Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTEK KLINIK

RS Dr. Dody Sarjoto TNI-AU Lanud

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN


FUNGSIONAL LUMBAL AKIBAT KONDISI HNP”

Disusun Oleh :

 ANDI RISKA AMIRULLAH (PO713241171007)


 ASTRIANI (PO713241171011)
 UTARI WIJAYA (PO713241161047)
 YULIANA AHMAD (PO713241171048)

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FISIOTERAPI PRODI DIII

T.A 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktek Klinik Gelombang pertama dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada
Gangguan Fungsional Akibat Kasus HNP di RS Dr. Dody Sarjoto TNI-AU” telah disetujui
untuk dipergunakan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan praktek klinik di RS Dr.
Dody Sarjoto TNI-AU mulai tanggal 02 September 2019 - 27 September 2019.

Makassar, 2019

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Adrianti S.Ft,Physio Darwis Durahim,Spd,Sst.Ft.M.Kes


NIP. 196902101994031005
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus praktek klinik ini dengan
tepat waktu meskipun masih jauh dari tahap kesempurnaan.

Praktek klinik ini merupakan salah satu mata kuliah yakni KDPK II yang merupakan
salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh di Kampus Jurusan Fisioterapi. Adapun sub
bagian dari laporan ini adalah beberapa pengetahuan umum terkhusus mengenai
penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus HNP.

Dengan terselesaikannya laporan praktek klinik ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Pembimbing Klinik RS Dr. Dody Sarjoto TNI-AU


2. Pembimbing Akademik

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Terimakasih.

Makassar, 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional agar


tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap masyarakan
disepanjang hidupnya. Tujuannya adanya pembangunan kesehatan untuk mewujudkan
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara serta meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang lebih baik.

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah kondisi dimana terjadi protrusi pada discus
intervertebralis yang disebabkan karena injury dan beban mekanik yang salah dalam waktu
yang lama. Selain itu faktor utama yang menyebabkan HNP adalah degeneratif dimana
elastisitas dari annulus fibrosus menurun sehingga menyebabkan robeknya annulus fibrosus.
Menurut Pooler (2009) lokasi pada lumbal spine 90% hingga 95% yang paling sering terjadi
injury yaitu pada L4-L5 dan L5-S1. Hal ini disebabkan karena pada L4-L5 dan L5-S1
merupakan pusat penopang beban tubuh terberat.

Kamori (1996) dalam Ciaccio, dkk (2012) mengatakan HNP adalah kondisi patologis
yang sering ditemui di rehabilitasi medis dimana ditandai dengan kompresi dari satu atau
lebih nerve roots. Gluteal dan unilateral leg pain merupakan keadaan yang dirasakan oleh
penderita HNP, tergantung dengan nerve roots yang terkompresi. Penurunan Lingkup Gerak
Sendi (LGS) dan kehilangan kekuatan otot tungkai juga merupakan keadaan yang dialami
penderita HNP. Pada lokasi terkait juga mengalami nyeri dan spasme. Peran Fisioterapi pada
kondisi HNP pada L5-S1 dengan modalitas Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS), Activation Deep Muscle Exercise, dan Isotonic Resistive Exercise adalah untuk
mengurangi nyeri, meningkatkan nilai kekuatan otot, dan meningkatkan aktivitas fungsional.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus dari diskus
intervertebralis lumbal pada spinal canal atau ruptureannulus fibrosus dengan tekanan dari
nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP
pada lumbal sering terjadipada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan
root nerve L4,L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar
ketungkai.Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering
dirasakanpenderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang terjadi padabanyak
grup otot (Lotke dkk, 2008).
B. Jenis HNP
menurut gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus dibagi atas:
a. Protruded intervertebral (degenerated)
Herniasi dari nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.
b. Prolapsed intervertebra disc
Nucleus berpindah tetapi masih didalam lingkaran anulus fibrosus
c. Extruded intervertebral disc
Nukleus keluar dari anulus fibrosus dan berada dibawah ligamentum longitudinale
posterior
d. Squestrated intervertebral disc
Nucleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior
Bulging protrusi

Ekstrusi Sequestration:
C. Anatomi Fisiologi
A. Sistem Tulang Vertebra
Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut vertebra.
Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian
vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 cm. seluruhnya terdapat 33
ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya
bergabung membentuk 2 tulang.
Vertebra dikelompokkan dan dinilai sesuai dengan daerah yang ditempatinya,
tujuh vertebra cervikalis, dua belas vertebra thoracalis, lima vertebra lumbalis, lima
vertebra sacralis, dan empat vertebra koksigeus (Pearce, 2009). Susunan tulang
vertebra terdiri dari: korpus, arcus, foramen vertebrale, foramen intervertebrale,
processus articularis superior dan inferior, processus transfersus, spina, dan discus
intervertebralis.

10 Gambar 2.2 Vertebra (Eidelson, 2012) 1)


1. Korpus
Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas dan
bawah (Gibson, 2003). Dari kelima kelompok vertebra, columna vertebra lumbalis
merupakan columna yang paling besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh
berada di vertebra lumbalis (Bontrager dan Lampignano, 2014).
2. Arcus
Menurut Gibson (2003) Arcus vertebra terdiri dari:
a. Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang berjalan kea rah bawah dari
corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen
intervertebrale.
b. Lamina di bagian belakang: bagian tulang yang pipih berjalan ke arah
belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang
berlawanan.
3. Foramen vertebrale
Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus di bagian depan, pediculus di
bagian samping, dan lamina di bagian samping dan belakang.
4. Foramen intervertebrale
Merupakan lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra yang berdekatan
dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.
5. Processus Articularis Superior dan Inferior
Membentuk persendian dengan processus yang sama padavertebra di atas dan di
bawahnya.
6. Processus Transversus
Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.
7. Discus Intervertebralis
Merupakan cakram yang melekat pada permukaan korpus dua vertebrae yang
berdekatan, terdiri dari annulus fibrosus, cincin jaringan fibrokartilaginosa pada
bagian luar, dan nucleus pulposus, zat semi-cair yang mengandung sedikit serat
dan tertutup di dalam annulus fibrosus.
13 ambar 2.4 Discus Intervertebralis (Putz dan Pabst, 2012)
B. Ligament Vertebrae
Banyak studi mengenai spinal ligament menetapkan bermacam tingkat support
pada spine. Termasuk interspinous ligament, ligamentum flavum, anterior dan
posterior longitudinal ligament, capsular ligament,dan lateral ligament.
1. Interspinous ligament Merupakan ligament tambahan yang tidak begitu penting
pada sebuah tulang melalui spinous process,penggunaannya pada saat gerakan
significant flexion melawan gaya pada spine. Perlu diperhatikan bahwa
interspinous ligament tidak terdapat pada L5/S1 dan terdapat sedikit pada L4-L5.
2. Ligamentum Flavum 14 Merupakan ligament yang kompleks dan kuat, namun
kurang resistance untuk gerakan flexion karena lebih menahan gerakan kearah
ventral.
3. Anterior Longitudinal Ligament Merupakan ligament yang relative kuat melekat
pada tepi vertebral body (dan tidak begitu melekat pada annulus fibrosus) pada
setiap segmental dari spine.ligament ini berfungsi untuk menahan gerakan kearah
ekstensi.
4. Posterior Longitudinal Ligament Ligament ini tidak sekuat anterior longitudinal
ligament. Ligament ini sebagian besar dempet dengan diskus (annulus fibrosus).
5. Capsular ligament Merupakan ligament yang berperan penting untuk kestabilan
vertebra. Tidak begitu banyak gerakan, namun relative kuat.
15 Gambar 2.5 ligament vertebra (Putz dan Pabst, 2012)
C. Sistem Otot
Menurut Moore dan Agur (2013) otot penggerak batang tubuh secara langsung
atau pun tidak langsung mempengaruhi vertebra. Otototot tersebut adalah m. erector
spinae, m. psoas, m. rectus abdominis.
1. M. Erector Spinae
Origo: berasal melalui tendo yang lebar dari bagian dorsal crista iliaca, permukaan
dorsal sacrum dan processus spinosus vertebrae lumbalis kaudal, dan ligament
supraspinale. Insertion: M. iliocostalis: lumborum, thoracis, dan cervicis; serabut
melintas kranial ke angulus costae kaudal dan proc. transversus vertebrae
cervicalis. M. longissimus: thoracis, cervicis dan capitis; serabut melintas kranial
ke costae antara tuberculum costae dan angulus costae, ke 16 proc. Spinosus di
daerah thorakal dan cervical, dan proc. Mastoideus ossis temporalis. M. spinalis:
thoracis, cervicis dan capitis: serabut melintas kranial ke proc. Spinosus di daerah
torakal kranial dan cranium. Fungsi utama: bekerja bilateral: ekstensi columna
vertebralis dan kepala sewaktu punggung membungkuk, otot-otot ini mangatur
gerakan dengan memperpanjang serabutnya secara bertahap; bekerja unilateral:
laterofleksi columna vertebralis.
2. M. Psoas Major
Origo: Proc. Tansversus vertebrae lumbalis; sisi corpus vertebrae T12-L5 dan
discus intervertebralis. Insertio: melalui tendon yang kuat pada trochanter minor
femur. Fungsi: Kontraksi bagian kranial bersama m. illiacus mengadakan fleksi
paha; kontraksi bagian kaudal megadakan laterofleksi columna vertebralis;
berguna untuk mengatur keseimbangan batang tubuh seaktu duduk; kontraksi
bagian kaudal bersama m. illiacus mengadakan fleksi batang tubuh.
3. M. Rectus Abdominis
Origo: Symphysis pubica dan crista pubica Insertion: Proc. Xiphoideus dan
cartilagines costales V-VII Fungsi: fleksi batang tubuh dan menekan visera
abdomen.

17 Gambar 2.6 Lapisan dalam otot-otot punggung (Putz dan Pabst, 2012)
18 Gambar 2.7 Lapisan dalam otot-otot abdomen (Putz dan Pabst, 2012)

D. Sistem Saraf
Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari medulla
spinalis. Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan permukaan ventral
medulla spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar ventral (radix anterior) dan akar
dorsal (radix posterior). Dalam radix posterior terdapat serabut aferen atau sensoris
dari kulit, jaringan subkutan dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior
terdiri dari serabut eferen atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal
adalah sebagai berikut: 8 pasang 19 nervus cervicalis, 12 pasang nervus thoracius, 5
pasang nervus lumbalis, 5 pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus coccygeus.
Gambar 2.8 Plexus Lumbosacralis (Putz dan Pabst, 2012)

E. Biomekanik
Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan arthrokinematik. Gerak
osteokinematik merupakan gerakan yang 20 berhubungan dengan Lingkup Gerak
Sendi. Pada lumbal spine melibatkan gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi.
Sedangkan gerak arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul
sendi pada persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau glide
terjadi pada permukaan persendian.
1. Osteokinematik
Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada sagital plane,
lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri terjadi pada transverse
plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65o -85o , gerakan ekstensi sudut normal
gerakan sekitar 25o -40o , dan untuk gerakan lateral fleksi 25o , sedangkan
gerakan rotasi dengan sudut normal yang dibentuk adalah 45 o (Reese dan bandy,
2010).
2. Arthrokinematik
Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus intervertebralis
tertekan pada bagian anterior dan menggelembung pada bagian posterior dan
terjadi berlawanan pada gerakan ekstensi. Pada saat lateral flexion, discus
intervertebralis tertekan pada sisi terjadi lateral fleksi. Misalnya, lateral fleksi ke
kiri menyebabkan discus intervertebralis tertekan pada sisi sebelah kiri. Secara
bersamaan discus intervertebralis sisi kanan menjadi menegang. Pada level lumbal
spine, jaringan collagen pada setengah dari lamina mengarah pada arah yang
berlawanan (kira- 21 kira 120o ) dari jaringan setengah lainnya. Setengah jaringan
itu lebih mengarah ke kanan akan membatasi rotasi kekiri.
Pada biomekanik, spine mempertimbangkan kinematic chain. Ini
menggambarkan model pola deskripsi sederhana dari gerak. Misalnya pada
gerakan fleksi normal dari lumbal spine superior vertebra akan bergerak pada
vertebra dibawahnya.L1 akan bergerak pertama pada L2, L2 selanjutnya akan
bergerak pada L3, dan L3 selanjutnya akan bergerak pada L4, begitu seterusnya.
Pada keadaan ini, gerakan arthrokinematik mellibatkan gerakan dari inferior facet
dari vertebra pada superior facet dari caudal vertebra. Superior vertebra slide ke
anterior dan superior pada caudal vertebra. Hingga facet joint terbuka pada fleksi
dan tertutup pada ekstensi (Schenck, 2005)

Gambar 2.9 Diskus Intervertebralis pada Saat Fleksi (Reese dan Bandy, 2010)
22
Gambar 2.10 Discus Intervertebralis pada Saat Ekstensi (Reese dan Bandy,
2010)

Gambar 2.11 Discus Intervertebralis pada Saat Lateral Fleksi (Reese dan
Bandy, 2010)
B. Patologi

Patologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai penyakit atau gangguan hidup
(Abrahams, 1992). HNP adalah keluarnya material nukleus dari pembungkus annulus fibrosis
kapsul (Calliet, 1981). Penyebab HNP paling besar adalah trauma (50%) baik langsung
maupun tidak langsung pada diskus invertebralis yang akan menyebabkan kontraksi hebat
dari nukleus pulposus, perobekan serat-serat fibrolastis annulus fibrosis sehingga annulus
menjadi pecah-pecah bahkan robek, nukelus pulposus yang tertekan akan mencari jalan
keluar melalui sobekan annulus fibrosis mendorong ligamentum longitudinal dan terjadilan
herniasi. Setelah annulus fibrosis robek, nukelus pulposus akan mengalami difusi melalui
robekan tersebut. Difusi tersebut menyebabkan penyempitan jarak antara kedua korpus
vertebra. Saat terjadi penjebolan ini akan dirasakan nyeri tajam dan hebat segera atau
beberapa saat didaerah punggung.
Nyeri yang terjadi pada HNP L4-5 dapat disebabkan oleh adanya iritasi pada selaput
yang menyertai radiks atau saraf yang masuk ke dalam foramen intervertebralis; (2) adanya
iritasi dari penonjolan nukleus pulposus ke ligamentum longitudinal posterior karena
mendapat innervasi dari syaraf siniferbrais; (3) spasme otot-otot erector spine yang innervasi
olah ramus primasius posterior nevus spinalis sifat nyeri dapat lokal maupun radikuler
(Salfer, 1970). Tingkat atau gradual HNP dapat dikatakan menjadi (1) protuted
intervertebralis discus yaitu penonjolan nukleus pulposus ke satu arah tanpa disertai ruptur
dari annulus fibrosus; (2) protuted intervertebral discus yaitu nukleus pulposus berpindah
tempat tetapi belum keluar dari lingkaran annulus fibrosus (3) Extruded intervertebral discus
yaitu nukleus pulposus proses yaitu proses jelas keluar menembus ligamen longitudinal
posterior (Mugel, 1997).

Arah prolaps atau penonjolan hernia nukleus pulposus lumbal biasanya ke arah postero
sentral atau posterior dan postero lateral. Tetapi lebih banyak yang mengarah ke
posterolateral.

a. Prolaps ke posterolateral
Pada vertebra lumbal 4-5 prolapske postero lateral ini sering terjadi karena di daerah
postero lateral ini, annulus fibrosis paling lemah dan ligamen longitudinal posterior
lebihsempit dibandingkan diatasnya, sehingga dengan adanya hernia disini dapat
menyentuh secara langsung pada akar syaraf yang akan memberikan gejala pada
nerveroot (nerve spinalis) yaitu terjadi penekanan segmental dan akan menyebabkan
nyeri radikuler terhadap akar syaraf lumbal 5. Kelainan motoris terjadi flaccid
LMN(Lower Motor Neuron) pada otot yang mendapat innervasi dari serabut saraf
yang keluar dari tapis lesi.
b. Prolaps ke posterior
Arah ini dapat terjadi pada lumbal4-5 yang dapat digolongkan menjadi :1) Penekanan
ringan ke belakang danterjadi pelan akan menimbulkan gejaladura saja; 2) Penekanan
hebat ke arah belakang dan terjadi mendadak akan menimbulkan gejala dura dan nyeri
radikuler 3) Penonjolan secara masih kearah belakang yang merobekkan ligamen
longitudinal posterior dan terjadi penekanan pada candaequine. Prolaps ke posterior
ini pada keadaan lanjut dapat diikuti gangguan motorisupper motor neuron.
C. Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya usia
terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kuranglentur dan tipisnya nucleus
pulposus (Moore dan Agur, 2013).

Selain itu Hernia Nucleus Pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan karena adanya
suatu traumaderajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat
singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa
bulan atau bahkan dalam beberapa tahun (Helmi, 2012)

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut:

a. Faktor aktifitas pekerjaan


1. Pekerjaan fisik berat
Pada pekerjaan fisik berat lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja fisik ringan
2. Pekerjaan mengangkat
 Pekerjaan dengan menggunakan tangan seperti mengangkat, menurunkan,
mendorong, menarik, membawa, 70% menyebabkan HNP
 Berat badan yang diangkat dan jaraknya dari tubuh serta jumlah angkatan
beban.
3. Bungkuk, miring, dan berputar badan
Posisi ini bila disertai dengan gerak mengangkat dan berulang ulang merupakan
faktor utama untuk timbulnya sakit pinggang
4. Mendorong, menarik, duduk, berdiri lama.
5. Vibrasi
Gerakan vibrasi 4 – 6 MHz dapat menyebabkan lelahnya otot paraspinal, ligament
dan HNP. Sopir truk 4 kali lebih besar kemungkinan HNP dibandingkan dengan
pejalan kaki 20 km/hari (Tohamuslim,2010).

b. Faktor usia
Penyebab dari hernia nukleus pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya usia,
mulai terjadi pada usia muda yaitu 20 tahun, dimana terjadi perubahan degeneratif
yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus
mengalami perubahan karena digunakan terus meneru. Akibatnya, annulus fibrosus
biasanya didaerah lumbal dapat menyembul atau pecah ( Moore dan Agur, 2013).
Adapun insiden tertinggi pada kasus HNP antara 35 – 55 tahun, serta oprasi HNP
terbanyak terjadi pada usia 35 – 45 tahun.

c. Faktor indeks massa tubuh


Tulamg belakang memiliki fungsi mempertahankan posisi tegak pada tubuh manusia,
tetapi tidak hanya tulang yang berperan, otot juga memiliki peranan untuk membantu
tulang belakang dalam mempertahankan posisi dan sebagai motor penggerak. Kaki
hanya mampu menahan beban seberat 2 kg, apabila pada orang dengan IMT tinggi,
beban akan semakin bertambah dan tulang belakang akan mulai tidak stabil
( Meliala, 2003 dalam Septiana 2012).
Berat badan berleebihan menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat
gravitasi sesorang akan terdorong kedepan dan menyebabkan lordosis lumbalis akan
bertambah yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebra. Berat
badan juga mempengaruhi tekanan kompresi pada tulang belakang daerah lumbal
ketika melakukan gerakan. Dari hal tersebut, dimungkinkan terdapat hubungan bahwa
orang yang mempunyai kelebihan berat badan dapat berefek pada keleluasan aktivitas
gerak pada lumbal (Purnamasari 2010).

D. Manifestasi klinis
a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun) nyeri menjalar sesuai denagan disribusi saraf skhiatik.
b. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat menjalar
kebagian belakang lutut, kemudian ketungkai bawah
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan - gerakan pinggang, batuk,
mengedam, berdiri dan duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang bila
istirahat (berbaring)
d. Penderita sering mengeluh kesemutan (parosthesia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persyaratan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila ditekan daerah L5 – S1 (garis antar dua kristal iliaca)
E. Patofisiologi

Proses degeneratif

Kehilangan protein polisakarida

Kandungan air menurun

Trauma stress okupasi

HNP

Nukleus pulposus terdorong

Ujung saraf spinal tertekan

Perubahan sensasi nyeri penurunan kerja reflek

Gangguan mobilisasi fisik


F. Tes spesifik fisioterapi

 MMT
Manual Muscle Testing (MMT) adalah salah satu usaha untuk menentukan atau
mengetahui kemampuan seseorang dalam mengontraksikan otot atau group otot
secara voluntary. MMT standar sebagai ukuran kekuatan tidak akan sesuai atau
cocok untuk seseorang yang tidak dapat mengkontraksikan ototnya secara aktif dan
disadari.Dengan demikian, seseorang yang mengalami gangguan sisten syaraf
pusat yang memperlihatkan spastisitas otot tidak cocok untuk dilakukan MMT.
Penggunaan MMT digunakan untuk
Untuk membantu menegakkan diagnosa.
Untuk menentukan jenis-jenis terapi atau terapi apa yang harus diberikan
Untuk menentukan jenis-jenis alat-alat bantu yang diperlukan oleh pasien misalnya
: ortoses, splin atau alat bantu ambulasi.
Untuk menentukan prognosis

Nilai Kekuatan Otot

No Nilai Keterangan

1 Nilai 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

2 Nilai 1 Adanya kontraksi otot dan tidak ada pergerakan sendi

3 Nilai 2 Adanya kontraksi otot dan adanya pergerakan sendi full ROM

4 Nilai 3Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full ROM dan mampu
melawan gravitasi

5 Nilai 4 Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full ROM, mampu
melawan gravitasi dan tahanan minimal

6 Nilai 5 Mampu melawan tahanan maksimal

Faktor yang mempengaruhi hasil MMT

Terapis harus menyadari bahwa adanya gangguan-gangguan muskulo skeletal akan


menyebabkan otot-otot menjadi lebih cepat ataupun lebih mudah lelah daripada
dalam keadaan normal.Dengan alasan tersebut, sebaiknya jangan melakukan MMT
terhadap banyak otot di sekitar satu persendian secara terus menerus dalam satu
sesion. Contohnya : pertama kita melakukan MMT untuk sebagian otot daerah
tangan , kemudian ganti otot daerah siku dan seterusnya. Baru kita lanjutkan untuk
otot daerah tangan yang lain.

a. Posisi
b. Tes Lingkup Gerak Sendi
c. Palpasi
d. Tahanan
e. Stabilisasi
f. Substitusi
g. Motivasi dari Pasien atau klien
h. Adanya rasa nyeri

 VAS

skala analog visual ( VAS ) adalah skala respons psikometrik yang dapat digunakan
dalam kuesioner . Ini adalah instrumen pengukuran untuk karakteristik atau sikap
subyektif yang tidak dapat diukur secara langsung. Saat menanggapi item VAS,
responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap pernyataan dengan
menunjukkan posisi sepanjang garis kontinu antara dua titik akhir.

VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara
khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas
nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda
“bad pain”(nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuaid
engan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas
kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah
skornyayang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skor tersebut
dicatat untukmelihat kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya.
Pengukura VAS Test

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat sgt nyeri


n Nyeri (VAS)

Keterangan Nilai Nyeri

Nyeri diam

Nyeri tekan

Nyeri gerak

Keterangan :
0 : Tidak ada nyeri
1-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat

 ROM
Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai
gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu program intervensi terapeutik

Aktif (klien menggerakan semua sendinya dengan rentang gerak tanpa bantuan),

Pasif (klien tidak dapat menggerakan setiap sendi dengan rentang gerak), atau
berada di antaranya.

Rencana keperawatan harus meliputi menggerakan ekstremitas klien dengan rentang


gerak penuh. Latihan rentang gerak pasif harus dimulai segera pada kemampuan
klien menggerakan ekstremitas atau sendi menghilang. Pergerakan dilakukan dengan
perlahan dan lembut dan tidak menyebabkan nyeri. Perawat jangan memaksakan
sendi melebihi kemampuannya.
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan
perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan
tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan
beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total
atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak
pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.

Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien
dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak
sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif

Tujuan ROM

- Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot.


- Memelihara mobilitas persendian
- Merangsang sirkulasi darah
- Mencegah kelainan bentuk
- Mempertahankanfungsi jantung dan pernapasan

Perinsip Dasar Latihan ROM

- ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.
- ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
- Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa,
tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
- Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
- ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang
di curigai mengalami proses penyakit.
- Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan
rutin telah di lakukan.

Manfaat ROM

- Memperbaiki tonus otot


- Meningkatkan mobilisasi sendi
- Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
- Meningkatkan massa otot
- Mengurangi kehilangan tulang

Indikasi ROM

- Stroke atau penurunan tingkat kesadaran


- Kelemahan otot
- Fase rehabilitasi fisik
- Klien dengantirah baring lama

Kontra Indikasi

- Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah


- Kelainan sendi atau tulang
- Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
- Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
- Nyeri berat
- Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
-

 ADL

Activities Of Daily Living (ADL) atau aktivitas sehari-hari adalah sekumpulan


kegiatan yang dilakukan oleh Lansia untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya.
Aktivitas tersebut meliputi mandi, berpakaian, berpindah dari tempat tidur atau
kursi, berjalan, menggunakan toilet, dan makan (Lueckenotte, 2000). Seiring
terjadinya proses penuaan maka akan terjadi perubahan ataupun kemunduran dalam
ADL lansia. Oleh karena itu, perawat harus memiliki kemampuan dalam mengkaji
kemampuan ADL lansia.

Keenam kegiatan ini didefinisikan sebagai berikut: 1) Pergerakan di tempat tidur


berarti duduk di, naik dari, dan bergerak di tempat tidur; 2) Transfer berarti bergerak
dari satu kursi ke kursi lainnya, mengubah posisi dari duduk untuk berdiri, dan
mentransfer ke dan dari toilet dan tempat tidur; 3) Pergerakan berarti berjalan di
tingkat, di lereng yang landai dan menuruni tangga; 4) Berganti baju berarti
memakai kaus kaki, stoking, dan sepatu, serta pakaian atasan dan bawahan ;
5) Personal Hygiene berarti perawatan pribadi, mencuci muka, ekstremitas dan
perineum; 6) Makan berarti makan dan minum, tapi bukan persiapan makanan
(Gallo, J.J., & Paveza, G.J, 2006).

Faktor–faktor yang Mempengaruhi kemampuan melakukan Activity of Daily


Living (ADL) adalah

- Umur dan status perkembangan


- Kesehatan fisiologis
- Fungsi Kognitif
- Fungsi Psikososial
- Tingkat stress
- Ritme biologi
- Status mental

(Lueckenotte, 2000)

Pemeriksaan ADL Indeks Barthel

Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi mengukur


kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas. Indeks Barthel
menggunakan 10 indikator ADL, sebagai berikut:

- Makan (Feeding)

- Mandi (Bathing)

- Perawatan diri (Grooming)

- Berpakaian (Dressing)

- Buang air kecil (Bowel)

- Buang air besar (Bladder)

- Penggunaan toilet

- Transfer (Berpindah dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya)

- Mobilitas
- Naik turun tangga

Tujuan

Melakukan pengkajian kemampuan lansia dalam melakukan ADL

No. Item yang Skor


dinilai

1. Makan 0 = Tidak mampu

1 = Butuh bantuan memotong lauk,


mengoles

mentega dll

2 = Mandiri

2. Mandi 0 = Tergantung orang lain

1 = Mandiri

3. Perawatan 0 = Membutuhkan bantuan orang lain


diri
1 = Mandiri dalam perawatan muka,
rambut,

gigi, dan bercukur

4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain

1 = Sebagian dibantu (misal


mengancing

baju)

2 = Mandiri

5. Buang air 0 = Inkontinensia atau pakai kateter


kecil dan tidak terkontrol

1 = Kadang Inkontinensia (maks,


1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih
dari 7 hari)

6. Buang air 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau


besar perlu enema)

1 = Kadang Inkontensia (sekali


seminggu)

2 = Kontinensia (teratur)

7. Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain


toilet
1 = Membutuhkan bantuan, tapi
dapat melakukan beberapa hal sendiri

2 = Mandiri

8. Transfer 0 = Tidak mampu

1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk


(2 orang)

2 = Bantuan kecil (1 orang)

3 = Mandiri

9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)


(berjalan di
1 = Menggunakan kursi roda
permukaan
datar) 2 = Berjalan dengan bantuan satu
orang

3 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu seperti,
tongkat)

10. Naik turun 0 = Tidak mampu


tangga
1 = Membutuhkan bantuan (alat
bantu)
2 = Mandiri

 SLR test

Uji Straight Leg Raise (SLR) adalah tes neurodinamik. Tes neurodinamik
memeriksa pergerakan mekanis dari jaringan neurologis serta sensitivitasnya
terhadap tekanan atau kompresi mekanis. Tes-tes ini, bersama dengan riwayat yang
relevan dan penurunan rentang gerak, dianggap oleh beberapa orang sebagai tanda
fisik paling penting dari herniasi diskus, terlepas dari derajat cedera diskus. [1] SLR
adalah tes ketegangan saraf yang dapat digunakan untuk mengesampingkan
keterlibatan jaringan saraf sebagai hasil dari ruang yang menempati lesi, seringkali
herniasi lumbal disk. [2] Ini adalah salah satu tes neurologis paling umum pada
ekstremitas bawah.

Teknik

Peningkatan kaki lurus adalah tes pasif. Setiap kaki diuji secara individual dengan
kaki normal yang diuji terlebih dahulu. [1] Saat melakukan tes SLR, pasien
diposisikan dalam posisi terlentang tanpa bantal di bawah kepalanya, pinggul diputar
dan disambungkan secara medial, dan lutut diperpanjang. Dokter mengangkat kaki
pasien dengan pergelangan kaki posterior sambil menjaga lutut dalam posisi yang
sepenuhnya memanjang. Dokter terus mengangkat kaki pasien dengan menekuk di
pinggul sampai pasien mengeluh sakit atau sesak di bagian belakang atau belakang
kaki.

interpretasi

- Jika gejala utamanya adalah nyeri punggung, kemungkinan besar akibat herniasi
disk yang memberikan tekanan pada anterior sumsum tulang belakang, atau
patologi yang menyebabkan tekanan lebih sentral. "Hanya sakit punggung"
pasien yang memiliki prolaps disk memiliki prolaps yang lebih kecil dan lebih
sentral.
- Jika rasa sakit terutama di kaki, kemungkinan besar patologi yang menyebabkan
tekanan pada jaringan neurologis lebih lateral.

- Herniasi diskus atau patologi yang menyebabkan tekanan di antara kedua


ekstrem lebih mungkin menyebabkan nyeri di kedua area.

Derajat nyeri

- Nyeri neurologis yang direproduksi di kaki dan punggung bawah antara 30-70
derajat fleksi pinggul menunjukkan herniasi lumbal di akar saraf L4-S1.
- Nyeri pada kurang dari 30 derajat fleksi pinggul mungkin mengindikasikan
spondyloithesis akut, abses gluteal, tonjolan atau ekstrusi diskus, tumor bokong,
radang dural akut, pasien malingering, atau tanda bokong.
- Nyeri pada lebih dari 70 derajat fleksi pinggul mungkin menunjukkan sesaknya
paha belakang, gluteus maximus, atau kapsul pinggul, atau patologi sendi
pinggul atau sakroiliaka.

Manuver sensititasi

Setelah timbulnya gejala, pemeriksa dapat perlahan dan hati-hati menurunkan kaki
sampai pasien tidak lagi merasakan sakit atau sesak. Selanjutnya, baik pasien
diminta untuk membawa dagunya ke dada, atau pemeriksa dapat melakukan
dorsofleksi kaki pasien, atau kedua tindakan dapat dilakukan secara
bersamaan; Namun, dorsofleksi kaki paling sering dilakukan pertama kali. Kedua
manuver dianggap sebagai tes provokatif atau sensitisasi untuk jaringan neurologis.

Nyeri yang meningkat dengan fleksi leher atau dorsofleksi kaki atau keduanya
menunjukkan peregangan dura mater medula spinalis atau lesi di medula spinalis
(misalnya herniasi diskus, tumor, atau meningitis) [1]

Nyeri yang tidak meningkat dengan fleksi leher dapat mengindikasikan lesi di
daerah hamstring (hamstring ketat) atau di lumbosakral atau sendi sacro-iliac.

- Pencantuman fleksi leher dalam SLR didokumentasikan sebagai tanda


Hyndman, Tanda Brudzinski, Tanda Linder, atau tes Soto-Hall.
- Dimasukkannya dorsofleksi pergelangan kaki dalam SLR didokumentasikan
sebagai tes Lasegue atau tes Bragard.
- Dimasukkannya ekstensi jari kaki yang hebat dalam SLR (bukan dorsofleksi
pergelangan kaki) didokumentasikan sebagai Tes Sicard.

modifikasi

Modifikasi pada uji Straight Leg Raise dapat digunakan untuk menekankan saraf
perifer yang berbeda ke tingkat yang lebih besar; ini disebut sebagai tes SLR dengan
bias saraf tertentu.

 Patric test

Tes dilakukan dengan membuat kaki


yang diuji tertekuk dan paha diculik dan diputar secara eksternal . Jika rasa
sakit muncul di sisi ipsilateral anterior , itu menunjukkan gangguan sendi
pinggul di sisi yang sama. Jika nyeri timbul pada sisi kontralateral posterior
di sekitar sendi sakroiliaka, itu menunjukkan nyeri yang dimediasi oleh
disfungsi pada sendi tersebut.Antipatric test

 Antipatric test

Pasien tidur terlentang dan kaki internal rotasi. Tangan pemeriksa memegang
pergelangan kaki dan bagian lateral dari knee. Setelah itu lakukan penekanan.
Apabila terjadi nyeri maka terjadi kelainan pada Lig. Posterior Sacroiliaca Joint
G. Interfensi fisioterapi

- IR
infrared ( inframerah) merupakan salah satu alat yang sudah lazim seklai digunakan
oleh para fisioterapis. Inframerah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang
gelombang lebih panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi
gelombang radio. Namanya berarti "bawah merah" (dari bahasa Latin infra, "bawah"),
merah merupakan warna dari cahaya tampak dengan gelombang terpanjang. Radiasi
inframerahmemiliki jangkauan dan memiliki panjang gelombang antara 700 nm dan 1
mm. Inframerah ditemukan secara tidak sengaja oleh Raden mas Pursito, astronom
kerajaan Inggris ketika ia sedang mengadakan penelitian mencari bahan penyaring
optik yang akan digunakan untuk mengurangi kecerahan gambar matahari dalam tata
surya teleskop.
Lampu terapi infrared ini sebenarnya bukan hanya untuk orang yang sakit, tp juga
untuk orang sehat. Pada orang sehat ketika pegal dan capek setelah beraktifitas,
kemudian disinarkan di badan, rasanya sangat nyaman, rasa capek pun
berkurang. Lampu terapi infrared hati-hati jika digunakan pafa penderita diabetes,
Pada penderita diabetes sebenarnya bisa dilakukan namun harus hati-hati, yang
dihindari adalah timbulnya luka bakar karena biasanya penderita diabetes yg kadar
gulanya sangat tinggi sensasi atau indra perasa panasnya berkurang, takutnya jaringan
sudah terlalu panas, tp pasien tdk merasakannya yang bisa berakibat luka bakar. Alat
terapi yang kami rekomendasikan ada 4 yaitu : Lampu terapi infrared philips, infrared
osram, infrared marvell, dan infrared corona. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Silahkan konsultasi dengan menghubungi kontak kami

Prosedur Pemberian Infrared

Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang


gelombang 7.700 – 4.000.000 A. Prosedur aplikasi :

1) Persiapan alat
Antara lain meliputi kabelnya, jenis lampu, besarnya watt. Jenis lampu yang
digunakan adalah lampu generator luminous, gelombang pendek (penetrating),
tidak memerlukan waktu pemanasan.
2) Persiapan penderita
Posisi pasien diatur secomfortable mungkin dan disesuaikan dengan daerah yang
akan diobati. Pasien tidur terlentang. Daerah tubuh yang akan diobati harus bebas
dari pakaian. Perlu pula diberitahukan kepada penderita mengenai derajat panas
yang semestinya dirasakan, yaitu perasaan hangat yang nyaman (comfortable)
serta dapat ditahannya selama berlangsungnya pengobatan.
3) Pemasangan lampu pada penderita
Pada dasarnya metode pemasangan lampu diatur sedemikian rupa sehingga sinar
yang berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap jaringan yang diobati, baik
untuk lampu luminous maupun non-luminous. Pada kondisi post arthroscopy,
pemasangan lampu infra red diletakkan pada area proksimal lutut dengan sudut
aplikasi tegak lurus 900, jarak penyinaran lampu antara 35-45 cm.
4) Teknik pelaksanaan radiasi
Waktu penyinaran berkisar antara 10-20 menit dan ini tergantung pada toleransi
serta kondisi penyakitnya.
5) Pengulangan pengobatan
Untuk kondisi yang kronik diberikan penyinaran 20-30 menit dan diberikan satu
kali perhari seperti yang telah ditentukan yaitu 35-45 cm bagi yang luminous
generator.

Indikasi Pemberian Infrared

- Kondisi setelah peradangan sub – akut, seperti sprain, muscle strain, contusion
- Arthritis seperti : Rheumatoid arthritis, osteoarthritis, mialgia, neuritis
- Gangguan sirkulasi daran, seperti : tromboplebitis, Raynold’s disease
- Penyakit kulit, seperti : folliculitis, wound
- Persiapan exercise dan massage

Kontraindikasi Pemberian Infrared


- Daerah insufisiensi darah
- Gangguan sensibilitas
- Adanya kecenderungan terjadi perdarahan
- Luka terbuka

- TENS
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah penggunaan arus listrik
yang dihasilkan oleh perangkat untuk merangsang saraf untuk mengurangi rasa sakit.
Unit ini biasanya dilengkapi dengan elektroda untuk menyalurkan arus listrik yang
akan merangsang saraf pada daerah yang mengalami nyeri. Rasa geli sangat terasa
dibawah kulit dan otot yang diaplikasikan elektroda tersebut. Sinyal dari TENS ini
berfungsi untuk mengganggu sinyal nyeri yang mempengaruhi saraf-saraf dan
memutus sinyal nyeri tersebut sehingga pasien merasakan nyerinya berkurang.
Namun teori lain mengatakan bahwa stimulasi listrik saraf dapat membantu tubuh
untuk memproduksi obat penghilang rasa sakit alami yang disebut endorfin, yang
dapat menghalangi persepsi nyeri.
TENS memberikan arus listrik dengan amplitudo sampai dengan 50mA dengan
frekuensi 10-250Hz, banyak digunakan untuk terapi pengurangan rasa sakit. Banyak
teori yang mendukung prinsip kerja TENS, satu diantaranya adalah teori pain gates
yang diajukan oleh Melzack dan Walls. Menurut teori ini TENS diperkirakan
mengaktifkan secara khusus perifer A beta pada daerah tanduk dorsal sehingga
memodulasi serabut A delta dan C yang menghantarkan rasa nyeri. Hipotesis lain
menjelaskan efek TENS dalam mengurangi nyeri melalui system neurotransmitter lain
yaitu perubahan system serotonin dan substansia P.
Dengan menggunakan metode TENS, transkutan (yaitu melalui kulit) Listrik
Stimulasi saraf, fungsi saraf penting dapat diaktifkan secara efektif. Frekuensi impuls,
yang sebanding dengan bioelectricity alami, merangsang menghilangkan rasa sakit.
Dengan cara ini, transmisi nyeri oleh serabut saraf terhambat dan aliran listrik
menghilangkan rasa sakit, seperti zat endorphin, yang dipicu. Selanjutnya, aliran
darah melalui zona tubuh ditingkatkan.
Terapi dengan TENS dilakukan dengan kontak langsung alat terhadap pasien melalui
sepasang elektroda. Demi memenuhi persyaratan standar keamanan alat medis sebuah
sistem keamanan harus dirancang sehingga cidera pada pasien dapat dicegah. Sistem
keamanan yang dirancang pada dasarnya adalah mencegah terjadinya luka bakar pada
kulit akibat kesalahan penempatan elektroda. Kesalahan penempatan elektroda
memungkinkan elektroda tidak melekat dengan baik pada kulit dan sementara itu arus
dialirkan, dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.
Adapun penempatan elektroda TENS:
- Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab
metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan
karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab
nyeri.
- Dermatome : Penempatan pada area dermatome yang terlibat, penempatan pada lokasi
spesifik dalam area dermatome, penempatan pada dua tempat yaitu di anterior dan di
posterior dari suatu area dermatome tertentu.
- Area trigger point dan motor point

Umumnya TENS diterapkan pada:

- Frekuensi tinggi (> 50 Hz) dengan intensitas di bawah kontraksi motor (intensitas
sensorik). Pada frekuensi tinggi, secara selektif merangsang syaraf tertentu 'non-sakit'
serat untuk mengirim sinyal ke otak yang menghalangi sinyal saraf lainnya membawa
pesan rasa sakit.
- Frekuensi rendah (<10 Hz) dengan intensitas yang menghasilkan kontraksi motor.
Pada frekuensi rendah, dengan merangsang produksi endorfin, alami menghilangkan
rasa sakit-hormon.

TENS digunakan untuk meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh berbagai kondisi
kronis, termasuk:

- leher dan nyeri punggung bawah


- sakit kepala / migrain
- radang sendi

Perangkat ini juga efektif terhadap nyeri jangka pendek, seperti:

- persalinan
- nyeri pasca bedah
- patah tulang
- otot dan nyeri sendi
- olahraga cedera
- kram menstruasi

Tidak seperti banyak-menghilangkan rasa sakit obat-obatan, TENS tidak menimbulkan


ketergantungan dan tampaknya memiliki beberapa efek samping. Kebanyakan orang bisa
menggunakan mesin TENS tetapi tidak cocok untuk:

- Epilepsi.
- Mereka dengan alat pacu jantung dan beberapa jenis lain penyakit jantung.
- Diketahui penyebab sakit.
- Tanpa pengawasan pada kehamilan (selain tenaga kerja).

- Lumbal compretion
Penatalaksanaan pasien tengkurap dengan terapis berada disamping pasien.Tangan
diletakkan diatas punggung, terapis memberikan tekanan pada punggung pasien
ulangi sebanyak 4X.

- Streching
Untuk mengulur atau meregangkan otot yang mengalami spasme dan ntuk
mengurangi kontraktur.

- Exercise
1. Mc.kenzie

Mc Kenzie Exercise adalah Tekhnik latihan secara aktif yang di tujukan dengan
gerakan badan ke belakang/ekstensi, biasanya diberikan pada kasus-kasus HNP.
Tujuan:
- Penguatan dan peregangan otot ekstensor dan fleksor sendi lumbosacralis.
- Menekankan peran aktif pasien.
- Dapat mengurangi nyeri yang disebabkan oleh spasme otot sehingga stuktur
jaringan spesifik mengalami pemendekan.

Efek Terapi
- Mengurangi/menghilangkan limitasi ROM.
- Memulihkan mobilitas dan fungsi lumbal dgn menghilangkan
stress/mengembalikan posisi mobile segment ke posisi normal.
- Rileksasi otot yg spasme dgn mengulur dan memperbaiki postur.

Indikasi
- Menurunkan spasme otot dan nyeri melalui efek rileksasi
- Perbaikan / koreksi postur yang salah –> alignmen normal
- Membebaskan stiff pd intervetebral joints

Latihan 2
Posisi telengkup, lipat siku, badan tertumpu pada siku, pandangan lurus ke depan,
lalu pertahankan posisi selama 2-5 menit.
Latihan 3
Posisi terlengkup, posisi tangan seperti push up, lalu gerakan tekan matras
pinggang dan badan terangkat ke atas. Usahakan pelvis dan kedua lutut tetap
menempel pada lantai, pertahankan selama 5 detik dengan 10 x repetisi.
Latihan 4
Posisi tengkurap, lipat kedua siku, badan bertumpu pada kedua siku tersebut,
pandangan lurus ke depan dengan kedua tungkai lurus, angkat kepala ±450, pasien
diminta menggerakkan satu tungkai, kemudian secara bergantian.

2. Cat and camel


Untuk rileksasi dan penguatan back muscle
Langkah langkah:
Berlutut pada empat tumpuan dengan kedua tangan tepat di bawah bahu dan kedua
lutut di bawah pinggul. Putar punggung bagian atas saat menekan bahu ke depan
sambil melihat ke bawah. Ini adalah posisi awal atau posisi kucing.
Berhenti sebentar, lalu sedikit bungkukkan punggung saat melihat ke arah langit-
langit. Kembali ke posisi awal.
3.

4. Bridging exc

Latihan menjembatani, latihan menahan beban rantai tertutup, adalah latihan


yang meningkatkan kekuatan otot ekstensor pinggul dan meningkatkan
stabilitas batang tubuh. Ini sering diresepkan untuk pasien dengan nyeri
punggung, dan meningkatkan aktivitas otot stabilisasi trunk seperti internal
oblique, external oblique, dan erector spinae muscle .

Individu dengan patologi punggung dan pinggul sering diajarkan untuk


melakukan latihan menjembatani pada posisi berbaring, mengangkat panggul
dari lantai. Latihan ini sangat berguna untuk memfasilitasi gerakan panggul
dan memperkuat ekstensor punggung bawah dan pinggul, dan ini
meningkatkan kontrol motorik pada daerah panggul-kecil .

Teknik:

Pasien berbaring dengan punggung, lutut dalam fleksi penuh dan kaki rata di
lantai dan dekat dengan bokong. Kemudian pasien mengangkat pinggul dari
lantai ke arah langit-langit / langit setinggi mungkin.

Posisi awal hingga akhir:


BAB III

STATUS KLINIS

A. ANAMNESIS
1. Anamnesis Umum
 Nama : Tn. S
 Usia : 65 Tahun
 Jenis Kelamin : laki laki
 Agama : Islam
 Pekerjaan : pensiunan
2. Anamnesis Khusus
 Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri padapinggang hingga tungkai sebelah
.
 Lokasi Keluhan : Pinggang sampai ke tungkai sebelah kiri.
 RPP : Pasien mengeluh nyeri pinggang timbul mendadak,
sebelumnya pasien pernah mengalami hipertensi dan pernah jatuh duduk serta
mengalami fraktur kompresi tulang belakang yang menyebabkan nyeri.

B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
 Vital Sign
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Denyut Nadi : 70 x/menit
Suhu : 37oC

 Inspeksi

Statis : Pasien tampak pucat, cemas dan meringis

Dinamis : Saat berjalan pasien tampak pincang.

 Palpasi
Nyeri tekan : (+)
Oedema : (+)
2. Pemeriksaan Fungsi
a) Pemeriksaan Fungsi Dasar
Regio Lumbal
Gerakan Aktif Pasif TIMT
Fleksi Nyeri Nyeri Nyeri
Ekstensi Nyeri Nyeri Nyeri
Lateral Fleksi Nyeri Nyeri Nyeri
Rotasi Nyeri Nyeri Nyeri

Regio Hip
Gerakan Aktif Pasif TIMT
Fleksi Nyeri Nyeri Nyeri
Ekstensi Nyeri Nyeri Nyeri
Abduksi Nyeri Nyeri Nyeri
Adduksi Nyeri Nyeri Nyeri
Eksorotasi Nyeri Nyeri Nyeri
Endorotasi Nyeri Nyeri Nyeri

b) Pemeriksaan Spesifik
 MMT
Regio Lumbal = 3
Regio Hip =4

 SLR Test = (+)


 Patrick Test = (+)
 Anti Patrick Test = (+)

 ROM
Regio lumbal
Fleksi lumbal : posisi awal = 50 cm
Posisi akhir = 55 cm
Selisih = 5 cm
Ekstensi lumbal : posisi awal = 50 cm
Posisi akhir = 47 cm
Selisih = 3 cm
Lateral fleksi dekstra = 17 cm
Lateral fleksi dekstra = 15 cm

Regio hip
Fleksi hip = 100
Ekstensi hip = 15
Abduksi = 30
Adduksi = 10
Eksorotasi = 20
Endorotasi = 20

 ADL

no Item yang dinilai Skor

1. Makan 2 = Mandiri

2. Mandi 1 = Mandiri

3. Perawatan diri 1 = Mandiri dalam perawatan


muka, rambut, gigi, dan bercukur

4. Berpakaian 1 = Sebagian dibantu (misal


mengancing

baju)

5. Buang air kecil 2 = Kontinensia (teratur untuk


lebih dari 7 hari)

6. Buang air besar 2 = Kontinensia (teratur)

7. Penggunaan
2 = Mandiri
toilet
8. Transfer 3 = Mandiri

9. Mobilitas
(berjalan di
3 = Mandiri
permukaan
datar)

10. Naik turun


tangga
2 = Mandiri

 VAS Test

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat sgt nyeri

C. PROBLEMATIK FISIOTERAPI
1. Anatomycal impairment
 Nyeri akut
 Spasme otot
2. Fungsional limitation
 Gangguan berjalan
 Tidak dapat jalan lama, duduk lama dan berdiri lama
3. Participant of restrictive
 Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari

D. DIAGNOSA FISIOTERAPI
“Penatalaksanaan Fisioterapi pada Gangguan Fungsional Akibat Kasus HNP”
E. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Pendek
 Menghilangkan nyeri
 Menghilangkan spasme
 Untuk meningkatkan kemampuan ADL seperti berjalan, beraktivitas
2. Tujuan Jangka Panjang
 Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien

F. INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Infra Red (IR)
Untuk mengurangi rasa nyeri, melancarkan peredaran darah, meningkatkan proses
metabolisme dan relaksasi otot durasi 15 menit.
2. TENS

Untuk mengurangi rasa nyeri. Posisi pasien tengkurap lalu pad I diletakkan pada
daerah piriformis, pad II dan III diletakkan pada daerah paha dan pad IV diletakkan
didaerah betis. Durasi 10 menit, Intensitas sesuai dengan aktualitas patologi. Intensitas
dipertahankan sesuai dgn toleransi pasien.

3. Lumbal Compresion
Penatalaksanaan pasien tengkurap dengan terapis berada disamping pasien.Tangan
diletakkan diatas punggung, terapis memberikan tekanan pada punggung pasien ulangi
sebanyak 4X.
4. Stretching

Untuk mengulur atau meregangkan otot yang mengalami spasme dan ntuk
mengurangi kontraktur.

5. Exercise
a. MC. Kenzie
Untuk mengurangi nyeri pada bagian lumbal, memperbaiki posisi dari nucleus
pulposus serta memperbaiki postur tubuh
b. Cat and Camel
Untuk rileksasi dan penguatan dari back muscle
c. Bridging Exc
Untuk penguatan otot-otot core dan sebagai stabilisasi
FOLLOW-UP

No. Hari/Tanggal Evaluasi


1. Senin MMT
09/09/2019 - Regio lumbal : 3
- Regio Hip :4
Nilai Vas :8
2. Rabu
11/09/2019 MMT
- Regio lumbal : 3
- Regio Hip :4
Nilai Vas :8

3. Senin MMT
16/09/2019 - Regio lumbal : 3
- Regio Hip :4
Nilai Vas :8

4. Rabu, MMT
18/09/2019 - Regio lumbal : 3
- Regio Hip :4
Nilai Vas :7

Anda mungkin juga menyukai