Anda di halaman 1dari 84

KARYA TULIS ILMIAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK


PAIN AKIBAT SPASME MUSCULUS ERECTOR SPINE
DI RSAD TK II PELAMONIA MAKASSAR

OLEH :
NURUL FITRYANI JUFRI
PO.71.3.241.16.1.036
D III FISIOTERAPI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR PROGRAM
STUDI D-III FISIOTERAPI
2019
ii
KARYA TULIS ILMIAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK


PAIN AKIBAT SPASME MUSCULUS ERECTOR SPINE
DI RSAD TK II PELAMONIA MAKASSAR

OLEH :
NURUL FITRYANI JUFRI
PO.71.3.241.16.1.036
D III FISIOTERAPI

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR PROGRAM
STUDI D-III FISIOTERAPI
2019

iii
LE MBAR PERSETUJUAN

Karya Ttilis Ilmiah Atas Nama:

NURUL FITRYANI J UFR I

PO.7t3.241. 16.1.036

Dengan Judul

“PENATALAKSANAAN FISIOT ERA PI PADA LOW BACK PAIN


AKI BAT SPASME MUSCLiLUS ERECTOR SPINE DI
RSAD TK II PELA MONIA MA KASS AR"

Telah disetnjiii oleh Pembimbing Karya Tnlis Ilimali dan dapat dilanjutkan dalairi

ujian tutnp Karya T ulis Iliniali

Makassai‘, Juli 2019

Mengetalnii,

Pembimbing I Pembimbing 11

H i Hasbiaii S.ST M. Kes St. Muthiah S. .M.Adm. Kes

NIP. 197205 199• 3 2 001 NIP. 19661027 199003 2 003


HA LA MAN PENGESA HAN
Karya Tulis Ilmiah Atas Nama:
N URL L FITRYAN1 JU FRI
PO. 71.3.241.16.1.036
Dengan Judnl
PENATA LA KSANAAN FISIOT ERAPI PADA LOW BACK PAIN
AKIBAT SPASME MUSCLE LUS ERECTOR SPINE DI
RSAD TK II PELAMONIA MA KASSAR

Telah Dipertahankan di depan Tim Penguji Karya Tulis Iliniah


Prodi DIII Fisioterapi pada tanggal 5 Agustus 2019

TIM PENGUJI KARYA TULIS ILM lAH:

NAMA JABATAN TTD

1. Dr. Hendrik, SH.S.St.Ft.M.Kes


NIP. 19670610 199003 1 003

2. Hi Hasbiah,S.ST.Ft.,M.Kes ( Anggota )
NIP. 19720505 199503 2 001

3. St. Muthiah, S.Ft.Phvsio.M.Adm.Kes ( Anggota )


N IP. 19661027 199003 2 003

Mengetahui‘
rusan Fisiotera
es Maka

inn. S.ST M. Kes


9403 1 OOS
ABSTRAK

Nurul Fitryani Jufri, NIM. PO.71.3.24.116.1.036. Karya Tulis Ilmiah


dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Low Back Pain Akibat Spasme
Musculus Erector Spine di RSAD TK. II Pelamonia Makassar”, dibimbing oleh
Hj. Hasbiah dan St. Muthiah
Non spesifik Low Back Pain merupakan nyeri pada pinggang tulang
bawah L1 sampai seluruh sacrum dan otot-otot sekitarnya. Fisioterapi sebagai
salah satu tenaga kesehatan mempunyai peran untuk meminimalisasi resiko
terjadinya komplikasi nyeri punggung bawah yang lebih parah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan
fisioterapi pada Low Back Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine.Jenis
penelitian ini adalah studi kasus, yaitu penelitian yang mendalam pada satu kasus
dengan 3 sampel. Dengan memberikan perlakuan atau terapi pada sampel tersebut
selama penelitian. Dan kemudian diberikan intervensi berupa MWD, Stretching
dan William Flexion Exercise.
Hasil yang di peroleh setelah dilaksanakan terapi sebanyak 6 kali adalah
penurunan VAS Pasien Tn. D dari nilai 6 mengalami penurunan menjadi 2, Ny. F
dari nilai 5,8 mengalami penurunan menjadi 3,8 dan Tn. I dari nilai 6,2
mengalami penurunan menjadi 5. Sedangkan hasil pengukuran schober test pasien
Tn. D dari 17cm mengalami peningkatan menjadi 19 cm, Ny. F dari nilai 17 cm
mengalami peningkatan menjadi 18 cm dan Tn. I dari 18 cm menjadi 20 cm.
Kesimpulan peneliti adalah nyeri dan spasme berkurang dan peningkatan
fleksibilitas lumbal. Dengan demikian penggunaan MWD, Stretching dan William
Flexion Exercise dapat digunakan pada penderita Low Back Pain akibat Spasme
Musculus Erector Spine.
Kata Kunci:Low Back Pain, MWD, Stretching dan William Flexion Exercise.

vi
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis

panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

“Penatalaksanaan Fisioterapi pada Low Back Pain akibat Spasme Musculus

Erector Spine di RSAD TK II Pelamonia Makassar”.

Terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua,

Ayahanda H. Muh. Jufri Selle dan Ibunda Hj. Hasnah Mude tercinta yang

senantiasa menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

dan senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian, dorongan moral dan

material serta doanya.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi salah satu

persyaratan kelulusan pada Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Makassar Diploma III Jurusan Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Dr. Agustian Ipa, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kemenkes Makassar.

2. Darwis Durahim.S.Pd,S.ST,Ft,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Fisioterapi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar.

vii
3. Bapak Muhammad Awal, SKM., M.Kes., selaku Ketua Program Studi

Diploma III Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar,

yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan di

institusi ini.

4. Ibu Hj.Hasbiah,S.ST.Ft.,M.Kes, selaku pembimbing satu yang dengan

sepenuh hati dan senantiasa sabar dan telah memberikan saran, pendapat

maupun arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

5. Ibu St.Muthiah,S.Ft.Physio.M.Adm.Kes, selaku pembimbing dua yang juga

dengan sepenuh hati dan senantiasa sabar memberikan saran, pendapat

maupun arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Bapak Dr. Hendrik, SH, SSt.Ft, M.Kes, selaku penguji yang telah memberikan

saran dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam perbaikan

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Ibu Andi Adrianah, S.Ft., Physio selaku pembimbing klinik beserta

pembimbing lainnya yang telah mengizinkan dan membantu proses penelitian

penulis di Poliklinik Fisioterapi RSAD TK. II Pelamonia Makassar.

8. Seluruh staf dosen dan staf administrasi Jurusan Fisioterapi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Makassar yang telah memberikan bantuan moril bagi

penulis, baik dalam proses pendidikan maupun penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini.

9. Sahabat dan teman-temanku yang telah menemaniku dalam suka maupun duka

dan selalu mendukung hingga penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan juga untuk yang selalu bertanya

“kapan KTI mu selesai?”. Terlambat lulus atau lulus tidak tepat waktu bukan

88
sebuah kejahatan, bukanpula sebuah aib. Alangkah kerdilnya jika mengukur

kepintaran seseorang hanya dari siapa yang paling cepat lulus dengan IPK

Cumlaude. Bukankah sebaik-baik KTI/skripsi adalah yang selesai? Baik itu

selesai tepat waktu maupun tidak tepat waktu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis tetap mengharapkan kritikan dan saran

yang bersifat membangun demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya

Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan terkhusus

bagi penulis.

Makassar, Juli 2019

Penulis

9
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL.................................................................................................i
LOGO ......................................................................................................... ii
LEMBAR JUDUL ............................................................................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Low Back Pain ............................................. 7
B. Tinjauan tentang Modalitas Fisioterapi.................................... 14
C. Tinjauan Umum Alat Ukur Fisioterapi..................................... 27
D. Kerangka Pikir Penelitian......................................................... 33
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian ......................................................................... 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 34
C. Prosedur pengambilan Data...................................................... 34
D. Instrumen Penelitian................................................................. 34
E. Alur Penelitian.......................................................................... 35
BAB IV. DESKRIPSI KASUS
A. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi ..................................... 36
1. Anamnesis ............................................................................ 36
2. Pemeriksaan Fisik ......................................................................38
3. Diagnosis Fisioterapi ............................................................ 46
4. Problematik Fisioterapi ........................................................ 46
5. Program Rencana Tindakan Fisioterapi ............................... 47
6. Intervensi Fisioterapi ............................................................ 48
7. Hasil dan Evaluasi ................................................................ 53
B. Pembahasan Kasus ..................................................................... 55

1
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 58
B. Saran-Saran .................................................................................59

Daftar Pustaka
Lampiran
Riwayat Hidup

1
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Anamnesis Umum ................................................................. 37

Tabel 4.2. Hasil Anamnesis Khusus................................................................. 37

Tabel 4.3. Hasil Vital Sign ............................................................................... 38

Tabel 4.4. Hasil Inspeksi .................................................................................. 39

Tabel 4.5. Tes Orientasi Pasien ........................................................................ 40

Tabel 4.6. Hasil Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar .......................................... 41

Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Fleksibilitas Lumbal .......................................... 43

Tabel 4.8. Hasil Pemeriksaan Spesifik ............................................................. 45

Tabel 4.9. Problematik Fisioterapi ................................................................... 46

Tabel 4.10. Hasil Pengukuran VAS ................................................................. 54

Tabel 4.11. Hasil Pengukuran Fleksibilitas Lumbal Selama Terapi ................ 55

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 VAS (Visual Analog Scale) .......................................................... 27

Gambar 2.2 Kerangka Konsep .............................................................................. 33

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ yang masing-masing

mempunyai fungsi yang khusus. Salah satu organ manusia yang sangat penting

peranannya dalam tubuh yaitu tulang belakang. Tulang belakang atau vertebrae

dirancang untuk mendukung dan membentuk tubuh manusia, memungkinkan

terjadinya gerakan berputar pada tulang rangka, melindungi corda spinalis di

dalamnya, dan untuk membantu menyerap gaya berat terhadap tubuh.

Namun, ada kalanya tulang belakang tidak mampu menopang tubuh

yang terlalu lama dalam posisi yang statis atau dalam kondisi yang tidak

ergonomis sehingga dapat mengalami kerusakan seperti cedera pada tulang dan

saraf spinal di dalamnya. Kondisi ini yang kita kenal dengan musculoskeletal

disorders (MSDs). Musculoskeletal disorders adalah cedera dan gangguan pada

jaringan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan sendi serta sistem saraf yang

terjadi akibat paparan faktor risiko yang dapat menyebabkan sejumlah kondisi

termasuk nyeri, mati rasa, kesemutan, kaku sendi, sulit bergerak, kehilangan

otot, dan kadang-kadang kelumpuhan. (Hadyan, M. F., 2015)

Low back pain adalah nyeri punggung bawah, nyeri yang dirasakan di

punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit ataupun diagnosis untuk

suatu penyakit namun merupakan istilah untuk nyeri yang dirasakan di area

anatomi yang terkena dengan berbagai variasi lama terjadinya nyeri. Nyeri

punggung bawah tersebut merupakan penyebab utama kecacatan yang

1
mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan umum. Keluhan LBP dapat terjadi

pada setiap orang, baik jenis kelamin, usia, ras, status pendidikan dan profesi.

Prevalensi nyeri musculoskeletal, termasuk LBP, dideskripsikan

sebagai sebuah epidemik. Sekitar 80 persen dari populasi pernah menderita

nyeri punggung bawah paling tidak sekali dalam hidupnya.

Di Inggris, nyeri punggung merupakan penyebab utama dari

ketidakhadiran kerja, diperkirakan sekitar 3,5 juta hari kerja hilang tahun

2007/2009 karena gangguan muskuloskeletal terutama nyeri punggung bawah.

NPB (Nyeri Punggung Bawah) merupakan penyumbang terbesar kecacatan

global, yang diukur melalui years lived with disability (YLD), serta menduduki

peringkat yang keenam dari total beban secara keseluruhan, yang diukur dengan

the disability adjusted life year (DALY). (Hardiah Utari, dkk. 2018)

Prevalensi penyakit musculoskeletal di Indonesia berdasarkan pernah

didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis

atau gejala yaitu 24,7 persen. Prevalensi penyakit musculoskeletal tertinggi

berdasarkan pekerjaan adalah pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2 persen.

Prevalensi meningkat terus menerus dan mencapai puncaknya antara usia 35

hingga 55 tahun. Semakin bertambahnya usia seseorang, risiko untuk menderita

LBP akan semakin meningkat karena terjadinya kelainan pada diskus

intervertebralis pada usia tua (Fauzia Andini, 2015)

Adapun data yang penulis dapatkan dari observasi langsung di RSAD TK

II Pelamonia Makassar, pada bulan Januari tercatat ada 10 pasien, pada bulan

2
Februari tercatat ada 19 pasien, dan pada bulan Maret tercatat ada 21 pasien

yang menderita LBP (Low Back Pain) akibat spasme musculus erector spine.

Sebuah studi menunjukkan bahwa penderita nyeri punggung bawah tidak

mengaktivasi atau menggunakan otot-otot stabilator lumbal dan pelvis ketika

melakukan suatu aktivitas. Otot yang dimaksud yaitu “core muscle” yang terdiri

dari M. Transversus Abdominis, M. Obliqus Internal dan M. Obliqus External,

M. Rectus Abdominis, Multifidus dan Pelvic Floor Muscle. Hal ini

menyebabkan terjadinya gangguan berupa adanya nyeri pada regio lumbosacral

dan spasme otot pada daerah punggung.

Fisioterapi sebagai salah satu pelaksanaan pelayanan kesehatan ikut

berperan dan bertanggung jawab dalam peningkatan derajat kesehatan, meliputi

masalah gerak dan fungsi dengan kajian menyangkut aspek peningkatan

(promotif), aspek pencegahan (preventif), aspek penyembuhan (kuratif), aspek

pemulihan dan pemeliharaan (rehabilitatif) untuk mewujudkan program

pemerintah yaitu Indonesia Sehat 2010 (Menkes RI, 2008)

Modalitas fisioterapi yang diberikan pada LBP biasanya hanya

bertujuan untuk mengurangi nyeri dan rileksasi pada pasien. Berdasarkan

problem pada kasus low back pain berupa gangguan nyeri, spasme pada otot

musculus erector spine dan penurunan fleksibilitas lumbal, dalam hal ini maka

intervensi yang digunakan peneliti adalah MWD (Microwave Diathermy) yang

bertujuan untuk memanaskan jaringan otot sehingga akan memberi efek

relaksasi pada otot, meningkatkan aliran darah intramuskular, membantu

relaksasi otot, membantu mengurangi nyeri otot dan sendi (Ayu putri, 2018)

3
Stretching (peregangan) adalah istilah umum yang digunakan untuk

menjelaskan semua manuver terapeutik yang dirancang untuk meningkatkan

ekstensibilitas jaringan lunak, sehingga meningkatkan fleksibilitas dan ROM

dengan memanjangkan struktur yang mengalami pemendekan adaptif dan

menjadi hipomobil seiring waktu. (Carolyn K,Lynn A, 2014).

William Flexion Exercise telah menjadi dasar bagi managemen LBP

selama beberapa tahun untuk mengobati berbagai problem LBP. Pada beberapa

kasus seperti spondylosis, spondylolysis, spondylolisthesis dan disfungsi facet

joint umumnya digunakan program latihan ini Tn. William menjelaskan bahwa

posisi posterior pelvic tilting adalah penting untuk memperoleh hasil terbaik.

William flexion merupakan program latihan yang bertujuan untuk mengurangi

nyeri dan meningkatkan fleksibilitas (Anshar,dkk. 2014)

Berdasarkan latar belakang di atas, serta beberapa pengalaman selama

praktek klinik di RSAD TK II Pelamonia Makassar dan ditemukan 50 pasien

dengan kasus Low Back Pain akibat spasme musculus erector spine dengan

rentan waktu selama 3 bulan terakhir (Januari-Maret 2019), sehingga

mendorong penulis untuk menjadikan kasus ini sebagai bahan penelitian yang

selanjutnya diangkat dalam sebuah judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada

Low Back Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine di RSAD TK II

Pelamonia Makassar”

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian ini yaitu : bagaimana Penatalaksanaan Fisioterapi pada Low Back

Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine di RSAD TK II Pelamonia

Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana Penatalaksanaan Fisioterapi pada

Low Back Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine di RSAD TK II

Pelamonia Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pemeriksaan Fisioterapi pada Low Back Pain

akibat Spasme Musculus Erector Spine

b. Untuk menentukan diagnosis Fisioterapi pada Low Back Pain akibat

Spasme Musculus Erector Spine.

c. Untuk mengetahui problematik Fisioterapi pada Low Back Pain

akibat Spasme Musculus Erector Spine.

d. Untuk mengetahui intervensi Fisioterapi pada Low Back Pain akibat

Spasme Musculus Erector Spine.

e. Untuk mengetahui hasil dan evaluasi Fisioterapi pada Low Back

Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine.

5
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Melalui penelitian ini, diharapkan bagi para pembaca baik dari

mahasiswa dan institusi lainnya dapat menambah wawasan dan

pengetahuannya serta diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini.

2. Manfaat Praktisi

a. Manfaat bagi institusi

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan,

informasi dan referensi tentang Low Back Pain akibat Spasme Musculus

Erector Spine.

b. Manfaat bagi profesi

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

sarana pembelajaran tentang bagaimana intervensi yang tepat pada

kondisi Low Back Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine.

c. Manfaat bagi peneliti

Sebagai bahan pengkajian lebih lanjut tentang Penatalaksanaan

Fisioterapi pada Low Back Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine

dan juga untuk menambah pengalaman dan wawasan bagi peneliti.

d. Manfaat bagi masyarakat

Memberikan penjelasan, pengetahuan dan penyuluhan tentang

kondisi Low Back Pain akibat Spasme Musculus Erector Spine.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Low Back Pain

1. Pengertian Low Back Pain

Low back pain atau nyeri punggung bawah, nyeri yang dirasakan di

punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit ataupun diagnosis

untuk suatu penyakit namun merupakan istilah untuk nyeri yang

dirasakan di area anatomi yang terkena dengan berbagai variasi lama

terjadinya nyeri. Nyeri ini dapat berupa nyeri lokal, nyeri radikuler,

ataupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai

lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral, nyeri

dapat menjalar hingga ke arah tungkai dan kaki.

Low back pain terdiri dari tiga jenis yaitu lumbar Spinal Pain atau

nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal imajiner

yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebrae thorakal terakhir,

inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus

spinosus dari vertebrae sacralis pertama dan lateral oleh garis vertikal

tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis, sacral spinal pain atau

nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal imajiner

yang melalui ujung processus spinosus vertebreae sacralis pertama,

inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui sendi

sakrokoksigeal posterior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina

iliaka superior posterior dan inferior dan lumbosacral Pain, nyeri di

7
daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral

spinal pain.

Keterbatasan aktivitas disebabkan oleh problem yang ditimbulkan

oleh nyeri pinggang bawah yaitu problem nyeri dan keterbatasan gerak.

Keterbatasan gerak akan menyebabkan fleksibilitas otot erector spine

mengalami penurunan karena terjadi penurunan mobilitas gerak pada

lumbal. Hal ini yang menyebabkan keterbatasan aktivitas pada sebagian

besar penderita nyeri pinggang bawah.

Penurunan fleksibilitas erector spine yang disebabkan oleh adanya

problem keterbatasan gerak dapat diatasi oleh berbagai intervensi

fisioterapi, antara lain pemberian latihan Mc. Kenzie dan William

Flexion exercise. Latihan Mc. Kenzie dan William Flexion merupakan

program latihan yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan

meningkatkan fleksibilitas. (Mustari Gani, dkk. 2010)

2. Etiologi Low Back Pain

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang

terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun

struktur lain yang menyokong tulang belakang.

Kelainan yang terjadi dapat berupa:

- Kelainan kongenital seperti: kelainan pada facet dan kelainan pada

vertebra (sakralisasi, lumbalisasi, skoliosis)

- Trauma, gangguan metabolik, degenerasi

- Infeksi, tumor, kelainan pada alat viscera

8
- Kelainan psikogen

- Kelainan biomekanik, merupakan penyebab terbanyak. (Djohan

Aras, dkk. 2009)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi low back pain, sebagai

berikut:

a. Usia

Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut

mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu

timbulnya gejala LBP. Pada umumnya keluhan muskuloskeletal

mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun.

b. Indeks massa tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat

dan tinggi badan seseorang. Seseorang yang overweight lebih

berisiko 5 kali menderita LBP dibandingkan dengan orang yang

memiliki berat badan ideal. Ketika berat badan bertambah, tulang

belakang akan tertekan untuk menerima beban yang membebani

tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan

bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang

belakang yang paling berisiko akibat efek dari obesitas adalah

vertebrae lumbal.

9
c. Beban kerja.

Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan

oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama periode waktu

tertentu dalam keadaan normal. Pekerjaan atau gerakan yang

menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang

besar terhadap otot, tendon, ligamen dan sendi. Beban yang berat

akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot,

tendon dan jaringan lainnya.

d. Posisi kerja

Posisi janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara

signifikan dari posisi tubuh normal saat melakukan pekerjaan. Posisi

janggal dapat menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot

ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan

kelelahan. Termasuk ke dalam posisi janggal adalah pengulangan

atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar, memiringkan

badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi statis dan

menjepit dengan tangan. Posisi ini melibatkan beberapa area tubuh

seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah inilah yang paling

sering mengalami cedera.

e. Kebisingan

Kebisingan yang ada di lingkungan kerja juga bisa

mempengaruhi performa kerja. Kebisingan secara tidak langsung

dapat memicu dan meningkatkan rasa nyeri LBP yang dirasakan

10
pekerja karena bisa membuat stres pekerja saat berada di lingkungan

kerja yang tidak baik. (Fauzia Andini, 2015)

3. Patofisiologi

Berbagai struktur yang peka terhadap nyeri terdapat di punggung

bawah. Struktur tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus

fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua struktur

tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus

(mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai

stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator

inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi

nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah

pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan.

Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih

berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini

menyebabkan iskemia sekaligus menyebabkan munculnya titik picu

(trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri.

Postur membungkuk yang dipertahankan dalam jangka waktu yang

lama disertai dengan kelemahan otot-otot paravertebral memicu proses

adaptasi postur yang berkontribusi terhadap terjadinya pembebasan

abnormal pada tepi anterior dari korpus vertebra. Pembebanan ini

ditransmisikan pada seluruh segmen tulang belakang termasuk di

dalamnya diskus intervertebralis.

Postur hiperekstensi juga berkontribusi terhadap kejadian nyeri

punggung bawah. Ketika posisi tulang belakang dalam keadaan

11
hiperekstensi, terjadi pembebanan yang sangat besar pada bagian

posterior pillar tulang belakang terutama permukaan processus

articularis pada tulang vertebra yang kontak dengan permukaan

pasangannya. Pembebanan ini menyebabkan stress contact yang

berlebihan antara kedua permukaan sendi, meningkatkan gaya friksi

pada setiap gerakan artokinematika lumbal. Nosiseptor pada facet joint

merespon terhadap pembeban ini dan menghasilkan nyeri pada

punggung bawah yang dikenal dengan istilah hyperextension syndrome.

Pengaruh faktor mekanik berupa postur yang jelek dan aktifitas fisik

atau gerakan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya non

spesifik low back pain. Setiap gerakan pada otot tersebut akan

menimbulkan nyeri sekaligus menyebabkan spasme otot. Adanya

spasme pada otot paravertebrae akan membatasi gerakan dari lumbal

terutama pada saat melakukan gerakan membungkuk (fleksi) dan

memutar (rotasi). Adanya nyeri dan spasme otot akan membuat

seseorang takut menggunakan otot punggungnya untuk melakukan

gerakan lumbal, selanjutnya akan terjadi adhesion pada kapsul,

ligament, facet joint dan kecendrungan terjadi crosslink pada serabut

otot. Kondisi ini menyebabkan terjadinya hambatan fungsional pada

lumbal. (Indah. 2015)

4. Biomekanik Vertebra

a. Gerakan fleksi lumbal

Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor yaitu otot rectus

abdominis pada saat gerakan fleksi lumbal, mucleus palposus akan

12
bergerak kearah posterior sehingga mengulur serabut annulus

fibrosus bagian posterior. Pada saat yang sama, prosesus artikularis

inferior dari vertebra bagian atas akan bergeser kearah superior dan

cenderung bergerak menjauhi proccssus artikularis superiordari

vertebra bagian bawah sehingga kapsular-ligamenter sendi facet

akan mengalami peregangan secara maksimal serta ligament pada

arcus vertebra bagian (flavum), ligament interspinosus, ligament

supraspinosus dan ligament longitudinal posterior.

b. Gerakan Ekstensi lumbal

Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus

dorsi dan iliocostalis lumborum. Pada saat ekstensi lumbal, nucleus

pulposus akan mendorong serabut annulus fibrosus bagian anterior

sehingga terjadi penguluran sementara ligament longitudinal

posterior relaks. Pada saat yang sama, prosesus artikularis dari

vertebra bagian bawah dan atas menjadi saling terkunci, dan

prosessus spinosus dapat saling bersentuhan satu sama lain.

c. Gerakan rotasi lumbal

Penggerak utama m. iliocostalislumborum untuk rotasi

ipsilateral dan kontralateral, bila otot berkontraksi terjadi rotasi ke

pihak berlawanan oleh m. obliqus eksternus ahdominis. Pada saat

rotasi lumbal, vertebra bagian atas berotasi terhadap vertebra bagian

bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi di sckitar pusat rotasi

antara prosessus spinosus dengan prosessus articularis. Diskus

intervertebralis tidak berperan dalam gerakan axia l rotasi, sehingga

13
gerakan rotasi sangat dibatasi oleh orientasi sendi facet vertebra

lumbal.

d. Gerakan Lateral Fleksi

Otot penggerak m. obliqus internus abdominis, m. Rectus

abdominis. Pada saat gerakan lateral fleksi lunbal, corpus vertebra

bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral sementara diskus sisi

kontralateral mengalami ketegangan karena nucleus bergeser kearah

kontralateral. Ligament intertransversal sisi kontralateral mengalami

peregangan sementara sisi ipsilateral relaks. Pada saat yang sama,

processus articular relatif bergeser satu sama lain sehingga

processus articularis inferior sisi ipsilateral dari vertebra atas akan

bergerak naik sementara sisi kontralateral akan bergerak turun.

(Hislop and Montgomery, 2007).

B. Tinjauan tentang Modalitas

1. MWD (Microwave Diathermy)

a. Pengertian MWD (Microwave Diathermy)

Microwave Diathermy (MWD) adalah suatu aplikasi terapeutik

dengan menggunakan gelombang mikro dalam bentuk radiasi

elektromagnetik yang akan dikonversi dalam bentuk frekuensi 2456

MHz dan 915 MHz dengan panjang gelombang 12,25 arus yang

dipakai adalah arus rumah 50Hz, penetrasi hanya 3 cm, salah satu

modalitas fisisoterapi yang bermanfaat untuk mengurangi nyeri,

MWD cocok untuk jaringan superficial dan struktur artikuler yang

dekat dengan permukaan kulit. (Ayu Putri A,2018)

14
b. Tujuan MWD

1) Untuk memanaskan jaringan otot sehingga akan memberi efek

relaksasi pada otot.

2) Meningkatkan aliran darah intramuskuler.

3) Membantu meningkatkan sirkulasi limpatik dan sirkulasi darah

lokal.

4) Meningkatkan elastisitas jaringan ikat yang letak kedalamannya

kurang lebih 3 cm.

5) Membantu meningkatkan proses perbaikan jaringan secara

fisiologis.

6) Membantu mengurangi rasa nyeri pada otot dan sendi. (Ayu

Putri A,2018)

c. Indikasi MWD

1) Selektif pemanasan otot (jaringan kolagen)

2) Otot (efektif untuk sendi inter phalangeal,metacarpal phalangeal

dan pergelangan tangan,rheumatoid arthritis dan osteoarthrosis)

3) Kelainan saraf perifer (neuralgia neuritis) (Ayu Putri A,2018)

d. Kontraindikasi MWD

1) Adanya logam

2) Gangguan pembuluh darah

3) Pakaian yang meyerap keringat

4) Jaringan yang banyak cairan

15
5) Gangguan sensibilitas

6) Neuropathi (timbul gangguan sensibilitas dan diabetes melitus)

7) Infeksi akut

8) Transqualizer (alat pada pasien dengan gangguan kesadaran)

9) Sesudah rontgen (konsentrasi EM berlebihan)

10) Kehamilan. (Ayu Putri A,2018)

e. Efek Fisiologi

1) Perubahan panas

2) Reaksi lokal jaringan

a) Meningkatkan metabolisme sel-sel lokal ±13% tiap kenaikan

b) Meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul

homeostatik lokal dan akhirnya terjadi vasodilitasi lokal.

3) Reaksi general

Kemungkinan dapat terjadi kenaikan temperatur, tetapi perlu

dipertimbangkan karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan

aplikasinya lokal.

4) Jaringan ikat

Dapat meningkatkan elastisitas jaringan ikat, seperti jaringan

collagen, kulit, otot, tendon, ligamen dan capsul sendi akibat

menurunnya viskositas matrik jaringan tanpa menambah

panjang matrik, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak

kedalamannya ± 3 cm

5) Jaringan otot

16
Meningkatkan elastisitas jaringan otot dan menurunkan

tonus otot lewat normalisasi nocisensorik.

6) Jaringan syaraf

Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan syaraf,

meningkatkan konduktivitas syaraf serta meningkatkan nilai

ambang rangsang (Goats 1990).

f. Efek Terapeutik

1) Nyeri, hipertonus dan gangguan vascularisasi

Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot mealui efek sedatif,

serta perbaikan metabolisme.

2) Gangguan konduktivitas dan treshold jaringan syaraf

Apabila elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin

membaik,

maka konduktivitas jaringan ini dimaksudkan sebagai

persiapan sebelum pemberian latihan

3) Penyembuhan luka pada jaringan lunak

Meningkatkan perbaikan jaringan secara fisiologis (Goats

1990).

g. Prosedur pelaksanaan

Standard operasional penerapan Microwave Diathermy sebagai

berikut :

1) Persiapan alat :

a) Bersihkan dan rapikan semua peralatan yang akan digunakan

baik sebelum dan sesudah digunakan pasien.

17
b) Pastikan semua peralatan mesin maupun elektrode yang ada

berfungsi dengan baik dan siap dioperasikan, sehingga tidak

membahayakan pasien dan terapist.

c) Masukan stop kontak dalam posisi yang benar.

d) Tekan tombol on.

e) Sebelum mesin di gunakan lakukan pemanasan ± 10 menit.

(Goats 1990).

2) Persiapan penderita :

a) Panggil penderita dengan ramah dan sopan, serta masukan ke

tempat terapi sesuai kondisi dan diagnosa.

b) Lakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan keluhan yang

dialami penderita dengan teliti dan cermat.

c) Sebelum pemberian terapi, pasien terlebih dahulu diberikan

penjelasan mengenai cara kerja alat, indikasi dan

kontraindikasi.

d) Daerah yang akan di terapi dibebaskan dari pakaian dan

logam (Goats 1990)

3) Pelaksanaan terapi

a) Pilihlah posisi pasien se-rileks mungkin baik posisi tidur atau

duduk.

b) Minta kepada pasien membebaskan pakaian pada daerah

yang akan diterapi

c) Beri penjelasan setiap melakukan tindakan fisioterapi apa

yang akan dirasakan kepada penderita.

18
d) Dalam pelaksanaan terapi utamakan prinsip aman, nyaman,

dan keselamatan pasien (Goats 1990)

2. William Flexion Exercise

a. Pengertian William Flexion Exercise

William Flexion Exercise telah menjadi dasar bagi managemen

LBP selama beberapa tahun untuk mengobati berbagai problem

LBP. Pada beberapa kasus seperti spondylosis, spondylolysis,

spondylolisthesis dan disfungsi facet joint umumnya digunakan

program latihan ini Tn. William menjelaskan bahwa posisi posterior

pelvic tilting adalah penting untuk memperoleh hasil terbaik.

b. Tujuan William Flexion Exercise

Adapun tujuan dari William Flexion Exercise adalah untuk

mengurangi nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui

perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maksimus,

dan hamstring, untuk meningkatkan fleksibilitas/ elastisitas pada

group otot fleksor hip dan lower back, serta untuk mengembalikan/

menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot postural

fleksor dan ekstensor.

c. Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi William Flexion Exercise adalah spondylosis,

spondyloarthrosis dan disfungsi sendi facet yang menyebabkan nyeri

punggung bawah.

19
Kontraindikasi William Flexion Exercise adalah gangguan pada

diskus seperti discus Bulging, herniasi diskus, atau protrusi diskus.

d. Prosedur latihan William Flexion Exercise

Latihan William Flexion Exercise ini dirancang untuk

mengurangi nyeri pinggang dengan memperkuat otot-otot yang

memfleksikan lumbo sacral spine, terutama otot abdominal dan otot

gluteus maksimus dan meregangkan kelompok ekstensor punggung

bawah

1) Pelvic Tilting

Tidur telentang dengan kedua knee fleksi dan kaki datar

diatas bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa

kedua tungkai mendorong ke bawah. Pertahankan 5-10 detik.

2) Single Knee to Chest

Tidur telentang dengan kedua knee fleksi dan kaki datar di

atas bed/lantai. Secara perlahan tarik knee kanan kearah

shoulder dan pertahankan 5-10 detik. Kemudian knee kanan dan

ulangi untuk knee kiri.

3) Double Knee to Chest

Mulai dengan latihan sebelumnya. Tarik knee kanan ke dada

kemudian knee kiri ke dada dan pertahankan kedua knee selama

5-10 detik. Dapat diikuti dengan fleksi kepala/leher (relatif).

Turunkan secara perlahan salah satu tungkai kemudian diikuti

dengan tungkai lainnya.

20
4) Parsial Sit-Up

Lakukan pelvic tilting (latihan 1). Sementara

mempertahankan posisi ini angkat secara perlahan kepala dan

shoulder dari bed/lantai, pertahankan selama 5 detik. Kembali

secara perlahan ke posisi awal.

5) Hamstring Stretch

Mulai dengan posisi long sitting dan kedua knee ekstensi

penuh. Secara perlahan fleksikan trunk ke depan dengan

menjaga kedua knee tetap ekstensi. Kedua lengan menjangkau

sejauh mungkin di atas kedua tungkai sampai mencapai jari-jari

kaki.

6) Hip Fleksor Stretch

Letakkan satu kaki didepan dengan fleksi knee dan satu kaki

dibelakang dengan knee dipertahankan lurus. Fleksikan trunk ke

depan sampai knee kontak dengan lipatan axilla (ketiak). Ulangi

dengan kaki yang lain.

7) Squat

Berdiri dengan posisi kedua kaki paralel dan kedua shoulder

di samping badan. Usahakan pertahankan trunk tetap tegak

dengan kedua mata fokus ke depan dan kedua kaki datar di atas

lantai. Kemudian secara perlahan turunkan badan sampai terjadi

fleksi kedua knee.(Anshar,dkk. 2013)

3. Stretching

a. Pengertian stretching

21
Stretching (peregangan) adalah istilah umum yang

digunakan untuk menjelaskan semua manuver terapeutik yang

dirancang untuk meningkatkan ekstensibilitas jaringan lunak,

sehingga meningkatkan fleksibitas dan ROM dengan

memanjangkan struktur yang mengalami pemendekan adaptif dan

menjadi hipomobil seiring waktu.

Passive stretching adalah teknik stretching (penguluran)

yang dilakukan oleh terapis, atau gaya stretch berasal dari terapis

atau orang lain. Passive stretching adalah metode stretching yang

sederhana, yang menggunakan gaya eksternal dari terapi atau

mesin latihan. Pasien harus serelaks mungkin selama passive

stretching. Baik jaringan kontraktil maupun nonkontraktil dapat

dipanjangkan melalui passive stretching.

b. Efek fisiologis

1) Efek terhadap sirkulasi darah

Jika terjadi ketegangan otot (spasme) maka terjadi tekanan

intramuscular yang tinggi sehingga sirkulasi darah di otot akan

menurun. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik juga dapat

menyebabkan kontriksi arteoriole yang kecil di otot sehingga

akan menurunkan sirkulasi darah. Selama stretching, secara

actual sirkulasi darah akan menurun akibat dinding pembuluh

darah menjadi lebih tpis sementara tekanan intramuscular tetap

meningkat.

22
Stretching dari posisi rest sampai memanjang sekitar 10-20%

akan menurunkan sirkulasi sampai 40%. Aplikasi intermitten

stretching dapat menyebabkan gangguan sirkulasi yang

sementara tapi tidak mengganggu metabolisme didalam jaringan.

Sebaliknya, aplikasi statik stretching pada beberapa tahap

penguluran pada akhirnya akan meningkatkan sirkulasi. Namun,

continous statik stretching selama beberapa menit harus dihindari

karena akan menghasilkan efek yang merugikan.

2) Efek terhadap ligamen:

Ligamen memiliki serabut collagen dan elastic, namun lebih

banyak mengandung serabut collagen daripada elastic, lebih

fleksibel daripada tendon karena serabut colagennya lebih tipis

dan kaya dengan serabut elastic diantara serabut collagen.

Semakin bertambah usia maka serabut collagen semakin

meningkat dan menebal sedangkan serabut elastic semakin

menurun akibat deposit mineral dan kalsium yang infiltrasi

kedalam ligamen dan bentuknya eross-bridge diantara serabut.

Stretch dapat meminumalkan terjadinya crossbridgr dan

memanjangkan serabut collagen yang menebal atau memendek.

3) Efek terhadap saraf

Saraf dapat menahan gaya stretch yang kuat. Perubahan mulai

terjadi ketika saraf terstrecth sekitar 5% dari posisi rest,

perubahan semakin nampak ketika terstretch sekitar 10%. Saraf

23
yang terstretch secara linear sekitar 5-20% dari posisi rest akan

meningkatkan gaya stretch pada saraff, setelah itu fleksibilitas

saraf akan lemah. Jika stretch saraf sampai 30% ke atas akan

menyebabkan kerobekan saraf.

c. Indikasi stretching

1) ROM terbatas karena jaringan lunak kehilangan

ekstensibilitasnya akibat perlengketan, kontraktur, dan

pembentukan jaringan parut, menyebabkan keterbatasan

kemampuan (disabilitas)

2) Keterbatasan gerak dapat menyebabkan deformitas structural

yang seharusnya dapat dicegah.

3) Kelemahan otot dan pemendekan jaringan yang berlawanan

menyebabkan keterbatasan ROM

4) Dapat menjadi komponen program kebugaran total atau

conditioning olahraga spesifik yang dirancang untuk mencegah

atau mengurangi risiko cedera musculoskeletal.

5) Dapat digunakan sebelum dan setelah latihan berat untuk

mengurangi nyeri otot pasca latihan.

d. Kontraindikasi Stretching

1) Terdapat bukti inflamasi akut atau proses infeksi (Panas dan

pembengkakan), atau kemungkinan gangguan penyembuhan

jaringan lunak pada jaringan yang terbatas dan daerah sekitarnya

2) Terdapat nyeri tajam dan akut pada gerak sendi atau pemanjangan

otot

24
3) Terdapat hematoma atau indikasi trauma jaringan lain

4) Terjadi hipermobilitas

5) Pemendekan jaringan lunak memberikan stabilisasi sendi yang

dibutuhkan pada stabilitas structural normal atau control

neuromuskular

6) Pemendekan jaringan lunak memungkinkan pasien dengan

paralisi atau kelemahan otot berat untuk melakukan keterampilan

fungsional spesifik yang tidak dapat dilakukan orang lain.

e. Manfaat Stretching:

1) Meningkatkan fleksibilitas dan ROM

a) Kebugaran umum

b) Manfaat potensial lainnya

2) Pencegahan cedera dan penurunan nyeri otot pasca latihan

3) Peningkatan performa.

f. Prosedur pelaksanaan Stretching

1) Fleksi lumbal bawa lutut pasien kearah dada dengan tangan

dibawah lutut ( fleksi pinggul dan lutut), fleksi tulang belakang

terjadi saat pinggul fleksi penuh dan pelvic mulai berotasi ke arah

posterior. Lingkup fleksi yang lebih luas dapat diacapai dengan

mengangkat pada bawah sacrum menggunakan tangan bawah.

2) Rotasi lumbal : pasien dalam keadaan posisi terlentang, pinggul

dan lutut fleksi serta kaki menapak dimeja terapi, dorong kedua

lutut pasien kearah lateral hingga pelvic disisi berlawanan

25
terangkat dimeja terapi, stabilisasi toraks pasien dengan tangan

atas, ulangi kearah yang berlawanan.

3) Ekstensi pinggul, penempatan tangan dan prosedur

a) Posisikan pasien mendekati tepi meja terapi agar pinggul yang

diregangkan dapat diekstensikan melebihi nertal. Pinggul dan

lutut yang berlawanan difleksikan kearah dada pasien untuk

menstabilkan pelvis dan tulang belakang

b) Stabilisasi tungkai yang berlawanan ke dada pasien

menggunakan satu tangan, atau jika mungkin, minta pasien

membantu memegang sekeliling paha dan menahannya ke dada

untuk mencegah kemiringan anterior pelvic selama perenganan.

c) Gerakan pinggul yang akan memberikan tekanan ke arah bawah

pada hiperekstensi dengan memberikan tekanan ke posisi

ekstensi atau aspek anterior paha distal dengan tangan anda

yang lain. Biarkan lutut eksetensi agar rektus femoris dua sendi

tidak menghambat lingkup gerak. (Carolyn K,Lynn A, 2014).

C. Tinjauan Alat Ukur Fisioterapi

1. VAS (Visual Analog Scale)

VAS digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang


pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategoris nyeri mulai dari
“tidak nyeri, ringan, sedang, atau berat”. (Djohan Aras, dkk. 2016).

VAS tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang
mewakili intervensi nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran
keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi

26
setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka. (Djohan Aras,dkk. 2009)

Secara operasional VAS mungkin berupa sebuah garis horizontal atau

vertikal, panjang 10 sentimeter (100 mm), seperti yang diilustrasikan pada

gambar

Gambar 2.1. Visual Analog Scale, Fisioterapi Neuromusculoskeletal

Pasien menandai garis dengan memberikan titik yang mewakili keadaan

nyeri yang dirasakan pasien saat ini, dalam 24 jam terakhir.

Dengan menggunakan sebuah penggaris atau mistar, skor VAS

ditentukan dengan mengukur jarak (milimeter) diatas garis 10 cm dari titik

“tidak nyeri” ke titik yang ditandai oleh pasien, dengan range skor dari 0-

10 cm. Skor yang lebih tinggi mengindikasikan intensitas nyeri lebih besar.

Sebagai alat ukur, VAS jelas bersifat subjektif, menghasilkan data interval

dengan nilai-nilai rasio yang subjektif pula.

a. Tujuan:

Untuk mengukur intensitas nyeri pasien

b. Persiapan alat/ instrument:

1) Penggaris

2) Pulpen/pensil

3) VAS (Visual Analog Scale)

27
c. Persiapan pasien

Jelaskan prosedur test kepada pasien untuk mengurangi

kecemasan pasien serta untuk memastikan pasien kooperatif

Teknik operasional Visual Analog Scale (VAS):

1) Instruksikan kepada pasien untuk memberi tanda titik pada garis

skala VAS ini, yang dapat menggambarkan rasa nyeri yang

dikeluhkan, antara dari 0 (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat).

1) Catat hasil pengukuran VAS pada medical record pasien.

Contohnya skala VAS 6 (nyeri sedang). (Djohan Aras, dkk.

2016)

d. Visual Analog Scale (VAS) Parameter

0 : tidak nyeri

1– 3 :nyeri ringan yang secara obyektif kllien dapat


berkomunikasi dengan baik

4-6 : nyeri sedang yang secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat


mendeskripsikannya dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : nyeri berat yang secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,


dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi.

10 : nyeri sangat berat dimana pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi. (Djohan Aras,dkk. 2009)

28
2. Schober Test

Modified schober test adalah salah satu metode yang

terkenal untuk mengukur rentang gerak lumbal karena merupakan

metode yang sederhana, pengukuran yang akurat, dapat digunakan

dimana-mana dan beban yang valid dan mudah untuk meraba (

Komal Malik, dkk 2016)

Teknik schober test :

Posisi pasien yang di anjurkan adalah posisi berdiri dengan

cervikal, thorakal, lumbal dalam posisi 0˚ tanpa adanya lateral fleksi

dan rotasi. Stabilisasi regio pelvis untuk mencegah adanya anterior

tilting.

a. Metode I :

Untuk menentukan luas gerak sendi pada fleksi thorakal

lumbal adalah mengukur jarak antara procesus spinosus C7 dan

S1 dengan alat ukur pita meteran. Pengukuran awal dibuat saat

pasien dalam posisi.

Perbedaan antara pengukuran awal dan akhir

menunjukkan besarnya jarak gerak fleksi thoracal dan lumbal.

Magee menjelaskan bahwa perbedaan 10 cm pada pita meteran

adalah normal untuk pengukuran. Kemudian dijelaskan bahwa 4

inchi merupakan suatu pengukuran rata-rata untuk pengukuran

rata-rata orang dewasa yang sehat. Zero starting dan pengukuran

selanjutnya dibuat dalam akhir ROM saat fleksi lumbal.

29
b. Metode II :

Dalam metode ini yang digunakan oleh beberapa pemeriksa

untuk mengukur fleksi thoracal dan lumbal adalah mengukur jarak

antara ujung jari tengah dengan tanah lantai pada saat akhir ROM

fleksi lumbal. Ukuran ujung jari tangan dengan lantai atau fleksi

lumbal merupakan kombinasi untuk fleksi spine dan fleksi hip

sehingga membuat sulit untuk mengisolasi dan mengukur fleksi

spine, oleh karena itu test ini tidak dianjurkan untuk mengukur fleksi

thorakal dan lumbal tetapi dapat digunakan untuk

memeriksa fleksibillitas tubuh secara umum. (Muh. Akraf. 2012)

c. Metode III :

Ada beberapa langkah dalam metode ini yaitu:

(1) Beri tanda pertama pada titik tengah antara SIPS kanan-kiri.

(2) Beri tanda kedua diatas tanda pertama dengan jarak 10cm.

(3) Beri tanda ketiga dibawah tanda pertama dengan jarak 5cm.

(4) Kemudian pasien diminta untuk fleksi trunk semaksimal

mungkin kemudian ukur jarak dari tanda ketiga ke tanda kedua

melalui tanda pertama dengan garis lurus.

(5) setelah pengukuran selesai semua tanda dihapus dengan

alkohol. ( Komal Malik, dkk 2016)

Interpretasi menurut ( Leo Muchamad Dahlan, 2009): hasil

pengukuran dikurangi 15 cm- fleksi lumbal, normal ≥ 5 cm, jika

30
selisih jarak kurang dari 3 cm menunjukkan adanya gangguan fleksi

pada lumbal.

Data interpretasi mobilitas spinal di pakai parameter sebagai

berikut:

a. Normal atau derajat I apabila selisih jarak standar dengan jarak

hasil pengukuran ≥ 5cm.

b. Derajat II apabila selisih jarak standar dengan jarak hasil

pengukuran 3,1- 4,9 cm.

c. Derajat III apabila selisih jarak standar dengan jarak hasil

pengukuran 1-3 cm.

d. Derajat IV apabila selisih jarak standar dengan jarak hasil

pengukuran ≤ 1 cm dan saat melakukan fleksi lumbal, yang fleksi

hanyalah lututnya.

31
D. Kerangka Pikir Penelitian

Low back pain atau nyeri punggung bawah, merupakan nyeri yang

dirasakan di punggung bagian bawah. Dalam kasus ini peneliti

menggunakan MWD, William Flexion Exercise dan Stretching guna untuk

menghilangkan nyeri yang dirasakan pasien. Alat ukur yang digunakan

yaitu VAS (Visual Analog Scale) untuk menentukan skala nyeri yang

dirasakan pasien dan metode schober untuk mengetahui meningkatnya atau

menurunnya fleksibilitas pasien.

Etiologi:
 Trauma
 Posisi kerja yang salah
 Usia
Assesment Low Back Pain  IMT

Intervensi FT:
Problematik FT:
 MWD
 Spasme  Stretching
 Nyeri
 William Flexion
 Menurunnya Fleksibilitas
Exercise

Evaluasi Hasil

 Spasme berkurang
 Nyeri berkurang
 Meningkatnya Fleksibilitas

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian case study atau studi kasus yaitu

penelitian yang mendalami pada satu jenis kasus dengan tiga sampel dan

memberikan perlakuan kepada sampel tersebut selama penelitian yang

kemudian dianalisis secara mendalam hasil yang telah dicapai.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di RSAD TK II Pelamonia Makassar

yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan Juli 2019.

C. Prosedur Pengambilan Data

1. Primer

Data yang diperoleh langsung dari pasien baik dengan wawancara

maupun dengan pemeriksaan fisik.

2. Sekunder

Data diperoleh dari hasil rekam medik dan kartu berobat pasien.

D. Instrumen Penelitian

1. VAS (Visual Analog Scale)

2. Meteran

3. MWD (Microwave Diathermy)

4. Bed

34
E. Alur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, peneliti mengurus seluruh perizinan untuk

meneliti di RSAD TK II Pelamonia Makassar untuk mencari kondisi

low back pain akibat spasme musculus erector spine dengan status

medical record lengkap.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, peneliti melakukan proses fisioterapi sesuai

dengan penatalaksanaan fisioterapi pada penderita low back pain mulai

dari prosedur assessment pada lumbal dan pemberian intervensi yang

direncanakan yaitu MWD, Stretching dan William Flexion Exercise.

Pemberian intervensi dilakukan 3 kali seminggu dengan dosis yang

direncanakan sebanyak 9 kali.

3. Tahap Evaluasi

Pada tahap ini, peneliti melakukan evaluasi setiap intervensi

diberikan untuk melihat kemajuan terapi, dengan menggunakan

instrument penelitian. Hasil evaluasi kemudian dicatat dan dianalisis

secara mendalam.

35
BAB IV DESKRIPSI

KASUS

A. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi

Sebelum melakukan pengobatan maka seorang fisioterapi harus

melakukan suatu pemeriksaan fisioterapis yang terdiri dari anamnesis,

inspeksi, pemeriksaan fungsi serta pemeriksaan spesifik dan tambahan.

1. Anamnesis

Anamnesis fisioterapi adalah bentuk pemeriksaan yang dilakukan

dengan cara tanya jawab antara fisioterapis dengan pasien dalam

rangka menegakkan problematik fisioterapi, anamnesis yang dilakukan

secara langsung kepada pasien disebut autoanamnesis dan jika di

lakukan secara tidak langsung disebut heteroanamnesis. Kedua

anamnesis ini sama pentingnya untuk mendapatkan informasi yang

lengkap sehubungan dengan kondisi pasien. Anamnesis ini terdiri atas

anamnesis umum dan khusus.

a. Anamnesis umum

Anamnesis umum merupakan suatu tanya jawab mengenai

identitas pasien yang berkaitan dengan administrasi dan status

sosial secara umum

36
Tabel 4.1 Anamnesis Umum Pasien Low Back Pain
Nama Tn. D Ny. F Tn. I
Umur 48 tahun 45 tahun 50 tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki
Pekerjaan Instalasi Ibu Rumah PNS
listrik Tangga

Agama Islam Islam Islam


Alamat Jl. Badak Jl. Minasa Upa Jl. Antang

b. Anamnesis khusus

Pada anamnesis khusus ini tanya jawab yang dilakukan

sudah mengarah pada kondisi tertentu. Dari hasil anamnesis khusus

ini penulis mendapatkan informasi sebagai berikut

Tabel 4.2 Anamnesis Khusus Pasien Low Back Pain


Pasien Tn. D Ny. F Tn. I
Keluhan Nyeri pinggang Nyeri pinggang Nyeri pinggang
utama
Lokasi Pinggang bawah Pinggang bawah Pinggang bawah
keluhan
Sifat Terlokalisir Terlokalisir Terlokalisir
keluhan
Kapan ± 2 bulan yang ± 1 bulan yang ± 2 bulan yang
terjadi lalu lalu lalu
Riwayat ± 2 bulan yang ± 1 bulan yang ± 2 bulan yang
perjalanan lalu pasien lalu pasien lalu pasien
penyakit sedang bekerja merasakan nyeri sementara bekerja
memperbaiki pada punggung mengangkat
listrik dengan bawah saat barang, awalnya
menggunakan melakukan pasien merasakan
tangga. bersih-bersih nyeri tapi tetap
Awalnya pasien rumah, namun lanjut bekerja,
merasakan didiamkan setelah beberapa
sakit, tapi masih karena pasien saat pasien
bisa ditahan. menganggapnya membungkukkan
Keesokan biasa-biasa saja. badan guna
harinya saat Pada akhirnya mengangkat
bangun tidur nyeri yang barang, disaat
barulah pasien
dialami pasien itulah pasien

37
merasakan nyeri selama 1 bulan merasakan nyeri
hebat di tersebut belum hebat tetapi
pinggangnya. hilang, jadi selama 2 bulan
Lalu pasien pasien dibiarkan saja tapi
dirujuk ke memeriksakann tidak kunjung
fisioterapi. ya ke dokter dan sembuh,
di rujuk ke poli kemudian pasien
fisioterapi. memeriksakannya
ke dokter dan
dirujuk ke poli
fisioterapi
Riwayat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
penyakit
penyerta
Riwayat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
keluarga

2. Pemeriksaan Fisik

a. Vital Sign

Vital Sign merupakan pemeriksaan yang biasa dilakukan pada

tahap awal untuk mengetahui keadaan umum penderita agar dapat

melihat kondisi penderita sebelum melanjutkan tindakan. Adapun

pemeriksaan vital sign yang dilakukan meliputi: pemeriksaan

tekanan darah, temperatur, denyut nadi dan pernapasan.

Pemeriksaan vital sign ini dilakukan dimana penderita dalam

posisi terlentang, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.3 Pemeriksaan Vital Sign Pasien Low Back Pain


Pasien Tn. D Ny. F Tn. I
Tekanan darah 120/70 100/80 120/80
mmHg mmHg mmHg
Denyut nadi 70x/menit 72x/ menit 76x/menit
Pernapasan 20x/menit 21x/menit 22x/menit
Temperatur 36˚C 36˚C 36˚C

38
b. Inspeksi

Inspeksi merupakan bagian dari pemeriksaan dengan jalan

mengamati penderita pada saat memasuki ruangan. Inspeksi dapat

dilakukan dengan 2 cara, yaitu statis dan dinamis.

1) Statis

Inspeksi statis dilakukan dengan cara melakukan

pengamatan terhadap penderita dalam posisi berdiri dan duduk,

serta dengan berbagai sudut pandang (aspect), yang meliputi:

anterior (depan), posterior (belakang), dan lateral (samping kiri

dan kanan).

2) Dinamis

Observasi ini dilakukan saat penderita melakukan aktivitas

fungsional seperti dari jongkok ke berdiri, membungkuk,

memutar badan ke kiri dan ke kanan dan lain-lain.

Tabel 4.4 Data Inspeksi Pasien Low Back Pain


Data Hasil
Inspeksi Tn. D Ny. F Tn. I
Statis  Bahu  Bahu tampak  Bahu
tampak simetris tampak
simetris  Badan simetris
 Lordosis membungkuk  Lordosis
lumbal lumbal
Dinamis Saat berjalan Saat berjalan Saat berjalan
normal, normal, terlihat normal, namun
terlihat perubahan terlihat pasien
perubahan ekspresi saat menghindari
ekspresi saat melakukan posisi
membungkuk, gerakan dari membungkuk
saat akan duduk ke berdiri saat akan
menaiki bed dan gerakan menaiki bed dan
dan merasa membungkuk. merasa nyeri
nyeri pada saat gerakan
saat duduk ke duduk ke
berdiri. berdiri.

39
c. Pemeriksaan Fungsi

Pemeriksaan fungsi adalah suatu bentuk pemeriksaan yang

dilakukan alat gerak tubuh melalui suatu gerakan tertentu dalam

rangka menegakkan problematik fisioterapi secara sistematis,

pemeriksaan fungsi terdiri atas:

1) Tes Orientasi

Tes Orientasi adalah suatu tes provokasi untuk

mengungkapkan letak keluhan atau kelainan pasien, baik secara

segmental maupun regional yang bersifat umum dan praktis.

Tabel 4.5 Tes Orientasi Pasien


Pasien Tn. D Ny. F Tn. I
Fleksi Ektensi Ada nyeri Ada nyeri Ada nyeri
Lumbal saat saat pasien saat
melakukan melakukan melakukan
gerakan fleksi di akhir gerakan
fleksi gerakan fleksi
Squat & Gerakan Saat gerakan Gerakan
bouncing jongkok dan jongkok jongkok dan
(jongkok- perpindahan terdapat nyeri perpindahan
berdiri) jongkok ke lumbal jongkok ke
berdiri berdiri
terasa nyeri. terasa nyeri.

2) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Pemeriksaan fungsi gerak dasar adalah suatu pemeriksaan

fungsi yang terdiri dari pemeriksaan gerakan fungsional dasar

dari regio yang mengalami gangguan. Pemeriksaan fungsi

gerak dasar pada kondisi ini meliputi pemeriksaan secara aktif

dan pasif, sedangkan pemeriksaan dengan TIMT pada regio

lumbal tidak dilakukan pada kondisi ini karena sulitnya

provokasi nyeri secara terpisah.

40
a) Gerakan Aktif

Gerakan aktif adalah suatu pemeriksaan fungsi gerak

dasar yang melibatkan pasien secara aktif dalam melakukan

gerakan fungsional dasarnya sesuai instruksi fisioterapis.

Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang koordinasi

gerakan, pola gerak, dan nyeri.

b) Gerakan Pasif

Gerakan pasif adalah suatu pemeriksaan fungsi yang

dilakukan tanpa melibatkan pasien secara aktif.

Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang lingkup

gerak sendi secara pasif, stabilitas sendi, end feel dan

capsular pattern.

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Lumbal


Pasien Low Back Pain
Hasil
Gerakan
Tn. D Ny. F Tn. I

Aktif Nyeri Nyeri Nyeri


Fleksi Lumbal
Pasif Nyeri Nyeri Nyeri

Aktif Tidak nyeri Tidak Nyeri Tidak nyeri


Ekstensi
Lumbal Pasif Tidak nyeri Tidak Nyeri Nyeri

Aktif Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri


Lateral Fleksi
Lumbal kanan Pasif Nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri

Aktif Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri


Lateral Fleksi
Lumbal kiri Pasif Tidak nyeri Nyeri Nyeri

Aktif Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri


Rotasi Lumbal
Kanan Pasif Nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri

Aktif Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri


Rotasi Lumbal
Kiri Pasif Tidak nyeri Nyeri Nyeri

41
d. Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan spesifik adalah suatu bagian pemeriksaan

yang sangat penting dan mutlak dilakukan agar dapat menentukan

diagnosa secara tepat. Beberapa pemeriksaan spesifik dapat

memberikan interpretasi mengenai penyebab kelainan pada lumbal.

Adapun pemeriksaan spesifik yang dapat dilakukan pada kondisi

ini adalah:

1) Schober Test

Pengukuran fleksibilitas lumbal dengan metode schober

yaitu untuk mengetahui luas pergerakan fleksibilitas lumbal

dengan cara:

a) Pada saat berdiri tegak, beri tanda pada titik tengah

antara level SIPS kanan dan kiri.

b) Beri tanda pada kedua diatas tanda pertama dengan

jarak 10cm dan tarik garis lurus pertama.

c) Kemudian beri tanda ketiga di bawah tanda pertama

dengan jarak 5cm dan tarik garis lurus kedua.

d) Jarak antara garis pertama dan kedua adalah 15cm

e) Kemudian pasien diminta untuk fleksi lumbal

semaksimal mungkin lalu ukur kembali jarak dari tanda

ketiga ke tanda kedua melalui tanda pertama dengan

garis yang lurus.

f) Normalnya jarak yang dicapai adalah diatas 20cm dan

abnormalnya adalah jaraknya berada dibawah 20cm.

42
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Fleksibilitas Lumbal Schober Test
Hasil Gerakan Fleksibilitas (cm)
Tn. D Fleksi Lumbal 17 cm
Ny. F Fleksi Lumbal 17 cm
Tn. I Fleksi Lumbal 18 cm

2) Straight Leg Raise (SLR)

Gerakan kearah medial rotasi hip, ekstensi knee, lalu fleksi

hip sampai timbul nyeri atau ketegangan. Berikut turunkan

tungkai pasien sampai nyeri hilang dan minta pasien fleksi

leher sampai dagu berada di atas dada. Nyeri yang meningkat

dengan fleksi leher, dorso fleksi ankle atau keduanya

stretching dari durameter medulla spinalis. Jika nyeri tidak

meningkat dengan fleksi leher maka indikasi gangguan

disekitar hamstring/ hamstring tegang, lumbal atau sacroiliaca

joint. SLR sampai 70˚, menyebabkan saraf terulur maksimal

sekitar 2-6 mm, terutama akar saraf 15, S1 dan S2. Nyeri diatas

70˚ maka lumbal atau sacroiliaca joint yang mengalami

gangguan. Cara lain kedua tungkai di tes secara serempak

(bilateral straight leg raise) dalam posisi pasien lying, knee

extensi jika nyeri timbul >70 maka lumbal yang mengalami

gangguan.

Tujuan: untuk mengetahui adanya kelainan pada SIJ (Sacro

Illiaca Joint)

43
3) Brager Test

Posisi pasien sama dengan diatas (tidur telentang), kemudian

fisioterapis mengangkat tungkai pasien diatas 45-70˚ sambil

mendorsofleksikan ankle pasien.

Tujuan: untuk mengetahui apakah ada nyeri pada daerah lumbal

atau pada hip.

4) Neri Test

Posisi pasien sama dengan diatas (tidur telentang),

kemudian fisioterapis mengangkat tungkai pasien diatas 45-70˚

sambil mendorsofleksikan ankle pasien, sambil meminta pasien

memfleksikan kepala.

Tujuan: untuk mengetahui apakah ada nyeri pada daerah lumbal

atau hip.

5) Patric Test

Pasien tidur terlentang, letakkan ankle pasien diatas patella

kaki yang lainnya. Lakukan fiksasi pada SIAS dan tangan yang

satunya melakukan compressi pada knee joint.

Tujuan: umtuk mengetahui kelainan pada m. adductor hip, lig.

Anterior hip joint, lig. Anterior Sacro Illiaca Joint

6) Anti Patric Test

Pasien tidur terlentang, lakukan gerakan internal rotasi

(kebalikan patric test)

Tujuan: untuk mengetahui adanya gangguan pada lig. Posterior

sacroilliaca joint.

44
7) Palpasi

Palpasi adalah metode pemeriksaan yang dilakukan dengan

cara melakukan perabaan atau penekanan. Palpasi ini

dimaksudkan untuk mengetahui spasme atau nyeri, serta letak

dan bangunan-bangunan yang menonjol. Untuk palpasi otot

pinggang dilakukan dengan pasien dalam posisi tengkurap

kemudian fisioterapis meraba bagian otot pada daerah

pinggangnya.

8) Pemeriksaan derajat nyeri

Tes ini menggunakan VAS yaitu cara pengukuran derajat

nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Diawali garis

menunjukkan tidak adanya nyeri dengan nilai 0 (nol),

sedangkan ujung garis menunjukkan nyeri sangat dengan nilai

10 (sepuluh). Pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyeri

pada sepanjang garis tersebut, kemudian diukur dan dinyatakan

dalam cm (centimeter).

Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Spesifik


Pemeriksaan Hasil
Spesifik Tn. D Ny. F Tn. I
SLR Tidak nyeri, Tidak nyeri, Tidak nyeri,
tidak ada tidak ada tidak ada
kesemutan/ kesemutan/ kesemutan/
kebas pada kebas pada kebas pada
kaki. kaki. Hanya kaki.
saja otot
hamstring
nyeri saat
tertarik.
Brager Test Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri
Neri Test Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri
Patric Test Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri

45
Anti Patric Tidak nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri
Test
Palpasi Terdapat Terdapat Terdapat
spasme pada spasme pada spasme pada
otot erector otot erector otot erector
spine dan spine dan spine dan
pasien pasien pasien
merasakan merasakan merasakan
nyeri tekan nyeri tekan nyeri tekan
Connective Nyeri dan Nyeri dan Nyeri dan
tissue kulit pasien kulit pasien kulit pasien
sulit diangkat sulit diangkat sulit diangkat
VAS 6 5,8 6,2

3. Diagnosa Fisioterapi

Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan yang di

dapatkan makan diagnosa fisioterapi yaitu “Low Back Pain akibat

Spasme Musculus Erector Spine”

4. Problematik Fisioterapi

Problematik fisioterapi merupakan permasalahan yang ditemukan

dalam kasus tersebut.

Tabel 4.9 Problematik Pasien Low Back Pain


Pasien Tn.D Ny. F Tn. I
- Nyeri - Nyeri - Nyeri
Body
- Spasme otot - Spasme otot - Spasme otot
Function dan
- Penurunan - Penurunan - Penurunan
Structure
fleksibilitas fleksibilitas fleksibilitas
Impairment
lumbal lumbal lumbal
- Nyeri saat  Nyeri saat  Nyeri saat
membungkuk membungkuk membungkuk
- Nyeri saat  Nyeri saat  Mengangkat
mengangkat mengangkat barang
barang barang  Nyeri saat
Activity - Nyeri saat  Nyeri saat duduk lama
Limitation duduk lama duduk lama  Nyeri saat
- Nyeri saat  Pekerjaan mengendarai
berrdiri lama rumah tangga motor / mobil
- Nyeri saat terganggu dalam waktu
mengendarai
 Beribadah lama
motor / mobil
terganggu  Beribadah

46
dalam waktu terganggu
lama
- Beribadah
terganggu
- Pekerjaan  Pekerjaan  Pekerjaan
terganggu terganggu terganggu
Participation - Berkumpul  Berkumpul  Berkumpul
Restriction bersama dengan bersama
teman tetangga teman
terganggu terganggu. terganggu

5. Program Rencana Tindakan Fisioterapi

1) Tujuan Umum (jangka pendek)

Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional

penderita.

2) Tujuan khusus (jangka panjang)

a) Menurunkan nyeri

b) Mengurangi spasme

c) Peningkatan fleksibilitas lumbal

6. Intervensi Fisioterapi

a. Micro Wave Diathermi (MWD)

Microwave Diathermy (MWD) adalah suatu aplikasi

terapeutik dengan menggunakan gelombang mikro dalam bentuk

radiasi elektromagnetik yang akan dikonversi dalam bentuk

frekuensi 2456 MHz dan 915 MHz dengan panjang gelombang

12,25 arus yang dipakai adalah arus rumah 50Hz, penetrasi hanya 3

cm, salah satu modalitas fisisoterapi yang bermanfaat

untukmengurangi nyeri, MWD cocok untuk jaringan superficial

dan struktur artikuler yang dekat dengan permukaan kulit.

47
Prosedur pelaksanaan:

Standard operasional penerapan Microwave Diathermy sebagai

berikut :

1) Persiapan alat :

a) Bersihkan dan rapikan semua peralatan yang akan

digunakan baik sebelum dan sesudah digunakan pasien.

b) Pastikan semua peralatan mesin maupun elektrode yang ada

berfungsi dengan baik dan siap dioperasikan, sehingga

tidak membahayakan pasien dan terapist.

c) Masukan stop kontak dalam posisi yang benar.

d) Tekan tombol on.

e) Sebelum mesin di gunakan lakukan pemanasan ± 10 menit.

2) Persiapan penderita :

a) Panggil penderita dengan ramah dan sopan, serta masukan

ke tempat terapi sesuai kondisi dan diagnosa.

b) Lakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan keluhan yang

dialami penderita dengan teliti dan cermat.

c) Sebelum pemberian terapi, pasien terlebih dahulu diberikan

penjelasan mengenai cara kerja alat, indikasi dan

kontraindikasi.

d) Daerah yang akan di terapi dibebaskan dari pakaian dan

logam.

48
3) Pelaksanaan terapi

a) Pilihlah posisi pasien se-rileks mungkin baik posisi tidur

atau duduk.

b) Minta kepada pasien membebaskan pakaian pada daerah

yang akan diterapi.

c) Beri penjelasan setiap melakukan tindakan fisioterapi apa

yang akan dirasakan kepada penderita.Dalam pelaksanaan

terapi utamakan prinsip aman, nyaman, dan keselamatan

pasien

4) Operasional MWD

Elektroda di tempatkan pada daerah yang diterapi, dengan

lama waktu pemberian terapi ±10 menit dan frekuensi selama

6 kali.

b. Stretching Exercise

Merupakan suatu bentuk terapi yang ditunjukkan untuk

memanjangkan/mengulurkan otot yang mengalami pemendekan

atau menurunnya elastisitas dan fleksibilitas otot, baik karena

faktor patologis (trauma, infeksi) maupun yang bersifat fisiologis,

yang menghambat lingkup gerak sendi normal, yakni berupa

kontraktur, perlengketan, pembentukan jaringan parut yang

mengarah pada pemendekan otot, jaringan konektif dan kulit serta

mobilitas jaringan lunak disekitar sendi.

1) Persiapan pasien

49
Sebelum terapi dilakukan, sebaiknya pasien diberitahukan

tujuan dari pemberian terapi dan pasien diposisikan senyaman

mungkin.

2) Pelaksanaan pengobatan

Saya mengambil dua model stretching

a) Pasien dalam posisi tidur terlentang dengan tungkai lurus

dan fisioterapis berada disamping pasien. Kaki pasien di

fleksikan kemudian menyilangkan dengan kaki pasien yang

lain. Salah satu tangan fisioterapis berada di knee pasien

yang dalam keadaan fleksi dan tangan yang satunya berada

di shoulder pasien. Kemudian setelah itu fisioterapis

melakukan tarikan/melakukan stretching.

b) Pasien dalam keadaan tidur terlentang, kedua kaki lurus

diangkat ke atas sampai fleksi hip dengan kedua tangan

fisioterapis. Fisioterapis berada diatas bed. Pasien diminta

memegang hamstring/ bawah paha. Kemudian setelah itu

fisioterapis melakukan stretching.

c) Dosis

Penggunaan dosis pada stretching exercise pada kasus ini

yakni pemberian exercise sebanyak 3 kali seminggu dengan

intensitas toleransi pasien. Teknik ini maksimal dilakukan

dengan 3x repetisi.

50
c. William Flexion Exercise

William Flexion Exercise adalah program latihan yang

terdiri atas 7 macam gerak yang menonjolkan pada penurunan

lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal). William flexion

exercisetelah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang

bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beragam problem

nyeri pinggang bawah berdasarkan temuan diagnosis. Dalam

beberapa kasus, program latihan ini digunakan ketika penyebab

gangguan berasal dari facet joint (kapsul-ligamen), otot, serta

degenerasi corpus dan diskus.

1) Persiapan pasien

Sebelum terapi dilakukan, sebaiknya pasien diberitahukan

tujuan dari pemberian terapi dan pasien diposisikan senyaman

mungkin.

2) Pelaksanaan pengobatan

Latihan William Flexion Exercise ini dirancang untuk

mengurangi nyeri pinggang dengan memperkuat otot-otot yang

memfleksikan lumbo sacral spine, terutama otot abdominal dan

otot gluteus maksimus dan meregangkan kelompok ekstensor

punggung bawah

a) Pelvic Tilting

Tidur telentang dengan kedua knee fleksi dan kaki datar

diatas bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed

51
tanpa kedua tungkai mendorong ke bawah. Pertahankan 5-

10 detik.

b) Single Knee to Chest

Tidur telentang dengan kedua knee fleksi dan kaki datar

di atas bed/lantai. Secara perlahan tarik knee kanan kearah

shoulder dan pertahankan 5-10 detik. Kemudian knee kanan

dan ulangi untuk knee kiri.

c) Double Knee to Chest

Mulai dengan latihan sebelumnya. Tarik knee kanan ke

dada kemudian knee kiri ke dada dan pertahankan kedua

knee selama 5-10 detik. Dapat diikuti dengan fleksi

kepala/leher (relatif). Turunkan secara perlahan salah satu

tungkai kemudian diikuti dengan tungkai lainnya.

d) Parsial Sit-Up

Lakukan pelvic tilting (latihan 1). Sementara

mempertahankan posisi ini angkat secara perlahan kepala

dan shoulder dari bed/lantai, pertahankan selama 5 detik.

Kembali secara perlahan ke posisi awal.

e) Hamstring Stretch

Mulai dengan posisi long sitting dan kedua knee ekstensi

penuh. Secara perlahan fleksikan trunk ke depan dengan

menjaga kedua knee tetap ekstensi. Kedua lengan

menjangkau sejauh mungkin di atas kedua tungkai sampai

mencapai jari-jari kaki.

52
f) Hip Fleksor Stretch

Letakkan satu kaki didepan dengan fleksi knee dan satu

kaki dibelakang dengan knee dipertahankan lurus. Fleksikan

trunk ke depan sampai knee kontak dengan lipatan axilla

(ketiak). Ulangi dengan kaki yang lain.

g) Squat

Berdiri dengan posisi kedua kaki paralel dan kedua

shoulder di samping badan. Usahakan pertahankan trunk

tetap tegak dengan kedua mata fokus ke depan dan kedua

kaki datar di atas lantai. Kemudian secara perlahan turunkan

badan sampai terjadi fleksi kedua knee.

3) Dosis

Penggunaan dosis pada William Flexion Exercise pada kasus

ini yakni pemberian exercise sebanyak 3 kali seminggu dengan

intensitas toleransi pasien. Dilakukan sebanyak 3 kali repetisi

dalam hitungan 1-8.

7. Hasil dan Evaluasi

Penelitian ini dilaksanakan di Poli Fisioterapi RSAD Pelamonia

TK II Makassar dan dilaksanakan pada tanggal 26 Juni-11 Juli 2019.

Data penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data

dikumpulkan melalui pengukuran langsung terhadap pasien yang

ditunjang dengan diagnosa dokterdan assesment fisioterapis.

53
a. Nyeri

Selama penelitian berlangsung intervensi diberikan

sebanyak 6 kali dengan menggunakan alat ukur VAS untuk

mengukur evaluasi nyeri setiap kali terapi. Adapun hasil

pengukuran nyeri di dapat

Tabel 4.10 Pengukuran VAS Pasien Low Back Pain Selama Terapi
Terapi T1 T2 T3 T4 T5 T6

Tn. D 6 5,8 5,4 4,7 3,2 2

Ny. F 5,8 5,5 5 4,8 4,2 3,8

Tn. I 6,2 5,8 5,3 4,7 3,3 5

Tabel diatas menunjukkan hasil pengukuran nyeri dengan

menggunakan nilai VAS mulai dengan pretest sampai terapi ke enam.

Hasil pengukuran nyeri pada saat pretest untuk pasien.

Adapun spasme yang menjadi problematik fisioterapi sudah

berkurang dikarenakan nyeri yang dirasakan oleh pasien berkurang.

Dimana pada awal terapi pasien merasakan nyeri, namun setelah

beberapa kali terapi nyeri akibat spasme yang dirasakan pasien sudah

berkurang. Dari hasil diatas dapat disimpulkan ketiga pasien

mengalami penurunan nyeri.

b. Fleksibilitas lumbal

Selama penelitian berlangsung intervensi yang diberikan

sebanyak 6 kali dengan menggunakan alat ukur metode schober

54
test untuk mengukur evaluasi fleksibilitas lumbal setiap kali terapi.

Adapun perubahan yang dapat dilihat:

Tabel 4.11 Hasil Pengukuran Fleksibilitas Lumbal


Hasil Komponen T1 T2 T3 T4 T5 T6
fleksibilitas

Tn. D Fleksi 17 17 18 18 19 19
Ny. F Fleksi 17 17 17 18 18 18
Tn. I Fleksi 18 18 19 19 20 20

Tabel diatas menunjukkan hasil pengukuran fleksibilitas dengan

menggunakan metode schober test mulai dari pretest hingga terapi

ke-6. Hasil pengukuran fleksibilitas merupakan nilai selisih antara

posisi berdiri ke posisi fleksi dan serta antara posisi berdiri ke

posisi ekstensi. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa ketiga

pasien mengalami peningkatan fleksibilitas.

B. Pembahasan Kasus

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung bawah dan

dapat menjalar ke kaki terutama bagian sebelah belakang dan samping

luar. Nyeri pinggang bawah tidaklah merupakan suatu penyakit melainkan

gejala dari sekelompok penyakit yang terdapat pada pinggang bawah

yakni Th 2-L1 sampai lumbosacral joint, bahkan sampai hip joint. Nyeri

pinggang bawah dapat menyerang pada usia remaja sampai usia tua.

Menurut John E. Murtagh (1997), nyeri pinggang bawah umumnya

terjadi pada semua golongan usia mulai usia 16 tahun s/d 80 tahun

terutama pada usia pertengahan (30 tahun keatas). Menurut Syaiful

Saamin (2005), nyeri pinggang bawah mencapai puncaknya pada usia 40

55
tahun bagi pria dan 10 tahun kemudian bagi wanita. Pada usia tua telah

mengalami proses degenerasi dimana segmen L4-L4 dan L5-S1 paling

sering mengalami degenerasi akibat regio tersebut paling besar menerima

beban sehingga degenerasi yang terjadi pada segmen tersebut sering

menimbulkan nyeri pinggang bawah.

Kemudian menurut Ruth Sapsford, wanita terutama ibu rumah

tangga yang melakukan aktivitas pekerjaan di rumah cenderung

mengalami nyeri punggung bawah daripada laki-laki. Wanita terutama ibu

rumah tangga sering melakukan aktivitas pekerjaan di rumah dengan

postur yang jelek. Pada umumnya, wanita sering melakukan aktivitas

pekerjaan di rumah yang melibatkan trunk saat mengangkat/

memindahkan barang. Kebiasaan posisi ekstensibilitas jaringan collagen

pada tendon dan kapsul sendi, berkurangnya kekakuan sendi, menurunnya

spasme otot, modulasi nyeri, melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan

efek inflamasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MWD dapat menurunkan

nyeri karena terjadinya perubahan panas yang sifatnya lokal jaringan yang

meningkatkan metabolisme jaringan lokal, meningkatkan vasomotion

sehingga timbul homeostatik lokal yang akhirnya menimbulkan

vasodilatasi. Perubahan panas secara general yang menaikkan temperatur

pada daerah lokal.

Selain itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stretching/

mobilisasi dapat menurunkan spasme otot, melalui efek autogenic inhibisi

dan reciproke inhibisi. Dalam mekanisme inverse stretch atau autogenic

56
inhibisi bahwa proses kontraksi maksimal akan diikuti dengan relaksasi,

dan dalam mekanisme reciproke inhibisi bahwa kontraksi otot agonis akan

diikuti dengan relaksasi otot antagonis (Carolyn Kisner 1996; John E.

Murtagh 1997). Dalam efek tersebut, maka otot akan mengalami

penurunan spasme sehingga mudah dilakukan stretching atau mobilisasi

pada vertebra lumbal. Mobilisasi yang dilakukan setelah kontraksi

isometrik adalah mobilisasi kearah fleksilateral fleksi/rotasi lumbal,

dimana teknik mobilisasi tersebut dapat melepaskan kekakuan pada

intervertebralis joint (facet joint).

Pada tiga orang sampel pasien ini dilakukan terapi sebanyak 6 kali

dan hasil yang di dapatkan pasien Tn. D dan Tn. I sudah mampu

melakukan aktivitas yang sebelumnya tak dapat dilakukan sekarang sudah

dapat dilakukan seperti duduk lama, saat berdiri lama, membungkuk dan

mengangkat barang, dari hasil pengamatan kedua penderita ini cepat

sembuh dikarenakan adanya pengobatan yang secara rutin Tn. D dan Tn. I

rajin melakukan latihan-latihan dirumah sesuai anjuran. Sedangkan pasien

Ny. F sudah mampu melakukan aktifitas setelah selesai terapi, tetapi

setelah datang lagi ke poli pasien Ny. F mengalami keadaan yang sama

seperti kemarin sebelum terapi dikarenakan pekerjaan dan kegiatan pasien

yang mengakibatkan sulitnya mendapatkan perubahan.

57
BAB V

PENUTUP

Setelah penulis menguraikan kondisi ini mulai dari pendahuluan sampai

penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi low back pain akibat spasme musculus

erecor spine maka bab penutup ini penulis menarik beberapa kesimpulan dan

saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Dari pemeriksaan fisioterapi yang dilakukan pada kondisi Low Back

Pain di RSAD TK II Pelamonia Makassar dimulai dari anamnesis

umum, anamnesis khusus, pemeriksaan fisik, yang digunakan untuk

menunjang pemeriksaan selanjutnya yaitu tes orientasi, pemeriksaan

fungsi dasar serta pemeriksaan spesifik dan pemeriksaan tambahan

sehingga dari pemeriksaan yang dilakukan fisioterapi dapat

menegakkan diagnosa serta problematik dalam kasus ini.

2. Diagnosa berdasarkan proses fisioterapi yang telah dilakukan adalah

Low Back Pain akibat spasme musculus erector spine

3. Adapun problematik pada kasus Low Back Pain Akibat Spasme

Musculus Erector Spine yaitu nyeri, spasme otot erector spine, dan

penurunan fleksibilitas lumbal. Dari problematik yang di dapatkan

pada kasus ini dapat menunjang intervensi fisioterapi yang akan

diberikan pada pasien.

58
4. Intervensi fisioterapi pada kasus Low Back Pain Akibat Spasme

Musculus Erector Spine yaitu MWD, Stretching, dan William Flexion

Exercise.

5. Evaluasi hasil pada kasus Low Back Pain Akibat Spasme Musculus

Erector Spine yaitu penurunan nyeri, spasme, dan peningkatan

fleksibilitas lumbal.

B. Saran-saran

1. Dalam pemeriksaan, fisioterapi diharapkan selalu memperhatikan

prosedur pemeriksaan yang sistematis pada kasus Low Back Pain.

2. Untuk menegakkan diagnosa yang tepat, hal yang harus dilakukan

adalah assesment fisioterapi yang akurat dengan menggunakan alat

ukur VAS dan Schober Test.

3. Fisioterapi diharapkan untuk tetap memberikan program latihan yang

sesuai dengan kondisi pasien, sehingga dapat membantu proses

penyembuhan bagi pasien.

4. Fisioterapi diharapkan untuk terus memberikan informasi dan edukasi

kepada pasien maupun keluarga pasien untuk menghindari hal-hal

yang dapat memperburuk kondisi pasien.Untuk mencegah terulangnya

trauma atau kembalinya keluhan semula dan makin beratnya keluhan

maka yang harus diperhatikan adalah sikap/ posisi tubuh dalam

beraktifitas sehari-hari.

5. Untuk mencapai kesembuhan secara maksimal maka penderita

diharapkan agar rajin melakukan latihan-latihan dirumah sesuai yang

dianjurkan. Disamping itu fisioterapi juga memberikan motivasi serta

59
keyakinan akan sembuh penyakitnya. Dan untuk mencegah

komplikasinya maka akan dianjurkan untuk banyak latihan dan

menghindari kegiatan yang dapat memperberat kondisi.

60
DAFTAR PUSTAKA

Anshar, Sudaryanto, Suharto, dkk. (2014). Terapi Latihan (Pedoman Praktikum).


Makassar.

Ayu Putri Ariani. (2018). Fisioterapi. Dasar-dasar, Standar Pelayanan, dan


Ruang Lingkup Pelayanan Fisioterapi dilengkapi dengan Senam Asma dan
Senam Stroke. Yogyakarta. Medical book.

Carolyn Kisner, Lynn Allen Colby, 1996. Therapeutic Exercise Foundations And
Technique, Third Edition, F.A. Davis Company, Philadelphia

Carolyn Kisner, Lynn Allen Colby. (2014). Terapi Latihan Dasar Edisi 6
Vol.2. jakarta EGC

Djohan Aras, Hj. Hasniah Ahmad, Arisandi Ahmad. (2016). The New Concept of
Physical Therapist Test and Measurement. Physio Care.

Djohan Aras, Hj. Hasniah Ahmad, Sri Saadiyah L., (2009). Fisioterapi
Neuromusculoskeletal. Makassar.

Fauzia Andini. (2015). Risk factors of low back pain in workers. Faculty of
Medicine, Universitas Lampung.

Goats (1990). Physiotherapy Treatment Modalities. Department Physiotherapy,


The Queen's Collage. Glasgow UK.

Hadyan, M. F. (2015). Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Low Back


Pain pada Pengemudi Transportasi Publik Factors, 4, 19–24.

Hardiah Utari, dkk. (2018). Studi Fenomoenologi: Pengalaman Penderita


Gangguan Muskuloskeletal yang Menjalani Terapi Yoga. Fakultas
Keperawatan Universitas Riau

Hislop, H.J., Monthomery, J., 2007. Muscle Testing Techniques of Manual


Examination. Belanda: Elsevier Saunders.

Indah Pramita, Alex Pangkahila, Sugijanto. 2015. Core Stability Exercise lebih
baik meningkatkan aktivitas fungsional daripada William’s Flexion
Exercise pada pasien Nyeri Punggung Bawah Miogenik. Thesis
Universitas Udayana Denpasar.

John. E. Murtagh, Clive. J. Kenna, 1997. Back Pain and Spinal Manipulation,
Second Edition, Butterworth Heinmann, Oxford.

Komal Malik, et al. 2016. Normative Values of Modified- Modified test in


MeasuringLumbar Flexion and extension : A Cross – Sectional Study.
International Journal of Health Science&Research. Vol 6. Issue : 7
Leo Muchamad Dachlan. 2009. Pengaruh Back Exercise pada Nyeri Punggung
Bawah. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, (2008). Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor: 778/ MENKES/ SK/ VII/ 2008 Tentang Pedoman Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Muhammad Akraf. 2012. Test Schober. di dapat dari blog, url:
http://akrafpeduli.blogspot.com/2012/03/tes-schober.html?m=1

Mustari Gani, Arpan Jam'an, Hendrik. (2010). Media Fisioterapi. Makassar.

Nurhayati dan S. Indra Lesmana. (2007). Manfaat Back School Aktif Terhadap
Pengurangan Nyeri Pinggang Mekanis (Studi Komparatif Antara
Pemberian Back School Aktif, SWD dan US dengan Pemberian Back School
Pasif, SWD dan US). Jakarta.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Pemberian Stretching pada Ny. F

Pemberian Micro Wave Diathermy pada Tn. I


Pemberian William Flexion Exercise pada Tn. D

Pemberian Micro Wave Diathermy pada Tn. D


is KEMENTERIAN KESEH ATAN REPUBLIC INDONESIA
POLITEKNIK KESEIIATAN MAKASSAR
JURUSAN/PROGRAM STLIDI FISIOTERAPI
JL Paccerakkung No. 77 KM. 14 Daya, Makassar Telp. 0411-510196 Fax. 0411-510196
Nomor : PP.08.02/3. I 0/ /2019
Lamp. 1 (satu) exp.
Perihal Permohonan Izin Mengadakan Penelitian

Kepada
Ytb. Kepala RSAD TK II Pelainonia Makassar

Makassar

Dengan honnat,
Dalam rangka peiiytisiinan KTI sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian
studi pada program studi D.III Fisioterapi Politeknis Kesehatan Makassar, maka kami
mengajukan permohonan izin untuk inengadakai penelitian dengan personil sebagai berikut:

No. N AMA NIM/NIP Keterangan


1. Nurul Fitryani Jufri PO.71.3, 241.16. 1.036 Peneliti Utama
2. Hj. Hasbiah, S.ST. Ft.,ILKes 197205051995032001 Peneliti I
Judul Penelitian:
Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain akibat Spasme Musculus
Erector Spine di RSAD TK II Pelamonia Makassar
Lokasi Penelitian . RSAD TK II Pelamonia Makassar

Untuk itu kami inolion kiranya personil iersebut dapat diberikaii izin untuk
melaksanakan penelitian pada lokasi atau tempat yang relevan dengan judul penelitian/KTl.
Deinikian, atas perliatiau dan kerjasamanya diucapkan terima kasili.

, 17 Juni 20.19

S.ST. F M, Kes
10. 199403. 1. 005
KESEHATAN DAERAH MILITER XIV/HASANUDDIN
RUMAH SAKIT TK II 14.05.01 PELAMONIA

SURAT KETEI?ANGAN
Nomor : Sket / Diklat / J/ / VII / 2019

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Cecep Rahmanto, S. Kep


Pangkat / NRP : Letkol Ckm NRP 11950009531170
Jabatan Pj. Kainstaldik Rumkit Tk.ll 14.05.01 Pelamonia
Kesatuan . Kesdam XIV/Hasanuddin

Dengan ini menerangkan bahwa

Nama Nurul Fitryani Jufri


Nim PO.71.3.241.16.1.036
Insitusi DIII Poltekkes Fisioterapi

Dengan ini menerangkan bahwa yang bersangkutan benar telah melakukan


Penelitian dalam rangka penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Rumkit TK.11.14.05.01
Pelamonia, pada tanggal 26 Juni s/d 31 Juli 2019, dengan Judul '

”Periata/aksa/taari Ffs/oferapi Pada Loc Back Pain A/ri6et Spasme


gfuscu/us £rektor Spine Di Rumah Sakit Th.II 14.05.01 Pe/amonia”

Makassar, Juli 2019


a.n Kepala Rumah Sakit
- Wakil Kepala

aldik

, S. ep
Let 11950009531170
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama
Umur
JenisKelamin
Pekerjaan
Alamat

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai:


1. Penelitian betjudul : Penatalaksanaan Fisioterapi pada Low Back Pain akibat
Spasme Musculus Erector Spine di RSAD TK II Pelamonia Makassar
2. Manfaat ikut sebagai objek penelitian : dapat mengurangi nyeri, spasme dan
meningkatkan fleksibilitas pada lumbal
3. Bahaya yang akan ditimbulkan : tidak ada
4. Prosedur penelitian : melakukan pemeriksaan dan mencntnkan problematik serta
diagnosa fisioterapi kemudian menerupkan intervensi dan evaluasi

Dan subjek penelitian mendapat kesempatan mengaj ukan pertanyaan iiiengenai scgala
sesuatu yang berhubungan dcngan penelitian tersebut. Oleh karena iIu saya (bersedia/tidaL
bcrsedia*) secara suka rela untuk menjadi subjck penelitian dengan penuh k csadaran serta
tan pa keterpaksaan.

IJcmik ian pernyataan ini sa ya buat dengan scbcnarnya tan pa tckanan dari pilı:ık maniıpun.

Mata Tsar, ....................2019

Pen« liti, k cspcMden

N urul Fitr j an i .J nfri

*) C“orct salah satu


INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :0
Umur
JenisKelamin
Pekeijaan
Alamat

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai:


1. Penelitian beijudul : Penatalaksanaan Fisioteiapi pada Low Back Pain akibat
Spasme Musculus Erector Spine di RSAD TK II Pelamonia Makassar
2. Manfaat ikut sebagai objek penelitian : dapat mengurangi nyeri, spasme dan
meningkatkan fleksibilitas pada lumbal
3. Bahaya yang akan ditimbulkan : tidak ada
4. Prosedur penelitian : melakukan pemeriksaan dan menentukan problematik serta
diagnosa fisioterapi kemudian menerapkan intervensi dan evaluasi

Dan subjek penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala


sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya (bersedia/tidak
bersedia*) secara suka rela untuk menjadi subjek penelitian dengan penuh kesadaran serta
tanpa keterpaksaan.

Demik ian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Makassar, .°. . . ?! .. 2019

Peneliti, Responden

N urul Fitryani Jufri

*) Coret salah satu


INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama
Umur
JenisKe\amin
Pekerjaan
Alamat

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai:


1. Penelitian bejudul : Penatalaksanaan Fisiotempi pada Low Back Pain akibat
Spasme Musculus Erector Spine di RSAD TK II Pelamonia Makassar
2. Manfaat ikut sebagai objek penelitian : dapat mengurangi nyeri, spasme dan
meningkatkan fleksibilitas pada lumbal
3. Bahaya yang akan ditimbulkan : tidak ada
4. Prosedur penelitian : melakukan pemeriksaan dan menentukan problematik serta
diagnosa fisioterapi kemudian menerapkan intervensi dan evaluasi

Dan subjek penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala


sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya (bersedia/tidak
bersedia*) secara suka rela untuk menjadi subjek penelitian dengan penuh kesadaran serta
tanpa keterpaksaan.

Hemikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Makassar, .................. 2019

Peneliti, Responden

huruf r tryani Jufri

*) Coret salah satu


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi:
Nama : Nurul Fitryani Jufri
Tempat/ tanggal lahir : Soroako, 09 Februari 1998
Alamat : Jl. G. Pangrango F. 249 Soroako,
Kec. Nuha, Kab. Luwu Timur,
Prov. Sulawesi Selatan

Asal : Soroako
Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Hp 082292466828

Identitas Orang Tua:


Nama Ayah : H. Muh. Jufri Selle

Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Swasta

Nama Ibu : Hj. Hasnah Mude


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Riwayat Pendidikan:

1. SD YPS Lawewu
2. SMP YPS Singkole
3. SMA YPS Soroako
4. Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar Jurusan Fisioterapi 2019

Anda mungkin juga menyukai