis thoracal. Otot longisimus terdiri dari 3 bagian yang

berbeda yaitu longissimus thoracis, longissimus cervicis dan longissimus capitis.

Longissimus cervicis adalah otot yang kecil dan terletak agak dekat dengan spine

melekat dari processus transversus vertebra thoracal atas sampai pada proseccus

transversus vertebra cervical bawah. Longissimus capitis adalah otot yang tipis

dan melekat dari vertebra cervical pada 2/3 bagian bawah cervical, kemudian

berjalan keluar dan keatas pada processus mastoideus os temporalis.

d.   Otot Semispinalis Cervicis dan Capitis

Otot ini terletak dekat dengan vertebra pada bagian dalam dari erector

spine. Bagian thoracal dan cervical terdiri dari bundel-bundel serabut otot yang

kecil yang berjalan kearah medial dan keatas sampai beberapa processus vertebra

di atasnya. Bagian bawah semispinalis capitis melekat dari vertebra thoracal

bagian atas dan berjalan sedikit ke medial, tetapi bundel-bundel serabutnya pada

regio cervical berjalan vertikal ke os occipital.

3.    Bagian Lateral

Pada bagian lateral cervical, terdiri atas otot scalenus anterior,

posterior dan medius, serta otot sternocleidomastoid.

7
a.    Otot Scalenus Anterior, Posterior dan Medius

Ketiga otot ini berjalan diagonal ke atas dari sisi 2 costa atas sampai

processus transversus vertebra cervical. Aksi ketiga otot secara bersamaan pada

kedua sisi akan menghasilkan fleksi cervical, dan aksi ketiga otot pada satu sisi

akan menghasilkan lateral fleksi leher. Ketiga otot ini dapat dipalpasi pada sisi

leher antara sternocleidomastoid dan upper trapezius tetapi sulit diidentifikasi.

b.    Otot Sternocleidomastoid

Otot ini terdiri dari 2 caput, satu caput dari puncak sternum dan satu caput

lainnya dari puncak clavicula sekitar dua inchi ke lateral dari costa satu. Kedua

caput otot ini menyatu dan melekat pada tulang tengkorak tepat dibawah dan

2. Cervical Root Syndrome

a. Pengertian

Cervical Root Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penekanan atau

jebakan pada saraf spinal yang disebabkan karena proses degenerasi pada

vertebrae Cervical. Cervical Root Syndrome sendiri diakibatkan oleh berbagai

sebab, salah satunya trauma. Selain itu bisa diakibatkan juga karena terdapat

Spondylosis Cervicalis. Banyak nama yang digunakan untuk menyebut penyakit

ini selain Spondylosis Cervicalis, antara lain adalah Cervical Spondyloarthrosis

atau Cervical Osteoarthrosis Sedangkan sumber lain menyebutnya Osteofitosis,

Degenerative Spondylosis atau Spondylosis Deformans .

b. Patologi

Adanya degenerasi diskus intervertebralis secara progresif kemudian

mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan

diskus. Kemudian degenerasi diskus terjadi dan elastisitas serabut-serabut dari

annulus menurun dan berubah menjadi jaringan fibrous sehingga menyebabkan

8
fleksibilitas dan gerakan daerah servikal menjadi kaku.

c. Etiologi

Etiologi dari kasus Cervical Root Syndrome adalah karena spondylosis

cervical. Spondilosis terjadi karena adanya Proses degeneratif pada discus

intervertebralis secara progresif. Radiologis tampak perubahan discus

intervertebralis, pembentukan osteofit paravertebral dan facet joint serta

perubahan arcus laminalis posterior. Osteofit yang terbentuk seringkali menonjol

ke dalam foramen intervertebrale dan mengadakan iritasi atau menekan akar

saraf (Normalia, 2014)

d. Insidensi

Cervical Root Syndrome sering didapatkan pada orang yang berusia lebih

dari 55 tahun. Meskipun memiliki insidensi yang tinggi dan terlihat pada

pemeriksaan radiologis, tapi penyakit ini kadang tidak menunjukkan gejala atau

keluhan Penderita Cervical Root Syndrome ini sendiri diperkirakan antara 85 per

100.000 orang di Amerika Serikat Sedangkan dari data internasional pada tahun

1996 didapatkan 3,5 kasus per 1000 orang .

e. Faktor Predisposisi

1) Umur

Berbagai sumber mengatakan terdapat keterkaitan antara

bertambahnya usia dengan angka kejadian dari Cervical Root Syndrome.

Spondylosis cervicalis jarang ditemukan pada usia dibawah 40, dan

biasanya mulai ditemukan setelah usia 40 tahun dan sering didapatkan

pada penderita yang berusia lebih dari 55 tahun. (Regan, 2010)

2) Jenis Kelamin

Terdapat penelitian dimana laki-laki lebih cepat mengalami

9
proses degenerasi bila dibandingkan dengan perempuan. Pada laki-

laki terkadang didapatkan mulainya proses degenerasi pada usia 30

tahun, sedangkan pada wanita biasanya dimulai pada usia 40 tahun.

(Regan, 2010)

3) Genetik

Didapatkan faktor familial pada penderita cervical root

syndrome, sehingga faktor genetik diperkirakan memiliki peran dalam

terjadinya penyakit ini. (Regan, 2010)

4) Trauma

Trauma pada suatu kecelakaan merupakan faktor risiko pada

cervical root syndrome. Selain itu dapat diakibatkan juga karena

proses “wear and tear”, yaitu proses penggunaan sendi terus menerus

yang akan menyebabkan degenerasi pada sendi.

5) Pekerjaan

Pekerjaan dapat menyebabkan trauma berulang seperti

mengangkat beban berat pada kuli dan gerakan berlebihan pada penari

professional merupakan faktor risiko pada cervical root syndrome.

Keadaan lain yang bisa ditemukan seperti pada pekerjaan yang

menggunakan komputer dalam waktu yang cukup lama dan

penjahit pakaian.

f .Tanda dan Gejala Klinik Cervical Root Syndrome

1) Nyeri Leher

Gejala yang utama biasanya berupa nyeri pada bagian

belakang leher atau daerah sekitarnya (trapezius). Timbulnya nyeri

terjadi secara perlahan-lahan walaupun terkadang timbul mendadak.

10
Rasa nyeri sendiri biasanya bersifat kronik dan dihubungkan dengan

adanya aktivitas yang berat atau keadaan umum yang menurun.

Terkadang rasa nyeri menjalar ke bahu atau lengan atas dan juga bisa

mengenai daerah cervical atas yang menyebabkan nyeri occipital

(Agung susilo, 2010).

2) Kaku Leher (Stiffness)

Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah

dengan adanya aktivitas. Gerakan leher menjadi terbatas dan

terkadang disertai dengan krepitasi dan nyeri (Agung susilo, 2010).

3) Gejala Radikuler

Tergantung pada radix saraf yang terkena oleh spur atau

iritasi oleh synovitis dari facet sendiri dan biasanya bersifat unilateral.

Pasien mengeluh adanya paresthesia numbness dan jarang disertai

nyeri. (Agung susilo, 2010).

4) Parese

Jarang didapatkan parese kecuali bila terdapat penekanan yang

hebat pada radix saraf atau medulla spinalis yang menyebabkan

terjadinya myelopati (Agung susilo, 2010).

5) Gejala-gejala lain

Pada sedikit kasus dapat disertai dengan penekanan mendadak

pada a. vertebralis yang bisa mengakibatkan nyeri kepala, vertigo

dan tinnitus (Agung susilo, 2010).

g. Diagnosa Banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri leher dan bahu serta rasa

tidak nyaman pada ekstremitas, diantaranya : Radikulopati, Hernia Nucleus

11
Pulposus (HNP), Degeneratif joint Disk (spondilosis) dan neuritis medianus.

Dengan mengetahui riwayat penyakit yang jelas, pemeriksaan spesifik dan foto

Rontgen yang jelas maka dapat ditentukan diagnosis yang tepat (Prananda

Septivanda, 2015)

h. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis masih menjadi standar yang paling baik untuk

penegakan diagnosis pada Osteoarthritis Cervicalis sampai sekarang. Pada foto

rontgen akan didapatkan :

1) Pembentukan osteofit dan sklerosis pada sendi-sendi

apofiseal intervertebrae.

2) Penyempitan pada discus intervertebralis akibat erosi kartilago.

3) Pembentukan tulang baru (spurring) antar vertebra yang

berdekatan dan dapat menyebabkan kompresi akar saraf.

Selain menggunakan foto rontgen, dapat juga digunakan MRI dan CT

(Computerized Tomography) untuk penegakan diagnosis Cervical Root Syndrome.

Pemeriksaan darah normal, penyempitan celah sendi karena degradasi

kartilago artikuler dan memungkinkan permukaan tulang mendekat satu sama lain

dan terdapat osteofit marginalis. (Agung susilo, 2010).

i. Proses Fisioterapi

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis

Cervical Root Syndrome antara lain :

1) Terdapat tenderness pada daerah cervical, pada beberapa

keadaan akan terlokalisir pada sebelah lateral sendi yang

mengalami peradangan.

12
2) Spasme pada otot-otot leher.

3) Pemeriksaan R.O.M leher terbatas dan nyeri terutama pada

gerakan lateral bending dan rotasi.

4) Pada extremitas atas bisa menunjukkan defisit sensoris

dan hiporeflexia. Parese dan atrofi otot merupakan kondisi

lanjutan yang jarang ditemukan.

5) Leher tampak agak kyphotic sehingga postur terlihat kepala

jatuh ke depan yang menyebabkan center of gravity jatuh ke

depan. Leher akan bertambah lordosis sebagai usaha

mempertahankan keseimbangan dan akan mempersempit

foramen intervertebrale dan menambah tekanan ke sendi

zygapophyseal (Agung susilo, 2010).

2. Pemeriksaan / test Khusus


Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :

1) Tes Provokasi

Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi

leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan

tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler

ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat

spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada

pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal

secara manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan

distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal

berkurang.

13
Gambar Tes Provokasi

2) Tes Distraksi Kepala : Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang

diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila

kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi

kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.

Gambar Tes Distraksi Kepala

3) Tindakan Valsava

Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak

ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan

intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan

tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan

tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia

menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di

leher menjalar ke lengan.


14
Gambar Tindakan Valsava

j. Diagnosa Fisioterapi

Dari pemeriksaan yang telah dilakukan didapatkan problematika

fisioterapi yang meliputi impairment, functional limitation, dan disabilty sebagai

berikut:

1. Impairment

Adanya nyeri berupa nyeri diam, nyeri tekan pada kedua otot

upper trapezius, otot sternocleidomastoideus, dan otot levator scapula,

dan nyeri gerak pada gerakan ekstensi cervical, lateral fleksi kiri

cervical, dan rotasi kiri cervical. Adanya spasme otot upper trapezius sisi

kiri, strenocleidomastoideus sisi kiri, dan levator skapula sisi kiri.

Adanya penurunan lingkup gerak sendi pada gerakan ekstensi cervical,

lateral fleksi kiri cervical, dan rotasi kiri cervical.

2. Functional limitation

Pasien mengalami keterbatasan aktivitas saat bekerja, membaca,

konsentrasi, mengemudi, mengangkat barang serta gangguan tidur

dikarekan adanya nyeri dan keterbatasan gerak pada cervical.

3. Participation restriction / Disability

Pasien mengalami gangguan saat melakukan aktivitas sosial


15
seperti berkumpul dengan masyarakat.

k. Jenis-jenis Pengukuran Nyeri

Pengukuran nyeri terdiri dari pengukuran komponen sensorik (intensitas

nyeri) dan pengukuran komponen afektif (toleransi nyeri).

Ada 3 metode yang umumnya digunakan untuk memeriksa intensitas

nyeri yaitu Verbal Rating Scale (VRS), Visual Analogue Scala (VAS), dan

Numerical Rating Scale (NRS).

16
BAB III
Penatalaksanaan Fisioterapi

Penatalaksanaan yang bisa diberikan pada penderita Cervical Root

Syndrome bukan untuk menghentikan proses perjalanan penyakit . Secara garis

besar, penatalaksanaan pada Cervical Root Syndrome antara lain :

`1) Edukasi

 Mengajarkan penderita untuk melakukan gerakan dan

postur yang benar pada ADL.

 Mencegah pergerakan dan modifikasi ADL yang

dapat memperburuk keadaan.

 Mencegah latihan range of motion yang berlebihan.

2) Memperbaiki postur fisiologis

 Mengurangi forward-head posture

 Mengurangi lordosis yang berlebihan

4) Traksi leher

Traksi leher dengan posisi supine dengan sudut leher, beban dan

durasi dari traksi disesuaikan toleransi dan respon dari pasien. Tujuan dari

traksi adalah untuk mengembalikan posisi dari vertebrae. Indikasi

dilakukan traksi leher adalah adanya osteoartritis dan penyakit

degenartif pada discus intervertebralis. Kontraindikasi antara lain bila

terdapat neoplasma dan lesi post-trauma. Pada penderita spondylosis

cervical biasa diberikan terapi dengan beban 10-20 lbs yang dilakukan 2-3

kali sehari selama15 menit(Agung susilo, 2010).

17
5) Cervical collar

Digunakan untuk mengurangi pergerakan dan mengatur postur

tubuh yang benar. Berguna untuk mengurangi inflamasi, tapi tidak

digunakan dalam jangka waktu lama yang dapat mengakibatkan

ketergantungan dan spasme otot. Soft collar dipergunakan untuk transisi

bila sudah akan melepas collar. Rigid collar lebih restriktif, biasa

digunakan 24 jam sampai cederanya sembuh. Dan HALO atau SOMI

(Sterno- Occipital Mandibular Immobilization) yang paling restriktif dan

kaku digunakan setelah operasi atau fraktur cervical yang tidak stabil dan

akan memepertahankan kesegarisan antara vertebrae Cervical dengan

vertebrae yang lain (Agung susilo, 2010).

6) Terapi modalitas

Terapi modalitas yang dapat diberikan antara lain pemberian

panas, es dan elektroterapi. Terapi modalitas bertujuan untuk mengurangi

rasa nyeri (Agung susilo, 2010).

7) Terapi latihan

Terapi latihan adalah kumpulan latihan yang dilakukan dibawah

18
pengawasan dan direncanakan oleh seorang dokter dan mempunyai tujuan

khusus (Agung susilo, 2010).

1. Terapi Latihan

Pada penderita Cervical Root Syndrome akan didapatkan nyeri, kekakuan

dan keterbatasan ruang sendi akibat dari penekanan radix saraf. Hal ini bisa

menyebabkan terjadinya kelemahan otot yang berujung pada postur yang buruk.

Postur yang buruk akan memperberat perjalanan penyakit ini. (Regan, 2010)

Terapi latihan bertujuan untuk :

a. Mengurangi rasa nyeri

b. Mengurangi lordosis cervical

c. Memperbaiki kekuatan otot

d. Meningkatkan postur pada ADL

e. Mempertahankan fleksibilitas atau rentang sendi (R.O.M)

Terapi Latihan dapat berupa :

a) Latihan penguatan otot leher

Latihan penguatan otot dilakukan secara isotmetrik, yakni

melawan tahanan yang tidak bergerak atau dengan

mempertahankan leher pada posisi statik. Latihan isometrik

cervical ini dilakukan secara self resistance pada posisi duduk.

(1) Fleksi

Pasien meletakkan ke dua tangan dan menekan dahi

dengan telapak tangan, kemudian kepala melakukan

gerakan fleksi (mengangguk) tetapi ditahan dengan

tangan agar tidak terjadi gerakan.

(2) Lateral Bending

19
Pasien menekan dengan tangan pada sisi lateral

kepala dan mecoba untuk lateral fleksi kepala, tahanan

diberikan pada telinga dan bahu, di usahakan tidak terjadi

gerakan.

(3) Ekstensi axial

Pasien menekan belakang kepala dengan kedua

tangan dimana tahanan diberikan pada belakang kepala

dekat puncak kepala.

(4) Rotasi

Pasien menekan dengan satu tangan menahan pada

daerah atas dan lateral dari mata dan mencoba

memutar kepala (rotasi) tetapi tetap ditahan agar tidak

terjadi gerakan. (Agung susilo, 2010).

b) Latihan fleksibilitas / stretching otot leher

Semua gerakan dilakukan perlahan sampai full R.O.M dan dilakukan

beberapa kali. Posisi pasien duduk dengan leher tergantung secara rileks pada

kursi atau berdiri rileks. Setelah itu pasien di minta untuk :

(1) Menekuk leher ke depan dan belakang (gerakan ekstensi tidak

boleh dilakukan bila terdapat penekanan saraf).

(2) Menekuk kepala ke lateral kanan dan kiri, merotasikan kepala

pada masing-masing sisi.

(3) Putar bahu, elevasi, retraksi, kemudian relaks dari scapula.

(4) Putar secara melingkar lengan mengelilingi bahu. Dikerjakan dengan

siku fleksi dan ekstensi, menggunkan gerakan sirkuler yang

luas maupun kecil. Posisi lengan ke depan atau agak menyamping.

20
Gerakan searah maupun berlawanan jarum jam harus digerakkan karena

membantu dalam latihan postur yang benar. Sendi harus digerakkan secara

penuh setidaknya 2-3 kali sehari.

c) Latihan postur

Postur yang buruk akan menambah lordosis cervical dan penambahan

beban yang berlebih pada leher. Postur yang dimaksud salah satunya adalah

forward-head posture. Postur yang tidak tepat ini juga berpengaruh pada

penekanan annulus fibrosus dan menyebabkan penyempitan foramen

intervertebrale sehingga terjadi iritasi pada saraf bagian cervical (Agung

susilo, 2010).

edukasi :

(1) Cara mengangkat barang dengan lutut fleksi.

(2) Hindari hiperekstensi leher dan forward-head posture yang terlalu

lama dan berlebihan.

(3) Perbaiki lingkungan pekerjaan penderita seperti kursi dan meja yang

kurang sesuai ukuran tingginya, lingkungan tidur seperti bantal

yang sesuai tingginya dan matras untuk membantu relaksasi otot.

2. Terapi Modalitas

a. SWD (Short Wave Diathermy)

SWD (Short Wave Diathermy) adalah elektroterapi yang menaikan

temperatur pada jaringan dengan pemberian gelombang frekuensi tinggi.

Frekuensinya 27,12 MHz dan panjang gelombangnya 11 meter. SWD memiliki

beberapa fungsi antara lain meningkatkan metabolisme, meningkatkan sirkulasi

darah, menurunkan kontraksi otot. SWD juga akan menurunkan rasa nyeri,

meningkatkan elastisitas dan oksigenasi jaringan. (Malanga, 2010)

21
SWD diberikan pada inflamasi kronik, dan biasanya mulai

diberikan terapi maksimal satu minggu setelah mulainya proses peradangan.

Lama pemberian SWD 5-30 menit tergantung derajat penyakitnya.

(Malanga, 2010)

d. Indikasi

     Indikasi SWD baik continuos SWD maupun pulsed SWD adalah kondisi-

kondisi subakut dan kronik pada gangguan neuromuskuloskeletal (seperti

sprain/strain, osteoarthritis, cervical syndrome, NPB dan lain-lain)

e.Kontraindikasi

     Kontraindikasi dari continuos SWD adalah pemasangan besi pada tulang,

tumor atau kanker, pacemaker pada jantung, tuberkulosis pada sendi, RA pada

sendi, kondisi menstruasi dan kehamilan, regio mata (kontak lens) dan testis.

b. US (Ultrasound)

Ultrasound therapy adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran

mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang

digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz dengan tujuan untuk

menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.

Efek Ultrasound

1) Efek Mekanik

Bila gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh maka akan

menimbulkan pemampatan dan peregangan dalam jaringan sama dengan

frekuensi dari mesin ultrasound sehingga terjadi variasi tekanan dalam

jaringan. Dengan adanya variasi tersebut menyebabkan efek mekanik

yang sering disebut dengan istilah “micromassage” yang merupakan efek

terapeutik yang sangat penting karena hampir semua efek ini sangat

22
diharapkan sehingga pada daerah micro tissue damage baru yang memacu

proses inflamasi fisiologis.

2) Efek Panas

Micromassage pada jaringan akan menimbulkan efek “friction”

yang hangat. Panas yang ditimbulkan oleh jaringan tidak sama tergantung

dari nilai “acustic independance”, pemilihan bentuk gelombang, intensitas

yang digunakan dan durasi pengobatan. Area yang paling banyak

mendapatkan panas adalah jaringan “interface” yaitu antara kulit dan otot

serta periosteum. Pada tendon dan otot akan meningkatkan temperatur

sebesar 0,07 derajat Celcius perdetik. Pengukuran ini dilakukan pada

sebuah model jaringan otot. Jadi tanpa adanya efek regulasi dari sirkulasi

darah.

3) Efek Biologis

1) Meningkatkan sirkulasi darah

2) Rileksasi Otot

3) Meningkatkan Permeabilitas Membran

4) Mempercepat proses penyembuhan jaringan

5) Mengurangi Nyeri

4). Indikasi Ultrasound

1) Kelainan-kelainan / penyakit pada jaringan tulang sendi dan otot

2) Keadaan-keadaan post traumatik

3) Fraktur

4) Rheumathoid Arthritis pada stadium tidak aktif

5) Kelainan / penyakit pada sirkulasi darah

5) Kontra Indikasi Ultrasound

23
1) Mata (2) Jantung (3) Uterus pada wanita hamil (4) Epiphysela plates

(5) Testis (6) Post laminectomi (7) Hilangnya sensibilitas(8) Tumor

(9) Diabetes Mellitus (DM) (10) Trombhoplebitys dan Varises

24
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali pada kondisi cervical root

syndrome dengan pemberian SWD, TENS, IR dan Terapi Latihan diperoleh hasil

evaluasi akhir berupa :

a. Terdapat penurunan nyeri pada kondisi cervical root syndrome.

b. Terdapat peningkatan LGS pada kondisi cervical root syndrome.

c. Terdapat peningkatan kemampuan fungsional pada kondisi cervical root

syndrome..

B. Saran

1. Saran bagi pasien

Agar selalu melakukan terapi secara rutin, melaksanakan anjuran dan

larangan yang telah dijelaskan oleh terapis, dan rajin melakukan latihan dirumah

sesuai yang telah diberikan terapis.

2. Saran bagi fisioterapis

Fisioterapi dalam memberikan tindakan terapi perlu diawali dengan

pemerikasaan yang teliti, penegakan diagnosa yang benar, pemilihan modalitas,

pemberian edukasi yang benar dan mengevaluasi hasil terapi yang rutin agar

memperoleh hasil terapi yang optimal dan terdokumentasi dengan baik.

3. Saran bagi Keluarga

Agar selalu memberikan dorongan atau support mental dan

pengertian dengan sabar. Membantu penderita untuk melaksanakan program

terapi. Dalam hal ini terapi latihan atau terapi yang telah ditentukan.

25
26

Anda mungkin juga menyukai